analisis kestabilan model mangsa-pemangsa...
TRANSCRIPT
ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA
HOLLING-TANNER TIPE II
INTAN SELVYA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kestabilan
Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner Tipe II adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Intan Selvya
NIM G54120011
ABSTRAK
INTAN SELVYA. Analisis Kestabilan Model Mangsa-Pemangsa Holling-Tanner
Tipe II. Dibimbing oleh ALI KUSNANTO dan PAIAN SIANTURI.
Dalam karya ilmiah ini dipelajari model mangsa-pemangsa Holling-Tanner
tipe II dan analisa mengenai karakteristik serta kestabilan titik tetapnya. Dari
model tersebut dilakukan transformasi sehingga diperoleh dua model yang disebut
model 1 dan model 2. Model 1 menghasilkan dua titik tetap dan model 2
menghasilkan empat titik tetap. Analisis kestabilan dilakukan dengan cara
mencari nilai eigen untuk setiap titik tetap dari masing-masing model. Pada model
1 terjadi perubahan kestabilan titik tetap dari spiral stabil menjadi spiral tak stabil.
Perubahan kestabilan tersebut merupakan sifat dari bifurkasi Hopf. Pada model 1
terdapat limit cycle pada titik tetap kedua. Pada model 2 tidak terjadi perubahan
kestabilan dari spiral stabil menjadi spiral tak stabil dan tidak terjadi kemunculan
limit cycle.
Kata kunci: bifurkasi Hopf, Holling-Tanner tipe II, kestabilan, limit cycle.
ABSTRACT
INTAN SELVYA. Stability Analysis of Predator-Prey Model of Holling-Tanner
Type II. Supervised by ALI KUSNANTO and PAIAN SIANTURI.
In this manuscript, we studied the predator-prey model of Holling-Tanner
type II and analysis about characteristics and stability of the fixed point. From
transformation of the model it is obtained two new models, called model 1 and
model 2. Model 1 has two fixed points and model 2 has four fixed points. Stability
analysis is performed by identifying eigenvalues for any fixed point of each model.
In model 1, the stability of a fixed point changes from stable spiral to unstable
spiral. The changes of stability is the characteristic of the Hopf bifurcation. In
model 1, there is a limit cycle at the second fixed point. In model 2, there is no
changes in the stability from stable spiral to unstable spiral and there is no
appearance of limit cycle.
Keywords: Holling-Tanner type II, Hopf bifurcation, limit cycle, stability.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA
HOLLING-TANNER TIPE II
INTAN SELVYA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat, rahmat, karunia, dan pertolongan yang telah diberikan sehingga
karya ilmiah yang berjudul Analisis Kestabilan Model Mangsa-Pemangsa
Holling-Tanner Tipe II dapat diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini tidak
lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1 Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
2 Nabi besar Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman,
3 keluarga tercinta: Ibunda Marliah dan Ayahanda Suarta yang selalu menyebut
nama penulis dalam setiap doanya. Fahmi Junaedi dan Linda Safira yang selalu
menjadi kesayangan,
4 keluarga besar Bapak Icin (alm) dan Bapak Narmin (alm),
5 Bapak Drs. Ali Kusnanto, MSi dan Dr. Paian Sianturi selaku dosen
pembimbing atas segala kesabaran, ilmu, saran dan motivasinya selama
membimbing penulis, serta Dr. Ir. Hadi Sumarno, MS selaku dosen penguji,
6 staf tata usaha dan perpustakaan Departemen Matematika IPB,
7 guru SMA kebanggaan yang paling berjasa: Bu Pipit dan Pak Ade,
8 sahabat-sahabat: BSW (Menik, Bella, Kokom, Andre, Valen, Dani), Lala, Tia,
Suhe, dan Teh Lia yang telah memberikan motivasi, bantuan, keceriaan, dan
waktu yang berkesan bagi penulis,
9 teman-teman satu bimbingan: Aul dan Vivi yang selalu saling mengingatkan,
membantu dan memberikan motivasi dalam penyusunan karya ilmiah ini,
10 teman-teman mahasiswa Matematika 49, PB Gumatika, Biro Kewirausahaan
Gumatika (Zorro dan Garputala) atas doa, semangat, serta kebersamaan, dan
kerjasamanya selama ini,
11 semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Bogor, Agustus 2016
Intan Selvya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
LANDASAN TEORI 2
PEMODELAN 4
PEMBAHASAN 6
Model 1 6
Penentuan Titik Tetap 6
Analisis Kestabilan Titik Tetap 7
Analisis Kestabilan di Sekitar T 7
Analisis Kestabilan di Sekitar T 7
Analisis Kestabilan di Sekitar T 7
Model 2 8
Penentuan Titik Tetap 8
Analisis Kestabilan Titik Tetap 8
Analisis Kestabilan di Sekitar T 8
Analisis Kestabilan di Sekitar T 9
Analisis Kestabilan di Sekitar T 9
Analisis Kestabilan di Sekitar T 9
SIMULASI NUMERIK 10
SIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 35
DAFTAR TABEL
1 Ringkasan analisis kestabilan Model 1 dan Model 2 10
2 Pemilihan nilai parameter untuk Model 1 11
3 Pemilihan nilai parameter untuk Model 2 11
4 Kestabilan hasil simulasi Model 1 dan Model 2 21
DAFTAR GAMBAR
1 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 12
2 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 12
3 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 13
4 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 13
5 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 14
6 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 14
7 Bidang fase yang menunjukkan jenis kestabilan spiral tak stabil 15
8 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 15
9 Bidang fase yang menunjukkan terjadi limit cycle 16
10 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 16
11 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 17
12 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 17
13 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 18
14 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 18
15 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 19
16 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 19
17 Bidang fase populasi mangsa terhadap populasi pemangsa 20
18 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penondimensionalan Model 23
2 Penentuan titik tetap Model 1 24
3 Penentuan titik tetap Model 2 25
4 Penentuan matriks Jacobi Model 1 26
5 Penentuan nilai eigen Model 1 27
6 Penentuan matriks Jacobi Model 2 28
7 Penentuan nilai eigen Model 2 29
8 Program plot bidang fase Kasus 1 Model 1 (Gambar 1) 30
9 Program plot bidang solusi Kasus 1 Model 1 (Gambar 2) 30
10 Program plot bidang fase Kasus 2 Model 1 (Gambar 3) 31
11 Program plot bidang solusi Kasus 2 Model 1 (Gambar 4) 31
12 Program plot bidang fase Kasus 3 Model 1 (Gambar 5) 31
13 Program plot bidang solusi Kasus 3 Model 1 (Gambar 6) 31
14 Program plot bidang fase Kasus 4 Model 1 (Gambar 7) 32
15 Program plot bidang solusi Kasus 4 Model 1 (Gambar 8) 32
16 Program plot bidang fase Kasus 4 Model 1 (Gambar 9) 32
17 Program plot bidang solusi Kasus 4 Model 1 (Gambar 10) 32
18 Program plot bidang fase Kasus 1 Model 2 (Gambar 11) 33
19 Program plot bidang solusi Kasus 1 Model 2 (Gambar 12) 33
20 Program plot bidang fase Kasus 2 Model 2 (Gambar 13) 33
21 Program plot bidang solusi Kasus 2 Model 2 (Gambar 14) 33
22 Program plot bidang fase Kasus 3 Model 2 (Gambar 15) 33
23 Program plot bidang solusi Kasus 3 Model 2 (Gambar 16) 34
24 Program plot bidang fase Kasus 4 Model 2 (Gambar 17) 34
25 Program plot bidang solusi Kasus 4 Model 2 (Gambar 18) 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu ekosistem terdiri dari berbagai populasi makhluk hidup. Makhluk
hidup terdiri atas berbagai spesies yang saling berinteraksi dan saling bergantung
satu sama lain. Salah satu interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup
lainnya adalah dalam hal mencari sumber makanan untuk kelangsungan hidup.
