tinjauan kriminologis terhadap kejahatan pencurian …

95
SKRIPSI TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN HASIL TAMBAK DI KABUPATEN BULUNGAN Oleh MOHAMMAD RAHMAN B 111 07 298 BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Upload: others

Post on 04-Apr-2022

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

SKRIPSI

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP

KEJAHATAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

HASIL TAMBAK DI KABUPATEN BULUNGAN

Oleh

MOHAMMAD RAHMAN

B 111 07 298

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

i

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP

KEJAHATAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

HASIL TAMBAK DI KABUPATEN BULUNGAN

Oleh

MOHAMMAD RAHMAN

B111 07 298

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana

Pada Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 3: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

ii

Page 4: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

iii

Page 5: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

iv

Page 6: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

v

ABSTRAK

MOHAMMAD RAHMAN (B111 07298), Tinjauan Kriminologis

Terhadap Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil Tambak di Kabupaten

Bulungan di bawah bimbingan MUHADAR dan AMIR ILYAS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan dalam kurung waktu delapan tahun terakhir, serta untuk

mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten

Bulungan.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan membandingkan keadaan

nyata dan data yang ada tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di kabupaten Bulungan serta

upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Berdasarkan analisis terhadap data dan fakta tersebut, maka penulis

berkesimpulan antara lain: faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan

pencurian dengan kekerasan hasil tambak di kabupaten Bulungan, yakni faktor

geografis, faktor ekonomi, faktor rendahnya tingkat pendidikan, dan faktor

lingkungan.Upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah upaya pre-

emtif, preventif dan upaya represif. Upaya pre-emtif dan preventif yang dilakukan

pihak Kepolisian adalah melakukan penyuluhan dan upaya preventif lainya seperti

patrol rutin, pengadaan/penambahan pos keamanan, dan upaya represif adalah

upaya pembinaan yang dilakukan oleh Rutan kelas II-B Tanjung Redep, Berau,

yang meliputi pembinaan kepribadian, pembinaan kesadaran hukum dan

pembinaan keterampilan.

Adapun saran yang dapat penulis rekomendasikan yakni: a) Faktor utama

penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

kabupaten Bulungan adalah; faktor geografis, faktor ekonomi, faktor rendahnya

tingkat pendidikan, dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, penulis berharap pihak

Rumah Tahanan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau meningkatkan

pembinaan dalam hal pedidikan dan keterampilan kerja agar ketika sudah keluar

dari Rumah Tahanan Negara mampu meminimalisir faktor-faktor terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di kabupaten Bulungan. b) Di

harapkan kepada pihak Kepolisian agar lebih mengutamakan tindakan yang

bersifat preventif dalam hal menanggulangi terjadinya kejahatan pencurian

dengan kekerasan agar dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. c) Di

harapkan adanya Peraturan Daerah baik dari Kabupaten Bulungan maupun Kota

Tarakan yang mengatur tentang penjualan hasil tambak guna lebih mempersempit

ruang gerak dari pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak.

Kata kunci: pencurian,hasil tambak, kriminologis, penanggulangan.

Page 7: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim..

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karna

Rahmat dan Nikmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis

panjatkan sholawat kepada junjungan umat Islam Baginda Rasululllah SAW yang

telah menjadi suri tauladan umat Islam. Terkhusus kepada kedua orang tua

penulis, ayahanda tercinta Sukarman (Kanco) dan ibunda tercinta Jumaria

(Indo Upa) yang telah memberikan dukungan, baik itu motivasi maupun doa.

Penulis menyadari tanpa doa dan dukungan dari kedua orang tua penulis tidak

akan mampu menjadi yang sekarang ini. Kepada kakak dan adik penulis, Rusli

(K’Asri/Bpk. Khusnul), Rusman (Bpk. Nawaf), Kasman (Bpk. Emi),

Suziman, Rosnah, Nur Aisyah dan Nur Laila. Juga kepada seluruh Keluarga

yang selalu memperhatikan penulis. Terima kasih semua atas doa dan

dukungannya.

Kepada para sahabat-sahabatku yang selalu memberi bantuan yang selalu

bersama dalam suka maupun duka dan menjadi motivasi dalam hidup penulis.

Hanya ungkapan terima kasih yang tak terhingga yang bisa penulis berikan,

semua kebaikan kalian tak akan pernah penulis lupakan dalam hidup penulis. Tak

ada kenangan yang lebih indah daripada kenangan tentang kalian.

Page 8: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

vii

Hingga pada akhirnya skripsi yang merupakan tugas akhir dalam

menyelesaikan studi strata 1 dapat terselesaikan (Alhamdulillah..) dengan segala

keterbatasan dan kekurangan penulis.

Maka perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi,Sp.B., Sp.Bo. selaku Rektor

Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.Si., DFM. Selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S. dan Amir Ilyas, S.H., M.H.

selaku Pembimbing penulis. Terima kasih atas bimbingannya selama ini,

tanpa bimbingan bapak penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan seluruh Civitas akademik fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin. Terima kasih atas semua bantuannya.

5. AKP Risnanto dan AKP Belny Warlansyah. Terima kasih atas semua

bantuannya. Terima kasih atas segala bantuannya.

6. Kepala Rutan Klas II-B Tanjung Redep, Kabupaten Berau M. Iksan. S. E,

beserta jajarannya.

7. Bapak Wahyu. M. Sholeh. Bc.IP selaku pembimbing lapangan pada

lokasi penelitian Rutan Klas II-B Tanjung Redep, Kabupaten Berau.

Terima kasih atas bimbingan dan masukannya.

8. Kepada para sahabat-sahabat penulis. M. Fuad Nasir Maidin

(Pablo/Fuad), Andi Baso Amry (Abhy), Sirajuddin (Sira), Magfira

Suryani Bakrie (Fira), Candra Sentosa (Canse), Muhidin (Muhe),

Page 9: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

viii

Haritsa (Haris), Andi Firdaus Samad (Daus), Akhwani (Wani),

Qasman, Amir, Muhammad Yamin Buan (K’Yamin), Iin dan Surya

Ningsih (SN). Terima kasih sobat atas bantuannya selama ini. Kalian telah

mewarnai hidup penulis dengan indahnya arti Cinta dan Persaudaraan

9. Kepada teman-teman seperjuangan di Asrama Putra Tarakan, Wahyudin

opu, Paharuddin pao, Khasmir chodet, Muhammad Rusdi cuddi,

Romi. H. Tom. Terima kasih telah berbagi susah, sedih dan bahagia

bersama selama ini.

10. Kepada teman-teman Asrama Permata Samarinda (Asrama Putera

Tarakan), M. Akbar, Asbar, Ew, dan teman-teman lainnya yang telah

membantu dan memfasilitasi penulis dalam pengurusan surat izin

penelitian. Terima kasih atas kebaikan hati teman-teman sekalian.

11. Kepada teman-teman UKM Sepakbola FH-UH. M. Reindra Parani, M.

Rudha Ilbaya, Abd. Rasyid, Andry. T, M. Hariono, Fidya Ramadhani,

M. Chaerul Ramadhan, Ajat Sudrajat, Afandi Aris Raharjo, Unirsal,

Andi Dede Suhendra Iskandar, Putra, Alif Arhanda Putra, dan teman-

teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Banyak hal-

hal positif yang penulis dapatkan dari kalian.

12. Kepada teman-teman UKM Sepakbola Universitas Hasanuddin. Agus

Satria, Pratomo, Yahya, Messi, Asrul, Iqbal, dan teman-teman lainnya

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

13. Kepada teman-teman BEM FH-UH, EKSTRADISI, JACK’D, HALTE

COMUNITY, HGC, LIMITED GAMES COMUNITY, dan terkhusus

Page 10: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

ix

Kepada Kanda MUHAMMAD BASIT yang telah seri tauladan bagi

penulis dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tak

bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua kebaikan dan

bantuan kalian.

Dengan kesadaran penuh, skripsi yang tentunya terdapat begitu banyak

kekurangan, namun penulis sangat berharap skripsi ini mempunyai manfaat bagi

masyarat khusunya bagi penegakan hukum dalam hal pencurian dengan kekerasan

atau lebih dikenal dalam masyarakat dengan istilah perampokan terhadap hasil

tambak di Kabupaten Bulungan. Dengan kerendahan hati penulis mengharapkan

kritik, saran ataupun masukan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna

penyempurnaan skripsi ini.

Demikian kata pengantar yang penulis paparkan, atas segala ucapan yang

tidak berkenan dalam skripsi ini penulis memohon maaf.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Makassar, November

2011

PENULIS

Page 11: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................ ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii

PERSETUJUAN MEMPUH UJIAN SKRIPSI ............................................ iv

ABSTRAK ........................................................................................ ……… v

KATA PENGANTAR ...................................................................... ……… vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kriminologi ..................................................... 6

B. Pengertian Tambak ............................................................ 10

C. Pengertian Kejahatan dan Pencurian dengan Kekerasan ... 11

D. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP ........... 16

E. Teori-teori Penyebab Kejahatan ......................................... 34

F. Teori Upaya Penaggulangan Kejahatan ............................. 43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian .............................................................. 46

B. Populasi dan Sampel ......................................................... 46

C. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 46

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 47

E. Analisis Data ..................................................................... 47

Page 12: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 48

B. Data Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil

Tambak di Kabupaten Bulungan Tahun 2003-2010 ......... 50

C. Faktor Penyebab Kejahatan Pencurian dengan

Kekerasan Hasil Tambak di Kabupaten Bulungan ........... 59

D. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian dengan

Kekerasan Hasil Tambak di Kabupaten Bulungan ........... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 75

B. Saran ................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Data Kecematan Terluas Kabupaten Bulungan .......................... 53

Tabel 2 : Data Kecematan Terkecil Kabupaten Bulungan ......................... 53

Tabel 3 : Data Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil

Tambak di Kabupaten Bulungan Tahun 2003-2010 Yang

Selesai ......................................................................................... 55

Tabel 4 : Data Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil

Tambak di Kabupaten Bulungan Tahun 2003-2010 Yang

Tidak Selesai ............................................................................... 57

Tabel 5 : Data Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten

Berau ........................................................................................... 59

Tabel 6 : Data Jenis Kejahatan/Pelanggaran Penghuni Rutan Kelas II-B

Tanjung Redep Kabupaten Berau ............................................... 60

Tabel 7 : Data Tingkat pendidikan Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung

Redep Kabupaten Berau ............................................................. 61

Tabel 8 : Data Pekerjaan Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep

Kabupaten Berau ......................................................................... 62

Tabel 9 : Data Agama Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep

Kabupaten Berau ......................................................................... 63

Page 14: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung

terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab, yang

mana dapat dilihat dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat

serta tertib dan tegaknya hukum.

Hukum berfungsi untuk mengatur hubungan antara manusia yang

satu dengan manusia lainnya dan hubungan antara manusia dan negara agar

segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Oleh karena itu, tujuan hukum

adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian hukum

dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian hukum menghendaki adanya

perumusan kaedah-kaedah dalam peraturan perundang-undangan itu harus

dilaksanakan dengan tegas.

Dan di zaman yang modern ini dimana pertumbuhan kebutuhan

ekonomi masyarakat semakin bertambah, terutama menyangkut masalah

pemenuhan kebutuhan dan lapangan pekerjaan. Hal inilah yang

menimbulkan kerawanan di bidang keamanan masyarakat, yaitu seringnya

terjadi kejahatan.

Kejahatan merupakan gejala sosial yang selalu dihadapi oleh

masyarakat di zaman yang modern ini . manusia sering kali melakukan

beberapa tindakan untuk menghapus secara tuntas kejahatan yang terjadi di

Page 15: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

2

muka bumi ini, namun sering kali menemukan kegagalan, sebab kejahatan

sesungguhnya merupakan hasil interaksi karena adanya interelasi antara

fenomena yang ada dan paling mempengaruhi di dalam kehidupan

masyarakat, maka kejahatan tetap akan ada untuk merespon fenomena yang

terjadi. Usaha yang dapat dilakukan yaitu hanya menekan atau mengurangi

laju terjadinya kejahatan.

