bab ii tinjauan pustaka 2.1. tinjauan umum tentang ...eprints.umm.ac.id/39324/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang kriminologi
2.1.1. Pengertian kriminologi
Kriminologi sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana yang
memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena kejahatan,
sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat menanggulangi
kejahatan, yang bertujuan untuk menekan laju perkembangan kejahatan.
Seorang antropolog yang berasal dari Prancis, bernama Paul Topinard
mengemukakan bahwa,
Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari soal-soal
kejahatan. Kata kriminologi itu sendiri berdasar etimologinya berasal
dari dua kata, crimen yang berarti kejahatan dan logos yang berarti
ilmu pengetahuan, sehingga secara sederhana kriminologi dapat
diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan.1
Kriminologi menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari sebab, akibat, perbaikan dan
pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun
sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Tegasnya,
kriminologi merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab
kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-cara mencegah
kemungkinan timbulnya kejahatan.2
Berdasarkan isi kutipan menurut Soedjono Dirdjosisworo dan Paul
Topinard di atas, penulis berpendapat bahwa Kriminologi sebagai disiplin
ilmu yang mempelajari kejahatan, Pada dasarnya sangat tergantung pada
disiplin ilmu-ilmu lainnya yang mempelajari kejahatan, bahkan dapat
1Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi. Jakarta. PT Rajawali press. 2011
hlm. 9
2Indah Sri Utari.Aliran dan Teori Dalam Kriminologi. Yogyakarta. Thafa Media.
2012. hlm. 20.
18
dikatakan bahwa keberadaan kriminologi itu merupakan hasil dari berbagai
disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan tersebut. Dengan demikian,
kriminologi itu bersifat “interdisipliner”, artinya suatu disiplin ilmu yang
tidak berdiri sendiri, melainkan hasil kajian dari ilmu lainnya terhadap
kejahatan. Jadi, Pendekatan interdisipliner merupakan pendekatan dari
berbagai disiplin ilmu terhadap suatu objek yang sama, yakni kejahatan.
Kriminologi merupakan sarana ilmiah bagi studi kejahatan dan
penjahat (crime and criminal). Dalam wujud ilmu pengetahuan,
kriminologi merupakan “the body of knowledge” yang ditunjang oleh ilmu
pengetahuan dan hasil penelitian dari berbagai disiplin, sehingga aspek
pendekatan terhadap obyek studinya luas sekali, dan secara inter-disipliner
dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta dalam pengertian yang luas
mencakup pula kontribusi dari ilmu eksakta. Kriminologi dengan cakupan
kajiannya; a. orang yang melakukan kejahatan b. penyebab melakukan
kejahatan c. mencegah tindak kejahatan d. cara-cara menyembuhkan orang
yang telah melakukan kejahatan.3
Pengertian kriminologi yaitu mengandung pengertian yang sangat
luas, dikatakan demikian, karena dalam mempelajari kejahatan tidak dapat
lepas dari pengaruh dan sudut pandang. Ada yang memandang kriminologi
dari sudut perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.4
3Abintoro Prakoso. Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta. Laksbang Grafika.
2013.hlm. 14.
4Hari Saherodji. Pokok-Pokok Kriminologi. Jakarta. Aksara Baru. 1980. hlm. 9
19
W.A. Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-
luasnya.5
Melalui definisi ini, Bonger membagi kriminologi ini menjadi
kriminologi murni yang mencakup:
a. Antropologi kriminil
b. Sosiologi kriminil
c. Psychologi kriminil
d. Penologi
e. Kriminalistik
Moeljatno, mengemukakan bahwa kriminologi adalah “sebagai suatu
istilah global atau umum untuk suatu lapangan ilmu pengetahuan
yang sedemikian rupa dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin
dikuasai oleh seorang ahli saja”.6
Berdasarkan isi kutipan definisi Kriminologi menurut W.A. di atas,
penulis berusaha menganalisa maksud dari masing-masing definisi
Kriminologi yang disebut di atas sebagai berikut :
1. Antropologi kriminil
Penulis mencoba mengartikan definisi Antropologi kriminil yaitu
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang manusia yang jahat
dimana kejahatan di liat dari aspek sejarah atau dengan kata lain
kejahatan adalah suatu bagian dari ilmu alam.
2. Sosiologi kriminil
Penulis mencoba mengartikan definisi dari Sosiologi kriminil yaitu
ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat, jadi pada intinya ilmu yang mempelajari tentang
sampai di mana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat
5Ibid. Hari Saherodji hlm. 9
6Moeljatno. Kriminologi. Jakarta. PT Bina aksara. 1986. hlm. 3
20
dalam arti luas Sosiologi kriminil ini juga termasuk penyelidikan
mengenai keadaan Psychology.
3. Psychologi kriminil
Penulis mencoba mengartikan definisi Psychlogi Kriminil yaitu
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan yang
dipandang dari sudut pandang ilmu jiwa, (Umpamanya, bila
dibutuhkan untuk memberi keterangan pada hakim) jadi, Psychlogi
Kriminil dengan kata lain adalah pengetahuan ilmu jiwa dari orang-
orang lain di pengadilan sebagai saksi, pembela dan lain-lain serta
tentang pengakuan seseorang.
4. Penologi
Penulis mencoba mengartikan definisi Penologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masalah penghukuman/pemidanaan serta
system atau cara bagaimana memperlakukan orang-orang yang
sedang dalam mengetahuikonsep-konsep dasar system/cara
memperlakukan narapidana di penjara menjalani hukuman
(narapidana).
5. Kriminalistik
Penulis mencoba mengartikan definisi Kriminalistik adalah ilmu
pengetahuan untuk dilaksanakannya teknik menyelidik kejahatan
yang pengusutan kejahatan yang merupakan gabungan ilmu jiwa
tentang kejahatan, dan penjahat dan lain-lain.