Hubungan antara pemangsa (predator) dan mangsanya (prey), di mana pemangsa
akan bersaing dengan pemangsa lain untuk memperoleh mangsa sebagai sumber
makanan merupakan peristiwa yang disebut predasi (Curio 1976). Predasi
bertujuan untuk memahami tentang kebiasaan dan struktur hewan. Pemangsa
(predator) sendiri merupakan suatu organisme yang memakan atau memangsa
organisme lain. Sedangkan mangsa (prey) merupakan organisme yang dimakan
oleh pemangsa.
Alfred Lotka pada tahun 1925 dan Vito Volterra pada tahun 1927
mengembangkan persamaan diferensial yang menggambarkan fenomena mangsa-
pemangsa yang dikenal dengan model Lotka-Volterra (Bacaer 2011). Kekurangan
dari model Lotka-Volterra adalah asumsi bahwa populasi mangsa dapat tumbuh
tanpa batas saat tidak adanya pemangsa. Selanjutnya, berkembang beberapa
model modifikasi dari model Lotka-Volterra. Tahun 1959, Holling
memperkenalkan fungsi respons yang terbagi atas tiga macam. Fungsi respons
tipe I terjadi pada pemangsa yang memunyai karakteristik pasif atau menunggu
mangsanya (Garrott et al. 2009). Fungsi respons tipe II terjadi pada pemangsa
yang memiliki karakteristik aktif dalam mencari mangsa (Skalski dan Gilliam
2001). Fungsi respons tipe III terjadi pada saat pemangsa mencari populasi
mangsa lain ketika populasi mangsa yang dimakannya mulai berkurang.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, akan dikonstruksi kembali model
mangsa-pemangsa Holling-Tanner tipe II yang disusun oleh Kuang dan Li (2007).
Dari model tersebut dianalisis kestabilan, karakteristik dan dinamika populasi
mangsa-pemangsa terhadap waktu.
Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:
1 Merekonstruksi model mangsa-pemangsa Holling-Tanner tipe II yang
disusun oleh Kuang dan Li (2007)
2 Menganalisis karakteristik dan kestabilan titik tetap model mangsa-
pemangsa Holling-Tanner tipe II.
2
LANDASAN TEORI
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial sebagai berikut: = . Fungsi merupakan fungsi bernilai real dari waktu . Fungsi adalah
fungsi bernilai real dari (Verhulst 1990).
Misalkan diketahui sistem persamaan diferensial dua dimensi,
= , , = , . (1)
Andaikan ∗, ∗ adalah titik tetap dari persamaan (1) sehingga ∗, ∗ =
dan ∗, ∗ = .
Selanjutnya dilakukan transformasi dengan pusat koordinat ∗, ∗ , = − ∗, = − ∗. Maka didapatkan: = = ∗ + , ∗ + . Dengan menggunakan ekspansi Taylor diperoleh = ∗, ∗ + �� + �� + , , . Karena ∗, ∗ = sehingga, = �� + �� + , , . Dengan , , memiliki nilai bilangan yang kecil.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh: = = �� + �� + , , . Oleh karena itu , dapat dituliskan dalam bentuk matriks menjadi:
( ) = ( �� ���� �� )
+ , , . Dengan matriks
= ||�� ���� �� ||. Matriks disebut matriks Jacobi dengan titik tetap ∗, ∗ . Karena , , yang dekat titik tetap bernilai kecil, sehingga menurut Strogatz
(1994) diperoleh sistem pelinearan: ( ) = .
3
Menurut Tu (1994), jika matriks berordo × , maka vektor taknol di
adalah vektor eigen dari . Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial dua
dimensi sebagai berikut: = + , = + . Sistem ini dapat ditulis menjadi: = , dengan = [ ] , = [ ]. Untuk mencari nilai eigen dapat dilakukan dengan menggunakan,
− = . (2)
Vektor adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen dan
adalah matriks identitas. Persamaan (2) akan memiliki penyelesaian tak nol jika
dan hanya jika:
det − = | − | = . (3)
Persamaan (3) dapat ditulis menjadi: det − � − � = , sedemikian sehingga diperoleh persamaan: � − �� + Δ = , dengan � = trace = + = � + � , Δ = det = − = � � . Dengan demikian diperoleh nilai eigen dari matriks sebagai berikut: � , = � ± √� − Δ.
Menurut Strogatz (1994) untuk menentukan kestabilan dari suatu sistem
dapat dilihat dari nilai ∆ dan �. Ada tiga kasus untuk nilai Δ, yaitu:
1 Jika Δ < , maka kedua nilai eigen bernilai real dan berbeda tanda maka
titik tetap bersifat sadel.
