analisis kasus
DESCRIPTION
analisaTRANSCRIPT
BAB III
ANALISIS KASUS
DIABETES MELITUS TIPE 2
I. ANALISIS HASIL ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
“Sering merasakan lemas terutama pada sore s/d malam hari (jam 4-10 malam) disertai pegal
pada sendi tangan dan pinggang. Frekuensi buang air kecil 5-6 x/hari dan pada malam hari
sering terbangun 3-4 x untuk kencing. Diantara ruas jari tangan sering terasa tertusuk tusuk
terutama saat malam hari. Kadang-kadang pasien merasa kakinya kram di antara jari manis
dan kelingking, dan sulit mengoordinasikan jari kakinya saat memakai sandal. Keluhan
kesemutan disangkal. Pasien mengaku mudah haus dan mengonsumsi air putih 5-6 gelas besar
per hari. Nafsu makan stabil, namun karena anjuran dokter, pasien mengontrol asupan
makanan ke dalam tubuhnya. Pasien mengaku pusing dan jantungnya berdebar-debar saat
memeriksakan diri dan didapat hasil pengukuran tekanan darahnya mencapai 200/100 mmHg.
Malam sebelumnya pasien sesak napas selama 2 jam dan membaik dengan menghirup uap
minyak tawon.”
Dari pemaparan pasien tentang riwayat penyakit sekarang muncul gejala-gejala klasik yang
khas pada penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 yaitu :
a. Poliuria dan nokturia
Karena masih dalam rentang waktu lima tahun pertama, hiperperfusi glomerulus dan
hipertrofi renal menyebabkan peningkatan GFR. Hal ini terjadi karena kadar glukosa
yang tinggi di dalam plasma darah menyebabkan penambahan volume dan massa jenis
darah sehingga terjadi diuresis osmolar pada tubulus ginjal yang menyebabkan tidak
semua glukosa bisa diabsorpsi sehingga harus dikeluarkan melalui urin.
b. Polidipsia
Sebagai bentuk kompensasi tubuh setelah kehilangan cairan melalui urin. Kandungan
air dalam tubuh banyak dipakai sebagai media untuk mengekskresikan glukosa berlebih
sehingga setelah air banyak keluar, konsentrasi plasma darah dalam tubuh meningkat
dan memicu hipotalamus untuk menciptakan sensasi rasa haus dan menstimulasi
hipofisis posterior untuk menyekresikan ADH agar kebutuhan cairan tubuh tetap
terpenuhi sampai asupan air minum dipenuhi kembali.
20
c. Polifagia
Karena penyimpanan karbohidrat sebagai cadangan kalori berkurang, maka tubuh
menciptakan sensasi lapar agar asupan kalori ditambah, padahal karena terjadi
resistensi insulin glukosa yang diserap dari traktus GI tidak dapat disimpan dalam
bentuk cadangan kalori (glikogen).
Selain itu pasien juga mengalami keluhan sebagai akibat komplikasi dan komorbid dari DM
tipe 2 yaitu :
a. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu (terutama pada jari kaki saat menggunakan
sandal) disertai kelainan saraf lainnya seperti rasa tertusuk-tusuk pada jari terutama
saat malam hari.
Menunjukkan adanya gejala nefropati karena tingginya kadar glukosa dalam darah
mengganggu penyampaian impuls-impuls saraf ke ujung saraf lainnya.
b. Hipertensi
Hipertensi, meskipun bisa disebabkan oleh banyak hal, paling sering diakibatkan
oleh meningkatnya tahanan darah perifer akibat adanya penyempitan pembuluh
darah. Penyempitan tersebut diakibatkan karena adanya deposisi kolesterol yang
diangkut oleh LDL ke dalam lapisan pembuluh darah dan membentuk plak yang
semakin membesar sehingga terjadi aterosklerosis. Keadaan ini dipercepat jika
mobilisasi lemak cukup tinggi seperti yang terjadi pada orang-orang dengan
obesitas. Padahal asam lemak bebas yang mudah mobile akan menyebabkan
reseptor insulin menjadi kurang sensitif sehingga tidak bisa bekerja dengan baik
dalam proses penyimpanan glukosa di dalam sel dan akibatnya terjadi hiperglikemia
dan gejala diabetes.
c. Sesak napas pada malam hari saat berbaring, terutama saat kelelahan.
