analisis komparatif kinerja pengelolaan keuangan daerah sebelum dan sesudah pengalihan pbb-p2...

44
ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012 Ananda Farah Maulida Universitas Negeri Surabaya [email protected] Abstract Local government’s financial performance analysis is one alternative that can be used to see the ability and success of local governments in implementing the regional autonomy. This research is quantitative research that has a purpose to knowing the comparison between financial performance of local governments districts and cities in Indonesia during the period before and after the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes in 2012. The analytical tool that used to analyze the financial performance of local governments was using financial ratio analysis area, ratio of fiscal decentralization, ratio of the area of financial dependence, area of financial independence ratio, effectiveness ratio, efficiency ratio, activity ratio, and ratio of revenue growth. The results showed that on the ratio of fiscal decentralization and the ratio of revenue growth there are significant differences in the financial performance of local governments districts and cities during the period before and after of the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes. But as long as, on the ratio of the area of financial dependence, ratio of financial independence ratio, effectiveness ratio, efficiency ratio and activity ratio there are no significant difference in the financial performance of local governments districts and cities during the period before and after of the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes. Keywords : Performance of Local Governmets Finance, Diversion of PBB- P2, Local Governments Financial Ratios. PENDAHULUAN Latar Belakang

Upload: alim-sumarno

Post on 01-Feb-2016

118 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : ANANDA FARAH MAULIDA

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN

DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI

PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Ananda Farah MaulidaUniversitas Negeri [email protected]

AbstractLocal government’s financial performance analysis is one alternative that can be used to see the ability and success of local governments in implementing the regional autonomy. This research is quantitative research that has a purpose to knowing the comparison between financial performance of local governments districts and cities in Indonesia during the period before and after the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes in 2012. The analytical tool that used to analyze the financial performance of local governments was using financial ratio analysis area, ratio of fiscal decentralization, ratio of the area of financial dependence, area of financial independence ratio, effectiveness ratio, efficiency ratio, activity ratio, and ratio of revenue growth. The results showed that on the ratio of fiscal decentralization and the ratio of revenue growth there are significant differences in the financial performance of local governments districts and cities during the period before and after of the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes. But as long as, on the ratio of the area of financial dependence, ratio of financial independence ratio, effectiveness ratio, efficiency ratio and activity ratio there are no significant difference in the financial performance of local governments districts and cities during the period before and after of the transfer of PBB-P2 from central taxes to local taxes.

Keywords : Performance of Local Governmets Finance, Diversion of PBB-P2, Local Governments Financial Ratios.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan kapasitas fiskal daerah, pada tanggal 15

September 2009 telah disahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai

pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan berlaku secara

efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Latar belakang pembentukan Undang-

Page 2: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Undang Nomor 28 Tahun 2009 antara lain adalah untuk memberikan kewenangan

yang lebih besar kepada daerah dalam mengatur pajak daerah dan retribusi daerah,

meningkatkan akuntabilitas dalam penyediaan layanan dan pemerintahan,

memperkuat otonomi daerah, serta memberikan kapastian hukum bagi masyarakat

dan dunia usaha.

Hal yang paling fundamental dalam UU 28 tahun 2009 adalah

dialihkannya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah.

Pada awalnya PBB-P2 merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan

oleh pemerintah pusat sedangkan penerimaannya dibagikan ke daerah dengan

proporsi tertentu. Dengan pengalihan ini seluruh kegiatan pengelolaan PBB-P2

mulai dari pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian,

pemungutan/penagihan dan pelayanan akan diselenggarakan oleh Pemerintah

Daerah (Pemda). Sedangkan PBB sektor perkebunan, perhutanan dan

pertambangan masih tetap menjadi pajak pusat.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, pengalihan pengelolaan BPHTB dilaksanakan mulai 1

Januari 2011 dan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan

kabupaten/kota dimulai paling lambat 1 Januari 2014. Namun yang terjadi di

lapangan pengalihan PBB-P2 ini tidak dapat dilakukakan serempak pada seluruh

wilayah di seluruh Indonesia karena setiap daerah memiliki kesiapan yang

berbeda-beda dalam menyelengggarakan pengelolaan PBB-P2 sepenuhnya.

Terhitung hingga 2013, pengalihan PBB-P2 baru dilakukan 123 dari total 492

daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2011 kota Surabaya

Page 3: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

merupakan kota pertama yang menerima pengalihan pengelolaan PBB-P2. Pada

tahun 2012 terdapat 17 daerah yang sudah melaksanakan pengalihan pengolalaan

PBB-P2 menjadi pajak daerah dan sisanya sebanyak 369 daerah baru melakukan

pendaerahan PBB-P2 pada tahun 2014.

Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi fiskal membuka jalan

bagi pemerintah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi

pada kepentingan publik. Evaluasi terhadap Kinerja keuangan pemerintah daerah

akan menentukan tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan

daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu

kebijakan atau ketentuan perundang-perundangan selama satu periode anggaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kinerja pengelolaan keuangan

daerah sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah. Oleh

karena itu, penelitian ini mengambil judul “Analisis Komparatif Kinerja

Pengelolaan Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Pengalihan PBB-P2 menjadi

Pajak Daerah di Kabupaten/Kota Se-Indonesia Tahun 2012.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja pengelolaan keuangan daerah

sebelum dan sesudah pegalihan PBB-P2 dilihat dari rasio desentralisasi, rasio

ketergantungan, rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktivitas

serta rasio pertumbuhan PAD di Kab/Kota seluruh Indonesia?

Page 4: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisisbagaimana kinerja pengelolaan keuangan daerah sebelum dan

sesudah pegalihan PBB-P2 dilihat dari rasio desentralisasi, rasio ketergantungan,

rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktivitas serta rasio

pertumbuhan PAD di Kab/Kota seluruh Indonesia

KAJIAN PUSTAKA

New Public Management

Farazmand (2006) menyatakan New public Management is the practical

result of the 1980s normative idea of “Private is better than public”. NPM

merupakan teori manajemen publik yang beranggapan bahwa praktik manajemen

sektor swasta adalah lebih baik dibandingkan dengan praktik manajemen pada

sektor publik. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kinerja sektor publik perlu

diadopsi beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan di sektor swasta

ke dalam organisasi sektor publik, Menurut Ahsan (2012) yang menyebutkan

bahwa Pada dasarnya New Public Management mengandung tujuh prinsip atau

komponen utama, yaitu:

1. Manajemen profesional di sektor publik

2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja

3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome

4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik

5. Menciptakan persaingan di sektor publik

6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik

Page 5: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam

menggunakan sumber daya.

Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 37

menjelaskan pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai,

dan/dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Adapun objek

pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

(PBB-P2) adalah objek pajak yang:

1) Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan

2) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak

dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan

3) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau

4) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,

tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum

dibebani suatu hak,

5) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik

6) Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan

dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Undang-Undang terbaru yang mengatur pajak dan retribusi

daerah yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Besarnya Nilai Jual Objek

Page 6: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Pajak tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.10.000.000 (sepuluh

juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Sedangkan Subjek Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara

nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,

dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Tabel 2.1

Perbandingan PBB pada UU PBB dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUU PBB UU PDRD

Subjek

Orang/Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, memiliki, menguasai memanfaatkan atas bangunan . (Pasal 4 )

Sama

(Pasal 78 ayat 1 & 2)

ObjekBumi dan/atau Bangunan

(pasal 2)

Bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 77 Ayat 1)

TarifSebesar 0,5%

(Pasal 5)

Paling Tinggi 0,3%(pasal 80)

NJKP20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%) (Pasal 6)

Tidak dipergunakan

NJOPTKPSetinggi-tingginya Rp12 Juta.

(Pasal 3 Ayat 3)

Paling Rendah Rp10 Juta

(Pasal 77 Ayat 4)

PBB Terutang

Tarif x NJKP x (NJOP-NJOPTKP)

(Pasal 7)

Max: 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)

(Pasal 81)

Sumber : Direktorat Jenderal Pajak, 2011

Page 7: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Hal yang paling fundamental dalam UU 28/2009 adalah dialihkannya Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Tujuan

Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-

undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:

1) Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah.

2) Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru

(menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah).

3) Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi

dengan memperluas basis pajak daerah.

4) Memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah.

5) Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan

pada daerah.

Kinerja Keuangan Daerah

Pengertian kinerja seperti yang dikemukakan oleh Bastian (2010:329)

adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi

organisasi terutang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi.

Pengukuran kinerja adalah alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam

konteks sektor publik, kesuksesan organisasi tersebut akan digunakan untuk

mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Menurut Mardiasmo (2002:121)

Pengukuran kinerja sektor publik digunakan untuk menilai prestasi manajer dan

unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk

menilai Akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan

Page 8: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

publik yang lebih baik. Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu

sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu

strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja

diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Pengukuran kinerja

sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu:

1) Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki

kinerja pemerintah. Ukuran kinerja yang dimaksusdkan untuk dapat

membantu pemerintah berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja.

Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi

sektor publik.

2) Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan

pembuatan keputusan.

3) Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan

pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah

adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan

dan dilaksanakannya (Halim, 2012:230). Peggunaan analisis rasio pada sektor

publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori

belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.

Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan,

jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD

berbeda dengan keuangan yang dimilki oleh perusahaan swasta (Halim, 2012:231)

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan

hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya

Page 9: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat

pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan pemerintah

daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun potensi

daerahnya relative sama untuk dilihat bagaimana posisi keuangan pemerintah

daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Analisis Rasio Keuangan Pada APBDAnalisis laporan keuangan pada dasarnya merupakan analisis yang

dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang tersaji dalam laporan

keuangan. Perbedaan analisis laporan keuangan bisnis dan sektor publik terletak

pada objeknya. Penggunaan analisis rasio keuangan pada sektor publik belum

begitu banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan mengenai

nama dan kaidah pengukurannya (Halim, 2012 :231). Meskipun demikian, dalam

rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, analisis rasio

keuangan terhadap laporan keuangan Pemda perlu dilaksanakan, meskipun kaidah

akuntansi dalam laporan keuangan Pemda berbeda dengan laporan keuangan yang

dimiliki organisasi privat. Menurut Mahmudi (2010:142) terdapat beberapa

analisis rasio keuangan pada APBD, diantaranya yaitu:

a) Rasio Desentralisasi

Tingkat desentralisasi fiskal adalah ukuran untuk menunjukkan tingkat

kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah. Bentuk penyelenggaraan asas desentralisasi oleh pemerintah

daerah salah satunya adalah bahwa pemerintah daerah diberi kewenangan oleh

pemerintah pusat untuk memungut pajak dan retribusi daerah yang hasilnya

diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Page 10: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Rasio desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah PAD

dengan total penerimaan daerah.

Rasio Desentralisasi=Pendapatan Asli Daerah(PAD)¿ tal Penerimaan Daerah(TPD)

Tabel 2.2

Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi

Presentase PAD terhadap TPD Tingkat Desentralisasi0,00-10,00 Sangat kurang10,01-20,00 Kurang20,01-30,00 Sedang30,01-40,00 Cukup40,01-50,00 Baik

>50 Sangat baik Sumber : Dewa dan Susanto, 2010

Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan

daerah. semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan

pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi.

b) Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara

membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan

daerah dengan total penerimaan daerah. semakin tinggi rasio ini maka semakin

besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat

dan/atau pemerintah propinsi. Rasio Ketergantungan dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Ketergantungan= Dana perimbanganTotal Penerimaan APBD

x 100 %

Page 11: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Tebel 2.3

Kriteria penilaian ketergantungan keuangan daerah

Presentase PAD terhadap TPD Tingkat Desentralisasi

0,00-10,00 Sangat Rendah

10,01-20,00 Rendah

20,01-30,00 Sedang

30,01-40,00 Cukup

40,01-50,00 Tinggi

>50% Sangat Tinggi

Sumber : Dewa dan Susanto, 2010

c) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) mengindikasikan

kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang telah membayar pajak dan

retribusi sebagai sumber pendapatan daerah. kemandirian keuangan daerah

ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan

dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lainnya misalnya bantuan

pemerintah pusat (transfer pusat) maupun dari pinjaman. Rasio kemandirian

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Rasio Kemandirian=Pendapatan Asli Daerah(PAD)

Dana Perimbanganx100 %

Untuk menilai tinggi rendahnya rasio kemandirian pemerintah daerah, bisa

mengacu pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.4

Page 12: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah

Kemampuan Keuangan Kemandirian (%)

Rendah Sekali 0% - 25%

Rendah 25% - 50%

Sedang 50% - 75%

Tinggi 75% - 100%

Sumber: Dewa dan Susanto, 2010

d) Rasio Efektivitas

Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan

target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Rasio Efektivitas= Realisasi PADTarget PAD

x 100 %

Semakin tinggi rasio efektivitas berarti kemampuan daerah semakin baik.

Pemerintah telah menyusun pedoman penilaian tingkat efektivitas keuangan

daerah, melalui Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 berikut ini.

Tabel 2.5Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah

Kriteria Keuangan Precentase Efektivitas (%)

Sangat efektif >100

Efektif >90 – 100

Cukup Efektif >80 – 90

Kurang Efektif >60 – 80

Tidak Efektif ≤60

Sumber: Dewa dan Susanto, 2010

Page 13: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

e) Rasio Efisiensi

Analisis tingkat efisiensi keuangan daerah dapat dihitung dengan

menggunakan rasio efisiensi, yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan

antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan

daerah. pengukuran rasio efisiensi keuangan daerah dapat diukur dengan rumus

sebagai berikut:

Rasio Efesien= Total Realisasi Belanja DaerahTotal Realisasi Pendapatan Daerah

x 100 %

Tabel 2.6 : Kriteria Efisiensi

Kriteria efisiensi Precentase Efektivitas (%)

Tidak efisien 100% keatas

Kurang efisien 90% - 100%

Cukup Efisien 80% - 90%

Efisien 60% - 80%

Sangat efisien Kurang dari 60%

Sumber: Dewa dan Susanto, 2010

f) Rasio Aktivitas Keuangan Daerah

Aktivitas keuangan daerah adalah kinerja pemerintah daerah dalam

memperoleh dan membelanjakan pendapatan daerahnya. Mengukur aktivitas

keuangan daerah dapat menggunakan rasio keserasian belanja modal.

Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintaah daerah meprioritaskan

alokasi dananya pada belanja modal secara optimal.

Rasio Belanja Modal= Total Belanja ModalTotal Belanja Daerah

x 100 %

Page 14: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Kriteria untuk menetapkan kinerja keuangan dari perbandingan antara

realisasi belanja modal dan total belanja daerah dapat dikategorikan sebagai

berikut:

Tabel 2.7: keserasian Belanja Modal Keuangan Daerah

Keserasian belanja daerah otonom

Rasio Keserasian Belanja (%)

Tidak serasi 0-20

Kurang serasi >20 – 40

Cukup serasi >40 – 60

Serasi >60 – 80

Sangat serasi >80 – 100

Sumber: Mahsun, Moh : 2006

g) Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan mengukur kemampuan Pemerintah Daerah dalam

mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai selama

beberapa periode. Jika pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber

pendapatan dan pengeluaran sudah diketahui, maka dapat digunakan untuk

menilai potensi mana yang perlu mendapat perhatian. Rasio pertumbuhan

dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Pertumbuhan=PADtahun p−PADtahun p−1PADtahun p−1

x100

Penelitian Terdahulu

Terkait dengan penelitian ini, penulis bertitik tolak dari beberapa

penelitian terdahulu yang relevan, diantaranya:

Page 15: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Setiyono (2012) pada penelitiannya yang berjudul “Analisis Penerapan

New Public Management (NPM) Sebagai Kerangka Peningkatan Kualitas

Pelayanan Pada Balai Kesehatan/Rumah Sakit” Setiyono menyimpulkan bahwa

penerapan konsep NPM telah memberikan peningkatan drastis dalam sektor

publik menuju tercapainya pelayanan prima. Selanjutnya, Fahrisal (2014) Pada

penelitian yang dilakukannya mengenai pengaruh pelimpahan pemungutan PBB-

P2 menjadi pajak daerah terhadap realisasi penerimaan di kota Surabaya hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa Sejak berlakunya Undang-Undang

Nomor 28 tahun 2009 dan diterapkannya pendaerahan PBB-P2 mempengaruhi

realisasi penerimaan PAD Kota Surabaya yang semakin meningkat.

Selanjutnya Fidelius (2012) melakukan penelitian tentang analisis rasio

untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah Kota Manado. Dalam

penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan daerah

yaitu menggunakan rasio-rasio keuangan diantaranya rasio kemandirian, rasio

aktivitas, rasio efektivitas serta rasio pertumbuhan. Hasil penelitan tersebut

menujukkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah Kota Manado

berdasarkan analisis rasio kemandirian keuangan masih sangat rendah yang berarti

bahwa kontribusi PAD masih sangat kecil dalam APBD serta campur tangan

pemerintah pusat masih sangat dominan. Sedangkan berdasarkan analisis rasio

efektifitas kinerja pengelolaan keuangan Kota Manado sudah cukup efektif. Serta

dilihat dari rasio pertumbuhan, rasio aktivitas pemerintah daerah kinerja keuangan

daerah Kota Manado dapat dikatakan cukup baik.

Page 16: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Rancangan PenelitianPendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena

penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Sugiyono (2012:13) penelitian kuantitatif adalah penelitian

yang data penelitiannya berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan

pemerintah daerah berupa rasio keuangan menurut Mahmudi (2010:142) dan

Halim (2012:231) yaitu:

Varibel Penelitian

Definisi Operasional Pengukuran

Rasio Desentralisasi

Ukuran yang menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola pendapatan

PADTotal Pendapatandaerah

Rasio Ketergantungan

Ukuran yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.

Dana perimbanganTotal Penerimaan APBD

Rasio Kemandirian

Ukuran yang menunjukkan kemampuan pemerintah Daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintahan.

PADDana Perimbangan

Rasio Efektivitas

Ukuran yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah

Realisasi Penerimaan PADTarget Penerimaan PAD

Rasio Efisiensi Ukuran yang menunjukkan perbandingan antara output dan input, atau perbandingan antara

TotalbelanjaTotal Pendapatan

Page 17: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Varibel Penelitian

Definisi Operasional Pengukuran

realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan daerah.

Rasio Pertumbuhan

Ukuran yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai

¿PAD th p−PAD th p−1PADth p−1

Rasio Aktivitas Ukuran aktivitas Pemerintah Daerah dalam memprioritaskan alokasi dananya pada belanja pembangunan secara optimal.