2 Jika Δ > ,
2.1 Jika � − Δ > dan jika � > maka kedua nilai eigen bernilai real
positif, sehingga titik tetap bersifat simpul tak stabil. Jika � < dan
kedua nilai eigen bernilai real negatif, maka titik tetap bersifat simpul
stabil.
2.2 Jika � − Δ < , dan jika � > maka kedua nilai eigen adalah
bilangan kompleks ± � , sehingga titik tetap bersifat spiral tak
stabil. Jika � < dan kedua nilai eigen adalah bilangan kompleks ± � , maka titik tetap bersifat spiral stabil. Jika � = dan kedua
nilai eigen adalah bilangan kompleks ± � , maka titik tetap bersifat
center.
2.3 Jika � − Δ = , parabola � − Δ = adalah garis batas antara
simpul dan spiral. Star nodes atau degenerate nodes terletak pada
4
parabola ini. Kestabilan titik atau spiral ditentukan oleh nilai �. Jika � < , kedua nilai eigen bernilai negatif maka titik tetap bersifat simpul
stabil. Jika � > maka titik tetap bersifat spiral tak stabil.
3 Jika Δ = , maka salah satu nilai eigen bernilai nol, sehingga titik asal
bersifat titik tetap tak terisolasi.
Menurut Strogatz (1994), perubahan pada parameter sistem dapat merubah
struktur kualitatif pada suatu sistem yang disebut bifurkasi. Bifurkasi merupakan
perubahan jumlah atau kestabilan titik tetap (titik kestabilan) dalam suatu sistem
dinamik. Nilai parameter saat terjadi bifurkasi disebut titik bifurkasi. Beberapa
jenis bifurkasi, salah satunya adalah bifurkasi Hopf. Kemunculan limit cycle
merupakan sifat dari bifurkasi Hopf. Limit cycle merupakan orbit tertutup yang
terisolasi yang berarti orbit di sekelilingnya menuju atau menjauhi siklus limit.
Ketika terjadi perubahan kestabilan yang melalui sepasang nilai eigen imajiner
murni, maka saat itu terjadi kemunculan limit cycle.
PEMODELAN
Karya ilmiah ini membahas mengenai model mangsa-pemangsa Holling-
Tanner tipe II yang menunjukkan persaingan antara suatu spesies pemangsa
dengan suatu spesies mangsa. Model dapat dilihat pada sistem persamaan berikut: = − − + , (4) = ( + − ),
di mana , ≥ , dan , , , , > , dengan:
: banyaknya populasi mangsa,
: banyaknya populasi pemangsa,
: koefisien interaksi yang mempengaruhi laju penangkapan pemangsa,
: laju kematian pemangsa,
m : tingkat kejenuhan pemangsaan,
: koefisien interaksi yang mempengaruhi laju pertumbuhan pemangsa,
: laju pertumbuhan intrinsik mangsa,
: daya dukung lingkungan.
Pada sistem persamaan (4) terdapat = + merupakan respons
fungsional yang menunjukkan ketersediaan mangsa sebagai sumber makanan
serta laju penangkapan pemangsa terhadap mangsa. Selanjutnya, dilakukan
penondimensionalan model terhadap persamaan (4), sehingga persamaan
memiliki bentuk yang lebih sederhana. Skala parameter yang dipakai: → , → , → .
5
Persamaan (4) menjadi: = − − + , (5) = − + �+ ,
dengan = , = , � = . (Bukti Lampiran 1)
Persamaan (5) disebut Model 1.
Parameter menyatakan tingkat pertumbuhan mangsa, parameter
menyatakan tingkat kematian pemangsa, dan parameter � menyatakan tingkat
interaksi antara mangsa dengan pemangsa. Menurut Tang dan Zhang (2005),
dengan mengubah variabel bebas → + . Persamaan (5) berpadanan dengan sistem persamaan, = − + − ,
(6) = − + + � . Berdasarkan Tang dan Zhang (2005) juga dapat dilakukan transformasi Briot-
Bouquet pada persamaan (6), dengan mengubah parameter → , → , → , untuk memperoleh persamaan: = [ − − − − ],
(7) = − [ � − − + + − − + ]. Kuang dan Li (2007) kemudian mengganti variabel pada persamaan (7)
dengan variabel → ,
sehingga persamaan menjadi: = [ − − − − ], (8) = − [ � − − + + − − + ].
Persamaan (8) dapat dibuat lebih sederhana dengan menggunakan
parameter dan = � − − sehingga persamaan dapat ditulis kembali
sebagai berikut: = − − + − , (9) = + + − + − + .
6
Kuang & Li (2007) memandang − dan − + sebagai
gangguan dari sistem pada persamaan (9), sehingga persamaan yang digunakan
menjadi: = − − , (10) = + + − .
Persamaan (10) disebut Model 2. Dalam tulisan ini akan dibandingkan Model 1
dan Model 2 untuk mencari perilaku solusi modelnya.
PEMBAHASAN
Model 1
Penentuan Titik Tetap
Penentuan titik tetap Model 1 diperoleh dari � = dan � = pada
persamaan (5), sehingga persamaan menjadi: − − + = , (11) − + �+ = .
Persamaan (11) diselesaikan sehingga diperoleh 2 titik tetap yaitu ,
dan −�+� +� , �− −�+� +� dan tidak terdefinisi pada titik (0,0) .
Walaupun begitu analisis kestabilan di sekitar titik , tetap dilakukan.
(Bukti Lampiran 2)
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Dengan melakukan pelinearan pada Model 1 sehingga diperoleh matriks
Jacobi sebagai berikut: = + − + + − − + + +− �+ + �+ − �+ + �+ − . (12)
Kestabilan di sekitar titik tetap dapat diperiksa dengan melihat nilai eigen yang
diperoleh dari matriks Jacobi persamaan (12) yang dievaluasi pada titik tetap.
(Bukti Lampiran 4)
7
Analisis Kestabilan di Sekitar � ,
Substitusi , pada matriks Jacobi persamaan (12), sehingga diperoleh
matriks Jacobi � = ( − ). Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= , = − . Diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga > dan < .