Gejala ini perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik dan EKG untuk memastikan
apakah gejala ini terjadi sebagai gejala penyakit jantung sebagai manifestasi
gangguan makropati.
Riwayat Penyakit Dahulu
“Pasien sudah didiagnosis menderita DM tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu, kurang lebih 1
minggu setelah suaminya meninggal akibat komplikasi DM, sehingga pemeriksaan saat ini
dalam rangka pemeriksaan rutin 1x/bulan. Awal pasien memeriksakan diri karena merasa
lemas dan mudah lelah ditambah penurunan berat badan yang terjadi sebesar 10 kg dalam
21
3 bulan meskipun nafsu makan tetap normal. Pemeriksaan gula darah sewaktu saat itu
mencapai 400 mg/dL yang kemudian turun menjadi 125 mg/dL setelah diberi Glibenclamide
selama seminggu dan sempat turun drastis di angka 57 mg/dL pada bulan ke-6.”
- Banyak hal yang bisa menjadi faktor risiko pasien menderita DM :
1. Karena tinggal satu rumah dengan suami yang juga menderita DM, kemungkinan
pola/gaya hidup terutama pola makan yang sama dan beresiko (misal mengandung
banyak gula) akan memberikan konstribusi terhadap perkembangan diabetes pada
pasien.
2. Pasien merasakan keluhan lemah-lesu hanya 1 minggu setelah suaminya meninggal.
Faktor psikis dan stres bisa memicu sekresi kortisol yang meningkatkan kadar gula
darah dan menurunkan sensitivitas reseptor insulin sehingga memperburuk kondisi
hiperglikemia yang kemungkinan sudah ada sejak beberapa bulan sebelumnya
namun asimptomatik. Hal ini diperkuat karena 3 bulan sebelum didiagnosis
menderita DM pasien sudah mengalami penurunan berat badan tanpa penyebab
yang diketahui.
- Pemberian glibenclamide yang memberikan efek cukup signifikan (menurunkan kadar
gula darah dari 400 mg/dL menjadi 125 mg/dL) menunjukkan bahwa fungsi sel β-
pankreas masih baik, sekaligus mengarahkan DM yang diderita termasuk ke dalam tipe 2
“Riwayat hipertensi juga diketahui semenjak 4 tahun yang lalu dan pasien rutin
mengonsumsi Captopril.”
- Kemungkinan penyebab utama hipertensi bukan berasal dari DM yang diderita namun
justru menjadi salah satu faktor risiko terjadinya DM. Sebelumnya pasien jarang
memeriksakan diri ke Puskesmas, sehingga diagnosis hipertensi baru diketahui
bersamaan dengan diagnosis DM 4 tahun yang lalu.
- Pasien juga mempunyai risiko berat badan berlebih sejak lama.
“Saat hamil 28 tahun yang lalu sempat memiliki berat badan mencapai 60 kg dengan tinggi
badan 148 cm, tapi berat bayi lahir >4 kg disangkal (berat bayi lahir hanya 1,7 tahun)”
- IMT saat hamil termasuk ke dalam kategori berat badan berlebih. Gejala nyata dari DM
tidak tampak pada saat kehamilan, dan pasien lupa apakah pernah melakukan tes kadar
gula darah. Jika saat itu dilakukan dan ternyata hasilnya positif kemungkinan DM
gestasional yang terjadi bisa menjadi faktor risiko terhadap kejadian DM saat ini.
22
“Belum pernah dirawat/mondok di rumah sakit.”
Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluhan serupa disangkal
- Riwayat DM dan hipertensi disangkal
Faktor risiko genetik atau turunan tidak tampak, sehingga kemungkinan besar etiologi
dari gejala DM yang dialami berasal dari faktor yang dapat dimodifikasi yaitu gaya/pola
hidup.
Kebiasaan
“Sebelum didiagnosis menderita DM, porsi makan pasien terbilang cukup banyak dan sering
mengonsumsi teh manis. Pasien juga gemar mengonsumsi daging dan gorengan. Saat ini
karena anjuran dokter, pasien sudah teratur menghindari makanan dan minuman yang manis.
