analisis hubungan variabel pembangunan jasa … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam...

81
ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA FINANSIAL DAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN+6 MENUJU MEA 2015 LAURA CITA FEBRIANTY DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lylien

Post on 03-Mar-2019

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA

FINANSIAL DAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI ASEAN+6 MENUJU MEA 2015

LAURA CITA FEBRIANTY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar
Page 3: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan

Variabel Pembangunan Jasa Finansial dan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi ASEAN+6 Menuju MEA 2015, adalah benar karya saya dengan arahan

dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, 02 April 2014

Laura Cita Febrianty

NIM H14100138

Page 4: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

ABSTRAK

LAURA CITA FEBRIANTY. Analisis Hubungan Variabel Pembangunan Jasa

Finansial dan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6 Menuju

MEA 2015. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mengagendakan arus bebas

barang, jasa serta sumber daya manusia diantara negara-negara anggota. Oleh

sebab itu di tengah kerjasama ASEAN+6, penting untuk diteliti lebih lanjut

kesiapan pembangunan sektor jasa khususnya jasa finansial negara-negara

ASEAN+6 dalam menghadapi MEA 2015 mendatang. Penelitian ini menganalisis

hubungan antara variabel pembangunan finansial dan perdagangan terhadap

pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 dengan menggunakan metode data panel statis

dan keunggulan komparatif sektor jasa finansial ASEAN+6 dengan menggunakan

metode RCA (Revealed Comparative Advantage). Hasil analisis menunjukkan

bahwa variabel Kredit Domestik Perbankan (DCBS), Jumlah Uang Beredar (M2),

dan Perdagangan (TRADE) paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

negara maju ASEAN+6, sedangkan DCBS, Pengeluaran pemerintah (GOV), dan

TRADE paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang

ASEAN+6. Keunggulan komparatif sektor jasa finansial terbaik dimiliki

Singapura, dimana Indonesia masih belum menunjukkan keunggulan komparatif

yang optimal.

Kata kunci: MEA 2015, Pembangunan Finansial, ASEAN+6, Data Panel, RCA

ABSTRACT

LAURA CITA FEBRIANTY. Analysis of The Relationship Among Financial

Service Development Variables and Trade to Economic Growth of ASEAN+6

Toward AEC 2015. Supervised by TANTI NOVIANTI

ASEAN Economic Community 2015 scheduled free flow of goods,

services and human resources among its member countries. Therefore, in the

presence of economic cooperation of ASEAN+6, it is important to investigate

further the readiness of the services sector especially financial sector among

ASEAN+6 members toward AEC 2015. This research attempts to analyze the

relationship among financial development variables and trade to the economic

growth of ASEAN+6 using panels static data and the comparative advantage of

the financial service sector ASEAN+6 using RCA (Revealed Comparative

Advantage). The results shows that the variables such as Domestic Credit

Provided by Banking Sector (DCBS), Broad Money (M2), and Trade strongly

affect to economic growth of ASEAN+6’s developed countries, otherwise DCBS,

Government Expenditure (GOV) and Trade strongly affect to economic growth of

ASEAN+6’s developing countries. The best comparative advantage of financial

service sector owned by Singapore, while Indonesia has not shown the optimal

comparative advantage.

Keywords : AEC 2015 , Financial Development , ASEAN +6 , Panel Data, RCA

Page 5: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA

FINANSIAL DAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI ASEAN+6 MENUJU MEA 2015

LAURA CITA FEBRIANTY

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 6: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar
Page 7: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Variabel Pembangunan Jasa Finansial dan

Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6 Menuju

MEA 2015

Nama : Laura Cita Febrianty

NIM : H14100138

Disetujui oleh

Dr Tanti Novianti, S.P., M.Si

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa,

sebab atas segala karunia-Nya, skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian

dilaksanakan sejak bulan November 2013 dan berhasil rampung pada Febuari

2014 dengan judul penelitian, “Analisis Hubungan Variabel Pembangunan Jasa

Finansial dan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+6 Menuju

MEA 2015”, untuk konsentrasi bidang perdagangan dan industri. Terima kasih

penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tanti Novianti selaku dosen pembimbing, yang

telah banyak memberikan saran, masukan dan pencerahan yang berharga bagi

penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily

Dwi Arsyianti, M.Si selaku perwakilan Komdik atas kritik dan saran berharga

yang telah diberikan. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan juga

kepada asisten dosen pengajar MK. Ekonometrika FEM IPB yakni Ibu Heni, serta

kepada segenap tim konsultasi ekonometrika lainnya yakni Mbak Maya Wulan

dan Mbak Rina Hartini, yang telah membantu memberikan pencerahan, konsultasi,

serta solusi terkait pemodelan skripsi. Ungkapan terima kasih juga tak lupa

penulis sampaikan kepada Ayah tercinta, (Alm).Ir.Walden Simanjuntak, Ibu

terkasih, Jusliani Simamora SH, Adik tersayang David Lawrence serta seluruh

keluarga besar atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan penuh yang telah

diberikan bagi penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

segenap dosen dan staf/karyawan Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas

segala ilmu, bimbingan serta pelayanan akademis yang telah diberikan. Penulis

tak lupa berterimakasih kepada rekan-rekan Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan

47, segenap staf dan pengurus HIPOTESA periode 2011-2012 dan 2012-2013,

serta segenap sahabat-sahabat pelayanan bersama PMK IPB untuk kebersamaan

yang indah selama kurang lebih tiga setengah tahun ke belakang. Terimakasih

juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu bimbingan skripsi penulis, Dian

Pertiwi Wardhani, Arti Ilhami, Rahayu Aisyah Prayitno, Ramos Martinus dan

Pangrio Nurjaya yang telah saling mendukung satu sama lain selama masa

penyusunan skripsi. Tak lupa penulis juga berterimakasih kepada sahabat-sahabat

penulis yakni Yola Juwita Silalahi, Efita Meylina Situmorang, Novia La Prima,

Vina Oktrina Simanjuntak serta Yohanita Ratna Marissa Hutabarat yang telah

memberi banyak tawa, canda, dan dukungan serta telah menjadi sahabat terbaik

penulis selama masa kuliah. Penulis juga berterimakasih atas segala dukungan dan

semangat dari seluruh sahabat-sahabat penulis baik sahabat karib sejak SMP,

SMA, dan rekan-rekan pemuda Gereja HKBP Ps.Rebo yang juga turut

mendukung dan memberi warna pada hari-hari penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang ekonomi.

Bogor, 02 April 2014

Laura Cita Febrianty

Page 9: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 11

Manfaat Penelitian 11

Ruang Lingkup Penelitian 11

TINJAUAN PUSTAKA 12

Kerangka Pemikiran 22

Hipotesis 24

METODE PENELITIAN 24

Jenis dan Sumber Data 24

Metode Analisis 25

Revealed Comparative Advantage (RCA) 26

Data Panel Statis 26

HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Kondisi Umum Sektor Jasa Keuangan di Indonesia dan Pasar ASEAN+6 36

Daya Saing dan Keunggulan Komparatif Sektor Jasa Finansial ASEAN+6 47

Hubungan Variabel Pembangunan Finansial dan Perdagangan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi 49

SIMPULAN DAN SARAN 56

Simpulan 56

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

LAMPIRAN 61

RIWAYAT HIDUP 69

Page 10: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

DAFTAR TABEL

1 Share Nilai Tambah Sektor Jasa ASEAN+6 Tahun 1990 dan 2010 (%) 5 2 Indikator Perekonomian Makro Indonesia dan Beberapa Negara

ASEAN+6 Tahun 2001-2008 (%) 7 3 Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu 18 4 Variabel, Proksi, Jenis Variabel dan Sumber 25 5 Jumlah Lembaga Keuangan Indonesia Tahun 2013 38 6 Fasilitas Kredit yang diberikan Kepada Korporasi Menurut Jenis

Kredit (per-Agustus 2013) 39

7 Indeks Pembangunan Finansial ASEAN+6 Tahun 2011 41

8 Indeks RCA untuk Ekspor Jasa Finansial dan Asuransi Negara-Negara

ASEAN+6 Tahun 2005-2012 48 9 Perbandingan Hubungan Variabel Pembangunan Finansial dan

Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Berbagai Kelompok

Negara ASEAN+6 51

DAFTAR GAMBAR

1 Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Tahun 2011 2 2 Jasa Finansial dan Asuransi (% terhadap ekspor jasa komersial)

ASEAN+6 Tahun 2005-2012 4 3 Jasa Finansial dan Asuransi (% terhadap impor jasa komersial)

ASEAN+6 Tahun 2005-2012 4 4 Share Total Tenaga Kerja pada sektor jasa dan bisnis keuangan

ASEAN+6 Tahun 2007 6 5 Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-Negara ASEAN+6 (Intra-ASEAN)

Tahun 2004-2012 9

6 Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-Negara ASEAN+6 (non-ASEAN)

Tahun 2004-2012 10

7 Kurva Kebijakan Moneter Ekspansif 17

8 Kerangka Pemikiran 23 9 Alur Analisis Data Panel 27

10 Komposisi Aset Lembaga Keuangan Indonesia Tahun 2013 37

11 Perkembangan Pertumbuhan Uang Beredar,Dana,Kredit dan PDB (% of

yoy) Indonesia Tahun 2013 38

12 Komposisi Kredit Sektor Rumahtangga Menurut Jenisnya (per-Juni

2013) 40 13 Komposisi Aset Lembaga Keuangan Singapura Tahun 2013 42 14 Pertumbuhan GDP Perkapita ASEAN+6 (intra-ASEAN) Tahun 2004-

2012 42

15 Pertumbuhan GDP Perkapita Negara-Negara Mitra Kerjasama

ASEAN+6 Tahun 2004-2012 43 16 Kredit Domestik oleh Sektor Perbankan atau DCBS (%of GDP)

ASEAN+6 Tahun 1960-2011 44 17 Kredit Domestik untuk Sektor Swasta atau DCPS (%of GDP)

ASEAN+6 Tahun 1960-2011 45

18 Jumlah Uang Beredar (M2) (% of GDP) ASEAN+6 Tahun 1960-2011 45

Page 11: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

19 Simpanan Domestik Kotor atau GDS (%of GDP) ASEAN+6 Tahun

1960-2011 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Model 1. Seluruh Negara ASEAN+6-Statistik Deskriptif Variabel 61 2 Hasil Uji Hausman 61 3 Hasil Uji Normalitas 61 4 Korelasi Antar Variabel 62 5 Hasil Estimasi Model FEM Data Panel 62 6 Hasil Estimasi Model REM Data Panel 63

7 Model 2. Negara Maju ASEAN+6- Statistik Deskriptif Variabel 64 8 Hasil Uji Normalitas 64 9 Hasil Estimasi Model FEM Data Panel 64

10 Efek Individu 65 11 Model 3. Negara Berkembang ASEAN+6-Statistik Deskriptif Variabel 66 12 Hasil Uji Normalitas 66 13 Hasil Estimasi Model FEM Data Panel 66 14 Efek Individu 67

Page 12: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar
Page 13: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis Utang Eropa dan Krisis Amerika yang sempat terjadi beberapa

waktu lalu telah melemahkan perekonomian Eropa, Amerika, bahkan dunia.

Dampak negatif yang timbul akibat krisis tersebut masih dirasakan hingga saat ini.

Perekonomian Eropa terus mengalami tren perlambatan. Demikian halnya dengan

Amerika Serikat, yang perekonomiannya masih belum benar-benar pulih akibat

hantaman krisis lalu. Implikasinya bagi perekonomian dunia adalah mulai

bergeraknya pusat gravitasi ekonomi dunia, dengan kecepatan tinggi menuju ke

kawasan Asia (Kemenko Perekonomian 2013). Melemahnya perekonomian Eropa

dan Amerika, membuka peluang bagi Asia untuk maju menjadi kekuatan ekonomi

baru yang didukung salah satunya oleh jumlah populasi manusia yang besar dan

prediksi meningkatnya golongan menengah di kawasan Asia. Oleh sebab itu,

kerjasama ekonomi regional menjadi suatu isu penting yang harus direalisasikan

di Asia secara umum dan Asia Tenggara secara khusus, agar mampu menciptakan

kekuatan ekonomi baru dunia.

Saat ini, kawasan ekonomi regional ASEAN (Association of South East

Asia Nations) mulai menuju realisasi suatu komunitas bersama ASEAN (ASEAN

Community). ASEAN Community ini mencakup tiga pilar utama yakni ASEAN

Security Community (ASC), ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) dan

ASEAN Economic Community (AEC) (ISEAS 2004). ASEAN Economic

Community (AEC) atau biasa disebut sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) dicanangkan untuk direalisasikan pada akhir tahun 2015 mendatang

dengan agenda utama menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis

produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga

kerja terdidik, dan aliran modal yang lebih bebas. Empat pilar MEA Blueprint

mencakup pasar tunggal dan basis produksi regional, kawasan berdaya saing

tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi merata, dan integrasi dengan

perekonomian dunia (Kemenko Perekonomian 2013).

Negara-negara Asia pada prinsipnya dihubungkan melalui pasar,

perdagangan internasional, arus keuangan, investasi langsung, dan bentuk-bentuk

lain dari pertukaran ekonomi dan sosial (Maretha 2012). Keberadaan integrasi

ekonomi dan perdagangan mampu menciptakan keuntungan ekonomis bagi

negara-negara yang terlibat di dalamnya. Menurut Achsani (2008), integrasi

ekonomi ASEAN mampu menciptakan pasar yang sangat besar dengan jumlah

perdangangan dan jumlah produk domestik bruto lebih dari 720 miliar dollar dan

737 miliar dollar per tahun. Keberadaan kawasan kerjasama ekonomi dan

perdagangan ASEAN+6 yang mencakup kerjasama ekonomi dengan enam negara

Asia lain yakni Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Australia dan New Zealand,

semakin memantangkan kesiapan ASEAN dalam pencanangan MEA 2015.

Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) atau biasa dikenal

sebagai kawasan kerjasama ASEAN+6 terbentuk pada tanggal 15 Januari 2007 di

Cebu, Filipina. Kesepakatan tersebut dibentuk oleh para pemimpin negara-negara

ASEAN dan enam negara mitra lainnya yakni Australia, China, India, Jepang,

Korea Selatan, dan New Zealand. Penambahan enam negara mitra kerjasama

Page 14: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

2

tersebut, diharapkan dapat membuat ASEAN Economic Community menjadi

single market yang lebih besar, mengingat bahwa populasi CEPEA besarnya 49,6

persen dari populasi dunia dan tujuh kali lebih besar dari populasi EU (CEPEA

Report 2008).

Berdasarkan informasi pada Gambar 1, dapat dianalisis bahwa pada tahun

2011, ASEAN+6 adalah pasar tujuan ekspor yang penting bagi Indonesia karena

mampu mendominasi permintaan ekspor produk Indonesia hingga 66 persen, jauh

lebih besar daripada ekspor ke wilayah EU27, Amerika Serikat dan lainnya,

terutama dalam perdagangan barang mentah. Demikian halnya dengan performa

impor pada tahun yang sama, 68 persen volume impor Indonesia didominasi oleh

aliran perdagangan dari ASEAN+6 disusul oleh EU27 sebesar 7 persen, Amerika

Serikat 6 persen, Arab Saudi 3 persen dan lainnya sebesar 16 persen, terutama

untuk impor barang modal (Kemenko Perekonomian 2013).

Dalam rangka persiapan menuju realisasi pasar tunggal ASEAN 2015

mendatang, selain aliran bebas barang, modal, investasi dan tenaga kerja terdidik,

aliran bebas jasa juga termasuk dalam elemen penting yang akan menyokong

kesuksesan MEA 2015. Selain itu, stabilitas perekonomian juga dibutuhkan oleh

negara-negara anggota intra-ASEAN dan ASEAN+6 sebagai salah satu prasarat

penting dalam mendukung keberlangsungan kerjasama ekonomi di kawasan

ekonomi ASEAN dalam rangka mencapai MEA 2015. Stabilitas tersebut dapat

diukur dari perkembangan pertumbuhan ekonomi, perkembangan sektor keuangan,

dan perkembangan kegiatan perdagangan internasional (Mukhlis 2011).

Kestabilan perekonomian yang diikuti dengan kinerja perekonomian yang

positif membutuhkan peran sektor keuangan yang semakin berkembang. Sektor

keuangan yang semakin berkembang akan dapat mendorong kegiatan ekonomi

dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi dan dalam upaya untuk merespon

permintaan pasar terhadap output yang ada. Dalam hal ini menurut McKinnon

(1973), sektor keuangan merupakan faktor penting dalam proses akumulasi modal

yang direfleksikan dalam bentuk tabungan, investasi dan produktifitasnya.

Tinjauan secara empiris menunjukkan bahwa sektor keuangan memiliki peran

Gambar 1. Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Tahun 2011 Sumber : SEADI USAID (2012)

Page 15: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

3

penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.Studi Mattoo,

Rathindran dan Subramanian dalam Kemenkeu (2012), dengan studi kasus 60

negara menemukan bukti ekonometrik yang kuat bahwa keterbukaan sektor jasa

keuangan memengaruhi secara positif kinerja pertumbuhan ekonomi jangka

panjang. Korelasi positif antara pembangunan jasa keuangan dan pertumbuhan

ekonomi diharapkan mampu meningkatkan performa ekonomi agregat suatu

negara, sehingga tidak hanya mampu meningkatkan persentase pertumbuhan

ekonomi tahunan dan peningkatan iklim investasi semata, namun juga mampu

menyentuh peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan GDP perkapita,

penurunan jumlah pengangguran dan kemiskinan, yang pada akhirnya mampu

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Selain itu, terdapat pula keterkaitan antara perdagangan internasional dan

pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini pemahaman teori klasik dalam bidang

perdagangan internasional mengarahkan pada suatu teori bahwa perdagangan

internasional akan dapat mendorong kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan

semakin terbukanya perekonomian suatu negara, maka akan semakin membuka

peluang setiap negara untuk dapat melakukan kegiatan perdagangan

internasionalnya. Peran perdagangan internasional terhadap perekonomian dapat

dilihat dari persamaan dalam model perekonomian terbuka yang dikemukakan

oleh Keynes, yakni Y=C+I+G+(XM). Y menunjukkan besarnya output yang

dihasilkan oleh perekonomian, C menunjukkan besarnya konsumsi masyarakat, I

menunjukkan besarnya investasi, G menunjukkan besarnya pengeluaran

pemerintah, X menunjukkan besarnya ekspor dan M menunjukkan besarnya impor.

Selisih X dan M ini biasa disebut sebagai Net Export (NX). Kontribusi

perdagangan internasional dapat dijelaskan oleh seberapa besar NX yang

diperoleh dalam kegiatannya. Semakin besar nilai NX suatu negara maka akan

berkorelasi langsung terhadap peningkatan output perekonomian dan

pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, peranan perdagangan internasional dalam

pertumbuhan ekonomi dapat juga dijelaskan dengan adanya multiplier

perdagangan internasional. Multiplier perdagangan ini menjelaskan seberapa besar

perubahan pendapatan nasional sebagai akibat dari adanya perubahan dari

kegiatan perdagangan internasional (Mukhlis 2011).

Sektor jasa kian memegang peranan penting dalam perekonomian dunia

abad ke-21 ini. Sektor jasa merepresentasikan 2/3 produksi dunia, 2/3 output

dunia, 3/5 investasi asing langsung dan menguasai hampir 50 persen perdagangan

dunia melalui sistem cross border (SEADI 2013). GATS-WTO membagi sektor

jasa ke dalam 12 sektor jasa utama yakni jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa

konstruksi, jasa distribusi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa keuangan, jasa

kesehatan dan layanan sosial, jasa pariwisata,jasa rekreasi/kultural, jasa

transportasi dan jasa lainnya (APEC 2013). Dalam rangka pembentukan ASEAN

sebagai sebuah basis produksi dan pasar tunggal (MEA), maka liberalisasi sektor

jasa keuangan menjadi suatu langkah strategis. Khusus pada sektor keuangan dan

moneter, liberalisasi jasa keuangan menjadi salah satu langkah terpenting dalam

pelaksanaan peta jalan integrasi keuangan ASEAN atau yang lebih dikenal dengan

singkatan RIA-Fin (Roadmap for Monetary and Financial Integration of ASEAN)

(Kemenkeu 2012)

.

Page 16: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

4

Dalam kawasan kerjasama ekonomi ASEAN+6 performa ekspor dan

impor produk jasa keuangan dan asuransi masih cenderung divergen (pola

menyebar). Berdasarkan data pada Gambar 2 dan Gambar 3, dapat dianalisis

bahwa Singapura dan India masih mendominasi ekspor jasa finansial dan asuransi

jauh di atas negara-negara ASEAN+6 lainnya, termasuk Indonesia. Sedangkan

Cina, India dan Indonesia masih menjadi negara pengimpor dominan produk jasa

finansial dan asuransi pada rentang tahun 2005 hingga 2012 lalu.