Kejahatan nampaknya semakin hari semakin bertambah, baik dari

segi kualitas maupun dari segi kuantitas dengan modus operandi yang

digunakan semakin canggih. Sarana pendukung kejahatan juga semakin

bervariatif. Situasi dan kondisi tersebut, bila ditelusuri bukan berarti tidak

ada pencegahan dan penanggulangan terhadap kejahatan yang semakin

berkembang, melainkan peristiwa kejahatan selalu mendapat perhatian yang

baik oleh aparat yang berwenang maupun dukungan masyarakat, namun

secara operasionalnya yang belum berjalan efektif.

Salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini sering terjadi dan

sangat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat ialah kejahatan

pencurian dengan kekerasan yang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

lebih mengenal dengan istilah perampokan. Dalam kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) buku II mulai dari pasal 362 sampai dengan pasal

367 KUHP mengatur tentang pencurian, dan khusus pada pencurian dengan

kekerasan di atur dalam pasal 365 KUHP.

Dari berbagai pemberitaan di media massa baik itu dari media

elektronik maupun media cetak, pemberitaan mengenai pencurian dengan

Page 16: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

3

kekerasan atau lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah perampokan

sangat menarik perhatian, mengusik rasa aman dan mengundang tanda tanya

pada masyarakat apa yang telah terjadi di tengah masyarakat ini, seperti

halnya di Kabupaten Bulungan.

Kejahatan pencurian dengan kekerasan perlu ditekan sedemikian

rupa supaya dapat menurunkan angka statistik yang senantiasa mengalami

kenaikan setiap tahunnya, untuk itu terlebih dahulu diupayakan untuk

dicari faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan pencurian

dengan kekerasan, kemudian dirumuskan pula langkah-langkah yang harus

ditempuh sebagai upaya penanggulangannya.

Pada hakekatnya banyak usaha dan kegiatan yang ditempuh

pemerintah dan aparat hukum dalam rangka mencegah terjadinya tindak

pidana pencurian dengan kekerasan, baik melalui penyuluhan hukum dan

peningkatan sistem keamanan, maupun dengan cara penghukuman

terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan, namun pada

kenyataannya masih saja ada laporan dari masyarakat tentang terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan.

Masalah kejahatan pencurian dengan kekerasan sangatlah

bertentangan dengan norma-norma hukum, kesusilaan, adat istiadat dan

agama pada bangsa Indonesia.

Mengacu dari hal-hal tersebut, haruslah ada usaha untuk

menanggulangi atau setidaknya mengurangi tindak pidana pencurian

Page 17: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

4

dengan kekerasan sekecil mungkin. Agar dapat tercipatnya rasa aman pada

masyarakat, khususnya Kabupaten Bulungan.

Kejahatan pencurian dengan kekerasan yang dimaksud, akan diteliti

secara ilmiah menurut pandangan Kriminologi, kemudian dibahas dalam

satu karya ilmiah dalam bentuk proposal skripsi yang berjudul :

“TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN

PENCURIAN DENGAN KEKERASAN HASIL TAMBAK DI

KABUPATEN BULUNGAN”.

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang pemikiran di atas, dan untuk menghindari

kajian yang terlalu luas dan menyimpang dari objek penulisan ini, maka

penulis memilih rumusan masalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana

pencurian dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan ?

2. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh kepolisisan untuk mencegah

tejadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan ?

Page 18: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten

Bulungan.

b. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan oleh kepolisisan untuk

mencegah tejadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil

tambak di Kabupaten Bulungan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bagi

pemerintah dan aparat penegak hukum khususnya kepolisian

dalam menimalisir terjadinya kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat

agar mereka lebih mengetahui faktor penyebab terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten

Bulungan.

Page 19: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kriminologi

Kriminologi yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang penjahat dan kejahatan, serta mempelajari cara-cara penjahat

melakukan kejahatan, kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk

mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan berupaya

pula untuk mencari dan menemukan cara untuk dapat mencegah dan

menanggulangi terjadinya kejahatan.

Untuk lebih jelasnya, penulis mengutip pandangan dari beberapa

ahli kriminologi, antara lain :

Menurut Soejono Dirjosisworo (1985:4) mengemukakan bahwa:

“Dari segi etimologis istilah krminologis terdiri atas dua suku kata yakni

crimes yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan

jadi menurut pandangan etimologi maka istilah kriminologi berarti suatu

ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu tentang kejahatan dan

kejahatan yang dilakukannya.”

Kriminologi sebagai ilmu pembantu dalam hukum pidana yang

memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena kejahatan,

sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat menanggulangi

kejahatan, yang bertujuan untuk menekan laju perkembangan kejahatan.

Seorang antropolog yang berasal dari Prancis, bernama Paul Topinard

(Topo Santoso, 2003:9), mengemukakan bahwa:

Page 20: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

7

“Kriminologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari soal-soal

kejahatan. Kata kriminologi itu sendiri berdasar etimologinya berasal

dari dua kata, crimen yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu

pengetahuan.”

Kriminologi bukanlah senjata untuk berbuat kejahatan, akan tetapi

untuk menanggulangi terjadinya kejahatan. Untuk lebih memperjelas

pengertian kriminologi, beberapa sarjana memberikan batasannya sebagai

berikut:

Soedjono Dirjosisworo (1976:24) memberikan definisi

kriminologi adalah:

“Pengetahuan yang mempelajari sebab dan akibat, perbaikan maupun

pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun

sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan secara lebih luas

lagi.”

Demikian pula menurut W.A. Bonger (Topo Santoso,2003:9),

mengemukakan bahwa “Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang

bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya”

Lanjut menurut W.A.Bonger (Topo Santoso,2003:9) menentukan

suatu ilmu pengetahuan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Ilmu pengetahuan harus mempunyai metode tersendiri, artinya suatu

prosedur pemikiran untuk merealisasikan suatu tujuan atau sesuatu

cara yang sistematik yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

2. Ilmu pengetahuan mempunyai sistem, artinya suatu kebulatan dari

berbagai bentuk bagian yang saling berhubungan antara bagian yang

Page 21: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

8

satu dengan segi lainnya, selanjutnya dengan peranan masing-masing

segi di dalam hubungan dan proses perkembangan keseluruhan.

3. Mempunyai obyektivitas, artinya mengejar persesuaian antara

pengetahuan dan diketahuinya, mengejar sesuai isinya dan objeknya

(hal yang diketahui).

Jadi menurut W.A. Bonger (Topo Santoso,2003:9) bahwa

“kriminologi yang memiliki syarat tersebut di atas dianggap sebagai suatu

ilmu yang mencakup seluruh gejala-gejala patologi social, seperti

pelacuran, kemiskinan, narkotik dan lain-lain.”

Selanjutnya W.A. Bonger (Topo Santoso,2003:9-10) membagi

kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup:

1. Antropologi Kriminal; adalah ilmu pengetahuan tentang manusia yang

jahat (somatis).

2. Sosiologi Kriminal; adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan

sebagai suatu gejala masyarakat.

3. Psikologi Kriminal; adalah ilmu pengetahuan tentang penjahat dilihat

dari sudut jiwanya.

4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal; adalah ilmu tentang

penjahat yang sakit jiwa.

5. Penologi; adalah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman

Paul Moedigdo Meoliono (Topo Santoso, 2003 : 11),

mengemukakan bahwa:

“Pelaku kejahatan mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan,

karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang

Page 22: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

9

oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk

melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut.”

Lanjut Paul Moedigdi Meoliono (Topo Santoso,2003:11)

memberikan defenisi kriminologi:

“Sebagai ilmu yang belum dapat berdiri sendiri, sedangkan masalah

manusia menunjukkan bahwa kejahatan merupakan gejala sosial. Kerena

kejahatan merupakan masalah manusia, maka kejahatan hanya dapat

dilakukan manusia. Agar makna kejahatan jelas, perlu memahami

eksistensi manusia.”

Wolffgang Savita dan Jhonston (Topo Santoso,2003:12)

memberikan definisi kriminologi sebagai berikut:

“Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang

bertujuan untuk memperoleh oleh penjahat sedangkan pengertian

mengenai gejala kejahatan merupakan ilmu yang mempelajari dan

menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan dari kejahatan, pelaku

kejahatan, serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.”

Menurut Michael dan Adler (Topo Santoso,2003:12),

mengemukakan bahwa definisi kriminologi adalah:

“Keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para

penjahat, mulai dari lingkungan mereka sampai pada perlakuan secara

resmi oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para anggota

masyarakat”

Wood (Abd Salam,2007:5), merumuskan definisi kriminologi bahwa:

“Sebagai Ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela

yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan

perbuatan tercela”

Page 23: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

10

Berdasar rumusan para ahli di atas tentang kriminologi, nampaknya

mempunyai persamaan satu dengan lainnya, walaupun variasi bahasa

dalam mengungkapkan kriminologi berbeda, tetapi perbedaan itu tidak

mempengaruhi hakekat kriminologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

berorientasi kepada kejahatan, mencari sebab orang melakukan kejahatan

dan mencari mengapa orang menjadi jahat, sekaligus mencari cara atau

upaya untuk menanggulangi kejahatan serta mendidik penjahat agar

kembali baik di mata masyarakat.

B. Pengertian Tambak

Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah

pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan

(akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan,

udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengan

air payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar biasanya disebut kolam

saja atau empang. (dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Tambak.htm

pada hari Jumat, 29 Juli 2011 Pukul 15:35).

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan

sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah

pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan

pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya masih banyak spesies

yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan

kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih dominan

Page 24: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

11

digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus

monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis

tinggi berorientasi eksport.

C. Pengertian Kejahatan dan Pencurian dengan Kekerasan

1. Pengertian Kejahatan

Menurut A. S. Alam (2010: 16-17) ada dua sudut pandang untuk

mendefinisikan kejahatan, yaitu:

a) Sudut pandang hukum, kejahatan dari sudut pandang ini adalah

setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun

jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak dilarang

diperundang-undangan pidana perbuatan itu tetap sebagai

perbuatan yang bukan kejahatan.

b) Sudut pandang masyarakat, kejahatan dari sudut pandang ini adalah

setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup

di dalam masyarakat.

Menurut M. A. Elliat ( Gumilang, 1993: 4) mengemukakan

bahwa:

“Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau

tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman

penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan lain-lain.”

Menurut Bonger (Gumilang, 1993: 4) bahwa:

“Kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar

mendapat reaksi dari Negara merupakan pemberian derita, dan

Page 25: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

12

kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum mengenai

kejahatan.”

Selanjutnya Bonger (A. S. Alam, 2010: 21) membagi kejahatan

berdasar motif pelakunya sebagai berikut:

i. Kejahatan ekonomi (economic crime), misalnya penyelendupan

ii. Kejahatan Seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zinah

iii. Kejahatan politik (political crime), misalnya pemberontakan

PKI

iv. Kejahatan lain-lain (miscelianeauos crime), misalnya

penganiayaan

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka kejahatan dapat

ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi yuridis dan dari segi sosiologis.

Secara yuridis, kejahatan merupakan segala tingkah laku atau perbuatan

manusia yang dapat dipidana sesuai dengan aturan hukum pidana.

Sedangkan secara sosiologis, kejahatan merupakan perbuatan anti sosial

yang sifatnya merugikan masyarakat

(1) Unsur-unsur Pokok Kejahatan

Menurut A. S. Alam (2010: 18-19) untuk menyebut sesuatu

perbuatan sebagai kejahatan ada tujuh unsur pokok yang saling

berkaitan yang harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut adalah:

a) Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian;

b) Kerugian tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP);

Page 26: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

13

c) Harus ada perbuatan;

d) Harus ada maksud jahat;

e) Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat;

f) Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur di dalam

KUHP dengan perbuatan;

g) Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.

(2) Klasifikasi Kejahatan

Kejahatan dapat digolongkan atas beberapa golongan

berdasarkan beberapa pertimbangan:

Menurut Bonger (A. S. Alam 2010: 21) membagi kejahatan

berdasarkan motif pelakunya sebagai berikut:

a) Kejahatan ekonomi (economic crime), misalnya penyelundupan.

b) Kejahatan seksual (sexual crime), misalnya perbuatan zinah.

c) Kejahatan politik (political crime), misalnya pemberontakan

PKI.

d) Kejahatan lain-lain (miscelianeaus crime), misalnya

penganiayaan.

