pemanfaatan jamur entomopatogen synnematium sp. dan beuveria bassiana untuk mengendalikan wereng...

26
SEMINAR 1 SKS Judul : Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman Jambu Mete (Anacardium occidentale). Nama : Agus Zumrotul Arifin N P M : E1D050001 Dosen Pembimbing : Tanda Tangan : Hari/Tanggal : I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber devisa. Salah satu kendala peningkatan produksi jambu mete adalah serangan hama dan penyakit. Salah satu hama penting pada tanaman jambu mete adalah wereng pucuk (Sanurus indecora) dan kepik penghisap (Helopeltis antonii). Serangan S. indecora dapat menyebabkan kehilangan hasil 57,83 % (Tri Lestari Mardiningsih, 2007). Sedangkan serangan yang disebabkan

Upload: masaip

Post on 27-Jul-2015

2.767 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

SEMINAR 1 SKS

Judul : Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium

sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan

Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik

Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Jambu Mete (Anacardium occidentale).

Nama : Agus Zumrotul Arifin

N P M : E1D050001

Dosen Pembimbing :

Tanda Tangan :

Hari/Tanggal :

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Jambu mete (Anacardium occidentale) merupakan salah satu tanaman

perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber devisa. Salah satu

kendala peningkatan produksi jambu mete adalah serangan hama dan penyakit.

Salah satu hama penting pada tanaman jambu mete adalah wereng pucuk (Sanurus

indecora) dan kepik penghisap (Helopeltis antonii). Serangan S. indecora dapat

menyebabkan kehilangan hasil 57,83 % (Tri Lestari Mardiningsih, 2007).

Sedangkan serangan yang disebabkan oleh H. antonii sekitar 43,27-67,4% (Tri

Eko Wahyono, 2006). Pengendalian S. indecora dan H. antonii dapat dilakukan

secara fisik/ mekanis serta pengendalian biologi dengan memanfaatkan jamur

entomopatogen Synnematium sp. Sebagai pengendali S. indecora dan jamur

entomopatogen B. bassiana sebagai pengendali H. antonii. Pengendalian dengan

menggunakan musuh alami sangat prospektif dikembangkan karena ramah

lingkungan. Pengendalian dengan insektisida sintetis juga efektif, tetapi

penggunaannya harus bijaksana agar tidak menimbulkan dampak negatif seperti

pencemaran lingkungan, resistensi dan resurjensi hama sasaran, terbunuhnya

musuh alami, dan keracunan bagi petani.

Page 2: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Dengan demikian, pengendalian hama jambu mete dianjurkan secara

terpadu dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian yang ramah

lingkungan. Salah satunya adalah dengan menggunakan cendawan Synnematium

sp. dan B. bassiana yang tersedia di alam.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memanfaatkan

penggunaan musuh alami yang diantaranya adalah jamur entomopatogen

Synnematium sp. dan B. bassiana dalam mengendalikan hama penting pada

tanaman jambu mete. Penggunaan jamur entomopatogen adalah bagian dari

konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang menjadi program pemerintah,

penggunaan jamur entomopatogen ini dipilih sebagai upaya untuk menanggulangi

adanya sifat resistensi yang diakibatkan oleh penggunanan pestisida sintetik, sifat

resinten berarti meningkatkan daya tahan yang di sebabkan oleh serangga hama

yang tahan (tidak mati) pada saat penyemprotan insektisida.

Pengendalian dengan menggunakan jamur entomopatogen ini juga

betujuan untuk menghasilkan buah jambu mete yang bebas residu pestisida

sintetik karena pengendalian hamanya menggunakan musuh alami.

Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya konsep Pengendaliah Hama

Terpadu dengan menggunakan jamur entomopathogen ini dapat menjadi

pengendalian hama yang paling efektif dan efisien dalam mengendalikan hama

penting tanaman jambu mete.

II. PEMBAHASAN

2.1 Hama Penting Tanaman Jambu Mete

2.1.1 Kepik Pengisap (Helopeltis antonii)

Kepik pengisap atau Helopeltis sp. termasuk hama penting pada tanaman

jambu mete, dia menyerang pucuk muda, tunas, bunga, biji, buah dan daun. Kepik

ini mengisap cairan tumbuhan dengan menusuk, tanaman menjadi coklat di

tempat tusukan. Disamping jambu mete, hama ini juga memakan banyak tanaman

lain, diantaranya: teh, kakao, lamtoro, alpokat, mangga, dadap, ubi jalar, dll.