Seminggu terakhir sering mengonsumsi lemon tea dan dari hasil pemeriksaan gula darah
sewaktu ternyata meningkat dari biasanya. Pasien termasuk patuh terhadap jadwal
pengobatan. Berdasarkan pengakuan anaknya, pasien bisa panik jika terlambat/lupa
mengonsumsi obat yang diberikan Puskesmas. Hal ini diakui pasien karena khawatir
penyakitnya memburuk dan berakibat fatal seperti yang dialami oleh suaminya. Jarang
olahraga, pengajian rutin di mesjid setempat.”
Kebiasaan makan dan minum yang mengandung gula dan lemak berlebih menjadi faktor
risiko terjadinya sindrom metabolik, yaitu hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan obesitas.
Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan kesadaran untuk membatasi diri terhadap
konsumsi makanan dan minuman manis bisa menjadi salah satu hal yang mendukung
perbaikan penyakit. Akan tetapi edukasi tentang pola diet sepertinya perlu dilakukan lebih
jelas lagi.
Sayangnya, pasien masih belum bisa melakukan olahraga secara rutin, padahal aktivitas ini
bisa mendukung penurunan berat badan dan mengurangi faktor risiko terjadinya
perburukan diabetes.
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis DD yang muncul adalah : diabetes melitus dan sindrom metabolik
23
II. ANALISIS DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria yang dijabarkan oleh WHO, terdapat tiga kriteria untuk diagnosis
diabetes melitus (DM) yaitu :
Empat tahun lalu saat pasien pertama kali didiagnosis menderita DM, pasien menunjukkan
gejala klasik DM yaitu : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya, dan badan terasa lelah. Dokter puskesmas saat itu kemudian melakukan tes kadar
gula darah sewaktu dan hasilnya mencapai 400 mg/dL, sehingga diagnosis saat itu sesuai dengan
kriteria diagnosis DM pada kolom pertama.
Secara umum, di bawah ini adalah langkah-langkah diagnostik DM
24
II.1 PEMERIKSAAN FISIK
Berikut adalah interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik yang kami lakukan :
a. Keadaan Umum
Baik, tidak tampak kesakitan, terlihat bugar
b. Status gizi
Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 65 kg
IMT : 65kg
(1,48cm )2 = 29,7
Termasuk ke dalam kriteria obesitas I sesuai dengan klasifikasi IMT WHO
WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Perspective: Redefining Obesity and Its
Treatment di bawah ini :
o BB kurang <18,5
o BB normal 18,5 – 22,9
25
o BB lebih ≥ 23
Dengan risiko 23,0 – 24,9
Obes I 25,0 – 29,9
Obes II > 30
c. Vital sign
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Berdasarkan klasifikasi JNC VII termasuk ke dalam kelompok hipertensi II, atau
jika dikelompokkan berdasarkan kelompok hipertensi lanjut adalah hipertensi
urgensi.
Frekuensi denyut nadi : 84x/menit, teraba tidak begitu kuat
Normal, karena secara palpasi teraba tidak begitu kuat maka pada pemeriksaan
jantung ada hubungannya dengan ictus cordis yang juga tidak teraba terlebih
cukup sulit dirasakan karena timbunan lemak cukup tebal.
Frekuensi pernapasan : 30x/menit
Termasuk cepat, namun tidak tampak adanya napas sesak atau napas dalam
(Kussmaul). Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh rangsangan saraf otonom
terkait dengan meningkatnya tekanan darah.
Suhu badan : 36,20 C
Normal.
d. Pemeriksaan sistemik
Kepala
- Mata : d.b.n
- THT : d.b.n
- Mulut : d.b.n
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),
suara bruit pada kelenjar tiroid (-)
Toraks
- Jantung : d.b.n
- Paru : Pada inspeksi ditemukan bekas kerokan karena pada
beberapa hari sebelum kunjungan sempat terserang flu
dan tidak enak badan. Selebihnya d.b.n.