Sedangkan menurut A. S. Alam (2010: 21-23) membagi

kejahatan berdasarkan berat atau ringan ancaman pidananya:

a) Kejahatan, yakni semua pasal-pasal yang disebut di dalam buku

ke-II (dua) KUHP. Seperti pembunuhan, pencurian,dll.

Golongan inilah dalam bahasa Inggris disebut felony. Ancaman

Page 27: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

14

pidana pada golongan ini kadang-kadang pidana mati, penjara

seumur hidup, atau pidana penjara sementara.

b) Pelanggaran, yakni semua pasal-pasal yang disebut di dalam

buku ke-III (tiga) KUHP, seperti saksi di depan persidangan

memakai jimat pada waktu ia harus member keterangan dengan

bersumpah, dihukum dengan kurungan selama-lamanya 10 hari

atau denda. Pelanggaran di dalam bahasa Inggris disebut

misdemeanor. Ancaman hukumannya biasanya hukuman denda

saja.

2. Pengertian Pencurian dengan Kekerasan

Sebelum diuraikan mengenai pengertian tindak pidana pencurian

dengan kekerasan, terlebih dahulu diuraikan pengertian tentang pencurian

itu sendiri. Berbicara tentang pencurian berarti akan menimbulkan kesan

bahwa pencurian merupakan suatu hal yang sangat tidak disenangi bagi

setiap manusia normal.

Pengertian pencurian dalam Pasal 362 KUHPidana, yang

rumusannya sebagai berikut:

Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki

secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana

penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Sembilan

ratus rupiah.

Page 28: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

15

Dari ketentuan tersebut, maka Pasal 362 KUHPidana merupakan

pokok tindak pidana pencurian. Sebab semua unsur dari delik pencurian

dirumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-pasal

KUHPidana lainnya, tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik

pencurian, akan tetapi cukup disebutkan nama kejahatan pencurian

tersebut disertai dengan unsur pemberatan atau unsur peringanan.

Adapun unsur-unsur tindak pidana Pasal 362 KUHPidana

sebagaimana tercantum pada Pasal tersebut, adalah sebagai berikut :

a. Perbuatan mengambil;

b. Barang;

c. Barang itu seluruhnya atau sebagian milik orang lain;

d. Secara melawan hukum dengan maksud untuk memiliki.

Selanjutnya dikemukakan tentang pencurian dengan kekerasan

sebagaimana diatur dalam Pasal 365 KUHPidana, yang rumusannya

sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara maksimum Sembilan tahun,

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk

mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal

tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri

peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

a) Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah

rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan

umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

b) Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu;

Page 29: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

16

c) Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak

atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah

palsu, atau pakai jabatan palsu;

d) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika

perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan

oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh

salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.

Mengacu pada rumusan di atas, maka dapat dikategorikan dalam

pencurian dengan kekerasan apabila memenuhi unsur-unsur Pasal 365

KUHPidana.

Adapun yang dimaksud dengan kekerasan atau tindakan

kekerasan, menurut Moch. Anwar (1994: 2.5) Yang diartikan dengan

kekerasan adalah setiap perbuatan yang mempergunakan tenaga badan

yang tidak ringan.

D. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP

Menurut R. Soesilo (1996:.250) Jenis tindak pidana pencurian

merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di

Indonesia. Oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana

ini menempati urutan teratas di antara tindak pidana terhadap harta

kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa/tertuduh

dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Berikut

Page 30: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

17

akan dikaji secara mendalam tindak pidana pencurian beserta unsur-

unsurnya yang diatur dalam KUHP.

1. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP)

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam pasal 362 KUHP

yang menyatakan :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian

termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu

dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman

penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp

900,- (sembilan ratus rupiah)”

Berdasarkan rumusan pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur

tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut:

a) Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur:

1. mengambil

2. suatu barang

3. yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain

b) Unsur subyektifnya, yang meliputi unsur-unsur:

1. dengan maksud

2. untuk memiliki barang/ benda tersebut untuk dirinya sendiri.

3. secara melawan hukum.

Tindak pidana ini oleh pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai:

mengambil barang, seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan

tujuan memiliknya secara melanggar hukum. Sehingga patutlah kiranya

Page 31: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

18

dikemukakan, bahwa cirri-ciri khas tindak pidana pencurian adalah

mengambil barang orang lain untuk memilikinya.

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doctrinal

disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang

dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan

dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat

lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula

dari pencurian biasa.

Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan

diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Oleh karena pencurian yang

dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan

cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan,

maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan

pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk

pokoknya.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat

dilihat dalam paparan di bawah ini.

1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHP.

Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai

berikut:

a. Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1) pencurian ternak;

Page 32: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

19

2) pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa

bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal

terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan

atau bahaya perang;

3) pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh

orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki

oleh yang berhak;

4) pencurian yang dialkukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama;

5) pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,

atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan

dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan

(seragam) palsu.

b. Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah

satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama

sembilan tahun. Selanjutnya di bawah ini akan dipaparkan unsur-

unsur dalam Pasal 363 KUHP. Untuk melihat unsur-unsur dalam

Pasal 363 KUHP, langkah pertama yang diambil adalah melihat

unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP. Jadi untuk adanya pencurian

dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP,

harus terlebih dahulu dilihat dan dibuktikan unsur-unsur Pasal 362

Page 33: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

20

KUHP. Baru setelah itu, dibuktikan unsur-unsur yang memperberat

pencurian tersebut. Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka

unsur-unsur dalam Pasal 363 KUHP meliputi :

1) Pencurian Ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-I KUHP).

2) Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa

bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal

terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan

atau bahaya perang (Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP).

3) Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh

orang yang adanya di situ tidak diketahui atau dikehendaki oleh

yang berhak (Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP).

Apabila diperinci maka unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1)

ke-3 KUHP, selain unsur-unsur dalam Pasal 362 KUHP,

meliputi unsur-unsur:

a) Unsur “malam”;

b) Unsur “dalam sebuah rumah”;

c) Istilah “rumah” atau tempat kediaman diartikan sebagai

“setiap bangunan yang dipergunakan sebagai tempat

kediaman”;

d) “pekarangan tertutup yang ada rumahnya”.

Page 34: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

21

4) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu.

Beberapa unsur-unsur tersebut telah dijelaskan di muka. Oleh

karena pengertian unsur-unsur tersebut juga sama, maka tidak

akan dibahasa kembali. Beberapa unsur yang masih memerlukan

penjelasan berkaitan dengan penerapan ketentuan Pasal 363 ayat

(1) ke-5 adalah:

a) Unsur “membongkar”;

b) Unsur “merusak”;

c) Unsur “memanjat”;

d) Unsur “anak kunci palsu”;

e) Unsur “perintah palsu”;

f) Unsur “pakaian jabatan (seragam) palsu”.

Setelah dibahas mengenai pencurian dengan pemberatan yang

diatur dalam Pasal 363 ayat (1) KUHP, berikut ini akan dibahas

pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 (2) KUHP.

Di dalam ketentuan Pasal 363 ayat (2) KUHP dinyatakan: jika

pencurian yang diterangkan dalam Pasal 363 ayat (1) KUHP, maka

dikenakan pidana paling lama sembilan tahun.

Berdasarkan ketentuan Pasal 363 ayat (2) KUHP di atas, maka

pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya dan dilakukan oleh dua orang atau lebih

secara bersama-sama ataupun yang untuk masuk ke tempat melakukan

Page 35: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

22

kejahatan atau untuk sampai pada barang yangh diambilnya, dilakukan

dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan

menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan

(seragam) palsu, diancam dengan pidana yang lebih berat yaitu

sembilan tahun.

Apabila perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (2) KUHP

diperinci jenis perbuatannya adalah sebagai berikut:

a. pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya yang dilakukan

oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama.

b. pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau

pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya dimana pelaku

untuk sampai pada tempat melakukan kejahatan atau untuk

sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan

membongkar, merusak atau memanjat atau menggunakan anak

kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu.

2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHP.

Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang

diatur dalam Pasal 365 KUHP. Jenis pencurian ini lazim disebut

dengan istilah “pencurian dengan kekerasan” atau popular dengan

istilah “pencurian dengan kekerasan”. Ketentuan Pasal 365 KUHP

selengkapnya adalah sebagai berikut :

Page 36: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

23

a. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,

pencurian yang didahului dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan

atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan,

untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya,

atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.

b. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1) Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah

rumah atau pekarangan tretutup yang ada rumahnya, di jalan

umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

2) Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama.

3) Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan

membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak

kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

4) Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

c. Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

d. Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama

waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan

mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang

atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal

yang diterangkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3.

Page 37: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

24

Selanjutnya di bawah ini akan dibahas unsur-unsur yang ada dalam

ketentuan Pasal 365 KHUP sebagai berikut:

a. Pencurian, yang:

b. Didahului atau disertai atau diikuti

c. Kekerasan atau ancaman kekerasan

d. Terhadap orang

e. Dilakukan dengan maksud untuk:

1) mempersiapkan atau,

2) memudahkan atau,

3) dalam hal tertangkap tangan,

4) untuk memungkinkan melarikan diri bagi dirinya atau peserta

lain,

5) untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri.

Unsur “didahului” atau “disertai” atau “diikuti” kekerasan atau

ancaman kekerasan haruslah terkait erat dengan upaya untuk

mempersiapkan atau mempermudah atau dalam hal tertangkap tangan

untuk memungkinkan untuk melarikan diri bagi diri sendiri atau peserta

lain atau untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri.

Lantas apa yang dimaksud dengan kekerasan? Penjelasan atas

pengertian “kekerasan” dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 89 KUHP,

yang menyatakan:

Page 38: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

25

Bahwa membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan

dengan menggunakan kekerasan.

Apabila unsur kekerasan atau ancaman kekerasan di atas

dihubungkan dengan unsur lain dalam Pasal 365 KUHP, yaitu unsur “luka

berat atau mati”, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan

dengan “kekerasan atau ancaman kekerasan” dalam Pasal 365 KUHP

adalah “kekerasan dalam arti fisik”. Termasuk dalam pengertian

kekerasan adalah mengikat orang yang punya rumah, menutup di dalam

kamar dan sebagainya. Berkaitan dengan unsur “kekrasan atau ancman

kekersan” ini perlu kiranya dikemukakan, bahwa kekerasan atau ancaman

kekerasan tersebut haruslah ditujukan kepada orang, bukan kepada

barang. Dengan demikian, apbila kekerasan atau ancaman kekerasan

tersebut ditujukan terhadap benda, misalnya si pencuri mengancam akan

manghancurkan barang atau benda hasil curian yang sudah berada dalam

kekkuasaannya apabila ia tidak dibiarkan untuk meninggalkan tempat

dengan aman, maka perbuatan ini tidak termasuk di dalam pencurian

menurut Pasal 365 KUHP.

Berkaitan dengan penerapan Pasal 365 KUHP, unsur yang masih

memerlukan penjelasan adalah unsur “tertangkap tangan”. Pengertian

unsur ini dapat dilihat dalam Pasal 1 butir ke-19 KUHAP, yang

menyatakan, “tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada

waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah

beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan

Page 39: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

26

oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila

sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah

dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan

bahwa ia adalah pelakunya atau turut serta melakukan atau membantu

melakukan tindak pidana itu.

Sekarang kita akan melihat unsur-unsur dalam Pasal 365 ayat (2)

KUHP.

a. Unsur-Unsur Dalam Pasal 365 Ayat (2) :

1. waktu malam

2. dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya.

3. di jalan umum.

4. dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

Apabila dilihat, maka sebagian besar unsur-unsur dalam Pasal 365

ayat (2) ke-1 sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Dua unsur yang

kiranya masih membutuhkan penjelasan adalah unsur “dijalan umum”

dan unsur “dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan”.

Yang dimaksud dengan jalan (umum) adalah setiap jalan yang

terbuka untuk lalu lintas umum berikut jembatan-jembatan dan jalan-

jalan air yang terdapat di jalan tersebut, termasuk di dalamnya jalan

untuk pejalan kaki, jalan hijau, tepi-tepi jalan, selokan-selokan dan

tanggul-tanggul yang merupakan bagian dari jalan tersebut.

Page 40: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

27

b. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP.