21
Sutherland berpendapat bahwa:
Kriminologi sebagai keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat
(sosial). Ilmu meliputi:
1. Cara proses membuat undang-undang,
2. Pelanggaran terhadap undang-undang, dan
3. Reaksi terhadap pelanggaran–pelanggaran ini, hal-hal mana
merupakan 3 segi pandangan (aspek) dari suatu rangkaian
hubungan timbal ballik yang sedikit banyak merupakan suatu
kesatuan.7
Berdasarkan pendapat dari Sutherland di atas, penulis berpendapat
bahwa proses pembuatan Undang-undang seharusnya melihat dari gejala
tingkah laku masyarakat dan reaksi dari masyarakat karna dalam pasal 303
KUHP belum lah efektif karna perilaku kejahatan perjudian bukanya
berkurang namun makin menjamur di kalangan anak yang masi di bawah
umur. jadi, menurut penulis pemerintah seharusnya lebih tegas membuat
dalam pembuatan Undang-Undang tentang perjudian yang lebih membuat
efek jerah terhadap masyarakat.
Menurut Moeljatno, “Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang
tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu.”8
Kriminologi adalah salah satu cabang ilmu yang diajarkan dalam
bidang ilmu hukum. Jika diklasifikasikan, kriminologi merupakan bagian
dari ilmu sosial, akan tetapi kriminologi tidak bisa dipisahkan dengan
bidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana. Kriminologi merupakan
7Ibid. Moeljatno hlm. 4.
8Ibid. Moeljatno hlm. 6.
22
bagian darikurikulum program studi ilmu hukum yang perlu diajarkan bagi
sekolah tinggi hukum atau bagi aparat penegak hukum.
Kriminologi secara spesifik mempelajari kejahatan dari segala sudut
pandang, namun lebih khusus kejahatan yang diatur dalam undang-
undang(selanjutnya disebut UU).Pelaku kejahatan dibahas dari segi
peenyebab seseorang melakukan kejahatan (motif) dan kategori pelaku
kejahatan (tipe-tipe penjahat).Kemudian kriminologi juga mempelajari
reaksi masyarakat terhadap kejahatan sebagai salah satu upaya kebijakan
pencegahan dan pemberantasan kejahatan.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah
kejahatan, dimana kejahatan ini adalah suatu gejala sosial, maka
kriminologi pada dasarnya adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat faktual.
Jadi, Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis menyimpulkan
bahwa ilmu kriminologi merupakan bidang ilmu yang cukup penting
dipelajari, karena dengan adanya kriminologi, dapat dipergunakan sebagai
kontrol sosial terhadap kebijakan dan dalam pelaksanaan hukum pidana.
2.1.2 Pegertian Kejahatan
Kejahatan selalu merupakan permasalahan yang sangat menarik
berbagai teori yang menyangkut sebab kejahatan telah diajukan oleh para
ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu pengetahuan. Namun, sampai
dewasa ini masih belum juga ada satu jawaban penyelesaian yang
memuaskan Meneliti suatu kejahatan harus memahami tingkah laku
manusia baik dengan pendekatan deskriptif maupun dengan pendekatan
23
kausal, sebenarnya dewasa ini tidak lagi dilakukan penyelidikan sebab
musabab kejahatan, karena sampai saat ini belum dapat ditentukan faktor
penyebab pembawa risiko yang lebih besar atau lebih kecil dalam
menyebabkan orang tertentu melakukan kejahatan, dengan melihat betapa
kompleksnya perilaku manusia baik individu maupun secara berkelompok.
Definisi kejahatan menurut R.Soesilo membedakan pengertian
kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni:
sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat
dari sudut pandang yuridis, menurut R.Soesilo,pengertian kejahatan
adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan
undang-undang. Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian
kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si
penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya
keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.9
Berdasarkan isi kutipan definisi R.Soesilo di atas, penulis
berpendapat bahwa kejahatan dari sudut pandang yuridis adalah suatu
perilaku masyarakat yang bertentagan dengan hokum positif di Indonesia
sedangkan dari sudut pandang sosiologis kejahatan tersebut dapat
membuat kerugian untuk si pelaku dan juga masyarakat karna hilangnya
keseimbangan, ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat yang mana
perbuatan kejahatan tersebut bertentangan dengan konsitusi.
Pendapat beberapa ahli tentang pengertian kejahatan :
1. Menurut Soesilo ada dua pengertian kejahatan, yaitu pengertian
kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis.
Ditinjau dari segi yuridis, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah
laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi
sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang
selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat
9 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta
KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politeia Bogor, 1991. hlm.3.
24
yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan
ketertiban.10
2. Menurut Bemmelem kejahatan merupakan suatu tindakan anti
sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam
masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan
untuk menentramkan masyarakat, Negara harus menjatuhkan
hukuman kepada penjahat.11
3. Menurut Elliot kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat
modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat
dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan
seterusnya.12
4. Menurut Bonger kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial
yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa
pemberian penderitaan.13
5. Menurut Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma
hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai
perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh
dibiarkan (negara bertindak).14
Berdasarkan, pendapat ahli tentang pengertian kejahatan menurut
Soesilo, Bemmelem, Elliot, Bonger dan Moeliono di atas, penulis
berupaya menyimpulkan bahwa Kejahatan adalah suatu perbuatan yang
melanggar dan bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah dan
hokum positif indonesia dan lebih tegasnya, kejahatan adalah perbuatan
yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak
memenuhi atau melawan perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
10 Husein, Syahruddin. Kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya
Penanggulangannya, 2003. hlm.22.
11 Husein, Syahrudin. Ibid,
12 Husein, Syahrudin. Ibid,
13 Husein, Syahrudin. lbid,
14 Husein, Syahrudin. Ibid,
25
2.1.3 Teori Penyebab Kejahatan
Dalam perkembangannya kriminologi telah menghasilkan banyak
teori yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena
disamping sudut pandang yang berbeda dalam mengakaji kejahatan, juga
dikarenakan metode ataupun kondisi dimana teori itu muncul yang
berbeda. Perbedaan teori ini terus akan berkembang paralel dengan tingkat
dinamika perkembangan maysarakat. Berikut ini akan dijelaskan secara
singkat beberapa teori kriminologi tentang penyebab kejahatan yakni:15
1) Teori Kontrol Sosial Dan Contaiment
Pengertian teori kontrol atau chontrol theory merujuk kepada setiap
perspektif yang membahas ikhwal perkembangan tingkah laku
manusia. Sementara itu, pengertian teory kontrol sosial atau control
theory merujuk kepada permasalahan kejahatan dan kenakalan yang
dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis, antara
lain struktur keluarga, pendidikan dan “peergroups”.16
Berdasarkan, pengertian teori control di atas, penulis berpendapat
bahwa teori control sosial ini mengkaji pertanyaan mengapa sebagian
orang taat pada norma. Maka para penganut teori ini beranggapan bahwa
pencurian bisa dilakukan oleh siapa saja, bahwa kenakalan bisa dilakukan
siapa saja, bahwa penyalahgunaan obat-obatan bisa dilakukan siapa saja.
