bab ii tinjauan pustaka a. teori kriminologi dan kejahatan

42
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan 1. Pengertian Kriminologi Nama kriminologi pertama kali ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi Prancis. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah Kriminologi berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang penjahat dan kejahatan. 1 Asal mula perkembangan kriminologi tidak dapat disangkal berasal dari penyelidikan C. Lamborso (1879). Bahkan Lamborso menurut Pompe dipandang sebagai salah satu tokoh revolusi dalam sejarah hukum pidana. Namun ada beberapa pendapat lain yang mengemukakan bahwa penyelidikan secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Lamborso melainkan dari Adhole Quetelet, seorang dari belgia yang memiliki keahlian di bidang matematika. Bahkan, dari dialah berasal “statistic kriminil” yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian di semua Negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan kejahatan di negaranya. 2 1 Alam, AS dan Ilyas, A. 2010, Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. hlm 1 2 Romli Atasasmita. 2010. Teori dan kapita Selekta Kriminologi. Bandung. Refika Aditama. hlm 9

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

1. Pengertian Kriminologi

Nama kriminologi pertama kali ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911),

seorang ahli antropologi Prancis. Nama kriminologi yang ditemukan oleh

P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Prancis, secara harfiah

Kriminologi berasal dari kata “Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan

“logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu yang

mempelajari tentang penjahat dan kejahatan.1Asal mula perkembangan kriminologi

tidak dapat disangkal berasal dari penyelidikan C. Lamborso (1879). Bahkan

Lamborso menurut Pompe dipandang sebagai salah satu tokoh revolusi dalam

sejarah hukum pidana.

Namun ada beberapa pendapat lain yang mengemukakan bahwa penyelidikan

secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Lamborso melainkan dari Adhole

Quetelet, seorang dari belgia yang memiliki keahlian di bidang matematika.

Bahkan, dari dialah berasal “statistic kriminil” yang kini dipergunakan terutama

oleh pihak kepolisian di semua Negara dalam memberikan deskripsi tentang

perkembangan kejahatan di negaranya.2

1 Alam, AS dan Ilyas, A. 2010, Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. hlm 1 2 Romli Atasasmita. 2010. Teori dan kapita Selekta Kriminologi. Bandung. Refika Aditama. hlm 9

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

13

Pengertian Kriminologi dan Kejahatan Menurut Bonger, dikutip oleh Abintoro

Prak3, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala

kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoretis atau murni). Wolfgang, dikutip oleh

Wahju Muljono4, membagi kriminologi sebagai perbuatan yang disebut sebagai

kejahatan, pelaku kejahatan, dan reaksi yang ditunjukkan baik terhadap perbuatan

maupun terhadap pelakunya. Sedangkan etiologi kriminal (criminal aetiology)

adalah ilmu yang menyelidiki atau yang membahas asal-usul atau sebab-musabab

kejahatan (kausa kejahatan).

Selanjutnya Moeljanto berpendapat bahwa kriminologi adalah untuk mengerti

apa sebab-sebab sehingga orang berbuat jahat. Apakah memang karena bakatnya

adalah jahat, ataukah didorong oleh keadaan masyarakat disekitarnya (milieu) baik

keadaan sosiologis maupun ekonomis. Ataukah ada sebab-sebab lain. Jika sebab-

sebab itu diketahui, maka disamping pemidanaan, dapat diadakan tindakan-

tindakan yang tepat, agar orang lain tidak lagi berbuat demikian, atau orang lain

tidak akan melakukannya. kriminologi biasanya dibagi menjadi tiga bagian :

1. Criminal Biology, yang menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan

sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohaninya.

2. Criminal Sosiology, yang mencoba mencari sebab-sebab dalam

lingkungan masyarakat dimana penjahat itu berada.

3 Abintoro Prakoso. 2013. Kriminologi dan Hukum Pidana. Yogyakarta. Laksbang Grafika. hlm 11 4 Wahju Muljono. 2012. Pengantar Teori Kriminologi. Yogyakarta. Pustaka Yustisia. hlm 35

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

14

3. Criminal Policy, yaitu tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus

dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.5

Objek studi kriminologi mencakup tiga hal yaitu penjahat, kejahatan dan

reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan.6

1. Kejahatan.

Apabila kita membaca KUHP ataupun undang-undang khusus, kita tidak

akan menjumpai suatu perumusan tentang kejahatan. Sehingga para

sarjana hukum memberikan batasan tentang kejahatan yang digolongkan

dalam tiga aspek, yakni7:

a. Aspek yuridis.

Menurut Muljanto, kejahatan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum

pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang

melanggar larangan tersebut dinamakan perbuatan pidana. Sedangkan

menurut R. Soesilo, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang

bertentangan dengan undang-undang, untuk dapat melihat apakah

perbuatan itu bertentangan atau tidak undang-undang tersebut terlebih

dahulu harus ada sebelum peristiwa tersebut tercipta.

b. Aspek sosiologis

Kejahatan dari aspek sosiologis bertitik tolak dari pendapat bahwa

manusia sebagai mahluk yang bermasyarakat perlu dijaga dari setiap

5 Moeljanto. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. hlm 14 6 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2001. Kriminologi. Jakarta. Rajawali Pers. hlm 11 7 Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil. Kelompok Studi Hukum dan

Masyarakat, Medan: Fakultas Hukum USU, hlm 28

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

15

perbuatan - perbuatan masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai

kehidupan yang dijunjung oleh masyarakat.

c. Aspek psikologis

Kejahatan dari aspek psikologis merupakan manifestasi kejiwaan yang

terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma -

norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Perbuatan yang

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat

tersebut merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal) yang sangat

erat kaitannnya dengan kejiwaan individu.

2. Pelaku

Pelaku merupakan orang yang melakukan kejahatan, sering juga disebut

sebagai penjahat. Studi terhadap pelaku bertujuan untuk mencari sebab -

sebab orang melakukan kejahatan. Secara tradisional orang mencari sebab-

sebab kejahatan dari aspek biologis, psikhis dan sosial ekonomi. Biasanya

studi ini dilakukan terhadap orang-orang yang dipenjara atau bekas terpidana.