Page 3: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Serangan yang berat pada tunas dapat menyebabkan pucuk layu dan mati.

Bunga yang terserang berubah menjadi hitam dan mati. Biasanya jumlah kepik

pengisap paling tinggi di kebun jambu mete pada akhir musim hujan (Deptan,

2001).

Menurut Borror dkk, (1992) klasifikasi Helopetis antonii adalah :

Kingdom : Animalia

Phillum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Famili : Miridae

Genus : Helopeltis

Spesies : Helopeltis antonii

Di pembibitan, nimfa instar pertama dan kedua pertama-tama menyerang

daun muda kemudian pucuk. Gejala serangan ditandai dengan adanya bercak-

bercak transparan berbentuk elips di sepanjang tepi tulang daun dan bentuk segi

empat pada helai daun. Bercak tersebut pada hari berikutnya berubah menjadi

cokelat. Serangan yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Larva instar

ketiga menyerang tunas kemudian ke bagian batang. Gejala serangan ditandai

dengan adanya bercak cokelat tua berbentuk elips. Serangan nimfa pada bibit

yang berumur 2-3 bulan menyebabkan pertumbuhan bibit terhambat (Wiratno et

al. 1996).

Nimfa instar keempat dan kelima mengisap cairan pucuk lebih banyak

dibanding serangga dewasa. Nimfa instar kelima dan serangga betina lebih

berpotensi menimbulkan kerusakan dibanding nimfa instar pertama, kedua,

ketiga, keempat dan serangga jantan (Atmadja 1999), nimfa H. antonii terutama

menyerang bagian tengah dan bawah tajuk tanaman.

Page 4: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Serangga dewasa mula-mula menyerang daun muda, kemudian berlanjut

ke bagian batang yang muda. Gejala serangan ditandai dengan timbulnya bercak

cokelat tua berukuran 8-10 mm. Serangan berat pada pucuk menyebabkan pucuk

mati sehingga mempengaruhi pembungaan. Bila seranngan terjadi pada saat

pertumbuhan tanaman memasuki fase generatif, pucuk tidak dapat menghsilkan

tangkai bunga.

Selain menyerang pucuk, daun muda dan bunga, H. antonii juga

menyerang buah semu. Serangan pada buah semu yang berumur lebih dari 5

minggu menyebabkan pertumbuhan buah tidak normal. Bila seranga terjadi pada

buah yang berumur kurang dari empat minggu, buah akan mengering, berwarna

hitam kemudian gugur (Wiratno et al. 1996).

Menurut Nair et al. (1979) dan Ohler (1979), H. antonii menyerang daun,

cabang bunga, gelondong, dan buah semu jambu mete. Daun yang terserang

terhambat pertumbuhannya dan menjadi kering. Serangan pada bunga

menyebabkan kegagalan pembuahan. Buah semu yang terserang berwarna

cokelat tua akhirnya mengering dan gugur.

Berdsarkan hasil penelitian Karmawati et al. (1999), imago H. antonii

memberikan kontribusi terhadap kerusakan pada bagian atas tajuk tanaman.

Gambar 1. Nimfa Gambar 2. pucuk yang rusak Gambar 3. Imago

oleh helopeltis

( Deptan, 2001)

Page 5: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Daur hidup

Telur berwarna putih krem berbentuk lonjong. Diletakkan pada pucuk

daun dan jaringan muda yang masih lunak. Nimfa ganti kulit lima kali. Dewasa

mampu bertelur hingga 200 butir. Waktu makannya biasanya pagi dan sore.

Kehidupannya juga terpengaruh cahaya, sehingga bila terlalu terang dan panas,

nimfa muda akan pergi ke pupus dan dewasanya ke sela-sela daun yang berada di

sebelah dalam, lebih menyukai tempat yang gelap (Deptan, 2001).

2.1.2 Wereng Pucuk (Sanurus indecora)

Menurut Borror dkk, (1992) klasifikasi Sanurus indecora adalah :

Kingdom : Animalia

Phillum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Homoptera

Famili : Flatidae

Genus : Sanurus

Spesies : Sanurus indecora

Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan serangga untuk berkembang

mulai dari telur diletakkan hingga menjadi dewasa dan bertelur. Siklus hidup S.

