evaluasi kinerja beberapa adsorben terhadap … · komisi pembimbing dan belum diajukan dalam...
TRANSCRIPT
EVALUASI KINERJA BEBERAPA ADSORBEN TERHADAP
PENGURANGAN KADAR DIASILGLISEROL DAN ASAM
LEMAK BEBAS DALAM MINYAK SAWIT KASAR
KHOERUL BARIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kinerja
Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak
Bebas dalam Minyak Sawit Kasar adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Khoerul Bariyah
NRP F251130291
RINGKASAN
KHOERUL BARIYAH. Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap
Pengurangan Kadar Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit
Kasar. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan PURWIYATNO
HARIYADI.
Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit kasar (Crude Palm
Oil/CPO) terbesar di dunia. Pada tahun 2014, sekitar 55,2 % (32 juta ton) dari
total produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dunia dikuasai oleh
Indonesia. Perkembangan terakhir berdasarkan data Oil World menunjukkan,
dalam kurun waktu 2010-2014, ternyata negara Indonesia juga merupakan
konsumen terbesar minyak sawit di dunia. Karena pentingnya CPO di Indonesia,
maka kualitas CPO yang dihasilkan harus sangat dijaga dan diperhatikan sehingga
dapat memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional.
Dua komponen penting yang mempengaruhi kualitas CPO adalah
diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (ALB). CPO mengandung DAG dan
ALB dengan kadar yang tinggi. DAG dalam minyak sawit adalah prekursor
pembentukan senyawa karsinogen 3-MCPD ester, sedangkan ALB yang tinggi
dapat menurunkan stabilitas minyak. Penambahan beberapa jenis adsorben ke
dalam CPO akan mereduksi kedua komponen tersebut melalui interaksi
kepolaran. Biasanya reduksi DAG menggunakan adsorben dilakukan terhadap
minyak sawit yang telah dimurnikan dengan kandungan ALB yang rendah.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai reduksi DAG dengan kadar ALB
yang tinggi dalam CPO. Tidak semua adsorben dapat menurunkan komponen
polar (seperti DAG) dalam minyak sawit. Selain itu, karakteristik awal CPO
diduga akan sangat menentukan proses adsorpsiyang terjadi. Sehingga tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan jenis adsorben yang paling baik dalam
menjerap diasilgliserol dan asam lemak bebas dalam CPO. Modifikasi
penambahan berbagai jenis adsorben sebelum pemurnian diharapkan dapat
meningkatkan kualitas CPO.
Penelitian dilakukan terhadap 3 jenis CPO berbeda kualitas (nilai ALB: 4, 6
dan 14) dan 6 jenis adsorben berbeda tingkat kepolaran (arang aktif, MgO,
Magnesol R-60, 3 jenis bleaching earth komersial). Proses kontak dilakukan pada
suhu 50 – 60 oC kondisi tanpa vakum. Hasil yang diperoleh pada kondisi tanpa
vakum belum dapat menurunkan DAG dan ALB secara signifikan terhadap ketiga
jenis CPO. Oleh karena itu dilakukan proses kontak pada suhu yang lebih tinggi,
yaitu 90 oC (dengan vakum) selama 30 menit dengan dosis adsorben 1 dan 3 %.
Karakterisitik CPO dan adsorben mempengaruhi proses reduksi DAG dan ALB.
Kombinasi antara adsorben bleaching earth tipe 1 dan MgO dapat menurunkan
ALB sebesar 70 % pada CPO dengan ALB 14 % dengan kondisi vakum, tetapi
tidak dapat menurunkan DAG. Penambahan beberapa adsorben pada kondisi
vakum dan tanpa vakum dapat menurunkan kadar total karoten dalam CPO, tetapi
adsorben MgO tunggal memiliki pengaruh terkecil karena perbedaan sifat
kepolaran antara keduanya.
Kata kunci: adsorben, asam lemak bebas, CPO, diasilgliserol.
SUMMARY
KHOERUL BARIYAH. Performance Evaluation of Selected Adsorbents to
Reduce Diacylglycerol and Free Fatty Acid in the Crude Palm Oil. Supervised by
NURI ANDARWULAN and PURWIYATNO HARIYADI.
Indonesia is the largest crude palm oil (CPO) producer in the world. In 2014,
55,2 % (32 million tons) of the world total CPO production is controlled by
Indonesia. The recent Oil World database show, in the period 2010 – 2014,
Indonesia is also the largest consumer of palm oil in the world. Because of the
importance of CPO in Indonesia, then the quality of CPO product must be highly
maintained such that it could suffice the needs of domestic and international.
Two components affecting the quality of CPO were diacylglycerol (DAG)
and free fatty acids (FFA). CPO contains the high values of DAG and FFA. DAG
in palm oil is known as the precursor of 3-MCPD esters compound, while high
FFA could reduce oil stability. The addition of an adsorbent would affect the
existence of those components through polarity interaction. DAG were usually
reduced by adsorbents on the refined palm oils with low FFA values. Research on
reduction of DAG in CPO (with high values of FFA) has not been done. Not all of
the adsorbents could reduce the polar component (such as DAG) in the CPO. In
addition, the initial characteristics of CPO may also influence the adsorption
process. Therefore the purpose of this study was to determine the best type of
adsorbent in reducing DAG and FFA in CPO. The modification using adsorbent
addition before refining process pottentially can increase the quality of CPO.