Karena kedua nilai eigen bernilai real dan berbeda tanda, sehingga kestabilan
bersifat sadel (Strogatz 1994).
Analisis Kestabilan di Sekitar � ,
Substitusi , pada matriks Jacobi persamaan (12), sehingga
diperoleh matriks Jacobi � = (− −� − ). Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= − , = � − . Karena diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga < dan
bergantung pada nilai � dan yang ditentukan. Jika > � maka kestabilan
bersifat simpul stabil. Jika < � maka kestabilan bersifat sadel (Strogatz 1994).
Analisis Kestabilan di Sekitar � −�+� +� , �− −�+� +�
Substitusi titik tetap −�+� +� , �− −�+� +� pada matriks Jacobi
persamaan (12),
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= δ − √ − , = δ + √ − ,
dengan = δ − δ − δ − + δ , = − δ −δ + δ + δ − δ − . Diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga kestabilan titik tetap
ditentukan dari nilai eigen yang bergantung pada nilai parameter dan . Jika
nilai > dan < √ − maka kestabilan bersifat simpul stabil. Jika nilai < dan < √ − maka kestabilan bersifat sadel. Jika nilai < dan
8 < maka kestabilan bersifat spiral stabil. Jika nilai < dan > maka
kestabilan bersifat spiral tak stabil (Strogatz 1994).
Terjadi perubahan kestabilan titik tetap −δ+δ +δ , δ− −δ+δ +δ
dari kondisi kestabilan spiral stabil menjadi spiral tak stabil dengan mengubah
nilai parameter sistem.
(Bukti lampiran 5)
Model 2
Penentuan Titik Tetap
Penentuan titik tetap Model 2 diperoleh dari � = dan � = pada
persamaan (10), sehingga persamaan menjadi: − − = , (13) + + − = .
Dilakukan penyelesaian pada sistem persamaan (13) sehingga diperoleh 4 titik
tetap, yaitu , , , , , − , dan −− , − .
(Bukti Lampiran 3)
Perbedaan Model 1 dan Model 2 adalah dari jumlah dan nilai titik tetap yang
diperoleh.
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Dengan melakukan pelinearan pada Model 2 sehingga diperoleh matriks
Jacobi sebagai berikut:
= − − + −+ − − −− . (14)
(Bukti lampiran 6)
Kestabilan di sekitar titik tetap dapat diperiksa dengan melihat nilai eigen yang
diperoleh dari matriks Jacobi persamaan (14) yang dievaluasi pada titik tetap.
Analisis Kestabilan di Sekitar � ,
Substitusikan , pada matriks Jacobi persamaan (14), sehingga
diperoleh matriks Jacobi
� = ( − −− ). Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= , = +− .
9
Karena diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga > dan
bergantung pada nilai yang ditentukan. Jika < maka kestabilan bersifat
simpul tak stabil. Jika > maka kestabilan bersifat sadel (Strogatz 1994).
Analisis Kestabilan di Sekitar � ,
Titik tetap , disubstitusikan pada matriks Jacobi persamaan (14),
sehingga diperoleh matriks Jacobi
� = (− −− −− ). Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= − , = − . Karena diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga < dan
bergantung pada nilai yang ditentukan. Jika < maka kestabilan bersifat
sadel. Jika > maka kestabilan bersifat simpul stabil (Strogatz 1994).
Analisis Kestabilan di Sekitar � , −
Substitusikan titik tetap , − pada matriks Jacobi persamaan (14),
sehingga diperoleh matriks Jacobi:
� = ( +− +−− + − −− − −− + )
. Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= −− , = − − +− . Karena diasumsikan parameter tidak bernilai negatif, sehingga dan
bergantung pada nilai yang ditentukan. Jika < maka kestabilan bersifat
sadel. Jika > maka kestabilan bersifat simpul tak stabil.
Analisis Kestabilan di Sekitar � −− , −
Substitusikan titik tetap −− , − pada matriks Jacobi persamaan
(2), sehingga diperoleh matriks Jacobi:
= ( −− + + − + + −− + −− ++ − + − − + − −− − −− + + − ( + − + − − + )) .
10
Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik | � − | = , diperoleh nilai
eigen sebagai berikut:
= − √− +√ − + , = √− +√ − + . Kestabilan di sekitar titik tetap belum dapat ditentukan dari nilai eigen yang
diperoleh. Sehingga, kestabilan di sekitar titik tetap ditentukan dari hasil
simulasi yang akan dilakukan.
(Bukti lampiran 7)
Tabel 1 Ringkasan analisis kestabilan Model 1 dan Model 2
Ket.
Model
1
S SS SS > � ; > , < √ −
S S < � ; < , < √ − SPS < , <
SPTS < , >
Model
2
STS S S < S SS STS >
Keterangan:
(S=Sadel; SS=Simpul Stabil; STS=Simpul Tak Stabil; SPS=Spiral Stabil;
SPTS=Spiral Tak Stabil).
SIMULASI NUMERIK
Dalam karya ilmiah ini akan dilakukan simulasi terhadap dua model
persamaan yaitu Model 1 dan Model 2. Pada simulasi untuk Model 1 tingkat
interaksi antara mangsa dengan pemangsa (�) mempengaruhi kestabilan di titik
tetap . Sehingga dalam simulasi untuk Model 1 akan dilakukan perubahan
pada nilai parameter � untuk melihat perubahan kestabilannya.
Selanjutnya, dilakukan simulasi untuk Model 2. Diasumsikan bahwa setiap
parameter bernilai taknegatif. Saat penondimensionalan model diketahui bahwa = � dan = . Nilai sebanding dengan tingkat pertumbuhan mangsa
tanpa pengaruh adanya pemangsa. Sedangkan nilai sebanding dengan tingkat
kematian pemangsa. Model 2 hanya dilakukan simulasi pada nilai < untuk
melihat jenis kestabilannya. Nilai setiap parameter untuk masing-masing
persamaan diasumsikan sebagai berikut dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
11
Tabel 2 Pemilihan nilai parameter untuk Model 1
Kas. � Nilai eigen dan kestabilan titik tetap
Ket.
1 0.41 0.5 0.490
= 0.41
= -0.5
S
= -0.41
= -0,01
SS
= − .
= .
S
> �
2 0.41 0.5 0.600
= 0.41
= -0.5
S
= -0.41
= 0.1
S
= − .