Total Belanja ModalTotal Belanja Daerah

Sumber: Data Diolah Penulis

Populasi dan SampelPenelitian ini menggunakan populasi pemerintah kab/kota di seluruh

Indonesia. Sedangkan sampel dalam penelitian ini dipilih secara purposive

sampling dengan penentuan kriteria kab/kota se-Indonesia yang melakukan

pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah tahun 2012 yang terdiri 17 kab/kota.

Dalam penelitian ini data amatan terdiri dari 2 tahun sebelum pengalihan PBB-P2

menjadi pajak daerah (2010-2011) dan 2 tahun sesudah pengalihan PBB-P2

menjadi pajak daerah (2012-2013). Dengan demikian total sampel penelitian

adalah 4 X 17 amatan (68 amatan).

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan daerah atau dengan nama

lain laporan APBD. Sumber data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) serta melalui website/situs resmi Badan Pemeriksaan Keuangan Republik

Indonesia (www.bpk.go.id).

Teknik Pengumpulan DataMetode pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran data sekunder

Page 18: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

dengan kepustakaan dan manual. Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi.

Data-data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik serta melalui situs resmi Badan

Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (www.bpk.go.id).

Teknik Analisis Data1. Analisis Rasio Keuangan Pemerintah Daerah

Analisis data pertama dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

melakukan perhitungan rasio-rasio keuangan atas laporan realisasi APBD dari 17

kab/kota yang telah dtentukan menjadi sampel. Dalam penelitian ini

menggunakan perhitungan 7 rasio keuangan yaitu rasio desentralisasi, rasio

ketergantungan, rasio kemandirian, rasio efektivitas dan efisiensi, rasio aktivitas

dan rasio pertumbuhan. Hasil perhitungan analisis rasio tersebut dapat digunakan

sebagai data dalam pengujian statistik.

2. Analisis Statistik

Pengujian statistik dilakukan karena dengan uji statistik penelitian uji beda

tersebut dapat dilakukan dengan lebih signifikan. Metode analisis statistik yang

dipergunakan adalah:

a. Uji Normalitas

Uji hipotesis yang diperlukan untuk menentukan apakah data terdistribusi

secara normal atau tidak. Jika data terdistribusi secara normal, maka dipergunakan

uji statistik parametrik dan jika tidak terdistribusi secara normal, maka

dipergunakan uji statistik non parametrik. Uji normalitas menggunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov.

Kriteria penentuan normal tidaknya distribusi data adalah sebagai berikut:

1) Apabila nilai signifikansi uji one sample kolmogorov-smirnov lebih besar

dari tingkat kesalahan 5% maka disimpulkan distribusi dari data telah

Page 19: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

mengikuti sebaran normal.

2) Apabila nilai signifikansi uji one sample kolmogorov-smirnov lebih kecil

dari tingkat kesalahan 5% maka disimpulkan distribusi dari data belum

mengikuti sebaran normal.

b. Uji Beda

Melakukan uji beda pada rasio – rasio keuangan pemerintah daerah. Untuk

distribusi data yang telah menyebar normal menggunakan uji beda berpasangan

(paired sample t-test) dan uji wilcoxon untuk distribusi data yang tidak menyebar

menurut distribusi normal. Adapun Kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

perbedaan yang signifikan adalah sebagai berikut:

1) Apabila nilai signifikansi uji paired sample t-test atau wilcoxon kurang

dari tingkat kesalahan 5% maka disimpulkan rasio kinerja keuangan

periode sebelum krisis global dan setelah krisis global berbeda nyata.

2) Apabila nilai signifikansi uji paired sample t-test atau wilcoxon lebih besar

dari tingkat kesalahan 5% maka disimpulkan rasio kinerja keuangan

periode sebelum krisis global dan setelah krisis global tidak berbeda nyata.

Batas tingkat kesalahan 5% karena sesuai dengan tingkat toleransi

kesalahan yang dapat diterima dalam penelitian ekonomi.

c. Membuat kesimpulan.

Kesimpulan diambil dengan melihat hasil analisis statistik yang dilakukan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Normalitas Data Rasio Kinerja Keuangan Daerah

Page 20: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Berdasarkan hasil uji One Sample Kolomogorov-Smirnov seperti pada

tabel 4.1 diketahui bahwa rasio desentralisasi fiskal, rasio ketergantungan

keuangan daerah, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio

efisiensi, rasio aktivitas keuangan daerah serta rasio pertumbuhan PAD

kabupaten/kota se-Indonesia pada periode dua tahun sebelum pengalihan PBB-P2

dan dua tahun sesudah pengalihan PBB-P2 pada tahun 2012 secara total memiliki

distribusi data yang normal (nilai sig> 0,05). Dari hasil tersebut dapat ditentukan

pengujian perbedaan rasio kinerja keuangan daerah menggunakan uji parametik.