Abdomen : d.b.n
Ekstremitas : Tidak ditemukan adanya luka, tanda inflamasi pada sendi
26
yang sering nyeri dan sendi lain (-), edema (-), tanda-tanda
acantosis nigricans (-), tidak ditemukan tanda-tanda
iskemia pada kaki (tampak biru-kehitaman)
e. Ciri kepribadian : Ekstovert
Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan beberapa masalah atau tanda-tanda abnormal
yaitu:
a. Hipertensi
b. obesitas
Sedangkan tanda-tanda kelainan mikroangiopati seperti retinopati, nefropati, dan
neuropati tidak ditemukan secara langsung pada pemeriksaan fisik, hanya melalui gejala
yang dialami pasien. Gejala yang menonjol adalah gejala neuropati yang sebenarnya bisa
dilakukan pemeriksaan fisik dengan menggunakan sensasi vibrasi (128-MHz dari garpu
tala yang dipukulkan terlebih dahulu) pada ujung ibu jari kaki atau sensasi sentuh dengan
monofilamen. Namun karena keterbatasan alat dan skill, pemeriksaan tersebut tidak
dilakukan.
Saran pemeriksaan fisik tambahan yang belum dilakukan
- Melakukan pemeriksaan retina sebagai salah satu langkah skrining terhadap
komplikasi retinopati.
- Pemeriksaan pulsasi periferal (ankle branchial index) untuk mencari kemungkinan
penyakit pembuluh darah tepi.
II.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan adalah pemeriksaan gula darah
sewaktu yang dilakukan rutin setiap bulan. Hasilnya cenderung stabil pada rentang 130-
160 mg/dL, beberapa kali sempat naik sampai 300 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan di
Puskesmas Salam dengan alat fingerstick. Untuk tes kadar HbA1C belum pernah dilakukan
sama sekali.
Berikut adalah pemeriksaan tambahan yang kami sarankan untuk dilakukan
berdasarkan keadaan obesitas dan skrining terhadap komplikasi yang mungkin terjadi :
a. Profil lipid pada keadaan puasa yang meliputi kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida
27
b. Kadar asam urat, mengingat pasien sering mengeluh nyeri sendi pada ujung-
ujung jari, siku, lutut, dan pinggang.
c. Pemeriksaan kreatinin serum dan BUN, mikroalbuminuria, untuk
mengidentifikasi komplikasi gagal ginjal.
d. Pemeriksaan EKG dan foto toraks terkait skrining kelainan jantung yang mungkin
terjadi karena pasien mempunyai faktor risiko hipertensi, dislipidemia, obesitas,
dan DM.
KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan penunjang pada saat kunjungan maupun hasil sebelumnya (dengan
tes kadar gula darah sewaktu) menunjukkan diagnosis DM tipe positif.
III. ANALISIS PENATALAKSANAAN
Selama 4 tahun menderita DM tipe 2, sepanjang yang diingat oleh pasien obat yang
diberikan tidak pernah berubah, hampir selalu sama, yaitu :
a. Glibenclamide 5 mg 2x 1/2 tablet/hari
b. Captopril 25 mg 2x 1 tablet/hari
c. Antalgin 500 mg 2x 1 tablet/hari
d. Vitamin B12 2x 1 tablet/hari
e. Vitamin B6 2x 1 tablet/hari
Di samping itu menurut pengakuan pasien, dokter juga memberikan edukasi untuk
pengaturan pola makan yang disampaikan secara sederhana dan ditangkap pasien sebagai
berikut :
a. Dalam 1 hari harus ada konsumsi buah-buahan yang tidak terlalu manis
b. Menambahkan menu sayur pada setiap kali makan
c. Menghindari makanan dan minuman manis
d. Konsumsi nasi masih diperbolehkan asal obat terus dikonsumsi
e. Usahakan melakukan aktivitas fisik tertentu/olah raga
Kemudian kami melakukan analisis terhadap penatalaksanaan yang sudah diberikan di atas
sesuai dengan sumber referensi yang ada dan terdapat pada uraian di bawah ini.
28
KENDALI GLUKOSA
A. EDUKASI
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Keberhasilan pengelolaan DM tentunya membutuhkan partisipasi aktiif pasien,
keluarga, masyarakat, dan tim kesehatan yang mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku sehat. Hal ini bisa diawali dengan memberikan materi-materi edukasi yang mendukung,
misalnya pada tingkat awal materi yang diberikan adalah :
- Materi tentang perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin
serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri
(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
29
- Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
- Pentingnya perawatan kaki
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Sedangkan materi edukasi yang diberikan pada tingkat lanjut adalah :
- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
- Makan di luar rumah
- Rencana untuk kegiatan khusus
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
- Pemeliharaan/perawatan kaki
Sementara dari hasil wawancara kami, materi-materi di atas banyak yang belum dipahami
oleh pasien sehingga kami menyarankan untuk lebih sering mengikuti penyuluhan tentang
pengelolaan DM tipe 2 yang sebenarnya cukup sering diadakan oleh Puskesmas Salam tempat
pasien berobat.