Pertanyaannya justru mengapa orang mentaati norma di tengah
banyak cobaan, bujukan dan tekanan pelanggaran norma. Jawabannya
adalah bahwa anak-anak muda dan orang dewasa mengikuti hukum
sebagai respon untuk mengikuti kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu
15 Romli Atmasasmita, Definisi kriminologis, Tarsito, Bandung, 2005, hal. 43
16 Ibid., hal. 47.
26
dalam kehidupan mereka. Mereka menjadi kriminal ketika kekuatan-
kekuatan yang mengontrol tersebut lemah dan hilang.
Berkaitan dengan teori ini Reis Ramli Atmasasmita, membedakan
dua macam control:17
1) Personal control adalah kemampuan seseorang untuk tidak
mencapai kebutuhannya dengan cara tidak melanggar norma-
norma yang berlaku dimasyarakat.
2) Sosial Control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-
lembaga masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau
peraturan menjadi efektif.
Berdasarkan Teori dari Reis Ramli Atmasasmita di atas, penulis
berpendapat bahwa, pangkal dari teori ini adalah suatu kemampuan
seseorang yang melakukan sesuatu untuk mencapai keinginannya dengan
tidak melanggar kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat
dengan kata lain bahwa masyarakat mengtahui akan sebab akibat yang
akan terjadi ketika mereka melakukanya.
2) Teori Differential Association
Differential association (asosiasi yang berbeda) yang berusaha
menjawab mengapa terdapat individu yang menyetujui perbuatan yang
melanggar hukum dalam masyarakat. Tingkah laku kriminal adalah
tingkah laku yang dipelajari (learning process)18. “Menurut teori ini bahwa
tingkah laku kriminal adalah sama dengan tingka laku non-kriminal yang
di peroleh melalui proses belajar.”
Pada perkembangannya teori ini terdapat dua versi yaitu yang
dikemukakan pada tahun 1939 dan pada tahun 1947. Versi kedua yang
17 Atmasasmita, Romli, Bunga Rampai Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 1983.
18 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 13.
27
dikemukakan pada tahun 1947 telah mengetengahkan sembilan pernyataan
sebagai berikut:
a) Tingkah laku kriminal dipelajari.
b) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan
orang lain melalui suatu proses komunikasi.
c) Bagian penting dari mempelajari dalam hubungan interaksi dengan
orang lain melalui proses komunikasi.
d) Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi
dalam kelompok lain.
e) Mempelajari tingkah laku kriminal, termaksud didalamnya teknik
melakukan kejahatan dan motivasi.dorongan atau alasan pembenar.
f) Dorongan tertentu ini dipelajari melalui pengahayatan atas
peraturan perundang-undangan dan menyukai atau tidak menyukai.
g) Seorang menjadi ‘delinquet” karena pengahayatan terhadap
peraturan perundang-undangan; lebih suka melanggar dari pada
mentaatinya.
h) Asosiasi diferensial ini berfariasi bergantung dari frekuency,
duration, priority, dan insensity.
i) Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui pergaulan
dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme
yang berlaku dalam setiap proses belajar.19
Berdasarkan, dari uraian teori Differential Association di atas,
penulis berpendapat atau dapat dipahami atau di ambil kesimpulan bahwa,
Sekalipun tingkah laku criminal itu merupakan pencerminan dari
kebutuhan umum dan nilai-nilai namun akan tetapi tingkah laku kriminal
tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai.
oleh karena itu maka tingkah laku non kriminal pun merupakan
percerminan dari kebutuhan umum dan dari nilai-nilai yang sama.
3) Teori Konflik
Untuk memahami pendekatan teori komflik ini, kita perlu secara
singkat melihat tradisional model yang memandang kejahatn dan peradilan
19 Ibid., hal. 15.
28
pidana sebagai lahir dari konsesus masyarakat (communal consensus).
Konsensus model anggota-anggota pada umumnya sepakat tentang apa
yang benar atau apa yang salah bahwa intisari hukum merupakan
mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan yang muncul, jika individu
terlalu jauh dari tingkah laku yang diperbolehkan atau diterima
masyarakat.
Interaksi antara berbagai kelompok dalam masyarakat
menunjukan konflik adalah normal suatu proses sosial kelompok-
kelompok dikarenkan adanya kepentingan atau pertarungan kepentingan
antara kelompok yang berbeda, kelompom tadi berusaha membela dan
memperjuangkan antara anggota-anggotanya sedangkan konflik model
mempertanyakan tidak hanya proses dimana orang menjadi kriminal tetapi
juga tentang kelas dimana masyarakat memiliki kekuatan untuk membuat
hukum.20
Individu-individu yang terikat bersama dalam kelompok karena
sosial animal dengan kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi mereka melalui
tindakan kolektif, ”jika kelompok itu melayani anggotanya ia akan
berusaha terus hidup tetapi jika tidak maka kelompok lain akan mengambil
alih”
Berdasarkan teori ini penulis berpendapat bahwa, kejahatan dapat
dilihat sebagai orientasi kepada kanyataan kelas-kelas sosial (stratifikasi
dalam masyarakat). Kelompok-kelompok yang lebih mempunyai
20 Simandjuntak B, Pengantar kriminologi dan Patologi sosial, Tarsito, Bandung,
1977, Hal. 31.
29
stratifikasi atas akan bertarung dengan stratifikasi bawah dalam
melindungi kepentingannya.
4) Teori Bio-Sosiologis
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori biologinya
Lamroso. Teori ini disempurnakan oleh Enrico Ferry dengan menekankan
bahwa kejahatan karena adanya hubungan yang erat antara faktor fisik,
antropologis dan social21:
Faktor-faktor fisik : suku bangsa, iklim, letak geografis,
penagruh musim, temperatur dan sebagainya.