Unsur yang terdapat dalam pasal tersebut adalah unsur-unsur yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama”. Terhadap

unsur ini sudah dijelasakan di muka, sehingga tidak memerlukan

penjelasan lagi.

c. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP.

Sebagaimana unsur-unsur dalam pasal sebelumnya, unsur-unsur

dalam Pasal 365 ayat (2) ke-3 juga sudah secara panjang lebar

dijelaskan di muka. Dalam ketentuan Pasal 365 ayat (2) ke-3 ini diatur

pencurian yang didahului, disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman

kekerasan dengan maksud untuk mempersiapkan dan sebagainya

dimana masuknya ke tempat melakukan kejahatan atau untuk sampai

pada barang yang diambilnya dilakukan dengan jalan membongkar,

merusak atau memanjat atau dengan memakai anaka kunci palsu,

perintah palsu atau seragam palsu.

d. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHP.

Unsur pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHP adalah unsur

“mengakibatkan luka berat”. Tentang pengertian luka berat ini sudah

diatur dalam ketentuan Pasal 90 KUHP. Menurut ketentuan Pasal 90

KUHP ynag dimaksud “luka berat” adalah :

1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan

sembuh sama sekali, atau menimbulkan bahaya maut;

Page 41: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

28

2) Tidak mampu secara terus-menerus untuk menjalankan tugas,

jabatan atau pekerjaan pencahariannya;

3) Kehilangan salah satu panca indera;

4) Mendapat cacat berat;

5) Menderita sakit lumpuh;

6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; dan

7) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

e. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (3) KUHP.

Unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 365 ayat ke (3)

KUHP kiranya sudah cukup jelas adanya. Pencurian yang didahului,

disertai atau diikuti oleh kekerasan atau ancaman kekerasan dan

sebagainya apbila mengkibatkan kematian, maka terhadap pelakunya

diancam dengan pidana yang lebih berat, yaitu berupa pidana penjara

paling lama lima belas tahun.

f. Unsur-unsur Pasal 365 ayat (4) KUHP.

Unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (4)

KUHP ini juga sudah dibahas dalam bagian sebelumnya, sehingga

tidak perlu lagi dibahas kembali. Dalam ketentuan ini ditegaskan,

bahwa apabila pencurian yang diatur dalam Pasal 365 ayat (1) dan ayat

(2) KUHP mengakibatkan luka atau mati dan dilakukan oleh dua orang

atau lebih secara bersama-sama juga disertai salah satu hal yang

dimaksud dalam ketentuan No. 1 dan 3, ancaman pidananya berupa

pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana selama waktu

Page 42: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

29

tertentu paling lama dua puluh tahun. Jenis tindak pidana pencurian ini

merupakan tindak pidana yang paling berat di antara berbagai jenis

tindak pidana pencurian yang lain.

3. Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHP)

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari

pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan

unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi

diperingan. Pencurian ringan di dalam KUHP diatur dalam ketentuan Pasal

364. termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini adalah pencurian

dalam keluarga.

Rasio dimasukkannya pencurian keluarga kedalam pencurian

ringan adalah karena oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini

merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat dituntut

apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian

pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk

penuntutannya. Disinilah tampak bahwa seolah-olah hukum memberikan

“toleransi” atau “keringanan” terhadap pencurian dalam keluarga.

Pencurian dalam keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP. Dengan

demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan

367 KUHP:

Page 43: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

30

a. Pencurian Ringan

Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang

menyatakan:

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP ke-4,

begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5,

apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, jika haraga barang yang dicuri tidak

lebih dari dua puluh lima rupiah (cetak miring dari penulis),dikenai,

karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau

denda paling banyak enam puluh rupiah”.

Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur

dalam pencurian ringan adalah:

1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP);

2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KHUP);

3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau

memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu;

4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;

5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya;

dan apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua

puluh lima rupiah.

Pengertian dan penafsiran berbagai unsur tersebut sudah dibahas

dalam bagaian sebelumnya, sehingga tidak perlu dibahas kembali.

Berkaitan dengan penerapan unsur-unsur tindak pidana pencurian

ringan ini, ada unsur yang terasa janggal, yaitu unsur sebagaimana

Page 44: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

31

tersebut dalam poin 3. Mengikuti rumusan Psal 364 KUHP di atas,

apabila seseorang mencuri dengan cara membongkar, merusak atau

memanjat atau menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau

seragam palsu tetapi nilai barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua

puluh lima rupiah, maka pelaku didakwa melakukan tindak pidana

ringan. Pertanyaannya adalah, bagaimana apabila nilai kerusakan

akibat pembongkaran dan sebagainya itu lebih besar dari harag barang

yang dicurinya? Haruskah pencuri dijerat dengan tindak pidana

ringan? Disinilah agaknya kemampuan hakim dalam

mengaktualisasikan perasaan keadilan masyarakat dituntu lebih

bijaksana dan adil. Rasanya tidak adil apabila dalam kasus tersebut

pelakunya hanya dijerat dengan tindak pidana ringan.

b. Pencurian dalam keluarga

Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367

KUHP yang menyatakan:

a. Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam bab ini ada suami (isteri) orang yang kena

kejahatan itu, yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur

atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu itu

tidak dapat dituntut hukuman.

b. Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan,

tempat tidur, atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang

itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun

keturunan yang menyimpang dalam derajat yang kedua, maka

bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada

pengaduan dri orang yang dikenakan kejahatan itu.

Page 45: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

32

c. Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak

dilakuakn oleh orang lain dari bapak kandung, maka ketentuan

dalam ayat kedua berlaku juga bagi orang itu.

Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP

ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku

maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal

367 KUHP akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan

(sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda

istri atau suaminya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami-

istri tersebut masih dalam ikatan perkwinan yang utuh, tidak terpisah

meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya, maka

pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka

mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.

Jadi, apabila suami, misalnya, melakukan pencurian atau

membantu (orang lain) melakukan pencurian terhadap harta benda

istrinya, sepanjang keduanya masih terikat harta kekayaannya, maka

terhadap suami itu mutlak tidak dapat dilakukan pennuntutan.

Demikian berlaku sebaliknya.

Tetapi apabila dalam pencurian yang dilakukan oleh suami atau

isteri terhadap harta benda isteri atau suami ada orang lain (bukan

sebagai keluarga) baik sebagai pelaku maupun sebagai pembantu

Page 46: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

33

maka terhadap orang ini tetap dapat dilakukan penuntutan, sekalipun

tidak ada pengaduan.

Pertimbangan terhadap tidak dapat dituntutnya suami atas

pencurian terhadap isteri dan sebaliknya berdasarkan Pasal 367 KUHP

ayat (1) KUHP adalah didasarkan atas alasan tata susila. Sebab, naluri

kemanusiaan kita akan mengatakan betapa tidak pantasnya seorang

suami-isteri yang masih terikat dalam perkawinan yang utuh, harus

saling brhadapan di pengadilan. Rasanya perilaku tersebut tidak sesuai

dengan etika moral yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Selain

itu, dengan tidak adanya pemisahan harta kekayaan antara suami-

isteri, akan menjadi sulit menentukan mana harta suami dan harta

isteri yang telah menjadi objek pencurian tersebut.

Bagaimana apabila di antara suami-isteri tersebut telah terpisah

meja dan ranjang atau harta kekayaan?

Dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ayat (2) KUHP secara tegas

dinyatakan, bahwa apabila antara suami dan isteri itu sudah terpisah

meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka apbila terjadi

pencurian di antara mereka dapat dilakukan penuntutan, sekalipun

penuntutan terhadap mereka itu baru dapat dilakukan apabila ada

pengaduan dari yang dirugikan (suami atau isteri).

Demikian juga apabila yang melakukan pencurian atau yang

membantu melakukan pencurian itu adalah keluarga sedarah baik

dalam garis lurus (ke atas atau ke bawah) atau ke samping atau

Page 47: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

34

keluarga semenda sampai derajat kedua, penuntutan dapat dilakukan

apabila ada pengaduan. Sekarang marilah kita lihat ketentuan Pasal

367 ayat (3) KUHP. Aturan ini sebenarnya penting untuk suatu daerah

yang menganut garis keturunan ibu (matrilineal). Dalam hal “peran”

suami berdasarkan (hukum) adapt setempat dilakukan oleh orang lain,

maka ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) Pasal 367 KUHP juga

berlaku baginya.

E. Teori-teori Penyebab Kejahatan

Masalah sebab-sebab kejahatan selalu merupakan permasalahan

yang sangat menarik. Berbagai teori yang menyangkut sebab kejahatan telah

diajukan oleh para ahli dari berbagai disiplin dan bidang ilmu pengetahuan.

Namun, sampai dewasa ini masih belum juga ada satu jawaban penyelesaian

yang memuaskan.

Meneliti suatu kejahatan harus memahami tingkah laku manusia baik

dengan pendekatan deskriptif maupun dengan pendekatan kausal,

sebenarnya dewasa ini tidak lagi dilakukan penyelidikan sebab terjadinya

kejahatan, karena sampai saat ini belum dapat ditentukan faktor penyebab

pembawa resiko yang lebih besar atau lebih kecil dalam menyebabkan orang

tertentu melakukan kejahatan, dengan melihat betapa kompleksnya perilaku

manusia baik individu maupun secara berkelompok.

Sebagaimana telah dikemukakan, kejahatan merupakan problem bagi

manusia meski telah ditetapkan sanksi yang berat bagi penjahat, namun

Page 48: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

35

tetap saja terjadi kejahatan. Hal ini merupakan permasalahan yang belum

dapat dipecahkan sampai sekarang.

Dalam perkembangan, terdapat beberapa faktor berusaha

menjelaskan sebab-sebab kejahatan. Dari pemikiran itu, berkembanglah

aliran atau teori-teori kriminologi. Teori-teori tersebut pada hakekatnya

berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

penjahat dengan kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut terdapat

perbedaan antara satu teori dengan teori lainnya.

Made Darma Weda (1996:15-20) mengemukakan teori-teori

kriminologi tentang kejahatan, sebagai berikut:

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan

tersebar di Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik.

Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan

pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia

berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana

yang mendatangkan kesenangan dan mana yang tidak.

Menurut Beccaria (Made Darma Weda, 1996:15) bahwa:

“Setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan kesenangan

dan rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut. That the act which I

do is the act which I think will give me most pleasure.”

Page 49: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

36

Lebih lanjut Beccaria (Purnianti dkk., 1994:21) menyatakan bahwa:

“Semua orang melanggar undang-undang tertentu harus menerima

hukuman yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya

miskinnya, posisi sosial dan keadaan-keadaan lainnya. Hukuman yang

dijatuhkan harus sedemikian beratnya, sehingga melebihi suka yang

diperoleh dari pelanggaran undang-undang tersebut.”

Berdasar pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang

dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai

kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria

adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman.

Pendapat ekstirm tersebut (Purniati dkk., 1994:12) dipermak

menjadi dua hal:

(1) Anak-anak dan orang-orang gila mendapat pengecualian atas dasar

pertimbangan bahwa mereka tidak mampu untuk memperhitungkan

secara intelegen suka dan duka.

(2) Hukuman ditetapkan dalam batas-batas tertentu, tidak lagi secara

absolut, untuk memungkinkan sedikit kebijaksanaan.

Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti

untuk perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat

si pembuat dan tanpa memperhatikan pula kemungkinan adanya peristiwa-

peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut.

Page 50: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

37

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darwa Weda (1996:15) bahwa:

“Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau

pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak

menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tentang sifat-sifat manusia

yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa

manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas

dan karenanya bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatannya dan

dapat dikontrol oleh rasa ketakutannya terhadap hukum.”

Ciri khas teori neo klasik (Made Darma Weda,1996:15) adalah

sebagai berikut:

a. Adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas.

Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:

1) Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-

lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan

kehendak bebasnya.

2) Premeditasi niat, yang dijadikan ukuran kebebasan kehendak, tetapi

hal ini menyangkut terhadap hal-hal yang aneh, sebab jika benar,

maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas

untuk memilih daripada residivis yang terkait dengan kebiasaan-

kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat.

b. Pengakuan daripada sahnya keadaan yang berubah ini dapat berupa

fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan

lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

Page 51: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

38

c. Perubahan doktrin tanggungjawab sempurna untuk memungkinkan

perubahan hukuman menjadi tanggungjawab sebagian saja, sebab-

ssebab utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang untuk

sebagian saja adalah kegilaan, kedunguan, usian dan lain-lain yang

dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu

melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara pengadilan

untuk menentukan besarnya tanggungjawab, untuk menentukan apakah

si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan salah.