Gambar 3. Jasa Finansial dan Asuransi ( % terhadap impor jasa komersial)

ASEAN+6 Tahun 2005-2012 Sumber : World Development Indicator (WDI 2014)

Gambar 2. Jasa Finansial dan Asuransi ( % terhadap ekspor jasa komersial)

ASEAN+6 Tahun 2005-2012 Sumber : World Development Indicator (WDI 2014)

Page 17: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

5

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dianalisis bahwa seluruh sektor jasa

secara umum memiliki tren share nilai tambah yang kian meningkat. Secara

khusus, jasa komunikasi, keuangan dan bisnis di Indonesia menunjukkan

performa share nilai tambah yang meningkat secara positif dibandingkan sektor-

sektor jasa lainnya dalam rentang bandingan satu dekade yakni pada tahun 1990

(6.5%) dan 2010 (meningkat hingga 7.8%). Sejalan dengan itu, secara umum jasa

komunikasi, keuangan dan bisnis antara tahun 1990 dan 2010 di negara-negara

ASEAN+6 lainnya yang diwakili negara-negara ASEAN plus Cina, Jepang, Korea

Selatan dan India juga menunjukkan tren kenaikan share nilai tambah sektor jasa

komunikasi, keuangan dan bisnis antara tahun 1990 dan 2010 yang cukup

signifikan. Hal ini membuktikan bahwa jasa keuangan dengan keberadaan produk-

produk turunan finansial yang diperjualbelikan dalam pasar uang maupun pasar

modal, merupakan salah satu sektor strategis bernilai tambah tinggi. Intensitas

performa sektor jasa keuangan yang semakin maksimal, dapat dengan cepat

mampu meningkatkan perputaran uang serta pertumbuhan ekonomi lebih

signifikan dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya.

Tak hanya itu, berdasarkan share total tenaga kerja pada sektor jasa bisnis

dan keuangan seperti pada Gambar 4, menunjukkan bahwa share total tenaga

kerja pada sektor jasa bisnis dan keuangan terbilang cukup tinggi, dengan share

lebih besar dari 5 persen. Share total tenaga kerja pada sektor jasa bisnis dan

keuangan Indonesia mencapai 8 persen, sedangkan Korea Selatan, Cina (PRC)

dan India yang merupakan negara-negara maju di kawasan Asia dan merupakan

bagian dari kerjasama ekonomi ASEAN+6, justru memiliki share total tenaga

kerja pada sektor jasa dan keuangan yang bahkan lebih besar yaitu di atas 10

persen.

Tabel 1. Share Nilai Tambah Sektor Jasa ASEAN+6 Tahun 1990 dan 2010 (dalam %)

Sumber : Outlook 2012 Update – Asian Development Bank (2012), (diolah)

Page 18: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

6

Gambar 4. Share Total Tenaga Kerja Pada Sektor Jasa Bisnis dan Keuangan

ASEAN+6 Tahun 2007 Sumber : Outlook 2012 Update – Asian Development Bank (2012), (diolah)

Berdasarkan penjelasan dua gambar di atas, terlihat bahwa baik di Indonesia

maupun ASEAN+6, sektor jasa keuangan memegang peranan penting dalam

pembangunan ekonomi suatu negara baik dalam kontribusi sebagai pencipta nilai

tambah perekonomian yang besar serta penyerap tenaga kerja yang juga besar.

Terlebih bagi negara sedang berkembang, perkembangan sektor jasa keuangan

dinilai dapat menjadi alternatif penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yang saat ini

ditopang bersama dengan pertumbuhan kinerja sektor industri manufaktur,

perdagangan non-migas primer dan sektor jasa lainnya.

Mengingat pentingnya peranan pembangunan jasa finansial terhadap

pertumbuhan ekonomi dalam kerangka kerjasama ASEAN+6, menarik pula untuk

diteliti lebih lanjut mengenai daya saing atau keunggulan komparatif ekspor

produk jasa finansial dan asuransi di kawasan kerjasama ekonomi dan

perdagangan ASEAN+6. Analisis tersebut akan menggambarkan sejauh mana jasa

keuangan tiap-tiap negara anggota ASEAN+6 mampu memenuhi kebutuhan

finansial domestik maupun internasional, melalui kegiatan ekspor jasa finansial

dan asuransi. Keunggulan komparatif atas sektor jasa keuangan yang semakin

baik turut menggambarkan kondisi pembangunan finansial yang prima pada suatu

negara dan berimplikasi pada kesiapan liberalisasi finansial yang lebih matang

menjelang MEA 2015 mendatang.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, kajian terkait

hubungan pembangunan sektor jasa keuangan dan perdagangan terhadap

pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan. Kajian ini penting dilakukan untuk

menganalisis sejauh mana pembangunan sektor jasa keuangan serta perdagangan

di ASEAN+6 mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut

baik untuk negara-negara maju (High Income) dan negara-negara berkembang

(Low-Middle Income) dalam kawasan ASEAN+6, sehingga kebijakan-kebijakan

terkait pembangunan jasa finansial yang relevan di ASEAN+6 dapat dirumuskan,

guna mematangkan persiapan menuju MEA 2015 mendatang.

0 5 10 15 20 25

Indonesia

Malaysia

Singapura

Filipina

Thailand

Cina

Korea Selatan

India

Persen(%)

Page 19: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

7

Perumusan Masalah

Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dan beberapa negara ASEAN+6,

mengalami perkembangan yang cukup siginifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini membuktikan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah dapat mendorong

adanya ekspansi pada sumber daya ekonomi dan kegiatan ekonomi produktif

lainnya. Pergerakan ekonomi yang positif ini diikuti dengan kegiatan perdagangan

internasional yang semakin meluas. Seiring dengan implementasi AFTA, APEC

dan kerjasama ekonomi regional lainnya menjelang MEA 2015, arus lalu lintas

perdagangan barang dan jasa menjadi semakin terbuka. Masing-masing negara

akan menerapkan strategi usahanya yang dapat meningkatkan daya saing dan

keberlanjutan produk dan jasa yang dihasilkannya (Mukhlis 2011)

Tabel 2. Indikator Perekonomian Makro Indonesia dan Beberapa Negara

ASEAN+6 Tahun 2001-2008 (%)

Sumber : Asian Development Bank (2013) , (diolah)

Negara Tahun Pertumbuhan

Ekonomi

Financial

Development

Keterbukaan

Perekonomian

Indonesia

Malaysia

Cina

Jepang

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

3.6

4.5

4.8

5.0

5.7

5.5

6.3

6.0

0.5

5.4

5.8

6.8

5.3

5.6

6.3

4.8

8.3

9.1

10

10.1

11.3

12.7

14.2

9.6

0.4

0.3

1.7

2.4

1.3

1.7

2.2

-1.0

51

48

47

45

43

41.4

41.8

38

133

131.2

132

131

123.8

127

125

121

144

153

162

158

160

159

151.8

151.3

132.8

137

206.3

206

206.7

204.7

203.8

210.1

233

243

256

271

293

312

340

363

50570

55392

58011

60775

66015

71344

79672

87157

435

465

497

515

608

766

977

1108

68968

70075

70488

73747

74814

70778

68102

66470

Page 20: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

8

Namun, gemerlap pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perdagangan

internasional tesebut tidak selalu diikuti dengan perkembangan dalam sektor

keuangan (financial development). Berdasarkan Tabel 2, pada periode waktu

2001-2008 terdapat penurunan dalam angka financial development di Indonesia

dan Malaysia, sedangkan hal sebaliknya terjadi pada Jepang dan Cina.

Perkembangannya, pada tahun 2008 angka financial development di Indonesia

dan Malaysia cenderung terus turun dibandingkan tahun 2001, dimana angka

financial development Indonesia merupakan yang terendah. Penurunan angka

financial development ini mengandung arti bahwa tingkat monetisasi yang terjadi

dalam perekonomian nasional mengalami penurunan. Dengan kata lain, hal

tersebut mencerminkan terjadinya pendangkalan sektor keuangan (financial

indeepening) di Indonesia dan Malaysia. Hal ini dapat terjadi oleh beberapa hal

seperti ; instrumen keuangan di sektor keuangan terbatas (baik jumlah maupun

jenisnya), insentif yang diberikan sektor keuangan kecil dibandingkan dengan

insentif dari sektor lainnya, instrumen keuangan di negara lain lebih profitable,

dan kurang adanya kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan dalam

negeri (Mukhlis 2011).

Mengingat begitu pentingnya peranan sektor jasa keuangan dalam

memengaruhi kondisi pertumbuhan ekonomi dan performa agregat ekonomi

Indonesia, maka kendala ini harus segera diatasi bersama. Menurut Hassan et

al.(2010), terdapat berbagai macam indikator ukuran yang telah digunakan dalam

berbagai literatur terdahulu, sebagai proksi untuk tingkat pembangunan finansial.

Salah satu yang dapat digunakan adalah penggunaan variabel Simpanan Domestik

Kotor, Kredit Domestik oleh Sektor Perbankan, Kredit Domestik untuk Sektor

Swasta dan Jumlah Uang Beredar (M2) sebagai variabel indikator pembangunan

finansial. Variabel pembangunan finansial tersebut juga bersama dengan variabel

indikator sektor riil seperti Perdagangan, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi,

akan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Secara lebih khusus, melalui Kredit

Domestik oleh Sektor Perbankan akan dijelaskan tingkat ketergantungan

pembiayaan perekonomian terhadap sektor perbankan. Sedangkan Kredit

Domestik untuk Sektor Swasta akan menggambarkan sejauh mana kredit

pinjaman domestik dialokasikan untuk investasi domestik guna meningkatkan

derajat pembangunan finansial suatu negara. Simpanan Domestik Kotor dan M2

juga berimplikasi positif terhadap pembangunan finansial dan pertumbuhan

ekonomi suatu negara dan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang

berlaku, sebagai insentif peningkatan tabungan dan jumlah uang beredar.

Secara umum, pola perekonomian ASEAN+6 masih berbeda-beda dan

kompleks karena merupakan kawasan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang

terdiri atas dua kelompok negara baik yang sudah maju (High Income), maupun

yang masih berkembang (Low-Middle Income). Berdasarkan data pertumbuhan

GDP pada Gambar 5 dan Gambar 6, dapat dianalisis bahwa pola pertumbuhan

GDP negara-negara ASEAN+6 masih cukup bervariasi dan cenderung divergen

(pola menyebar). Beberapa negara memiliki pertumbuhan GDP tinggi, namun

sebagian lain justru memiliki pertumbuhan GDP rendah. Berdasarkan informasi

pada Gambar 5, dapat dianalisis bahwa tingkat pertumbuhan GDP Singapura

tercatat sebagai yang tertinggi dan mencapai puncaknya pada tahun 2010. Pada

periode tahun 2011 dan seterusnya, tren pertumbuhan GDP Singapura cenderung

Page 21: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

9

terus turun. Secara umum perekonomian negara-negara ASEAN mengalami

pelemahan bersamaan pada tahun 2009 akibat dampak krisis hutang Eropa.

Namun Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki performa

perekonomian yang stabil pada saat itu dan mampu melalui gejolak krisis dengan

baik. Indonesia juga mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan GDP stabil

hingga 2012. Brunei Darussalam tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan

GDP terendah dibandingkan negara-negara intra-ASEAN lainnya pada periode

tahun 2004-2012 ini.

Berdasarkan data informasi pada Gambar 6, dapat dianalisis bahwa

tingkat pertumbuhan GDP Cina dan India relatif lebih tinggi dibandingkan negara-

negara mitra kerjasama ASEAN+6 lainnya. Krisis hutang Eropa 2009, tidak

berdampak signifikan bagi perekonomian Cina dan India, namun cukup

melemahkan perekonomian Jepang pada saat itu. Berdasarkan gambaran yang

telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk pasar intra-ASEAN

sendiri, tren pertumbuhan GDP antar negara masih bervariasi dan fluktuatif.

Sedangkan untuk negara-negara non-ASEAN mitra kerjasama ASEAN+6 didapat

pola dan tren pertumbuhan GDP yang hampir sama dan mulai menuju

konvergenitas atau penyamaan level pada tahun 2012.

Gambar 5. Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-Negara ASEAN+6 (Intra-ASEAN)

Tahun 2004-2012 Sumber : World Development Indicator (2014) , (diolah)

Page 22: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

10

Tantangan yang dikhawatirkan muncul adalah terjadinya pola substitusi

dan bukan komplementer pada penggunaan produk jasa keuangan antar negara

yang terlibat dalam pasar ASEAN+6, sehingga keterlibatan negara-negara yang

belum optimal performa sektor keuangannya justru akan semakin memperburuk

kondisi ekonomi negara tersebut. Kondisi ini pada akhirnya akan menimbulkan

persaingan diantara golongan negara-negara berkembang ASEAN+6 dengan

golongan negara-negara maju ASEAN+6, untuk memperebutkan pangsa pasar di

kawasan ASEAN+6. Oleh sebab itu, selain meneliti mengenai sejauh apa variabel

pembangunan finansial sebagai indikator pembangunan finansial, dan

perdagangan mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara-negara

ASEAN+6, perlu juga dianalisis kondisi keunggulan komparatif atau daya saing

ekspor jasa finansial antar negara-negara ASEAN+6. Negara-negara tertentu yang

dominan menguasai pasar ekspor produk jasa finansial dan asuransi misalnya,

dapat mendominasi pasar keuangan ASEAN+6 dan meninggalkan negara-negara

lain dengan senjang yang jauh tertinggal di belakangnya. Dengan demikian,

referensi kebijakan keuangan yang relevan dapat dirumuskan berdasarkan hasil

analisis tersebut.

Berdasarkan uraian singkat di atas, terdapat beberapa permasalahan yang

akan dibahas dalam penelitian, yaitu :

1. Bagaimana kondisi umum sektor jasa keuangan Indonesia dan

negara-negara anggota ASEAN+6?

2. Bagaimana keunggulan komparatif sektor jasa finansial Indonesia

dan negara-negara ASEAN+6 ?

3. Bagaimana hubungan variabel pembangunan jasa finansial dan

perdagangan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh

negara ASEAN+6, golongan negara maju ASEAN+6 dan golongan

negara berkembang ASEAN+6 menuju MEA 2015?

Gambar 6. Tingkat Pertumbuhan GDP Negara-Negara ASEAN+6 (non-ASEAN)

Tahun 2004-2012 Sumber : World Development Indicator (2014) , (diolah)

Page 23: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

11

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan kondisi umum sektor jasa keuangan Indonesia dan

negara-negara anggota ASEAN+6.

2. Menganalisis keunggulan komparatif sektor jasa finansial Indonesia

dan negara-negara ASEAN+6.

3. Menganalisis hubungan variabel pembangunan finansial dan

perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi seluruh negara

ASEAN+6, golongan negara maju ASEAN+6 dan golongan negara

berkembang ASEAN+6 menuju MEA 2015.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak terkait, yakni pemerintah, praktisi jasa keuangan (bank dan lembaga

non-bank) ,dan masyarakat serta akademisi. Manfaat tersebut antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber

informasi ilmiah dan salah satu referensi bagi pemerintah dalam

perumusan kebijakan terkait pembangunan jasa keuangan dan

perdagangan menuju MEA 2015, dengan pengkoordinasian segenap

badan terkait.

2. Bagi praktisi jasa keuangan, seperti lembaga perbankan dan non-

perbankan serta pihak swasta, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi referensi untuk dapat merumuskan kebijakan yang lebih

mendukung kinerja sektor keuangan dalam rangka peningkatan

performa ekonomi nasional pada kerangka kerjasama ekonomi

ASEAN+6 menuju MEA 2015.

3. Bagi masyarakat dan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi sumber informasi ilmiah yang dapat memperluas

pengetahuan ekonomi pembaca, serta dapat dijadikan acuan bagi

penelitian lebih lanjut terkait pembangunan finansial ASEAN+6.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel

pembangunan jasa finansial yakni variabel GDS, DCBS, DCPS dan M2 serta

perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi seluruh negara ASEAN+6, golongan

negara maju ASEAN+6 dan golongan negara berkembang ASEAN+6 pada

periode 2000-2012. Sedangkan untuk analisis daya saing dan komparatif RCA,

dikarenakan keterbatasan data maka rentang waktu yang digunakan adalah tahun

2005-2012 untuk objek penelitian seluruh negara ASEAN+6. Negara-Negara

kawasan ASEAN+6 yang dijadikan objek penelitian meliputi Indonesia, Malaysia,

Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, lalu Jepang, Cina, Korea

Selatan serta India, Australia dan Selandia Baru. Ketersediaan data yang tidak

lengkap untuk variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian, menyebabkan

Kamboja (Cambodia), Myanmar, Laos, dan Vietnam (CMLV Countries) tidak

Page 24: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

12

dimasukkan dalam analisis penelitian ini, sehingga dalam penelitian ini, intra-

ASEAN hanya diwakili enam negara (ASEAN-4).

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015

Komunitas ASEAN atau ASEAN Community dibentuk oleh negara-negara

anggota ASEAN sebagai bentuk solidaritas yang dibangun untuk memenuhi

tujuan regional. Pembentukan komunitas ASEAN ini akan tetap menjunjung

identitas nasional dan bersamaan dengan itu juga dapat meningkatkan identitas

regional (ISEAS 2004). Melaui ASEAN Community ini, partisipasi negara-negara

ASEAN dapat terus meningkat secara efektif di area integrasi perdagangan yang

lebih luas lagi. ASEAN Community juga dibentuk guna mencapai visi ASEAN

2020, yakni mencapai kawasan ASEAN yang stabil, makmur, berdaya saing

tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata, dan tingkat kemiskinan dan

kesenjangan ekonomi yang menurun (KTT ASEAN, Kuala Lumpur, Des 1997).

Berdasarkan hasil Bali Concord II pada KTT ASEAN di Bali tahun 2003,

dihasilkan tiga pilar dalam rangka mewujudkan visi ASEAN 2020 yakni dengan

pembentukan (ISEAS 2004):

(1) ASEAN Economic Community

(2) ASEAN Security Community, dan

(3) ASEAN Socio-Cultural Community

Selain itu, para Pemimpin ASEAN juga mensahkan Roadmap for an ASEAN

Community 2009-2015 pada 1 Maret 2009 di Hua Hin-Cha Am, Thailand, yang

menghasilkan 3 (tiga) cetak-biru Masyarakat ASEAN, yakni : (1) Politik-

Keamanan, (2) Ekonomi, dan (3) Sosial-Budaya.

ASEAN Economic Community atau biasa disebut sebagai Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA), merupakan bagian dari ASEAN Community. Pertemuan

Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan Agustus 2006 di Kuala

Lumpur, Malaysia sepakat untuk mengembangkan MEA Blueprint yang

merupakan panduan untuk terbentuknya MEA. MEA Blueprint direalisasikan

dalam empat fase waktu yakni 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013, dan 2014-2015.

MEA Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara ASEAN untuk mencapai

MEA 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk melaksanakan

komitmen dalam MEA Blueprint tersebut. Blueprint ini memuat empat bagian

utama yakni (Kemendag 2012) :

1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan

elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja, terdidik dan

aliran modal yang lebih bebas.

2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan

elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan

intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce.

3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata

dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa

Page 25: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

13

integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar,

Laos, Vietnam), dan

4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan

perekonomian global denganelemen pendekatan yang koheren dalam

hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta

dalam jejaring produksi global.

Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo merupakan

penyempuraan teori keunggulan absolut dari Adam Smith. Teori keunggulan

absolut dari Adam Smith memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah

dimungkinkannya terjadi perdagangan bebas antara dua negara yang saling

memiliki keunggulan absolut berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor.

Hal ini dapat meningkatkan kemakmuran negara (Oktaviani dan Novianti 2009).

Namun, kelemahan dari teori keunggulan absolut ini adalah meyakini bahwa

ketika hanya ada satu negara yang memiliki keunggulan absolut dalam

perdagangan maka perdagangan internasional tidak akan terjadi sebab tidak

adanya keuntungan melalui mekanisme perdagangan yang demikian. Kelemahan

inilah yang disempurnakan dalam teori keunggulan komparatif David Ricardo

baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative

(labor productivity).

Teori keunggulan komparatif David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun

suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis

komoditas bila dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan dapat tetap

berlangsung selama rasio harga antar negara masih berbeda bila dibandingkan

dengan tidak adanya perdagangan. Dalam teori ini walaupun suatu negara tidak

memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi, tetap dimungkinkan terjadinya

perdagangan antar negara, asalkan tercipta spesialisasi produksi atas komoditas

tertentu yang merupakan keunggulan komparatif negara tersebut. Dengan

demikian, kegiatan ekspor atas produk yang diproduksi relatif lebih efisien dapat

tetap digiatkan, dan impor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif

kurang/tidak efisien tetap dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dalam

negeri. Selanjutnya manfaat perdagangan dapat ditingkatkan.

Pembangunan Finansial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keuangan diartikan sebagai

pengetahuan teori dan praktik mengenai keuangan yang mencakup uang, kredit,

perbankan, sekuritas, investasi, valuta asing, penjaminan emisi, kepialangan, trust

dan sebagainya. Menurut Dr. Insukindro, MA dalam Hermasyah (2011), sistem

keuangan pada umumnya merupakan suatu kesatuan sistem yang dibentuk dari

semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya di bidang

keuangan adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat.