Tabel 4.1Uji Normalitas Rasio Kinerja Keuangan Daerah Menggunakan Uji One

Sample Kolomogorov-SmirnovRasio Kinerja Keuangan Daerah Kolomogorov-Smirnov Z Nilai Sig

Rasio Desentralisasi Fiskal 0,534 0,938

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah 0,635 0,815

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 0,824 0,505

Rasio Efektivitas Keuangan Daerah 0,655 0,784

Rasio Efesiensi Keuangan Daerah 0,736 0,651

Rasio Aktivitas Keuangan Daerah 0,654 0,785

Rasio Pertumbuhan Keuangan Daerah 0,880 0,420

Sumber: Data yang diolahUji Beda Rasio Kinerja Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji beda seperti pada tabel 4.2 diketahui bahwa rasio

desentralisasi fiskal, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio kemandirian

keuangan daerah, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio aktivitas keuangan daerah

serta rasio pertumbuhan pendapatan asli daerah pada kabupaten/kota se-Indonesia

periode sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak

daerah terdapat perbedaan signifikan (nilai sig<0,05) sedangkan pada rasio

Page 21: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

efektivitas keuangan daerah menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan (nilai sig > 0,05).

Tabel 4.2Uji Beda Rasio Keuangan Daerah Kab/Kota se-Indonesia sebelum dan

sesudah pengalihan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah 2012Rasio Kinerja Keuangan t/Z Sig

Desentralisasi Fiskal -6,556 0,000

Ketergantungan Keuangan Daerah 5,012 0,000

Kemandiran Keuangan Daerah -3,701 0,001

Efektivitas Daerah 0,383 0,705

Efisiensi Daerah -2,591 0,015

Aktivitas Keuangan Daerah -4,517 0,000

Pertumbuhan PAD -5,068 0,000

Sumber : Data yang diolah

Pembahasan

Rasio Desentralisasi Fiskal Daerah

Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat

rasio desentralisasi fiskal sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 di

kabupaten/kota se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-

rata tingkat desentralisasi fiskal sesudah pengalihan PBB-P2 di kab/kota se-

Indonesia (2012-2013) lebih tinggi, yaitu sebesar 22,61% dibanding dengan nilai

rata-rata tingkat desentralisasi fiskal sebelum pengalihan PBB-P2 (2010-2011)

yaitu sebesar 15,48%. Berdasarkan kriteria penilaian tingkat desentralisasi fiskal

seperti pada tabel 2.2, hasil menunjukkan bahwa rasio desentralisasi fiskal

sebelum pengalihan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah adalah

tergolong kurang. Sedangkan tingkat rasio desentralisasi fiskal sesudah

pengalihan PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah termasuk dalam kriteria

sedang. Artinya, pemerintah daerah mulai mampu dalam melaksanakan

Page 22: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

desentralisasi fiskal berupa peningkatan dalam pemungutan PBB-P2 yang

meningkatkan PAD.

Adanya kebijakan pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah telah

menjadikan pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang

lebih luas dalam menggali potensi-potensi penerimaan pajak, baik secara

intensifikasi maupun secara ekstensifikasi. Data objek dan subjek pajak secara

bertahap dapat diperbaharui sesuai dengan kondisi lapangan, sehingga akurasi

data terjamin serta permasalahan yang ada dimasyarakat juga dapat diproses

secara langsung tanpa harus menunggu keputusan dari pemerintah pusat.

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa terdapat perbedaan

tingkat rasio ketergantungan keuangan daerah sebelum dan sesudah pengalihan

PBB-P2 di kab/kota se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan bahwa nilai

rata-rata tingkat ketergantungan keuangan daerah sesudah pengalihan PBB-P2 di

kab/kota se-Indonesia (2012-2013) lebih rendah, yaitu sebesar 51,09% dibanding

dengan nilai rata-rata tingkat ketergantungan keuangan daerah sebelum

pengalihan PBB-P2 (2010-2011) yaitu sebesar 58,04%. Namun, Berdasarkan

kriteria penilaian tingkat ketergantungan keuangan daerah seperti pada tabel 2.3,

menunjukkan bahwa rasio ketergantungan keuangan daerah kab/kota periode

sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk dalam

kategori sangat tinggi, karena nilai ketergantungan masih berkisar diatas 50%.