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yang berkembang di prancis, inggris, dan jerman.

Teori ini berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula

disebut sebagai ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah

distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis

maupun secara sosial.

Menurut Made Darma Weda (1996:16) bahwa:

“Teori ini kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang

ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena

faktor dari luar manusia itu sendiri.”

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh

aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan Marx dan Engels, yang lebih

menekankan pada determinasi ekonomi.

Page 52: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

39

Menurut para tokoh ajaran ini (Made Darwa Weda 1996: 16)

bahwa “kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang

tidak seimbang dalam masyarakat”.

Berdasar pendapat tersebut diatas, maka untuk melawan kejahatan

itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain

kemakmuran, keseimbangan, dan keadilan sosial akan mengurangi

terjadinya kejahatan.

5. Teori Tipologis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut

dengan teori tipologis atau bio-tipologis. Kempat aliran tersebut

mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai

asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang

tidak jahat. Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teori Lombroso/Mazhab Antropologis

Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut

Lombroso (Made Darma Weda 1996: 16-17) bahwa:

“Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa

sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan

bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan

fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.”

Aliran Lombroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik

dalam persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan

kemudian membatah teori Tarde tentang Theory of imitation.

Page 53: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

40

Teori ini dibantah oleh Goring dengan mengadakan penelitian.

Goring (Made Darma Weda 1996: 18) berkesimpulan bahwa

“Tidak ada tanda-tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe

penjahat, demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk

menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe.”

Menurut Goring (Made Darma Weda 1996: 18) bahwa

“Kuasa kejahatan itu timbul karena setiap manusia mempunyai

kelemahan/cacat yang dibawa sejak lahir, kelemahan/cacat inilah

yang menyebabkan orang tersebut melakukan kejahatan.”

Dengan demikian menurut Goring kejahatan timbul karna

faktor Psikologis sedangkan faktor lingkungan sangat kecil

pengaruhnya terhadap seseorang.

b. Teori Mental Tester

Teori ini muncul setelah runtuhnya teori Lombroso. Teori ini

dalam metodologinya menggunakan tes mental untuk membedakan

penjahat dan bukan penjahat.

Menurut Goddard (Made Darma Weda 1996: 18) bahwa:

“Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena

orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya,

dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari

perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti

hukum.”

Page 54: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

41

Berdasar pendapat tersebut, teori ini memandang kelemahan

otak merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab

orang melakukan kejahatan.

c. Teori Psikiatrik

Teori psikiatrik merupakan lanjutan teori-teori Lombroso

dengan melihat tanpa adanya perubahan pada ciri-ciri morfologi

(Made Darma Weda 1996: 19) bahwa:

“Teori ini lebih menekankan pada unsur pada unsur psikologis,

epilepsy dan moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.

Teori ini, memberikan arti penting kepada kekacauan-

kekacauan ekonomi, yang dianggap timbul dalam interaksi

sosial dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah

organisasi tertentu daripada kepribadian orang, yang

berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan

menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi-situasi

sosial.”

d. Teori sosiologis

Teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi.

Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak

dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis.

Page 55: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

42

Teori ini menafisrkan kejahatan (Made Darma Weda 1996:

19) sebagai:

"Fungsi lingkungan sosial. Pokok pangkal ajaran ini

adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses

yang sama seperti kelakuang sosial. Dengan demikian proses

terjadinya terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan

tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang

melakukan kejahatan karena meniru keadaan sekelilingnya.”

6. Teori Lingkungan

Teori ini juga disebut sebagai mazhab Prancis. Manurut Tarde

(Made Darma Weda 1996: 20):

“Teori ini seseorang melakukan kejahatan karena

dipengaruhi oleh faktor disekitarnya/lingkungannya, baik

lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta

penemuan tekhnologi.”

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-

buku serta film dengan macam reklame sebagai promosinya ikut pula

menentukan tinggi rendahnya kejahatan.

Berdasar pendapat Tarde , seseorang melakukan kejahatan karena

orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya, Sama seperti teori sosiologis

menurut Made Darma Weda.

Page 56: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

43

7. Teori Biososiologi

Aliran biososiologi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran

antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa

tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis

dan fisik dari penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

Menurut Made Darma Weda (1996: 20) bahwa:

“Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang

diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah,

kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman

keras. Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang

melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam, keadaan

ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu Negara”.

F. Teori Upaya Penanggulangan Kejahatan

Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan

waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama

kejahatan di ibu kota dan kota-kota besar lainnya semakin meningkat

bahkan dibeberapa daerah dan sampai kekota-kota kecil.

Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di

seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk

dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran

dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama,

norma moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam

undang-undang yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk

menegakkan dan meminimalisir kejahatan, terutama kepolisian, kejaksaan

Page 57: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

44

dan pengadilan. Namun, karena kejahatan langsung mengganggu keamanan

dan ketertiban masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak pemerintah

maupun warga masyarakat juga ikut terlibat, karena setiap orang

mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai.

Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau

tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi

terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan

maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut.

Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak,

baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai program

serta kegiatan yang telah dilakukan sambil mencari cara yang paling tepat

dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut.

Seperti yang dikemukakan A. S. Alam (2010: 79-80)

penanggulangan kejahatan empirik terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu:

1. Pre-Emtif

Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif disini adalah upaya-upaya

awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya

tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan

kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma

yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri

seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan hal tersebut maka

tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat

menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal

Page 58: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

45

dari teori NKK, yaitu niat + kesempatan terjadi kejahatan. Contohnya,

ditengah malam pada saat lampu merah lalu lintas menyala maka

pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalu lintas tersebut

meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu

terjadi di banyak Negara seperti di singapura, Sidney, dan kota besar

lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi.

2. Preventif

Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari

upaya pre-entif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya

kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan

kesempatan untuk dilakukan kejahatan. Contoh ada orang ingin mencuri

motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada

ditempatkan di penitipan motor, dengan demikian kesempata menjadi

hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan

ditutup.

3. Represif

Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan

yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan

menjatuhkan hukuman.

Page 59: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bulungan, yaitu tepatnya

pada Kantor Polres Bulungan dan Rumah Tahanan Tanjung Redep, Berau.

Dipilihnya lokasi di Kabupaten Bulungan dengan pertimbangan bahwa,

pada daerah tersebut sering terjadi tindak pidana pencurian dengan

pemberatan dalam hal ini pencurian dengan kekerasan tambak, dan menjadi

perhatian masyarakat Kabupaten Bulungan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kabupaten

Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur yang ditentukan sebanyak 8 pemilik

Lahan Tambak sebagai sampel.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikembangkan dalam penulisan ini, diperoleh dari dua

sumber data sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari aparat Polres, dan pejabat

Rumah Tahanan Negara Tanjung Redep, Berau, pemilik lahan tambak

serta para warga binaan (Napi) tindak pidana pencurian dengan

kekerasan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga

tempat penelitian penulis yang telah tersedia.

Page 60: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

47

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, teknik pengumpulan data yang

dilakukan terbagi atas dua, antara lain:

1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Di dalam melakukan penelitian lapangan (field research)

penulis menempuh 2 cara yaitu:

a. Observasi

Penulis juga melakukan observasi atau pengamatan secara

langsung pada objek-objek yang menjadi sasaran penelitian selama

di lokasi penelitian.

b. Wawancara

Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara langsung kepada

narasumber dalam bentuk tanya jawab yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas, yaitu dilakukan dengan mengadakan tanya

jawab secara langsung kepada aparat Polres Bulungan, pejabat

Rumah Tahanan Negara serta para warga binaan (Napi) tindak

pidana pencurian dengan kekerasan

2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan melalui teknik pengumpulan data

penelitian kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan

mengumpulkan berbagai data dari literatur yang relevan.

E. Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh, baik berupa data primer maupun

sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan simpulan.

Hasilnya akan disajikan secara deskriptif untuk memberikan pemahaman

yang yang jelas, logis, dan terarah dari hasil penelitian nantinya.

Page 61: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Kabupaten Bulungan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

Kalimantan Timur, dengan posisi geografis pada 116°20'45"-118°00'00"

bujur timur dan 2°06'05"-3°45'10" lintang utara, Kondisi Geografis Wilayah

Kabupaten Bulungan memiliki 7 aliran sungai induk, 15 gunung dan 201

pulau besar dan kecil. Pulau terbesar adalah pulau Mandul di

Kecamatan Bunyu (38.737,413 ha). Secara administratif, Kabupaten

Bulungan ini berbatasan Sebelah utara Kabupaten Nunukan (Kec. Lumbis

dan Sembakung), Sebelah timur Kota Tarakan dan Laut Sulawesi, Sebelah

selatan, Kabupaten Berau, Sebelah barat Kabupaten Malinau.

2. Luas Wilayah

Luas Wilayah kabupaten Bulungan seluas 13.181,92 km2,

secara topografi terdiri dari daratan yang berbukit-bukit serta gunung-

gunung terjal, sungai yang terpanjang adalah Sungai Kayan dengan

panjang sungai 576 km termasuk yang berada di

wilayah Kabupaten Malinau dan Kabupaten Tana Tidung,

sedangkan gunung yang tertinggi adalah Gunung Kundas yang berada di

Page 62: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

49

Kecamatan Peso dengan ketinggian 1.670 m dan melingkupi tiga belas

Kecamatan, Seratus tiga puluh Desa dan enam Kelurahan.

Peta Kabupaten Bulungan

Tabel 1.

Data Kecematan Terluas Kabupaten Bulungan

No. Kecamatan Luas Persentase

(%)

1 Peso 3.142,79 17,45%

2 Tana Lia 2.198,18 12,20%

3 Sekatak 1.993,98 11,07%

Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan, 12 September 2011

Tabel 2.

Data Kecematan Terkecil Kabupaten Bulungan

No.

Kecamatan Luas (Km) Persentase (%)

1 Bunyu 198,32 1,10%

2 Tanjung Palas Tengah 642,95 3,47%

3 Tajung Palas Tumur 677,77 2,76%

Sumber : Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulungan, 12 September 2011

Page 63: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

50

3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Bulungan berdasarkan data BPS tahun

2010 berjumlah 113.045 jiwa, yang terdiri dari 60.422 laki-laki dan 52.623

perempuan, meliputi 24.572 KK, dengan sex ratio penduduk sebesar 114,82

(BPS Kabupaten Bulungan, 2010). Dari jumlah penduduk diatas, dihitung

bahwa kepadatan rata-rata penduduk di tiga belas Kecamatan di tahun 2010

sebanyak 8,58 jiwa/km2.

Kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Peso

Hilir, dengan jumlah penduduk 3.527 jiwa/km2 (tahun 2010), dan

kecematan Tanjung Selor dengan jumlah penduduk terbesar 39.428

jiwa/km2, dan Kecamatan Tanjung Palas dengan jumlah penduduk terbesar

kedua 14.015 jiwa/km2.

B. Data Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil Tambak di

Kabupaten Bulungan Tahun 2003-2010

1. Data Kepolisian Polres Bulungan

Sebelum membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui

perkembangan kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan yang terjadi dalam rentang waktu dari tahun 2003

hingga tahun 2010.

Page 64: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

51

Untuk mengetahui perkembangan kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan dalam rentang waktu

delapan tahun terakhir, yaitu mulai tahun 2003 hingga 2010, Maka

penulis melakukan penelitian di instansi-instansi penegak hukum untuk

mendapatkan data sekunder tentang kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan.

Berdasarkan data Kepolisian Polres Bulungan dapat di kemukakan

bahwa, jumlah kasus pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan dari tahun 2003 - 2010 yang masuk dalam laporan

di Polres Bulungan sebanyak 304 laporan. Berikut data terkait kejahatan

hasil tambak di Kabupaten Bulungan.

Tabel 3.

Data Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil Tambak

di Kabupaten Bulungan Tahun 2003 – 2010 Yang Selesai.