= − ,
SS
< �
3 0.41 0.5 0.750
= 0.41
= -0.5
S
= -0.41
= 0.25
S
= . − . −. �
= . − . +. �
SPS
< �
4 0.41 0.5 0.784
= 0.41
= -0.5
S
= -0.41
= .
S
= . . −. �
= . . −. �
SPTS
< �
Keterangan:
(S=Sadel; SS=Simpul Stabil; STS=Simpul Tak Stabil; SPS=Spiral Stabil;
SPTS=Spiral Tak Stabil).
Tabel 3 Pemilihan nilai parameter untuk Model 2
Kas. � Nilai eigen dan kestabilan titik tetap
Ket.
1 0.41 0.50 0.490 = .
= 1.23
STS
= − .
= 0.137
S
= − .
= − .
SS
<
2 0.41 0.50 0.600
= .
= 1.23
STS
= − .
= 0.137
S
= − .
= − .
SS
<
3 0.41 0.50 0.750
= .
= 1.23
STS
= − .
= 0.137
S
= − .
= − .
SS
<
4 0.41 0.50 0.784
= .
= 1.23
STS
= − .
= 0.137
S
= − .
= − .
SS
<
Keterangan:
(S=Sadel; SS=Simpul Stabil; STS=Simpul Tak Stabil; SPS=Spiral Stabil;
SPTS=Spiral Tak Stabil).
12
Simulasi 1
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 1 Kasus 1
Nilai parameter yang digunakan adalah δ = . , dengan nilai awal = . dan = . . Pada Kasus 1 diperoleh nilai titik tetap , , , , . , − . . Nilai eigen yang didapatkan pada Kasus 1 adalah
= − . dan = . .
Gambar 1 menunjukkan bahwa ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap di
mana kedua populasi stabil menuju titik tetap . Pada Gambar 1 diperlihatkan
bahwa kestabilan titik tetapnya adalah stabil.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada waktu awal populasi mangsa
mengalami penurunan yang mengakibatkan populasi pemangsa ikut mengalami
penurunan. Hal tersebut terjadi akibat tingkat interaksi antara mangsa pemangsa
cukup rendah. Selanjutnya, pada nilai tertentu populasi mangsa naik tetapi
populasi pemangsa tetap menurun menuju kepunahan. Hingga pada suatu nilai
kedua populasi mengalami kestabilan.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 1 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 2 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
13
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 1 Kasus 2
Nilai parameter yang digunakan adalah δ = . , dengan nilai awal = . dan = . . Pada Kasus 2 diperoleh nilai titik tetap , , , , . , . . Nilai eigen yang didapatkan pada Kasus 2 adalah
= − . dan = − . , sehingga kestabilan di titik tetap adalah
simpul stabil.
Gambar 3 menunjukkan bahwa ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap di
mana kedua populasi stabil menuju titik tetap . Kestabilan di sekitar titik tetap
bersifat sadel. Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa kestabilan titik tetapnya
adalah stabil.
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada waktu awal populasi mangsa
mengalami penurunan yang mengakibatkan populasi pemangsa ikut mengalami
penurunan. Selanjutnya, pada nilai tertentu populasi mangsa mengalami kenaikan
jumlah populasi. Hingga pada suatu nilai kedua populasi mengalami kestabilan
jumlah populasi.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 3 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 4 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
14
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 1 Kasus 3
Nilai parameter yang digunakan adalah δ = . , dengan nilai awal = . dan = . . Pada Kasus 3 diperoleh nilai titik tetap , , , , . , . . Nilai eigen yang didapatkan pada Kasus 3
adalah = . − . − . � dan = . − . +. � , sehingga kestabilan di titik tetap adalah spiral stabil.
Gambar 5 merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap. Kedua
populasi stabil menuju titik tetap . Jenis kestabilan yang terjadi pada Kasus 2
adalah stabil.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada waktu awal terjadi penurunan
terhadap kedua populasi. Ketika mulai terjadi kenaikan jumlah populasi mangsa,
diikuti dengan kenaikan jumlah populasi pemangsa dikarenakan ketersediaan
makanan yang mencukupi. Kondisi sebaliknya, ketika terjadi penurunan pada
jumlah populasi mangsa kemudian diikuti dengan penurunan jumlah populasi
pemangsa. Gambar 6 menunjukkan terjadi osilasi dengan simpangan yang
semakin mengecil dan pada suatu nilai tertentu kedua populasi mengalami
kestabilan.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 5 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 6 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
15
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 1 Kasus 4
Nilai parameter yang digunakan adalah δ = . , dengan nilai awal = . dan = . . Pada Kasus 4 diperoleh nilai titik tetap , , , , . , . . Nilai eigen yang didapatkan pada Kasus 4
adalah = . . − . � dan = . . − . � ,
sehingga kestabilan di titik tetap adalah spiral tak stabil.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 7 Bidang fase yang menunjukkan jenis kestabilan spiral tak stabil
Gambar 8 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
16
Gambar 7 merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap di mana
kedua populasi tak stabil menjauhi titik tetap . Kestabilan di sekitar titik tetap
bersifat spiral tak stabil.
Gambar 8 merupakan gambaran pada interaksi antara mangsa dengan
pemangsa dengan nilai awal yang berbeda. Terjadi penurunan jumlah kedua
populasi pada waktu awal. Pada suatu waktu terjadi kenaikan jumlah populasi
mangsa. Selanjutnya, diikuti dengan kenaikan pada jumlah populasi pemangsa
dan kejadian tersebut terus berulang. Terjadi osilasi dengan nilai simpangan yang
semakin membesar, sehingga mengakibatkan kedua populasi tidak stabil menuju
ke suatu nilai tertentu.
Gambar 9 merupakan bidang fase kemunculan limit cycle. Perubahan
kestabilan yang melalui sepasang nilai eigen imajiner murni mengakibatkan
munculnya keberadaan limit cycle merupakan sifat dari bifurkasi Hopf.