Faktor-faktor antropologis : umur, jenis kelamin, kondisi-
kondisi organis, kondisi-kondisi psikologis dan sebagainya.
Faktor-faktor sosial : rapatnya penduduk, kebiasaan susunan
masyarakat, kondisi-kondisi ekonomi, kondisi industri dan
sebaginya.
Berdasarkan, dari Teori Bio-Sosiologis yang di sempurnakan oleh
Enrico Ferry ini penulis berpendapat atau penulis dapat meyimpulan
bahwa, Teori ini memandang bahwa kejahatan bukan hanya disebabkan
karena individu yang terlahir sebagai penjahat, Namun akan tetapi juga
karena faktor-faktor lain yang ada disekitar orang-orang tersebut seperti
factor-faktor dari lingkungan individu tersebut hidup.
5) Teori Labeling
Teori ini memandang para criminal bukan sebagai orang yang bersifat
jahat yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan yang bersifat salah tetapi
mereka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat
sebagai pemberian system peradilan pidana maupun masyarakat luas.
21 Mahadar, Viktiminisasi Kejahatan Terhadap Pertanahan, Laksbang Bessindo,
Jakarta , 2005, hal. 51.
30
Dipandang dari perspektif ini, perbuatan criminal tidak sendirinya
signitifikan. Jadi penyimpangan dan kontrol atasnya terlibat dalam suatu
proses dimana tanggapan terhadap orang lain dari tingkah laku seorang
individu merupakan pengaruh kunci terhadap tingkah laku berikutnya dan
juga pada pendangan individu pada diri mereka snediri.22
Kejahatan tidaklah sepenuhnya merupakan hasil konflik antara
kelompok dan masyarakat yang luas, dimana terdapat dua devisi yang
bertentangan tentang tingkah laku yang layak. Coley Tomas dan Mead
mereka berpendapat bahwa:23
Berdasarkan uraian Teori Labeing diatas dapat di pahami bahwa,
Pribadi manusia terbentuk melalui proses interaksi social dengan
memisahkan yang baik dari yang buruk yang berlaku bisa dan yang
menyimpang perhatiannya bukan pada akibat tetapi pada interaksi social
dengan seseorang dan Tingkah laku manusia terbangun dari satu proses
yang berlanjut dari aksi dan reaksi.
2.1.4 Upaya enanggulangan Kejahatan
Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap
orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai
dengan hak-hak asasi manusia yang ada.24
22 Abdul Wahid, Kriminologi dan Kejahatan Kontemporer, Lembaga Penerbit
Fakultas Hukum Unismus, Malang, 2002, hal. 12.
23 Ibid., hal. 14
24 Barda Arief, Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hal.
49.
31
Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh
setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan
sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan
ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk
menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah
dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai
program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mecari cara
paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.
“Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang
kebijakan kriminal.” Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari
kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari
kebijakan/upaya- upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau
upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat. Kebijakan penanggulangan
kejahatan dilakukan dengan menggunakan sarana ”penal” (hukum pidana),
maka kebijakan hukum pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif
harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari
kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan “social defence”.25
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis
besar dapat dibagi dua yaitu, jalur ”penal” (hukum pidana) dan jalur “non
penal” (diluar hukum pidana).
25 Ibid. hlm. 77
32
a. Upaya Non Penal (preventif)
Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk
mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali.
Mencegah kejahatan lebih baik dari pada mencoba untuk
mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana
semboyan dalam kriminologi yaitu usaha- usaha memperbaiki
penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi
kejahatan ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif
diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa
saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.
Berdasarkan, Penanggulangan kejahatan secara preventif diatas,
penulis berpendapat bahwa, upaya preventif ini adalah langkah pertama
dalam mencegah terjadinya kejahatan karna upaya preventif ini tidak
hanya untuk pihak yang berwenang saja namun dapat dilakukan oleh siapa
saja tanpa keahlian khusus individu tersebut.
Barnest dan Teeters menunjukkan beberapa cara untuk
menanggulangi kejahatan yaitu:
1) Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk
mengembangkan dorongan- dorongan sosial atau tekanan-tekanan
sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah
laku seseorang ke arah perbuatan jahat.
2) Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang
menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun
potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis
dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis
yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang
harmonis .
Berdasarkan, cara menanggulangi kejahatan menurut pendapat
Barnest dan Teeters di atas, penulis berpendapat bahwa, kejahatan dapat
kita tanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial
yang mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat
dikembalikan pada keadaan baik atau Dengan kata lain perbaikan keadaan
33
ekonomi yang mutlak dilakukan. Sedangkan faktor-faktor biologis,
psikologis, merupakan faktor yang sekunder saja.
Jadi, dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan
suatu usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi
seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang
menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya
seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong
timbulnya perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana
meningkatkan kesadaran dan patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan
ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.
Dilihat dari pengertian tindak pidana yang melanggar peraturan-
peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan
dilaksanakan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana harus dapat
dipertanggungjawabkan, dan hendaknya pihak kepolisian juga mampu
mempertahankan dan melaksanakan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan, apabila kita mengkaji nya lebih jauh dari pada pengertian ini
maka didalamnya terdapat beberapa unsur delik yakni:26
a. Adanya unsur perbuatan;
b. Adanya unsur pelanggaran peraturan pidana;
c. Adanya unsur diancam dengan ancaman hukuman;
d. Dilakukan dengan kesalahan;
Unsur delik yang merupakan unsur dari pada sifat melawan hukum
adalah perbuatan, karena hanya perbuatan itulah yang hanya diikuti oleh
26 Ramli Atmasasmita, Kapita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung, 1993. hlm. 79
34
unsur-unsur obyeknya, yang dapat dibagi kedalam beberapa bagian antara
lain meliputi :
a. Perbuatan tersebut telah dirumuskan oleh undang-undang;
b. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum;
c. Dilakukan dengan kesalahan;
d. Perbuatan tersebut diancam pidana.27
Berdasarkn, uraian diatas, Maka penulis dapat di simpulkan bahwa,
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hokum dan
larangan tersebut disertai juga dengan ancaman, atau sanksi yang berupa
hukuman pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal apa mereka yang telah melanggar
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
diancamkan. Menentukan dengan cara bagai mana pengenaan pidana itu
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana apabila
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :28
Perbuatan pidana dalam arti yang luas dari manusia (aktif dan
membiarkan).