Indecora belum diketahui karena dalam penelitian, serangga dewasa (imago)

umumnya telah mati sebelum meletakkan telur. Imago S. indecora menyerupai

kupu-kupu. Tubuh dan tungkai berwarna kuning pucat, sedangkan warna kepala

dan sayap bervariasi, yaitu putih, hijau pucat atau putih kemerahan. Pada kepala

Page 6: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

terdapat sepasang mata majemuk berwarna coklat gelap. Panjang dari ujung

kepala sampai ujung sayap sekitar 8−10 mm dan lebar sayap 3−4 mm.

Gambar 4. Imago S. Indecora

(T. L. Mardiningsih, 2007)

Saat hinggap, sayap menutup tubuh dengan posisi tegak ke bawah

(Gambar 4). Pada tegmen (sayap depan) kadang-kadang terlihat garis merah di

sepanjang tepinya. Tegmen, postclaval membentuk sudut tegak lurus.Venasi

tegmen banyak cross veins, vena anal membentuk huruf Y pada bagian ujung.

Tibia tungkai belakang hanya mempunyai satu spina lateral. Carina pada frons 1

berbentuk U dan 1 membujur di tengah (Siswanto et al. 2003). Periode imago

berlangsung 5−6 hari (Mardiningsih et al. 2004).

Telur S. indecora diletakkan secara berkelompok 30−80 butir pada

permukaan bawah daun, tangkai daun, dan atau tangkai pucuk, ditutupi lapisan

lilin berwarna putih atau kuning. Periode telur berlangsung 6−7 hari (Siswanto et

al. 2003; Mardiningsih et al. 2004). Telur berwarna putih, lalu berubah menjadi

coklat menjelang menetas. Telur berbentuk oval, panjang 0,95−1,09 mm dan lebar

0, 37−0,47 mm.

Page 7: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Menurut Siswanto et al. (2003), berbeda dengan S. indecora, telur L.

candida diletakkan berderet memanjang 2−6 baris dan tidak tertutup lapisan lilin.

Nimfa berwarna krem dan tertutup tepung lilin berwarna putih, jika dipegang

terasa lengket.

Nimfa dan imago tidak aktif bergerak, hanya meloncat atau terbang dekat

bila terganggu. Kepadatan populasi pada satu karangan bunga mencapai 80 ekor

atau lebih (Siswanto et al. 2003). Periode nimfa berlangsung 42−49 hari

(Mardiningsih et al. 2004). Di Kayangan, Lombok Barat, S. indecora indecora

mulai menyerang tanaman jambu mete pada awal musim kemarau (bulan Mei)

dan makin meningkat pada saat tanaman memasuki fase generatif. Pada musim

berbunga, serangga biasanya menutupi tangkai bunga. Puncak populasi hama

terjadi pada bulan Juli dan Agustus, saat tanaman mulai berbunga dan berbuah.

Populasi menurun pada bulan Oktober bersamaan dengan berakhirnya fase

generatif.

Walaupun populasi hama ini rendah, bekas keberadaannya mudah

dikenali dengan adanya embun jelaga pada permukaan daun bagian atas serta

lapisan lilin dan kulit nimfa (eksuvia) yang ditinggalkan pada waktu nimfa

berganti kulit (Wiratno dan Siswanto 2002).

Selain faktor lingkungan (musim kemarau), ketersediaan makanan dan

musuh alami terutama parasitoid telur (Aphanomerus sp.) sangat mempengaruhi

perkembangan populasi hama tersebut (Siswanto et al. 2002).

Menurut Rahardjo (2006), populasi S. indecora di daerah pantai, dataran,

dan perbukitan menunjukkan bahwa populasi terbanyak ditemukan pada tumpang

sari antara jambu mete dengan kacang, kemudian diikuti tumpang sari jambu mete

dengan padi, serta monokultur (jambu mete saja). Di pantai, dataran, maupun

perbukitan pada pengamatan awal bulan Februari 2004, S. indecora muncul

dengan populasi berkisar 2−10%. Selanjutnya pada bulan Maret, April, dan Mei,

populasi meningkat dan setelah itu bervariasi, bergantung pada topografi dan pola

usaha tani.