3. Reaksi masyarakat terhadap pelaku kejahatan.

Studi mengenai reaksi terhadap kejahatan bertujuan untuk mempelajari

pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan - perbuatan atau

gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang merugikan atau

membahayakan masyarakat luas. Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap

pelaku (penjahat) bertujuan untuk mempelajari pandangan-pandangan dan

tindakan-tindakan masyarakat terhadap pelaku kejahatan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

16

Sedangkan menurut A.S Alam ruang lingkup pembahasan kriminologi

meliputi tiga hal pokok, yaitu8 :

1. Proses proses pembutan hukum pidana dan hukum acara pidana.

Pembahasan dalam pembuatan hukum pidana (making laws), meliputi :

a. Definisi Kejahatan

b. Unsur-unsur Kejahatan

c. Relativitas pengetian kejahatan

d. Penggolongan Kejahatan

e. Statistic Kejahatan

2. Etiologi criminal, yang membahas teori-teori yang menyebabkan

terjadinya kejahatan (breaking of laws), meliputi :

a. Alian-aliran kriminologi

b. Teori-teori Kriminologi

c. Berbagai Prespektif Kriminologi

3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reachting toward the breaking laws),

meliputi :

a. Teori Penghukuman

b. Upaya - upaya penanggulangan / pencegahan kejahatan baik berupa

tindakan preventif, represif dan rehabilitatif.

Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar

hukum berupa tindakan respresif tetapi hal ini juga reaksi terhadap calon

8 A.S Alam dan Amir Ilyas, 2010, Pengantar kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. hlm 1

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

17

pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan. Manfaat dipelajarinya

kriminologi ialah kriminologi memberikan sumbangannya dalam

penyusunan perundang-undangan baru (Proses Kriminalisasi), menjelaskan

sebab - sebab terjadinya kejahatan yang pada akhirnya menciptakan upaya

- upaya pencegahan terjadinya kejahatan.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kriminologi mempelajari

mengenai kejahatan, yaitu norma-norma yang termuat di dalam peraturan pidana,

yang kedua mempelajari tentang pelakunya, yaitu orang yang melakukan kejahatan,

dan yang ketiga adalah reaksi masyarakat terhadap kejahatan pelaku. Hal ini

bertujuan untuk mempelajari tentang pandangan serta tanggapan masyarakat

terhadap perbuatan-perbuatan atau gejala-gejala yang timbul dimasyarakat yang

dipandang sebagai sebagai hal yang merugikan atau membahayakan masyarakat

luas.

2. Pengertian Kejahatan dan Jenis-Jenis Kejahatan

Kejahatan seringkali diartikan sebagai suatu perilaku yang melakukan

pelanggaran aturan-aturan hukum, akibatnya seseorang dapat dijerat hukuman.

Kejahatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu perilaku yang

bertentangan dengan nilai- nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah

disahkan oleh hukum tertulis (hukum pidana).

R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian

kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah

suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

18

dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau

tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat

yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.9Sebuah

perilaku yang dapat disebut sebagai kejahatan hanya jika memiliki 2 (dua) faktor

yaitu :

1) Mens Rea ( adanya niatan dari pelaku ), dan

2) Actus Reus ( perilaku terpaksa tanpa paksaan dari orang lain )

Jika pelaku ternyata memiliki gangguan mental yang menyebabkan niatnya

terjadi diluar kesadaran, maka faktor mens rea-nya dianggap tidak utuh, atau tidak

bisa dinyatakan sebagai kejahatan, karena orang dengan gangguan mental tidak

dapat dimintai pertanggungjawaban atas perilakunya.10 Bagaimanapun juga

kejahatan dalam arti hukum adalah yaitu perbuatan manusia yang dapat dipidana

oleh hukum pidana. Tetapi kejahatan bukan hanya semata – mata merupakan

batasan undang – undang, artinya ada perbuatan tertentu yang oleh masyarakat

dipandang sebagai jahat, tetapi oleh undang – undang tidak menyatakan sebagai

kejahatan begitu pula sebaliknya.11

Jenis – jenis Kejahatan dapat digolongkan atas beberapa pengolongan sebagai

berikut :12

9 Syahruddin. 2003. Kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya Penanggulangannya. Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. hlm 1 10 Nugroho. 2015. “ Mengapa Orang Melakukan Kejahatan ”. http://nugroho.com. diakses, tanggal

4 Januari 2020 11 Ibid 12 A.S Alam. 1985, Kejahatan dan Sistem Pemidanaan. Ujung Pandang. Fakultas Hukum. UNHAS.

hlm 5

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

19

1. Pengolongan kejahatan yang didasarkan pada motif pelaku. Hal ini

dikemukakan menurut pandangan Bonger :

a. Kejahatan ekonomi (economic crimes) misalnya penyelundupan.

b. Kejahatan Seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zina Pasal 284

KUHP.

c. Kejahatan politik (politic crime), misalnya pemberontakan Partai

komunis Indonesia.

d. Kejahatan diri (moscellaneus crimes), misalnya penganiayaan yang

motif dendam.

2. Penggolongan kejahatan yang didasarkan kepada berat ringannya suatu

ancaman pidana yang dapat dijatuhkan, yaitu :

a. Kejahatan, yakni semua Pasal - Pasal yang tersebut di dalam buku

KUHP, seperti pembunuhan, pencurian dan lain-lain.

b. Pelanggaran, yakni semua Pasal - Pasal yang di sebut dalam buku III

KUHP, misalnya saksi didepan persidangan memakai jimat pada waktu

ia harus memberikan keterangan dengan sumpah, dihukum dengan

hukuman kurung selama-lamanya sepuluh hari hari dan denda tujuh ratus

lima puluh rupiah.

c. Penggolongan kejahatan untuk kepentingan statistik, sebagai berikut :

(1) Kejahatan terhadap orang (crimes against person) misalnya

pembunuhan, penganiayaan dan lain - lain.

(2) Kejahatan terhadap harta benda (crimes against property) misalnya

pencurian, perampokan dan lain – lain.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

20

(3) Kejatan terhadap kesusilaan umum (crime against public decency)

misalnya perbuatan cabul.

3. Penggolongan Kejahatan untuk membentuk teori. Penggolongan

didasarkan akan adanya kelas - kelas kejahatan dan beberapa menurut

proses penyebab kejahatan itu, yaitu cara melakukan kejahatan teknik -

teknik dan organisasinya dan timbul kelompok - kelompok yang

mempunyai nilai tertentu. Kelas - kelas tersebut sebagai berikut :13

a. Profesional crimes, yaitu suatu kejahatan yang dilakukan

sebagai mata pencaharian tetapnya dan mempunyai keahlian

tertentu untuk profesi itu, misalnya pemalsuan uang.

b. Organized crimes, yaitu suatu kejahatan yang terorganisir,

misalnya pemerasan, perdagangan narkotika dan obat-obatan

terlarang.

c. Occasional crimes, yaitu suatu kejahatan karena adanya suatu

kesepakatan, misalnya pencurian di rumah secara bersama.

4. Penggolongan kejahatan yang dilakukan oleh nilai-nilai sosiologi yang

dikemukakan oleh sebagai beikut :

a. Violent personal criems, yaitu kejahatan kekerasan terhadap

orang, misalnya pembunuhan (murder), pemerkosaan (rape),

dan penganiayaan (assault).

