analisis kasus

27
BAB III ANALISIS KASUS DIABETES MELITUS TIPE 2 I. ANALISIS HASIL ANAMNESIS Riwayat Penyakit Sekarang “Sering merasakan lemas terutama pada sore s/d malam hari (jam 4-10 malam) disertai pegal pada sendi tangan dan pinggang. Frekuensi buang air kecil 5-6 x/hari dan pada malam hari sering terbangun 3-4 x untuk kencing. Diantara ruas jari tangan sering terasa tertusuk tusuk terutama saat malam hari. Kadang-kadang pasien merasa kakinya kram di antara jari manis dan kelingking, dan sulit mengoordinasikan jari kakinya saat memakai sandal. Keluhan kesemutan disangkal. Pasien mengaku mudah haus dan mengonsumsi air putih 5-6 gelas besar per hari. Nafsu makan stabil, namun karena anjuran dokter, pasien mengontrol asupan makanan ke dalam tubuhnya. Pasien mengaku pusing dan jantungnya berdebar-debar saat memeriksakan diri dan didapat hasil pengukuran tekanan darahnya mencapai 200/100 mmHg. Malam sebelumnya pasien sesak napas selama 2 jam dan membaik dengan menghirup uap minyak tawon.” Dari pemaparan pasien tentang riwayat penyakit sekarang muncul gejala-gejala klasik yang khas pada penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 yaitu : a. Poliuria dan nokturia Karena masih dalam rentang waktu lima tahun pertama, hiperperfusi glomerulus dan hipertrofi renal menyebabkan peningkatan GFR. Hal ini terjadi karena kadar glukosa yang tinggi di dalam plasma darah menyebabkan penambahan volume dan massa jenis darah sehingga terjadi diuresis osmolar pada tubulus ginjal yang menyebabkan tidak semua glukosa bisa diabsorpsi sehingga harus dikeluarkan melalui urin. 20

Upload: widodo-wido

Post on 13-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

analisa

TRANSCRIPT

BAB III

ANALISIS KASUS

DIABETES MELITUS TIPE 2

I. ANALISIS HASIL ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang

“Sering merasakan lemas terutama pada sore s/d malam hari (jam 4-10 malam) disertai pegal

pada sendi tangan dan pinggang. Frekuensi buang air kecil 5-6 x/hari dan pada malam hari

sering terbangun 3-4 x untuk kencing. Diantara ruas jari tangan sering terasa tertusuk tusuk

terutama saat malam hari. Kadang-kadang pasien merasa kakinya kram di antara jari manis

dan kelingking, dan sulit mengoordinasikan jari kakinya saat memakai sandal. Keluhan

kesemutan disangkal. Pasien mengaku mudah haus dan mengonsumsi air putih 5-6 gelas besar

per hari. Nafsu makan stabil, namun karena anjuran dokter, pasien mengontrol asupan

makanan ke dalam tubuhnya. Pasien mengaku pusing dan jantungnya berdebar-debar saat

memeriksakan diri dan didapat hasil pengukuran tekanan darahnya mencapai 200/100 mmHg.

Malam sebelumnya pasien sesak napas selama 2 jam dan membaik dengan menghirup uap

minyak tawon.”

Dari pemaparan pasien tentang riwayat penyakit sekarang muncul gejala-gejala klasik yang

khas pada penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 yaitu :

a. Poliuria dan nokturia

Karena masih dalam rentang waktu lima tahun pertama, hiperperfusi glomerulus dan

hipertrofi renal menyebabkan peningkatan GFR. Hal ini terjadi karena kadar glukosa

yang tinggi di dalam plasma darah menyebabkan penambahan volume dan massa jenis

darah sehingga terjadi diuresis osmolar pada tubulus ginjal yang menyebabkan tidak

semua glukosa bisa diabsorpsi sehingga harus dikeluarkan melalui urin.

b. Polidipsia

Sebagai bentuk kompensasi tubuh setelah kehilangan cairan melalui urin. Kandungan

air dalam tubuh banyak dipakai sebagai media untuk mengekskresikan glukosa berlebih

sehingga setelah air banyak keluar, konsentrasi plasma darah dalam tubuh meningkat

dan memicu hipotalamus untuk menciptakan sensasi rasa haus dan menstimulasi

hipofisis posterior untuk menyekresikan ADH agar kebutuhan cairan tubuh tetap

terpenuhi sampai asupan air minum dipenuhi kembali.