No. Tahun Jumlah

laporan

Jumlah Tindak Pidana Yang

diselesaikan

Presentase

(%)

1 2003 20 4 20%

2 2004 23 4 17,39%

3 2005 39 7 17,94%

4 2006 58 12 20,68%

5 2007 40 13 32,5%

6 2008 54 22 40,74%

7 2009 35 15 42,85%

8 2010 35 4 11,42%

Jumlah 304 81 26,65% Sumber Data Sekunder: Kantor Kepolisian Resort Bulungan, 19 September 2011

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 tingkat

keberhasilan tertinggi pihak kepolisian menyelesaikan laporan yang

masuk, dari 35 laporan yang masuk tingkat keberhasilan pihak kepolisian

Page 65: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

52

mencapai 15 kasus atau 11,88%, sedangkan pada tahun 2010 dengan

jumlah laporan yang masuk sebanyak 35 laporan dan hanya mampu

terselesaikan sebanyak 4 kasus atau 11,42% dan merupakan tingkat

terendah dari tahun-tahun lainnya, Dan pada tahun 2006 dapat dilihat

bahwa laporan yang masuk sebanyak 58 kasus yang merupakan jumlah

laporan terbanyak dalam rentang waktu delapan tahun terakhir, dan jumlah

tindak pidana yang selesai hanya 12 atau 20,68% dari total laporan yang

dapat diselesaikan ole h pihak kepolisian sepanjang tahun 2006, dan pada

tahun 2003 tercatat hanya 20 laporan yang masuk, laporan ini merupakan

laporan terkecil dalam rentang waktu delapan tahun terakhir dan hanya

mampu diselesaikan 4 kasus atau 20% oleh pihak kepolisian. Dan dari

jumlah laporan yang masuk dalam rentang waktu delapan tahun terakhir

sebanyak 304 laporan hanya 81 atau 26,65% kasus yang dapat

diselesaikan.

Tabel 4.

Data Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Hasil Tambak di

Kabupaten Bulungan Tahun 2003 – 2010 Yang Tidak Selesai.

No Tahun Jumlah laporan

Jumlah tindak

Pidana Yang Tidak

Selesai

Presentase

(%)

1 2003 20 16 80%

2 2004 23 19 82,60%

3 2005 39 32 82,02%

4 2006 58 46 79,31%

5 2007 40 27 67,5%

6 2008 54 32 57,14%

7 2009 35 20 57,14%

8 2010 35 31 88,57%

Jumlah 304 223 73,35% Sumber Data Sekunder: Kantor Kepolisian Resort Bulungan, 19 September 2011

Page 66: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

53

Data di atas menunjukkan bahwa laporan yang tahun 2006

merupakan laporan terbanyak dalam kurun waktu delapan tahun terakhir,

dari 58 laporan yang masuk tidak semua dapat diselesaikan oleh pihak

Kepolisian, tercatat 46 atau 79,31% kasus tidak dapat terselesaikan oleh

pihak kepolisian. Dan pada tahun 2003 jumlah laporan terkecil sebanyak

20 laporan 16 atau 80% kasus tidak terselesaikan. Dari keseluruhan

laporan yang masuk tingkat ketidak berhasilan pihak kepolisian tercatat

sebanyak 31 atau 88,57% kasus. Dari data yang ada, dari 304 laporan yang

masuk tercatat 223 atau 73,35% kasus yang tidak terselesaikan.

Dalam kurung waktu delapan tahun terakhir yakni tahun 2003

hingga tahun 2010 terdapat 304 laporan yang masuk ke pihak Kepolisian,

namun dari laporan tersebut hanya 81 atau 26,65% diantaranya yang dapat

diselesaikan oleh pihak Kepolisian. Menurut AKP Belny Warlansyah dan

AKP Risnanto (wawancara 25 September 2011) ada beberapa kendala

yang membuat beberapa laporan tidak dapat terselesaikan, yakni:

1) Tersangka tidak diketahui keberadaannya

2) Barang bukti tidak mencukupi

3) Perkara tersebut belum dapat dibuktikan oleh penyidik

4) Perkara tahun sebelumnya masih berjalan dan belum selesai

5) Tidak adanya saksi

6) Luasnya wilayah pertambakan

7) Kurangnya sarana dan prasarana

Page 67: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

54

8) Kurang cepatnya informasi kejadian karena korban melapor pada

Polres Tarakan dengan alasan domisili

Dilihat dari tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Kepolisian

belum maksimal dalam menyelesaikan laporan masyarakat yang masuk.

Ini dilihat dari rendahnya presentase keberhasilan polisi dalam

menyelesaikan laporan yang masuk. Pada tahun 2006 sebanyak 58 laporan

yang masuk hanya 12 yang selesai, jika dipresentasekan hanya 20,68%

dari total laporan yang masuk yang merupakan jumlah laporan terbanyak

dalam kurun waktu delapan tahun terakhir.

Namun pada prakteknya di lapangan pihak kepolisain sudah cukup

maksimal dalam mengantisipasi dan mengungkap terhadap kejahatan

pencurian dengan kekerasan hasil tambak, terbukti dengan telah

beroperasinya tiga pos keamanan pada tiga muara besar di wilayah

pertambakan Kabupaten Bulungan di sertai patroli rutin tiap bulannya.

2. Data Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung Redep

Kabupaten Berau

Berdasarkan penelitian penulis terhadap pelaku Kejahatan

Pencurian dengan kekerasan Hasil Tambak di Kabupaten Bulungan

di Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten

Berau, ada 18 pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil

tambak di Kabupaten Bulungan yang menghuni Rumah Tahanan

Negara Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau.

Page 68: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

55

Tabel 5.

Data Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau

No. Pelaku Jumlah Presentase

(%)

1.

2.

3.

4.

Dewasa Laki-laki

Dewasa Wanita

Anak Laki-laki

Anak Wanita

364

9

21

1

92,15%

2,27%

5,33%

0,25%

Jumlah 395 100% Sumber data: Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, 26 Sept 11

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa penghuni Rumah Tahanan

Negara Kelas II-B Tanjung Redep, Berau sebanyak 395 dengan rincian

dewasa laki-laki sebanyak 364 atau 92,15%, dewasa wanita sebanyak 9

atau 2,27%, anak laki-laki sebanyak 21 atau 5,33% dan anak wanita

sebanyak 1 atau 0,25%. Sedangkan penghuni Rumah Tahanan Negara

Kelas II-B Tanjung Redep, Berau di lihat dari Jenis

Kejahatan/Pelanggarannya, sebagai berikut:

Tabel 6.

Data Jenis Kejahatan/Pelanggaran Penghuni Rutan Kelas II-B

Tanjung Redep Kabupaten Berau

No Jenis

Kejahatan/Pelanggaran Jumlah

Presentase

(%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pembunuhan

Pencurian

Asusila

Narkoba

Judi

Pencurian dengan kekerasan

Korupsi

Ilegal Loging

Penganiayaan

Lain-lain

10

43

80

97

20

18

10

35

16

66

2,56%

11,02%

20,51%

24,87%

5,12%

4,61%

2,56%

8,97%

4,14%

15,64%

Jumlah 395 100% Sumber data Sekunder: Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, 26

September 2011

Page 69: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

56

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2010 pelaku Kejahatan

pencurian dengan kekerasan yang menghuni Rumah Tahanan Negara

Kelas II-B Tanjung Redep, Berau sebanyak 18 atau 4,61% dari jumlah

seluruhnya sebanyak 395 dengan rincian, pembunuhan sebanyak 10 atau

2,56%, pencurian sebanya 43 atau 11,02%, Asusila sebanyak 80 atau

20,51%, Narkoba sebanyak 97 atau 24,87%, Judi sebanyak 20 atau 5,12%,

pencurian dengan kekerasan sebanyak 18 atau 4,61%, korupsi sebanyak 10

atau 2,56%, illegal loging sebanyak 35 atau 8,97%, penganiayaan

sebanyak 16 atau 4,14% dan lain-lain sebanyak 66 atau sebanyak 15,64%.

Sedangkan penghuni Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung

Redep, Berau di lihat dari tingkat pendidikannya, sebagai berikut:

Tabel 7.

Data Tingkat Pendidikan Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep

Kabupaten Berau

No. TINGKAT

PENDIDIKAN JUMLAH

PRESENTASE

(%)

1. BH (Buta Huruf) 13 3,29%

2. SD 106 26,85%

3. SMP 63 15,96%

4. SMA 81 20,5%

5. D3 2 0,5%

6. S1 11 2,78%

7. S2 2 0,5%

8. TTMSD 117 29,62%

Jumlah 395 100% Sumber data Sekunder: Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, 26

September 2011

Jadi tabel menunjukkan bahwa Penghuni Rumah Tahanan Negara

Kelas II-B Tanjung Redep, Berau kebanyakan adalah yang tidak selesai

Page 70: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

57

sekolah dasar (TTMSD) dan lulusan SD, dengan rincian, untuk penghuni

Rumah Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung Redep, Berau yang BH (Buta

Huruf) sebanyak 13 orang atau 3,29% dari total penghuni Rutan, penghuni

yang pendidikan terakhirnya Sekolah Dasar/lulusan Sekolah Dasar

sebanyak 106 atau 26,85% dari total penghuni Rutan, penghuni yang

pendidikan terkahirnya Sekolah Menengah Pertama sebanyak 63 atau

15,96% dari total penghuni Rutan, penghuni yang pendidikan terakhirnya

Sekolah Menengah Atas sebanyak 81 atau 20,5% dari total penghuni

Rutan, sedangkan untuk penghuni yang pendidikan terakhir Diploma 3

sebanyak 2 atau 0,5% dari total penghuni Rutan, penghuni yang

pendidikan terakhirnya Strata 1 sebanyak 11 atau 2,78% dari total

penghuni Rutan, dan untuk pendidikan Strata 2 sebanyak 2 atau 0,5% dari

total penghuni Rutan, dan penghuni yang pendidikan terakhirnya Sekolah

Dasar namun tidak lulus (TTMSD) sebanyak 117 atau 29,62%. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kebanyakan penghuni Rumah Tahanan Negara Kelas

II-B Tanjung Redep, Berau adalah berpendidikan rendah yaitu tidak tamat

Sekolah dasar sebanyak 117 atau 29,62% dan lulusan Sekolah dasar

sebanyak 106 atau 26,85%. Sedangkan penghuni Rumah Tahanan Negara

Kelas II-B Tanjung Redep, Berau di lihat dari pekerjaannya adalah sebagai

berikut:

Page 71: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

58

Tabel 8.

Data Pekerjaan Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep

Kabupaten Berau

No Pekerjaan Jumlah Presentase

(%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Nelayan

Buruh

Tani

Dagang

Swasta

PNS

Polri

Lain-lain

Tidak Bekerja

15

52

62

15

140

12

1

70

28

3,79%

13,16%

15,69%

3,79%

35,44%

3,05%

0,25%

17,74%

7,08%

Jumlah 395 100% Sumber data Sekunder: Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, 26

September 2011

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa penghuni Rumah Tahanan

Negara Kelas II-B Tanjung Redep, Berau sebanyak 395 dengan rincian

pekerjaan nelayan sebanyak 15 atau 3,79%, buruh sebanyak 52 atau

13,16%, tani sebanyak 62 atau 15 69%, dagang sebanyak 15 atau 3,79%,

swasta sebanyak 140 atau 35,44%, PNS sebanyak 12 atau 3,05%, Polri

sebanyak 1 atau 0,25%, lain-lain sebanyak 28 atau 7,08% dan yang tidak

bekerja sebanyak 28 atau 7,08%. Dimana penghuni terbanyak bekerja pada

bidang swasta sebanyak 140 atau 35,44%. Sedangkan penghuni Rumah

Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung Redep, Berau di lihat dari

Agama/kepercayaannya, sebagai berikut:

Page 72: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

59

Tabel 9.

Data Agama Penghuni Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten

Berau

No Agama Jumlah Presentase

(%)

1.

2..

3.

4.