Keadaan tersebut dapat terjadi dikarenakan meskipun melalui pengalihan

PBB-P2 menjadi pajak daerah telah mampu meningkatkan PAD namun porsi dana

perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

Page 23: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

juga tetap meningkat. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan pemerintah

daerah masih dalam kategori yang sangat tinggi. Adanya dana perimbangan dalam

era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan bentuk tanggung jawab

dari pemerintah pusat atas berjalannya proses otonomi daerah. Namun disisi lain,

adanya dana perimbangan yang terlalu besar akan menimbulkan persepsi bahwa

daerah tersebut tidak mandiri secara fiskal dan akan sampai pada kesimpulan

bahwa otonomi daerah tidak efektif untuk dilaksanakan.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa terdapat perbedaan

tingkat rasio kemandirian sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 di kab/kota

se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat

kemandirian keuangan daerah sesudah pengalihan PBB-P2 di kab/kota se-

Indonesia (2012-2013) lebih tinggi, yaitu 41,78% dibanding dengan nilai rata-rata

tingkat kemandirian keuangan daerah sebelum pengalihan PBB-P2 (2010-2011)

yaitu sebesar 29,04%. Namun, Berdasarkan kriteria penilaian tingkat kemandirian

dan kemampuan keuangan daerah seperti pada tabel 2.4, hasil menunjukkan

bahwa rasio kemandirian keuangan daerah kab/kota periode sebelum dan sesudah

pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk dalam kategori rendah, karena

nilai kemandirian masih berkisar diantara 25%-50%.

Hal tersebut terjadi karena masih berkaitan dengan tingkat pelaksanaan

desentralisasi fiskal oleh pemerintah daerah dalam hal pemungutan pajak yang

belum optimal untuk meningkatan pendapatan asli daerahnya dan disertai dengan

tingkat ketergantungan pemerintah daerah yang masih sangat tinggi terhadap

bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan.

Page 24: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Rasio Efektivitas Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan tingkat efektivitas keuangan daerah sebelum dan sesudah

pengalihan PBB-P2 di kab/kota se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan

bahwa nilai rata-rata tingkat efektivitas sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi

pajak daerah 1,16% yang berbeda tipis dengan tingkat efektivitas keuangan daerah

sebelum pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah yang hanya sebesar 1,18%.

Berdasarkan kriteria penilaian tingkat efektivitas seperti pada tabel 2.8, hasil

menunjukkan bahwa rasio efektivitas kab/kota sebelum dan sesudah pengalihan

PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk dalam kategori tidak efektif, karena nilai

rasio efektivitas masih kurang dari 60% dan jauh dari angka 100%.

Rendahnya tingkat efektivitas salah satu faktornya tidak terlepas dari

kesiapan pemerintah daerah dalam melakukan pengalihan PBB-P2. Sebagai pajak

daerah yang baru, Pengalihan PBB-P2 tentu membutuhkan beberapa persiapan

yang tidak mudah. Adapun yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah

daerah dalam proses pengalihan PBB-P2 adalah menyiapkan peraturan baik

peraturan daerah, peraturan kepala daerah, maupun standar operasional prosedur

(SOP) pengelolaan PBB-P2. Pengelolaan PBB-P2 tentunya memerlukan SDM

yang handal dan profesional, sehingga pemerintah daerah harus memperhatikan

secara khusus baik kuantitas maupun kualitas SDM yang ada dengan menyiapkan

alokasi SDM dengan pelatihan-pelatihan yang memadai serta sejalan dengan

pengelolaan PBB-P2. Selanjutnya pemerintah daerah harus menyiapkan sarana

prasarana seperti ruangan/gedung pengelolaan PBB-P2, peralatan komputer

Page 25: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

dengan spesifikasi tertentu, basis data, dan formulir-formulir pendukung

pengelolaan PBB-P2.

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan pada tingkat efisiensi keuangan daerah sebelum dan sesudah

pengalihan PBB-P2 di kab/kota se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan

bahwa nilai rata-rata tingkat efisiensi sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi pajak

daerah 1,12% yang berbeda tipis dengan tingkat efisiensi keuangan daerah

sebelum pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah yang hanya sebesar 1,06%.

Berdasarkan kriteria penilaian tingkat efisiensi seperti pada tabel 2.6, hasil

menunjukkan bahwa rasio efesiensi Kab/Kota sebelum dan sesudah pengalihan

PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk dalam kategori sangat efisien, karena

nilai rasio efisiensi menunjukkan kurang dari 60%.

Ketercapaian efisiensi ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah

mampu mengelola penerimaan dan pengeluaran keuangan dengan baik, yang

artinya bahwa pemerintah daerah dalam mengelola pengeluaran belanja daerah

tidak melebihi dari batas kemampuan pendapatan yang diterima.

Rasio Aktivitas Keuangan Daerah

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa terdapat perbedaan

pengelolaan belanja daerah sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 di kab/kota

se-Indonesia Tahun 2012. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata kontribusi

pengelolaan belanja daerah sesudah pengalihan PBB-P2 19,40% lebih tinggi

dibanding rata-rata kontribusi pengelolaan belanja daerah sebelum pengalihan

PBB-P2 yang hanya sebesar 14,08%. Berdasarkan kriteria tingkat keserasian

Page 26: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

belanja modal seperti pada tabel 2.7, hasil menunjukkan bahwa kinerja keuangan

pemerintah daerah dilihat dari rasio aktivitas belanja modal keuangan daerah

kab/kota sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk

dalam kategori tidak serasi, karena nilai keserasian rasio belanja modal masih

kurang dari 20%. Artinya, kinerja pemerintahan daerah dalam melakukan

pengelolaan belanja daerah masih rendah.