20

c. Polifagia

Karena penyimpanan karbohidrat sebagai cadangan kalori berkurang, maka tubuh

menciptakan sensasi lapar agar asupan kalori ditambah, padahal karena terjadi

resistensi insulin glukosa yang diserap dari traktus GI tidak dapat disimpan dalam

bentuk cadangan kalori (glikogen).

Selain itu pasien juga mengalami keluhan sebagai akibat komplikasi dan komorbid dari DM

tipe 2 yaitu :

a. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu (terutama pada jari kaki saat menggunakan

sandal) disertai kelainan saraf lainnya seperti rasa tertusuk-tusuk pada jari terutama

saat malam hari.

Menunjukkan adanya gejala nefropati karena tingginya kadar glukosa dalam darah

mengganggu penyampaian impuls-impuls saraf ke ujung saraf lainnya.

b. Hipertensi

Hipertensi, meskipun bisa disebabkan oleh banyak hal, paling sering diakibatkan

oleh meningkatnya tahanan darah perifer akibat adanya penyempitan pembuluh

darah. Penyempitan tersebut diakibatkan karena adanya deposisi kolesterol yang

diangkut oleh LDL ke dalam lapisan pembuluh darah dan membentuk plak yang

semakin membesar sehingga terjadi aterosklerosis. Keadaan ini dipercepat jika

mobilisasi lemak cukup tinggi seperti yang terjadi pada orang-orang dengan

obesitas. Padahal asam lemak bebas yang mudah mobile akan menyebabkan

reseptor insulin menjadi kurang sensitif sehingga tidak bisa bekerja dengan baik

dalam proses penyimpanan glukosa di dalam sel dan akibatnya terjadi hiperglikemia

dan gejala diabetes.

c. Sesak napas pada malam hari saat berbaring, terutama saat kelelahan.

Gejala ini perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fisik dan EKG untuk memastikan

apakah gejala ini terjadi sebagai gejala penyakit jantung sebagai manifestasi

gangguan makropati.

Riwayat Penyakit Dahulu

“Pasien sudah didiagnosis menderita DM tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu, kurang lebih 1

minggu setelah suaminya meninggal akibat komplikasi DM, sehingga pemeriksaan saat ini

dalam rangka pemeriksaan rutin 1x/bulan. Awal pasien memeriksakan diri karena merasa

lemas dan mudah lelah ditambah penurunan berat badan yang terjadi sebesar 10 kg dalam

21

3 bulan meskipun nafsu makan tetap normal. Pemeriksaan gula darah sewaktu saat itu

mencapai 400 mg/dL yang kemudian turun menjadi 125 mg/dL setelah diberi Glibenclamide

selama seminggu dan sempat turun drastis di angka 57 mg/dL pada bulan ke-6.”

- Banyak hal yang bisa menjadi faktor risiko pasien menderita DM :

1. Karena tinggal satu rumah dengan suami yang juga menderita DM, kemungkinan

pola/gaya hidup terutama pola makan yang sama dan beresiko (misal mengandung

banyak gula) akan memberikan konstribusi terhadap perkembangan diabetes pada

pasien.

2. Pasien merasakan keluhan lemah-lesu hanya 1 minggu setelah suaminya meninggal.

Faktor psikis dan stres bisa memicu sekresi kortisol yang meningkatkan kadar gula

darah dan menurunkan sensitivitas reseptor insulin sehingga memperburuk kondisi

hiperglikemia yang kemungkinan sudah ada sejak beberapa bulan sebelumnya

namun asimptomatik. Hal ini diperkuat karena 3 bulan sebelum didiagnosis

menderita DM pasien sudah mengalami penurunan berat badan tanpa penyebab

yang diketahui.