Islam

Kristen

Katolik

Hindu

346

32

16

1

87,59%

8,1%

4,06%

0,25%

Jumlah 395 100% Sumber data Sekunder: Rutan Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, 26

September 2011

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa penghuni Rumah Tahanan

Negara Kelas II-B Tanjung Redep, Berau sebanyak 395 dengan rincian

pemuluk agama sebagai berikut: islam sebanyak 346 atau 87,59%, kristen

sebanyak 32 atau 8,1%, katolik sebanyak 16 atau 4,06%, dan hindu

sebanyak 1 atau 0,25%. Dimana penghuni terbanyak beragama islam

sebanyak 346 atau 87,59%.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan

Hasil Tambak di Kabupaten Bulungan

Berdasarkan hasil penelitian penulis tentang kejahatan Pencurian

dengan kekerasan Hasil Tambak di Kabupaten Bulungan dalam kurung waktu

delapan tahun terakhir, yakni melalui wawancara aparat penegak hukum dan

para pelaku kejahatan maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi Faktor

penyebab terjadinya kejahatan Pencurian dengan kekerasan Hasil Tambak di

Kabupaten Bulungan adalah sebagai berikut:

Page 73: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

60

1. Faktor Geografis

Luas Wilayah kabupaten Bulungan seluas 13.181,92 km2,

secara topografi terdiri dari daratan yang berbukit-bukit serta

gunung-gunung terjal, sungai yang

terpanjang adalah Sungai Kayan dengan panjang sungai 576 km

termasuk yang berada di wilayah Kabupaten Malinau dan Kabupaten

Tana Tidung,

Dalam satu penekanan dari teori kartografi/Geografi yang

berkembang di prancis, inggris, dan jerman. Teori ini berkembang

pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula disebut sebagai

ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi

kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis

maupun secara sosial. Pada teori ini kejahatan merupakan

perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada, dengan kata lain bahwa

kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu

sendiri.

Memperhatikan uraian diatas, dapat dipahami bahwa besarnya

jumlah pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan lebih dikarenakan wilayah pertambakan

Kabupaten Bulungan sangat luas dimana wilayah-wilayah tertentu

sangat sulit untuk di jangkau, kejahatan seperti ini juga di golongkan

dalam Occupational crime adalah kejahatan karena adanya

kesempatan, dengan cakupan wilayah yang sangat luas sehingga

Page 74: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

61

sangat menyulitkan bagi pihak kepolisian dalam upaya

penanggulangan kejahatan terhadap pencurian hasil tambak dan lebih

memungkinkan bagi pelaku kejahatan untuk melaksanakan aksinya

Jadi menurut penulis faktor geografi merupakan faktor utama

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak.

Dengan wilayah pertambakan yang sangat luas dan dengan hanya 3

pos keamanan yang telah tersedia tidaklah efektif dalam

penanggulangan terhadap kejahatan pencurian dengan kekerasan

hasil tambak di Kabupaten Bulungan, Dari hasil penelitian yang

didapat penulis maka dapat disimpulkan bahwa pelaku melakukan

kejahatan pencurian dengan kekerasan karna kurangnya pengamanan

terhadap wilayah pertambakan di Kabupaten Bulungan.

2. Faktor Ekonomi

Dalam satu penekanan dari teori sosiologik yaitu, aspek

ketiadaan norma dalam sistem sosial dari masyarakat bersangkutan,

yang disebabkan kerena adanya jurang perbedaan yang lebar antara

aspirasi dalam bidang ekonomi yang telah melembaga dalam

masyarakat dengan kesempatan-kesempatan yang diberikan sistem

sosial bersangkutan kepada warga-warga masyarakatnya untuk

mencari aspirasi tersebut. Jadi yang penting bukan semata-mata

perbedaan antara miskin dan kaya, tetapi ketidakmampuan si miskin

mengikuti sistem nilai dan norma masyarakat dalam usaha mencapai

aspirasinya di bidang ekonomi.

Page 75: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

62

Begitu pula dengan persoalan kriminalitas sama sekali bukan

persoalan sederhana, terutama dalam masyarakat yang tengah

mengalami perubahan-perubahan sosial ekonomi seperti Indonesia,

termasuk di Kabupaten Bulungan. Masalah ini senantiasa harus

ditanggapi dengan mengacu pada konteks sosial yang lebih luas,

tidak terbatas pada lingkungan sosial ekonomi, tapi perlu

mempertimbangkan pula kenyataan pelaksanaan fungsi-fungsi

aparat.

Memperhatikan uraian diatas, dapat dipahami bahwa besarnya

jumlah pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan di lakukan oleh orang yang berstatus sosial

ekonomi rendah di bandingkan oleh orang yang berstatus sosial

menengah dan tinggi, kurangnya lapangan pekerjaan yang memadai

yang tentu saja tidak lepas dari perubahan-perubahan kondisi

perekonomian yang melanda Kabupaten Bulungan dan sekitarnya

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, memang sering di

kemukakan oleh para ahli kriminolog bahwa salah satu penyebab

terjadinya atau timbulnya kejahatan adalah faktor kondisi ekonomi.

Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa sepanjang masalah kondisi

ekonomi tidak dapat terselesaikan, maka sepanjang itu pula masalah

kejahatan juga tidak dapat terelesaikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan AKP Risnanto

(wawancara 22 September 2011) bahwa pelaku kejahatan pencurian

Page 76: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

63

dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan lebih

dominan warga Tarakan, dimana pola hidup warga Tarakan

cenderung lebih konsumtif, mengingat harga barang dan kebutuhan

hidup yang mahal dan tersedianya pusat perbelanjaan dan hiburan

masyarakat, AKP Risnanto selanjutnya menjelaskan bahwa pemilik

lahan tambak lebih dominan warga Tarakan serta hasil kejahatan di

jual ke Tarakan sehingga sangat sulit mengusut tuntas kejahatan

tersebut.

Namun demikian, apakah hal tersebut juga dapat dijelaskan

dalam kaitannya dengan penyebab terjadinya kejahatan pencurian

dengan kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan. Hemat

penulis, pencurian dengan kekerasan adalah kejahatan dengan jenis

apapun yang pada sasaran utamanya adalah harta benda, jadi jelas

bahwa faktor ekonomi juga turut berpengaruh.

Jadi disini faktor ekonomi mempunyai hubungan erat dengan

status pekerjaan. Dengan pekerjaan yang tak menentu tentunya akan

susah untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi bagi mereka

yang telah berkeluarga dan mempunyai anak yang banyak,

kemungkinan timbulnya tekanan akan selalu ada. Hal inilah yang

terkadang memaksa mereka (pelaku) mencari kebutuhan sehari-hari

dengan melakukan kejahatan pencurian.

Page 77: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

64

Dari hasil penelitian yang didapat penulis maka dapat

disimpulkan bahwa pelaku melakukan kejahatan pencurian dengan

kekerasan karna terdesak dengan kebutuhan ekonomi.

3. Faktor Rendahnya Tingkat Pendidikan

Ketika membicarakan masalah pendidikan, maka lambat laun

akan sampai pada tujuan pendidikan yang telah disebutkan di dalam

UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dalam proses pendidikan sendiri, sebenarnya berlangsung

tidak hanya proses belajar saja, tapi secara tidak langsung juga selalu

disertai proses pengambilan suri teladan untuk membangan akhlak

yang baik, untuk memperlancar proses transformasi nilai-nilai dan

norma kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya.

Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang

dapat menimbulkan dampak terhadap masyarakat yang bersangkutan

untuk mudah terpengaruh untuk melakukan tindak kejahatan tanpa

memikirkan akibat yang ditimbulkan.

Page 78: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

65

Jadi selain faktor ekonomi yang menjadi penyebab terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di kabupaten

Bulungan, faktor tingkat pendidikanpun juga ikut mempengaruhi

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

kabupaten Bulungan. Dari segi pembinaan bangsa, lembaga

pendidikan baik itu sekolah maupun universitas merupakan wadah

untuk memupuk manusia-manusia yang kelak akan berguna bagi

pembangunan dan kesejahteraan suatu bangsa.

Suatu hal yang perlu penulis kemukakan disini bahwa tingkat

pendidikan yang tinggi bukanlah merupakan suatu jaminan bagi

seseorang untuk tidak melakukan tindak kejahatan atau tindak

kriminal khususnya pencurian dengan kekerasan hasil tambak. Akan

tetapi, dalam kenyataan bahwa seseorang yang mempunyai tingkat

pendidikan rendah lebih condong untuk melakukan kejahatan karna

tidak terlalu memikirkan apa yang terjadi kedepannya.

4. Faktor Lingkungan

Suatu hal yang tak dapat dipungkiri bahwa lingkungan

sangatlah besar peranannya dalam membentuk watak manusia

menjadi jahat atau baik. Misalnya saja; ada dua individu, satu tinggal

di tempat yang memungkinkan ia berbuat jahat, sebut saja di

lingkungan kumuh dan dan terpencil dan satunya tinggal di tempat

yang tidak memungkinkan ia berbuat jahat, sebut saja di pesantren.

Maka akan ada kemungkinan individu yang tinggal dalam

Page 79: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

66

lingkungan jahat akan menjadi penjahat, sebaliknya individu yang

tinggal pada lingkungan yang tidak memberinya kesempatan berbuat

jahat akan menjadi individu yang baik. Menurut bapak Wahyu. M.

Sholeh. BCIP salah seorang pegawai Rutan Kelas II-B Tanjung

Redep Kabupaten Bulungan, (27 September 2011) bahwa, faktor

yang mempengaruhi terjadinya kejahatan adalah lingkungan, faktor

lingkungan sangatlah berpengaruh dalam pembentukan karakter

manusia, lingkungan yang tetangga atau orang yang tinggal

disekitarnya mempunyai kecenderungan berbuat jahat maka orang-

orang yang tinggal di lingkungan tersebut kemungkinan besar akan

menjadi jahat pula begitu juga sebaliknya, jika berada di lingkungan

yang baik maka kemungkinan besar ia akan menjadi baik. Dengan

kata lain orang berbuat kejahatan dipengaruhi dari pergaulan di

sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku kejahatan

pencurian dengan kekerasan hasil tambak Efendy (ED), usia 23

tahun, satus kawin, pendidikan terakhir SMP: pelaku ikut serta

dalam aksi pencurian dengan kekerasan hasil tambak karena di ajak

oleh sepupunya/keluarganya dan uang hasil kejahatan di gunakan

untuk heppy-heppy atau senang-senang.

Jadi faktor lingkungan sangatlah mempengaruhi dalam

terjadinya suatu kejahatan, baik itu kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak maupun kejahatan lain. Ini sejalan dengan

Page 80: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

67

pendapat kriminolog bahwa seseorang melakukan kejahatan karena

orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

D. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian dengan kekerasan Hasil

Tambak di Kabupaten Bulungan

Pencurian dengan kekerasan merupakan suatu kejahatan yang sangat

meresahkan masyarakat. Banyak yang menjadi sebab-sebab terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan, khususnya di kota Makassar. Oleh

karena itu, cara penanggulangannyapun bervariasi dan disesuaikan pula

dengan situasi dan kondisi dalam suatu lingkungan masyarakat bersangkutan.

Suatu hal yang tidak mudah untuk mencari upaya yang terbaik untuk

mencegah terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan. Menurut David

Bayley (A.Rahmat Wirawan, 2010: 59-60), ada empat unsur strategi

pencegahan kejahatan yang wajib dilakukan oleh polisi, yaitu:

1. Consultation dapat diartikan memperdalam hubungan dan penemuan

secara teratur dengan kelompok-kelompok yang ada. Wujud dari

Consultation ini dapat berupa membentuk pos polisi lingkungan

(korban) di Jepang atau kepolisian Seattle yang membentuk panel

penasehat kepolisian dan juga dewan masyarakat di setiap Polsek.

Komite konsultasi masyarakat ini memiliki empat fungsi: (1) mereka

memberitahu polisi tentang masalah-masalah dan kebutuhan

setempat, (2) pertemuan ini digunakan sebagai sarana untuk menjalin

kerjasama dan membentuk mitra dalam mewujudkan keamanan

Page 81: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

68

masyarakat, (3) pertemuan ini memungkinkan masyarakat

melontarkan keluhan-keluhan tentang polisi tanpa dihalangi oleh

birokrasi (4) Pertemuan masyarakat memberi informasi kepada polisi

tentang keberhasilan usaha mereka.

2. Adaptation merupakan suatu upaya memahami karakteristik suatu

wilayah dengan sehaka isinya baik kejahatan, struktur masyarakat

atau sumber daya yang ada. Dalam adaptasi ini suatu Polsek

hendaknya mempunyai keleluasaan dan berinisiatif untuk menyusun

rencana dan menyesuaikan sumber daya dengan kebutuhan setempat.