Research was carried out on three different types of CPO quality (as
indicated by FFA values of 4, 6 and 14 %) and six different types of adsorbents
with different polarity (activated carbon, MgO, Magnesol R-60, 3 types of
comersial bleaching earth). Contact process was performed at a temperature of 50-
60 oC (without vacuum). All of adsorbents have not been able to reduce both of
DAG and FFA significantly on the room condition. So that the process contacted
on the higher temperature, there is 90 oC (under vacuum) for 30 minutes at a dose
of adsorbent 1 and 3 %. Result showed that CPO and adsorbent characteristics
affected the reduction process of DAG and FFA. The combination of MgO and
bleaching earth type 1 could reduce FFA up to 70 % on CPO with FFA content 14
% on vacuum conditions, but did not reduce DAG. The addition of several
adsorbent under vacuum and without vacuum can reduce levels of total
carotenoids in the CPO, but single MgO adsorbent has the smallest effect due to
polarity differences between of them.
Keywords: adsorbents, free fatty acid, CPO, diacylglycerol.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
EVALUASI KINERJA BEBERAPA ADSORBEN TERHADAP
PENGURANGAN KADAR DIASILGLISEROL DAN ASAM
LEMAK BEBAS DALAM MINYAK SAWIT KASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
KHOERUL BARIYAH
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tri Haryati, MS
Judul Tesis : Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar
Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar
Nama : Khoerul Bariyah
NIM : F251130291
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi
Ketua
Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Pangan
Prof Dr Ir Ratih Dewanti Hariyadi, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
23 Desember 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang berjudul Evaluasi Kinerja Beberapa Adsorben terhadap Pengurangan Kadar
Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit Kasar merupakan
tesis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Mayor Ilmu
Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Slamet Darso (ayah), Ibu
Rohmah (ibu), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Nuri Andarwulan,
MSi dan Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc selaku pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian. Terima
kasih kepada Dr Ir Tri Haryati, MS selaku penguji luar atas sarannya untuk
perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh staf
dan pegawai SEAFAST Center IPB yang telah banyak membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian. Dukungan dari Mas Fatkhullah dan Keluarga Arafah
juga diucapkan banyak terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Khoerul Bariyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Hipotesis 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Minyak Sawit 4
Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit 5
Senyawa 3-MCPD Ester dalam Minyak Sawit 8
Karotenoid dalam Minyak Sawit 10
Adsorben dan Karakteristiknya 11
Proses Adsorpsi dan Interaksi Permukaan 13
Aplikasi Adsorben pada Minyak Sawit 15
3 METODE 17
Waktu dan Lokasi Penelitian 17
Bahan dan Alat 17
Prosedur Penelitian 17
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku 17
Proses Kontak CPO dengan Adsorben 19
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku 21
Karakterisasi CPO 21
Karakterisasi Adsorben 21
Proses Kontak CPO dengan Adsorben 25
Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum 25
Proses Kontak dengan Kondisi Vakum 27
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO 29
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar DAG dan ALB 29
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar Total Karoten 31
5 SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 39
RIWAYAT HIDUP 48
DAFTAR TABEL
1 Komposisi minyak kelapa sawit 4 2 Standar mutu minyak sawit SPB, Ordinary, dan minyak goreng sawit 5 3 Contoh karakteristik kualitas dan komposisi CPO 5
4 Kadar 3-MCPD ester dalam minyak nabati 8
5 Komposisi karotenoid dalam CPO 10 6 Perbandingan spektra FTIR Bentonit MX-80 dan Monmorolonite
SWy-2 13 7 Perbedaan adsorpsi fisika dan kimia 15 8 Contoh kombinasi adsorben dalam metode bleaching dan
pengaruhnya terhadap kualitas minyak sawit 15
9 Beberapa contoh penggunaan adsorben dalam minyak sawit 16
10 Formulasi adsorben pada kondisi tanpa vakum 19
11 Formulasi adsorben pada kondisi vakum 20
12 Karakteristik bahan baku minyak sawit kasar (CPO) 21
13 Hasil analisis spektra FTIR ketiga tipe bleaching earth komersial 23
14 Karakteristik fisik dan kimia bleaching earth komersial 23 15 Karakteristik kimia adsorben yang digunakan berdasarkan informasi
label kemasan dan analisis spektroskopi serapan atom 24
16 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi tanpa vakum 26
17 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi vakum 27
18 Korelasi matriks Pearson kandungan adsorben dan kadar ALB-DAG