Daur hidup

Page 8: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Telur diletakkan secara berkelompok pada daun jambu mete oleh wereng

betina. Setelah menetas, nimfa mengisap cairan dari daun jambu mete. Nimfa

ganti kulit beberapa kali, terakhir kali dia menjadi dewasa bersayap (Deptan,

2001).

2.2 Pemanfaatan jamur entomopatogen

2.2.1 Pemanfaatan Synnematium sp. untuk mengendalikan Sannurus

indecora

Jamur Synnematium sp. cukup efektif membunuh dewasa wereng putih

jambu mete (sanurus), Jamur ini juga membunuh telur wereng tersebut. Jamur

Synnematium ditandai dengan tumbuhnya benang-benang miselium jamur yang

berwarna cokelat pada bagian tubuh wereng yang sekaligus menempel pada

tempat dia berada. Walaupun ada angin yang bertiup cukup kencang namun

wereng putih yang mati tersebut tetap masih menempel pada tanaman. Selain

menyerang dewasa wereng putih, jamur ini juga dapat menyerang kelompok telur

wereng, sehingga telur tersebut tidak dapat menetas dan sekaligus menjadi sumber

untuk patogen ini menyerang lebih banyak wereng lagi. Jika menemukan wereng

putih jambu mete yang terserang jamur Synnematium, biarkan saja di pohon,

sehingga jamur tersebut akan menyebar dan membunuh lebih banyak wereng.

Cara pengendalian S. indecora yang prospektif untuk

dikembangkan ialah dengan menggunakan cendawan Synnematium sp. Cendawan

ini pertama kali ditemukan menginfeksi S. indecora, sehingga spesifik untuk S.

indecora. Selain itu, cendawan ini mudah dibiakkan di laboratorium pada media

Potato Dextrose Agar (PDA) lalu dilanjutkan pada media beras/jagung. Karena

berasal dari alam maka pengendalian dengan cendawan ini ramah lingkungan.

Selain itu, S.indecora tersedia di lapang. Cendawan Synnematium sp. Pertama

kali ditemukan menyerang telur dan imago S. indecora. Serangga yang mati

terinfeksi akan tertutup massa cendawan berwarna cokelat, dan umumnya tetap

menempel pada daun atau tunas tanaman. Di NTB, serangan cendawan ini

ditemukan di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Narmada, Lombok Timur

(Purnayasa 2001).

Page 9: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Berdasarkan identifikasi Cooke (1978) dalam Wikardi et al. (2001),

cendawan Synnematium sp. (belum diketahui spesiesnya) termasuk ke dalam grup

simbiosis antagonis fakultatif.

Cendawan ini hidup dengan bersimbiosis (nektrotropik) dan dapat

berkembang dengan baik pada saat bebas (saprofit). Menurut Aquino (1987),

Synnematium sp. umumnya bersifat saprofit dan kontaminan laboratorium.

Menurut Barnett dan Hunter (1972), Synnematium sp. memiliki ciri synnemata

sederhana atau bercabang, coklat ketika matang, phialid sebagian besar pada

ujung cabang, ramping, menyempit ke ujung yang runcing, konidia hialin sampai

coklat pucat, ditutupi mukus, beberapa spora bersatu dalam kelompok, sklerotia

bulat, menjadi coklat dengan sel yang berdinding tebal, dan bersifat parasit pada

serangga. Cendawan Hirsutella citriformis juga berhasil diidentifikasi dari imago

S. indecora yang menunjukkan gejala serupa dengan Synnematium sp. (Wahyuno

et al. 2003). Cendawan H. citriformis juga ditemukan pada Diaphorina citri

(Homoptera: Psyllidae) pada tanaman jeruk di Klaten, Jawa Tengah (Subandiyah

et al. 2000 dalam Siswanto et al. 2003).

Purnayasa (2004) juga menemukan Diaphorina sp. (vektor penyakit

CVPD) pada tanaman jeruk yang terserang cendawan Synnematium sp. Cendawan

dapat tumbuh baik pada media PDA. Uji patogenisitas di laboratorium

menunjukkan dalam waktu 5 hari 10 ekor Diaphorina sp. yang diuji semuanya

mati dan pada hari ketujuh ditumbuhi cendawan Synnematium sp. Pengolesan

suspensi cendawan Synnematium sp. pada tubuh serangga dewasa menyebabkan

kematian hingga 100% pada hari ke-11, sedangkan pengolesan suspensi cendawan

pada inang (makanan) menyebabkan kematian sampai 100% pada hari ke-9.