- Pemberian glibenclamide yang memberikan efek cukup signifikan (menurunkan kadar

gula darah dari 400 mg/dL menjadi 125 mg/dL) menunjukkan bahwa fungsi sel β-

pankreas masih baik, sekaligus mengarahkan DM yang diderita termasuk ke dalam tipe 2

“Riwayat hipertensi juga diketahui semenjak 4 tahun yang lalu dan pasien rutin

mengonsumsi Captopril.”

- Kemungkinan penyebab utama hipertensi bukan berasal dari DM yang diderita namun

justru menjadi salah satu faktor risiko terjadinya DM. Sebelumnya pasien jarang

memeriksakan diri ke Puskesmas, sehingga diagnosis hipertensi baru diketahui

bersamaan dengan diagnosis DM 4 tahun yang lalu.

- Pasien juga mempunyai risiko berat badan berlebih sejak lama.

“Saat hamil 28 tahun yang lalu sempat memiliki berat badan mencapai 60 kg dengan tinggi

badan 148 cm, tapi berat bayi lahir >4 kg disangkal (berat bayi lahir hanya 1,7 tahun)”

- IMT saat hamil termasuk ke dalam kategori berat badan berlebih. Gejala nyata dari DM

tidak tampak pada saat kehamilan, dan pasien lupa apakah pernah melakukan tes kadar

gula darah. Jika saat itu dilakukan dan ternyata hasilnya positif kemungkinan DM

gestasional yang terjadi bisa menjadi faktor risiko terhadap kejadian DM saat ini.

22

“Belum pernah dirawat/mondok di rumah sakit.”

Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluhan serupa disangkal

- Riwayat DM dan hipertensi disangkal

Faktor risiko genetik atau turunan tidak tampak, sehingga kemungkinan besar etiologi

dari gejala DM yang dialami berasal dari faktor yang dapat dimodifikasi yaitu gaya/pola

hidup.

Kebiasaan

“Sebelum didiagnosis menderita DM, porsi makan pasien terbilang cukup banyak dan sering

mengonsumsi teh manis. Pasien juga gemar mengonsumsi daging dan gorengan. Saat ini

karena anjuran dokter, pasien sudah teratur menghindari makanan dan minuman yang manis.

Seminggu terakhir sering mengonsumsi lemon tea dan dari hasil pemeriksaan gula darah

sewaktu ternyata meningkat dari biasanya. Pasien termasuk patuh terhadap jadwal

pengobatan. Berdasarkan pengakuan anaknya, pasien bisa panik jika terlambat/lupa

mengonsumsi obat yang diberikan Puskesmas. Hal ini diakui pasien karena khawatir

penyakitnya memburuk dan berakibat fatal seperti yang dialami oleh suaminya. Jarang

olahraga, pengajian rutin di mesjid setempat.”

Kebiasaan makan dan minum yang mengandung gula dan lemak berlebih menjadi faktor

risiko terjadinya sindrom metabolik, yaitu hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan obesitas.

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan kesadaran untuk membatasi diri terhadap

konsumsi makanan dan minuman manis bisa menjadi salah satu hal yang mendukung

perbaikan penyakit. Akan tetapi edukasi tentang pola diet sepertinya perlu dilakukan lebih

jelas lagi.

Sayangnya, pasien masih belum bisa melakukan olahraga secara rutin, padahal aktivitas ini

bisa mendukung penurunan berat badan dan mengurangi faktor risiko terjadinya

perburukan diabetes.

KESIMPULAN

Dari hasil anamnesis DD yang muncul adalah : diabetes melitus dan sindrom metabolik

23

II. ANALISIS DIAGNOSIS

Berdasarkan kriteria yang dijabarkan oleh WHO, terdapat tiga kriteria untuk diagnosis

diabetes melitus (DM) yaitu :

Empat tahun lalu saat pasien pertama kali didiagnosis menderita DM, pasien menunjukkan

gejala klasik DM yaitu : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak diketahui

penyebabnya, dan badan terasa lelah. Dokter puskesmas saat itu kemudian melakukan tes kadar

gula darah sewaktu dan hasilnya mencapai 400 mg/dL, sehingga diagnosis saat itu sesuai dengan

kriteria diagnosis DM pada kolom pertama.