pada CPO(ALB 14) pada kondisi vakum 30 19 Pengaruh jenis adsorben terhadap kadar karoten CPO dengan ALB
4 % pada kondisi adsorpsi tanpa vakum dengan dosis adsorben 1%
pada suhu 60 oC selama 30 menit 33
DAFTAR GAMBAR
1 Reaksi disosiasi triasilgliserol 6
2 Hubungan antara asilgliserida dengan 3-MCPD yang terkandung
dalam minyak goreng (Lanovia et al. 2014) 7
3 Reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak 7
4 Kemampuan dari minyak mentah untuk membentuk 3-MCPD ester
setelah melalui pemanasan standar pada suhu 240 oC selama 2 jam
(A, Rata-rata semua sampel; M, Malaysia; I, Indonesia; G, Ghana; C,
columbia; jumlah yang dianalisis ditunjukkan oleh angka; tanda bar
menunjukkan standar deviasi dari masing-masing sampel) (Mattháus
et al. 2011) 9
5 Mekanisme adsorpsi β-karoten pada sisi aktif asam Bronsted-Lewis
(Srasa and Ayedi, 2000 dalam Hussein et al. 2011) 11 6 Struktur magnesium silikat 12
7 Interaksi A. Gaya dipol-dipol, B. Gaya dipol induksian, C. Gaya
London (Effendy 2006) 14
8 Spektra XRD bleaching earth (A) tipe 1, (B) tipe 2, (C) tipe 3 22
9 Perubahan kadar DAG dan ALB proses kontak CPO dengan beberapa
adsorben tanpa kondisi vakum 25 10 Spektra hasil analisis kadar ALB dan gliserida sampel CPO dengan
GC-FID 29
11 Mekanisme interaksi antara karoten dan adsorben (Zuni 2009) 31
12 Pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar karoten pada CPO (ALB 4)
dengan bleaching earth tipe 1 kondisi tanpa vakum 31
13 Pengaruh adsorben terhadap kadar total karoten pada CPO (ALB 6)
proses vakum pada suhu 90 oC selama 30 menit 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO
setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi tanpa vakum (suhu 60 oC selama 30 menit) 39 36
2 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO
setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi vakum (suhu 90 oC
selama 30 menit) 40
3 Spektrum FTIR bleaching earth tipe 1, 2 dan 3 serta Magnesol R-60 41
4 Gambar adsorben yang digunakan 43
5 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)
terhadap kadar DAG dan ALB ketiga CPO tanpa kondisi vakum 44
6 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)
terhadap kadar DAG dan ALB proses kontak CPO (ALB 6) pada
kondisi vakum 46
7 Gambar proses kontak CPO dengan adsorben pada (A) kondisi vakum
dan (B) tanpa kondisi vakum 47
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi minyak nabati dunia, terutama minyak sawit, dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Rata-rata
peningkatan konsumsinya mencapai 24,77 % per tahun. Konsumsi minyak nabati
dunia didominasi oleh minyak sawit (sebesar 41 %) menurut data Oil World tahun
2014 (GAPKI 2014). Pada tahun 2014, sekitar 55,2 % (32 juta ton) dari total
produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dunia dikuasai oleh
Indonesia. Selain itu, data Oil World dalam GAPKI (2014) juga menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan negara konsumen minyak sawit terbesar di dunia
dalam kurun waktu 2010 – 2014, yaitu sebesar 15,8 %. Karena pentingnya CPO di
Indonesia, maka kualitas CPO yang dihasilkan harus sangat dijaga dan
diperhatikan sehingga dapat memenuhi kebutuhan domestik maupun
internasional.
Dua komponen yang menentukan kualitas CPO adalah kandungan
diasilgliserol (DAG) dan kadar asam lemak bebas (ALB). DAG merupakan
prekursor pembentukan senyawa kontaminan 3-MCPD ester. Senyawa 3-MCPD
ester merupakan senyawa yang mengandung satu atau dua asam lemak pada posisi
Sn-1 dan Sn-2 dengan gliserol sebagai rantai utama (Weiβhaar 2008; Zelinkovä et
al. 2006). Liu et al. (2012) telah mempelajari efek toksisitas akut secara oral dari
senyawa 3-MCPD monopalmitat dan 3-MCPD dipalmitat terhadap tikus Swiss.
Hasilnya menunjukkan bahwa 3-MCPD monopalmitat dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan serum nitrogen urea dan creatinin pada tikus yang mati
akibat pemberian senyawa tersebut. Minyak sawit mengandung kadar 3-MCPD
ester dengan kadar yang berbeda-beda setelah dilakukan pemanasan standar
(Matthäus et al. 2011). Penelitian Lanovia et al. (2014) terhadap sebelas sampel
minyak goreng sawit menunjukkan bahwa kandungan DAG dalam minyak goreng
sawit berkorelasi positif dengan kandungan 3-MCPD ester. Greyt (2010) juga
menyatakan jika kadar DAG lebih besar dari 4 %, maka kadar 3-MCPD ester
umumnya lebih besar dari 5 ppm. Adapun ALB yang tinggi dalam minyak sawit
tidak diinginkan karena dapat menurunkan stabilitas minyak selama penyimpanan
karena proses oksidasi maupun reaksi enzimatis (Ketaren 1986).
CPO mengandung DAG dan ALB dengan kadar yang tinggi. Penambahan
beberapa jenis adsorben dapat mereduksi kedua senyawa tersebut, diantaranya
lempung teraktifasi seperti zeolit dan bleaching earth (Strijowski et al. 2011) dan
material sintetik berbahan dasar silika (Clowutimon et al. 2011, Ermacora and
Hrncirik 2014). Penelitian Clowutimon et al. (2011) menunjukkan bahwa
magnesium silikat sintetik dari abu sekam padi dapat menjerap ALB dalam CPO
hingga 130 – 140 mg/g adsorben pada suhu 50 oC selama 2 jam. Strijowski et al.