Kondisi tersebut terjadi dikarenakan dalam pengelolaan belanja daerah,

Pemerintah daerah lebih memperioritaskan dananya untuk belanja pegawai

pemerintah daerah mengalokasikan dana ke belanja modal lebih sedikit dibanding

dengan belanja pegawai. Padahal realisasi belanja modal merupakan variabel

penting dalam penyediaan infrastruktur publik.

Rasio Pertumbuhan PAD

Berdasarkan hasil uji perbedaan diketahui bahwa terdapat perbedaan

pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) sebelum dan sesudah pengalihan

PBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah di kabupaten/kota se-Indonesia

Tahun 2012. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata pertumbuhan PAD sesudah

pengalihan PBB-P2 5,20% lebih tinggi dibanding pertumbuhan PAD sebelum

pengalihan PBB-P2 sebesar 1,78%. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan

bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah pada rasio pertumbuhan PAD sesudah

pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah termasuk dalam kategori baik,

dikarenakan pemerintah daerah mulai dapat mengoptimalkan dalam

mempertahankan dan meningkatkan PAD yang diperoleh tiap periodenya.

Page 27: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan hasil pembahasan dari uji

hipotesis, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah Terdapat perbedaan kinerja

keuangan pemerintah daerah dilihat dari rasio desentralisasi fiskal dan rasio

pertumbuhan PAD sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 di kab/kota se-

Indonesia. Sedangkan pada rasio ketergantungan, kemandirian, efektivitas,

efisiensi dan aktivitas keuangan daerah terdapat perbedaan kinerja keuangan

sebelum dan sesudah pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah di kab/kota se-

Indonesia.

Saran Bagi Pemerintaha. Pemerintah kabupaten/kota dapat lebih bergerak cepat dalam kegiatan

pendataan dan penilaian agar potensi penerimaan dari sektor PBB-P2 dapat

lebih tergali dengan maksimal serta perlu dilakukannya review terhadap

ketetapan penyesuaian NJOP oleh Pemerintah Daerah setelah dilakukannya

pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah.

b. Pemerintah pusat sebaiknya melakukan evaluasi dan review kembali terkait

dengan kualitas perencanaan alokasi besarnya bantuan berupa dana

perimbangan yang diberikan kepada pemerintah daerah.

c. Pemerintah kabupaten/kota sebaiknya lebih secara serius memperbaiki kinerja

pengelolaan keuangan di daerahnya dan memperbaiki kualitas belanjanya,

sehingga dapat terfokus pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas

pelayanan publik.

Page 28: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Bagi Peneliti SelanjutnyaDalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan untuk mewakili dari

jumlah populasi yang ada tergolong masih sangat kurang. Bagi peneliti

selanjutnya dapat melakukan analisis kinerja keuangan dengan menggunakan

jumlah sampel yang lebih banyak dan periode data yang lebih panjang

DAFTAR PUSTAKAAhsan, Nazmul Kalimullah dkk. 2012. New Public Management: Emergence and

Principles, (online), Vol 1, Issue 1, (http://www.bup.edu.bd/journal/1-22.pdf).

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Erlangga

Dewa, I Gede Bisma dan Susanto, Hery. 2010. Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003-2007, (online), (http://unmasmataram.ac.id)

Halim, Abdul. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat

Fahrisal, Jogi Ramadhan. 2014. Pengaruh Pelimpahan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan Menjadi Pajak Daerah Terhadap Realisasi Penerimaannya Di Kota Surabaya., (Online), Vol 2 Nomor 3, (http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/7153).

Farazmand, Ali. 2006. “ Globalization Issues In Public Management”. Handbook of Globalization, Governance and Publik Administration: Page 885, (online), (https://www.academia.edu/4183261/New_Public_Management_Theory_Ideology_and_Practice).

Fidelius. 2012. Analisis Rasio Untuk mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Manado, (Online), Volume 1, No 4, (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/3418).

Mahmudi. 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi

Setiyono, Dedi. 2012. Analisis Penerapan New Public Management (NPM) Sebagai Kerangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Pada Balai

Page 29: ANALISIS KOMPARATIF KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PENGALIHAN PBB-P2 MENJADI PAJAK DAERAH DI KAB/KOTA SELURUH INDONESIA TAHUN 2012

Kesehatan/Rumah Sakit, (Online),(http//fe.unira.ac.id/wpcontent/uploads/2012/11/JURNAL-1-PAK.pdf).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

_______Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

_______Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

_______Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah