analisis kriminologi meningkatnya pencurian …digilib.unila.ac.id/54987/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
ANALISIS KRIMINOLOGI MENINGKATNYA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN OLEH ANAK
(Skripsi)
Oleh
TUBAGUS JAKA PAMUNGKAS
NPM: 1412011430
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS KRIMINOLOGI MENINGKATNYA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN OLEH ANAK
Oleh
TUBAGUS JAKA PAMUNGKAS
Pencurian merupakan tindakan kriminalitas, yang sanga tmengganggu kenyamanan
masyarakat, oleh sebab itu sebuah tindakan konsisten yang dapat menegakkan
hukum, sehingga terjalin kerukunan, dimana dalam hal ini meningkat sekali
pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak. Banyak sekali anak di bawah
umur sudah melakukan berbagai tindak pidana seperti, pencurian, pemerkosaan,
penganiayaan dan masih banyak lagi. Oleh karenanya, ada aturan hokum khusus
untuk mengatur pelaku tindak pidana anak ini yaituUndang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Anak yang dikaji oleh penulis adalah:1) Apakah
factor penyebab meningkatnya pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh
anak?, 2) Bagaimanakah upaya penanggulangan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak? dan 3) Apakah factor penghambat
penanggulangan meningkatnya pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh
anak?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan sedangkan prosedur pengolahan data adalah dengan
menyeleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan
menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis
dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari
penelitian.
Hasil penelitian dan pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang menyebabkan meningkatnya pencurian dengan kekerasan oleh anak di
Kabupaten Kabupaten Lampung Timur terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah rendahnya tingkat pendidikan dari pelaku dan perilaku kriminal
Tubagus Jaka Pamungkas
dari pelaku kejahatan itu sendiri, sedangkan faktor ektstern adalah kondisi ekonomi
yang tidak mendukung pemenuhan kebutuhan hidup pelaku, faktor lingkungan sosial
pelaku, dan faktor penegakan hukum yang belum memberikan kesadaran hukum bagi
pelaku tindak pidana pencurian. Upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan
yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan Kepolisian
dengan sarana non penal dan penal. Sarana non penal dilaksanakan dengan
mengadakan patroli keliling di Kabupaten Lampung Timur, menempatkan personil
kepolisian di tempat keramaian yang rawan terjadi lokasi pencurian, melaksanakan
sosialisasi dan bekerjasama dengan perlindungan perempuan dan anak dari instansi
terkait, sekolah-sekolah dan kepada orang tua yang memiliki anak yang sudah tidak
bersekolah serta melakukan pendataan terhadap genk-genk motor. Sarana penal
dilaksanakan dengan razia di tempat-tempat perkumpulan anak yang biasa dijadikan
tempat untuk menikmati hasil curiannya dan memproses secara hukum anak yang
terlibat dalam kejahatan pencurian dengan kekerasan. Faktor-faktor penghambat
upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak di
Kabupaten Lampung Timur terdiri dari: aparat penegak hukum, yaitu masih
kurangnya kuantitas dan kualitas penyidik kepolisian; Faktor sarana dan prasarana,
yaitu tidak adanya laboratorium forensik pada Polres Lampung Timur, sehingga
penyidikan terkadang mengalami hambatan; Faktor masyarakat, yaitu adanya
masyarakat yang justru melindungi pelaku tindak pidana pencurian dan tidak
bekerjasama dengan petugas; faktor budaya, yaitu masih adanya budaya toleransi
terhadap pelaku kejahatan dan memilih menyelesaikan suatu kasus tindak pidana
tanpa melalui pihak kepolisian.
Penulis menyarankan agar dalam menjalankan fungsi dan peranannya, dimana
dibutuhkan upaya yang lebih dari penegak hukum, khusus nya aparat kepolisian
dalam memberantas pencurian dengan kekerasan yang semakin meningkat,
Sosialisasi/penyuluhan mengenai berbagai modus-modus pelaku tindak pidana
pencurian kepada masyarakat dan cara pencegahannya , dan pemberian sanksi yang
tegas melalui undang-undang atau aturan hukum yang berlaku ketika aturan tersebut
dilanggar, perlu adanya peran para orang tua harus lebih mengontrol anak mereka
setidaknya dengan menjaga ibadahnya penulis sangat yakin dengan ibadah yang
sanga trajin dan ikhlas dapat menghindarkan anak dari perbuatan kejahatan.
Kata Kunci: Analisis, Pencurian, Anak
i
ANALISIS KRIMINOLOGI MENINGKATNYA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN OLEH ANAK
Oleh
TUBAGUS JAKA PAMUNGKAS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tubagus Jaka Pamungkas, dilahirkan di Kota
Metro pada tanggal 15 Mei 1996, sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, putra dari pasangan Bapak Syamsuddin dan Ibu Susi
Mustofa.
Jenjang pendidikan formal yang penulis tempuh dan selesaikan adalah pada Sekolah
Dasar (SD) Negeri 2 Metro lulus pada Tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri 2 Metro lulus pada Tahun 2011, Sekolah Menegah Kejuruan (SMK)
Negeri 2 Metro lulus pada Tahun 2014. Selanjutnya pada Tahun 2014 penulis
diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada bulan
Januari-Februari 2018 Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Tanjung
Rusia Timur Kecamatan Pardasuka Kabupaten Pringsewu.
vi
MOTO
Jika kamu tidak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung
pahitnya kebodohan
(Imam Syafi’i)
“Janganlah kamu melihat kepada kecilnya kesalahan, tetapi lihatlah kepada
Maha Besarnya Dzat yang kamu tentang.”
(Bilal bin Sa’ad)
vii
PERSEMBAHAN
Kedua Orang Tuaku Tecinta
Ayah Syamsuddin dan Ibu Susi Mutofa
yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa mendoakan
dalam setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala pengorbanan
dan kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan memberkahi serta
selalu memberi limpahan kesehatan kepada Ayah dan Ibu
Adikku tersayang: Nyimas Putri Sevila Pamungkas
Terimakasih atas doanya dan dukungan
yang selama ini diberikan kepadaku
Keluarga Besarku
yang selalu mendoakanku dan selalu memberi semangat
dalam hidupku
Almamaterku
Universitas Lampung
viii
SAN WACANA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya
dengan rahmat dan izin-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
“Analisis Kriminologi Meningkatnya Pencurian dengan Kekerasan oleh Anak”,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini banyak mendapatkan
bimbingan dan arahan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung
2. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung
3. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM., S.H., M.H., selaku Pembimbing I, atas bimbingan
dan saran yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
4. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembimbing I, atas bimbingan dan saran
yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
5. Ibu Diah Gustiniati S.H., M.H, selaku Penguji Utama, atas masukan dan saran
yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.
ix
6. Bapak Damanhuri Warganegara, S.H., M.H, selaku Pembahas atas masukan dan
saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.
7. Para narasumber atas bantuan dan informasi serta kebaikan yang diberikan demi
keberhasilan pelaksanaan penelitian ini.
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya
bagian Hukum Pidana yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
9. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya bagian Hukum
Pidana Angkatan 2014 yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Penulis berdoa, semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan
mendapatkan balasan kebaikan yang lebih besar dari Allah SWT, dan akhirnya
penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Amin.