(2011) menambahkan beberapa adsorben ke dalam minyak sawit hasil pemurnian
dan menunjukkan bahwa magnesium silikat (kadar 70 %) dan zeolit terkalsinasi
dapat menurunkan DAG hingga 25 % pada suhu 80 oC, tetapi adsorben lain tidak
bisa mereduksi secara signifikan. Sedangkan Ermacora and Hrncirik (2014) dapat
menurunkan kadar DAG pada CPO yang dilarutkan dalam pelarut organik hingga
99 % dengan kolom silika gel. Data Global Specialty Ingredient (materi promosi
2
komersial) juga menunjukkan magnesium silikat sintetik (Magnesol R60) dapat
menurunkan asam lemak bebas hingga 80 % (dari 0,09 menjadi 0,012 %) dan
menurunkan DAG 20 % (dari 4 menjadi 2,8 %) pada fraksi olein minyak goreng
sawit. Reduksi DAG hasil penelitian – penelitian tersebut umumnya dilakukan
terhadap minyak sawit hasil pemurnian dengan kandungan ALB yang rendah,
padahal umumnya CPO mengandung ALB yang tinggi (> 3 %). Hingga saat ini
belum ada penelitian mengenai reduksi DAG dengan kadar ALB yang cukup
tinggi dalam CPO.
Beberapa penelitian mengenai penambahan adsorben dalam CPO dilakukan
pada kondisi yang bervariasi (sebelum, saat maupun setelah proses pemurnian)
dengan waktu dan suhu tertentu. Selama proses adsorpsi terjadi penjerapan
beberapa molekul lain selain DAG dan ALB, diantaranya karoten. Kadar karoten
dalam minyak sawit merupakan penentu kualitas minyak tersebut. Oleh karena
itu, peninjauan mengenai penambahan adsorben terhadap kadar karoten pun perlu
dipelajari. Menurut Strijowski et al. (2011) tidak semua adsorben dapat
menurunkan komponen polar (seperti DAG) dalam minyak sawit. Hal tersebut
karena karakterisitik dari adsorben sangat menentukan proses adsorpsi yang
terjadi. Effendy (2006) menyatakan bahwa interaksi dapat terjadi jika adanya gaya
tarik antar molekul yang ditentukan oleh sifat kepolarannya. Sifat dan proses
adsorpsi sangat dipengaruhi oleh suhu dan kadar air, akan tetapi karakteristik
strsuktur, jenis dan dosis dari adsorben yang digunakan juga mempunyai peran
penting (Gibon et al. 2007). Adsorben yang memiliki keasaman tinggi akan
memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih besar (Ahmadi dan Mushollaeni 2007,
Silva et al. 2014). Kombinasi antar adsorben juga berdampak terhadap proses
adsorpsi yang terjadi. Rossi (2003) juga telah mengkombinasikan silika sintetik
dengan lempung pemucat dan ternyata dapat mengurangi jumlah adsorben yang
digunakan serta berdampak sinergis. Karakteristik awal dari adsorbat (CPO) juga
akan menentukan proses adsorpsi dan belum banyak dilakukan pengaruhnya. Oleh
karena itu, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai penambahan
adsorben dalam minyak sawit kasar dengan menitikberatkan pada karakteristik
awal CPO dan karakteristik adsorbennya.
Perumusan Masalah
Adsorben merupakan bahan yang dapat menjerap beberapa senyawa melalui
interaksi permukaan antara adsorben dengan senyawa tersebut. Penambahan
beberapa adsorben (terutama persenyawaan magnesium silikat) ke dalam CPO
sebelum proses pemurnian kemungkinan dapat menurunkan kadar DAG dan ALB
sehingga meningkatkan kualitas CPO. Akan tetapi molekul lain seperti karotenoid
pun dapat ikut terjerap oleh adsorben, padahal senyawa tersebut sangat
menentukan kualitas CPO. Oleh karena itu, perlu dipelajari pengaruh penambahan
adsorben pada CPO sebelum pemurnian untuk menurunkan kadar DAG dan ALB.
Tidak semua jenis adsorben dapat menjerap senyawa polar dan non polar
sekaligus dengan baik sehingga perlu dilakukan kajian pengaruh adsorben
terhadap ketiga senyawa tersebut berdasarkan karakteristik baik adsorben maupun
adsorbat. Interaksi antara adsorben dengan adsorbat sangat dipengaruhi oleh
kualitas CPO, jenis adsorben, kondisi dan suhu proses, serta waktu kontak
3
sehingga perlu dilakukan kontak antara beberapa jenis adsorben dengan CPO
pada kondisi tertentu, kemudian diukur kualitas minyak sawit yang dihasilkan
meliputi kadar karotenoid, ALB dan DAG.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Apakah adsorben dapat menjerap diasilgliserol (DAG) dan asam lemak
bebas (ALB)?
2. Bagaimana interaksi dan pengaruh yang terjadi antara adsorben dengan
beberapa komponen dalam minyak sawit?
3. Adsorben yang seperti apa yang dapat menurunkan karoten, ALB dan
DAG paling baik?