Pengolesan suspensi cendawan pada tubuh serangga dewasa dan inang (makanan)

menyebabkan kematian sampai 100% pada hari ke-8. Pada penelitian semilapang,

pengendalian S. indecora dengan Synnematium sp. konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l

yang diaplikasikan pada telur, nimfa, imago, serta bibit, menyebabkan kematian

nimfa hingga 9,83 ekor (dari rata-rata 10 ekor). Pada konsentrasi 20 g/l, rata-rata

Page 10: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

telur, nimfa, dan imago yang terserang Synnematium sp. berturut-turut 8,83; 9,83;

dan 8,83 ekor (dari rata-rata 10 ekor) (Mardiningsih et al. 2006).

Dalam penelitian di lapang, Synnematium sp. konsentrasi 20 g/l atau setara

dengan konsentrasi spora 1,64 x 108 efektif menekan populasi S. indecora hingga

23,86%. Untuk penyemprotan di lapang, cendawan dalam media jagung atau

beras dihancurkan, lalu ditempatkan dalam wadah yang berisi air, kemudian

disaring dan dimasukkan ke dalam alat semprot. Penyemprotan dilakukan pada

sore hari atau menjelang malam agar cendawan memiliki kesempatan yang lebih

lama untuk berkembang sebelum terkena cahaya matahari keesokan harinya.

Synnematium sp. yang digunakan adalah yang sudah diperbarui. Cendawan

sejenis yaitu Synnematium jonesii diketahui menginfeksi Udonga montana

(Hemiptera: Pentatomidae), kepik penyengat pada tanaman kopi di India. Di

Amerika, Synnematium juga dilaporkan memparasit Mezira emarginata dan M.

lobata di Louisiana, Harpalus sp. Di California, Pardomis sp. di Columbia,

Philonthus sp. di Maine, dan wereng daun di Costa Rica. Selain itu, Synnematium

juga menyerang Pororeus simulans di Filipina, Basilides bipinnis di SierraLeone,

Promecotheca bicolor di Fiji.

Gambar 8. S. indecora yang terserang Synnematium sp.

Page 11: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

(T. L. Mardiningsih, 2007)

2.2.2 Pemanfaatan Beauveria bassiana untuk mengendalikan Helopeltis sp.

Menurut Hughes, 1971 klasifikasi B. bassiana adalah :

Kingdom : Fungi

Phillum : Ascomycota

Kelas : Hypomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Clavicipitaceae

Genus : Sanurus

Spesies : Sanurus indecora

Jamur B. bassiana menyerang banyak jenis serangga, di antaranya

kumbang, ngengat, ulat, kepik dan belalang. Jamur ini umumnya ditemukan pada

serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu menyerang serangga pada

tanaman atau pohon. Jamur Beauveria bassiana berwarna putih (lihat gambar),

dan biasanya cukup kelihatan pada badan inangnya. Jika dilihat dengan kaca

pembesar, spora jamur ini ternyata tumbuh berkelompok, sehingga berupa bola-

bola spora.

Page 12: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Gambar 9. Imago H. antonii yang terinfeksi B. bassiana, laboratorium

Balittro, Bogor, 2003/2004

Daur hidup

Jamur Beauveria bassiana tumbuh pada serangga, kemudian membuat

spora (semacam biji). Spora lepas dari jamur dan dibawa angin atau air ke tempat

lain. Jika spora kena serangga, bisa tumbuh menjadi jamur lagi.

Cendawan B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine

karena miselia dan konidia (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya

oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiopornya. Cendawan ini memiliki

kisaran inang serangga yang sangat luas, meliputi ordo Lepidoptera, Coleoptera,

dan Hemiptera. Selain itu, infeksinya juga sering ditemukan pada serangga-

serangga Diptera maupun Hymenoptera (McCoy et al., 1988). Serangga inang

utama B. bassiana yang dilaporkan oleh Plate (1976) antara lain: kutu pengisap

(aphid), kutu putih (whitefly), belalang, hama pengisap, lalat, kumbang, ulat,

thrips, tungau, dan beberapa spesies uret. Sedangkan habitat tanamannya mulai

tanaman kedelai, sayur-sayuran, kapas, jeruk, buah-buahan, tanaman hias, hingga

tanaman-tanaman hutan. Mekanisme infeksi dimulai dari melekatnya konidia pada

kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya.