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Tubagus Jaka Pamungkas
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ..................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ....................................................... 9
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ..................................................................... 10
E. Sitematika Penulisan ........................................................................................ 18
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Krimonologi ..................................................................................... 20
B. Faktor Penyebab Kejahatan ................................................................................ 23
E. Faktor Penyebab Pencurian dengan Kekerasan Oleh Anak ............................... 27
D. Upaya Penanggulanag Pencurian dengan Kekerasan Oleh Aanak .................... 35
III.METODELOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ........................................................................................... 38
B. Sumber dan Jenis Data ....................................................................................... 38
C. Penentuan Narasumber ....................................................................................... 39
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengelola Data ....................................................... 40
E. Analisis Data ...................................................................................................... 41
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Meningkatnya Pencurian dengan Kekerasan
yang Dilakukan Oleh Anak ................................................................................ 42
B. Upaya Penanggulangan Meningkatnya Pencurian dengan Kekerasan
yang Dilakukan Oleh Anak ................................................................................ 56
C. Faktor Penghambat Penanggulangan Meningkatnya Pencurian
dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anak ................................................. 64
V. PENUTUP
A.Simpulan ............................................................................................................. 74
B.Saran .................................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem peradilan pidana di Indonesia khususnya pada Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang disahkan dan
diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981, dan ketentuan hukum materiilnya
mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di luar
KUHP. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, Pasal 1 Angka (1) menyatakan, bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak
adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani pidana.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak adalah tunas, potensi dan
generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis
dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi
bangsa dan negara pada masa depan.1
Kenakalan anak dan remaja sangat bervariasi, misalnya melanggar pasal-pasal
yang diatur di dalam KUHP atau peraturan pidana lainnya yang tersebar di luar
1Triyanto, Negara Hukum dan HAM, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 1997, hlm. 164.
2
KUHP.2 Anak laki-laki lebih banyak melakukan pelanggaran hukum yang disertai
kekerasan dibandingkan anak perempuan, selanjutnya anak dari golongan
masyarakat bawah lebih banyak melakukan pelanggaran hukum dibandingkan
anak golongan menengah ke atas (karena masalah ekonomi, penegakan hukum
dan statistik). Oleh karena itu, anak membutuhkan pengayoman agar tidak
melakukan tindakan pelanggaran hukum pidana. Terhadap anak nakal tidak dapat
dijatuhkan pidana mati, maupun penjara seumur hidup akan tetapi pidana penjara
bagi anak nakal maksimal 10 tahun.3
Beberapa pakar mengungkapkan bahwa sebab-sebab terjadinya kenakalan anak
karena expectation gap atau tidak ada persesuaian antara cita-cita dengan sarana
yang dapat menunjang tercapainya cita-cita tersebut. Secara teoritis upaya
penanggulangan masalah kejahatan termasuk perilaku kenakalan anak sebagai
suatu fenomenal sosial, sesungguhnya titik berat terarah kepada mengungkapkan
faktor-faktor korelasi terhadap gejala kenakalan anak sebagai faktor kriminogen.
Pembahassan permasalah tersebut merupakan ruang lingkup dari pembahasan
kriminologi. 4 Menurut Kartini Kartono, upaya penaggulangan kejahatan anak
harus dilakukan secara terpadu, dengan tindakan preventif, tindakan
penghukuman dan tindakan kuratif. 5
Hal inilah yang menimbulkan kerawanan di bidang keamanan masyarakat, yaitu
sering terjadinya kejahatan. Adapun Definisi kejahatan menurut para ahli:
2 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 36.
3 Ibid, hlm.37.
4 Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2010, hlm. 119. 5 Kartini Kartono, Pathologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali Pers, Jakarta, 1992. hlm. 43.
3
1. Mr. W. A. Bonger menyatakan kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti
sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian
penderitaan.
2. Dr. J. E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro menyatakan kejahatan adalah
setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk
melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara. Perbuatan
tersebut di hukum karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu
adanya tingkah laku yang patut dari seorang warga negarnya.
3. M. A. Elliat menyatakan kejahatan adalah problem dalam masyarakat modern
atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dan dapat dijatuhi
hukuman yang biasa berupa hukuman penjara, hukuman mati, hukuman denda
dan lainnya.
Pencurian merupakan tindakan kriminalitas, yang sangat mengganggu
kenyamanan masyarakat, oleh sebab itu sebuah tindakan konsisten yang dapat
menegakkan hukum, sehingga terjalin kerukunan. Kemiskinan dan faktor
lingkungan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan
yang terjadi di tengah masyarakat, ini dapat dibuktikan dari rasio pencurian yang
makin meningkat di tengah kondisi objektif pelaku di dalam melakukan
aktivitasnya, kondisi ini dapat berdampak pada beberapa aspek, yaitu: ekonomi,
sosial dan lingkungan kehidupan pelaku tersebut, namun sejauh mana aktivitas itu
dapat memberikan nilai positif dalam membangun masyarakat yang taat hukum.
Pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota-anggota
masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Pergaulan tersebut menimbulkan
berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peristiwa hukum. 6
Mengenai kejahatan pencurian di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang dibedakan atas lima macam pencurian, yaitu:
1. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP)
2. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 362 KUHP)
6 Chainur Arasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 133.
4
3. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)
4. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
5. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP)
Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian, di
mana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang
untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dengan berkembangnya kejahatan
pencurian maka berkembang pula bentuk-bentuk lain dari pencurian. Salah
satunya yang sering dilakukan adalah kejahatan pencurian dengan kekerasan.7
Aparat penegak hukum memiliki peran yang sangat penting sebagai jembatan
pelaksanaan suatu aturan agar dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial,
di mana dalam kenyataan dapat dikaji sejauh manakah pelaksanaan itu diterapkan.
Proses pelaksanaan hukum, timbul dua variabel penting, yaitu hak dan kewajiban.
Pelaksanaan hukum pada masyarakat berlaku secara umum kepada setiap warga
negara, dengan adil, proporsional dan tidak diskriminatif.8
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku anak terbagi atas pidana
pokok dan pidana tambahan:
1) Pidana pokok terdiri atas:
a. pidana peringatan
b. pidana dengan syarat yang terdiri atas pembinaan di luar lembaga,
pelayanan masyarakat, atau pengawasan
c. pelatihan kerja
d. pembinaan dalam lembaga
e. penjara
7Ibid
8Budi Rizki H, dan Rini Fathonah. Studi Lembaga Penegak Hukum. Justice Publisher, Bandar
Lampung, 2014, hlm. 19.
5
2) Pidana tambahan terdiri atas
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
b. pemenuhan kewajiban adat9
Pengertian pencurian dengan kekerasan atau pemberatan (gequalificeerde diefstal)
diatur dalam Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP. Adapun yang dimaksud dengan
pencurian dengan kekerasan atau pemberatan adalah perbuatan pencurian yang
mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam bentuknya yang
pokok, dan karena ditambah dengan lain-lain unsur, sehingga ancaman
hukumannya menjadi diperberat. Pengertian tindak pidana pencurian dengan
kekerasan seperti telah dikemukakan di atas, maka kata "tindak pidana" itu sendiri
merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda straafbaarfei, namun
pembentuk undang-undang di Indonesia tidak menjelaskan secara rinci mengenai
straafbaarfei. Perkataan feit itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebagian
dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de werkelijkheid, sedang strafbaar
berarti dapat dihukum, hingga secara harafiah perkataan strafbaar feit itu dapat
diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang
sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang
dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan
kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 10
Pasal 365 Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengancam dengan
hukuman yang berat, apabila pencurian dengan kekerasan tersebut menyebabkan
matinya orang, yakni apabila pencurian tersebut dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama dengan disertai keadaan-keadaan seperti yang diatur
9 Nikmah Rosidah dan Rini Fathonah, Hukum Peradilan Anak, Zam-Zam Tower, Bandar
Lampung, 2017, hlm. 24. 10
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 78.
6
didalam Ayat (1) dan (2) dari Pasal yang sama, dengan hukuman mati, hukuman
penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang di atur Pasal
362 KHUP terdiri atas unsur Subjektif dan Objektif sebagai berikut:
1. Unsur subjektif:met het oogmerk om het zich wederrechtelijk toe te eigenen.
“dengan maksud menguasai benda tersebut secaramelawan hukum”.
2. Unsur objektif:
1) Hij atau barangsiapa.
2) wegnemen atau mengambil.
3) eenig goed atau sesuatu benda.
4) dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau yang sebagian atau
seluruhnyakepunyaan orang lain.
Pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP juga merupakan
gequalificeerdediefstal atau suatu pencurian dengan kualifikasi ataupun
merupakan suatu pencurian dengan unsur-unsur memberatkan. Dengan demikian
maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan,
dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan
pemakaian kekerasan terhadap orang, dari kejahatan pencurian dengan kejahatan
pemakaian kekerasan terhadap orang. Untuk mencapai hasil yang dituju itu
pembuat melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat
mengakibatkan matinya orang. Adapun pada delik pembunuhan yang tercantum di
dalam Pasal 339 KUHP, tujuan perbuatan ialah hilangnya nyawa orang lain.
Kemudian yang kedua dalam Pasal 365 ini matinya orang hanya salah satu akibat
yang mungkin timbul. Akibat lain ialah orang luka berat, bahkan mungkin saja
tidak ada akibat Ayat (1).11
11
Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 78.
7
Ketentuan dalam Pasal 365 KUHP tidak berarti gabungan antara pencurian
dengan delik kekerasan yang lain meskipun dilakukan dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan merupakan keadaan yang berkualifikasi. Maksudnya suatu
keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian (biasa) menjadi mencurian dengan
kekerasan (sehari-hari disebut perampokan). Maka sudah jelas bahwa pada
hakekatnya, pencurian dengan kekerasan adalah perbuatan yang bertentangan
dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan
bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan pencurian dengan kekerasan
merupakan perilaku yang negatif dan merugikan terhadap moral masyarakat.
Seperti kasus di Lampung, Team TEKAB 308 satuan Reskrim Polres Lampung
Timur, menangkap aksi pencurian dengan kekerasan dengan modus jambret.
Kapolres Lampung Timur AKBP Taufan Dirgantoro, melalui kasat Reskrim AKP
Sandy Galih Putra, pada hari Jumat, 13 April 2017, menjelaskan bahwa inisial
para tersangka, antara lain adalah AH, FR, dan RD warga Kecamatan Batanghari
Nuban. Para tersangka saat ini masih menjalani pemeriksaan, diruang Sat-Reskrim
Polres Lampung Timur.12
Contoh kasus lain adalah pada kasus yang terjadi di Kampung Udik, Desa Bojong,
Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, pada Rabu, 4 September 2016
dini hari Saat itu, ketiga pelaku masuk ke rumah korban dengan cara mencongkel
pintu rumah. Ketika itu, korban hanya tinggal berdua dengan anaknya yang masih
balita, sementara suaminya bekerja shift malam sebagai satpam. Pada saat pelaku
12
www. lampung1. com. 2017. Diakses Rabu 11 Juli 2018.
8
masuk korban mengetahuinya, kemudian salah satu pelaku menodong korban
dengan pisau dan mengancam korban. Korban kemudian diikat tali rafia, lalu
dibawa ke kebun belakang rumah. Para pelaku kemudian menjarah sejumlah
perhiasan emas korban.
Berdasarkan kasus di atas mulai tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 di
kejaksaan Negeri Lampung Timur tindak pidana pencurian dengan kekerasan
yang pelakunya anak mengalami peningkatan di mana pada tahun 2016 tindak
pidana pencurian dengan kekerasan yang pelakunya anak sebanyak 12 kasus. Pada
tahun 2017 tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang pelakunya anak
sebanyak 15 kasus.
Pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak di
Lampung khususnya di kabupaten Lampung Timur inisangat meresahkan warga
setempat yang ingin beraktivitas. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka
penulis ingin menulis skripsi tentang “Analisis Kriminologis Meningkatnya
Pencurian dengan Kekerasan oleh Anak”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah faktor penyebab meningkatnya pencurian dengan kekerasan yang
dilakukan oleh anak?
b. Bagaimanakah upaya penanggulangan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak?
9
c. Apakah faktor penghambat penanggulangan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak?
2. Ruang Lingkup
a. Ruang lingkup penulisan, terbatas pada ilmu hukum, khususnya hukum pidana,
mengenai kajian kriminologis terhadap terjadinya pencurian dengan kekerasan
oleh anak.
b. Ruang lingkup lokasi penelitian di wilayah hukum Lampung Timur dan
dilakukan di tahun 2015-2017.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka tujuan penelitian adalah:
a. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak.
b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak.
c. Untuk mengetahui faktor penghambat penanggulangan meningkatnya
pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai tinjauan kriminologis tindak pidana pencurian
10
dengan kekerasan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan informasi dan keilmuan hukum pada umumnya.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan hukum pidana
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung mengenai kajian kriminologis
terhadap kejahatan pencurian dengan kekerasan.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan
oleh penelitian.13
1. Teori Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan
Hukum pidana secara teori menurut C. S. T Kansil adalah hukum yang mengatur
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan mana yang diancam dengan hukum yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan14
. Pada dasarnya ada beberapa hal yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu tindakan pencurian yang mana hal tersebut sangatlah
13
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rajawali Pers, Jakarta, 2004. hlm. 20.
14 C. S. T. Kansil. Pengantar Ilum Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta,
2011, hlm. 23.
11
merugikan seseorang dan membuat kepanikan serta menimbulkan kesengsaraan
orang lain.
Ada berbagai-bagai faktor penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Sebagai
kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat
penyimpangan terhadap norma-norma, terutama norma hukum. Di dalam
pergaulan manusia, penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau
pelanggaran di mana kejahatan itu sendiri merupakan masalah sosial yang berada
ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku dan korbannya adalah anggota
masyarakat. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
sebuah kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si
pelaku yang mempengaruhinya melakukan sebuah kejahatan. Faktor kedua adalah
faktor yang berasal atau terdapat di luar diri si pelaku. Pada dasarnya ada
beberapa hal yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan pencurian
(penjarahan) yang mana hal tersebut sangatlah merugikan seseorang dan membuat
kepanikan serta menimbulkan kesengsaraan orang lain yakni:
a. Motivasi intrinsik (intern), yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
itu sendiri, yang meliputi:
1) Faktor intelegence
Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang untuk atau kesanggupan
menimbang dan memberikan keputusan. Di mana dalam faktor kecerdasan
seseorang bisa mempengaruhi perilakunya, contoh saja apabila seseorang
yang memiliki intelegensi yang tinggi atau kecerdasan, maka ia akan selalu
terlebih dahulu mempertimbangkan untung dan rugi atau baik buruk yang
dilakukan pada tiap tindakannya. Apabila seseorang yang terpengaruh
12
melakukan kejahatan, dialah merupakan pelaku dan apabila dia melakukan
kejahatan itu secara sendirian akan dapat dilakukannya sendiri, sehingga
dengan melihatnya orang akan ragu apakah benar ia melakukan kejahatan
tersebut.
2) Faktor usia
Usia atau umur dapat juga mempengaruhi kemampuan untuk berfikir dan
melakukan kemampuan bertindak, semakin bertambah umur atau usia
seseorang maka semakin meningkat kematangan berfikir untuk dapat
membedakan sesuatu berbuatan baik dan buruk. Karena pada umumnya
apabila seseorang yang telah mencapai umur dewasa maka akan bertambah
banyak kebutuhan dan keinginan yang ingin dipenuhi dan didapati.
3) Faktor jenis kelamin
Sifat jahat pada hakikatnya sudaha ada pada manusia semenjak lahir dan
hal ini diperoleh pada keturunannya. Seperti yang kita ketahui bahwa fisik
wanita lebih lemah bila dibandingkan dengan fisik laki-laki, sehingga untuk
melakukan kejahatan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada yang
dilakukan oleh wanita. Selain itu juga bentuk-bentuk kejahatan yang
dilakukan baik luasnya, frekwensinya maupun caranya. Hal itu bergantung
dengan perbedaan sifat yang dimiliki wanita dengan sifat-sifat yang
dimiliki laki-laki, yang sudah dimiliki sejak lahir dan berhubungan dengan
kebiasaan kehidupan suatu masyarakat.