4. Apakah karakteristik CPO awal mempengaruhi penurunan kadar DAG dan
ALB oleh adsorben?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jenis adsorben yang paling
baik dalam menjerap DAG dan ALB dalam CPO. Penelitian dilakukan dalam tiga
tahapan. Tahap pertama adalah persiapan dan karakterisasi bahan baku, yaitu
karakterisasi CPO dan adsorben. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik khusus dari adsorben dan adsorbat yang digunakan. Tahap kedua
penentuan formulasi adsorben, waktu kontak, dan kombinasi adsorben terhadap
salah satu jenis CPO untuk menentukan kondisi proses kontak selanjutnya. Tahap
terakhir adalah proses kontak adsorben dengan CPO pada kondisi ruang dan
vakum. Kualitas CPO dianalisis kandungannya (kadar karoten, asam lemak bebas,
dan kandungan diasilgliserol) dari sebelum dan setelah proses kontak. Modifikasi
penambahan berbagai jenis adsorben sebelum pemurnian diharapkan dapat
meningkatkan kualitas CPO.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan jenis adsorben (baik tunggal
maupun kombinasi) dan kondisi proses untuk menurunkan kadar DAG dan ALB
dalam minyak sawit kasar berdasarkan karakteristik adsorbennya. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perubahan
karakteristik kimia CPO setelah melalui tahap penambahan adsorben dan dapat
menjadi metode tambahan menurunkan kadar prekursor potensial pembentukan
senyawa 3-MCPD ester dalam minyak goreng sawit.
Hipotesis
Karakteristik kepolaran adsorben dapat menyebabkan adanya interaksi
antara adsorben dengan diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas (ALB). Oleh
karena itu, adsorben dapat menurunkan kadar DAG dan ALB dalam minyak sawit
kasar (CPO). Interaksi adsorpsi yang terjadi dipengaruhi oleh karakteristik awal
dari CPO, diantaranya kadar komponen awal, pengotor dan viskositas. Akan tetapi
penggunaan adsorben dapat menurunkan beberapa parameter mutu CPO yaitu
karotenoid.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Sawit
Minyak sawit mentah, yang dikenal sebagai CPO (crude palm oil),
merupakan bahan dasar untuk membuat minyak pangan (edible oil) seperti
minyak goreng dan margarin. Kandungan utama dari minyak sawit adalah minyak
(TAG) yang tersusun atas asam lemak esensial. CPO juga mengandung komponen
minor yang sangat bernilai tinggi seperti phospolipid, karotenoid dan tokotrienol
yang sangat berpotensi sebagai antioksidan. Komponen minor dalam CPO terdiri
dari turunan asam lemak (seperti mono dan diasilgliserol, pospatida, ester dan
sterol) dan senyawa golongan hidrokarbon, alkohol alifatik, sterol bebas, tokoferol,
pigmen dan beberapa logam berat. Selama proses pemurnian banyak zat warna
dan pengotor lainnya dapat hilang. Akan tetapi proses tersebut juga dapat
menghilangkan komponen-komponen penting yang terdapat di dalam minyak,
seperti tokoferol, fitosterol dan karotenoid (Czerniak et al. 2011, Silva et al. 2013).
Standar mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh kandungannya baik
komponen mayor maupun minor. Faktor yang mempengaruhi standar mutu
minyak sawit diantaranya kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan
asam lemak bebas, warna dan bilangan oksida. Faktor lain yang juga
mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining
loss, plastisitas dan spreadibility, kejernihan, kandungan logam berat, dan
bilangan penyabunan (Ketaren 1986). Data standar mutu minyak sawit kualitas
Tabel 1 Komposisi minyak kelapa sawit
Komponen Kadar
Asam lemak ( dalam %) a
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam oleat
Asam linoleat
1,1 – 2,5
40 – 46
3,6 – 4,7
39 – 45
7 – 11
Komponen minor (dalam mg/kg)b
Carotenoids
Squalene
Non-terpenoid hydrocarbons
α-Tocopherol + tocotrienols
Sterols
Triterpenic alcohols
Methylsterol
Dolichols + polyprenols
Ubiquinones
Phospholipids
Glycolipids
500–700
200–500
30–50
600–1000
362–627
40–80
40–80
81
10–80
5–130
1033–3780 aEckey SW (1955) dalam Ketaren (1986)
bGee (2007)
5
Special Prime Bleach (SPB) dibandingkan dengan mutu Ordinary dapat dilihat
dalam Tabel 2.
Perkembangan mengenai kualitas minyak sawit kasar berkembang seiring
dengan adanya kandungan senyawa 3-MCPD ester dalam minyak sawit. Prekursor
pembentukan senyawa 3-MCPD ester diindikasikan oleh dua senyawa utama,
yaitu DAG dan ion klorida (Ermacora and Hrncirik 2014, Lanovia et al. 2014,
Matthäus et al. 2011, Franke et al. 2009). Senyawa ester gliserida dan klorida
yang merupakan prekursor pembentukan senyawa 3-MCPD ester berasal dari raw
material dan juga dapat terbentuk selama proses pengolahan (Madya et al. 2006,
Akoh and Min 2008, Hrncirik et al. 2011). Ion klorida dapat berasal dari tanah
dan pupuk yang digunakan pada proses penanaman pohon sawit sehingga terserap
melalui akar hingga ke bagian semua bagian tanaman (Madya et al. 2006).
Zulkurnain et al. (2012) memberikan contoh gambaran kualitas minyak sawit
mentah yang ditunjukkan oleh beberapa karakteristik, termasuk kadar 3-MCPD
ester (Tabel 3).