Gambar 10 merupakan gambaran pada interaksi antara mangsa dengan
pemangsa yang di waktu awal terjadi interaksi yang ekstrim. Dibutuhkan waktu
yang singkat bagi pemangsa untuk mencari mangsa. Terjadi osilasi dengan nilai
simpangan yang tetap, sehingga mengakibatkan kedua populasi tidak stabil
menuju ke suatu nilai tertentu.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 9 Bidang fase yang menunjukkan terjadi limit cycle
Gambar 10 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
17
Simulasi 2
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 2 Kasus 1
Nilai parameter yang digunakan adalah = . , = . , � = .
dengan nilai awal = . dan = 0.3. Pada Kasus 1 diperoleh nilai titik
tetap , , . , , , . .
Pada Kasus 1 kestabilan di titik tetap adalah simpul stabil. Gambar 11
merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap. Kedua populasi stabil
menuju titik tetap . Jenis kestabilan yang terjadi pada Kasus 1 pada Model 2
adalah stabil.
Gambar 12 menunjukkan bahwa pada waktu awal terjadi kenaikan
terhadap jumlah populasi mangsa, tetapi terjadi penurunan terhadap jumlah
populasi pemangsa. Hal tersebut dikarenakan tingkat kematian populasi pemangsa
lebih tinggi dari tingkat interaksi antara mangsa dengan pemangsa. Hingga
populasi pemangsa hampir mengalami kepunahan.
Mangsa (x)
Pemangsa (y)
Gambar 11 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 12 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
18
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 2 Kasus 2
Nilai parameter yang digunakan adalah = . , = . , � = .
dengan nilai awal = . dan = 0.19. Pada Kasus 2 diperoleh nilai
titik tetap , , . , , , . .
Pada Kasus 2 kestabilan di titik tetap adalah spiral stabil. Gambar 13
merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap. Kedua populasi stabil
menuju titik tetap . Jenis kestabilan yang terjadi pada Kasus 2 pada Model 2
adalah stabil.
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada waktu awal terjadi kenaikan
terhadap jumlah populasi pemangsa, tetapi terjadi penurunan terhadap jumlah
populasi mangsa. Jumlah populasi mangsa di awal waktu hampir mengalami
kepunahan. Akibatnya, terjadi penurunan jumlah populasi pemangsa dikarenakan
ketersediaan mangsa sebagai sumber makanan yang tidak memenuhi. Pada suatu
nilai, terjadi peningkatan terhadap jumlah populasi mangsa. Selanjutnya, terjadi
peningkatan jumlah populasi pemangsa. Hingga pada suatu nilai keduanya
mengalami kestabilan.
Mangsa
Pemangsa
Gambar 13 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 14 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
19
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 2 Kasus 3
Nilai parameter yang digunakan adalah = . , = . , � = .
dengan nilai awal = . dan = 0.01. Pada Kasus 3 diperoleh nilai
titik tetap , , . , , , . .
Gambar 15 merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap. Jenis
kestabilan yang terjadi pada Kasus 3 pada Model 2 adalah stabil.
Gambar 16 menunjukkan bahwa pada waktu awal terjadi kenaikan
terhadap jumlah populasi mangsa, tetapi terjadi penurunan terhadap jumlah
populasi pemangsa. Jumlah populasi pemangsa di awal waktu hampir mengalami
kepunahan. Pada suatu nilai, terjadi peningkatan terhadap jumlah populasi
pemangsa dan penurunan pada jumlah populasi mangsa. Populasi pemangsa
meningkat tanpa batas, sementara populasi mangsa menuju kepunahan. Hal
tersebut tidak mungkin terjadi, karena jika populasi mangsa menuju kepunahan
artinya ketersediaan mangsa sebagai sumber makanan bagi pemangsa tidak
mencukupi dan populasi pemangsa tidak mungkin mengalami peningkatan tanpa
batas.
Mangsa
Pemangsa
Gambar 15 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 16 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
20
Dinamika Populasi Mangsa Pemangsa Model 2 Kasus 4
Nilai parameter yang digunakan adalah = . , = . , � = .
dengan nilai awal = . dan = 0.01. Pada Kasus 4 diperoleh nilai
titik tetap , , . , , , . .
Gambar 17 merupakan ilustrasi bidang fase di sekitar titik tetap. Kedua
populasi stabil menuju titik tetap . Jenis kestabilan yang terjadi pada Kasus 4
pada Model 2 adalah stabil.
Gambar 18 merupakan ilustrasi bidang solusi populasi mangsa dan
populasi pemangsa terhadap waktu. Ilustrasi bidang solusi pada kasus 4 model 2
menunjukan hasil yang serupa dengan ilustrasi bidang solusi kasus 3 model 2.
Mangsa
Pemangsa
Gambar 17 Bidang fase populasi mangsa x terhadap populasi pemangsa y
Gambar 18 Bidang solusi jumlah populasi terhadap waktu
21
Tabel 4 Kestabilan hasil simulasi Model 1 dan Model 2
Model 1
Kasus 1 S SS - -
Kasus 2 S S SS -
Kasus 3 S S SPS -
Kasus 4 S S SPTS -
Model 2
Kasus 1 STS SS S -
Kasus 2 STS S S SPS
Kasus 3 STS S S -
Kasus 4 STS S S -
Keterangan:
(S=Sadel; SS=Simpul Stabil; STS=Simpul Tak Stabil; SPS=Spiral Stabil;
SPTS=Spiral Tak Stabil).
SIMPULAN
Model mangsa-pemangsa Holling-Tanner tipe II diperoleh dua model
persamaan yaitu Model 1 dan Model 2. Model 1 diperoleh dua titik tetap dan
Model 2 diperoleh empat titik tetap.
Hasil analisis pada Model 1 diperoleh dua titik tetap yaitu dan
serta dilakukan analisis di sekitar titik (0,0) yang disebut . Kestabilan di sekitar
titik tetap selalu bersifat sadel. Saat tingkat kematian pemangsa lebih rendah
dari tingkat interaksi antara mangsa dengan pemangsa, kestabilan di sekitar titik
tetap bersifat sadel. Saat tingkat kematian pemangsa lebih tinggi dari tingkat
interaksi antara mangsa dengan pemangsa, kestabilan di sekitar titik tetap
bersifat simpul stabil. Kestabilan di sekitar titik tetap bergantung pada nilai
dan . Terjadi kemunculan limit cycle yang merupakan sifat dari bifurkasi Hopf
akibat terjadinya perubahan kestabilan dari spiral stabil menjadi spiral tak stabil.