Keberadaan sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya

sebagai lembaga perantara keuangan dan lembaga transmisi yang mampu

menjembatani mereka yang kelebihan dana dan kekurangan dana, serta

memperlancar transaksi ekonomi. Lebih lanjut, menurut Dr. Insukindro, MA

Page 26: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

14

bahwa di Indonesia sistem keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

sistem moneter dan lembaga keuangan lainnya. Sistem moneter terdiri atas

otoritas moneter dan sistem Bank Umum. Menurut Prof. Dr. Anwar Nasution, SE

dalam Hermansyah (2011), terdapat beberapa prasyarat untuk menciptakan

kondisi sektor keuangan yang sehat dan stabil yakni adanya lembaga keuangan

yang sehat yang mampu memenuhi seluruh kewajibannya tanpa dukungan atau

bantuan pihak luar, adanya pasar keuangan yang stabil, sehat dan transparan

sehingga mampu membangun keyakinan pelaku pasar untuk bertransaksi secara

aktif, dan yang terakhir adanya lembaga pengaturan dan pengawasan yang

kompeten sehingga mampu memformulasikan kebijakan yang konsisten,

integrated, forward looking, dan cost effective, serta dapat mempertahankan

tingkat kompetisi yang sehat dan mampu mendukung inovasi pasar uang.

Pembangunan finansial adalah suatu syarat penting untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang baik, walaupun juga memang bukan merupakan

syarat cukup untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady state) di

negara-negara berkembang (Hassan 2010). Pembangunan finansial juga sering

disebut sebagai pendalaman finansial (financial deepening). Pendalaman

keuangan menurut Shaw dalam Mukhlis (2011), merupakan akumulasi dari

aktiva-aktiva keuangan yang lebih cepat dari pada akumulasi kekayaan yang

bukan keuangan. Pendalaman keuangan ditunjukkan oleh semakin besarnya rasio

antar jumlah uang beredar (M2) dengan PDB. Sebaliknya semakin kecil rasio

antar jumlah uang beredar (M2) dengan PDB menunjukkan pendangkalan

keuangan (financial indeepening) di suatu negara. Pendalaman keuangan

menunjukkan sistem keuangan yang semakin efisien dalam memobilisasi dana

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal ini dapat mendorong

peningkatan dalam perekonomian nasional melalui kegiatan konsumsi, produksi,

dan investasi (Mukhlis 2011). Selain itu pendalaman keuangan juga

menggambarkan variasi produk jasa keuangan yang makin beragam dan

penurunan peluang terjadinya risiko-risiko perbankan.

Terdapat beberapa variabel tertentu yang mampu menggambarkan sejauh

apa kondisi pembangunan finansial suatu negara, atau dengan kata lain, variabel-

variabel ini merupakan indikator pembangunan finansial suatu negara. Beberapa

penelitian seperti yang dikutip dalam Hassan et al.(2010) dan Mukhlis (2011)

menggunakan variabel-variabel seperti Simpanan Kotor Domestik atau GDS

(Gross Domestic Savings), Kredit Domestik meliputi Rasio kredit domestik

seperti DCBS (Domestic Credit provided by the Banking Sector) dan DCPS

(Domestic Credit provided by the Private Sector) serta M2 yakni jumlah uang

beredar dalam arti luas, sebagai proksi variabel pembangunan finansial.

Pengertian kredit menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau

pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Kredit digolongkan dalam sepuluh jenis klasifikasi yakni :

1. Berdasarkan penggolongan jangka waktu (Kredit jangka

pendek,menengah dan panjang)

2. Berdasarkan dokumentasi (Kredit dengan dan tanpa perjanjian

tertulis)

Page 27: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

15

3. Berdasarkan bidang ekonomi (Kredit untuk sektor pertanian,

pertambangan, perindustrian, listrik, gas, konstruksi dan lain

sebagainya)

4. Berdasarkan tujuan penggunaan (Kredit konsumtif dan kredit

produktif. Kredit produktif meliputi kredit investasi, kredit modal

kerja dan kredit likuiditas)

5. Berdasarkan objek yang ditransfer (Kredit uang dan bukan uang)

6. Berdasarkan waktu pencairan (Tunai atau tidak tunai)

7. Berdasarkan cara penarikan

8. Berdasarkan pihak kreditur (Kredit terorganisasi dan tak

terorganisasi)

9. Berdasarkan asal negara kreditur (Kredit domestik dan kredit luar

negeri)

10. Berdasarkan jumlah kreditur (Kredit tunggal dan sindikasi)

Tujuan kredit adalah untuk memperoleh hasil keuntungan dari bunga

kredit yang dibebankan kepada debitur sesuai dengan ketentuan yang

diperjanjikan/ prosedural. Secara umum, tujuan kredit di bank dapat dipaparkan

sebagai berikut :

a. Memenuhi kebutuhan nasabah dalam persediaan uang tunai pada saat ini

b. Mempertahankan standar perkreditan yang layak

c. Mengevaluasi berbagai kesempatan usaha yang baru, dan

d. Mendatangkan keuntungan bagi bank dan pada saat yang sama

menyediakan likuiditas yang memadai.

Sedangkan tujuan penyaluran kredit bagi nasabah adalah untuk membantu

nasabah meningkatkan volume usahanya melalui modal kerja dan sedapat

mungkin berupaya menghindari timbulnya kredit macet. Atas dasar pemikiran

tersebut di atas maka pemilihan sektor-sektor usaha yang produktif dan cepat

menghasilkan likuiditas tentunya akan diproritaskan. Pemberian kredit kepada

nasabah juga harus memenuhi prinsip kepercayaan dan kehati-hatian

(Hermansyah 2011), agar tingkat risiko dari kredit atau pinjaman yang diberikan

dapat diminimalisir.

Menurut World Development Indicator (2014), Kredit Domestik oleh

Sektor Perbankan meliputi seluruh kredit yang disalurkan perbankan ke seluruh

sektor basis kotor, dengan pengecualian terhadap kredit untuk pemerintah pusat,

dimana sektor perbankan meliputi otoritas moneter dan deposito. Sedangkan,

Kredit Domestik untuk Sektor Swasta adalah sumber pendanaan finansial yang

disediakan untuk keperluan sektor swasta melalui pinjaman, pembelanjaan

sekuritas non-equity, kredit perdagangan dan akun penerimaan lain. Untuk

beberapa negara, kredit untuk wirausaha umum juga termasuk bagian kredit ini.

Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau Broad Money, didefinisikan

sebagai hasil penjumlahan M1 (uang kartal+uang giral) dan uang kuasi (deposito

berjangka, tabungan, dan giro valas) serta surat berharga berjangka kurang dari

satu tahun. Sedangkan simpanan kotor domestik didefinisikan sebagai sisa akhir

dari pengurangan GDP dan pengeluaran konsumsi akhir (total konsumsi). Peranan

kredit domestik dalam suatu perekonomian sangat penting. Jika kredit domestik

Page 28: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

16

meningkat, hal ini secara otomatis akan meningkatkan jumlah uang beredar yang

selanjutnya akan memengaruhi perekonomian secara makro (Marissa 2004).

Dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi, berbagai studi empiris

terdahulu menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara GDS, DCBS,

DCPS dan M3 terhadap pertumbuhan ekonomi terutama di negara-negara

berkembang non-ASEAN (Hassan et al.2010). Hal ini membuktikan bahwa

terdapat hubungan positif yang kuat antara pembangunan jasa finansial dan

pertumbuhan ekonomi.

Mekanisme Transmisi Moneter

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan

makro melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha

tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya

peningkatan output keseimbangan. Kebijakan moneter berlangsung melalui

mekanisme transmisi untuk menggeser permintaan agregat, sehingga akan

mengubah keseimbangan tingkat pendapatan nasional. Kenaikan JUB (Jumlah

Uang Beredar) atau M2 bersifat ekspansif, sedangkan penurunan JUB bersifat

kontraktif dan besarnya pergeseran permintaan agregat sebagai reaksi atas

kenaikan JUB tergantung pada besarnya kenaikan investasi dan perubahan JUB

akan menyebabkan perubahan yang besar pula pada pengeluaran untuk investasi.

Ahli ekonomi klasik berpendapat bahwa kebijakan moneter lebih efektif

dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dapat memengaruhi

pendapatan nasional, hanya saja kebijakan moneter berpengaruh lebih besar serta

dapat diperkirakan memiliki efek yang lebih cepat (Maretha 2012).

Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan moneter dapat dibedakan

menjadi dua yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif.

Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah

jumlah uang beredar. Pada saat munculnya kontraksional gap. Dari Gambar 7

dapat dilihat kondisi awal penawaran uang (MS1) dan tingkat suku bunga adalah

kurva (R1). Pada kurva R1 tingkat suku bunga yang peka terhadap pengeluaran

adalah I, rencana pengeluaran agregat menjadi AE1 dan produk domestik bruto

adalah (Y1).

Selain itu kurva PDB pada Y1 membantu menentukan posisi kurva

permintaan uang pada kurva L(R, Y1) dimana bersama-sama dengan kurva (MS1)

menetukan tingkat suku bunga (R1). Ketika MS1 meningkat menjadi MS2 maka

tingkat suku bunga turun karena pendapatan dan pengeluaran naik menjadi (R1),

AE1 (R1) dan Y1.

Kebijakan moneter kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka

mengurangi jumlah beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight

money policy). Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan

instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain Operasi Pasar Terbuka (Open

Market Operation), Fasilitas Diskonto (Discount Rate), Rasio Cadangan Wajib

(Reserve Requirement Ratio), Himbauan Moral (Moral Persuasion).

Page 29: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

17

Gambar 7. Kurva Kebijakan Moneter Ekspansif

Teori Pertumbuhan Endogen

Konsep ini sering pula disebut dengan teori pertumbuhan baru (New

Growth Theory) yang menolak asumsi model Solow tentang perubahan teknologi

yang berasal dari luar (eksogen). Model pertumbuhan endogen mempunyai

kemiripan struktural dengan teori pertumbuhan neoklasik, namun berbeda dalam

hal asumsi yang mendasarinya dan kesimpulan yang ditarik darinya. Teori ini

berupaya untuk menjelaskan keberadaan skala hasil yang semakin meningkat

(Increasing Return to Scale) dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-

beda antarnegara. Teori ini menjelaskan bahwa tabungan dan investasi dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Mankiw 2002). Teori

pertumbuhan endogen (theory of endogenous growth) dirintis oleh Romer (1986)

dan Lucas (1989). Teori ini mampu menyajikan suatu ulasan analitis yang lebih

menyeluruh dan meyakinkan mengenai hubungan antara perdagangan

internasional dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka

panjang (Maretha 2012).

Secara spesifik, teori baru pertumbuhan ekonomi endogen ini menyatakan

bahwa asumsi pengembalian modal konstan lebih bermanfaat jika K (capital)

diasumsikan secara lebih luas dimana ilmu pengetahuan diperhitungkan sebagai

bagian dari K (capital). Dengan memperhitungkan ilmu pengetahuan sebagai

bagian dari modal maka asumsi pengembalian modal konstan menjadi deskripsi

yang lebih mengesankan tentang pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Mankiw

2002). Potensi tingkat pengembalian investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh

negara berkembang yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah

berkurang dengan cepat dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer

(complementary investments) dalam sumber daya manusia (pendidikan),

infrastruktur, atau riset dan pengembangan (Maretha 2012).

Page 30: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

18

Penelitian Terdahulu

Berikut adalah rangkuman judul, penulis, tujuan, metode, variabel dan

kesimpulan dalam beberapa penelitian terdahulu terkait hubungan pembangunan

jasa finansial dan pertumbuhan ekonomi yang dijadikan acuan bagi penulis.

Rangkuman metode dan variabel dalam penelitian terdahulu disajikan dalam

Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu

Judul dan

Penulis

Tujuan Metode Variabel Kesimpulan

The Role of

Financial System in

Development

(1998)

Oleh Joseph

Stiglitz

Financial

Intermediation and

Growth: Causality

and Causes (1999)

oleh Ross Levine,

Norman Loayza,

dan Thorsten Beck

Finance and

Growth: Theory

And

Evidence(2005)

oleh Ross Levine

Mengkritisi

hubungan antara

sistem finansial

dan

makroekonomi

Mengevaluasi

pengaruh

komponen

eksogen

intermediasi

finansial terhadap

pertumbuhan

ekonomi dan

menganalisis

sejauh mana

perbedaan standar

akuntansi

finansial

antarnegara

memengaruhi

pembangunan

finansial

Menganalisis,dan

mengkritisi

hubungan antara

sistem operasi

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi

Studi

komparatif

berbagai

penelitian-

Model

mikro dan

makro

Business

Cycle

Panel

Dinamis,

GMM,

Analisis

Sensitivitas

Studi

Komparatif

berbagai

penelitian.

Ekuitas, Pinjaman

Bank jangka

pendek, Obligasi,

investasi

Indikator

pembangunan

intermediasi

finansial,yaitu :

Kewajiban lancar

(+)

Kredit swasta(+),

FDI (-)

Surat berharga

bank sentral (+).

Indikator

Akuntansi:

CREDITOR,

ENFORCE dan

ACCOUNT.

Pertumbuhan GDP

Perkapita Riil ,

Kredit Swasta,

Pertumbuhan

produktivitas,

Pertumbuhan

modal perkapita

Sistem keuangan

merupakan faktor

penting dalam

memengaruhi

pembangunan.

Peningkatan kinerja

sistem keuangan

dapat meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi dan

mengurangi peluang

krisis.

Terdapat hubungan

positif antara

komponen eksogen

intermediasi

finansial terhadap

pertumbuhan

ekonomi. Perbedaan

standar akuntansi

finansial justru

membantu performa

finansial yang juga

berbeda-

beda,sehingga juga

dapat meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi, bagi

negara dengan

sistem hukum dan

akuntansi yang baik.

Terdapat hubungan

positif yang kuat

antara sistem

keuangan dan

pertumbuhan

ekonomi jangka

panjang.Selain itu

Page 31: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

19

The Determinants

of International

Financial

Integration

Revisited : The

Role of Networks

and Geographic

Neutrality (2009)

oleh Ivan Arribas ,

Francisco Perez

dan Emili Tortosa-

Ausina

Financial

Development and

Economic Growth :

New Evidence from

Panel Data (2010)

oleh M.Kabir

Hassan,Benito

Sanchez, dan Jung

Suk Yu

Financial

Development and

Economic Growth

in The

Organization of

Islamic Conference

Countries (2010)

oleh M.Kabir

Hassan,Benito

Sanchez, dan Jung

Menganalisis

faktor-faktor yang

menyebabkan

timbulnya

integrasi finansial

yang asimetris

pada sektor

perbankan

Menganalisis

hubungan antara

pembangunan

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi di

negara

berkembang dan

negara maju

OECD.

Menganalisis

hubungan antara

pembangunan

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi di

negara

berkembang islam

(OIC Countries)

Analisis

Jaringan

dan Konsep

Netralitas

Geografi

(Analisis

parametris-

non

parametris)

Data Panel

Statis,

Granger

Causality

Test, VAR

Data Panel

Statis,

Granger

Causality

Test, VAR

Kovariat Integrasi

Perdagangan

(DTO,DDTC,DTI),

Perubahan CPI

(PICH), BANK50,

DEPOSITS,

MKTCAP,FIN10,

FIN1050

GDP Perkapita(+),

GDS(+),DCBS(+),

DCPS(+),M3(+),

TRADE(+),

Inflasi(-)

Pengeluaran

Pemerintah(-)

GDP Perkapita (+),

GDS (-),

DCBS(+),

DCPS(+),

M3(+),

PRIV(Kredit untuk

sektor swasta oleh

sektor

perbankan)(+),

Inflasi (-)

politik,legal kultural

bahkan faktor

geografis ikut

memengaruhi

sistem finansial

sehingga perlu

untuk

diperhitungkan

dalam menganalisis

hubungan

pertumbuhan

ekonomi dan sistem

keuangan.

Integrasi dan

keterbukaan

perdagangan tidak

sama.

Teori integrasi

finansial dalam

sektor perbankan

seringkali jauh lebih

luas dan kompleks

sehingga teori yang

berlaku seringkali

tidak sesuai dengan

realitas. Hal ini

berlaku baik di

Negara Maju

maupun di Negara

Berkembang.

Terdapat hubungan

positif jangka

panjang yang kuat

antara pembangunan

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi

Terdapat hubungan

positif antara

pertumbuhan

ekonomi dan

pembangunan

finansial pada

negara-negara OIC.

Page 32: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

20

Suk Yu

Kausalitas Dinamis

Antara Financial

Development ,

Liberalisasi

Perdagangan dan

Pertumbuhan

Ekonomi di

Indonesia dalam

menyongsong

pemberlakuan

ASEAN Economic

Community (2011)

oleh Imam Mukhlis

Dampak Kebijakan

Fiskal, Kebijakan

Moneter dan

Keterbukaan

Perdagangan

Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi : Studi

Komparatif

Negara-Negara

ASEAN+6 (2012)

oleh Vevi Retno

Maretha

Financial

Openness and

Growth : 2000-

2011(2013) oleh

Amy Kennedy

.

Menganalisis

peranan

pembangunan

finansial, dan

keterbukaan

perdagangan

dalam

meningkatkan

pertumbuhan

ekonomi

Indonesia

Membahas

hubungan

kebijakan

fiskal,moneter

dan keterbukaan

perdagangan

terhadap

pertumbuhan

ekonomi negara-

negara maju dan

berkembang

dalam kerangka

ASEAN+6

Menganalisis

hubungan

keterbukaan

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi pada

periode tahun

2000-2011 di 34

negara maju.

Granger

Causality

Test, ADF

Test dan

Kointegrasi

Panel

Dinamis,

GMM

Data Panel

Statis

TRADE(+),

Pengeluaran

Pemerintah (-)

Rasio kredit

domestik dengan

PDB (+), M2 (+),

dan Keterbukaan

perdagangan (+)

Pengeluaran

Pemerintah(-),

Keterbukaan

Perdagangan(+),

dan M2(+)

Pertumbuhan GDP

tahunan (+),

Keterbukaan

finansial (+), Stock

of Traded(+),Stock

of turnover(+),

Kredit swasta(-),

Partisipasi tenaga

kerja(+),

Modal (+),Ekspor

(+) dan total

populasi (+)

Dalam jangka

panjang terdapat

hubungan dinamis

antara financial

development,

keterbukaan

perdagangan

internasional dan

pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

Sedangkan dalam

jangka pendek

terdapat kausalitas

dua arah antara

pertumbuhan

ekonomi dengan

financial

development.

Kebijakan ekspansi

fiskal berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

ekonomi negara

berkembang

sedangkan kebijakan

ekspansi moneter

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

ekonomi negara

maju.

Terdapat hubungan

positif antara

keterbukaan

finansial dan

pertumbuhan

ekonomi. Untuk

kasus negara maju

keterbukaan

finansial harus tetap

dijaga tanpa

kontrol/restriksi

berlebih untuk

mencapai

pertumbuhan

Page 33: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

21

Terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dibandingkan

penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini tidak hanya secara umum akan

menganalisis pengaruh keterbukaan finansial terhadap pertumbuhan ekonomi

menggunakan metode analisis ekonometrika yakni data panel statis, seperti yang

telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya, namun lebih fokus pada

sejauh mana kondisi pembangunan finansial suatu negara yang direpresentasikan

oleh variabel kredit domestik oleh perbankan atau Domestic Credit provided by

Banking Sector (DCBS) , kredit domestik untuk sektor swasta atau Domestic

Credit to Private Sector (DCPS), jumlah uang beredar (M2), simpanan kotor

domestik atau Gross Domestic Savings (GDS), serta kondisi sektor riil yang

direpresentasikan oleh variabel perdagangan, pengeluaran pemerintah dan inflasi,

mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada periode terbaru yakni tahun

2000 hingga 2012.

Selain itu, pembeda penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian

sebelumnya terletak pada objek penelitian yang merupakan sebuah kawasan

kerjasama ekonomi dan perdagangan yang kompleks yakni ASEAN+6 yang

terdiri atas negara-negara Asia Tenggara plus enam negara mitra kerjasama Asia

dan non-Asia lainnya. Pada penelitian ini secara spesifik akan dianalisis hubungan

variabel pembangunan finansial dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi

untuk seluruh negara ASEAN+6, golongan negara maju ASEAN+6, dan golongan

negara berkembang ASEAN+6.

Selain itu, metode analisis kuantitatif pada penelitian ini yang

menggunakan metode data panel statis, cukup fokus pada interpretasi nilai

individual heterogeneity atau keragaman individu masing-masing cross section.

Melalui interpretasi terhadap nilai keragaman individu tersebut, dapat dianalisis

besaran pertumbuhan ekonomi suatu negara tanpa memperhitungkan pengaruh

variabel bebas lainnya dalam model. Terdapat pula salah satu pembeda yang

menarik lainnya, yakni pemberlakuan estimasi pada satu nilai taraf nyata, yakni

pada taraf nyata konsisten di 5 persen. Pada penelitian sejenis sebelumnya,

digunakan taraf nyata tak konsisten dari level 5 persen, 10 persen, hingga 15

persen. Penelitian dengan taraf nyata konsisten dengan nilai yang lebih rendah,

menghasilkan pemodelan yang lebih akurat dan konsisten.

Selain itu, perhitungan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage)

untuk menganalisis daya saing atau keunggulan komparatif dalam perdagangan

jasa finansial di pasar ASEAN+6 untuk masing-masing negara anggota yang

terlibat, juga merupakan pembeda penelitian ini dibandingkan penelitian

sebelumnya yang relatif cukup jarang menganalisis keunggulan komparatif sektor

jasa finansial.

ekonomi yang

maksimal,dengan

tetap menjaga

ketahanan finansial

domestik untuk

setiap bentuk-bentuk

cross border

transaction.