3. Mobilitation ini berangkat dari asumsi bahwa pencegahan kejahatan

tidak mungkin hanya dilakukan oleh polisi. Sedangkan misi pokok

dari mobilisasi adalah untuk memberikan kepemimpinan dan

dukungan profesional untuk mendorong dan memperbaiki usaha

masyarakat guna mengembangkan suatu program masyarakat guna

mengembangkan suatu program masyarakat polisi yang kooperatif

dan seimbang guna menghadapi tingkah laku menyimpang dan

melanggar hukum. Bentuk dari mobilisasi ini dapat berupa

Neighborhood Watch, Operation ID dan penelitian keamanan di

Amerika.

4. Problem Solving (Solusi Permasalahan). Sebagai reaksi terhadap

kejahatan dan keadaan darurat lain setelah hal tersebut terjadi, polisi

mulai mempelajari kondisi-kondisi yang menimbulkan munculnya

panggilan layanan pengaduan, menyusun rencana untuk

Page 82: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

69

membetulkan kondisi ini, dan memelopori dalam mengevaluasi dan

melaksanakan tindakan-tindakan perbaikan. Dengan kata lain polisi

belajar untuk memandang kejahatan dan kekacauan sebagai masalah

yang harus dihadapi daripada sebagai kejadian terpisah yang

mengharuskan penegakan hukum dan layanan darurat. Pemecahan

masalah menekankan pada kebutuhan untuk menganalisa dan

menilai cakupan kegiatan yang mungkin dilakukan polisi atau

masyarakat untuk mencegah kejahatan. Hal ini lebih membutuhkan

program khusus dan terpusat untuk pencegahan kejahatan dari pada

program yang umum dan tersebar.

Selain strategi-strategi tersebut di atas aparat hukum selaku penegak

hukum juga dapat bekerja sama dengan masyarakat mengambil langkah-

langkah yang cukup memadai di dalam mengupayakan atau mencegah

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan. Upaya tersebut dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu upaya yang bersifat preventif dan upaya

yang bersifat refresif.

1. Pre-Emtif

Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif disini adalah upaya-

upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah

terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam

penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan

nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut

terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan

Page 83: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

70

untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi

dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada

kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu niat

+ kesempatan terjadi kejahatan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan AKP Belny Warlansyah

dan AKP Risnanto (wawancara 22 September 2011) bahwa upaya

penanggulangan secara Pre-Emtif yang dilakukan oleh anggota

Polrestabes Bulungan, antara lain sebagai berikut:

“Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat Kabupaten

Bulungan dan Kota Tarakan tentang pasal 365 KUHP guna

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta pastisipasi

masyarakat dalam upaya membantu polisi dalam penanggulangan

kejahatan”.

2. Upaya Preventif

Upaya preventif merupakan upaya yang dilakukan secara

sistematis, berencana, terpadu dan terarah kepada tujuan untuk

mencegah terjadinya kejahatan. Upaya pencegahan ini juga

dilakukan untuk mempersempit ruang gerak atau mengurangi dan

memperkecil kemungkinan terjadinya kejahatan. Oleh karenanya

dibutuhkan kerjasama oleh semua pihak, baik itu aparatur Negara

dalam hal ini aparat penegak hukum maupun masyarakat.

Aparat hukum yang dimaksud disini adalah aparat kepolisian,

karena aparat kepolisian adalah aparat yang berhubungan langsung

Page 84: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

71

ke masyarakat, baik itu menyangkut kepentingan umum maupun

urusan tindak kriminal seperti pencurian dengan kekerasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan AKP Belny Warlansyah

dan AKP Risnanto (wawancara 22 September 2011) bahwa upaya

penanggulangan secara Preventif yang dilakukan oleh anggota

Polrestabes Bulungan, antara lain sebagai berikut:

a. Melaksanakan kegiatan patroli rutin

b. Pengadaan/penambahan Pos Keamanan

c. Peningkatan Koordinasi antara Polres Bulungan, Polres

Tarakan dan Lanal Bulungan.

d. Penyuluhan lebih di intensifkan

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang

narasumber yang berkediaman di Samanar Lama, Tanjung Selor

Kabupaten Bulungan yang memiliki lahan tambak pada daerah

kecematan Tanjung Palas Tengah, Desa Tias Kabupaten Bulungan

yang bernama Sudirman. S. Ag (wawancara 18 September 2011)

bahwa upaya penanggulangan secara Preventif yang harus dilakukan

oleh anggota Polrestabes Bulungan, antara lain sebagai berikut:

Perlunya Penambahan pos-pos keamanan pada daerah-daerah rawan

kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak serta patrol rutin

dilaksanakan dua kali dalam satu bulan mengingat dalam satu bulan

dua kali air besar.

Page 85: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

72

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang

narasumber yang berkediaman di Perumnas, Kecematan Tarakan

Tengah, Kota Tarakan yang memiliki lahan tambak pada daerah

Tanjung Haus, Kecematan Tanjung Palas Timur bernama Hj. Jalima

(wawancara 3 Oktober 2011) bahwa upaya penanggulangan secara

Preventif yang harus dilakukan oleh anggota Polrestabes Bulungan,

antara lain sebagai berikut: mengusut tuntas semua pelaku kejahatan

pencurian dengan kekerasan hasil tambak hingga pada jaringan

tertinggi sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku

serta disediakannya posko-posko untuk pengaduan cepat yang

tersebar pada daerah-daerah rawan kejahatan.

3. Upaya Represif

Upaya represif adalah upaya penanggulangan kejahatan secara

konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan.

Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk

menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta

memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang

mereka lakukan adalah perbuatan yang melanggar hukum dan

merugikan masyarakat, sehingga tidak lagi mengulanginya.

Menurut data yang penulis dapatkan di Rumah Tahanan

Negara Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau, ada tiga proses

dalam pembinaan para warga binaan (Napi) di Rutan Kelas II-B

Page 86: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

73

Tanjung Redep Kabupaten Berau yakni, Proses Pemasyarakatan,

proses lanjutan, dan proses akhir. Dengan rincian :

a. Proses Pemasyarakatan

i. Admisi dan Orientasi yakni, masa pengamatan, pengenalan,

dan penelitian lingkungan paling lama satu bulan

ii. Pembinaan Kepribadian yakni, pembinaan kesadaran

beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara,

pembinaan kemampuan intelektual, dan pembinaan

kesadaran hukum.

b. Proses Lanjutan

i. Pembinaan kepribadian lanjutan yakni, program pembinaan

lanjutan dari pembinaan kepribadian tahap awal

ii. Pembinaan Kemandirian yakni, keterampilan untuk

mendukung usaha-usaha mandiri, keterampilan yang

dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing, dan

keterampilan mengembangkan usaha-usaha kecil.

c. Proses Akhir

i. Asimilasi yakni tahap akhir yang meliputi; baksos, olahraga,

cuti mengunjungi keluarga, kerja pada pihak luar yang

dilakukan dalam lapas terbuka.

ii. Bebas, berakhirnya masa tahanan.

Page 87: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

74

Dari pembinaan–pembinaan yang dilakukan oleh Rumah

Tahanan Negara Kelas II-B Tanjung Redep Kabupaten Berau di atas

mempunyai tujuan, yakni:

a. Agar warga binaan yang telah keluar tidak lagi melanggar

hukum

b. Agar warga binaan yang telah keluar dapat berpartisipasi aktif

dan positif dalam pembangunan

c. Membangun manusia mandiri

d. Agar warga binaan dapat hidup bahagia dunia dan akhirat

Jadi jelas bahwa upaya-upaya tersebut di atas adalah suatu faktor

penghambat terjadinya kejahatan pada umumnya dan kejahatan

pencurian dengan kekerasan hasil tambak pada khususnya. Upaya-

upaya pencegahan merupakan penghambat kejahatan dan untuk

menguatkan penghambat kejahatan ini, maka yang perlu diperhatikan

adalah penegakan hukum itu sendiri, serta perbaikan undang-undang

dan peningkatan kinerja aparat hukum.

Page 88: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan, yaitu faktor

geografis, faktor ekonomi, faktor rendahnya tingkat pendidikan, dan

faktor lingkungan

2. Adapun upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam

rangka mencegah terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan

hasil tambak di Kabupaten Bulungan, dilakukan tiga upaya yaitu

upaya pre-emtif, upaya preventif dan upaya represif.

a. Upaya pre-emtif:

i. Penyuluhan hukum tentang pasal 365 di daerah Kabupaten

Bulungan dan Kota Tarakan.

ii. Menyediakan pos-pos pengaduan cepat apabila menjadi

korban kejahatan pencurian dengan kekerasan

b. Upaya preventif :

i. Melaksanakan kegiatan patroli rutin

ii. Pengadaan Pos Keamanan

Page 89: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

76

iii. Peningkatan Garis Koordinasi antara Polres Bulungan,

Polres Tarakan dan Lanal Bulungan.

iv. Penyuluhan lebih intensif

c. Upaya represif:

i. Pembinaan kepribadian

ii. Pembinaan keterampilan

iii. Pembinaan kesadaran hukum

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka penulis memberikan

rekomendasi sebagai berikut:

1. Faktor utama penyebab terjadinya kejahatan pencurian dengan

kekerasan hasil tambak di Kabupaten Bulungan adalah; faktor

geografis, faktor ekonomi, faktor rendahnya tingkat pendidikan, dan

faktor lingkungan. Oleh karena itu, penulis berharap pihak Rumah

Tahanan Kelas II-B Tanjung Redep Berau meningkatkan pembinaan

dalam hal pedidikan dan keterampilan kerja agar ketika sudah keluar

dari Rumah Tahanan Negara mampu meminimalisir faktor-faktor

terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak di

Kabupaten Bulungan.

2. Diharapkan kepada pihak Kepolisian agar lebih mengutamakan

tindakan yang bersifat Pre-Emtif dan Preventif dalam hal

Page 90: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

77

menanggulangi terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil

tambak agar dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi.

3. Di harapkan adanya Peraturan Daerah baik dari pemerintah Kabupaten

Bulungan maupun pemerintah Kota Tarakan yang mengatur tentang

penjualan hasil tambak guna lebih mempersempit ruang gerak dari

pelaku kejahatan pencurian dengan kekerasan hasil tambak.

Page 91: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

78

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Alam, A. S. 2010. Pengantar Kriminologi. Pustaka Refleksi: Makassar

Anwar, Moch. 1994. Hukum Pidana Bagian Khusus. Jilid II. Cipta Aditya:

Bandung.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. RajaGrafindo

Persada: Jakarta.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Kriminologi (Pencegahan tentang Sebab-sebab

Kejahatan). Politeia: Bogor.

Gumilang, A. 1993. Kriminalistik (Pengetahuan tentang Teknik dan Taktik

Penyidikan). Bandung: Angkasa.

Dirdjosisworo, Soedjono. 1976. Penanggulangan Kejahatan. Alumni: Bandung.

Halim, Ridwan. 1987. Hukum Pidana dalam Tanya Jawab. Ghalia Indonesia:

Jakarta.

Kanter, E. Y. dan S.R. Sianturi. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya. Storia Grafika: Jakarta

Lamintang, P.A.F. 1990, Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Penerbit Sinar

Baru.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika

Aditama: Bandung.

Santoso, Topo dan Eva Achajani Ulfa. 2003. Kriminologi. Cetakan Ketiga. PT

Grafindo Persada: Jakarta

Salam, Abd. 2007. Kriminologi. Restu Agung: Jakarta.

Soeryono Soekanto dan Sri Mamu dji, 1990, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : Rajawali.

Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika:

Jakarta.

Weda, Made Darma. 1996. Kriminologi. PT Raja Grafindo: Jakarta.

Page 92: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

79

Sumber-Sumber Lain:

Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencurian dengan kekerasan, di akses pada hari

Minggu, Tanggal 19 Juni 2011, Pukul 16:40 wita

http://id.wikipedia.org/wiki/Tambak, di akses pada hari Jumat, 29 Juli 2011 Pukul

15:35)

Page 93: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

80

Page 94: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

81

Page 95: TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENCURIAN …

82