Hasil analisis pada Model 2 diperoleh empat titik tetap yaitu , , , dan
. Kestabilan di sekitar titik tetap , dan bergantung pada nilai
parameter tingkat kematian pemangsa. Jenis kestabilan untuk kasus 1 model 2
yaitu stabil menuju titik tetap .
Penentuan jenis kestabilan di sekitar titik tetap hanya ditentukan
berdasarkan hasil simulasi. Dari hasil simulasi, pada kasus 2 model 2 jenis
kestabilan titik tetap adalah spiral stabil. Pada kasus 3 dan 4 model 2 terjadi
pertumbuhan yang tidak terbatas terhadap jumlah populasi pemangsa. Sementara
populasi mangsa menuju kepunahan. Hal tersebut tidak mungkin terjadi dalam
kondisi sesungguhnya, karena jika populasi mangsa menuju kepunahan artinya
ketersediaan mangsa sebagai sumber makanan bagi pemangsa tidak mencukupi
dan populasi pemangsa tidak mungkin mengalami peningkatan tanpa batas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bacaer N. 2011. A Short History of Mathematical Population Dynamics. New
York (US): Springer-Verlag.
Curio E. 1976. The Ethology of Predation. New York (US): Springer-Verlag.
Garrott RA, White PJ, Watson FGR. 2009. The Ecology of Large Mammals in
Central Yellowstone Sixteen Years of Integrated Field Studies. San Diego
(US): Elsevier.
Kuang Y, Li B. 2007. Heteroclinic bifurcation in the Michaelis-Menten-type ratio-
dependent predator-prey system. Society for Industrial and Applied
Mathematics. 67(5):1453-1464. DOI. 10.1137/060662460.
Skalski GT, Gilliam JF. 2001. Functional Response with Predator Interference:
Viable Alternatives to the Holling Type II Model. Ecology. 82:3083-3092.
doi:10.2307/2679836.
Strogatz SH. 1994. Nonlinear Dynamics and Chaos, with Application to Physics,
Biology, Chemistry, and Engineering. Massachusetts (US): Addison-Wesley
Publishing Company.
Tang Y, Zhang W. 2005. Heteroclinic bifurcation in a ratio-dependent predator-
prey system. J. Math. Biol. 50, 699-712. DOI. 10.1007/s00285-004-0307-1.
Tu PNV. 1994. Dynamical System An Introduction with Application in Economics
and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
Verhulst F. 1990. Nonlinear Differential Equations and Dynamical Systems.
Heidelberg (DE): Springer-Verlag.
23
Lampiran 1 Penondimensionalan Model
Model persamaan : = − − + , = ( + − ). Untuk memperoleh sistem persamaan yang lebih sederhana dilakukan
penondimensionalan model dengan skala parameter yang digunakan, yaitu : → , → , → . � = ( − ) − �+ �
= − − �+ = − − + = − − +
� � = + � −
� = ( + − )
= ( + − ) = ( + − ) = + − . Misalkan : = , = , δ = .
Substitusikan , , ke persamaan dan , sehingga sistem
persamaan menjadi: = − − + , = δ+ − .
24
Lampiran 2 Penentuan titik tetap Model 1
Penentuan titik tetap Model 1 ditentukan dengan cara membuat persamaan
menjadi � = dan � = seperti persamaan (11) berikut: − − + = , δ+ − = . Dari persamaan (11) didapat : − − + = − − + =
diperoleh: = dan − = + . Selanjutnya, δ+ − = ( δ+ − ) =
diperoleh: = dan = δ+ . Substitusikan = pada persamaan
δ+ − = , sehingga diperoleh: � → δ+ − = − = =
diperoleh titik tetap , .
Dari persamaan = dan persamaan − = + , diperoleh: − = − = =
diperoleh titik tetap , .
Dari persamaan − = + dan persamaan = δ+ , diperoleh: − = + − = δ�− �+δ�− � − = δ−δ
− = δ−+ δ− − = δ−δ
− = δ−+δ− = δ−δ+δ .
25
Selanjutnya substitusikan nilai yang diperoleh ke persamaan = δ+ ,
sehingga didapatkan: = δ+ + = δ + = δ = δ − = δ− = δ−δ+δ δ−
= δ−δ+ δ−δ
diperoleh titik tetap �−�+� , �−�+ �−� .
Lampiran 3 Penentuan titik tetap Model 2
Penentuan titik tetap Model 2 ditentukan dengan cara membuat persamaan
menjadi � = dan � = seperti persamaan (13) berikut: − − = , + + − = . Dari persamaan (13) didapat : − − =
diperoleh: = dan = + . Selanjutnya, + + − =
diperoleh: = dan + = − − . Dari persamaan = dan =
diperoleh titik tetap , . Dari persamaan = dan persamaan = + , diperoleh: = + =
diperoleh titik tetap , . Dari persamaan = dan persamaan + = − − , diperoleh: + = − − = − − = − − . Karena nilai = − −− , sehingga: = − −−− − = −
diperoleh titik tetap , − .
26
Dari persamaan = + dan persamaan + = − − , diperoleh: + = − − + − = − − = − + + − = �+ = − −− + = − .
Selanjutnya, = − = - − = −−
diperoleh titik tetap −− , − .
Lampiran 4 Penentuan matriks Jacobi Model 1
Misalkan Model 1 ditulis sebagai berikut: , = = − − + , , = = �+ − . Dilakukan pelinearan sehingga diperoleh matriks Jacobi:
= (
)
dengan: = ( − − + ) = ( − − + ) = − − + + + = + − +
= ( δ+ − ) = ( δ+ − ) = δ+ − δ+ = δ+ − δ+ −
= ( + − + + − − + + +− δ+ + δ+ − δ+ + δ+ − ) .
27
Lampiran 5 Penentuan nilai eigen Model 1
Pelinearan titik tetap ,
Substitusikan titik tatap terhadap matriks Jacobi Model 1 � = ( − ). Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik ( � − ) =
untuk memperoleh nilai eigen. | � − | = | − − − | = − − − =
= , = − . Pelinearan titik tetap ,
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 1 � = (− −δ − ). Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) =
untuk memperoleh nilai eigen. | � − | = |− − −δ − − | = − − δ − − =
= − , = δ − .