B. TERAPI NUTRISI MEDIS
Bagian penatalaksanaan ini sebenarnya sudah disampaikan oleh dokter kepada pasien,
antara lain membatasi konsumsi gula/karbohidrat. Akan tetapi kami menangkap bahwa pasien
belum sepenuhnya memahami komposisi makanan yang dianjurkan sebenarnya, terlihat dari
anggapan bahwa konsumsi nasi masih diperbolehkan asal pengobatan terus jalan sehingga
akibatnya pasien hanya mengurangi sedikit dari banyaknya karbohidrat yang dimakan. Selain itu
pembatasan lemak sepertinya belum menjadi fokus yang lebih diperhatikan pada pola makan
pasien, padahal lemak menjadi salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis yang mengarah
ke hipertensi dan menurunkan sensitivitas reseptor insulin. Nyatanya, pasien memang
menderita komorbid tersebut (dislipidemia, hipertensi, obesitas). Untuk itu kami menyarankan
bahwa pengaturan komposisi makanan dilakukan sebagai berikut :
Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
30
- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama
dengan makanan keluarga yang lain
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau
diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
- Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan
lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
- Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
- Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh) garam dapur.
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup
serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi
serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk
kesehatan.
31
- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif
- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.
Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
- Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping
pada lemak darah.
- Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake /
ADI)
Pengaturan komposisi makanan ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan kalori setiap
orang yang berbeda-beda sesuai
C. LATIHAN JASMANI
Latihan ini berguna untuk meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh sehingga jumlah dan
sensitivitas reseptor insulin akan meningkat, sehingga kontrol glikemik akan membaik dan
memperbaiki pula dari gejala diabetes yang muncul. Berikut adalah aktivitas fisik yang
disarankan :
Sayangnya pasien masih sulit untuk melakukan saran ini dengan alasan belum ada waktu
khusus yang disediakan khususnya untuk aktivitas olahraga atau rekreasi.
32
D. TERAPI FARMAKOLOGIS – OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
Pada kasus ini, pasien diberikan obat dari golongan sulfoniluria golongan II yaitu
Glibenclamide (gliburid) yang bekerja sebagai pemicu sekresi insulin. Dosis yang diberikan
adalah 5 mg/hari yang dibagi dalam 2 dosis (sudah sesuai dengan rentang dosis harian 1,25-20
mg dan pada petunjuk pemakaian DOE). Kelebihan obat golongan kedua adalah onsetnya yang
lebih cepat dalam menurunkan kadar gula darah dan risiko hipoglikemia nya lebih kecil.
Akan tetapi jika melihat faktor risiko dan kondisi pasien, pemberian obat tersebut dirasa
kurang tepat karena beberapa faktor di bawah ini :
a. Efek samping utama obat-obatan golongan sulfoniluria adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Padahal pasien jika dinilai dengan IMT sudah termasuk ke
dalam kategori obesitas, sehingga efek dari obat akan memperberat faktor komorbid ini
dan meningkatkan faktor risiko berkembanganya penyakit DM.
b. Indikasi pemberian glibenclamide pada DOE sebenarnya mencakup diabetes melitus tipe
2 tanpa komplikasi dengan efek pengaturan diet yang tidak adekuat. Sedangkan pada
kasus ini, pasien sudah mulai menunjukkan gejala komplikasi neuropati sehingga kondisi
ini justru masuk ke dalam tabel kontraindikasi.
Sehingga, pada pasien ini lebih baik diberikan pengobatan alternatif untuk kategori obat
hipoglikemik oral nya. Pilihan tersebut bisa dialihkan pada Metformin dari golongan biguanide.
Obat ini tidak ada kaitannya dengan berat badan, bahkan bisa menurunkan berat badan dan
memperbaiki profil lipid. Kelebihan tersebut lebih cocok pada kondisi pasien yang mengalami
obesitas. Pemberian metformin dilakukan dengan dosis awal 500 mg sebanyak 1-2 kali dalam
sehari yang kemudian bisa ditingkatkan sampai 1 gram sebanyak 1-2 kali sehari. Dalam Daftar
Obat Esensial Nasional 2008 (DOEN 2008) sebenarnya metformin termasuk ke dalam daftar
obat terbatas puskesmas dan mengingat pasien adalah anggota Jamkesmas, obat ini juga masuk
ke dalam formularium obat Jamkesmas.