4) Faktor kebutuhan ekonomi yang terdesak
Pada fase ini sangatlah berpengaruh pada seseorang atau pelaku pencurian,
di mana pada saat terjadinya pencurian setiap orang pasti butuh makanan
13
dan kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi, maka hal tersebut
mendorong seseorang untuk melakukan pencurian. Faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat
melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang
kian hari kian meningkat. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dapat dilakukan dengan mencuri atau menjarah barang orang lain, baik itu
di saat gempa, maupun di saat malam hari.
b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstern), yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu
itu sendiri, yang meliputi:
1) Faktor pendidikan
Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan jiwa dan
kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka mempengaruhi
perilaku dan kepribadian seseorang, sehingga bisa menjerumuskan untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-
aturan hukum yang berlaku. Apabila seseorang tidak pernah mengikuti
pendidikan di sekolah, maka perkembangan jiwa seseorang dan cara
berpikir orang tersebut akan sulit berkembang, sehingga dengan
keterbelakangan dalam berpikir maka dia akan melakukan suatu perbuatan
yang menurut dia baik tetapi belum tentu bagi orang lain itu baik.
Pendidikan adalah merupakan wadah yang sangat baik untuk membentuk
watak dan moral seseorang, yang mana semua itu di dapatkan di dalam
dunia pendidikan. Tapi tidak tertutup kemungkinan seseorang yang
melakukan kejahatan tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ilmu
yang tinggi dan mengecap dunia pendidikan yang tinggi pula.
14
2) Faktor pergaulan
Pada prinsipnya suatu pergaulan tertentu membuat atau menghasilkan
norma-norma tertentu yang terdapat di dalam masyarakat. Pengaruh
pergaulan bagi seseorang di dalam maupun di luar lingkungan rumah
tersebut sangatlah berbeda, sangatlah jauh dari ruang lingkup pergaulannya.
Pergaulan berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang dapat melekat dan
sebagai motivasi bagi seseorang.
3) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi
hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan
lahir dan batin. Perilaku seseorang dapat berubah dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.15
Kriminologi ialah kumpulan ilmu pengetahuan mengenai kejahatan yang
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala
kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah mengenai
keterangan-keterangan, pola-pola, keseragaman-keseragaman dan faktor-faktor
kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi dari
masyarakat terhadap keduanya. Berdasarkan objeknya studi kriminologi meliputi
perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi masyarakat
yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya. Ketiga objek
studi kriminologi ini tidak dapat dipisah-pisahkan.16
15
W. A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta,
1977, hlm. 61-63. 16
Ibid, hlm. 64.
15
2. Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan
Barda Nawawi Arief menyatakan terdapat beberapa upaya penanggulangan
kejahatan, yaitu sebagai berikut:
a. Sarana Penal
Secara umum upaya penanggulangan kejahatan dapat di lakukan melalui
sarana “penal” dan “non penal”. Upaya penanggulangan hukum pidana
melalui sarana penal dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan
pada hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy). Upaya
penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) lebih
menitikberatkan pada upaya yang bersifat “Represive” atau disebut
penindasan/pemberantasan/penumpasan. Setelah kejahatan atau tindak pidana
terjadi. Selain itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha
penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian
dari kebijakan penegak hukum Law Enforcement.
b. Sarana Non Penal
Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih
bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran
utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya
kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-
masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung
dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Beberapa masalah
dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya
kejahatan, jelas merupakan masalah yang tidak dapat di atasi semata–mata
dengan “penal”. Di sinilah keterbatasan jalur “penal” dan oleh karena itu,
16
harus ditunjang oleh jalur “nonpenal”. Salah satu jalur “nonpenal” untuk
mengatasi masalah–masalah sosial seperti di kemukakan di atas adalah lewat
jalur “kebijakan sosial” (social policy).17
3. Teori Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum
Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhinya, faktor penanggulangan meningkatnya pencurian
dengan kekerasan oleh anak ini dikaji dari teori faktor-faktor yang menjadi
penghambat penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, dapat diklasifikasi dan
dibedakan menjadi 5 (lima) faktor yakni, faktor hukumnya sendiri, faktor penegak
hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor
masyarakat, dan faktor kebudayaan. Adapun faktor-faktor penghambat dalam
upaya penegakan hukum adalah sebagai berikut:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya
berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang
kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan
17
Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 12
17
hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.
3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan
hukum tidak dapat berjalan dengan lancar.
4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat
maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-
nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin
banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan
kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah dalam menegakkannya.18
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan
dengan istilah-istilah yang ingin atau akan diteliti. 19
18
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rineka
Cipta, 1983, hlm. 8-10 19
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 22.
18
Adapun istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Analisis adalah suatu teknik analisis data yang dilakukan dengan cara
menguraikan secara jelas aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan suatu
peristiwa. 20
b. Kriminologis adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan
perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses
perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.
c. Pencurian adalah pengambilan barang milik orang lain secara tidak sah tanpa
seizin pemilik.
d. Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan.
e. Anak menurut Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan sistematika ini memuat keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan
mempermudah pemahaman konteks skripsi ini, maka penulis menyajikan
penulisan dengan sistematika sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan
kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
20
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 43.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mencakup materi-materi yang mempunyai hubungan dan dibutuhkan
dalam membantu, memahami, dan memperjelas permasalahan yang akan di
selidiki. Bab ini berisikan tentang pencurian dengan kekerasan yang dilakukan
oleh anak yang didalamnya memuat tinjauan umum kriminologi, pengertian
pencurian, pengertian anak dan pengertian kekerasan.
III. METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan metode yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang
digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan
narasumber, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta metode analisis
data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan pembahasan dari hasil penelitian yang diperoleh penulis
mengenai faktor penyebab meningkatnya pencurian dengan kekerasan yang
dilakukan oleh anak, upaya penanggulangan meningkatnya pencurian dengan
kekerasan yang dilakukan oleh anak dan faktor penghambat penanggulangan
meningkatnya pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak
V. PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan mengenai skripsi, merekomendasikan saran-saran
yang mengarah kepada penyempurnaan penulisan tentang upaya penanggulangan
pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak.
20
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kriminologi
1. Pengertian Kriminologi
Kriminologi yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat dan
kejahatan, serta mempelajari cara-cara penjahat melakukan kejahatan, kemudian
berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya kejahatan dan berupaya pula untuk mencari dan menemukan cara untuk
dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan. Kriminologi menurut
Sutherland adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang berikatan dengan
perbuatan jahat, yang dikategorikan sebagai gejala sosial, Sutherland mengatakan
bahwa kriminologi mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran
hukum dan reaksi terhadap pelanggaran hukum.21
Kriminoligi menurut S. Susanto adalah sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Kriminologi sebagai ilmu pembantu
dalam hukum pidana yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang
fenomena kejahatan, sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat
menanggulangi kejahatan, yang bertujuan untuk menekan laju perkembangan
kejahatan. Seorang antropolog yang berasal dari Prancis, bernama Paul Topinard,
21
S. Susanto, Kejahatan Dari Sisi Kriminologi, Sinar Grafika, Jakarta, 1990, hlm. 10.
21
mengemukakan bahwa: “Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari
soal-soal kejahatan. Kata kriminologi itu berdasar etimologinya berasal dari dua
kata, crimen yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. 22
W. A. Bonger menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Suatu ilmu
pengetahuan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Ilmu pengetahuan harus mempunyai metode tersendiri, artinya suatuprosedur
pemikiran untuk merealisasikan suatu tujuan atau sesuatu cara yang sistematik
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
2) Ilmu pengetahuan mempunyai sistem, artinya suatu kebulatan dari berbagai
bentuk bagian yang saling berhubungan antara bagian yang satu dengan segi
lainnya, selanjutnya dengan peranan masing-masing segi di dalam hubungan
dan proses perkembangan.