Pelinearan titik tetap −δ+δ +δ , δ− −δ+δ +δ
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 1
� =
dengan
= − −�+� +� + ( − −�+� +� + �− −�+� +� −�+� +� + �− −�+� +� − �− −�+� +� −�+� +� + �− −�+� +� ), = δ− −δ+δ +δ −δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ − −δ+δ +δ −δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ , = − δ− −δ+δ +δ −δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ + δ− −δ+δ +−δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ , = − − δ− −δ+δ +δ −δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ + −δ+δ +−δ+δ +δ + δ− −δ+δ +δ .
28
Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) = untuk memperoleh nilai eigen. | � − | = | | = .
Sehingga diperoleh nilai eigen sebagai berikut:
= � − √− +
= � + √− +
dengan = � − � − � − + � , = − � −� + � + � − � − .
Lampiran 6 Penentuan matriks Jacobi Model 2
Misalkan Model 2 ditulis sebagai berikut: , = = − − , , = = + + − . Dilakukan pelinearan sehingga diperoleh matriks Jacobi:
= (
)
dengan: = ( − − ) = ( − − ) = − − = −
= ( + + − ) = ( + + − ) = = + − − −−
= − − + −+ − − −− .
29
Lampiran 7 Penentuan nilai eigen Model 2
Pelinearan titik tetap ,
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 2
� = ( − −− ). Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) =
untuk memperoleh nilai eigen. | � − | = | − − −− − | =
− − −− − =
= , = − −− . Pelinearan titik tetap ,
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 2
� = (− −− −− ). Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) =
untuk memperoleh nilai eigen. | � − | = |− − −− −− − | =
− − − −− − =
= − , = − −− . Pelinearan titik tetap , −
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 2
� = ( + − +−− + − −− − −− + )
.
30
Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) = untuk memperoleh nilai eigen. | � − | =
|| + − + − −− + − −− − −− + − || =
( + − + − ) − −− − −− + − =
= − − , = − −− − . Pelinearan titik tetap
−− , −
Substitusikan titik tetap terhadap matriks Jacobi Model 2
= ( −− + + − + + −− + −− ++ − + − − + − −− − −− + + − + − + − − + ) .
Selanjutnya, dengan menyelesaikan persamaan karakteristik det( � − ) = untuk memperoleh nilai eigen. | � − | =
||−− + +− + + −− + − −− ++− + −− + − −− − −− + + − ( + − + − − + ) −
|| =
= − √− +√ − + , = √− +√ − + .
Lampiran 8 Program plot bidang fase kasus 1 Model 1 (Gambar 1)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 9 Program plot bidang solusi kasus 1 Model 1 (Gambar 2)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . :
31
� ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = . Lampiran 10 Program plot bidang fase kasus 2 Model 1 (Gambar 3)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 11 Program plot bidang solusi kasus 2 Model 1 (Gambar 4)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
Lampiran 12 Program plot bidang fase kasus 3 Model 1 (Gambar 5)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 13 Program plot bidang solusi kasus 3 Model 1 (Gambar 6)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . :
32
� ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = . Lampiran 14 Program plot bidang fase kasus 4 Model 1 (Gambar 7)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 15 Program plot bidang solusi kasus 4 Model 1 (Gambar 8)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
Lampiran 16 Program plot bidang fase kasus 4 Model 1 (Gambar 9)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 17 Program plot bidang solusi kasus 4 Model 1 (Gambar 10)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = . . ( − ) − � . �� + � , = − . +�. � . �� + � ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . :
33
� ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = . Lampiran 18 Program plot bidang fase kasus 1 Model 2 (Gambar 11)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 19 Program plot bidang solusi kasus 1 Model 2 (Gambar 12)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
Lampiran 20 Program plot bidang fase kasus 2 Model 2 (Gambar 13)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 21 Program plot bidang solusi kasus 2 Model 2 (Gambar 14)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
Lampiran 22 Program plot bidang fase kasus 3 Model 2 (Gambar 15)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ]
34
≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 23 Program plot bidang solusi kasus 3 Model 2 (Gambar 16)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
Lampiran 24 Program plot bidang fase kasus 4 Model 2 (Gambar 17)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , � = , =
Lampiran 25 Program plot bidang solusi kasus 4 Model 2 (Gambar 18)
: � ℎ � : � ℎ : � ℎ : ≔ [ = ( . − − ), = . + + − . ] ≔ . : ≔ . : � ≔ . : � ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � =, ℎ � , [ , , = . . , [[ = . , =. ] ], = , � = . , = [ , ], =[^′ ^′ , ^′ �^′ ], � = .
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Intan Selvya, lahir pada tanggal 28 Juli 1994 di
Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan lahir
dari pasangan suami istri Bapak Suarta dan Ibu Marliah. Pendidikan yang telah
ditempuh oleh penulis yaitu SD Negeri Bojongrangkas 04 Kabupaten Bogor lulus
tahun 2006, SMP Negeri 1 Cibungbulang Kabupaten Bogor lulus tahun 2009, dan
SMA Negeri 1 Cibungbulang Kabupaten Bogor lulus tahun 2012. Sejak tahun
2012 sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis masih terdaftar sebagai
mahasiswa Program S-1 Departemen Matematika, Fakultas MIPA di Institut
Pertanian Bogor (IPB).
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
yang ada di kampus IPB yaitu mengikuti PB Gumatika 2013 sampai 2016, dan
menjadi anggota pengurus Gugus Mahasiswa Matematika (Gumatika) pada Biro
Kewirausahaan tahun 2013/2014. Serta menjadi ketua Biro Kewirausahaan Gugus
Mahasiswa Matematika (Gumatika) tahun 2014/2015. Selain itu, penulis juga
aktif dalam mengikuti lomba yang diadakan oleh Departemen Matematika,
Fakultas MIPA, dan Bidikmisi IPB. Adapun penghargaan yang telah penulis raih,
antara lain Juara 3 Perkusi SEMARAK BIDIK MISI tahun 2013, Juara 2 Aerobik
SPIRIT tahun 2014, Juara 3 Bulutangkis SPIRIT tahun 2015, serta Juara 2
Bulutangkis SPIRIT tahun 2016.