Secara umum, di bawah ini adalah langkah-langkah diagnostik DM

24

II.1 PEMERIKSAAN FISIK

Berikut adalah interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik yang kami lakukan :

a. Keadaan Umum

Baik, tidak tampak kesakitan, terlihat bugar

b. Status gizi

Tinggi badan : 148 cm

Berat badan : 65 kg

IMT : 65kg

(1,48cm )2 = 29,7

Termasuk ke dalam kriteria obesitas I sesuai dengan klasifikasi IMT WHO

WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Perspective: Redefining Obesity and Its

Treatment di bawah ini :

o BB kurang <18,5

o BB normal 18,5 – 22,9

25

o BB lebih ≥ 23

Dengan risiko 23,0 – 24,9

Obes I 25,0 – 29,9

Obes II > 30

c. Vital sign

Tekanan darah : 190/100 mmHg

Berdasarkan klasifikasi JNC VII termasuk ke dalam kelompok hipertensi II, atau

jika dikelompokkan berdasarkan kelompok hipertensi lanjut adalah hipertensi

urgensi.

Frekuensi denyut nadi : 84x/menit, teraba tidak begitu kuat

Normal, karena secara palpasi teraba tidak begitu kuat maka pada pemeriksaan

jantung ada hubungannya dengan ictus cordis yang juga tidak teraba terlebih

cukup sulit dirasakan karena timbunan lemak cukup tebal.

Frekuensi pernapasan : 30x/menit

Termasuk cepat, namun tidak tampak adanya napas sesak atau napas dalam

(Kussmaul). Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh rangsangan saraf otonom

terkait dengan meningkatnya tekanan darah.

Suhu badan : 36,20 C

Normal.

d. Pemeriksaan sistemik

Kepala

- Mata : d.b.n

- THT : d.b.n

- Mulut : d.b.n

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi (-),

suara bruit pada kelenjar tiroid (-)

Toraks

- Jantung : d.b.n

- Paru : Pada inspeksi ditemukan bekas kerokan karena pada

beberapa hari sebelum kunjungan sempat terserang flu

dan tidak enak badan. Selebihnya d.b.n.

Abdomen : d.b.n

Ekstremitas : Tidak ditemukan adanya luka, tanda inflamasi pada sendi

26

yang sering nyeri dan sendi lain (-), edema (-), tanda-tanda

acantosis nigricans (-), tidak ditemukan tanda-tanda

iskemia pada kaki (tampak biru-kehitaman)

e. Ciri kepribadian : Ekstovert

Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan beberapa masalah atau tanda-tanda abnormal

yaitu:

a. Hipertensi

b. obesitas

Sedangkan tanda-tanda kelainan mikroangiopati seperti retinopati, nefropati, dan

neuropati tidak ditemukan secara langsung pada pemeriksaan fisik, hanya melalui gejala

yang dialami pasien. Gejala yang menonjol adalah gejala neuropati yang sebenarnya bisa

dilakukan pemeriksaan fisik dengan menggunakan sensasi vibrasi (128-MHz dari garpu

tala yang dipukulkan terlebih dahulu) pada ujung ibu jari kaki atau sensasi sentuh dengan

monofilamen. Namun karena keterbatasan alat dan skill, pemeriksaan tersebut tidak

dilakukan.

Saran pemeriksaan fisik tambahan yang belum dilakukan

- Melakukan pemeriksaan retina sebagai salah satu langkah skrining terhadap

komplikasi retinopati.

- Pemeriksaan pulsasi periferal (ankle branchial index) untuk mencari kemungkinan

penyakit pembuluh darah tepi.

II.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan adalah pemeriksaan gula darah

sewaktu yang dilakukan rutin setiap bulan. Hasilnya cenderung stabil pada rentang 130-

160 mg/dL, beberapa kali sempat naik sampai 300 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan di

Puskesmas Salam dengan alat fingerstick. Untuk tes kadar HbA1C belum pernah dilakukan

sama sekali.

