analisis kasus

7

Click here to load reader

Upload: rahmatika-lestari

Post on 22-Jun-2015

13 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

gyjg

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KASUS

BAB III

ANALISIS KASUS

Permasalahan :

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?

Diskusi

1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?

Diagnosis SSJ biasanya tidak terlalu sulit mengingat terdapat trias

kelainan (kelainan kulit, kelainan mukosa, dan kelainan pada

mata) dan dapat didapatkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

fisik sedangkan pemeriksaan laboratoriumnya tidak khas. Pada

sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

Gejala prodromal : demam, malaise, batuk, sakit kepala, nyeri

dada, diare, muntah dan artralgia. Gejala prodormal ini dapat

berlangsung selama dua minggu dan bervariasi dari ringan sampai

berat.

Kulit: berupa eritema, papul, vesikel, atau bula secara simetris

pada hampir seluruh tubuh. Vesikel dan bula kemudian memecah

sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi

purpura.

Page 2: ANALISIS KASUS

Selaput lendir orifisium: membran mukosa, membran hidung,

mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Vesikel

dan bula yang pecah menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta

kehitaman. Juga dapat membentuk pseudomembran. Kelainan

yang tampak di bibir adalah krusta berwarna hitam yang tebal

(krusta hemoragik). Kelainan dapat juga menyerang saluran

pencernaan bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas

atas.

Mata: konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis,

iridosiklitis, kelopak mata edema, dan sulit dibuka, pada kasus

berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan

kebutaan.

Pada pasien ini didapatkan kelainan pada kulit berupa lesi lesi

generalisata makula hiperpigmentasi, disertai skuama coklat dan

rhagaden, bentuk tidak teratur, mengalami erosi dan ekskoriasi,

penyebaran difus. mukosa mata bersekret mengalami peradangan.

Belum tampak ada nya epidermolisis. Tes Manipulasi : Nikolsky

(-), Asboe-Hansen’s sign (-).

Mata pasien juga dijumpai kelainan konjungtivitis kataralis yang

menyebabkan pasien sulit membuka matanya. Tidak

didapatkannya tanda nikolsky juga merupakan salah satu tanda

yang dapat mendukung tegaknya diagnose SJS. Pada pemeriksaan

penunjang menunjukkan beberapa kelainan yang tidak khas yang

dapat berhubungan ataupun tidak secara langsung. Beberapa hal

yang dapat menyingkirkan diagnosa bandingnya yaitu NET antara

lain :

25

Page 3: ANALISIS KASUS

Untuk menyingkirkan diagnosis bandingnya dapat dilihat dalam

tabel :

SJS NET

Keadaan Umum Ringan-berat Berat

Kesadaran Kompos mentis Sering menurun

Tanda nikolsky (-) (+)

Epidermolisis (-) (+)

Nekrosis epidermis (-) (+)

Prognosis Lebih baik Lebih burukTabel 2. Perbedaan antara SJS dengan NET.

Pada pasien juga tidak terdapat Asboe-Hansen’s sign sehingga

diagnosis banding pemfigus vulgaris dapat disingkirkan. Dari

uraian diatas dapat dikatakan diagnosa pada pasien ini sudah tepat

yaitu Steven Johnson Syndrome.

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Prinsip

penatalaksanaan pasien SJS adalah life saving dengan pemberian

kortikosteroid. Selain itu, pemberian antibiotik untuk mencegah

infeksi sekunder, intake cairan/elektrolit yang adekuat.

Penatalaksanaan pasien SJS pada instalasi gawat darurat meliputi

menegakkan diagnosis dan pemberian penatalaksanaan awal yang

terfokus pada ABC, perawatan lesi, dan penanganan nyeri.

Penatalaksanaan awal bersifat suportif dan simtomatik, antara lain

mengatasi lesi kulit seperti luka bakar, mukosa oral diberi kumur

cuci mulut, kulit mengelupas dikompres dengan salin. Serta

anestesi topikal untuk mengurangi nyeri. Selain itu, agen pencetus

atau dicurigai pencetus sesegera mungkin dihentikan.

26

Page 4: ANALISIS KASUS

3. Bagaimana prognosa pada pasien ini?

Tingkat keparahan penyakit sangat mempengaruhi prognosa

sindrom Stevens-Johnson. Apabila perawatan dilakukan secara

tepat dan seksama, maka prognosa sindrom Stevens-Johnson

biasanya baik.

Angka spesifik kesakitan TEN yaitu SCORTEN, dengan

meningkatnya kesakitan dan luasnya pengelupasan epidermal

berhubungan dengan meningkatnya mortalitas Sindrom Stevens-

Johnson sampai Toksik Epidermal Nekrolisis dimana Sindrom

Stevens-Johnson < 10% (1-5% mortalitas), overlap SJS-TEN 10-

30% dan TEN > 30% (25-35% mortalitas). 7 faktor risiko pada

Sindrom Stevens-Johnson dan Toksik Epidermal Nekrolisis yaitu

(Bastuji-Garin, 2000) :

1. Usia > 40 tahun

2. Keganasan

3. Takikardia >120/menit

4. Permukaan pengelupasan epidermal pada permulaan >10%

5. Urea > 28 mg/dl

6. Glukosa > 252 mg/dL

7. Bikarbonat < 20 mmol/L

Setiap parameter diberikan 1 poin bila positif sehingga jumlah

SCORTEN tingkatannya 0-7. Mortalitas berdasarkan nilai

SCORTEN (Parillo, 2009) yaitu :

- SCORTEN 0-1, mortalitas >3.2%

- SCORTEN 2, mortalitas >12.1%

27

Page 5: ANALISIS KASUS

- SCORTEN 3, mortalitas >35.3%

- SCORTEN 4, mortalitas >58.3%

- SCORTEN 5 atau lebih, mortalitas >90%

Pada pasien ini, nilai SCORTEN 1 (permukaan pengelupasan

epidermal >10%) dengan angka mortalitas >3.2%.

28