Sifat melawan hukum (baik yang bersifat subyektif maupun yang
bersifat obyektif).
Dapat dipertanggung jawabkan kepada seseorang.
Diancam dengan pidana.
Berdasarkan beerapa unsure di atas penulis berpendapat bahwa,
menurut hukum positif yang diancam pidana dengan ketentuan undang-
27 Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Bintang
Indonesia, Bandung. 1998. hlm. 37-78
28 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung. 2006. hlm. 33
35
undang adalah perbuatan yang telah memenuhi empat unsure diatas dan
perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan cara
kesalahan dan ancaman pidana yang ada dalam hukum positif.
b. Upaya Penyelesaian Secara Kekeluargaan
Apabila pada lembaga pembiayaan konsumen telah terjadi
penggelapan dalam jabatan maka perusahaan pembiayaan tersebut
dapat pula melakukan upaya musyawarah/damai kepada pelaku
penggelapan yang mempunyai itikad baik sebelum pihak lembaga
pembiayaan konsumen tersebut mengajukan perkara kepada pihak
yang berwajib.
Upaya penanggulangan secara kekeluargaan ini bersifat
mencegah yang diharapkan dapat menciptakan adanya suatu
hubungan kemitraan dengan semua pihak tidak hanya konsumen
tetapi juga jika ada oknum dari karyawan itu sendiri yang berbuat
melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan hal ini penting guna
menghindari tindak pidana penggelapan yang dapat menimbulkan
bagi salah satu pihak.
Kebijakan awal dan mendasar untuk penanggulangan tindak
pidana penggelapan dalam jabatan dibidang lembaga pembiayaan
konsumen adalah tanpa menggunakan sarana penal. Kebijakan ini
pada dasaranya bermula dari ajaran hukum fungsional, ajaran hukum
sosiologis, dan teori tujuan pemidanaan integratif.
36
c. Upaya Penal (represif)
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan
secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.
Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk
menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta
memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang
dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan
merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan
orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang
akan ditanggungnya sangat berat.
Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari
sistem peradilan pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana
paling sedikit terdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu sub- sistem
kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan
kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai
dan berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam
pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode perlakuan
(treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya
uraiannya sebagai berikut ini :
1) Perlakuan ( treatment )
Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul
Syani yang membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya
suatu perlakuan, yaitu :
37
a. Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana,
artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang
yang belum telanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan
ini, suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya
sebagai usaha pencegahan.
b. Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak
langsung, artinya tidak berdasarkan putusan yang
menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku kejahatan.29
Berdasarkan metode treatment diatas, penulis berpendapat
bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu sebagai
upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan agar
tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi dimaksudkan agar si
pelaku kejahatan ini di kemudian hari tidak lagi melakukan
pelanggaran hukum, baik dari pelanggaran- pelanggaran yang
mungkin lebih besar.
Adapun, yang diharapkan dari penerapan perlakuan-
perlakuan ini ialah tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap
perlakuan yang diterimanya. Perlakuan ini dititik beratkan pada
usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali sadar akan
kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul di
dalam masyarakat seperti sediakala.
29 Abdul Syani, Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya, Bandung. 1989. hlm. 139
38
2) Penghukuman (punishment)
Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk
diberikan perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya atau
terlalu beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu
diberikan penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan
dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut
sistem pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh
dengan penderitaan, Maka dengan sistem pemasyarakatan
hukuman dijatuhkan kepada pelanggar hukum adalah hukuman
yang semaksimal mungkin (bukan pembalasan) dengan berorientasi
pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.
2.2. Tinjauan Umum tentang Perjudian
2.2.1 Pengertian Perjudian
Dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP mengartikan judi sebagai:
Tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat
menang pada umumnya bergantung kepada keuntungan-
keuntungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi
bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan.
Termasuk juga permainan judi adalah pertaruhan tentang
keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak
diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu,
demikian juga segala permainan lain-lainnya.30
Sesuai kutipan diatas, penulis berpendapat bahwa permainan judi
adalah suatu permainan yang bersifat untung-untungan saja, karena suatu
taruhan hanya berdasarkan pada keyakinan para pemain. Sehingga tidak
ada kepastian apakah taruhan yang dikeluarkan oleh pemain judi tersebut
30Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 303.
39
akan berlipat ganda ataukah sebaliknya. Dalam hal ini pasti ada pihak yang
menang dan ada pihak yang kalah, ada pihak yang diuntungkan dan ada
pula pihak yang dirugikan termasuk juga Bandar judi disini yang memiliki
andil besar di meja judi untuk mengendalikan permainan dan memainkan
perannya.
Sementara itu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
penertiban perjudian dalam pasal satu yang berbunyi31 “menyatakan semua
tindak pidana perjudian sebagai kejahatan” Menurut penulis UU ini
melarang adanya praktek perjudian dalam bentuk apapun, perbuatan judi
ini merupakan sebuah permasalahan social dikarenakan dampak yang di
timbulkan amat negative bagi kepentingan nasional terutama bagi generasi
mudah karena menyebabkan para pemuda cenderung malas dalam bekerja
dan dana yang mengalir dalam permainan ini cukup besar sehingga dana
yang semula dapat digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk
permainan judi. Walaupun perbuatan judi itu sangat nyata dilarang dalam
UU bagaimanapun bentuknya, namun oleh beberapa orang perbuatan
tersebut tetap dilakukan dengan berbagai alasan masing-masing, dan
terkadang di anggap hanya sebagai permainan penghibur hati semata tanpa
menyadari bahwa hal yang dilakukan tersebut telah melanggar ketentuan
dan aturan-aturan yang berlaku. Sehingga dalam hal ini harus dapat
diketahui apa saja bentuk-bentuk perjudian, agar dapat diketahui manakah
perbuatan yang termasuk judi dan mana yang bukan termasuk judi.
31 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
40
Pengertian lain mengenai permainan judi yakni dalam bukunya
Kartini Kartono “Pathology Sosial” yang memberikan pengertian
perjudian ialah ;
Pengertian perjudian diartikan sebagai pertaruhan dengan sengaja,
yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau sesuatu yang di anggap
bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan
tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan,
perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak belum pasti
hasilnya.32
Dari pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa permainan yang
dikategorikan sebagai perjudian yang melanggar aturan dalam KUHP yaitu
suatu permainan yang memenuhi salah satu unsure perjudian yaitu adanya
suatu barang atau benda yang bernilai yang digunakan sebagai barang
taruhan. Dengan barang taruhan yang bernilai tersebut para pemain judi
menggunakannya untuk bermain judi dan mereka menyadari betul adanya
resiko menang atau kala, untung maupun rugi karena tidak tahu kepastian.
Apabila mereka beruntung maka taruhan yang mereka keluarkan akan
menjadi berlipat ganda. Namun apabila tidak beruntung atau rugi maka
mereka akan kehilangan suatu yang mereka pertaruhkan.
Jadi penulis menyimpulkan bahwa, suatu permainan bisa dikatakan
sebagai perjudian apabila ada niat dari pihak-pihak penjudi baik para
pemain maupun Bandar, adanya suatu barang yang bernilai guna sebagai
barang taruhan, serta adanya kesepakatan dari semua pihak baik Bandar
maupun para pemain bahwa permainan tersebut memiliki resiko antara
32 Kartini, Kartono. Patologi Sosial. Jilid I. Jakarta. PT. Grafindo Persada. 2005. hlm. 56
41
kalah maupun menang, untung maupun rugi karna sifatnya untung-
untungan saja.
2.2.2 Unsur-unsur tindak pidana perjudian
Sesuai pengertiannya diatas, dalam kitab Undang-undang hokum
pidana pasal 303 ayat (3) yang berbunyi :
‘’judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan
buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan
saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena
kepintaran dan kebiasaan para pemain’’
Dalam pasal 303 KUHP tersebut terdapat unsure-unsur sebagai berikut :33
1. Unsure barang siapa.
2. Unsure tanpa hak.
3. Unsure dengan sengaja .
4. Unsure member atau menawarkan kesempatan untuk
melakukan permainan judi sebagai mata pencaharian.
5. Unsure turut serta dalam suatu perusahaan untuk melakukan
permainan judi.
Dari pengertian dan unsure-unsur diatas, maka ada 3 unsur agar
suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi , yaitu adanya unsure :
1. Permainan atau perlombaan meruapakan Perbuatan yang
dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi
dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan
untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati. Jadi pada
dasarnya bersifat rekreatif, namun disini para pelaku tidak harus
terlibat dalan permainan, karena boleh jadi mereka adalah
33 R.Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-
komentarnya lengkap pasal demi pasal. Suka bumi. 1988. Hal. 225.
42
penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya
sebuah permainan atau perlombaan.
2. Untung-untungan artinya untuk memenangkan perlombaan
atau permainan, lebih banyak digantungkan pada unsur
spekulatif/ kebetulan atau untung-untungan, atau faktor
kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau
kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.
3. Ada taruhan artinya dalam permainan atau perlombaan ini ada
taruhan yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar.
Baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya, bahkan
kadang istripun bisa dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan
tersebut, maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada
pihak yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling
utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat
disebut sebagai judi atau bukan.
Sementara itu dalam KUHP pasal 303 bis ayat (1) yang berbunyi :
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau
pidana denda paling banyak 10 juta rupiah :
1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi yang
diadakan dengan melanggar ketentuan pasal 303.
2. Barang siapa ikut serta main judi dijalan umum atau
dipinggir jalan umum atau ditempat yang dikunjungi
umum, kecuali kalau ada ijin dari penguasa yang
berwenang yang telah memberi ijin untuk mengadakan
perjudian itu.
Berdasarkan isi KUHP pasal 303 bis ayat (1) poin ke-2 tersebut
diatas, penulis berpendapat bahwa unsure-unsur dalam pasal tersebut lebih
43
menekankan kepada orang yang mengambil kesempatan untuk turut
bermain judi. Unsure-unsur tersebut yakni:34
a. Unsure barang siapa,
b. Unsure melakukan perbuatan menggunakan kesempatan
bermain judi.
Dari unsur tersebut, penulis pada dasarnya memang permainan Bola
Guling termasuk permainan judi jika melihat pada ketentuan undang-
undang dan jika permainan tersebut dilakukan untuk mencari keuntungan
dengan jalan menggunakan barang yang memiliki nilai guna baik uang
maupun benda berharga lainnya sebagai barang taruhan. Namun kegiatan
tersebut tidaklah menjadi perjudian apabila tujuannya hanya sebagai
permainan hiburan (misalnya, seperti yang ada ditempat-tempat rekreasi
atau tempat permainan anak) dan bukan untuk mencari keuntungan dengan
melibatkan adanya pertaruhan. Disisi lain permainan ketangkasan yang
biasa dilakukan ditempat rekreasi itu telah terlebih dahulu mengajukan ijin
untuk melakukan acara-acara tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan
KUHP pasal 303 bis ayat (1) poin ke-2 yang menjelaskan bahwa apabila
ada ijin dari penguasa yang berwenang diwilayah tersebut. Dari ketentuan
KUHP pasal 303 dapat dilihat bahwa dalam permainan judi terdapat
unsure untuk mencari keuntungan (untung) yang bergantung pada
peruntungan atau nasib untung atau kemahiran dan kepintaran dalam
34 Ibid. Hal.227.
44
bermain, adanya barang taruhan berupa uang atau benda berharga lainnya
serta permainan ini dilakukan bukan untuk hiburan semata.
2.2.3 Macam-macam permainan judi
Dalam penjelasan atas peraturan pemerintah republic Indonesia
No. 9 tahun 1981 tentang pelaksanaan undang-undang No. 7 tahun 1974
tentang penertiban perjudian, pasal 1 ayat (1) disebutkan ada beberapa
macam perjudian yaitu:35
1. Perjudian di Kasino terdiri dari :
a. Roulette
b. Black jake
c. Baccarat
d. Creps, Keno
e. Tombola
f. Super Ping-pong
g. Lotto Fair
h. Satan
i. Paykyu
j. Slot Machine
k. Ji Si Kie
l. Big Six Wheel
m. Chuc a Luck
n. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar
35 peraturan pemerintah republic Indonesia No. 9 tahun 1981 tentang pelaksanaan
undang-undang No. 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, pasal 1 ayat (1)
45
o. Pachinko
p. Poker
q. Twenty One
r. Hwa Hwe
s. Kiu-kiu.
2. Perjudian di tempat-tempat keramaian antara lain :
a. Lempar Gelang
b. lempar uang
c. kim
d. pancingan,
e. menembak sasaran yang tidak berputar
f. lempar bola
g. adu ayam
h. adu sapi
i. adu kerbau
j. adu kambing
k. pacuan kuda
l. pacuan anjing
m. mayong dan erek-erek
n. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan.
46
3. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan
Perjudian dalam bentuk ketiga ini termasuk ke dalam perjudian di
tempat keramaian, yang membuatnya berbeda adalah untuk yang ketiga ini
didasari oleh faktor kebiasaan.
Berdasarkan penjelasan diatas, pada poin ke-3 dikaatakan bahwa
bentuk perjudian seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak
termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan
berkaitan dengan upacara keagamaan dan dilakukan sepanjang kebiasaan
itu tidak merupakan perjudian. Seperti kebiasaan yang terdapat pada
masyarakat Indonesia seperi bali dan Madura yang memakai adu ayam dan
karapan sapi sebagai adat kebiasaan yang biasa mereka lakukan di waktu
dan bulan tertentu sebagai upacara adat dan persembahan sesuai dengan
kepercayaan yang mereka yakini. Sepanjang permainan tersebut tidak
menggunakan suatu pertaruhan, maka perbuatan tersebut tidak tergolong
suatu perjudia karena, dilakukan hanya sebagai adat kebiasaan, bukan
mencari suatu keuntungan dari kegiatan tersebut
2.2.4 Dampak perjudian
Perjudian mempunyai dampak yang luar biasa terhadap kondisi
pelaku, baik itu rumah tangga maupun masyarakat. Dampak yang sering
muncul dengan adanya perjudian antara lain :
a. Ketertiban dan keamanan terganggu
b. Rusaknya ekonomi rumah tangga
c. Dapat meningkatkan tindakan criminal
47
d. Dampak psikologi bagi pelaku serta keluarga
Selain itu kebiasaan berjudi mengkoordinir mental individu
menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi, dan cepat mengambil resiko
tanpa pertimbangan.
Ekses perjudian lebih lanjut antar lain :36
Mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor dinas
dan melakukan tindak pidana korupsi.
Energi dan pikiran menjadi berkurang, karena sehari-harinnya
didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu
pendek.
Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta
selalu dalam keadaan tegang, tidak imbang.
Pikiran menjadi kacau, sebab selalu di goda oleh harapan-harapan
menentu.
Pekerjaan jadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada
keasyikan berjudi.
Anak, istri dan rumah tangga tidak lagi di perhatikan.
Hatinya jadi sangat rapuh dan mudah tersinggung dan cepat
marah, bahkah sering eksplosif meledak-meledak secara membabi
buta.
Mentalnya terganggu dan menjadi sakit sedangkan kepribadiannya
menjadi sangat labil.
Seorang akan terdorong melakukan perbuatan kriminalguna untuk
mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yangtidak
terkendalikan.
Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena
orang berspekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius
dalam usaha kerjanya.
Diseret oleh nafsu judi yang berlarut, kuranglah iman kepada
Tuhan, sihingga mudah tergoda tindak asusila.
Berdasarkan kutipan diatas mengenai dampak buruk yang
ditimbulkan akibat permainan berjudi penulis berpendapat bahwa
berdasarkan hal tersebut, dampak judi sudah sangat jelas merugikan
banyak pihak. Oleh sebab itulah harus segera dilakukan upaya untuk
36 Kartini Kartono, 1981. Phatology social, Rajawali, Jakarta. Hal. 74.
48
menimalisir perbuatan judi khususnya di wilayah-wilayah yang disinyalir
dilakukannya tempat bermain judi, disini peran dari pihak kepolisian lah
yang harus sigap dan tegas dalam melakukan patrol guna mengamankan
para penjudi berserta bandarnya.
Untuk membrantas untuk keseluruhan memang banyak kendala
maupun factor-faktor penghambat lainnya. Namun setidaknya ada suatu
tindakan dan cara memimalisir praktek perjudian tersebut. Sehingga tidak
kian merebak yang kemudian menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan
masyarakat, karena peraturan sudah jelas ada dan ada sanksi yang
mengancam namun apabila masih tidak sesuai dengan aturan yang ada,
maka penegak hokum yang harus melakukan tindakan dan pada intinnya
adalah individu dalam seorang penjudilah yang perlu diatasi agar tidak
menjadi penjudi kompulsif sehingga masyarakat akan menggap bahwa
berjudi hanyalah untuk kesenangan atau hiburan semata-mata saja.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Judi Bola Guling
2.3.1 Definisi Perjudian Bola Guling
Salah satu bentuk perjudian yang sejak dulu hingga sekarang ini
masih marak ditengah-tengah masyarakat adalah Perjudian Bola guling.
Seperti nama yang digunakan, permainan judi Bola Guling adalah salah
satu variasi permainan judi yang menggunakan media bola sebagai
penentu kemenangan. Bola yang digunakan memiliki warna hitam.
Nantinya, bola hitam tersebut akan digelindingkan atau digulirkan di atas
bidang datar. Bidang datar tersebut telah bertuliskan nomor-nomor yang
mewakili nilainya masing-masing. “Jumlah angka yang tertera dalam
bidang datar tersebut berjumlah 12 angka, yang dimulai dari angka 1
(terkecil) sampai dengan 12 (terbesar).” Masing-masing angka mewakili
49
warna yang berbeda. angka 1-3 berada bidang berwarna merah , angka 4-6
berada di bidang berwarna hijau, angka 7-9 berada di bidang berwarna
kuning dan 10-12 berada di bidang berwarna hitam. Membaca gambaran
tersebut mungkin Anda sudah mulai menebak bagaimana sistem cara
bermain permainan judi Bola Gelinding.
Secara garis besar, permainan judi bola gelinding mengharuskan
peserta untuk mampu menebak dengan tepat di angka mana bola akan
berhenti bergulir. Benar adanya jika permainan judi Bola Guling
merupakan salah satu permainan yang mudah untuk dijalankan. Tidak
hanya mudah, permainan judi Bola Guling ini terbilang murah dan
hemat.37
Berdasarkan kutipan diatas penulis berpendapat bahwa, permainan
Bola Guling ini sangatlah mudah di mainkan oleh masyarakat menengah
bawah hingga masyarakat menengah atas, dikarenakan mudah dan
murahnya permainan Judi Bola Guling ini dan mempunyai kelipatan yang
besarlah yang membuat permainan judi Bala Guling ini diminati oleh
banyak masyarakat khususnya masyarakat di Kota Kupang.
Bandar judi Bola Guling menyediakan berbagai macam jumlah
taruhan yang dimulai dari nominal seribu (Rp 1.000,-) sampai dengan
ratusan ribu bahkan jutaan rupiah dan kelipatan yang di dapatkan sangat
besar yang membuat judi ini sangat di minati di berbagai kalangan yang
mana kelipatannya mencapai kelipatan 11 (sebelas).38
Perjudian Bola Guling yang terjadi di Kota Kupang ini sangatlah
langkah, karena perjudian bola guling ini terjadi ketika ada warga yang
37 Dimas Setia “Ditya, Cara Pasang Bola Gelinding Biar Menang” di akases dalam.
http://www.pasangbola.org/tag/cara-pasang-bola-guling/. Jum,at 1 November 2017.
38 Trator Trick, Loc Cit. Hal.5
50
meninggal dan perjudian ini di jadikan moment bagi warga agar dapat
bermain judi dengan leluasa/bebas dengan kata lain warga mengetahui
perjudian tersebut legal ketika di mainkan pada saat ada warga yang
meninggal apalagi permainan tersebut di beking atau di jaga oleh aparat
penegak hokum, bahkan ada aparat penegak hokum juga ikut bermain
dalam perjudian tersebut
Saat ini banyak untuk menemukan permainan Bola Guling di
Indonesia sangatlah sulit, karena memang aktifitas taruhan judi di
Indonesia sangat dilarang keras. Namun masih ada sebagian orang yang
masih suka bermain Bola Guling di Kalangan. Berikut
adalah istilah yang umum dipakai di kalangan Perjudian Bola Guling:39
a) Borok warna merah: warna yang mereka unggulkan yaitu
merah maka mereka akan menaruh di warna tersebut.
b) Borok warna hijau: warna yang mereka unggulkan yaitu hijau
maka mereka akan menaruh di warna tersebut.
c) Borok warna kuning: warna yang mereka unggulkan yaitu
kuning maka mereka akan menaruh di warna tersebut.
d) Borok warna hitam: warna yang mereka unggulkan yaitu hitam
maka mereka akan menaruh di warna tersebut.
e) Ujung-ujung : angka yang berada paling pojok meja antara 1
dengan 10 atau 3 dengan 12 dll.
f) Tutup lubang : angka yang dibatasi taruhan nya tidak boleh
melebihi dari batas taruhan tersebut.
g) Berat : jumlah uang yang di pertaruhkan lebih banyak
ketimbang jumlah di angka lain.
h) Halek : permainan akan di berentikan dalam beberapa kali
putaran lagi
Dari istilah – istilah diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa,
dapat di ketahui perjudian Bola Guling tersebut suda menjadi istilah wajib
39 Ibid.
51
bagi para pemain dengan istilah-istiah di atas juga mmpunyai tujuan yaitu
agar untuk mengelabuhi oknum-oknum aparat penegak hukum.
2.4. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian
2.4.1 Pengertian Tentang Kepolisian
Menurut Satjipto Raharjo “polisi merupakan alat negara yang
bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan
pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.”40
Selanjunya Satjipto Raharjo yang mengutip pendapat Bitner menyebutkan
bahwa “apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam
masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan
menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan
ketertiban.”41 Sedangkan menurut Sadjiono lembaga kepolisian adalah
“organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan
kewenangan menjalankan 17 fungsinya berdasarkan peraturan perundang-
undangan.”42
Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:43
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri.
40 Satjipto Raharjo, 2009.” Penegakan Hukum suatu tinjauan sosiologis”, Genta
Publishing, Yogyakarta, hal. 111
41 Ibid. hal. 117
42 Sadjijono, 2008, “Etika Profesi Hukum: Suatu Telah Filosofis terhadap Konsep
dan Implementasi Kode Etik Profesi POLRI”, Yogyakarta : Laksbang Mediatama. Hal.
52-53
43 Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
52
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional
yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Berdasarkan kutipan pasal diatas penulis berpendapat bahwa, sudah
sangat jelas tugas dari kepolisian tersebut, yang mana memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Yang
artinya kepolisian disinilah yang mempunyai hak tertinggi dalam
memberantas kejahatan yang dapat menggangu ketertiban dan keamanan
seperti kejahatan perjudian yang sudah sangat jelas-jelas mengganggu
ketertiban dan keamanan dalam bermasyarakat yang baik.
2.4.2 Tugas Polisi
Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah :44
Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Menegakkan hukum.
Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat ( Pasal 13 Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia ).
Untuk mendukung tugas pokok tersebut di atas, polisi juga
memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat
44 Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
53
(1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :45
Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum : melakukan
koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipildan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa.
Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa.
Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi/ atau pihak berwenang.
Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan
dalam lingkup tugas kepolisian.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Berdasarkan pengertian mengenai tugas-tugas polisi diatas tersebut,
penulis dapat menyimpulkan bahwa, pada dasarnya tugas polisi ada dua
yaitu tugas untuk memelihara keamanan, ketertiban, menjamin dan
memelihara keselamatan negara, orang, benda dan masyarakat serta
45 Pasal 14 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
54
mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan
negara. Tugas yang pertama ini dikategorikan sebagai tugas preventif dan
tugas yang kedua adalah tugas represif. Tugas ini untuk menindak segala
hal yang dapat mengacaukan keamanan masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penanggulangan kasus tindak
pidana judi Bola Guling polisi dapat melakukan tindakan preventif dan
represif.