Diasilgliserol dan Asam Lemak Bebas dalam Minyak Sawit
Minyak sawit mengandung komponen utama berupa senyawa gliserida,
terutama triasilgliserol (TAG). Gliserida dalam minyak bukan merupakan
gliserida sederhana (3 gugus hidroksil dalam gliserol berikatan dengan 3 asam
Tabel 3 Contoh karakteristik kualitas dan komposisi CPOa
Karakteristik kualitas Kualitas
premium
Kualitas
superior
Kualitas
standar I
Kualitas
standar II
3-MCPD ester CPO (mg/kg) < LOD < LOD <LOD 0,06±0,01
3-MCPD ester RBD(mg/kg) 1,54±0,08 1,49±0,05 1,72±0,22 5,93±0,41
FFA (%) 1,19±0,02 1,34±0,02 3,52±0,03 4,19±0,01
PV (meq/kg) Nil Nil Nil 0,90±0,01
Indeks DOBI 3,20±0,04 3,00±0,04 2,90±0,08 2,40±0,12
Fosfor (ppm) 3,80±0,30 4,40±0,40 4,80±0,30 8,80±0,30
Kandungan β-karoten (ppm) 615±1,0 611±1,0 597±1,4 476±1,2
Diasilgliserol (%) 3,72±0,02 3,65±0,02 5,63±0,02 2,20±0,02
Monoasilgliserol (%) 0,0 0,0 0,05±0,02 0,54±0,01 aZulkurnain et al. (2012)
Tabel 2 Standar mutu minyak sawit Special Prime Bleach (SPB) dan
mutu Ordinary
Kandungan SPBa
Ordinarya
Asam lemak bebas (%) 1 – 2 3 – 5
Kadar air (%) 0,1 0,1
Kotoran (%) 0,002 0,01
Besi (ppm) 10 10
Tembaga (ppm) 0,5 0,5
Bilangan iod 53±1,5 45 – 56
Karotene (ppm) 500 500 – 700
Tokoferol (ppm) 800 400 – 600 aKetaren (1986)
6
dari jenis yang sama), tetapi merupakan gliserida campuran yaitu molekul gliserol
berikatan dengan radikal asam lemak baik yang sama maupun berbeda (Ketaren
1986). Senyawa gliserida dalam minyak sawit yang sering dikaji keberadaannya
adalah diasilgliserol (DAG). Hal tersebut karena senyawa DAG dianggap sebagai
minyak fungsional yang berdampak positif bagi kesehatan. Selain itu, DAG juga
sering digunakan sebagai emulsifier dalam proses pengolahan pangan. Adapun
dampak negatif DAG dalam bahan pangan adalah perannya sebagai prekursor
pembentukan senyawa karsinogen 3-MCPD ester dalam minyak sawit (Lanovia et
al. 2014, Ermacora and Hrncirik 2014).
Diasilgliserol dalam minyak sawit biasanya merupakan produk hasil
hidrolisis dari triasilgliserol. Reaktivitas kimia dari triasilgliserol ditunjukkan oleh
reaktivitas ikatan ester dan derajat ketidak jenuhan dari rantai hidrokarbon. Ikatan
ester dapat mengalami hidrolisis dalam suasana asam maupun basa. Reaksi
hidrolisis asam bersifat reversible pada setiap tahap reaksi dan mencapai
kesetimbangan sebelum reaksi mencapai kesempurnaan. Sedangkan pada
hidrolisis basa bersifat irreversible pada tahap reaksi terakhir, yaitu asam yang
terbentuk tidak dapat bereaksi kembali dengan alkohol (Ketaren 1986). Namun
ternyata triasilgliserol juga dapat mengalami reaksi transesterifikasi secara
bertahap (Gambar 1) menghasilkan di- dan monoasilgliserol serta gliserol
(Srivasta and Prasad 2000). Reaksi hidrolisis bertahap juga dapat terjadi karena
adanya aktifitas enzim lipase alami dalam kelapa sawit.
katalis
katalis
katalis
Triasilgliserol + ROH
Diasilgliserol + ROH
Monoasilgliserol + ROH
Diasilgliserol + R'COOR
Monoasilgliserol + R''COOR
Gliserol + R'"COOR
Gambar 1 Reaksi disosiasi triasilgliserol (Srivasta and Prasad 2000)
Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah melalui
pretreatment hidrolisis asam atau basa dapat memecah ikatan ester dalam TAG
membentuk senyawa DAG dan asam lemak bebas (ALB). Selain itu, secara alami
senyawa DAG juga terdapat dalam raw material dimana berikatan dengan
komponen lain seperti protein dan karbohidrat melalui ikatan Van der Waals dan
ikatan hidrogen yang dapat terputus selama proses pengolahan (Akoh and min
2008). Kandungan air dalam minyak juga dapat menyebabkan reaksi hidrolisis
TAG menjadi ALB dan ester gliserida lainnya, termasuk DAG (Gapor and Chong
1985).
Menurut hipotesis Matthäus et al. (2011), pembentukan senyawa 3-MCPD
ester dalam minyak sawit dan beberapa edible oil lainnya akan cukup tinggi
apabila kadar DAG mencapai 4 %. Hipotesis tersebut diperkuat oleh penelitian
Greyt (2010) yang menunjukkan apabila kadar DAG lebih besar dar 4 %, maka
kadar 3-MCPD ester akan lebih besar dari 5 ppm. Lanovia et al. (2014)
menyatakan bahwa kandungan DAG dalam minyak goreng sawit berkorelasi
positif dengan konsentrasi 3-MCPD ester dalam sampel tersebut (Gambar 2).