Sedangkan insulin belum perlu untuk diberikan karena tidak ada indikasi yang muncul pada
pasien yaitu :
a. Ketoasidosis
b. Stres berat
c. BB menurun dengan cepat
d. Ketonuria
PENANGANAN KELAINAN KOMORBID
A. DISLIPIDEMIA
33
Dilihat dari kebiasaan dan status gizinya, pasien mempunyai faktor risiko mengalami
dislipidemia, sehingga pada analisis terapi ini kami jabarkan perencanaan tindakan untuk
memastikan dan menangani kelainan komorbid ini.
- Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap
perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil lipid
menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL,
wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2
tahun sekali.
- Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah
peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar
kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
- Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan
lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat memperbaiki profil lemak
dalam darah.
- Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
Target terapi:
- Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL
- Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100 mg/dL (2,6
mmol/L)
- Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL
sebesar 30-40% dari kadar awal
- Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan
perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis.
- Pada penyandang DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) atau telah
diketahui penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor risiko maka :
o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
o Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.
o Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
o HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
o Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau HDL
≤40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
34
o Apabila trigliserida ≥400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan
terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.
o Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan
risiko timbulnya efek samping.
o Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa
darah
B. HIPERTENSI
- Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.
- Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
o Tekanan darah <130/80 mmHg
o Bila disertai proteinuria ≥1gram /24 jam : < 125/75 mmHg
Pengelolaan:
Non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta
mengurangi konsumsi garam
- Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):
o Pengaruh OAH terhadap profil lipid Pengaruh OAH terhadap metabolisme
glukosa
o Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
o Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
o Penghambat ACE
o Penyekat reseptor angiotensin II
o Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
o Diuretik dosis rendah
o Penghambat reseptor alfa
o Antagonis kalsium
35
o Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup
sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis
o Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90
mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
o Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB =angiotensin II receptor blocker)
dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi
glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara
bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
Pada kasus ini obat yang dipilih berasal dari golongan ACEI yaitu Captopril dengan dosis
sesuai yaitu 25 mg sebanyak 2 kali dalam sehari. Pemberian OAH berupa diuretik tiazid tidak
disarankan jika pasien juga menerima pengobatan sulfonilurea. Propanolol juga dapat
menghambat efek takikardia saat terjadi hipoglikemia akibat penggunaan sulfonilurea
sehingga membiaskan kejadian hipoglikemia dan bisa menjadi gawat.
C. OBESITAS
- Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai
- Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom
dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin
- Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus
36
PENGELOLAAN KOMPLIKASI
A. NEUROPATI
- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Pada kasus ini,
pasien kesulitan menggerakkan kakinya saat menggunakan sandal.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa
sakit di malam hari. Pasien mendeskripsikannya sebagai rasa seperti ditusuk-tusuk pada
ujung-ujung jari tangan.
- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi.
- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
- Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini
seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
37
PENGOBATAN LAIN
a. Meredakan nyeri pinggang dan nyeri sendi
Pasien kerap kali mengeluhkan nyeri pinggang dan nyeri sendi di jari-jari sehingga dokter
memberikan Antalgin 500 mg sebanyak 2 kali sehari. Penatalaksanaan selanjutnya
sebenarnya perlu dilakukan pemeriksaan apakah nyeri pinggang tersebut disebabkan oleh
gout arthritis dengan mengecek kadar asam urat. Jika dapat dipastikan penyebabnya
kelebihan asam urat, maka bisa diberikan anti pirai seperti probenezid atau alopurinol.
b. Pemberian tambahan vitamin
Dokter memberikan tambahan vitamin B12 dan B6 kepada pasien sebagai salah satu standar
penanganan terhadap komplikasi neuropati. Untuk dosis B6 yang diberikan sebesar 2x 10 mg
per hari. Dosis ini dianggap aman, tetapi jika pemakaian jangka panjang dengan dosis 50-
2000 mg/hari justru akan menyebabkan neuropati sensorik.
EVALUASI SECARA BERKALA
- Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
- Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
- Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi
38