13 Ibid, hlm 7

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

21

b. Occasio property crimes, yaitu kejahatan harta benda karena

kesepakatan, misalnya pencurian kendaraan bermotor,

pencurian di toko - toko besar.

c. Occupational crimes, yaitu kejahatan karena kedudukan atau

jabatan, misalnya korupsi.

d. Politic crime, yaitu kejahatan politik, misalnya

pemberontakan, sabotase, perang gerilya dan lain – lain.

e. Public order crime, yaitu kejahatan terhadap ketertiban

umum yang biasa disebut dengan kejahatan tanpa korban,

misalnya pemabukan, wanita melacurkan diri.

f. Convensional crime, yaitu kejahatan konvensional, misalnya

perampokan (robbery) pencurian kecil - kecilan (larceny)

dan lain – lain.

g. Organized crime, yaitu kejahatan yang terorganisir, misalkan

perdagangan wanita untuk pelacuran, perdangangan obat

bius.

h. Provesional crime, yaitu kejahatan yang dilakukan sebagai

profesinya, misalkan pemalsuan uang, pencopet dan lain -

lain.

3. Teori Sebab-Sebab Kejahatan

Teori - teori sebab kejahatan menurut A.S Alam dikelompokkan

menjadi sebagai berikut:14

14Alam, A.S. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi Books. hlm 45

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

22

a) Teori Differential Association (Sutherland) : teori ini

mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai

penerimaan pola-pola kejahatan. Perilaku jahat tidak diwariskan

tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku

jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan

komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik

untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung

perbuatan jahat.

b) Teori Anomie : Emile Durkheim, ia menekankan mengendornya

pengawasan dan pengendalian sosial yang berpengaruh

terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan

individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma,

bahkan kerap kali terjadi konflik norma dalam pergaulan.

c) Teori Kontrol Sosial : teori ini merujuk kepada pembahasan

delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-

variabel yang bersifat sosiologis:antara lain struktur keluarga,

pendidikan dan kelompok dominan. Kontrol sosial dibedakan

menjadi dua macam kontrol, yaitu personal kontrol dan sosial

kontrol. Personal kontrol adalah kemampuan seseorang untuk

menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara

melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Sedangkan sosial kontrol adalah kemampuan kelompok sosial

atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

23

norma atau peraturan-peraturan menjadi lebih efektif.

Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena

keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan

kepribadian, internalisasi, orang belajar baik dan buruk dari

keluarga.

d). Teori Labeling (Howard Beckers): teori label berangkat dari

anggapan bahwa penyimpangan merupakan pengertian yang

relatif. Penyimpangan timbul karena adanya reaksi dari pihak

lain yang berupa pelabelan pelaku penyimpangan dan

penyimpangan perilaku tertentu.

4. Teori Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan

Dalam faktor penyebab terjadinya kejahatan adalah di sebabkan oleh

keadaan masyarakat. Mereka menganggap bahwa kejahatan tersebut ada karena

pengaruh atau faktor ekonomi, lingkungan sangat buruk, dalam keadaan yang

sangat buruk itu manusia menjadi egois. Seiring dengan hal tersebut diatas,

menurut Sutherland dan Cressey bahwa15 kejahatan adalah hasil dari faktor -

faktor yang beraneka ragam dan bermacam - macam, dan bahwa faktor - faktor

ini untuk selanjutnya tidak disusun menurut ketentuan yang berlaku umum

tanpa ada pengecualian atau dengan perkataan lain untuk menerangkan

kelakuan kriminal memang tidak ada teori ilmiah.

15 Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung. Remaja Rosda Karya. hlm 44

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

24

Kaitan tersebut menurut Sahetapaty16 dalam mencari usaha timbulnya

kejahatan memberikan pedoman dengan mengemukakan bahwa untuk menganalisa

kejahatan di Indonesia apakah menyangkut kuasanya, dampak atau hubungan

antara sipelaku kejahatan dengan sikorban kejahatan harus berpangkal dan berlatar

belakang keadaan sosial, budaya dan keadaan masyarakat Indonesia. Terdapat

beberapa faktor penyebab terjadinya kejahatan yang sangat berpengaruh adalah

sebagai berikut :

1. Faktor Kejiwaan

Orang yang terkena sakit jiwa mempunyai kecenderungan anti sosial.

Selanjutnya masalah emosional erat hubungannya dengan masalah

sosial yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan

jahat. Apabila orang tidak mampu mencapai keseimbangan atara emosi

dan kehendak masyarakat maka orang itu akan semakin jauh dari

kehidupan masyarakat umum. Sehingga semakin lama semakin tertekan

karena kehendak sulit untuk dicapai. Sejumlah faktor kejiwaan tertentu

memainkan peranan penting yang menyebabkan seseorang melakukan

kejahatan tetapi tidak selamanya kejahatan itu dilakukan oleh orang-

orang yang menderita sakit jiwa. Itu berarti faktor kejiwaan merupakan

penyebab umum dari setiap kejahatan.

2. Faktor Lingkungan

Pembentukan tingkah laku seseorang disamping dipengaruhi oleh

lingkungan pergaulan sehari-hari tempat seseorang tinggal termasuk

16 J.E., Sahetapy. 1981. Teori Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT.Citra Aditya Baku. hlm 7

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

25

pula lingkungan kerja (tempat kerja). Hubungan tersebut, Gerson. W.

Bewengan mengemukakan bahwa :17 Lingkungan keluarga merupakan

suatu lembaga yang bertugas menyiapkan kepentingan sehari-hari,

lingkungan tersebut memegang peranan utama sebagai permulaan

pengalaman untuk menghadapi masyarakat yang lebih luas, selain

faktor tersebut juga faktor lingkungan sehari-hari menurut A.S. Alam

mengatakan bahwa,18 orang menjadi jahat karena itu lebih bergaul

dalam waktu yang lama dengan penjahat sehingga nilai-nilai yang

dimiliki penjahat itu dituruti, dengan nilai-nilai yang baik dimasyarakat

luas tidak lagi diindahkan. Menurut A.Lacasannge adalah seorang guru

besar dalam ilmu kedokteran di perguruan tinggi Lion, berpendapat

bahwa sebab terjadinya atau faktor penyebab terjadinya kejahatan

adalah tidak lain dari keadaan sosial disekeliling manusia. Keadaan

sosial atau lingkungan adalah suatu pembenih kejahatan.19

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi banyak mempunyai hubungan dengan kejahatan seperti

pencurian, penganiayaan, pembunuhan dan lain sebagainya. Namun

faktor ini pun tidak menutup kemungkinan mempunyai pengaruh

sebagai faktor pengangguran ketidakadilan penyebaran pendapatan dan

kekayaan yang terdapat dalam masyarakat. Hal ini di akui oleh Bonger

beliau berpendapat bahwa20 memang benar bahwa kondisi ekonomi

17 Bawengan,G.W. 1977.Hukum Pidana Dalam Teori dan Praktek. Jakarta.Prada Paramita. hlm 90 18 Alam, A.S. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi Books. hlm 21 19 Bonger, W.A. 1995.Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta. Ghalia. hlm 76 20 Ibid, hlm 32