Hunt et al. (1984) menyatakan bahwa perkecambahan konidia cendawan baik

pada integumen serangga maupun pada media buatan umumnya membutuhkan

nutrisi tertentu, seperti glukosa, glukosamin, khitin, tepung, dan nitrogen,

terutama untuk pertumbuhan hifa (Thomas et al., 1987).

Page 13: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

B. bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin (Kučera dan

Samšiňáková, 1968). Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi

hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang

disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi. Selain secara kontak, B.

bassiana juga dapat menginfeksi serangga melalui inokulasi atau kontaminasi

pakan. Broome et al. (1976) menyatakan bahwa 37% dari konidia B. Bassiana

yang dicampurkan ke dalam pakan semut api, Selenopsis richteri, berkecambah di

dalam saluran pencernaan inangnya dalam waktu 72 jam, sedangkan hifanya

mampu menembus dinding usus antara 60-72 jam.

Di dalam tubuh inangnya cendawan ini dengan cepat memperbanyak diri

hingga seluruh jaringan serangga terinfeksi. Serangga yang telah terinfeksi B.

Bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan

kematiannya bisa lebih cepat. Serangga yang mati tidak selalu disertai gejala

pertumbuhan spora. Contohnya, aphid yang terinfeksi B. bassiana hanya

mengalami pembengkakan tanpa terjadi perubahan warna.

Demikian pula tempayak lalat yang terinfeksi B. bassiana sering

ditemukan secara berkelompok pada ujung-ujung rerumputan (Plate, 1976).

Kematian serangga biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan secara

menyeluruh, dan atau karena toksin yang diproduksi oleh cendawan. Menurut

Cheung dan Grula (1982), penyakit white muscardine yang menyerang saluran

pencernaan Heliothis zea mengakibatkan gangguan nutrisi hingga kematian.

Serangga yang terbunuh tubuhnya akan berwarna putih karena ditumbuhi konidia

B. bassiana. Jumlah konidia yang dapat dihasilkan oleh satu serangga ditentukan

oleh besar kecilnya ukuran serangga tersebut. Setiap serangga terinfeksi B.

Bassiana akan efektif menjadi sumber infeksi bagi serangga sehat di sekitarnya.

Seperti cendawan lain, perrtumbuhan B. bassiana juga sangat ditentukan oleh

kelembapan lingkungan. Namun demikian, cendawan ini juga memiliki fase

resisten yang dapat mempertahankan kemampuannya menginfeksi inang pada

kondisi kering. Keberadaan epizootiknya di alam menyebabkan B. Bassiana

secara cepat menginfeksi populasi serangga hingga menyebabkan kematian.

Page 14: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Selain itu, kemampuan penetrasinya yang tinggi pada tubuh serangga

menyebabkan cendawan ini juga dengan mudah menginfeksi serangga hama

pengisap, seperti aphid (Aphis sp.) dan kutu putih Bemisia spp. yang tidak mudah

terinfeksi oleh bakteri maupun virus.

Metode

Bahan yang digunakan adalah H. antonii yang telah dikembangbiakkan di

laboratorium dan B. bassiana yang diperbanyak dengan media jagung. Dua isolat

B. bassiana yang digunakan masing-masing berasal dari Jombang dan

Leptocorisa sp. yang terinfeksi jamur tersebut. Dua strain jamur B. bassiana yang

telah diperbanyak pada media jagung ditimbang 10 g kemudian ditambahkan air 1

liter dan dua jenis perekat perata masing-masing 0,2 ml. Perekat perata masing-

masing mengandung bahan aktif alkil aril alkoksilat dan asam oleat serta alkil

gliserol ftalat (T. E. Wahyono, 2006). Larutan tersebut selanjutnya disemprotkan

pada tanaman jambu mete, ditunggu sampai tanaman tersebut kering, lalu di

masukkan imago H. antonii sebanyak 10 ekor pada masing- masing tanaman lalu

dikurung dengan menggunakan kurungan yang terbuat dari kain kasa. Bibit

tanaman jambu mete sebagai tanaman uji berumur 6 bulan dan pertumbuhannya

seragam. Bibit merupakan hasil pembibitan di rumah kaca. Perlakuan yang diuji

adalah lima kombinasi strain B. bassiana dan perekat perata (Tabel 1). Alat-alat

yang digunakan pada percobaan ini adalah alat semprot, tabung erlenmeyer,

tabung reaksi, timbangan elektrik, pengaduk, kurungan kasa, stoples, autoclave

yaitu alat sterilisasi media buatan untuk perbanyakan B. bassiana, jarum ose, serta

laminar flow untuk menginokulasikan jamur B. Bassiana pada media jagung.