3) Mempunyai obyektivitas, artinya mengejar persesuaian antara pengetahuan dan
diketahuinya, mengejar sesuai isinya dan objeknya (hal yang diketahui).
Kejahatan menurut kriminologi adalah tindakan manusia dalam pertentangannya
dengan beberapa norma yang ditentukan oleh masyarakat di tengah manusia itu
hidup. kejahatan sebagai tindakan manusia dan sebagai gejala sosial. Pengertian
kriminologi menurut para ahli, di mana kriminologi memiliki tujuan yaitu
memberikan petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan
dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya kriminologi bertujuan
mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijaksanaan di lapangan hukum
pidana. Sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibat-
akibat yang merugikan, baik bagi si pelaku, korban, maupun, masyarakat secara
keseluruhan. Kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan, sehingga yang
menjadi misi kriminologi adalah, (1) apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan
22
Topo Santoso, Kriminologi, Cetakan Ketiga, Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm. 9.
22
fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan
siapa penjahatnya merupakan bahan penelitian para kriminologi, (2) apakah
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukannya kejahatan.
Kriminologi juga bertujuan menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa
kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi perencanaan pembangunan sosial pada
era pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang. 23
Tujuan kriminologi menurut Prkoso adalah untuk mengembangkan kesatuan
dasar-dasar umum dan terinci serta jenis-jenis pengetahuan lain tentang proses
hukum, kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan. Pengetahuan ini diharapkan akan
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu-ilmu sosial guna memberikan.
sumbangan bagi pemahaman yang lebih mendalam mengenai prilaku sosial.
Manfaat mempelajari kriminologi ialah memberikan sumbangannya dalam
penyususnan perundang-undangan baru, menjelaskan seab-sebab terjadinya
kejahatan yang pada akhirnya menciptakan upaya-upaya pencegahan terjadinya
kejahatan24
.
2. Ruang Lingkup Kriminologi
Berdasarkan pengertian menurut Sutherland kriminologi terdiri dari tiga bagian
utama, yaitu:
a. Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab
kejahatan;
b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya
hukum, perkembangannya serta arti dan faedahnya;
23
Ibid. 24
Tolib Effendi. Dasar-Dasar Kriminologi, Setara Press, Jakarta, 2016. hlm. 143
23
c. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi- kondisi yang
mempengaruhi perkembangan hukum pidana.
Menurut A. S. Alam, ruang lingkup pembahasan kriminologi mencakup tiga hal
pokok, yakni:
a. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws)
b. Etiologi kriminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan
terjadinya kejahatan (breaking of laws)
c. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking laws).
Reaksidalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanngar hukum berupa
tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa
upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention). 25
Proses pembuatan hukum pidana (process of making laws) maka yang jadi pokok
bahasannya meliputi definisi kejahatan, unsur-unsur kejahatan, relativitas
pengertian kejahatan, penggolongan kejahatan, dan statistik kejahatan. Sedangkan
dalam etiologi kriminal, yang dibahas adalah aliran (mazhab) kriminologi, teori-
teori kriminologi, dan berbagai prespektif kriminologi Selanjutnya yang dibahas
dalam bagian ketiga yaitu reaksi terhadap pelanggaran hukum antara lain teori-
teori pengukuhan dan upaya-upaya penanggulangan pencegahan kejahatan, baik
berupa tindakan pre-emtif, preventif, represif, dan rehabilitatif.
B. Faktor Penyebab Kejahatan
Ada berbagai-bagai faktor penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Sebagai
kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat
penyimpangan terhadap norma-norma, terutama norma hukum. Di dalam
pergaulan manusia, penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau
25
A. S. Alam, Kriminologi Sebagai Ilmu Pengetahuan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010,
hlm. 2-3.
24
pelanggaran di mana kejahatan itu sendiri merupakan masalah sosial yang berada
ditengah-tengah masyarakat, di mana si pelaku dan korbannya adalah anggota
masyarakat. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
sebuah kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si
pelaku yang mempengaruhinya melakukan sebuah kejahatan. Faktor kedua adalah
faktor yang berasal atau terdapat di luar diri si pelaku. Pada dasarnya ada
beberapa hal yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan pencurian
(penjarahan) yang mana hal tersebut sangatlah merugikan seseorang dan membuat
kepanikan serta menimbulkan kesengsaraan orang lain yakni:
1. Motivasi intrinsik (intern), yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
itu sendiri, yang meliputi:
a. Faktor intelegence
Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang untuk atau kesanggupan
menimbang dan memberikan keputusan. Di mana dalam faktor kecerdasan
seseorang bisa mempengaruhi perilakunya, apabila seseorang yang
memiliki intelegensi yang tinggi atau kecerdasan, maka ia akan selalu
terlebih dahulu mempertimbangkan untung dan rugi atau baik buruk yang
dilakukan pada tiap tindakannya. Apabila seseorang yang terpengaruh
melakukan kejahatan, dialah merupakan pelaku dan apabila dia melakukan
kejahatan itu sendirian maka akan dapat dilakukannya sendiri, sehingga
dengan melihatnya orang akan ragu apakah benar ia melakukan kejahatan.
b. Faktor usia
Usia atau umur dapat juga mempengaruhi kemampuan untuk berfikir dan
melakukan kemampuan bertindak, semakin bertambah umur atau usia
25
seseorang maka semakin meningkat kematangan berfikir untuk dapat
membedakan sesuatu berbuatan baik dan buruk. Karena pada umumnya
apabila seseorang yang telah mencapai umur dewasa maka akan
bertambah banyak kebutuhan dan keinginan yang ingin dipenuhi dan
didapati.
c. Faktor jenis kelamin
Sifat jahat pada hakikatnya sudaha ada pada manusia semenjak lahir dan
hal ini diperoleh pada keturunannya. Seperti yang kita ketahui bahwa fisik
wanita lebih lemah bila dibandingkan dengan fisik laki-laki, sehingga
untuk melakukan kejahatan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki daripada
yang dilakukan oleh wanita. Selain itu juga bentuk-bentuk kejahatan yang
dilakukan baik luasnya, frekwensinya maupun caranya. Hal itu bergantung
dengan perbedaan sifat yang dimiliki wanita dengan sifat-sifat yang
dimiliki laki-laki, yang sudah dimiliki sejak lahir dan berhubungan dengan
kebiasaan kehidupan suatu masyarakat.
d. Faktor kebutuhan ekonomi yang terdesak
Pada fase ini sangatlah berpengaruh pada seseorang atau pelaku pencurian,
di mana pada saat terjadinya pencurian setiap orang pasti butuh makanan
dan kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi, maka hal tersebut
mendorong seseorang untuk melakukan pencurian. Faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat
melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang
kian hari kian meningkat. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut
26
dapat dilakukan dengan mencuri atau menjarah barang orang lain, baik itu
di saat gempa, maupun di saat malam hari. 26
2. Motivasi Ekstrinsik (Ekstern), yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu
itu sendiri, yang meliputi:
a. Faktor pendidikan
Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan jiwa dan
kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka
mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang, sehingga bisa
menjerumuskan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku. Apabila seseorang
tidak pernah mengecap yang namanya bangku sekolah, maka
perkembangan jiwa seseorang dan cara berpikir orang tersebut akan sulit
berkembang, sehingga dengan keterbelakangan dalam berpikir maka dia
akan melakukan suatu perbuatan yang menurut dia baik tetapi belum tentu
bagi orang lain itu baik. Pendidikan adalah merupakan wadah yang sangat
baik untuk membentuk watak dan moral seseorang, yang mana semua itu
didapatkan dalam dunia pendidikan. Tapi tidak tertutup kemungkinan
seseorang yang melakukan kejahatan adalah orang-orang yang mempunyai
ilmu yang tinggi dan mengecap dunia pendidikan yang tinggi pula.