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

26

mempunyai pengaruh terhadap kejahatan. Namun, harus diperhatikan

bahwa kondisi ekonomi itu hanya merupakan sebahagian dari faktor-

faktor lain juga memberikan peransang dan mendorong kearah

kriminalitas. Menurut Bawengan berpendapat bahwa latar belakang

ekonomi kiranya lebih terarah pengaruhnya terhadap kejahatan yang

menyangkut harta benda.Kesulitan ekonomi utamanya yang kondisi

ekonominya buruk, apabila harga tiba-tiba naik jangkauan ekonomi

menjadi lemah ditambah lagi jumlah tanggungan keluarga dan

sebagainya, yang akan mempengaruhi standar hidup menjadi lemah hal

ini akan menyebabkan timbulnya kejahatan sebagai jalan keluar.21

4. Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan di pandang sangat mempengaruhi diri individu baik

keadaan jiwa, tingkah laku dan terutama pada tingkat intelegensi

kejahatan sering dilambangkan karena pendidikan yang rendah dan

kegagalan dalam sekolah juga dikembangkan kepada pendidikan

keluarga yang miskin. Menurut Bawengan bahwa: Kejahatan dan

kenakalan dapat pula merupakan akibat dari pada kurangnya pendidikan

dan kegagalan - kegagalan lembaga pendidikan yang sama hal dengan

kegagalan yang disebabkan kondisi lingkungan keluarga. Memang

benar bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kejahatan,

namun harus diperhatikan bahwa kondisi ekonomi itu hanya merupakan

sebagian dari sejumlah faktor-faktor lain yang juga memberi

21 Bawengan, Op.cit. hlm 110

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

27

perangsangan dorongan kearah kriminalitas. Melihat dari beberapa

salah satu faktor yang menimbulkan kejahatan, bahwa salah satu faktor

yang menimbulkan terjadinya kejahatan, yaitu faktor lapangan kerja,

menyebabkan timbulnya pengangguran,berhubungan dengan sempitnya

lapangan pekerjaan untuk menampung para penganggur, maka sering

terjadi gangguan keamanan, terutama tidak terjaminya ketenangan hak

milik seseorang. Dengan tingginya pengangguran yang terjadinya

timbul berbagai macam kejahatan, misalnya pencurian, penipuan,

pembunuhan, dan sebagainya.22

B. Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-

undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan

perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai

kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat

menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan. 23

Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai peristiwa pidana,

perbuatan pidana dan delik. Sedangkan dalam bahasa Belanda istilah tindak pidana

tersebut dengan “straf baar feit” atau delict. Menurut Roeslan Saleh, perbuatan

pidana adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata ketertiban yang

22 Ibid 23 Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta. Ghalia Indonesia.

hlm. 22

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

28

dikehendaki oleh hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang terhadap pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

Sedangkan menurut Tresna, peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau

rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang dan

peraturan perundang-undangan lain terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman.24

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana maka harus memenuhi

beberapa unsur. Unsur-unsur tindak pidana yang diberikan beberapa tokoh

memiliki perbedaan, tetapi secara prinsip intinya sama. Adapun unsur-unsur tindak

pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) segi yaitu :

a. Unsur Subyektif,

Merupakan hal-hal yang melekat pada diri pelaku atau berhubungan dengan

si pelaku, yang terpenting adalah yang bersangkutan dengan batinnya. Unsur

subyektif tindak pidana meliputi :

1) Kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);

2) Niat atau maksud dengan segala bentuknya;

3) Ada atau tidaknya perencanaan;

b. Unsur Obyektif

Merupakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah yaitu dalam

keadaan dimana tindak pidana itu dilakukan.

1) Memenuhi rumusan undang-undang

24 Roeslan Saleh. 2003. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. Aksara Baru.

hlm 53

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

29

2) Bersifat melawan hukum

3) Kausalitas, yaitu yang berhubungan antara penyebab tindakan dengan

akibatnya.

Pada dasarnya unsur tindak pidana tidak terlepas dari dua faktor yaitu faktor

yang ada dalam diri si pelaku itu sendiri dan faktor yang timbul dari luar diri si

pelaku atau faktor lingkungan.

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencurian

Tindak Pidana Pencurian adalah salah satu bentuk tindak pidana yang diatur

dalam bab XXII Buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok,

yang memuat semua unsur dari tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian

dalam bentuk pokok diatur Pasal 362 KUHP :

“ Barang siapa mengambil suatu benda yang sebagian atau

seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud

untuk menguasai benda tersebut dengan melawan hukum, karena

bersalah melakukan pencurian, dipidana dengan pidana

selamalamanya lima tahun atau dengan denda setinggi-tingginya

sembilan ratus rupiah ”

Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362

KUHP terdiri dari unsur subjektif dan unsur-unsur objektif, yang sebagai berikut :

a. Unsur Subjektif adalah dengan maksud menguasai benda tersebut secara

melawan hukum.

b. Unsur Objektif adalah sebagai berikut :

1) Barang siapa (hij)

2) Mengambil (wegnemen)

3) Sesuatu benda (eeniggoed)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

30

4) Yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain (dat geheel

of gedeeltelijk aan een ander toebehoort)

Agar seseorang dinyatakakan terbukti telah melakukan tindak pidana

pencurian, orang tersebut haus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak

pidana pencurian yang terdapat pada Pasal Tindak pidana yang terdapat dalam

rumusan Pasal 362 KUHP.

Walaupun pembentukan undang-undang tidak menyatakan dengan tegas

bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHP

harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat disangkal lagi kebenarannya

bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni

karena undang-undang pidana kita yang berlaku tidak menganal lembaga tindak

pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja atau culpoos diefstaf. 25

Seperti yang telah diketahui bahwa, unsur objektif pertama dari tindak pidana

yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu ialah : hij, yang di terjemahkan orang ke

dalam bahasa Indonesia dengan kata barang siapa. Kata hij tersebut menunjukkan

orang, yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam

Pasal 362, maka karena bersalah telah melakukan tindak pidana pencurian, ia dapat

dipidana dengan pidana penjara selamalamanya lima tahun atau pidana denda

setinggi - tingginya Sembilan ratus rupiah. 26 Karena yang dapat terlibat dalam

suatu tindak pidana mungkin ada beberapa orang, dan sesuai dengan peranan

25 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. 2009. Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta.