Page 34: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

22

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang

bermanfaat bagi pemerintah dan segenap pihak yang berkepentingan agar mampu

meningkatkan performa sektor jasa keuangan ataupun sektor riil dalam rangka

memaksimumkan manfaat perdagangan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

dan meningkatkan kesiapan serta daya saing Indonesia dan negara-negara

ASEAN+6 lainnya menuju MEA 2015.

Kerangka Pemikiran

Penelitian Hassan et al.(2010) yang dijadikan acuan dalam penelitian ini

menggunakan metode data panel statis, Granger Causality Test dan VAR untuk

menganalisis hubungan antara pembangunan finansial dan pertumbuhan ekonomi

untuk kelompok negara low-middle income OECD dan negara-negara high income

OECD. Berbeda dengan itu, penelitian ini menganalisis kesiapan kondisi

liberalisasi dan pembangunan jasa finansial di negara-negara yang terlibat dalam

kerjasama ASEAN+6 dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Negara-negara anggota ASEAN+6 ini kemudian dikelompokkan atas dua

golongan yakni golongan negara maju (High Income) dan berkembang (Low-

Middle Income). Pada dasarnya, terdapat perbedaan karakteristik antara negara

maju dan negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya.

Perlakuan antara negara maju dan negara berkembang tidak dapat disamakan

karena adanya perbedaan yang mendasar tersebut. Negara maju dan negara

berkembang memiliki perbedaan dalam sektor riil maupun sektor keuangan,

sehingga dalam analisis hubungan variabel pembangunan jasa finansial dan

pertumbuhan ekonomi, kelompok negara maju dan berkembang ASEAN+6 harus

dianalisis secara terpisah. Golongan negara-negara maju ASEAN+6 terdiri atas

Singapura, Brunei Darussalam, Jepang, Korea Selatan, New Zealand dan

Australia. Sedangkan golongan negara-negara berkembang ASEAN+6 terdiri atas

Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Cina dan India.

Untuk menganalisis hubungan tersebut maka dibutuhkan variabel-variabel

yang mampu menggambarkan kondisi pembangunan finansial suatu negara serta

variabel yang mampu menggambarkan bagaimana kondisi sektor riil, terutama

perdagangan dalam kerjasama ASEAN+6 tersebut. Variabel pembangunan

finansial yang digunakan dalam penelitian ini meliputi DCBS, DCPS, M2, dan

GDS sedangkan variabel yang menggambarkan kondisi sektor riil dalam

penelitian adalah TRADE, GOV.EXPENDITURE (GOV), dan INFLATION

(INF).

Pola hubungan antar variabel-variabel bebas tersebut terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagai variabel terikatnya, akan diestimasi menggunakan

model kuantitatif ekonometrik yakni data panel statis. Signifikansi, besaran dan

tanda koefisien akan menggambarkan hubungan tiap variabel bebas terhadap

variabel terikatnya. Sedangkan keragaman individu tiap negara akan menjelaskan

besaran pertumbuhan ekonomi tiap negara dengan tanpa adanya pengaruh dari

variabel bebas lainnya.

Selain itu metode analisis pada penelitian ini juga dilengkapi dengan

penghitungan nilai RCA (Revealed Comparative Advantage), guna menganalisis

daya saing dan keunggulan komparatif tiap-tiap negara anggota ASEAN+6 dalam

perdagangan jasa finansial di pasar ASEAN+6.

Page 35: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

23

Hasil ilmiah model estimasi diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah

dalam merumuskan alternatif kebijakan yang tepat dalam rangka peningkatan

performa dan kualitas sektor jasa keuangan Indonesia dan ASEAN+6, serta

sekaligus meningkatkan daya saing sektor jasa keuangan menuju MEA 2015

mendatang.

Keterangan :

terdiri atas

memengaruhi

alat analisis

Gambar 8. Kerangka Pemikiran

Page 36: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

24

Hipotesis

Berdasarkan pemaparan dalam tinjauan pustaka ini, maka hipotesis awal

yang dapat ditarik dari penelitian terkait analisis hubungan variabel pembangunan

jasa finansial dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sebagai

berikut :

1. Terdapat hubungan jangka panjang yang positif antara pembangunan

finansial dan pertumbuhan ekonomi.

2. GDP Perkapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi

negara maju dan berlaku sebaliknya pada negara berkembang.

3. Kredit domestik oleh sektor perbankan berhubungan positif terhadap

pertumbuhan ekonomi .

4. Kredit domestik untuk sektor swasta berhubungan positif terhadap

pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan berlaku sebaliknya pada

negara maju.

5. M2 atau jumlah uang beredar berhubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

6. Simpanan kotor domestik berhubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi.

7. Performa ekspor dan impor dalam perdagangan berhubungan positif

terhadap pertumbuhan ekonomi.

8. Pengeluaran pemerintah berhubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi negara berkembang dan berlaku sebaliknya pada negara maju.

9. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis

data panel atau longitudinal data. Data panel merupakan gabungan data jenis deret

waktu (time series) dan data jenis kerat lintang (cross section). Penelitian ini

menggunakan tiga belas data deret waktu untuk periode tahun 2000-2012 dan

menggunakan dua belas data kerat lintang untuk observasi negara objek penelitian

ASEAN+6 yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei

Darussalam, dan ditambah dengan enam negara mitra kerjasama lain yakni Jepang,

Korea Selatan, Cina, Australia, Selandia Baru dan India. Kamboja (Cambodia),

Myanmar, Laos dan Vietnam (CMLV Countries) tidak masuk dalam ranah

penelitian dikarenakan kesulitan akses data.

Data diperoleh dari berbagai sumber dan literatur. Data untuk metode data

panel statis diperoleh dari World Development Indicators (WDI) dan International

Monetary Finance (IMF). Sedangkan data untuk pengolahan RCA diperoleh dari

World Development Indicators (Current US$). Selebihnya untuk keperluan

kelengkapan analisis deskriptif data dihimpun dari berbagai jurnal dan literatur

terkait serta dari beberapa sumber seperti Asian Development Bank (ADB)

Page 37: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

25

Outlook, ASEAN Statistical Yearbook 2013, SEADI, ISEAS, Indeks Mundi, APEC,

Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kemenko Perekonomian, BAPPENAS

dan Bank Indonesia.

Melalui metode data panel statis dalam penelitian ini, digunakan delapan

variabel bebas untuk menganalisis variabel terikat yakni pertumbuhan ekonomi

(GROWTH). Variabel dan proksi data dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel, Proksi, Jenis Variabel, dan Sumber

Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan dua metode analisis sekaligus yakni metode

kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan penjabaran

data-data ekonomi ASEAN+6 dengan analisis deskriptif terkait fenomena

ekonomi di dalamnya, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan secara matematis-

statistik dengan pemodelan ekonometrik data panel statis dan perhitungan indeks

RCA (Revealed Comparative Advantage). Perhitungan kuantitatif RCA dilakukan

dengan bantuan program aplikasi Micrososft Excel 2007, sedangkan pemodelan

data panel statis dilakukan dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel 2007

dan E-Views 6.0 pada taraf nyata konsisten 5 persen.

Page 38: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

26

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Indeks RCA atau biasa dikenal sebagai indeks Balassa adalah indikator

yang dapat menggambarkan keunggulan komparatif atau tingkat daya saing

industri dan perdagangan suatu negara di pasar global. Indeks RCA menunjukkan

keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara pada suatu

komoditas terhadap dunia. Kinerja ekspor produk dari suatu negara diukur dengan

menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara

dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia

(Kemendag 2014). Secara matematis, Indeks RCA dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Keterangan:

Xij = nilai ekspor komoditas i dari negara j (US$)

Xj = nilai total ekspor dari negara j (US$)

Xiw = nilai ekspor komoditi i dari pasar w (US$)

Xw = nilai ekspor total dunia (US$)

Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih

besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di

atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu

(1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditis tersebut tergolong rendah, di

bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai indeks, semakin tinggi pula tingkat

keunggulan komparatifnya.

Data Panel Statis

Analisis hubungan variabel pembangunan finansial dan perdagangan

terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode analisis ekonometrik data panel statis, seperti mengacu

pada Hassan et al. (2010) untuk dua judul penelitian yang berbeda. Metode data

panel memiliki beberapa keunggulan, yaitu dapat mengontrol heterogenitas

individu, menyajikan data yang lebih informatif, variatif, memiliki kolinearitas

antar variabel yang rendah, dan memiliki derajat kebebasan yang tinggi sehingga

lebih efisien, baik digunakan untuk mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics

of change), lebih mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat

diukur oleh data time series murni atau cross section murni, dapat merumuskan

dan menguji model yang lebih kompleks dan analisis pada level mikro dapat

meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level

makro (Baltagi 2005). Langkah analisis data panel yang dilakukan terdiri atas

perumusan model, pemilihan metode estimasi, uji kriteria, dan analisis hasil

estimasi. Alur analisis data panel disajikan pada Gambar 9.

Page 39: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

27

Perumusan Model

Perumusan model analisis pengaruh hubungan variabel pembangunan

finansial,perdagangan dan pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 yang digunakan

dalam penelitian ini mengacu pada model penelitian yang digunakan Hassan et

al.(2010) untuk dua penelitiannya terkait hubungan pembangunan finansial dan

pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara maju dan berkembang OECD dan

negara-negara OIC. Model hubungan variabel pembangunan finansial,

perdagangan dan pertumbuhan ekonomi tersebut dirumuskan sebagai berikut :

GROWTHit = f(Qit,FINit,GDSit,TRADEit,GOVit,INFit)

dengan :

GROWTHit = Pertumbuhan Ekonomi

Qit = GDP Perkapita

FINit = Variabel Pembangunan Finansial ( DCBS ,DCPS, M2 )

GDSit = Simpanan Kotor Domestik

TRADEit = Perdagangan

GOVit = Pengeluaran Pemerintah

INFit = Inflasi

Gambar 9. Alur Analisis Data Panel

Page 40: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

28

Model di atas dibuat untuk mengidentifikasi hubungan delapan variabel bebas

terhadap satu variabel terikat. Variabel terikat GROWTH dan variabel-variabel

bebas lain yakni variabel Q dan variabel pembangunan finansial (FIN) seperti

GDS, serta variabel indikator kinerja sektor riil seperti GOV dan INF langsung

dapat diolah karena data baik dari WDI dan IMF yang didapat, sudah dalam

bentuk persen. Sedangkan Variabel indepen pembangunan finansial lain seperti

DCBS, DCPS, dan M2 harus diolah dalam bentuk logaritma natural terlebih dulu,

sebelum diproses lebih lanjut. Sementara untuk variabel bebas TRADE, sebelum

diolah lebih lanjut variabel tersebut harus dikalkulasikan secara khusus, dengan

penjelasan sebagai berikut :

Perdagangan (TRADE)

Variabel ini diolah dengan menjumlahkan persentase perubahan volume

ekspor dan impor barang dan jasa di setiap negara berdasarkan data persentase

perubahan volume ekspor dan impor barang dan jasa yang bersumber dari

International Monetary Fund (IMF).

TRADE = Volume of Exports goods and services,Percent change + Volume of

Imports goods and services,Percent change

Maka persamaan yang digunakan dalam estimasi pertumbuhan ekonomi pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

GROWTHit = βᴏQit+ βıLN_DCBSit+ β2LN_DCPSit+ β3LN_M2it + β4GDSit + β5TRADEit

+ β6GOVit + β7INFit + ɛit

Asumsi Dasar BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengertian, jenis dan uji ekonometrik

pada model data panel statis, perlu dijabarkan secara khusus mengenai kriteria

pemenuhan asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) bagi model regresi

yang baik. Analisis model regresi linier memerlukan dipenuhinya berbagai asumsi

agar model dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik. Berbagai masalah

yang sering dijumpai dalam analisis regresi adalah Heteroskedastisitas,

Autokorelasi, dan Multikolineritas.

Heteroskedastisitas

Metode OLS baik model regresi sederhana maupun berganda

mengasumsikan bahwa variabel gangguan (uᵢ) mempunyai rata-rata nol atau E(uᵢ)

= 0, mempunyai varian yang konstan atau Var (uᵢ) = σ² dan variabel gangguan

tidak saling berhubungan antara satu observasi dengan observasi lainnya atau Cov

(uᵢ , uj ) = 0.

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam model OLS adalah varian

bersifat homoskedastisitas atau Var (uᵢ) = σ². Dalam kenyataannya seringkali

varian variabel gangguan adalah tidak konstan atau disebut dengan

heteroskedastisitas. Data cross-sectional cenderung untuk bersifat heteroskedastik

karena pengamatan dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang sama.

Berikut adalah dampak Heteroskedastisitas terhadap OLS :

Page 41: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

29

1. Estimator metode OLS masih linier

2. Estimator metode OLS masih tidak bias

3. Namun estimator metode OLS tidak lagi mempunyai varian yang

menimum dan terbaik (no longer best)

4. Variansi dan taksiran lebih besar

5. Uji t dan F kurang akurat

6. Interval kepercayaan sangat besar

7. Kesimpulan yang kita ambil dapat salah

Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota

observasi satu dengan observasi yang lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya

dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel

gangguan dengan variabel gangguan yang lain. Sedangkan salah satu asumsi

penting metode OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya

hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan yang lain.

Tidak adanya serial korelasi antara variabel gangguan ini sebelumnya dinyatakan:

Tidak ada korelasi bila E ( uᵢ, uj) = 0 ; i ≠ j

Jika Ada autokorelasi bila E ( uᵢ, uj ) ≠ 0 ; i ≠ j

Autokorelasi dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi negatif.

Dalam analisis runtut waktu, lebih besar kemungkinan terjadi autokorelasi positif,

karena variabel yang dianalisis biasanya mengandung kecenderungan meningkat,

misalnya IHSG dan Kurs. Autokorelasi terjadi karena beberapa sebab. Menurut

Gujarati (2006), beberapa penyebab autokorelasi adalah:

1. Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman, misalnya IHSG

kadang meningkat dan kadang menurun

2. Kekeliruhan memanipulasi data, misalnya data tahunan dijadikan data

kuartalan dengan membagi empat

3. Data runtut waktu,yang meskipun bila dianalis dengan model yt = a +

bXt+et karena datanya bersifat runtut, maka berlaku juga yt-1 = a + bXt-1 +

e t-1

4. Data yang dianalisis tidak bersifat stationer. Dengan demikian akan terjadi

hubungan antara data sekarang dan data periode sebelumnya.

Apabila data yang kita analisis mengandung autokorelasi, maka estimator

yang kita dapatkan memiliki karakteristik berikut ini:

a. Estimator metode kuadrat terkecil masih linier

b. Estimator metode kuadrat terkecil masih tidak bias

c. Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum (no

longer best)

Page 42: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

30

Seperti halnya pengaruh heteroskedastisitas, autokorelasi juga akan

menyebabkan estimator hanya LUE, tidak lagi BLUE.

Multikolinearitas

Salah satu asumsi yang digunakan dalam metode OLS adalah tidak ada

hubungan linier antara variabel bebas. Adanya hubungan antara variabel bebas

dalam satu regresi disebut dengan multikolinearitas. Multikolinearitas terjadi

hanya pada persamaan regresi berganda.

Ada kolinieritas antara Xı dan X2:X1 = γ X2 atau X2= γˉ¹Xı

Xı = X2 + X3 ( terjadi perfect multicollinearity)

X2 = 4 X1 (perfect multicollinearity )

X3 = 4 X1 + bilangan random (tidak perfect multicollinearity)

Jika dua variabel bebas atau lebih saling memengaruhi, masih bisa

menggunakan metode OLS untuk mengestimasi koefisien persamaan regresi

dalam mendapatkan estimator yang BLUE. Estimator yang BLUE tidak

memerlukan asumsi terbebas dari masalah Multikolinearitas. Estimator BLUE

hanya berhubungan dengan asumsi tentang variabel gangguan. Ada dua asumsi

penting tentang variabel gangguan yang memengaruhi sifat dari estimator yang

BLUE.

1. Varian dari variabel gangguan adalah tetap atau konstan

(homoskedastisitas)

2. Tidak adanya korelasi atau hubungan antara variable gangguan satu

observasi dengan variabel gangguan observasi yang lain atau sering

disebut tidak ada masalah autokorelasi

Jika variabel gangguan tidak memenuhi kedua asumsi variabel gangguan

tersebut, maka estimator yang kita dapatkan dalam metode OLS tidak lagi

mengandung sifat BLUE. Adanya Multikolinearitas masih menghasilkan

estimator yang BLUE, tetapi menyebabkan suatu model mempunyai varian yang

besar. Berikut adalah akibat adanya multikolinieritas pada model regresi :

1. Variansi besar (dan taksiran OLS)

2. Interval kepercayaan lebar (variansi besar SE besar Interval

kepercayaan lebar)

3. t rasio tidak signifikan,

4. R² tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t.

Dengan demikian, asumsi dasar BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

harus dipenuhi terlebih dulu sebelum melakukan pemodelan dengan data panel

statis agar mampu menghasilkan estimasi yang baik secara ekonomi dan statistik.

Page 43: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

31

Pemilihan Model Estimasi

Menurut Gujarati (2003), data panel (pooled data atau longitudinal data)

merupakan gabungan antara data cross section dan data time series, sehingga

dalam data panel jumlah observasi merupakan hasil kali observasi deret waktu

(t>1) dengan observasi kerat lintang (n>1). Menurut Firdaus (2012), model data

panel yang baik sebaiknya memiliki nilai derajat bebas (db) yang lebih besar dari

dua puluh lima (db>25). Model data panel dengan db<25 dianggap belum

representatif untuk menghasilkan estimasi data panel yang baik, sehingga perlu

dilakukan penambahan jumlah data cross section (n) dan data time series (t),

untuk meningkatkan derajat bebas pada model. Berikut adalah rumus perhitungan

derajat bebas (degree of freedom) untuk pemodelan data panel.

db = n-k-1

dimana:

n = jumlah data panel (nxt)

k = jumlah variabel bebas

Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu

terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Jika setiap unit cross

section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut balanced

panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section,

maka disebut unbalanced panel. Menurut Firdaus (2012), Micro Panel atau

perhitungan panel mikro dilakukan pada kecenderungan jumlah n besar dan t kecil,

untuk estimasi ekonometrika industri dan rumahtangga. Sebaliknya, Macro panel

atau perhitungan panel makro dilakukan pada kecenderungan n kecil dan t besar

untuk analisis fenomena ekonomi advanced dan emerging market misalnya untuk

PPP (Purchasing Power Parity), GNI dan lain sebagainya yang sebagai contoh,

banyak bersumber di World Development Indicator. Sedangkan bila n dan t sama-

sama besar biasanya digunakan untuk kasus produksi serta ekspor-impor produk

pertanian. Keuntungan menggunakan teknik panel data menurut Baltagi (1995)

adalah sebagai berikut :

(1) Dapat mengendalikan heterogenitas individu

(2) Dengan mengkombinasikan observasi berdasarkan deret waktu dan kerat

lintang, maka data panel memberikan informasi yang lebih lengkap,

bervariasi, kolienaritas antar variabel menjadi berkurang, serta

memperbesar derajat kebebasan, sehingga lebih efisien

(3) Dapat meneliti karakteristik individu yang mencerminkan dinamika

antarwaktu dari masing-masing variabel bebas, sehingga analisis lebih

komprehensif dan mencakup hal-hal yang mendekati realitas

(4) Data panel dapat digunakan dalam membangun dan menguji model

perilaku yang lebih kompleks.

Disamping memiliki keuntungan, model data panel juga memiliki beberapa

kekurangan (Baltagi, 1995), yaitu:

Page 44: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

32

(1) Masalah koleksi data dan efisien

(2) Kemungkinan distorsi dari kesalahan pengukuran

(3) Dimensi seri waktu yang lebih pendek

Model estimasi data panel pada dasarnya terbagi atas dua jenis yakni

model data panel statis dan model data panel dinamis yang identik dengan

pendekatan GMM (Generalized Method of Moments). Model data panel statis

secara lebih khusus, menurut Gujarati (2006), terdiri atas tiga pendekatan yakni

Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) atau LSDV dan Random

Effect Model (REM). Pendekatan PLS kurang ideal digunakan dalam pemodelan

data panel statis, sehingga seringkali pemilihan alternatif model data panel statis

terbaik mengacu hanya pada FEM dan REM. Berikut akan dijabarkan mengenai

pendekatan FEM dan REM pada model data panel statis.

- Pendekatan Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode fixed effect digunakan ketika antara efek individu dan variabel

penjelas memiliki korelasi dengan variabel Xit atau memiliki pola yang sifatnya

tidak acak. Metode ini mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang

dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section

dan time series. Untuk memungkinkan adanya perubahan intersep ini, dapat

ditambahkan variabel dummy (D) ke dalam model yang selanjutnya akan diduga

dengan model OLS (Ordinary Least Square). Model yang digunakan adalah:

Yit= ƩaiDi + ßXit +ɛit

Estimasi metode fixed effect dapat dilakukan dengan tanpa pembobot

(noweighted) atau dengan pembobot (cross section weight) yang biasa disebut

General Least Square (GLS). Tujuan dilakukan pembobotan adalah untuk

mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati 2006). Metode ini

mampu menangkap keragaman individu dengan sangat baik dibandingkan dengan

alternatif pemodelan data panel statis lain.

- Pendekatan Model Efek Acak (Random Effect)

Dalam metode random effect atau error component model, parameter yang

berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.

Persamaan umum dalam model random effect yaitu :

Yit= ai + ßXit +ɛit

ɛit = uit + Vit + Wit

Dimana : uit ~ N (0,δu²) = komponen cross section error

Vit ~ N (0,δv²) = komponen time series error

Wit ~ N (0, δw²) = komponen combinations error

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak

saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya.

Page 45: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

33

Untuk menentukan model pendekatan yang terbaik dalam data panel statis,

perlu dilakukan uji ekonometrika tertentu yakni dengan menggunakan Uji Chow,

Uji Hausman, dan Uji LM (Breusch – Pagan). Beberapa peneliti tidak melakukan

Uji Chow dalam penentuan model data panel statis, melainkan langsung mengacu

pada hasil Uji Hausman untuk memilih model terbaik antara FEM dan REM. Uji

Hausman dijelaskan sebagai berikut.

Uji Hausman

Uji Hausmann merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan

menggunakan model fixed effect atau model random effect. Pengujian ini akukan

dengan hipotesis berikut:

H0: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Dasar penolakan hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai statistic

Hausmann dan membandingkannya dengan Chi-Square. Jika nilai statistik-H

lebih ar dari X² (k), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0,

hingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya. Nilai

statistik-H didapat dari persamaan berikut:

H = (ßREM– ßFEM) (MFEM – M X²(k)

Dimana: ß = vektor statistik variabel random effect

ßREM = vektor statistik variabel fixed effect

MFEM = matriks kovarians untuk dugaan model fixed effect

MREM = matriks kovarians untuk dugaan model random effect

k = derajat bebas

Kriteria Uji

Setelah menemukan model estimasi data panel yang paling tepat

berdasarkan uji ekonometrika seperti yang telah dijelaskan di atas, maka

selanjutnya akan dilakukan tiga uji kriteria terhadap parameter tersebut, yakni uji

statistik, uji konometrika, dan uji ekonomi.

-Uji Statistik

Uji Statistik digunakan untuk menganalisis kesesuaian model regresi yang

diperoleh. Uji statistik terdiri atas nilai koefisien determinasi, uji-F, dan uji-T.

Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa besar

keseluruhan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan

keragaman variabel terikat. Nilai R² berkisar 0< R²<1, dimana semakin mendekati

satu, maka model semakin baik.

Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang

digunakan secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat.

Hipotesis pengujian yang digunakan adalah:

H0 : ß1= ß2= ........... = ßk = 0

Page 46: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

34

H1 : minimal ada satu ßk ≠ 0

Jika F-statistic > F α(k-1,nt-n-k) atau Prob(F-statistic) < taraf nyata (α),

maka tolak H0, yang berarti dengan tingkat kepercayaan 1-α dapat disimpulkan

bahwa variabel bebas yang digunakan di dalam model secara bersama-sama

signifikan memengaruhi variabel terikat, begitu pula sebaliknya.

Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara

parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis pengujiannya

adalah:

H0 : ß = 0

H1 : ßk ≠ 0

Jika nilai t-statistic > t α/2(nt-k-1), maka tolak H0, yang berarti dengan

tingkat kepercayaan 1-α dapat disimpulkan bahwa variabel bebas ke-k secara

parsial memengaruhi variabel terikat, begitu pula sebaliknya.

-Uji Ekonometrika ,

Uji Ekonometrika dilakukan untuk memastikan model estimasi regresi

linear yang dihasilkan bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

Estimator yang bersifat BLUE adalah estimator yang merupakan fungsi linear atas

sebuah variabel terikat yang stokastik, estimator tidak bias atau nilai ekspektasi

sesuai dengan nilai sebenarnya, dan estimator memiliki varians yang minimum

sehingga bersifat efisien. Untuk memastikan estimator bersifat BLUE, maka harus

dilakukan uji asumsi yang memastikan estimator menyebar normal dan bebas dari

masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas (Gujarati 2006).

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term

mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji

Jarque Bera dengan hipotesis berikut:

H0: a = 0 (error term terdistribusi normal)

H1: a ≠ 0 (error term tidak terdistribusi normal)

Jika nilai Jarque Bera < x² df2 atau probabilitas (p-value) > taraf nyata (α), maka

terima H0 yang berarti residual eror (error term) terdistribusi normal.

Uji asumsi homoskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah varians

setiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ² atau

var(uᵢ =δ².Jika uji asumsi terpenuhi, maka hasil estimasi terbebas dari masalah

heteroskedastisitas, yakni varians error tidak konstan. Jika nilai Sum Square Resid

pada Weighted Statistics lebih kecil dari Sum Square Resid pada Unweighted

Statistics maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan tidak terjadi korelasi

antar error dari periode waktu (time series) yang berbeda. Suatu model dapat

dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai statistik Durbin-Watson

(DW) terletak di area non-autokorelasi, yaitu diantara dua nilai titik kritis batas

atas (dU) dan batas bawah (dL). Selang nilai DW-Stat (d) dan keputusannya adalah

sebagai berikut (Gujarati 2006) :

Page 47: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

35

Secara manual, perhitungan uji Durbin Watson dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus :

d = 2-2(r)

Dimana, r = koefisien korelasi pearson ( -1 ≤ r ≤ 1 ) dan d = DW-Stat ( 0 ≤ d ≤ 4 ).

Pada saat r = 0, d = 2, artinya tidak ada korelasi

Pada saat r = 1, d = 0, artinya ada korelasi positif

Pada saat r = -1, d = 4, artinya ada korelasi negatif

Berdasarkan hasil perhitungan DW-Stat baik secara manual maupun berdasarkan

hasil output perhitungan software ekonometrik, dapat disimpulkan ada tidaknya

masalah autokorelasi dalam model berdasarkan kriteria uji Durbin-Watson sebagai

berikut :

Jika nilai d berada antara 0 sampai 1,10 Tolak Ho, berarti ada

autokorelasi positif

Jika nilai d berada antara 1,10 sampai 1,54 Tidak dapat diputuskan

Jika nilai d berada antara 1,54 sampai 2,46 Tidak menolak Ho, berarti

tidak ada autokorelasi

Jika nilai d berada antara 2,46 sampai 2,90 Tidak dapat diputuskan

Jika nilai d berada antara 2,90 sampai 4 Tolak Ho, berarti ada

autokorelasi negatif .

Uji multikolinearitas dilakukan untuk memastikan tidak terdapat hubungan

linier antar variabel bebas. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah jika

koefisien parameter dari t-statistik banyak yang tidak signifikan sementara F

statistiknya signifikan. Selain itu, indikasi adanya multikolinearitas juga dapat

diidentifikasi dengan melakukan Correlation-Test atau Uji Klein pada variabel-

variabel penelitian. Masalah ini dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel

yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. Namun

dalam metode data panel, pelanggaran asumsi multikolinearitas tidak

menyebabkan model menjadi tidak BLUE.

- Uji Ekonomi

Uji ekonomi dilakukan dengan mencocokan tanda dan besaran koefisien

dalam model dengan teori ekonomi. Jika tanda dan besaran hasil estimasi sesuai

dengan teori ekonomi mengenai pengaruh variabel-variabel bebas terhadap

variabel terikatnya, maka model dapat dikatakan baik secara ekonomi.

Page 48: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

36

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Sektor Jasa Keuangan di Indonesia dan Pasar ASEAN+6

Arus Bebas Jasa (Free Flows of Services), termasuk Jasa Keuangan di

dalamnya, telah dicanangkan oleh para pemimpin negara-negara ASEAN sebagai

salah satu pilar utama dari pembentukan satu pasar tunggal dan basis produksi di

kawasan Asia Tenggara, yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN

Economic Community (AEC). Percepatan pembentukan MEA dari tahun 2020

menjadi 2015 menjadi suatu tantangan yang harus ditangani sebaik mungkin

dalam upaya mengejar target liberalisasi finansial dalam tenggat waktu yang

ditentukan (Kemenkeu 2012).

Menuju MEA 2015, Pemerintah Indonesia dan segenap pihak terkait telah

berupaya meningkatkan kinerja sektor finansial di Indonesia. Bank Indonesia (BI),

Kementerian Keuangan (KEMENKEU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan

Badan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) merupakan pihak-pihak yang andil

besar dalam mengelola kerangka Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia,

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), dan Kerangka Kebijakan Macroprudential di

tanah air baik mencakup ranah sistem perbankan maupun non-perbankan. Setelah

berdirinya Superbody Nations Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka per-31

Desember 2012 Otoritas Lembaga Keuangan Non Bank yang semula dipegang

BAPEPAM-LK serta Otoritas Lembaga Keuangan Bank yang semula dipegang

oleh Bank Indonesia, per-31 Desember 2013 lalu telah diserahkan menjadi bagian

dari wewenang OJK. Dengan demikian pengawasan pasar modal dan pasar uang

perbankan dan non-perbankan secara keseluruhan akan menjadi bagian dari

wewenang OJK sebagai Non-Systemically Important Institution secara

microprudential, dimana Bank Indonesia sebagai Systemically Important

Institution, tetap menjalankan peranannya sebagai otoritas moneter dan

memegang fungsi macroprudential (Pusat Riset dan Edukasi BI 2013).

Koordinasi antara badan-badan pemerintah terkait berupaya untuk

meningkatkan kinerja sektor finansial Indonesia melalui beberapa upaya

diantaranya adalah penetapan Basel III untuk sektor perbankan, menggalakkan

inklusi finansial (financial inclusion) atau perluasan akses jasa keuangan bagi

semua segmen populasi agar mampu membuka peluang keuangan dan usaha kecil

(BAPPENAS 2013), mengelola inovasi sistem pembayaran baik dengan

branchless banking, mobile payment dan e-money, serta mengupayakan

pembentukan cross border banking atau transaksi internasional lembaga

keuangan (Pusat Riset dan Edukasi BI 2013). BAPPENAS secara khusus

mencanangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sektor

Keuangan 2010-2014 dengan menjadikan inklusi finansial sebagai fokus utama

dalam RPJM tersebut (BAPPENAS 2013). RPJM tersebut mencakup tiga hal

utama yakni:

1. Meningkatkan ketahanan sektor keuangan.

– Koordinasi otoritas Fiskal – Moneter.

– Penyiapan RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan.

2. Mempercepat fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat.

Page 49: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

37

– Memperluas produk jasa keuangan.

– Diversifikasi sumber pendanaan (IIF, IIGF.)

3. Meningkatkan akses terhadap lembaga jasa keuangan terutama kepada

masyarakat miskin.

Secara umum sektor keuangan Indonesia masih sangat didominasi oleh

kontribusi dominan dari sektor perbankan di atas kontribusi sektor non-perbankan,

walau sempat menurun pada semester I 2013 lalu. Pangsa pasar industri

perbankan semester I 2013 sebesar 77,9 persen, sempat menurun tipis

dibandingkan dengan pangsa semester II 2012 sebesar 78,3 persen. Penurunan

pangsa ini terjadi terutama karena mulai meningkatnya aset lembaga keuangan

non bank seperti perusahaan pembiayaan, asuransi, perusahaan modal ventura dan

pegadaian. Ke depan, peran lembaga keuangan bukan bank di Indonesia

diharapkan dapat semakin meningkat melalui upaya financial deepening dengan

semakin meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap produk-produk

keuangan di luar produk perbankan (BI 2013).

Berdasarkan diagram komposisi aset lembaga keuangan Indonesia yang

disajikan dalam Gambar 10, dapat dianalisis bahwa komposisi aset lembaga

keuangan di Indonesia didominasi oleh sektor perbankan hingga mencapai aset

77.9 persen, asuransi mencapai 10.8 persen dan perusahaan pembiayaan mencapai

6.8 persen. Masih tingginya dominansi sitem perbankan dalam sistem keuangan

Indonesia inilah yang menyebabkan stabilitas institusi perbankan menjadi bagian

yang sangat penting dalam penilaian stabilitas sistem keuangan secara

keseluruhan (BI 2013).

Berdasarkan informasi pada Tabel 5, walaupun aset lembaga keuangan

dimiliki secara dominan oleh sektor perbankan, asuransi dan perusahaan

pembiayaan namun jumlah unit lembaga keuangan di Indonesia justru

didominansi oleh Bank Perkreditan Rakyat, Dana Pensiun dan lembaga non-

perbankan lainnya yang notabene tidak mendominasi kepemilikan aset lembaga

keuangan secara maksimal.

Gambar 10. Komposisi Aset Lembaga Keuangan Indonesia Tahun 2013 Sumber : Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia (2013)

Page 50: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

38

Berdasarkan data dan informasi pada Gambar 11, dapat terlihat bahwa

pada sektor keuangan Indonesia terdapat tren pertumbuhan PDB, jumlah uang

beredar (M2), Dana, serta Kredit cenderung terus mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan kondisinya pada 2011 dan 2012. Pelemahan output ekonomi

domestik akibat guncangan isu dan realisasi tapering off dan pelemahan nilai

tukar, menyebabkan beberapa komponen penentu jumlah uang beredar (M2) ikut

melemah.

Pelemahan M2 disebabkan oleh penurunan kredit tagihan perusahaan dan

rumahtangga, pelemahan laju pertumbuhan kredit kegiatan produksi, pelemahan

daya beli masyarakat, perlambatan pangsa total kredit perbankan dan

pertumbuhan negatif aktiva luar negeri bersih. Kenaikan suku bunga dana sebagai

respon kebijakan moneter kontraktif BI tetap tak mampu meningkatkan volume

penghimpunan dana masyarakat, akibat pelemahan output ekonomi. Peningkatan

suku bunga dana juga tidak direspon positif oleh suku bunga kredit (BI 2013).

Gambar 11. Perkembangan Pertumbuhan Uang Beredar, Dana, Kredit dan

PDB (%;yoy) Indonesia Tahun 2013 Sumber : Bank Indonesia (2013)

Tabel 5. Jumlah Lembaga Keuangan Indonesia Tahun 2013 Lembaga Keuangan Jumlah Lembaga Keuangan

Perbankan

BPR

Asuransi

Dana Pensiun

Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan Modal Ventura

Perusahaan Penjamin

Manager Investasi

Pegadaian

120

1.640

139

268

197

89

7

73

1

Sumber : Bank Indonesia dan OJK (2013)

Page 51: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

39

Walau tren pertumbuhan kredit domestik Indonesia memang cenderung

turun, namun aliran dana kredit perbankan tetap diusahakan menyentuh seluruh

sektor usaha baik korporasi maupun rumahtangga. Seperti yang tercantum dalam

UU No.13/1968 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia mempunyai tugas pokok

“ membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan

nilai rupiah; Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta

memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat”. Tugas

pokok inilah yang selanjutnya direalisasikan melalui penetapan berbagai

kebijakan perbankan di bidang perkreditan yang dicanangkan oleh Bank

Indonesia sebagai Bank Sentral (BI 2008). Sebagian besar kredit perbankan yang

disalurkan kepada korporasi, disalurkan dalam bentuk modal kerja dan investasi.

Kredit kepada korporasi dalam bentuk modal kerja mencapai 64,3 persen. Dari

total kredit, kredit yang disalurkan kepada korporasi sebesar Rp.1.660,5 triliun,

dimanfaatkan untuk keperluan modal kerja sebesar Rp.1.068,5 triliun, kegiatan

investasi sebesar Rp.550 triliun dan keperluan konsumsi sebesar Rp42,1 triliun.

Sedangkan menurut data dalam BI (2013), apabila dilihat dari sektor ekonomi,

kredit korporasi lebih banyak digunakan antara lain pada sektor Perindustrian

(27,1%), sektor jasa-jasa (24,6%) dan sektor Perdagangan, hotel, restoran (17,6%).

Selain menyalurkan kredit kepada sektor korporasi, kredit domestik

perbankan Indonesia juga disalurkan ke sektor rumahtangga. Pada Gambar 12,

terlihat bahwa dari sisi penggunaan, sebagian besar kredit kepada sektor rumah

tangga dialokasikan untuk kredit perumahan (43.64%), diikuti oleh kredit

multiguna (37.15%), dan kredit kendaraan (15.22%). Sejalan dengan perlambatan

pertumbuhan kredit secara keseluruhan di Indonesia seperti yang telah dijelaskan

di atas, perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada seluruh jenis kredit rumah

tangga, bahkan pertumbuhan negatif terjadi pada kredit kendaraan (dari 15,81%

menjadi -8,17%) dan kredit pembelian peralatan rumah tangga (seperti furnitur,

televisi, alat elektronik, komputer, alat komunikasi dan peralatan rumah tangga

lainnya) yaitu dari 50,76 persen menjadi -50,97 persen (BI 2013).

Tabel 6. Fasilitas Kredit yang Diberikan Kepada Korporasi Menurut Jenis Kredit

(per-Agustus 2013)

Sumber : Sistem Informasi Debitur per Agustus 2013, Bank Indonesia (2013)

Page 52: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

40

Sebagai upaya untuk mendukung pencapaian dalam MEA Blueprint,

sektor jasa keuangan ASEAN terus berbenah. Fokus kerja sama ASEAN masih

dititikberatkan pada upaya pencapaian MEA 2015 khususnya pencapaian

Roadmap for Monetary and Financial Integration (RIA-Fin). Perkembangan

pembahasan terkait pencapaian RIA-Fin antara lain mencakup bahasan financial

services liberalisation, capital account liberalisation, serta capital market

development.

Dalam area financial services liberalisation, fokus utama kerja sama

adalah pada upaya sektor keuangan untuk menyelesaikan putaran perundingan

ASEAN Framework Agreement of Services (AFAS) yang ke-6 untuk mencapai

target penandatanganan Protokol AFAS pada 2014 oleh seluruh Menteri

Keuangan ASEAN. Lebih lanjut, upaya integrasi di sektor jasa keuangan, baik

perbankan, asuransi, maupun pasar modal terus dilakukan melalui forum negosiasi

di bawah naungan AFAS, baik intra-ASEAN maupun ASEAN dengan negara-

negara mitra dialog (BI 2013).

Dalam area capital account liberalization serta capital market

development, telah disusun sebuah heat map yang dapat menggambarkan kondisi

keterbukaan rezim aliran modal masing-masing negara dalam rangka pencapaian

freer capital mobility guna mendukung perdagangan dan investasi intra kawasan

serta promosi pasar kawasan dengan ekonomi global. Namun demikian seiring

dengan terbukanya rezim aliran modal suatu negara, kemampuan untuk

menerapkan kebijakan aliran modal menjadi terbatas. Terkait dengan hal tersebut,

negara-negara anggota ASEAN, telah menyepakati perlunya sebuah policy

dialogue mengenai safeguard measures guna mengidentifikasi risiko

makroekonomi dan stabilitas keuangan yang dihadapi (BI 2013).

Pada kawasan kerjasama ekonomi dan perdagangan ASEAN+6 terdapat

kondisi umum sektor jasa keuangan yang cukup kompleks karena melibatkan

Gambar 12. Komposisi Kredit Sektor Rumahtangga Menurut Jenisnya

(per-Juni2013) Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, Bank Indonesia (2013)

Page 53: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

41

negara-negara dengan performa perekonomian yang berbeda-beda. Beberapa

negara maju memiliki kondisi jasa keuangan yang jauh lebih baik meninggalkan

beberapa negara berkembang. Berikut dalam Tabel 7 ditampilkan skor indeks dan

peringkat Indeks Pembangunan Finansial Tahun 2011 untuk negara-negara

ASEAN+6. Perhitungan nilai Indeks Pembangunan Finansial didasarkan atas

tujuh pilar perhitungan yakni lingkungan institusional, lingkungan bisnis,

stabilitas keuangan, jasa keuangan perbankan, jasa keuangan non-perbankan,

pasar keuangan dan akses keuangan (WEF 2011). Berdasarkan hasil perhitungan

tersebut, Singapura memiliki skor indeks terbesar dan menjadi salah satu negara

berperingkat teratas dalam pemeringkatan indeks pembangunan finansial dunia,

diikuti oleh Australia, Jepang, Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia pada posisi

terendah.

Tabel 7. Indeks Pembangunan Finansial ASEAN+6 Tahun 2011

Negara Ranking 2011 Skor Indeks 2011

(1-7)

Singapura

Australia

Jepang

Malaysia

Korea Selatan

Cina

Thailand

India

Filipina

Indonesia

4

5

8

16

18

19

35

36

44

51

4.97

4.93

4.71

4.24

4.13

4.12

3.32

3.29

3.13

2.92 Sumber : The Financial Development Report WEF (2011)

Tidak jauh berbeda dengan kondisi komposisi aset lembaga keuangan

Indonesia, pada pasar ASEAN+6 representatif oleh Singapura, pasar keuangan di

negara tersebut masih didominasi oleh lembaga keuangan perbankan. Sebesar

68.2 persen kepemilikan aset dikuasai oleh lembaga perbankan, kemudian diikuti

dengan kepemilikan 26.6 persen aset oleh institusi intermediasi keuangan non-

perbankan, serta kepemilikan 4.8 persen aset perusahaan asuransi dan 0.4 persen

perusahaan keuangan lain. Institusi intermediasi keuangan non-perbankan

mencakup kepemilikan aset pada usaha pendanaan investasi (22.1%), hedging

(3.2%), aset broker-dealer (1%) dan lain sebagainya seperti tertera pada Gambar

13. Dominansi perbankan terjadi pada pasar keuangan Singapura dan Indonesia,

namun ruang gerak bagi lembaga keuangan non-perbankan di Singapura terbilang

lebih luas dan mampu memaksimalkan layanan jasa keuangan untuk produk

turunan finansial seperti investasi dan hedging, berbeda halnya dengan Indonesia

yang belum banyak mengembangkan produk turunan finansial pada pasar

keuangannya.

Page 54: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

42

Gambar 13. Komposisi Aset Lembaga Keuangan Singapura Tahun 2013 Sumber : Financial Stability Review MAS (2013)

Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, pada pasar ASEAN+6

didapakan pola pertumbuhan GDP perkapita yang masih mengalami tren yang

fluktuatif baik pada kondisi pertumbuhan GDP perkapita intra-ASEAN maupun

pada negara-negara mitra kerjasama ASEAN+6 lainnya. Pertumbuhan GDP Per

kapita di kawasan intra-ASEAN masih cenderung divergen atau memiliki pola

yang berbeda dan menyebar antarnegara. Pada tahun 2010, Singapura sempat

mencapai puncak pertumbuhan GDP Perkapita di kawasan intra-ASEAN, namun

setelah periode itu, pertumbuhan GDP Perkapita Singapura terus turun.

Pertumbuhan GDP Perkapita Indonesia justru relatif stabil dari tahun 2004 hingga

2012, bahkan cenderung meningkat di tahun 2012.

Gambar 14. Pertumbuhan GDP Perkapita ASEAN+6 (Intra-ASEAN)

Tahun 2004-2012 Sumber : World Development Indicator (2014), (diolah).

Page 55: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

43

Berbeda dengan itu, pola pertumbuhan GDP Perkapita pada negara-negara

mitra kerjasama ASEAN+6 memang tetap fluktuatif namun cenderung mengarah

pada pola konvergen atau penyamaan level, terutama saat memasuki tahun 2012.

Cina dan India sebagai kekuatan ekonomi baru Asia mendominasi tingkat

pertumbuhan GDP Perkapita di atas rata-rata negara mitra kerjasama ASEAN+6

lainnya. Data dan informasi grafis disajikan dalam Gambar 15.

Gambar 15. Pertumbuhan GDP Perkapita Negara-Negara Mitra Kerjasama

ASEAN+6 Tahun 2004-2012 Sumber : World Development Indicator (2014), (diolah)

Variabel pembangunan finansial yang merupakan indikator pembangunan

finansial suatu negara seperti yang digunakan dalam penelitian Hassan et al.

(2010), meliputi variabel kredit domestik oleh sektor perbankan, kredit domestik

untuk sektor swasta, jumlah uang beredar (M2) dan simpanan kotor domestik.

Berdasarkan data dan informasi grafis pada gambar-gambar di bawah ini dapat

dianalisis kondisi pembangunan finansial negara-negara ASEAN+6 dari tahun

1960 hingga 2011.

Berdasarkan data dan informasi grafis pada Gambar 16, dapat dianalisis pola

dan kondisi Kredit Domestik oleh Sektor Perbankan atau Domestic Credit

provided by Banking Sector (DCBS) pada negara-negara anggota ASEAN+6.

Sejak tahun 1960 hingga 2011. DCBS memiliki tren pertumbuhan yang kian

meningkat bersamaan dengan peningkatan pembangunan sistem finansial di dunia.

Dari tahun 1960 hingga 2011 dapat dianalisis bahwa posisi DCBS Jepang selalu

dominan dan lebih tinggi proporsinya dibandingkan negara-negara ASEAN+6

lainnya, bahkan cenderung kian meningkat pada tahun 2011. Berkebalikan dengan

itu, Brunei Darussalam justru menunjukkan performa DCBS yang kian menurun

pada tahun 2011. Artinya dalam pasar ASEAN+6, Jepang merupakan negara yang

memiliki performa pasar keuangan perbankan yang cukup baik dengan proporsi

ketersediaan kredit domestik perbankan terbesar di antara negara lain.

Page 56: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

44

Gambar 16. Kredit Domestik oleh Sektor Perbankan atau Domestic Credit

Provided by Banking Sector (% of GDP) ASEAN+6 Tahun 1960-2011 Sumber : Indeks Mundi (2014), (diolah)

Tak berbeda jauh dengan tren DCBS sebelumnya, kondisi dan posisi kredit

domestik untuk sektor swasta atau Domestic Credit to Private Sector (DCPS) di

pasar ASEAN+6 juga menunjukkan pola yang sama. Sejak tahun 1960 hingga

2011 tren DCPS di negara-negara ASEAN+6 kian meningkat secara lebih pesat

dibandingkan DCBS bersamaan dengan era pembangunan finansial dunia. Sama

seperti pada DCBS sebelumnya, Jepang masih merupakan negara yang dominan

dalam kepemilikan dan performa DCPS terbesar dan terbaik di antara negara-

negara ASEAN+6 lainnya. Berkebalikan dengan itu, Indonesia, Filipina dan

Brunei justru memiliki performa DCPS yang relatif rendah dibandingkan negara-

negara ASEAN+6 lainnya. Artinya, dalam pasar ASEAN+6, Jepang merupakan

negara yang memiliki insentif besar terhadap pengembangan sektor swasta dan

usaha, dengan proporsi pembiayaan sektor swasta dan usaha terbesar. Sedangkan

Indonesia, Filipina dan Brunei Darussalam justru tidak demikian. Data grafis

dapat dilihat pada Gambar 17.

Demikian halnya dengan kondisi jumlah uang beredar (M2), sejak tahun

1960 hingga 2011, tren peredaran M2 di negara-negara anggota ASEAN+6 kian

meningkat seiring perkembangan pembangunan jasa finansial di dunia. Jepang

masih mendominasi tingkat perputaran jumlah uang beredar di ASEAN+6

kemudian diikuti dengan Cina dan Malaysia. Sedangkan Indonesia justru memiliki

performa M2 yang relatif rendah dibandingkan negara-negara anggota ASEAN+6

lainnya.

Page 57: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

45

Artinya, pertumbuhan jumlah uang beredar dan perputaran uang beredar, baik

melalui peningkatan volume perdagangan dan investasi yang begitu besar, terjadi

pada negara Jepang, Cina dan Malaysia. Data dan informasi grafis disajikan dalam

Gambar 18.

Gambar 18.Jumlah Uang Beredar (M2) (% of GDP) ASEAN+6 Tahun 1960-2011 Sumber : Indeks Mundi (2014), (diolah)

Simpanan kotor domestik atau Gross Domestic Savings (GDS) sebagai

variabel indikator pembangunan finansial terakhir dalam penelitian ini juga

dianalisis berdasarkan Gambar 19, sejak tahun 1960 hingga 2011. Berbeda dengan

Gambar 17. Kredit Domestik untuk Sektor Swasta atau Domestic Credit to Private

Sector (% of GDP) ASEAN+6 Tahun 1960-2011 Sumber : Indeks Mundi (2014), (diolah)

Page 58: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

46

pola dan tren yang terjadi pada DCBS, DCPS, dan M2 sebelumnya, sejak tahun

1960 hingga 2011, tren GDS memang terus naik namun dalam porsi yang sangat

kecil dan lambat. Selain Jepang dan Cina dengan tingkat GDS yang kian tumbuh

pesat, negara-negara ASEAN+6 lainnya memiliki proporsi GDS yang naik sangat

lambat dan cenderung statis. Secara umum, negara berkembang memiliki proporsi

GDS yang rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kontrol kredit dan represi

finansial yang seringkali terjadi di negara berkembang yang berimplikasi pada

suku bunga simpanan yang tak kompetitif di negara berkembang, sehingga tidak

mampu meningkatkan insentif simpanan di negara tersebut. Proporsi GDS

Indonesia bahkan akan semakin melemah akibat munculnya kebijakan

pengurangan volume simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan

(LPS) Indonesia, sebagai akibat dari penetapan suku bunga bank tertentu yang

berada di atas LPS rate (MetroTV 2014). Negara-negara ASEAN+6 lain pada

umumnya mulai menunjukkan peningkatan performa GDS di era tahun 1996 ke

atas secara lambat hingga tahun 2011. Dibandingkan Jepang, GDS Cina

menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dan dominan sejak tahun 1996

hingga mencapai level GDS tertinggi pada tahun 2011. GDS sebagai salah satu

variabel pembangunan finansial erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Semakin besar proporsi kepemilikan GDS suatu negara akan berimplikasi pada

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di negara tersebut.

Demikian gambaran mengenai kondisi umum jasa keuangan Indonesia dan

ASEAN+6. Secara umum sektor keuangan di Indonesia masih sangat didominansi

oleh sektor perbankan dengan pertumbuhan kredit, dana dan jumlah uang beredar

(M2) yang cenderung turun, dimana pembiayaan kredit korporasi banyak

dialokasikan untuk pembiayaan kerja dan investasi sedangkan kredit rumahtangga

Gambar 19. Simpanan Domestik Kotor atau Gross Domestic Savings (GDS)

(% of GDP) ASEAN+6 Tahun 1960-2011 Sumber : Indeks Mundi (2014), (diolah)

Page 59: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

47

paling besar dialokasikan untuk pembiayaan perumahan, multiguna dan kendaraan.

Pada pasar ASEAN+6, pertumbuhan GDP Perkapita di negara-negara intra-

ASEAN cenderung divergen (pola menyebar) sedangkan pada negara-negara

mitra kerjasama ASEAN+6, justru didapatkan pertumbuhan GDP Perkapita yang

cenderung konvergen. Berdasarkan analisis terhadap variabel indikator

pembangunan finansial yakni DCBS, DCPS, M2, dan GDS didapatkan fakta

bahwa Jepang dan Cina memiliki pembangunan finansial yang sangat baik dan

berada di atas rata-rata negara-negara ASEAN+6 lainnya, walaupun tidak

menguasai ekspor produk finansial secara masif seperti pada kasus Singapura.

Daya Saing dan Keunggulan Komparatif Sektor Jasa Finansial ASEAN+6

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage)

merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo.

Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan

komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan

tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak

dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya, sehingga efisiensi dalam

produksi dapat tercapai dan keuntungan perdagangan yang di dapat lebih

maksimal. Menurut teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat

meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut

melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas

dan efisiensi tinggi, kemudian melakukan kegiatan ekspor atas komoditi yang

unggul secara komparatif itu bagi negara tersebut. Sebaliknya, negara yang tidak

memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas, disarankan untuk lebih

mengoptimalkan ekspor dalam komoditas lain yang memiliki keunggulan

komparatif lebih tinggi (Oktaviani dan Novianti 2009).

RCA (Revealed Comparative Advantage) merupakan metode yang paling

sering digunakan untuk mengukur daya saing kinerja ekspor suatu negara atas

komoditi tertentu. RCA juga mampu menggambarkan keunggulan komparatif

suatu negara terhadap negara lain, atas perdagangan suatu jenis komoditi. Berikut

Tabel 8 menjelaskan nilai indeks RCA sektor jasa finansial dan asuransi di

kawasan kerjasama ASEAN+6.

Hasil perhitungan indeks RCA dikalkulasikan secara manual berdasarkan

data WDI 2014. Jasa finansial dan asuransi yang diperhitungkan dalam model

RCA ini meliputi asuransi pengiriman barang ekspor dan asuransi langsung lain

seperti asuransi jiwa, jasa intermediasi keuangan seperti komisi, transaksi valuta

asing, dan jasa perantara, serta layanan tambahan seperti jasa operasional pasar

keuangan dan regulasi (WDI 2014). Perhitungan RCA hanya dilakukan pada

rentang tahun 2005 hingga 2012 dikarenakan ketidaktersediaan data ekspor jasa

finansial dan asuransi pada tahun 2000 hingga 2004.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks RCA, untuk kasus Indonesia dapat

dianalisis bahwa sejak tahun 2005 hingga 2011 nilai indeks RCA Indonesia

cenderung terus turun dan belum pernah mencapai nilai aman dimana RCA > 1,

dengan nilai rata-rata RCA yakni 0.12. Implikasinya adalah performa ekspor

produk turunan finansial dan asuransi di Indonesia masih lemah, bila

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN+6 lainnya dalam analisis.

Page 60: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

48

Hal ini terjadi sebagai akibat menurunnya proporsi kredit domestik dan

jumlah uang beredar di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir akibat

guncangan eksternal perekonomian. Selain itu, sektor jasa keuangan di Indonesia

yang masih didominansi transaksi pasar uang, terutama sektor perbankan juga

belum mampu membuka peluang bagi produk-produk jasa keuangan non-

perbankan lain untuk dapat tumbuh, sehingga berdampak pada daya saing ekspor

produk finansial dan asuransi Indonesia yang masih terbilang lemah. Sejauh ini,

Indonesia masih berfokus pada pembangunan finansial domestik dan belum

mampu berorientasi pada peningkatan ekspor produk finansial dan peningkatan

daya saing secara global dengan pasar finansial luar negeri.

Hampir sejalan dengan itu, Malaysia dan Filipina juga mengalami kondisi

yang kurang lebih sama dengan Indonesia. Indeks RCA atau daya saing ekspor

produk jasa finansial dan asuransi Malaysia dan Filipina masih terbilang rendah

dengan nilai rata-rata indeks RCA < 1 yakni 0.11 untuk kedua negara. Sejak tahun

2005 hingga 2012, Indeks RCA Filipina dan Malaysia cenderung fluktuatif.

Thailand, Brunei, dan Cina justru menunjukkan besaran rata- rata indeks

RCA yang sangat kecil yakni 0.07 untuk Thailand dan Brunei serta 0.06 untuk

Cina. Besaran indeks RCA Thailand, Brunei dan Cina sejak tahun 2005 hingga

2012, cenderung fluktuatif. Nilai indeks RCA yang rendah untuk ketiga negara

menggambarkan keunggulan komparatif dan daya saing ekspor yang rendah atas

produk finansial dan asuransi di ketiga negara tersebut. Dibandingkan Malaysia,

Filipina, Brunei, Thailand dan Cina, Indonesia memiliki keunggulan komparatif

yang lebih baik dalam ekspor produk jasa finansial dan asuransi.

Bila dibandingkan dengan keunggulan komparatif Indonesia atas ekspor

produk jasa finansial dan asuransi, Australia, New Zealand, Jepang dan Korea

Selatan lebih unggul. Rata-rata besaran indeks RCA untuk masing-masing negara

mencapai 0.52, 0.47, 0.44, dan 0.37 lebih tinggi daripada rataan RCA Indonesia.

Namun untuk masing-masing negara sejak tahun 2005 hingga 2012, didapatkan

kecenderungan penurunan besaran indeks RCA. Menurut Zulaiha dalam Dewi

(2013), keunggulan komparatif bersifat dinamis, dimana jika suatu negara tidak

mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara-negara lain, tingkat

keunggulan komparatifnya dapat menurun. Faktor-faktor yang dapat mengubah

Tabel 8. Indeks RCA untuk Ekspor Jasa Finansial dan Asuransi Negara-Negara

ASEAN+6 Tahun 2005-2012

Sumber : World Development Indicator 2014 , (diolah)

Keterangan : n/a menunjukkan data tidak tersedia

Page 61: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

49

kondisi keunggulan komparatif suatu negara adalah kondisi ekonomi dunia,

lingkungan domestik, dan teknologi.

Diantara keduabelas negara-negara representatif ASEAN+6, indeks RCA

yang menggambarkan keunggulan komparatif tertinggi dalam ekspor jasa

finansial dan asuransi adalah Singapura dengan rataan indeks RCA mencapai

1.62 dan India dengan rataan indeks RCA mencapai 0.96. Besaran indeks RCA

untuk kedua negara sejak tahun 2005 hingga 2012 cenderung stabil dan terus

meningkat dari tahun ke tahun. Singapura menjadi satu-satunya negara dengan

nilai RCA > 1 atau dapat diklasifikasikan sebagai negara dengan keunggulan

komparatif tinggi dalam perdagangan jasa finansial dan asuransi dibandingkan

dengan negara-negara ASEAN+6 lainnya. Singapura merupakan negara

pendapatan tinggi yang memiliki pembangunan industri sektor jasa keuangan

yang jauh lebih maju dan pesat dibandingkan negara-negara ASEAN pada

umumnya. Sedangkan India merupakan negara Asia Selatan yang kini menjadi

negara ekonomi besar Asia yang baru, setelah Cina.

Pada pasar ASEAN+6, Indonesia merupakan negara ketujuh dengan

besaran indeks rataan RCA tertinggi setelah Singapura, India, Australia, New

Zealand, Jepang dan Korea Selatan. Tak dapat dipungkiri bahwa kesenjangan

pembangunan finansial di kawasan intra-ASEAN sangat tinggi, terutama diantara

Singapura dan lima negara ASEAN lainnya. Walaupun tak mudah menyamai

pembangunan finansial Singapura di kawasan intra-ASEAN maupun dengan

negara-negara mitra kerjasama ASEAN+6 lainnya, namun Indonesia masih

memiliki peluang untuk terus meningkatkan performa jasa finansial baik di tingkat

domestik maupun tingkat regional.

Dalam persiapan menjelang liberalisasi jasa finansial dalam MEA 2015

mendatang, waktu yang kurang dari dua tahun ini harus dimanfaatkan sebaik-

baiknya oleh Indonesia untuk mampu meningkatkan daya saing jasa finansialnya

secara internal maupun eksternal diantara negara-negara ASEAN+6 lainnya.

Hubungan Variabel Pembangunan Finansial dan Perdagangan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

Penelitian ini menganalisis hubungan GDP Perkapita, variabel

pembangunan finansial yakni DCBS, DCPS, M2, dan GDS serta variabel sektor

riil yakni Perdagangan, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi terhadap pertumbuhan

ekonomi negara-negara ASEAN+6 dengan menggunakan metode ekonometrik

data panel statis pada taraf nyata konsisten lima persen untuk tiga model, yakni

Model 1 (Seluruh Negara ASEAN+6), Model 2 (Negara Maju) dan Model 3

(Negara Berkembang). Penelitian ini menjadikan kawasan kerjasama ASEAN+6

sebagai objek penelitian, dengan total 12 negara estimasi (n=12) dalam rentang

tahun 2000 hingga 2012 (t=13), sehingga total data dalam penelitian ini mencapai

156 data (nxt=156). Pada Model 1 (Seluruh negara ASEAN+6), derajat bebas (db)

data penelitian mencapai db=147 dan memenuhi syarat db>25, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data panel pada penelitian yang digunakan sangat relevan dan

baik untuk dimodelkan lebih lanjut.

Pada dasarnya, terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan

negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Negara maju

dan negara berkembang memiliki perbedaan dalam sektor riil maupun sektor

Page 62: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

50

keuangan, sehingga dalam analisis hubungan variabel pembangunan jasa finansial

dan pertumbuhan ekonomi, kelompok negara maju dan berkembang ASEAN+6

harus dianalisis secara terpisah. Berdasarkan penggolongan tingkat pendapatan

yang merujuk pada definisi WDI (2014), maka keduabelas negara ASEAN+6

dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok negara maju (High Income Countries)

yakni negara-negara dengan GNI Perkapita mencapai 38,412 dolar dan kelompok

negara berkembang (Low-Middle Income Countries) yakni negara-negara dengan

GNI Perkapita mencapai 3,815 dolar. Kelompok negara maju (High Income

Countries ) terdiri dari enam negara yakni Singapura, Brunei Darussalam, Jepang,

Korea Selatan, New Zealand dan Australia. Sedangkan kelompok negara

berkembang (Low-Middle Income Countries) terdiri atas enam negara yakni

Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, China dan India. Derajat bebas (db) untuk

Model 2 (Negara Maju) dan Model 3 (Negara Berkembang) mencapai db=69 dan

masih memenuhi syarat layak pemodelan panel statis dimana db>25.

Pada Model 1, estimasi dilakukan dengan terlebih dulu memilih model

pendekatan data panel statis terbaik antara REM (Random Effect Model) dan FEM

(Fixed Effect Model) dengan melakukan Uji Hausman. Hasil uji menunjukkan

nilai probabilitas sebesar 0.0470 yang bernilai lebih kecil dari taraf nyata (α) 5

persen. Dengan demikian maka secara ekonometrik cukup bukti untuk menolak

Ho. Hasil akhir pemilihan model terbaik berdasarkan Uji Hausman (data

terlampir), konsisten mengarah pada keputusan penggunaan metode pendekatan

data panel statis terbaik adalah dengan metode FEM. Pada Model 2 dan Model 3

Uji Hausman tidak dapat dilakukan sebab REM tidak dapat dianalisis dalam

model. Hal ini terjadi karena jumlah cross section (n) dalam Model 2 dan 3 lebih

kecil dari jumlah variabel bebas, sehingga pemilihan model panel terbaik

mengarah langsung pada model FEM.

Secara umum berdasarkan hasil estimasi pada ketiga model dapat

disimpulkan bahwa model tersebut telah memenuhi kriteria Goodness of Fit. Pada

Model 1, Model 2 dan Model 3 secara berturut-turut terdapat nilai koefisien

determinansi (R-squared) sebesar 0.999728, 0.921122, dan 0.833494.

Berdasarkan nilai tersebut, pada Model 1 didefinisikan bahwa sekitar 99,97 persen

keragaman pengaruh variabel pembangunan finansial dan perdagangan terhadap

pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 dapat dijelaskan oleh model, sedangkan

0.000272 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sedangkan pada

Model 2 didefinisikan bahwa sekitar 92,11 persen keragaman pengaruh variabel

pembangunan finansial dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara

maju ASEAN+6 dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 0.078878 persen

dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Kemudian pada Model 3

didefinisikan bahwa sekitar 83,34 persen keragaman pengaruh variabel

pembangunan finansial dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara

berkembang ASEAN+6 dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 0.166506 persen

dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain yang mungkin

memengaruhi hubungan pembangunan finansial dan pertumbuhan ekonomi antara

lain adalah politik, legal kultural, standar dan hukum akuntansi masing-masing

negara bahkan faktor geografis (Levine 2005). Selain itu, nilai probabilitas (F-

statistik) pada ketiga model adalah 0.000000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari

taraf nyata (α) 5%. Maka dengan tingkat kepercayaan 95%, dapat disimpulkan

bahwa GDP Perkapita, DCBS, DCPS, M2, GDS, Perdagangan, Pengeluaran

Page 63: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

51

Pemerintah dan Inflasi secara bersama-sama signifikan memengaruhi

pertumbuhan ekonomi. Signifikansi pada setiap variabel bebas dalam model juga

baik. Tanda koefisien variabel pada model juga secara umum sesuai dengan teori

ekonomi yang berlaku.

Selain itu, pemenuhan asumsi BLUE pada ketiga model juga telah

dipenuhi. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 9 dan lampiran, didapatkan nilai

Durbin-Watson stat yang berada pada nilai rentang bebas autokorelasi untuk

ketiga model. Ketiga model juga telah bebas masalah heteroskedasitas (Sum

Square Resid Weighted < Sum Square Resid Unweighted). Selain itu, eror pada

ketiga model juga telah terdistribusi normal seperti telah diuji dalam uji

normalitas (terlampir).

Tabel 9. Perbandingan Hubungan Variabel Pembangunan Finansial dan

Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Berbagai Kelompok

Negara ASEAN+6 Variabel Bebas Model 1 (Seluruh

Negara ASEAN+6)

Model 2 (Negara

Maju di ASEAN+6)

Model 3 (Negara

Berkembang di

ASEAN+6)

Q

LN_DCBS

LN_DCPS

LN_M2

GDS

TRADE

GOV

INF

R-squared

Prob (F-Statistic)

Durbin-Watson Stat

[-6.70E-05]

(0.0000)*

[0.212728]

(0.0137)*

[-3.758937]

(0.0000)*

[0.654257]

(0.0000)*

[6.93E-12]

(0.0000)*

[0.099963]

(0.0000)*

[-0.094732]

(0.0000)*

[-0.061840]

(0.0000)*

0.999728

0.000000

2.212628

[-7.67E-05]

(0.0026)*

[1.342159]

(0.0380)*

[-4.172936]

(0.0013)*

[0.497404]

(0.0086)*

[7.82E-12]

(0.0419)*

[0.141677]

(0.0000)*

[-0.084231]

(0.0002)*

[-0.140875]

(0.0009)*

0.921122

0.000000

2.330546

[0.000261]

(0.2969)

[4.446616]

(0.0010)*

[0.058806]

(0.9763)

[-0.543877]

(0.5081)

[7.30E-12]

(0.0387)*

[0.056557]

(0.0000)*

[0.564432]

(0.0017)*

[-0.052876]

(0.4620)

0.833494

0.000000

2.164198

Keterangan : […] nilai koefisien

(…) nilai probabilitas

(*) signifikan pada taraf nyata lima persen

Berdasarkan tanda dan signifikansi variabel bebas pertama dalam model

yakni GDP Perkapita (Q) dapat dianalisis bahwa pada Model 1, pertumbuhan

ekonomi (pertumbuhan GDP Perkapita tahunan) signifikan dipengaruhi oleh

tingkat GDP Perkapita di negara-negara anggota ASEAN+6. Pada hasil estimasi

Model 1, didapatkan hasil bahwa kenaikan 1 persen pada GDP Perkapita

ASEAN+6 akan menyebabkan penurunan persen pada pertumbuhan

ekonomi tahun berlaku, ceteris paribus. Sedangkan pada Model 2, GDP Perkapita

juga signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dimana kenaikan 1 persen

pada GDP Perkapita negara-negara maju ASEAN+6 akan menyebabkan

Page 64: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

52

penurunan persen pada pertumbuhan ekonomi tahun berlaku, ceteris

paribus. Pada Model 3, GDP perkapita justru tidak signifikan memengaruhi

pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6. Dengan besaran koefisien

yang demikian, dapat diartikan bahwa perubahan GDP Perkapita memberikan

pengaruh negatif yang relatif rendah pada perubahan pola pertumbuhan ekonomi

di kawasan kerjasama ASEAN+6. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang

berlaku. Menurut Bakaert et al. dalam Hassan (2010), tingkat GDP Perkapita yang

rendah berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan

asumsi tergantung pada variabel lain. Sebagian besar negara dengan tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi (negara berkembang) cenderung memiliki

tingkat GDP Perkapita yang rendah, Sebaliknya negara maju yang telah mencapai

kondisi pertumbuhan ekonomi mapan (Steady State) cenderung memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi yang rendah dengan level GDP Perkapita masyarakatnya

yang tinggi. Sehingga hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan level GDP

Perkapita suatu negara tergantung pada kondisi perekonomian negara tersebut.

Variabel bebas yang dianalisis selanjutnya adalah variabel pembangunan

finansial pertama yakni Kredit Domestik oleh Sektor Perbankan atau Domestic

Credit Provided by Banking Sector (DCBS). Pada Model 1, variabel DCBS

signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ekonomi ASEAN+6.

Tanda positif pada koefisien variabel ini menunjukkan adanya hubungan positif

antara tingkat DCBS atau kredit domestik perbankan dengan pertumbuhan

ekonomi di negara-negara ASEAN+6. Pada Model 1, kenaikan 1 persen pada

DCBS atau kredit domestik perbankan di kawasan kerjasama ASEAN+6, akan

menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.21 persen, ceteris

paribus. Hal yang sama juga ditemukan pada Model 2 dan Model 3, dimana

DCBS signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pada Model 2, kenaikan 1

persen pada DCBS atau kredit domestik perbankan di negara-negara maju

ASEAN+6, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.34

persen, ceteris paribus. Sedangkan pada Model 3 kenaikan 1 persen pada DCBS

atau kredit domestik perbankan di negara-negara berkembang ASEAN+6, akan

menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 4.44 persen, ceteris

paribus. Hasil estimasi ini sejalan dengan hasil temuan Levine (2005), Hassan et

al. (2010) untuk dua penelitian sejenis yang dilakukannya, Mukhlis (2011), serta

Marissa (2004), bahwa memang terdapat hubungan positif yang kuat antara kredit

domestik terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Levine dalam Hassan (2010),

tingkat DCBS yang semakin tinggi berimplikasi pada derajat ketergantungan yang

lebih tinggi lagi terhadap pendanaan sektor perbankan di suatu negara. Atau

dengan kata lain, tingkat DCBS yang lebih tinggi juga berimplikasi pada derajat

pembangunan finansial yang lebih tinggi, karena bank lebih mampu untuk

menyediakan pendanaan finansial dengan lebih maksimal. Hasil estimasi tersebut

menunjukkan bahwa kredit domestik perbankan di ASEAN+6 berpengaruh cukup

besar dalam pembangunan kondisi finansial masing-masing negara hingga

berdampak pada peningkatan jumlah uang beredar (M2) dan akhirnya mampu

menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Variabel bebas selanjutnya dalam model adalah Kredit Domestik untuk

Sektor Swasta atau Domestic Credit to Private Sector (DCPS). Berdasarkan hasil

estimasi Model 1, variabel DCPS signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi

di kawasan ekonomi ASEAN+6. Pada Model 1, kenaikan 1 persen pada DCPS

Page 65: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

53

atau kredit domestik swasta di kawasan kerjasama ASEAN+6, akan menyebabkan

penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 3.75 persen, ceteris paribus. Pada

Model 2, DCPS juga signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan

interpretasi koefisien bahwa kenaikan 1 persen pada DCPS atau kredit domestik

swasta di negara-negara maju ASEAN+6, akan menyebabkan penurunan

pertumbuhan ekonomi sebesar 4.17 persen, ceteris paribus. Sedangkan pada

Model 3, DCPS tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi ASEAN+6.

Hasil estimasi terkait DCPS ini sejalan dengan hasil penelitian Kennedy (2013)

dan Hassan et al. (2010) untuk beberapa studi kasus negara berpenghasilan tinggi

(High Income). Berdasarkan teori, rasio DCPS yang semakin tinggi tidak hanya

mengindikasikan tingkat investasi domestik yang semakin tinggi, tetapi juga

mengindikasikan kondisi sistem pembangunan finansial yang semakin matang.

Menurut Levine (2005), sistem keuangan yang mengalokasikan lebih banyak

kredit ke sektor swasta lebih mungkin untuk terlibat dalam upaya meneliti atau

menyelidiki perusahaan peminjam, meningkatkan pengendalian perusahaan,

menyediakan kontrol manajemen risiko, memfasilitasi transaksi, dan memobilisasi

tabungan, yang mana memerlukan derajat tingkat pembangunan keuangan yang

lebih tinggi. Hasil estimasi dalam kasus ASEAN+6 ini berbeda dengan teori yang

berlaku dimana seharusnya terdapat hubungan positif antara DCPS atau Kredit

Domestik Sektor Swasta dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam Hassan et al.

(2010), kondisi ini diyakini terjadi akibat kondisi jasa keuangan di kawasan

ASEAN+6 dan negara-negara maju ASEAN+6 lebih condong ke arah pasar

keuangan (perbankan) daripada pengembangan pasar modal. Diyakini pula bahwa

proksi ukur yang digunakan mungkin tidak sesuai untuk mengukur pembangunan

finansial untuk kasus negara-negara maju. Tidak semua indikator pembangunan

finansial mampu mengukur performa pembangunan finansial dengan kekuatan

yang sama. Menurut Aribas et al.(2009), integrasi finansial seringkali jauh lebih

kompleks, sehingga teori yang berlaku tidak sesuai realitas.

Variabel pembangunan finansial selanjutnya yang diestimasi dalam

model adalah Jumlah Uang Beredar atau M2. Pada Model 1 dan 2, variabel M2

signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Tanda positif pada koefisien

variabel M2 menandakan adanya korelasi positif antara M2 dan pertumbuhan

ekonomi. Kenaikan 1 persen pada M2 atau jumlah uang beredar di kawasan

kerjasama ASEAN+6, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0.65 persen, ceteris paribus pada Model 1, dan mampu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi sebesar 0.49 persen, ceteris paribus pada Model 2 (negara

maju). Sedangkan M2 justru tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi

pada Model 3 (negara berkembang). Hasil estimasi ini sejalan dengan hasil

penelitian Maretha (2012) dan Mukhlis (2011), dimana M2 memiliki hubungan

korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan sekaligus membuktikan

bahwa M2 adalah proksi pembangunan finansial yang membenarkan hipotesis

adanya hubungan positif yang kuat antara pembangunan finansial dan

pertumbuhan ekonomi. Jumlah Uang Beredar didefinisikan sebagai jumlah uang

untuk kebutuhan transaksi ditambah dengan uang kuasi. Peningkatan aliran kredit

domestik dan simpanan pada suku bunga kredit dan suku bunga tabungan yang

kompetitif di suatu negara, akan mengindikasikan peningkatan M2 di suatu negara.

Hal ini akan berdampak pada peningkatan total output agregat perekonomian dan

peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Page 66: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

54

Variabel pembangunan finansial terakhir yang dianalisis dalam model

adalah Simpanan Kotor Domestik atau Gross Domestic Savings (GDS). Pada

ketiga model, variabel GDS signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pada

Model 1, kenaikan 1 persen pada GDS atau simpanan kotor domestik di kawasan

kerjasama ASEAN+6, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi

sebesar persen, ceteris paribus. Sedangkan pada Model 2, kenaikan 1

persen pada GDS di negara-negara maju ASEAN+6, akan menyebabkan

peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar persen, ceteris paribus.

Kemudian pada Model 3, kenaikan 1 persen pada GDS di negara-negara

berkembang ASEAN+6, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi

sebesar persen, ceteris paribus. Hasil estimasi ini sejalan dengan hasil

penelitian Marissa (2004), serta Hassan et al.(2010) untuk dua penelitiannya yang

berbeda dengan studi kasus negara-negara OECD dan OIC. Walaupun pengaruh

peningkatan pertumbuhan ekonomi akibat peningkatan GDS tidak terlalu besar di

ASEAN+6, namun hasil estimasi ini mampu membenarkan adanya hubungan

jangka panjang dan positif antara tabungan atau simpanan dan pertumbuhan

ekonomi seperti prediksi Pagano dalam Hassan (2010). Tingkat simpanan

domestik yang tinggi berimplikasi pada volume investasi yang semakin tinggi

sehingga mampu menunjang pembangunan finansial suatu negara. Suku bunga riil

positif dalam hal ini dibutuhkan untuk menstimulasi simpanan dan investasi serta

meningkatkan jumlah uang beredar sehingga tercapai pembangunan finansial dan

pertumbuhan ekonomi yang mantap.

Variabel bebas lainnya yang dibahas dalam model adalah variabel

indikator performa sektor riil yang pertama yakni perdagangan (TRADE).

Variabel bebas TRADE signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam

ketiga model. Kenaikan 1 persen pada TRADE atau perdagangan di kawasan

kerjasama ASEAN+6 akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0.099 persen pada Model 1, 0.141 persen pada Model 2 (negara maju),

dan 0.056 persen pada Model 3 (negara berkembang), ceteris paribus. Hasil

estimasi ini sesuai dengan teori yang berlaku dan sejalan dengan hasil penelitian

Hassan et al. (2010), Mukhlis (2011), dan Maretha (2012). Peningkatan dalam

jumlah ekspor mengindikasikan adanya permintaan luar negeri terhadap barang

domestik yang meningkat. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan jumlah

output perekonomian yang diproduksi, peningkatan investasi dan peningkatan

penggunaan input faktor produksi. Penambahan dalam output perekonomian akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, ekspor juga

menghasilkan devisa yang dihitung sebagai pendapatan negara. Dari sisi impor,

dengan berlandaskan diri pada teori keunggulan komparatif, seharusnya negara-

negara tertentu yang tak efisien berproduksi dalam satu jenis jasa atau komoditi

lebih baik mengimpor dari negara lain yang berspesialisasi di bidang tersebut.

Sebaliknya, untuk meredam ketergantungan impor, negara tersebut harus mampu

meningkatkan performa ekspor jasa atau komoditi yang mampu dispesialisasikan

sebaik mungkin oleh negara tersebut. Dengan demikian perdagangan akan

menjadi mesin pertumbuhan ekonomi (engine of growth) yang sangat

memengaruhi pertumbuhan ekonomi, perputaran uang dan bisnis serta

pembangunan finansial suatu negara.

Selanjutnya, variabel indikator sektor riil yang akan dianalisis dalam

model adalah pengeluaran pemerintah atau Government Expenditure (GOV).

Page 67: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

55

Variabel pengeluaran pemerintah atau GOV berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi pada ketiga model. Kenaikan 1 persen pada GOV atau

pengeluaran pemerintah di kawasan kerjasama ASEAN+6, akan menyebabkan

penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.094 persen pada Model 1, dan 0.084

persen pada Model 2 (negara maju), ceteris paribus. Pada Model 3, kenaikan 1

persen pada GOV atau pengeluaran pemerintah di negara-negara berkembang

ASEAN+6, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.564

persen, ceteris paribus. Hasil estimasi ini sejalan dengan hasil penelitian Permata

(2011), Maretha (2012) dan Hassan et al.(2010). Pendekatan model IS-LM

menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluaran

konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw,

2002). Pengeluaran pemerintah menunjukkan dampak yang berbeda dalam

hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi baik di negara maju dan negara

berkembang (Permata 2011). Pada negara-negara maju ditemukan korelasi negatif

antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Di negara maju sistem

perekonomian pasar bebas lebih dominan, dimana semua aspek kegiatan ekonomi

dialihkan ke pihak swasta dan bukan didominasi oleh pemerintah. Sistem

perekonomian pasar bebas di negara maju didukung dengan masyarakat yang

produktif, sehingga masyarakat memiliki daya saing yang tinggi dan tidak

menimbulkan ketimpangan standar kehidupan antar masyarakat. Pada pola

masyarakat seperti ini, pengeluaran pemerintah secara langsung untuk pendanaan

proyek produktif tidak lagi banyak berperan dalam peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Pengeluaran pemerintah pada negara maju cenderung dialokasikan

untuk dana jaminan sosial guna meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan

masyarakat dan bukan lagi fokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Berbeda dengan itu, pada negara berkembang didapatkan hubungan positif antara

pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah

masih sangat dibutuhkan di negara berkembang. Banyaknya kegagalan sistem

pasar di negara berkembang mengharuskan pemerintah untuk mengambil

kebijakan mengatasi kegagalan pasar. Barang publik yang dibutuhkan negara

berkembang tidak efektif apabila disediakan oleh sektor swasta. Selain itu,

peningkatan pendapatan masyarakat di negara berkembang masih tergantung pada

kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran pemerintah

menjadi sangat produktif di negara berkembang. Hal tersebut menyebabkan

pengeluaran pemerintah menjadi faktor penting dan produktif bagi peningkatan

pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Variabel bebas terakhir yang diestimasi dalam model adalah variabel

inflasi atau inflation (INF). Inflasi merupakan variabel indikator sektor riil yang

juga dimasukkan dalam model untuk mengontrol distorsi harga (Hassan et al.

2010). Pada Model 1 dan Model 2, inflasi berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Kenaikan 1 persen pada INF atau inflasi di kawasan

kerjasama ASEAN+6, akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0.06 persen pada Model 1 dan 0.140 persen pada Model 2, ceteris paribus.

Sedangkan pada Model 3, inflasi tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan

ekonomi. Sejalan dengan dua penelitian Hassan et al. (2010) lainnya, inflasi yang

merupakan fenomena kenaikan harga barang secara umum merupakan fenomena

yang akan melemahkan minat konsumsi produktif, simpanan dan investasi di

Page 68: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

56

suatu negara, sehingga akan berdampak pada pelemahan perputaran uang, jumlah

uang beredar, pembangunan finansial dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Berdasarkan ulasan hasil estimasi model di atas dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan positif antara pembangunan jasa finansial terhadap

pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori yang berlaku pada penelitian Stiglitz

(1998), Levine (2005), Hassan et al. (2010), Mukhlis (2011), dan Kennedy (2013).

Variabel pembangunan finansial yang dijadikan proksi pembangunan finansial

pada pemodelan ini yakni DCBS, M2, dan GDS berpengaruh signifikan dan

berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel indikator

sektor riil yakni perdagangan juga, berpengaruh signifikan positif terhadap

pertumbuhan ekonomi, dimana inflasi justru berpengaruh negatif.

Untuk melakukan analisis secara khusus mengenai dampak kerjasama

ASEAN+6 terhadap pertumbuhan ekonomi untuk setiap individu negara anggota

ASEAN+6 dalam model, maka perlu dilakukan interpretasi terhadap nilai

keragaman individu atau individual heterogeneity dalam model data panel statis

tersebut (data terlampir). Efek individu menggambarkan besar pengaruh

pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing negara bila variabel bebas lain

dianggap konstan atau tidak berpengaruh. Pada Model 2 (negara maju), tanpa

pengaruh dari variabel bebas lainnya (GDP Perkapita, DCBS, DCPS, M2, GDS,

Perdagangan, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi), besar pertumbuhan ekonomi

Singapura adalah sebesar (2.075841+ 3.001262) atau sebesar 5.077103, kemudian

diikuti dengan New Zealand sebesar (1.480787+ 3.001262) atau sebesar 4.482049,

Brunei Darussalam sebesar (0.369994+ 3.001262) atau sebesar 3.371256,

Australia sebesar (-0.302618+ 3.001262) atau sebesar 2.698644, Jepang sebesar

(-1.039329+ 3.001262) atau sebesar 1.961933, dan Korea Selatan sebesar(-

2.584674 + 3.001262) atau sebesar 0.416588. Sedangkan pada Model 3 (negara

berkembang), tanpa pengaruh dari variabel bebas lainnya (GDP Perkapita, DCBS,

DCPS, M2, GDS, Perdagangan, Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi), besar

pertumbuhan ekonomi Cina adalah sebesar (8.343142+45.35304) atau sebesar

53.696182, Thailand sebesar (1.134146 +45.35304 ) atau sebesar 46.487186,

Malaysia sebesar (-1.292534+45.35304) atau sebesar 44.060506, Indonesia

dengan nilai sebesar (-1.871397 +45.35304) atau sebesar 43.481646, India

sebesar (-2.178377 +45.35304) atau sebesar 43.174663, dan terakhir Filipina

sebesar (-4.134980 +45.35304) atau sebesar 41.21806.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa kondisi umum sektor

jasa keuangan di Indonesia masih didominasi oleh sektor pasar uang - perbankan,

dimana sektor non-perbankan masih belum beroperasi secara efisien. Dalam

beberapa tahun terakhir juga diketahui bahwa pertumbuhan GDP, jumlah uang

beredar dan kredit di Indonesia kian turun akibat isu dan realisasi tapering off dan

pelemahan nilai tukar. Di tengah kondisi pertumbuhan kredit yang menurun,

proporsi pembiayaan terhadap kredit modal kerja terhadap korporasi di Indonesia

adalah tetap yang paling besar, dimana pengalokasian kredit rumahtangga terbesar

Page 69: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

57

dialirkan pada sektor kredit perumahan, multiguna, dan kendaraan. Pada pasar

ASEAN+6 representatif Singapura, diketahui bahwa lembaga keuangan

perbankan masih mendominasi pasar uang Singapura dimana sektor non-

perbankan cukup bersaing. Terdapat tingkat pertumbuhan GDP perkapita yang

divergen (pola menyebar) antar negara anggota ASEAN+6, dengan proporsi

DCBS, DCPS, M2, dan GDS yang terus meningkat dengan arah dan kecepatan

yang berbeda dari tahun ke tahun.

Keunggulan komparatif sektor jasa finansial dan asuransi Indonesia masih

belum optimal. Pada pasar ASEAN+6 sendiri, keunggulan komparatif Indonesia

cukup tertinggal karena hanya menempati posisi ke-7 dari 12 negara dalam

analisis. Singapura memiliki keunggulan komparatif atas jasa finansial terbaik

dengan performa ekspor jasa finansial dan asuransi tertinggi di kawasan kerjasama

ASEAN+6.

Pada analisis Model 1 (seluruh negara ASEAN+6) dan Model 2 (negara

maju ASEAN+6), seluruh variabel bebas dalam model signifikan memengaruhi

pertumbuhan ekonomi. M2 dan Kredit Domestik Perbankan merupakan variabel

pembangunan finansial yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

ASEAN+6 dan golongan negara maju ASEAN+6, bersama-sama dengan

Simpanan Kotor Domestik dan variabel sektor riil perdagangan. Pada Model 3

(negara berkembang ASEAN+6), variabel pembangunan finansial Kredit

Domestik Perbankan dan Simpanan Kotor Domestik serta variabel sektor riil

perdagangan, dan pengeluaran pemerintah signifikan memengaruhi pertumbuhan

ekonomi dimana Kredit Domestik Perbankan, pengeluaran pemerintah dan

perdagangan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi negara berkembang ASEAN+6. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan positif antara pembangunan finansial dan pertumbuhan

ekonomi.

Saran

Berdasarkan pembahasan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya ,

maka saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Indonesia dan segenap badan terkait diharapkan mampu

meningkatkan performa sektor jasa finansial non-perbankan. Sosialisasi

dan edukasi terkait jasa layanan keuangan non-perbankan dan perbankan

kepada seluruh lapisan masyarakat, penganekaragaman produk non-

perbankan serta perbankan yang diciptakan dengan tetap memperhatikan

kemudahan akses oleh seluruh lapisan masyarakat dan pengurangan

hambatan birokrasi dalam proses registrasi dalam layanan jasa keuangan

non-perbankan dan perbankan, merupakan langkah-langkah yang dapat

diambil untuk memaksimalkan potensi jasa keuangan, khususnya pada

sektor non-perbankan tanah air.

2. Penganekaragaman produk finansial dan asuransi di pasar ASEAN+6, baik

oleh lembaga keuangan perbankan maupun non-perbankan harus terus

ditingkatkan. Tentu saja dengan dibarengi dengan birokrasi yang tak

berbelit dan jaminan hukum yang jelas, sehingga mampu meminimalisir

risiko keuangan. Secara khusus di Indonesia, upaya ini harus terus

Page 70: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

58

dilakukan untuk meningkatkan kesiapan liberalisasi jasa keuangan

Indonesia pra-MEA 2015, juga sekaligus dapat meningkatkan performa

ekspor produk jasa keuangan Indonesia sehingga akhirnya mampu

meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan jasa finansial di

kawasan ASEAN+6 .

3. Upaya peningkatkan performa pembangunan finansial dan pertumbuhan

ekonomi negara-negara anggota ASEAN+6 berbeda-beda tergantung pada

kondisi perekonomian negara tersebut. Untuk golongan negara maju

ASEAN+6, upaya pengoptimalan M2, Kredit Domestik Perbankan,

Simpanan Kotor Domestik, dan perdagangan diharapkan mampu

memaksimalkan pertumbuhan ekonomi dan kesiapan jasa finansial yang

menjelang MEA 2015. Sedangkan pada golongan negara berkembang

termasuk Indonesia, upaya pengoptimalan Kredit Domestik Perbankan,

pengeluaran pemerintah dan perdagangan diharapkan mampu

memaksimalkan kesiapan jasa finansial menuju MEA 2015.

4. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kondisi pembangunan jasa

finansial di kawasan internal ASEAN yang melibatkan seluruh negara

anggota ASEAN tanpa kecuali, sehingga gambaran kondisi kesiapan dan

daya saing ASEAN dalam menghadapi liberalisasi finansial MEA 2015

dapat lebih jelas.

5. Ke depan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti hubungan

pembangunan finansial terhadap pembukaan lapangan kerja,

pengangguran dan bahkan bila mungkin dikaitkan dengan kemiskinan,

dalam kerangka liberalisasi pertukaran tenaga kerja profesional MEA 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Achsani NA. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN+3: Antara Peluang dan Ancaman.

Bogor (ID) : Brighten Institute.

Arribas I, Perez F, Ausina ET. 2009. The Determinants of International Financial

Integration Revisited : The Role of Networks and Geographic Neutrality.

MPRA.22-24. doi:18717.

Baltagi B. 1995. Econometric Analysis of Panel Data. Englan (GB): John

Wiley&Sons.Ltd.

Baltagi B. 2005. Econometric Analysis of Panel Data Third Edition. Englan (GB):

John Wiley&Sons.Ltd.

Bank Indonesia. 2008. Meraih Sukses Bisnis dengan Dukungan Pembiayaan

Perbankan. Jakarta (ID) : PPM.

Dewi AS. 2013. Analisis Daya Saing dan Permintaan Pariwisata Indonesia di

Pasar ASEAN [skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.

Bogor (ID) : IPB Press .

Gujarati D. 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. New York (US) :

McGraw-Hill.

Gujarati D. 2006. Essentials of Econometrics Third Edition. United States

Military Academy, West Point (US): McGraw-Hill International Edition.

Page 71: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

59

Hassan MK, Sanchez B, Suk-Yu J. 2010. Financial Development and economic

growth : New Evidence from Panel Data. The Quarterly Review of Economics

and Finance Elsevier. 88-95. doi: 10.1016/j.qref.2010.09.001.

Hassan MK, Sanchez B, Suk-Yu J. 2010. Financial Development and economic

growth in The Organization of Islamic Conference Countries. JKAU Islamic

Econ. 24 (1).149-157. doi:10.4197/Islec 24-1.6.

Hermansyah. 2011. Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta

(ID) : Kencana.

Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). 2004. Towards Realizing An

ASEAN Community-A Brief Report on the ASEAN Community Roundtable.

Singapore (SG) : ISEAS Publications.

Kementerian Keuangan. 2012. Laporan Hasil Kajian – Liberalisasi Jasa Keuangan

Indonesia Dalam Menghadapi Paket Ke-6 Perundingan Liberalisasi Jasa

Keuangan ASEAN. Jakarta (ID) : Kemenkeu.

Kementerian Koordinator Perekonomian. 2013. Tinjauan Persiapan Menuju

ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Jakarta (ID) : Kemenko

Perekonomian.

Kennedy A. 2013.Financial Opennes and Growth : 2000-2010. Papperdine Policy

Review. 6 (4).13-20. doi: 5-27-2013.

Levine R, Loayza N, Beck T. 1995. Financial Intermediation and Growth :

Causality and Causes. Journal of Monetary Economics Elsevier. 53-63.

doi:S0304-3932(00)00017-9.

Levine R. 2005. Finance and Growth : Theory and Evidence. Elsevier Science.

IA (1).921-923. doi:10.1016/S1574-0684(05)01012-9.

Mankiw NG. 2002. Macroeconomics. Fifth Edition. New York (US): RR

Donneley&Sons.

Maretha VR. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan

Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi : Studi Komparatif

Negara-Negara ASEAN+6 [skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Marissa S. 2004. Analisis Kredit Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia Periode 1983-2002 [skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

McKinnon R. 1973. Money and Capital in Economic Development . Washington

DC (US): The Brooking Institution.

Muchlis I. 2011. Kausalitas Dinamis Antara Financial Development, Liberalisasi

Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Dalam Menyongsong

Pemberlakuan ASEAN Economic Community. Universitas Negeri

Malang.1(1):3-5.

Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Pedagangan Internasional dan Aplikasinya

di Indonesia Bagian I. Bogor (ID) : Departemen Ilmu Ekonomi IPB.

Permata DR. 2011. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di

Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel [skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Stiglitz J. 1998. The Role of the Financial System in Development. World Bank

Proceeding. 1(1):13-15

[APEC]. 2013. APEC Workshop on Measuring Services Trade – Statistical

Capacity Buliding and Networking. Medan(ID): APEC Secretariat.

[Asian Development Bank]. 2013. Key Indicators for Asia and The Pacific 2013.

Jakarta : ADB Secretariat.

Page 72: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

60

[Asian Development Bank]. 2012. Outlook 2012 Update. Jakarta : ADB

Secretariat.

[Asian Development Bank]. 2011. Outlook 2011 Update. Jakarta : ADB

Secretariat.

[Bank Indonesia]. 2013. Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama

Internasional Triwulan III 2013. Jakarta : BI.

[Bank Indonesia]. 2013. Perkembangan Uang Beredar (M2), Dana, Kredit, Serta

Suku Bunga Perbankan November 2013. Jakarta : BI.

[Bank Indonesia]. 2013. Kajian Stabilitas Keuangan No.21 September 2013.

Jakarta : BI.

[BAPPENAS]. 2013. Financial Inclusion di Indonesia. Jakarta : BAPPENAS.

[CEPEA]. 2008. CEPEA Report. Cebu : CEPEA Secretariat.

[Indeks Mundi]. 2014. Financial Sectors Indicators. Diakses melalui

http://www.indexmundi.com/facts/topics/financial-sector.

[International Monetary Fund]. 2014. IMF Data and Statistics. Diakses melalui

https://www.imf.org/external/data.htm.

[Monetary Authority of Singapore]. 2013. Financial Stability Review December

2013. Singapore : MAS.

[SEADI USAID]. 2012. Indonesia and The ASEAN Framework for Regional

Economic Cooperation . US : Nathan Associates Inc.

[Universitas Indonesia]. 2010. Pengolahan Data Panel. Jakarta : Laboratorium

Komputasi FEUI.

[World Bank]. 2014. World Development Indicators. Diakses melalui

http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators.

[World Economic Forum]. 2011. Insight Report-The Financial Development

Report 2011. USA : WEF.

Kementerian Perdagangan. 2014. 01 Febuari. Definisi RCA. Website Resmi

Kementrian Perdagangan [internet]. [diunduh 2014 Febuari 01]. Tersedia pada

http://www.kemendag.go.id/addon/rca/index.php?isi=2.

Rudolf DW. 2014. 29 Januari. GDS Relatif Turun. Metronews. Economics and

Finance [internet]. [diunduh 2014 Febuari 01]. Tersedia pada

http://www.metrotvnews.com/metronews/ekonomi/40.

Page 73: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

61

LAMPIRAN

MODEL 1. SELURUH NEGARA ASEAN+6

Lampiran 1. Statistik Deskriptif Variabel

Lampiran 2. Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 15.690529 8 0.0470

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas

0

4

8

12

16

20

-3 -2 -1 0 1 2

Series: Standardized Residuals

Sample 2000 2012

Observations 156

Mean -2.38e-16

Median 0.103479

Maximum 2.129504

Minimum -2.813254

Std. Dev. 0.958721

Skewness -0.388398

Kurtosis 2.941221

Jarque-Bera 3.944643

Probability 0.139133

Page 74: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

62

Lampiran 4. Korelasi antar Variabel

Lampiran 5. Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model ) Data Panel

Dependent Variable: GROWTH

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 02/13/14 Time: 14:13

Sample: 2000 2012

Periods included: 13

Cross-sections included: 12

Total panel (balanced) observations: 156

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Q -6.70E-05 2.00E-06 -33.55522 0.0000

LN_DCBS 0.212728 0.085154 2.498163 0.0137

LN_DCPS -3.758937 0.090401 -41.58072 0.0000

LN_M2 0.654257 0.007692 85.05893 0.0000

GDS 6.93E-12 3.38E-13 20.48876 0.0000

TRADE 0.099963 0.000492 202.9989 0.0000

GOV -0.094732 0.000245 -386.7220 0.0000

INF -0.061840 0.001555 -39.75654 0.0000

C 0.375654 0.171491 2.190514 0.0302 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.999728 Mean dependent var -14.62639

Adjusted R-squared 0.999690 S.D. dependent var 59.38483

S.E. of regression 1.023502 Sum squared resid 142.4678

F-statistic 26278.42 Durbin-Watson stat 2.212628

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.747231 Mean dependent var 3.226607

Sum squared resid 443.4638 Durbin-Watson stat 2.097552

Page 75: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

63

Lampiran 6. Hasil Estimasi Model REM (Random Effect Model ) Data Panel

Dependent Variable: GROWTH

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Date: 02/13/14 Time: 14:18

Sample: 2000 2012

Periods included: 13

Cross-sections included: 12

Total panel (balanced) observations: 156

Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Q -5.18E-05 1.86E-05 -2.786785 0.0060

LN_DCBS -0.115153 0.771386 -0.149280 0.8815

LN_DCPS 0.039763 0.816431 0.048703 0.9612

LN_M2 0.049986 0.090120 0.554668 0.5800

GDS 3.22E-12 2.17E-12 1.482794 0.1403

TRADE 0.101975 0.009373 10.87934 0.0000

GOV -0.148644 0.056758 -2.618901 0.0097

INF -0.071517 0.074573 -0.959019 0.3391

C 3.793145 1.607575 2.359544 0.0196 Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 1.109223 0.2741

Idiosyncratic random 1.804899 0.7259 Weighted Statistics R-squared 0.506453 Mean dependent var 1.327257

Adjusted R-squared 0.479594 S.D. dependent var 2.566581

S.E. of regression 1.851511 Sum squared resid 503.9294

F-statistic 18.85553 Durbin-Watson stat 1.947594

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.605984 Mean dependent var 3.226607

Sum squared resid 691.2697 Durbin-Watson stat 1.419778

Page 76: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

64

MODEL 2. NEGARA MAJU ASEAN+6 (HIGH INCOME COUNTRIES)

Lampiran 7. Statistik Deskriptif Variabel

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 9. Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model ) Data Panel

Dependent Variable: GROWTH

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 04/09/14 Time: 15:43

Sample: 2000 2012

Periods included: 13

Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 78

Linear estimation after one-step weighting matrix

White diagonal standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Q -7.67E-05 2.44E-05 -3.140580 0.0026

0

2

4

6

8

10

12

-2 -1 0 1 2

Series: Standardized Residuals

Sample 2000 2012

Observations 78

Mean -1.14e-17

Median 0.005574

Maximum 2.522785

Minimum -2.278166

Std. Dev. 0.970301

Skewness 0.001565

Kurtosis 2.683932

Jarque-Bera 0.324703

Probability 0.850142

Page 77: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

65

LN_DCBS 1.342159 0.633564 2.118429 0.0380

LN_DCPS -4.172936 1.239174 -3.367515 0.0013

LN_M2 0.497404 0.183368 2.712603 0.0086

GDS 7.82E-12 3.77E-12 2.076299 0.0419

TRADE 0.141677 0.004641 30.52777 0.0000

GOV -0.084231 0.021693 -3.882789 0.0002

INF -0.140875 0.040441 -3.483422 0.0009

C 3.001262 1.270574 2.362130 0.0212 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.921122 Mean dependent var 2.126914

Adjusted R-squared 0.905100 S.D. dependent var 4.083152

S.E. of regression 1.064295 Sum squared resid 72.49429

F-statistic 57.49099 Durbin-Watson stat 2.330546

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.713439 Mean dependent var 1.744958

Sum squared resid 192.1353 Durbin-Watson stat 2.072747

Lampiran 10.Efek Individu

CROSSID Effect

1 SINGAPURA 2.075841

2 BRUNEI 0.369994

3 JEPANG -1.039329

4 KORSEL -2.584674

5 NEW Z 1.480787

6 AUSTRALIA -0.302618

Page 78: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

66

MODEL 3. NEGARA BERKEMBANG ASEAN+6 (LOW-MIDDLE INCOME

COUNTRIES)

Lampiran 11. Statistik Deskriptif Variabel

Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 13. Hasil Estimasi Model FEM (Fixed Effect Model ) Data Panel

Dependent Variable: GROWTH

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 04/09/14 Time: 20:21

Sample: 2000 2012

Periods included: 13

Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 78

Linear estimation after one-step weighting matrix

White diagonal standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Q 0.000261 0.000248 1.051577 0.2969

0

2

4

6

8

10

12

14

-2 -1 0 1 2

Series: Standardized Residuals

Sample 2000 2012

Observations 78

Mean 1.14e-17

Median 0.035385

Maximum 2.482811

Minimum -2.454355

Std. Dev. 0.970619

Skewness -0.205875

Kurtosis 3.165052

Jarque-Bera 0.639537

Probability 0.726317

Page 79: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

67

LN_DCBS 4.446616 1.294796 3.434221 0.0010

LN_DCPS 0.058806 1.973084 0.029804 0.9763

LN_M2 -0.543877 0.817290 -0.665463 0.5081

GDS 7.30E-12 3.46E-12 2.111360 0.0387

TRADE 0.056557 0.009642 5.865508 0.0000

GOV 0.564432 0.172593 3.270307 0.0017

INF -0.052876 0.071450 -0.740046 0.4620

C 45.35304 25.40368 1.785294 0.0790 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.833494 Mean dependent var 2.824667

Adjusted R-squared 0.799672 S.D. dependent var 2.624663

S.E. of regression 1.064643 Sum squared resid 72.54180

F-statistic 24.64380 Durbin-Watson stat 2.164198

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.751928 Mean dependent var 4.708256

Sum squared resid 183.9381 Durbin-Watson stat 2.156990

Lampiran 14. Efek Individu

CROSSID Effect

1 INDONESIA -1.871397

2 MALAYSIA -1.292534

3 FILIPINA -4.134980

4 THAILAND 1.134146

5 CINA 8.343142

6 INDIA -2.178377

Page 80: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

68

Page 81: ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL PEMBANGUNAN JASA … · dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. ... teks dan dicantumkan dalam Daftar

69

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Laura Cita Febrianty Simanjuntak. Lahir di Bogor,

08 Febuari 1992 dan merupakan putri pertama dari (Alm) Ir. Walden Simanjuntak

dan Jusliani Farida Simamora SH. Penulis adalah anak pertama dari dua

bersaudara dari adik bernama David Lawrence. Penulis mengawali pendidikan di

SDN 05 Pagi Pekayon Jakarta Timur pada tahun 1998 hingga 2004. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 91 Jakarta Timur pada tahun

2004 hingga 2007. Lalu pada tahun 2007 hingga 2010, penulis melanjutkan studi

menengah atas di SMA Negeri 99 Jakarta Timur. Pada tahun 2010 penulis

melanjutkan studi program sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur SNMPTN Tertulis.

Selama masa kuliah penulis aktif terlibat dalam kegiatan organisasi

mahasiswa. Penulis merupakan anggota Komisi Kesenian - Persekutuan

Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB), staff Divisi D’Bussiness and Corporation

Troops (DISTRO) – Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi

Pembangunan (HIPOTESA) periode 2011-2012, dan sempat menjadi Kepala

Bidang Perdagangan dan Industri Divisi Discussion and Analysis (DNA) -

HIPOTESA periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan

yakni menjadi staff Divisi LKTI dalam perhelatan HIPOTESA Exihibition in

Revolution (9TH

HIPOTEX-R), menjadi staff Divisi Acara Seminar KEENESIAN

dan Lomba LKTI Economic Championship (ECHAMP) Divisi DNA HIPOTESA,

serta beberapa kali berkesempatan menjadi moderator dalam sesi presentasi 9th

HIPOTEX-R serta dalam Seminar KEENESIAN DNA HIPOTESA. Penulis juga

aktif menyanyi dalam berbagai acara di dalam dan luar kampus serta pernah

menjadi mentor Bina Mapres Departemen PPSDM-BEM FEM tahun 2013.

Selama masa kuliah, penulis juga mengukir beberapa prestasi. Penulis

termasuk dalam sepuluh besar Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Ekonomi

2013. Penulis juga merupakan Asisten Pengajar MK Ekonomi Umum sejak tahun

2012 hingga 2013. Penulis juga pernah meraih Juara I Lomba LKTI Economic

Championship (ECHAMP) IPB 2012, meraih Juara II Lomba Artikel Ilmiah

Nasional ISMKMI Universitas Airlangga 2012, serta menjadi juara III dalam

Lomba Vocal Group se-Kota Bogor Yayasan Kasih Bangsa. Penulis juga

merupakan ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa - Bidang Penelitian (PKM-

P) didanai DIKTI 2013, peserta lomba esai nasional POLITIK CERIA BEM-FEM

IPB dan lomba esai nasional SAYEMBARA ESAI IRSAN NOOR tentang

Otonomi Daerah pada tahun 2013 serta merupakan penerima beasiswa Penunjang

Prestasi Akademik (PPA) hingga lulus.