b. Faktor pergaulan
Pada prinsipnya suatu pergaulan tertentu membuat atau menghasilkan
norma-norma tertentu yang terdapat di dalam masyarakat. Pengaruh
pergaulan bagi seseorang di dalam maupun di luar lingkungan rumah
26
W. A. Bonger, Op. Cit, hlm. 61.
27
tersebut sangatlah berbeda, sangatlah jauh dari ruang lingkup
pergaulannya. Pergaulan berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang
dapat melekat dan sebagai motivasi bagi seseorang.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi
hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan
lahir dan batin. Perilaku seseorang dapat berubah dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. 27
C. Faktor Penyebab Pencurian dengan Kekerasan Oleh Anak
1. Pengertian Anak
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan anak adalah
keturunan atau manusia yang masih kecil. Anak merupakan generasi penerus
bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun negara dan
bangsa Indonesia. Anak adalah asset bangsa yang akan menentukan nasib bangsa
di masa depan. Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak di mata hukum
positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, yang dibawah
umur atau keadaan dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang
dibawah pengawasan wali. Anak merupakan sebuah bagian terpenting dalam
sebuah keluarga karena iasebuah potensi nasib manusia di masa mendatang. Oleh
karena itu pentingnya bagi semua orang tua untuk mendidik anaknya dengan baik
agar anaktersebut tumbuh menjadi anak yang pintar. Terdapat beberapa
27
W. A. Bonger, Op. Cit, hlm. 62.
28
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang mengatur tentang
pengertian anak berdasarkan umur.
Batasan umur seseorang masih dalam kategori anak, berdasarkan beberapa
peraturan yang ada di Indonesia cukup beragam, antara lain yaitu:
a. Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, dalam Pasal 1 Angka (1) menjelaskan “Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, terdapat pada Pasal 1 Angka (2) sampai Ayat (5) yaitu:
1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan
hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi
saksi pidana.
2. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak
adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun
yang diduga melakukan tindak pidana.
3. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh
tindak pidana.
4. Anak yang menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat,
dan/atau dialaminya sendiri.
Pengertian anak secara sosiologis, psikologis dan yuridis menurut pengetahuan
umum yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan
pria dan wanita. Sedangkan yang diartikan dengan anak-anak atau juvenale,
adalah seseorang yang masih dibawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum
kawin. Dipandang dari sudut ilmu pengetahuan yang dijadikan kriteria untuk
29
menentukan pengertian anak pada umumnya didasarkan kepada batas usia
tertentu. Ditinjau dari aspek psikologis, pertumbuhan manusia mengalami fase-
fase perkembangan kejiwaan yang masing-masing ditandai dengan ciri-ciri
tertentu. Ada fase-fase perkembangan yang dialami dalam kehidupan seorang
anak, memberikan gambaran bahwa dalam pandangan psikologis untuk
menentukan batasan batasan terhadap seorang anak nampak adanya berbagai
macam criteria, baik didasarkan pada segi usia maupun dari perkembangan
pertumbuhan jiwa. Hal tersebut seseorang dikualifikasikan sebagi seorang anak
apabila ia berada pada masa bayi hingga masa remaja awal, anatar usia 16-17
tahun. Sedangkan ketika sudah melewati dari masa tersebut maka seseorang
tersebut sudah termasuk dalam kategori dewasa. Secara yuridis kedudukan
seorang anak menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum keperdataan terhadap
kedudukan seorang anak menyangkut pada persoalan hak dan kewajiban, seperti
masalah kekuasaan orang tua, pengakuan sahnya anak, dan lainnya.
2. Pencurian dan Pencurian dengan Kekerasan
Pencurian diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
dengan rumusan sebagai berikut: “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah. Pasal 362
KUHP merupakan pokok tindak pidana pencurian. Sebab semua unsur dari delik
pencurian dirumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada pasal-pasal KUHP
lainnya, tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik pencurian, akan
30
tetapi cukup disebutkan nama kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur
pemberatan atau unsur peringanan.
Unsur-unsur tindak Pidana pencurian Pasal 362 KUHP sebagaimana tercantum
pada pasal tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan mengambil
2. Barang
3. Barang itu seluruhnya atau sebagian milik orang lain
4. Secara melawan hukum dengan maksud untuk memiliki.
Pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang
rumusannya sebagai berikut:
1) Diancam dengan pidana penjara maksimum sembilan tahun, pencurian yang di
dahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan
diri sendiri peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
a. Jika Perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau
perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta
api atau trem yang sedang berjalan;
b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak, memanjat atau
dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu;
d. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat.
31
3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan
luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1
dan 3. Mengacu pada rumusan di atas, maka dapat dikategorikan dalam
pencurian dengan kekerasan apabila memenuhi unsur-unsur Pasal 365 KUHP.
Kekerasan atau tindakan kekerasan yang diartikan dengan kekerasan adalah setiap
perbuatan yang mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan. Banyak
permasalahan sosial yang terjadi dilingkungan masyarakat. Masalah-masalah
sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, tidak bisa di pungkiri lagi bahwa
yang namanya perkembangan zaman di saat ini, pasti akan menimbulkan beberapa
masalah di tengah masyarakat. Antara lain sering kita perhatikan, masalah sosial
yang sering terjadi adalah kasus pencurian. Kejadiannya pun tidak mengenal
siapa, di mana dan kapan. Jadi setiap ada kesempatan, itu adalah peluang para
pencuri masuk untuk mengambil benda yang ia inginkan.
kekerasan juga merupakan satu masalah sosial yang selalu menarik dan menuntut
perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Menurut asumsi umum serta beberapa
hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan
perkembangan peningkatan dari bentuk dan jenis kekerasan tertentu, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya. berbicara tentang konsep dan pengertian kekerasan
itu sendiri, masih terdapat kesulitan dalam memberikan defenisi yang tegas karena
32
masih terdapat keterbatasan pengertian yang disetujui secara umum. Kekerasan
juga memiliki arti yang berbeda-beda berdasarkan pendapat para ahli dan para
sarjana yang berbeda. Pengertian kekerasan menurut SueTitus Reid adalahsuatu
aksi atau perbuatan yang didefenisikan secara hukum, kecuali jika unsur-unsur
yang ditetapkan oleh hukum kriminal atau hukum pidana telah diajukan dan
dibuktikan melalui suatu keraguan yang beralasan, bahwa seseorang tidak dapat
dibebani tuduhan telah melakukan suatu aksi atau yang dapat digolongkan sebagai
perbuatan kekerasan.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu
tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada
situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang.
Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan
perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil
dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang. Kekerasan adalah suatu
perbuatan yang disengaja atau suatu bentuk aksi atau perbuatan yang merupakan
kelalaian, yang kesemuanya merupakan pelanggaran atas hukum kriminal, yang
dilakukan tanpa suatu pembelaan atau dasar kebenaran dan diberi sanksi oleh
negara sebagai tindak pidana berat atau tindak pelanggaran hukum yang ringan. 28
Pelanggaran atas aturan-aturan hukum pidana baik berupa kejahatan maupun
pelanggaran, adalah salah satu bentuk tingkah laku manusia. Tingkah laku
28
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminolog, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. hlm21.
33
manusia tersebut ditentukan oleh sikap dibentuk oleh kesadaran subyektifnya akan
nilai dan norma dari masyarakat atau kelompoknya. Nilai dan moral diterima oleh
individu dari kebudayaan di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Seorang individu
yang melanggar suatu norma mempunyai sikap tertentu terhadap situasi yang
diatur oleh norma yang bersangkutan. Di dalam masyarakat banyak orang yang
tidak begitu mementingkan moralnya sendiri, oleh karena itu dengan tidak adanya
moral pada diri setiap manusia maka itulah salah satu penyebab lahirnya suatu
kejahatan dalam diri seseorang. Ada beberapa faktor, sehingga seseorang
melakukan kejahatan pencurian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.29
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri tanpa
adanyapaksaan dari luar. Faktor Internal terdiri dari:
a. Faktor Individual yaitu kondisi psikologis erat kaitannya dengan asumsibahwa
kecenderungan setiap manusia berperilaku menyimpang. Faktor inimenitik
beratkan daripada dasar pemikiran yang spontan timbul dalam diri seseorang.
b. Faktor keturunan yaitu faktor yang di mana seseorang dalam melakukan
sesutau perbuatan seringkali mengikuti apa yang biasanya dilakukan oleh
orang tuanya.
c. Faktor keluarga artinya bahwa dalam kehidupan sehari-hari seseorang akan
berinteraksi dengan lingkungan.
2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari pengaruh luar yang bukan berasal
dari dirinya sendiri. Faktor eksternal terdiri dari:
29
Nandang Sambas, Op.Cit, hlm. 25.
34
a. Faktor Ekonomi
Kemiskinan merupakan fenomena yang tidak dapat ditolak sehingga hal ini
dapat memicu seseorang melakukan kejahatan dengan alasan faktor ekonomi.
b. Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan adalah salah satu faktor pendorong seseorang untuk
melakukan suatu tindak pidana pencurian. Hal ini disebabkan oleh tingkat
pengetahuan mereka yang kurang terhadap hal-hal seperti aturan dalam hidup
bermasyarakat. Karena dengan adanya pendidikan maka seriap orang dapat
mengetahui mana yang buruk untuk di contoh dan mana yang tidak baik dan
apakah suatu perbuatan yang dilakukan dapat memberikan manfaat pada diriya
ataupun dapat merugikan dirinya sendiri.
c. Faktor Lingkungan dan Pergaulan
Faktor lingkungan dan pergaulan juga merupakan faktor utama seseorang
melakukan perbuatan tindak pidana. Seseorang yang hidup dan tinggal di
sekitaran yang penghuninya kebanyakan melakukan tindak pidana maka
dengan secara tidak langsung mereka yang bergaul dalam lingkungan tersebut
akan ikut dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak pantas untuk dilakukan.
d. Faktor adanya Niat dan Kesempatan
Fakor ini merupakan faktor di mana seseorang melakukan pencurian pada
awalnya sudah ada niat dan adanya kesempatan dalam menjalangkan aksi bagi
pelaku tindak kejahatan. Meskipun sebelumnya tidak ada niat melakukan
kejahatan akan tetapi adanya kesempatan maka hal ini akan memberikan
peluang bagi setiap pelaku kejahatan. 30
30
Ridwan Hasibuan dan Ediwarman, Asas-asas Kriminologi, USU Pers, Medan, 1995 hlm. 25
35
D. Upaya Penanggulangan Pencurian dengan Kekerasan Oleh Anak
Kejahatan merupakan suatu bentuk penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
Anak melakukan kejahatan pastilah dilatarbelakangi oleh beberapa faktor
sehingga mereka melakukan hal tersebut. Negara sebagai organisasi kekuasaan
pastilah akan memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan kejahatan.
Sanksi yang diberikan kepada mereka biasanya berupa nestapa (penderitaan)
seperti hilangnya hak kemeredekaan mereka atau dipenjara. Ini merupakan suatu
bentuk penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh negara agar menciptakan
kehidupan yang aman dan tentram. Penggunaan upaya hukum termasuk hukum
pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial, termasuk
dalambidang kebijaan penegakan hukum. Di samping itu karena tujuannya adalah
untuk mencapai kesejahtraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan
penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala
usaha yang rasional untuk mencapai kesejahtraan masyarakat. Sebagai suatu
maslah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan hukum pidana
sebenarnya tidak suatu keharusan.31
Secara teori ada beberapa cara dalam melakukan upaya penanggulangan
kejahatan, yaitu:
1. Upaya Preventif (Non Penal)
Preventif adalah upaya pencegahan yang dilakukan agar kejahatan tidak terjadi.
Karena seperti yang kita ketahui bersama kejahatan merupakan suatu fenomena
kompleks yang terjadi disekeliling kita dan sangat meresahkan masyarakat.
31
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 149.
36
Dibandingkan upaya represif, upaya preventif jauh lebih baik karena sebelum
terjadinya kejahatan.
Banyak cara yang dilakukan untuk bagaimana kejahatan tersebut tidak terjadi,
salah satunya melakukan sosialisi tentang suatu peraturan perundang-undangan
bahwa apabila seseorang melakukan kejahatan akan diancam dengan sanksi
pidana yang dapat membuat mereka dipenjara. Karena landasan tersebut
masyarakat merasa takut untuk melakukan kejahatan. Penanggulangan kejahatan
dengan kebijakan non penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Usaha-usaha
non penal ini berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka
mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa
masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya, peningkatan usaha-
usaha kesejahtraan anak dan remaja. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi
bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial. Tujuan utama dari
usaha-usaha non penal adalah memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun
secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan.
Upaya Penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus memenuhi
persayaratan sebagai berikut:
a. Sistem dan operasi kepolisian yang baik.
b. Peradilan yang efektif.
c. Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
d. Koordinasi antara penegak hukum dan aparatur pemerintahan yang serasi.
e. Partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kejahatan.
37
f. Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan.
g. Pembinaan organisasi kemasyarakat.
2. Upaya Represif (Penal)
Represif biasa disebut dengan upaya tindakan atau penanggulangan, dalam arti
ketika kejahatan itu telah terjadi, upaya yang harus dilakukan agar setelah
seseorang melakukan kejahatan mereka tidak melakukan kejahatan mereka tidak
melakukannya lagi. Hal demikian biasanya dilakukan seperti bagaimana biasanya
dilakukan seperti bagaimana memikirkan untuk menyembuhkan penjahat tersebut.
Orang yang melakukan kejahatan secara tidak langsung akan di penjara atau
dimasukkan dalam rumah tahanan, diharapkan didalam rumah tahanan tersebut
mereka dibina sebaik mungkin agar mereka tidak melakukan kejahatan setelah
melakukan perbuatan tersebut. Penggunaan hukum pidana atau penal sebagai
sarana untuk menanggulangi kejahataan nampaknya tidak menjadi persoalan, hal
ini terlihat dalam praktek perundang-undangan selama ini yang menunjukan
bahwa penegakan hukum pidana atau penal merupakan bagian dari kebijakan atau
politik hukum yang dianut indonesia. Politik kriminal ialah pengaturan atau
penyusunan secara rasional usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh
masyarakat.32
32
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 77.
38
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua
macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris sebagai berikut:
1. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan
bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-
asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan,
yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Pendekatan yuridis empiris merupakan suatu pendekatan penelitian terhadap
identifikasi hukum dan efektivitas hukum yang dilakukan dengan carameneliti
dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui
penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas.33
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
33
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Jakarta, Sinar Grafika. 2009. hlm. 12
39
1. Data primer adalah data-data yang didapat secara langsung di lapangan dengan
mendapatkan informasi dari para responden yang dilakukan melalui
wawancara di lapangan.
2. Data sekunder ini bersifat melengkapi hasil penelitian yang dilakukan yaitu
data yang diperoleh dari studi kepustakaan yakni bahan-bahan hukum yang
terdiri:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan
yang mengikat, antara lain:
1. Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak
b. Bahan hukum sekunder, yaitu: bahan hukum yang memberikan penjelasan
yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer. Seperti, sumber yang
diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku ilmu
pengetahuan yang mencakup dokumen resmi.
c. Bahan hukum tersier, memuat publikasi tentang hukum yang merupakan
dokumen tidak resmi, misalnya: skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan kamus-
kamus yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
C. Penentuan Narasumber
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini
adalah wawancara terhadap para narasumber. Wawancara ini dilakaukan dengan
metode depth Interview (wawancara langsung secara mendalam). Adapun
narasumber yang diwawancarai adalah sebagai berikut:
40
1. Kepala Polres Lampung Timur = 1 orang
2. Ketua Kejaksaan Negeri Lampung Timur = 1 orang
3. Tokoh Masyarakat Lampung Timur = 1 orang
4. Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung = 1 orang+
Jumlah = 4 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder penulisan
menggunakan alat-alat pengumpulan sebagai berikut34
:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan serangkaian kegiatan studi dokumentasi
dengan cara membaca, mencatat, mengutip, serta menelaah peraturan
perundang-undangan, dokumen serta informasi lainnya yang berhubungan
dengan penelitian yang akan dilakukan.
b. Studi Lapangan
Studi Lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan
mewawancarai langsung narasumber yang ditunjuk. Dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara langsung dilingkungan dan masyarakat
sekitarnya, serta yang pernah penulis lihat secara alami dalam kehidupan
sehari-hari kemudian penulis menggunakan sistem metode tanya jawab di
mana semua pertanyaan disusun secara sistematis, jelas dan terarah sesuai
34
Soerjono soekanto, Penelitian hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta,
1986, hlm. 248.
41
dengan isu hukum yang di angkat dalam penelitian oleh peneliti guna
mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
3. Prosedur Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, baik dari data
kepustakaan maupun dari data di lapangan, kemudian diproses melalui
pengelolahan dan pengkajian data. Prosedur pengelolahan data adalah sebagai
berikut:
a. Editing, yaitu data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali
mengenai kelengkapannya, kejelasan dan kebenarannya sehingga
meminimalkan kesalahan dan kekurangan dalam penulisan untuk dapat
diperbaiki kembali.
b. Interpretasi, yaitu menghubungkan, membandingkan, dan menguraikan data
serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraikan, kemudian ditarik
kesimpulan.
c. Sistematika data, yaitu penyusunan data secara sistematika sesuai dengan
pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.
E. Analisis Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis yang bersifat deskriptif
kualitatif, yaitu mendeskripsikan dan menggambarkan dari hasil yang didapatkan,
baik dari hasil data kepustakaan maupun dari hasil data di lapangan untuk
selanjutnya diketahui serta diperoleh kesimpulan secara induktif yaitu
pengambilan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus menjadi hal-hal yang
bersifat umum dan selanjutnya diajukan saran sebagai rekomendasi penelitian.
74
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pencurian dengan kekerasan
oleh anak di Kabupaten Kabupaten Lampung Timur terdiri dari faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern adalah rendahnya tingkat pendidikan dari
pelaku dan perilaku kriminal dari pelaku kejahatan itu sendiri, sedangkan
faktor ektstern adalah kondisi ekonomi yang tidak mendukung pemenuhan
kebutuhan hidup pelaku, faktor lingkungan sosial pelaku, dan faktor
penegakan hukum yang belum memberikan kesadaran hukum bagi pelaku
tindak pidana pencurian.
2. Upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak
di Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan Kepolisian dengan sarana non
penal dan penal. Sarana non penal dilaksanakan dengan patroli keliling di
Kabupaten Lampung Timur, menempatkan personil kepolisian di tempat
keramaian yang rawan terjadi lokasi pencurian, melaksanakan sosialisasi dan
bekerjasama dengan perlindungan perempuan dan anak dari instansi terkait,
sekolah-sekolah dan kepada orang tua yang memiliki anak yang sudah tidak
bersekolah serta melakukan pendataan terhadap genk-genk motor. Sarana
penal dilaksanakan dengan razia di tempat-tempat perkumpulan anak yang
75
biasa dijadikan tempat untuk menikmati hasil curiannya dan memproses
secara hukum anak yang terlibat dalam kejahatan pencurian dengan kekerasan.
3. Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan
yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari: aparat
penegak hukum, yaitu masih kurangnya kuantitas dan kualitas penyidik
kepolisian; Faktor sarana dan prasarana, yaitu tidak adanya laboratorium
forensik pada Polres Lampung Timur, sehingga penyidikan terkadang
mengalami hambatan; Faktor masyarakat, yaitu adanya masyarakat yang
justru melindungi pelaku tindak pidana pencurian dan tidak bekerjasama
dengan petugas; faktor budaya, yaitu masih adanya budaya toleransi terhadap
pelaku kejahatan dan memilih menyelesaikan suatu kasus tindak pidana tanpa
melalui pihak kepolisian.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penegak hukum, khususnya aparat kepolisian dalam memberantas tindak
pidana pencurian sepeda motor di Kabupaten Lampung Timur. Sosialisasi
mengenai berbagai modus operandi dari pelaku tindak pidana pencurian
kepada masyarakat dapat menjadi langkah awal untuk pencegahan, dan
pemberian sanksi yang tegas dan upaya pemulihan kembali hak korban dapat
menjadi langkah penanggulangan.
2. Para orang tua harus lebih mengontrol anak mereka setidaknya dengan
menjaga ibadahnya penulis sangat yakin dengan ibadah yang sangat rajin dan
ikhlas dapat menghindarkan anak dari perbuatan kejahatan.
76
3. Pemerintah Kabupaten Lampung Timur harus lebih memperhatikan kondisi
ekonomi dan tingkatan pendidikan di Kabupaten Lampung Timur, setidaknya
membuka lebih banyak lagi lapangan pekerjaan mengingat Kabupaten
Lampung Timur kaya akan hasil alam dan memberi bantuan perlengkapan
sekolah kepada mereka yang kurang mampu agar mendapatkan pendidikan
yang layak, hal ini penting untuk menjaga moral anak.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abintoro, Prakoso. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana. Taksbang Grafika.
Yogyakarta.
Alam, A.S.2010. Kriminologi Sebagai Ilmu Pengetahuan. Gramedia. Bandung.
Ali, Z. 2009. Metode Penelitian Hukum. SinarGrafika. Jakarta.
Arasjid, Chainur. 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika. Jakarta.
Efendi, T, 2016 Dasar-Dasar Kriminologi, Setara Press, Jakarta
Hamzah, Andi. 2011. Delik-delik Tertentu di dalam KUHP. Sinar Grafika. Jakarta.
Hasibuan, R, dan Ediwarman. 1995. Asas-asas Kriminologi. Penerbit USU Pers.
Medan.
Kansil C, S, T, 2004 Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Rajawali
Pers,
Nawawi, Barda dan Muladi, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung.
Prinst, Darwan. 1997.Hukum Anak Indonesia. PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.
Prakoso, A. 2013. kriminologi dan hukum pidana. laksbang Grafika. Yogyakarta.
Priyanto, A, 2012. Kriminologi.Penerbit Ombak. Yogyakarta.
Rahardjo, Satjipto, 2009, Penegakan Hukum;Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Jakarta.
Rizki,B. H., dan Fathonah, R. 2014. Studi Lembaga Penegak Hukum. Justice
Publisher. Bandar Lampung.
Rosidah, N.,dan Fathonah, R. 2017. Hukum Peradilan Anak. Zam-zam Tower.
Bandar Lampung.
Sambas, Nandang 2013. Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen
Internasiona lPerlindungan Anak serta penerapannya. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sambas, Nandang. 2010. Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia.
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Santoso, T, dan Zulfa, E. A. 2003. Kriminologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Santoso, T. 2003. Kriminologi, Cetakan Ketiga. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
Soekanto, S. 1984. Pengantar PenelitianHukum. UI Pers. Jakarta.
Soekanto, S. 1986. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. Rajawali
Pers. Jakarta.
Soekanto, S. 2004, Pengantar Sosiologi. Rajawali Pers.Jakarta.
Soekanto,S. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali
Pers. Jakarta.
Susanto, S. 1990.Kejahatan dari Sisi Kriminologi. Sinar Grafika. Surabaya.
Syani, Abdul, 1987. Sosiologi Kriminalitas, Remaja Rosda Karya, Bandung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Triyanto, Negara Hukum dan HAM, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
B. Undang-Undang:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang PerlindunganAnak.
C. Sumber Lain:
http://nagabiru86.wordpress.com/2009/06/12/data sekunderdan-data primer.
www.lampung1.com.2017.