Sinar Grafika. hlm 2 26 Ibid. hlm 8

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

31

masing - masing di dalam tindak pidana tersebut, dalam Pasal 55 dan Pasal 56

KUHP undang - undang telah memberikan suatu sebutan tertentu bagi mereka,

yakni:27

a) Pleger bagi mereka die het feit pleegt atau bagi mereka yang

melakukan tindak pidana.

b) Doen pleger, bagi mereka die het feit door een ander doet plegen

atau bagi mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak

pidana.

c) Mededader, bagi mereka die het feit mede pleegt atau bagi mereka

yang turut melakukan tindak pidana.

d) Uitloker, bagi mereka die het feit opzettelijk uitlokt atau bagi mereka

yang dengan sengaja telah mengerakkan orang lain untuk melakukan

tindak pidana.

e) Medeplithtige, bagi mereka die opzettelijk behulpzaam is bij of lot

het plegen van het misdriff atau bagi mereka yang dengan sengaja

telah memberikan bantuannya pada waktu suatu kejahatan dilakukan

oleh orang lain atau agar orang lain dapat melakukan suatu

kejahatan.

Bahwa yang dimaksud dengan kata hij atau barangsiapa di dalam rumusan

tindak pidana dalam KUHP ialah pelaku atau dader. Unsur objektif kedua dari

tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP ialah wegnemen atau

mengambil. Menurut Van Bemmelen dan Van Hattum, unsur mengambil ini

27 Ibid. hlm 10

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

32

merupakan het voornaamste elemen atau merupakan unsur terpenting atau unsur

yang terutama dalam tindak pidana pencurian.28

Unsur ketiga dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP

itu ialah eenig goed atau suatu benda. Berdasarkan menurut Simons, bahwa:

“Segala sesuatu yang merupakan bagian dari harta kekayaan (seseorang

yang dapat diambil (oleh orang lain) itu, dapat menjadi objek tindak pidana

pencurian.”

Dari kata segala sesuatu yang merupakan bagian dari harta kekayaan diatas

disimpulkan, bahwa yang dapat menjadi objek tindak pidana pencurian itu hanyalah

benda - benda yang ada pemiliknya saja.29

Unsur keempat dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362

KUHP ialah dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau yang sebagian

atau seluruhnya kepunyaaan orang lain. Mengenai benda-benda kepunyaan orang

lain itu menurut Simons, tidaklah perlu bahwa orang lain tersebut harus diketahui

secara pasti, melainkan cukup jika pelaku mengetahui bahwa benda - benda yang

diambilnya itu bukan kepunyaan pelaku.30

Pada tindak pidana pencurian, sebuah benda kepunyaan seseorang itu dapat

berada pada orang lain karena benda tersebut telah diambil oleh orang lain dengan

maksud untuk menguasainya secara melawan hukum. Menurut penulis, perbuatan

mengambil sebuah benda milik orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara

28 Van Bemmelen dan Van Hattum. Hand-end Leerbook I. hlm 273 29 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. 2009. Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta.

Sinar Grafika. hlm 22 30 Simons. Leerboek II. hlm 98.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

33

melawan hukum itu bukanlah merupakan suatu haknya melainkan merupakan suatu

pelangaran hukum.

Kata - kata memiliki secara melawan hukum itu sendiri mempunyai arti lebih

karena termasuk dalam pengertiannya antara lain ialah cara untuk dapat memiliki

suatu benda. Memiliki barang orang lain secara melawan hukum itu juga dapat

terjadi jika penyerahan seperti yang dimaksud itu telah terjadi karena perbuatan-

perbuatan yang sifatnya melanggar hukum, misalnya dengan cara menipu, dengan

cara memalsukan surat kuasa, dan sebagainya.31

3. Jenis - Jenis Tindak Pidana Pencurian

Menurut Buku KUHP merumuskan beberapa jenis tindak pidana pencurian,

antara lain:32

a. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP). Pencurian biasa ini terdapat dalam

UU pidana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan

melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana sebanyakbanyak

lima tahun atau dengan denda sebanyak-banyak Sembilan ribu rupiah”.

Dari pengertian Pasal 362 KUHP maka unsur dari pencurian ini

adalah sebagai berikut :

1) Tindak pidana yang dilakukan adalah mengambil. Mengambil

untuk dikuasainya maksudnya untuk penelitian mengambil barang

31 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. Op.cit. hlm 33 32 P.A.F Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung. Citra Adikarya Bakti.

hlm.56

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

34

itu dan dalam arti sempit terbatas pada pergerakan tangan dan jari-

jarinya, memegang barangnya dan mengalihkannya ke lain tempat.

Maka orang itu belum di katakana mencuri akan tetapi ia baru

mencoba mencuri.

2) Yang diambil adalah barang, yang dimaksud dengan barang pada

definisi ini pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang

mempunyai nilai ekonomis, karena jika tidak ada nilai

ekonomisnya, sukar dapat di terima akal bahwa seseorang akan

membentuk kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang

diketahuinya bahwa yang akan diambil itu tiada nilai ekonomisnya.

3) Status barang itu sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang

lain. Barang yang di curi itu sebagian atau seluruhnya harus milik

orang lain, misalnya dua orang memiliki barang bersama sebuah

sepeda itu, dengan maksud untuk dimiliki sendiri. Walaupun

sebagian dari barang itu miliknya sendiri, namun ia dapat dituntut

juga dengan Pasal ini.

4). Tujuan perbuatan itu adalah dengan maksud untuk memiliki barang

itu dengan melawan hukum (melawan hak). Maksudnya memiliki

ialah: melakukan perbuatan apa saja terhadap barang itu seperti

halnya seorang pemilik, apakah itu akan dijual, dirubah bentuknya,

diberikan sebagai hadiah kepada orang lain, sematamata

tergantung pada kemauannya.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

35

b. Pencurian dengan pemberatan. Dinamakan juga dengan pencurian

dikualifikasi dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika

dibandingkan dengan pencurian biasa, sesuai dengan Pasal 363 KUHP

maka bunyinya sebagai berikut :

(1) “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh

tahun”.

c. Pencurian ringan. Pencurian ini adalah pencurian dalam bentuk pokok,

hanya saja barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu,

yang penting diperhatikan pada pencurian ini adalah walaupun harga

yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah namun

pencuriannya dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan yang

tertutup yang ada rumahnya, dan ini tidak bisa disebut dengan

pencurian ringan. Pencurian ringan dijelaskan dalam Pasal 364 KUHP

yang bunyinya sebagai berikut :

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir

4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5,

apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak

lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan

dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”.

Sesuai dengan jenis perinciannya, maka pada pencurian ringan

hukuman penjaranya juga ringan dibanding jenis pencurian lain.

d. Pencurian dengan Kekerasan. Sesuai dengan Pasal 365 KUHP maka

bunyinya adalah sebagai berikut :

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan

tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikiuti

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

36

maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau

jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya

sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk

melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di

tempatnya.