Berikut adalah pemeriksaan tambahan yang kami sarankan untuk dilakukan

berdasarkan keadaan obesitas dan skrining terhadap komplikasi yang mungkin terjadi :

a. Profil lipid pada keadaan puasa yang meliputi kolesterol total, HDL, LDL, dan

trigliserida

27

b. Kadar asam urat, mengingat pasien sering mengeluh nyeri sendi pada ujung-

ujung jari, siku, lutut, dan pinggang.

c. Pemeriksaan kreatinin serum dan BUN, mikroalbuminuria, untuk

mengidentifikasi komplikasi gagal ginjal.

d. Pemeriksaan EKG dan foto toraks terkait skrining kelainan jantung yang mungkin

terjadi karena pasien mempunyai faktor risiko hipertensi, dislipidemia, obesitas,

dan DM.

KESIMPULAN

Dari hasil pemeriksaan penunjang pada saat kunjungan maupun hasil sebelumnya (dengan

tes kadar gula darah sewaktu) menunjukkan diagnosis DM tipe positif.

III. ANALISIS PENATALAKSANAAN

Selama 4 tahun menderita DM tipe 2, sepanjang yang diingat oleh pasien obat yang

diberikan tidak pernah berubah, hampir selalu sama, yaitu :

a. Glibenclamide 5 mg 2x 1/2 tablet/hari

b. Captopril 25 mg 2x 1 tablet/hari

c. Antalgin 500 mg 2x 1 tablet/hari

d. Vitamin B12 2x 1 tablet/hari

e. Vitamin B6 2x 1 tablet/hari

Di samping itu menurut pengakuan pasien, dokter juga memberikan edukasi untuk

pengaturan pola makan yang disampaikan secara sederhana dan ditangkap pasien sebagai

berikut :

a. Dalam 1 hari harus ada konsumsi buah-buahan yang tidak terlalu manis

b. Menambahkan menu sayur pada setiap kali makan

c. Menghindari makanan dan minuman manis

d. Konsumsi nasi masih diperbolehkan asal obat terus dikonsumsi

e. Usahakan melakukan aktivitas fisik tertentu/olah raga

Kemudian kami melakukan analisis terhadap penatalaksanaan yang sudah diberikan di atas

sesuai dengan sumber referensi yang ada dan terdapat pada uraian di bawah ini.

28

KENDALI GLUKOSA

A. EDUKASI

Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan

insulin. Keberhasilan pengelolaan DM tentunya membutuhkan partisipasi aktiif pasien,

keluarga, masyarakat, dan tim kesehatan yang mendampingi pasien dalam menuju perubahan

perilaku sehat. Hal ini bisa diawali dengan memberikan materi-materi edukasi yang mendukung,

misalnya pada tingkat awal materi yang diberikan adalah :

- Materi tentang perjalanan penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan

- Penyulit DM dan risikonya

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan

- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin

serta obat-obatan lain

- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri

(hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur

29

- Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)

- Pentingnya perawatan kaki

- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Sedangkan materi edukasi yang diberikan pada tingkat lanjut adalah :

- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

- Makan di luar rumah

- Rencana untuk kegiatan khusus

- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM

- Pemeliharaan/perawatan kaki

Sementara dari hasil wawancara kami, materi-materi di atas banyak yang belum dipahami

oleh pasien sehingga kami menyarankan untuk lebih sering mengikuti penyuluhan tentang

pengelolaan DM tipe 2 yang sebenarnya cukup sering diadakan oleh Puskesmas Salam tempat

pasien berobat.

B. TERAPI NUTRISI MEDIS

Bagian penatalaksanaan ini sebenarnya sudah disampaikan oleh dokter kepada pasien,

antara lain membatasi konsumsi gula/karbohidrat. Akan tetapi kami menangkap bahwa pasien

belum sepenuhnya memahami komposisi makanan yang dianjurkan sebenarnya, terlihat dari

anggapan bahwa konsumsi nasi masih diperbolehkan asal pengobatan terus jalan sehingga

akibatnya pasien hanya mengurangi sedikit dari banyaknya karbohidrat yang dimakan. Selain itu

pembatasan lemak sepertinya belum menjadi fokus yang lebih diperhatikan pada pola makan

pasien, padahal lemak menjadi salah satu faktor risiko terjadinya aterosklerosis yang mengarah

ke hipertensi dan menurunkan sensitivitas reseptor insulin. Nyatanya, pasien memang

menderita komorbid tersebut (dislipidemia, hipertensi, obesitas). Untuk itu kami menyarankan

bahwa pengaturan komposisi makanan dilakukan sebagai berikut :

Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

30

- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain

- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau

diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian

dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.

- Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan

lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

- Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

- Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok

teh) garam dapur.

- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup

serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi

serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk

kesehatan.

31

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.

Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

- Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.

- Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake /

ADI)

Pengaturan komposisi makanan ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan kalori setiap

orang yang berbeda-beda sesuai

C. LATIHAN JASMANI

Latihan ini berguna untuk meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh sehingga jumlah dan

sensitivitas reseptor insulin akan meningkat, sehingga kontrol glikemik akan membaik dan

memperbaiki pula dari gejala diabetes yang muncul. Berikut adalah aktivitas fisik yang

disarankan :

Sayangnya pasien masih sulit untuk melakukan saran ini dengan alasan belum ada waktu

khusus yang disediakan khususnya untuk aktivitas olahraga atau rekreasi.

32

D. TERAPI FARMAKOLOGIS – OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL

Pada kasus ini, pasien diberikan obat dari golongan sulfoniluria golongan II yaitu

Glibenclamide (gliburid) yang bekerja sebagai pemicu sekresi insulin. Dosis yang diberikan

adalah 5 mg/hari yang dibagi dalam 2 dosis (sudah sesuai dengan rentang dosis harian 1,25-20

mg dan pada petunjuk pemakaian DOE). Kelebihan obat golongan kedua adalah onsetnya yang

lebih cepat dalam menurunkan kadar gula darah dan risiko hipoglikemia nya lebih kecil.

Akan tetapi jika melihat faktor risiko dan kondisi pasien, pemberian obat tersebut dirasa

kurang tepat karena beberapa faktor di bawah ini :

a. Efek samping utama obat-obatan golongan sulfoniluria adalah hipoglikemia dan

peningkatan berat badan. Padahal pasien jika dinilai dengan IMT sudah termasuk ke

dalam kategori obesitas, sehingga efek dari obat akan memperberat faktor komorbid ini

dan meningkatkan faktor risiko berkembanganya penyakit DM.

b. Indikasi pemberian glibenclamide pada DOE sebenarnya mencakup diabetes melitus tipe

2 tanpa komplikasi dengan efek pengaturan diet yang tidak adekuat. Sedangkan pada

kasus ini, pasien sudah mulai menunjukkan gejala komplikasi neuropati sehingga kondisi

ini justru masuk ke dalam tabel kontraindikasi.

Sehingga, pada pasien ini lebih baik diberikan pengobatan alternatif untuk kategori obat

hipoglikemik oral nya. Pilihan tersebut bisa dialihkan pada Metformin dari golongan biguanide.

Obat ini tidak ada kaitannya dengan berat badan, bahkan bisa menurunkan berat badan dan

memperbaiki profil lipid. Kelebihan tersebut lebih cocok pada kondisi pasien yang mengalami

obesitas. Pemberian metformin dilakukan dengan dosis awal 500 mg sebanyak 1-2 kali dalam

sehari yang kemudian bisa ditingkatkan sampai 1 gram sebanyak 1-2 kali sehari. Dalam Daftar

Obat Esensial Nasional 2008 (DOEN 2008) sebenarnya metformin termasuk ke dalam daftar

obat terbatas puskesmas dan mengingat pasien adalah anggota Jamkesmas, obat ini juga masuk

ke dalam formularium obat Jamkesmas.

Sedangkan insulin belum perlu untuk diberikan karena tidak ada indikasi yang muncul pada

pasien yaitu :

a. Ketoasidosis

b. Stres berat

c. BB menurun dengan cepat

d. Ketonuria

PENANGANAN KELAINAN KOMORBID

A. DISLIPIDEMIA

33

Dilihat dari kebiasaan dan status gizinya, pasien mempunyai faktor risiko mengalami

dislipidemia, sehingga pada analisis terapi ini kami jabarkan perencanaan tindakan untuk

memastikan dan menangani kelainan komorbid ini.

- Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien

dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap

perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil lipid

menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL,

wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2

tahun sekali.

- Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes adalah

peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar

kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.

- Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan

lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat memperbaiki profil lemak

dalam darah.

- Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi

penyandang diabetes yang disertai dislipidemia

Target terapi:

- Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL

- Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100 mg/dL (2,6

mmol/L)

- Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan LDL

sebesar 30-40% dari kadar awal

- Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan

perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis.

- Pada penyandang DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) atau telah

diketahui penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor risiko maka :

o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)

o Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.

o Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)

o HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita

o Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau HDL

≤40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat

34

o Apabila trigliserida ≥400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan

terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.

o Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin

diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan

risiko timbulnya efek samping.

o Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk

meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa

darah

B. HIPERTENSI

- Indikasi pengobatan :

Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.

- Sasaran (target penurunan) tekanan darah:

o Tekanan darah <130/80 mmHg

o Bila disertai proteinuria ≥1gram /24 jam : < 125/75 mmHg

Pengelolaan:

Non-farmakologis:

Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan,

meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta

mengurangi konsumsi garam

- Farmakologis:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):

o Pengaruh OAH terhadap profil lipid Pengaruh OAH terhadap metabolisme

glukosa

o Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

o Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:

o Penghambat ACE

o Penyekat reseptor angiotensin II

o Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah

o Diuretik dosis rendah

o Penghambat reseptor alfa

o Antagonis kalsium

35

o Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan

diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup

sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi

farmakologis

o Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90

mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung

o Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan

monoterapi.

Catatan

- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB =angiotensin II receptor blocker)

dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria.

- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.

- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi

glukosa.

- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara

bertahap.

- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

Pada kasus ini obat yang dipilih berasal dari golongan ACEI yaitu Captopril dengan dosis

sesuai yaitu 25 mg sebanyak 2 kali dalam sehari. Pemberian OAH berupa diuretik tiazid tidak

disarankan jika pasien juga menerima pengobatan sulfonilurea. Propanolol juga dapat

menghambat efek takikardia saat terjadi hipoglikemia akibat penggunaan sulfonilurea

sehingga membiaskan kejadian hipoglikemia dan bisa menjadi gawat.

C. OBESITAS

- Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan

toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai

- Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom

dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi

insulin

- Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus

36

PENGELOLAAN KOMPLIKASI

A. NEUROPATI

- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya

sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Pada kasus ini,

pasien kesulitan menggerakkan kakinya saat menggunakan sandal.

- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa

sakit di malam hari. Pasien mendeskripsikannya sebagai rasa seperti ditusuk-tusuk pada

ujung-ujung jari tangan.

- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk

mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,

dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.

- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan

menurunkan risiko amputasi.

- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau

gabapentin.

- Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi

perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini

seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.

37

PENGOBATAN LAIN

a. Meredakan nyeri pinggang dan nyeri sendi

Pasien kerap kali mengeluhkan nyeri pinggang dan nyeri sendi di jari-jari sehingga dokter

memberikan Antalgin 500 mg sebanyak 2 kali sehari. Penatalaksanaan selanjutnya

sebenarnya perlu dilakukan pemeriksaan apakah nyeri pinggang tersebut disebabkan oleh

gout arthritis dengan mengecek kadar asam urat. Jika dapat dipastikan penyebabnya

kelebihan asam urat, maka bisa diberikan anti pirai seperti probenezid atau alopurinol.

b. Pemberian tambahan vitamin

Dokter memberikan tambahan vitamin B12 dan B6 kepada pasien sebagai salah satu standar

penanganan terhadap komplikasi neuropati. Untuk dosis B6 yang diberikan sebesar 2x 10 mg

per hari. Dosis ini dianggap aman, tetapi jika pemakaian jangka panjang dengan dosis 50-

2000 mg/hari justru akan menyebabkan neuropati sensorik.

EVALUASI SECARA BERKALA

- Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada

waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

- Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

- Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

Jasmani lengkap

Mikroalbuminuria

Kreatinin

Albumin / globulin dan ALT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida

EKG

Foto sinar-X dada

Funduskopi

38

TARGET PENGENDALIAN DM

- Pada kasus ini target yang digunakan adalah target dengan risiko kardiovaskular (+)

karena pasien mempunyai gejala dan tanda hipertensi.

39