Tabel 1. Perlakuan kombinasi strain B. bassiana dan perekat perata

Page 15: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

yang diuji di laboratorium Balittro, Bogor, 2003/2004

Kode Perlakuan

A

B

C

D

E

B. bassiana strain Jombang + perekat perata bahan aktif alkil aril alkoksilat dan asam oleat

B. bassiana strain Jombang + perekat perata bahan aktif alkil gliserol ftalat

B. bassiana strain Leptocorisa + perekat perata bahan aktif alkil aril alkoksilat dan asam oleat

B. bassiana strain Leptocorisa + perekat perata bahan aktif alkil gliserol ftalat

Kontrol (tanpa B. bassiana dan tanpa perekat perata)

Parameter yang diamati dan diukur adalah tingkat kematian H. antonii

setelah aplikasi dengan jamur B. Bassiana dan tingkat serangan H. Antonii pada

bibit jambu mete Tingkat kematian H. antonii dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

P = a/b x 100 %

Ket.

P = persentase kematian

a = jumlah serangga yang mati

b = jumlah serangga yang diamati

Tingkat serangan H. Antonii pada bibit jambu mete diketahui berdasarkan

pertumbuhan vegetatif yang meliputi: (a) tinggi tanaman, diukur dari leher akar

sampai dengan titik tumbuh, (b) diameter batang, diukur 5 cm di atas pangkal

batang dengan menggunakan jangka sorong/sigmat, dan (c) jumlah daun yang

tumbuh.

Page 16: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

2.3 Kesimpulan

Pengendalian S. indecora dan H. antonii pada tanaman jambu mete sebaiknya

dilakuakan secar terpadu dengan memanfaatkan berbagai komponen

pengendalian, yaitu secara fisik/mekanis, biologi dengan jamur patogen serangga

Synnematium sp. dan B. bassiana. Alah satu pengan hama terpadu yang prospektif

dikembangkan ialah dengan Synnematium sp. dan B. bassiana karena ramah

lingkunan dan tersedia di lapangan.

Page 17: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Daftar Pustaka

Atmadja, W. R. 2003. Status Helopeltis antonii Sebagai Hama Pada Beberapa

Tanaman Perkebunan dan Pengandaliannya. Jurnal Litbang

Pertanian,22(2):57-62.

Borror, D.J., Charles A.T., & Norman, F.J.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jendral Bina Produksi

Perkebunan, Departemen pertanian. 2001. Musuh Alami, Hama dan

Penyakit Tanaman Jambu Mete. Proyek Pengendalian Hama Terpadu

Perkebunan Rakyat, Jakarta. 60 hlm.

Mardiningsih,T. L. 2007. Potensi Cendawan Synnematium sp. Untuk

Mengendalikan Wereng Pucuk Jambu Mete (Sannurus indecora Jacobi).

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4):146-151.

Karmawati, E & T.L. Mardiningsih. 2005. Hama Helopeltis Pada Jambu Mete

dan Pengendaliannya. Perkebunan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat.

Wahyono, T. E. 2006. Pemanfaatan Jamur Patogen Serangga Dalam

Penanggulangan Helopeltis antonii dan Akibat Serangannya Pada

Tanaman Jambu Mete. Buletin Teknik Pertanian vol. 11 No. 1: 17- 21.

Page 18: Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Synnematium sp. dan Beuveria bassiana untuk Mengendalikan Wereng Pucuk (Sanurus indecora Jacobi) dan Kepik Penghisap (Helopeltis antonii) Pada Tanaman

Wiratno, E. A. Wikardi, I.M. Trisawa & Siswanto. 1996. Biologi Helopeltis

antonii (Hemiptera;Miridae) Pada Tanaman Jambu Mete. Jurnal Penelitian

Tanmanan Industri II(1):36-42.