(2) Dipenjara pidana selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan

ke-1 : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam

sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya,

atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang

sedang berjalan. Ke-2 : jika perbuatan itu dilakukan bersama-

sama oleh dua orangatau lebih. Ke-3 : jika yang bersalah masuk

ke tempat melakukan kejahatan itu dengan memakai anak kunci

palsu, perintah palsu atau jabatan palsu. Ke-4 : jika perbuatan

itu berakibat ada orang luka berat.

(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika

perbuatan itu berakibat ada orang mati.

(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara

selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu

berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan

bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai

salah satu hal yang diterangkan dalam No.1 dan No.3

4. Faktor - Faktor Dan Upaya Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana

Faktor adalah hal keadaan, peristiwa yang ikut menyebabkan, mempengaruhi

terjadinya sesuatu atau penyebab terjadinya suatu masalah.33 Ada beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan. Pertama adalah faktor yang

berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang maksudnya bahwa yang

mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari dalam

diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor keturunan dan kejiwaan (penyakit

jiwa).

Faktor yang kedua adalah faktor yang berasal atau terdapat di luar diri pribadi

si pelaku. Maksudnya adalah bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk

melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri yang

33 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

37

didasari oleh faktor rumah tangga dan lingkungan. Abdul Syani membagi dua

faktor yang menimbulkan terjadinya tindak pidana, yaitu 34:

a. Faktor internal

Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu

yang meliputi, yaitu :

1) Sifat khusus dari individu, seperti : daya emosional,

rendahnya mental dan anomi.

2) Sifat umum dari individu, seperti : umur, gender,

kedudukan didalam masyarakat, pendidikan dan hiburan

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor berpokok pangkal pada

lingkungan diluar dari diri manusia (ekstern), terutama hal-hal yang

mempunyai hubungan dengan timbulnya kriminalitas. Pengaruh

faktor-faktor luar inilah yang menentukan bagi seseorang untuk

mengarah kepada perbuatan jahat lain :

1) Faktor ekonomi, dipengaruhi oleh kebutuhan hidup yang

tinggi namun keadaan ekonominya rendah.

2) Faktor agama, dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan

agama.

3) Faktor bacaan, dipengaruhi oleh bacaan buku yang

dibaca.

34 Abdul Syani. 2011. Pengantar Kriminologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Hlm 37

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

38

4) Faktor film, dipengaruhi oleh film/tontonan yang

disaksikan.

5) Faktor lingkungan/pergaulan, dipengaruhi oleh

lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau

tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya.

6) Faktor keluarga, dipengaruhi oleh kurangnya kasih

sayang dan perhatian dari orang tua.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak, baik

pemerintah, lembaga sosial masyarakat, maupun masyarakat pada umumnya.

Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan dalam mencari cara yang paling

tepat dan efektif dalam mengatasi permasalahan tertentu. Menurut Barda Nawawi

Arief, bahwa upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan

penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal, kebijakan kriminal

ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang

terdiri dari kebijakan atau upaya - upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan

atau upaya - upaya untuk perlindungan masyarakat.35

Menurut Baharuddin Lopa bahwa upaya dalam menanggulangi kejahatan

dapat diambil beberapa langkah meliputi langkah penindakan (represif) disamping

langkah pencegahan (preventif).36 Langkah - langkah preventif menurut

Baharuddin Lopa meliputi :

35 Barda Nawawi Arif. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Kejahatan. Jakarta. Kencana. hlm 77 36 Baharuddin Lopa, Moch Yamin. 2001. Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. Bandung. hlm

16

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

39

1. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran,

yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.

2. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah

terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

3. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum

rakyat.

4. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya

untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif.

5. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para

pelaksana penegak hukum.37

Seperti yang dikemukakan oleh E.H. Sutherland dan Cressey yang

mengemukakan bahwa dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua

metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi dari kejahatan, yaitu :38

1. Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan Yakni suatu cara

yang ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan

kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual

2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali (the first crime) Yakni

satu cara yang ditujukan untk mencegah terjadinya kejahatan yang

pertama kali (the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan

metode ini juga dikenal sebagai metode preventif (prevention).

37 Ibid. hlm 16 38 Romli Atmasasmita. 1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung. PT. Eresco. hlm 66

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

40

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan

kejahatan mencakup preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku

seseorang yang telah dinyatakan bersalah di lembaga pemasyarakatan. Dengan kata

lain upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara preventif dan represif.

1. Upaya preventif

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah

terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih

baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali,

sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki

penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi kejahatan ulang. Sangat

beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan

oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis. Barnest dan Teeters

menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan yakni :39

a. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk

mengembangkan dorongan - dorongan sosial atau tekanan sosial dan

tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke

arah perbuatan jahat.

b. Memusatkan perhatian kepada individu - individu yang menunjukkan

potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut

disebabkan gangguan-ganguan biologis dan psikologis atau kurang

39 Ibid. hlm 79

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

41

mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat

merupakan suatu kesatuan yang harmonis.

Dari pendapat Barnest dan Teeters tersebut di atas tampak bahwa kejahatan

dapat ditanggulangi apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang

mempengaruhi seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada

keadaan baik. Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi harus dilakukan.

Sementara dari faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor yang sekunder

saja. Jadi dalam upaya preventif itu adalah melakukan suatu usaha yang positif,

serta menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur

masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan dan bukan

sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong

timbulnya perbuatan menyimpang, selain itu dilakukan peningkatan kesadaran dan

partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab

bersama.

2. Upaya Represif

Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara

konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan

upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan

perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar sadar bahwa perbuatan yang

dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan

masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan

melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

42

Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak terlepas dari sistem

peradilan pidana Indonesia, yang didalamnya terdapat lima sub sistem yaitu sub

sistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan,

yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan berhubungan secara

fungsional.40 Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode

perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelasnya uraiannya

sebagai berikut :

a. Perlakuan (treatment).

Dalam penggolongan perlakuan, penulis tidak membicarakan

perlakuan yang pasti terhadap pelanggar hukum, tetapi lebih menitik

beratkan pada berbagai kemungkinan dan bermacam-macam bentuk

perlakuan terhadap pelanggar hukum sesuai dengan akibat yang

ditimbulkannya. Perlakuan berdasarkan penerapan hukum, menurut Abdul

Syani yang membedakan dari segi jenjang berat dan ringannya suatu

perlakuan, yakni :41

1) Perlakuan yang tidak menerapkan sanksi-sanksi pidana, artinya

perlakuan yang paling ringan diberikan kepada orang-orang

yang belum terlanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini,

suatu penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai

usaha pencegahan

40 Abdul Syani. 1987. Sosiologi Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. hlm 137 41 Ibid. hlm 139

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

43

2) Perlakuan dengan sanksi-sanksi pidana secara tidak langsung

artinya tidak berdasarkan putusan yang menyatakan suatu

hukum terhadap si pelaku kejahatan

Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan-perlakuan ini

ialah tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang

diterimanya. Perlakuan ini dititik beratkan pada usaha pelaku kejahatan

agar dapat kembali sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan

dapat kembali bergaul dalam masyarakat seperti sedia kala. Jadi dapat

disimpulkan bahwa perlakuan ini mengandung dua tujuan pokok, yaitu

sebagai upaya pencegahan dan penyadaran terhadap pelaku kejahatan

agar tidak melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi di kemudian hari.

b. Penghukuman (punishment)

Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk

diberikan perlakuan (treatment), mungkin karena kronisnya atau terlalu

beratnya kesalahan yang telah dilakukan, maka perlu diberikan

penghukuman yang sesuai dengan perundang-undangan dalam hukum

pidana.42 Indonesia sudah menganut sistem pemasyarakatan, bukan lagi

sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan, maka dengan

sistem pemasyarakatan, hukuman dijatuhkan kepada pelanggar hukum

adalah hukuman yang semaksimal mungkin, bukan pembalasan dengan

berorientasi pada pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan.

42 A. S. Alam. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar. hlm 80

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

44

C. Pengertian Kendaraan Bermotor

Pengertian kendaraan bermotor di Indonesia menurut Pasal 1 ayat 8 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(UULLAJ) adalah :

“Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel”

Pengertian kendaraan bermotor diatas, bahwa yang dimaksud dengan

kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan atau berjalan, kendaraan ini biasanya

dipergunakan untuk sebagai alat pengangkutan umum dan barang atau sebagai alat

transportasi. Kendaraan bermotor sangat penting digunakan dalam kehidupan

sehari-hari, maka pabrik kendaraan bermotor semakin berkembang pesat

khususnya setelah perang dunia II, Jepang misalnya, Negara tersebut merupakan

salah satu Negara maju di dunia berkat kemajuan ilmu dan tegnologinya termasuk

di bidang produsen kendaraan bermotor, selain itu kendaraan bermotor di Indonesia

merupakan lambang status sosial dimasyarakat.

Sebagai wujud nyata dari keberhasilan pembangunan, masyarakat di

Indonesia semakin hari semakin banyak yang memiliki kendaraan bermotor, akan

tetapi dilain pihak pula ada sebagian besar golongan masyarakat yang tidak mampu

untuk menikmati hasil kemampuan teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan

adanya kesenjangan sosial didalam masyarakat, perbedaan semacam ini dapat

mengakibatkan terjadinya berbagai macam kejahatan diantaranya kejahatan

pencurian kendaraan bermotor. Kejahatan ini adalah termasuk kejahatan terhadap

harta benda yang menimbulkan kerugian.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

45

D. Tinjauan Viktimologi Tentang Peran Korban Dalam Terjadinya Kejahatan

1. Viktimologi

Viktimologi berasal dari bahasa latin victima yang berarti korban dan logos

yang berarti ilmu. Secara terminologis, viktimologi adalah suatu studi yang

mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat

penimbulan korban yang merupakan masalah manusia suatu kenyataan social.43

Viktimologi merupakan ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari

kedudukan dan peranan korban kejahatan dalam peristiwa kejahatan, dalam hukum

dan dalam masyarakat. Pengertian ini tidak hanya aspek hukum tapi juga aspek

sosial, budaya, politik, ekonomi, emosional, rasional, insidental, dan situasional.

Dalam viktimologi, kedudukan dan peranan korban tidak hanya pasif dan tidak

bersalah, namun juga bisa aktif atau menjadi penyebab suatu kejahatan tertentu.

Viktimologi merupakan pelengkap atau penyempurnaan dari teori-teori

etimologi kriminal yang ada, menjelaskan mengenai masalah terjadinya berbagai

kejahatan atau penimbulan korban kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya

secara dimensional dan bertujuan memberikan dasar pemikiran guna mengurangi

dan mencegah penderitaan dan kepedihan di dunia ini. Antara lain: ingin dicegah

pelaksanaan politik kriminal yang dapat menimbulkan berbagai kejahatan atau

viktimisasi (penimbulan korban) lain lebih lanjut antara yang terlibat dalam

terjadinya suatu kejahatan demi keadilan dan kesejahteraan yang bersangkutan.

Menurut Bambang Waluyo :44

43 Rena Yulia. 2010. Viktimologi, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta.

Graha Ilmu. Hlm 43 44 Bambang Waluyo. 2011. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Jakarta.

Sinar Grafika. hlm 11

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

46

“Apabila berbicara mengenai korban kejahatan, pada awalnya tentu

korban orang perseorangan atau individu. Pandangan begini tidak salah,

karena untuk kejahatan yang lazim terjadi di masyarakat memang

demikian. Misalnya pembunuhan, penganiayaan, pencurian, dan

sebagainya.”

Menurut Arif Gosita :45

“Objek studi atau ruang lingkup perhatian viktimologi terbagi menjadi 6

(enam), yaitu sebagai berikut :

a. Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalitas;

b. Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal;

c. Para peserta yang terlibat dalam terjadinya atau eksistensi suatu

viktimasi kriminal atau kriminalitas. Seperti para korban, pelaku,

pengamat, pembuat undang-undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara,

dan sebagainya;

d. Reaksi terhadap viktimasi kriminal;

e. Respon terhadap suatu viktimasi kriminal, argumentasi kegiatan –

kegiatan penyelesaian suatu viktimasi atau viktimologi, usaha - usaha

prevensi, represi, tindak lanjut (ganti kerugian), dan pembuatan

peraturan hukum yang berkaitan;

f. Faktor-faktor viktimogen/kriminogen.

Manfaat Viktimologi Menurut Rena Yulia :46

45 Arif Gosita. 2009. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. Universitas Trisakti. hlm 329 46 Rena Yulia. 2010. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta.

Graha Ilmu. Hlm 39

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

47

“Manfaat viktimologi pada dasarnya berkenaan dengan tiga hal

utama dalam mempelajari manfaat studi korban. Manfaat

viktimologi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Manfaat yang berkenaan dengan usaha membela hak-hak korban

dan perlindungan hukum;

2) Manfaat yang berkenaan dengan penjelasan peran korban dalam

suatu tindak pidana;

3) Manfaat yang berkenaan dengan usaha pencegahan terjadinya

korban.

Manfaat viktimologi dapat memahami kedudukan korban sebagai dasar

sebab musabab terjadinya kriminalitas dan mencari kebenaran. Dalam usaha

mencari kebenaran dan dalam usaha mengerti akan permasalahan kejahatan.

2. Korban Kejahatan

Pengertian korban secara yuridis tercantum dalam Undang - Undang Nomor

13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dinyatakan bahwa

korban adalah “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau

kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Yang disebut korban

adalah :

a. Setiap orang;

b. Mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau;

c. Kerugian ekonomi;

d. Akibat tindak pidana.

Menurut Arief Gosita yang dimaksud dengan korban adalah :

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

48

“Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang

lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang

mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan

dengan kepentingan hak asasi yang menderita.”

Dalam Peraturan pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi,

dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat,

Pasal 1 angka (3) dan Pasal 1 angka (5) mendefinisikan korban sebagai berikut :

“Orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik,

mental, maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian,

penguruangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak

asasi manusia yang berat, termasuk korban dan ahli warisnya.”

Korban kejahatan diartikan sebagai seseorang yang telah menderita

kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan atau yang rasa keadilannya secara

langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannyaa sebagai target (sasaran)

kejahatan. Menurut Mendelsohn berdasarkan derajat kesalahannya korban

dibedakan menjadi lima macam, yaitu:47

a. Yang sama sekali tidak bersalah;

b. Yang jadi korban karena kelalaiannya;

c. Yang sama salahnya dengan pelaku;

d. Yang lebih bersalah dari pelaku;

e. Yang korban adalah satu-satunya yang bersalah (dalam hal ini pelaku

dibebaskan).

Mengacu pada pengertian korban diatas, bahwa korban pada dasarnya tidak

hanya orang berupa perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita

47 Bambang Waluyo, Op.cit. Hlm 19

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

49

akibat dari perbuatan - perbuatan yang menimbulkan kerugian atau penderitaan

bagi diri atau kelompoknya.

3. Peran Korban Dalam Terjadinya Kejahatan

Dalam kajian viktimologi terdapat perspektif dimana korban bukan saja

bertanggung jawab dalam kejahatan itu sendiri tetapi juga memiliki keterlibatan

dalam terjadinya kejahatan.

Menurut Stephen Schafer, ditinjau dari persfektif tanggung jawab korban

itu sendiri mengenal 7 (tujuh) bentuk, yakni sebagai berikut :48

a. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si

pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari

aspek tanggung jawab sepenuhnya berada dipihak korban;

b. Provocative victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban

untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung

jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama- sama;

c. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat

mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di

Bank dalam jumlah besar yang tanpa pengawalan, kemudian di bungkus

dengan tas plastik sehingga mendorong orang untuk merampasnya.

Aspek ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku;

d. Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan

fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula)

48 Lilik Mulyadi. 2007. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi, Denpasar.

Djambatan. Hlm 124

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

50

merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari aspek

pertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintah

setempat karena tidak dapat memberi perlindungan kepada korban yang

tidak berdaya;

e. Social weak victims adalah korban yang tidak diperhatikan oleh

masyarakat bersangkutan seperti para gelandangan dengan kedudukan

sosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh

terletak pada penjahat atau masyarakat;

f. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri

(korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggung jawabannya

sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus sebagai pelaku

kejahatan;

g. Political victims adalah korban karena lawan politiknya. Secara

sosiologis, korban ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kecuali adanya

perubahan konstelasi politik.

Sedangkan ditinjau dari Prespektif keterlibatan korban dalam

terjadinya kejahatan, maka Ezzat Abdel Fattah,49 menyebutkan beberapa

bentuk, yakni sebagai berikut :

a. Nonparticipating victims adalah mereka yang tidak menyangkal/

menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi

dalam penanggulangan kejahatan;

49 Ibid, Hlm 124

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

51

b. Latent or predisposed victims adalah mereka yang mempunyai

karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu;

c. Provocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan

atau pemicu kejahatan;

d. Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau

memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi

korban;

e. False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya

sendiri;

Selain dari prespektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut,

sebagai suatu perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang

dikemukakan oleh Sellin dan Wolfgang,50 sebagai berikut :

a. Primary victimization, yang dimaksud adalah korban individual.

Jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok);

b. Secondary victimization, yang menjadi korban adalah kelompok,

misalnya badan hukum;

c. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat

luas;

d. Mutual victimization, yang menjadi korban adalah si pelaku

sendiri, misalnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika;

50 Ibid, Hlm 156

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

52

e. No victimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada korban

melainkan korban tidak segera dapat diketahui. Misalnya

konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.

Berdasarkan hal di atas maka menunjukkan bahwa dalam suatu kejahatan

terdapat keterlibatan dan tanggung jawab korban sendiri sehingga terjadi kejahatan.

Masalah korban ini sebetulnya bukanlah masalah yang baru, hanya karena hal-hal

tertentu kurang diperhatikan, bahkan diabaikan. Apabila mengamati masalah

kejahatan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional, maka mau tidak

mau kita harus memperhitungkan peran korban dalam timbulnya suatu kejahatan.

Korban dapat mempunyai peranan yang fungsional dalam terjadinya suatu

tindak pidana, baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar, secara langsung

ataupun tidak langsung. Salah satu latar belakang pemikiran viktimologis ini adalah

“pengamatan meluas terpadu”. Segala sesuatu harus diamati secara meluas terpadu

(makro-integral) di samping diamati secara mikro-klinis, apabila kita ingin

mendapatkan gambaran kenyataan menurut proporsi yang sebenarnya secara

dimensional, mengenai sesuatu, terutama mengenai relevansi sesuatu.

Peran yang dimaksud adalah sebagai sikap dan keadaan diri seseorang yang

akan menjadi calon korban ataupun sikap dan keadaan yang dapat memicu

seseorang untuk berbuat kejahatan. Permasalahan kemudian, muncul pertanyaan,

mengapa korban yang telah nyata-nyata menderita kerugian baik secara fisik,

mental maupun sosial , justru harus pula dianggap sebagai pihak yang mempunyai

peran dan dapat memicu terjadinya kejahatan, bahkan korban pun dituntut untuk

turut memikul tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Kriminologi dan Kejahatan

53

kejahatan. Hentig,51 seperti yang dikutip Bambang Waluyo beranggapan bahwa

peranan korban dalam menimbulkan kejahatan adalah :

a. Tindakan kejahatan memang dikehendaki oleh si korban untuk terjadi;

b. Kerugian akibat tindak kejahatan mungkin dijadikan si korban untuk

memperoleh keuntungan lebih besar;

c. Akibat yang merugikan si korban mungkin merupakan kerja sama antara

si pelaku dan si korban;

d. Kerugian akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak terjadi bila tidak ada

provokasi si korban.

51 Bambang Waluyo. 2011. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan.

Jakarta. Sinar Grafika. Hlm 9