Grafik korelasi tersebut menunjukkan bahwa kandungan DAG dalam minyak
7
sawit, terutama CPO sebagai bahan baku, akan mempengaruhi kadar 3-MCPD
ester yang terbentuk.
Gambar 2 Hubungan antara diasilgliserol dengan 3-MCPD yang
terkandung dalam minyak goreng (Lanovia et al. 2014)
Adapun asam lemak dalam minyak sawit merupakan senyawa yang terikat
dalam bentuk ester (triasilgliserol). Secara alamiah asam lemak bebas (ALB) juga
terkandung dalam minyak sawit, namun jumlahnya hanya sedikit (Ketaren 1986).
Kadar ALB merupakan salah satu penentu kualitas CPO. Semakin tinggi kadar
ALB, maka semakin rendah kualitas CPO tersebut. Kadar ALB dapat bertambah
apabila terjadi reaksi hirolisis minyak (TAG), baik akibat aktifitas enzim lipase
maupun adanya kandungan air dalam minyak sawit (Gambar 3). Reaksi hidrolisa
yang terjadi dapat mengakibatkan kerusakan minyak. Reaksi ini dapat
menimbulkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Oleh karena itu, adanya
kandungan ALB yang tinggi dalam minyak sawit tidak diinginkan karena dapat
menurunkan stabilitas minyak selama penyimpanan karena proses oksidasi
maupun reaksi enzimatis.
Gambar 3 Reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak
Upaya untuk menurunkan DAG dan ALB telah banyak dilakukan,
diantaranya penggunakan proses pelarutan dalam pelarut tertentu maupun
penggunaan adsorben. Kelemahan penggunaan pelarut adalah jumlah pelarut yang
dibutuhkan sangat banyak dan tidak sebanding dengan DAG yang akan
dipisahkan dari minyak sawit. Sedangkan untuk penggunaan adsorben harus
dilakukan pemilihan karakteristik adsorben yang sesuai. Beberapa penelitian
Kadar
3-MCPD
total (ppm)
Kadar DAG (%)
8
mengenai aplikasi adsorben telah banyak dilakukan, diantaranya dapat
menurunkan asam lemak bebas (Clowutimon et al. 2011, Kim et al. 2008,
Zulkurnain et al. 2013), mono- dan diasil gliserol (Strijowski et al. 2011, Ramli et
al. 2011, Ermacora and Hrncirik 2014). Penambahan adsorben berkonsentrasi
tinggi yang telah diaktivasi, yaitu bleaching earth dan persenyawaan silikat, dapat
menyerap gliserida yang merupakan prekursor 3-MCPD ester (Schruz 2010, Tan
et al. 2014). Ermacora and Hrncirik (2014) melewatkan CPO sebelum dimurnikan
dalam kolom silika dan dapat menghilangkan asil gliserol dan komponen polar
lainnya dari sampel minyak. Penelitian Czerniak et al. (2011) menunjukkan
bahwa tahapan bleaching minyak sawit dengan bleaching earth dapat
menurunkan ALB hingga 56 % (dari 31 menjadi 12,1 mg/100 g minyak). Bayrak
(2005) juga telah menunjukkan bahwa mineral monmorilonite dapat menjerap
dengan baik beberapa asam lemak seperti asam palmitat dan stearat yang
diketahui juga terkandung dalam minyak sawit. Kebanyakan penelitian lebih
menekankan pengaruh penambahan adsorben saat proses pemurnian CPO (tahap
bleaching) karena tahapan ini merupakan tahapan penting dalam pemurnian
minyak dan menggunakan adsorben.
Senyawa 3-MCPD Ester dalam Minyak Sawit
Kandungan senyawa kontaminan 3-MCPD ester dalam berbagai minyak
nabati berbeda-beda tergantung dari sumber edible oil yang digunakan (Matthäus
et al. 2011). Proses pembentukannya dapat dipercepat dengan adanya penggunaan
suhu tinggi dalam proses pemurnian minyak nabati. Kadar senyawa 3-MCPD
dalam minyak nabati terbagi atas 3 tingkatan yaitu tingkat rendah dengan kadar
0,5 – 1,5 mg/kg termasuk diantaranya minyak rapeseed, kedelai, kelapa dan
bunga matahari, sedangkan tingkat sedang dengan kadar 1,5 – 4 mg/kg termasuk
diantaranya minyak bunga matahari, kacang tanah, zaitun, biji kapas dan dedak
padi, sementara tingkat tinggi dengan kadar lebih dari 4 mg/kg termasuk
diantaranya lemak terhidrogenasi, sawit dan fraksi minyak sawit (Greyt 2012).
Tabel 4 Kadar 3-MCPD ester dalam minyak sawita
Minyak Jumlah Sampel Kadar rata-rata
(mg/kg)
Kadar Tertinggi
(mg/kg)
Rapeseed 10 1 1
Bunga matahari 5 2 4
Jagung 4 7 9
Sawit 70 6 14
Kedelai 11 0,5 0,6
Kelapa 3 7 7,5
aGreyt (2012)
Adapun pembentukan senyawa 3-MCPD ester dalam minyak sawit sangat
ditentukan oleh proses pemurnian minyak sawit (Zelinkova et al. 2006, Franke et
al. 2009, Ramli et al. 2011). Prekursor 3-MCPD ester dalam CPO dapat terbentuk
dalam setiap tahapan pemurnian dan dapat mengaktifasi pembentukan 3-MCPD
ester (Schurz 2010). Pembentukan 3-MCPD ester selama proses pemurnian
minyak sawit dihubungkan dengan penggunaan suhu tinggi, terutama tahap
deodorisasi. Akan tetapi ternyata setiap tahapan pemurnian minyak sawit mentah
9
Beberapa minyak nabati
Kadar
3-MCPD
total (ppm)
memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kadar 3-MCPD ester yang
dihasilkan selama proses pemurnian (Schurz et al. 2010, Franke et al. 2009, Ramli
et al. 2011). Franke et al. (2009) menyatakan bahwa tahap deodorisasi dapat
meningkatkan kadar 3-MCPD ester minyak sawit mentah (CPO), yaitu menjadi
sekitar 4 – 5 mg/kg. Proses degumming dengan asam fosfat 0,1% dan bleaching
dengan acid activated clays menghasilkan 3-MCPD ester sebesar 0,38 mg/kg pada
refined oil (RBD). Jenis bleaching agent yang digunakan akan mempengaruhi
pembentukan 3-MCPD ester, karena bleaching agent yang diaktivasi dengan asam
dapat menyebabkan prekursor 3-MCPD ester (seperti gliserida) mengalami
protonasi sehingga mempercepat pembentukan 3-MCPD ester. Apabila dilakukan
proses netralisasi setelah tahap degumming maka akan menurunkan kadar
senyawa 3-MCPD ester yang dihasilkan (Ramli et al. 2011).
Hasil penelitian Zelinkova et al. (2006) menunjukkan bahwa minyak yang
dimurnikan mengandung 3-MCPD ester lebih tinggi, yaitu antara <300 (LOQ) –
2,462 μg/kg, dibandingkan minyak mentah. Hasil yang sama juga ditunjukkan
oleh Weiβhaar (2011) dalam minyak sawit yang dimurnikan (minyak goreng)
diperoleh kadar 3-MCPD ester yang tinggi yaitu sekitar 0,5 – 5,2 μg/kg. Kadar
senyawa 3-MCPD ester paling tinggi ditemukan pada produk kelapa sawit yang
melalui proses hidrogenasi (Matthäus et al. 2011, Zelinková et al. 2006). Minyak
goreng sawit yang digunakan untuk menggoreng kentang diukur kadar 3-MCPD
esternya dan diketahui ternyata proses penggorengan tidak menaikkan kadar tetapi
karena adanya kontaminan yang ada dalam minyak goreng awal yang
menyebabkan terbentuknya 3-MCPD ester (Zelinková et al. 2009). Adapun kadar
3-MCPD dari berbagai minyak sawit dari beberapa negara ditunjukkan pada
Gambar 4 (Matthäus et al. 2011).
Gambar 4 Kemampuan dari minyak mentah untuk membentuk 3-MCPD ester
setelah melalui pemanasan standar pada suhu 240 oC selama 2 jam (A,
Rata-rata semua sampel; M, Malaysia; I, Indonesia; G, Ghana; C,
columbia; jumlah yang dianalisis ditunjukkan oleh angka; tanda bar
menunjukkan standar deviasi dari masing-masing sampel) (Matthäus
et al. 2011)
Avocado oil A M I G C Olive Rapesseed Corn oil Soybean Sunflower Coconut Palm kernel
Palm oil oil oil oil oil oil oil
10
Karotenoid dalam Minyak Sawit
Karotenoid merupakan kelompok pigmen kuning atau merah yang banyak
terdapat pada tanaman, hewan dan manusia. Dalam minyak sawit, zat warna ini
terdapat secara alamiah dan bersifat larut minyak sehingga memberikan pigmen
merah jingga atau kuning. Karotenoid memiliki stabilitas yang baik pada minyak
nabati, terutama yang memiliki antioksidan alami seperti α-tokoferol. Titik lebur
karotenoid berkisar di atas 160 oC bila telah dikristalkan. Karotenoid merupakan
persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, maka karoten
tersebut akan ikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang. Zat
warna ini bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Apabila minyak dialiri uap panas,
maka warna kuning akan hilang (Ketaren 1986). Faktor utama yang mempengaruhi
ß-karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen
dari udara dan perubahan struktur oleh panas. Oksidasi karoten dipercepat dengan
adanya cahaya, logam, panas, peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan
mendekomposisi ß-karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan
sampai dengan suhu 60 ºC tidak mengakibatkan dekomposisi ß-karoten tetapi dapat
terjadi perubahan stereisomer. ß-karoten akan menurun mutunya secara drastis pada
suhu sekitar 180 – 219 ºC (Klaui dan Bauernfeind 1981).
Penyerapan karoten telah dipelajari pada berbagai jenis minyak seperti
minyak sawit (Silva et al. 2013), jagung dan minyak bunga matahari (Christidis
and Kosiari 2003) serta minyak nabati lainnya menggunakan adsorben.
Penyerapan terbesar terjadi pada tahap bleaching karena terjadi penyerapan zat
warna dan senyawa pengotor oleh adsorben. Proses bleaching ini sangat
berhubungan dengan proses penghilangan pigmen (zat warna) baik secara
adsorpsi fisika maupun kimia. Interaksi yang terjadi antara karoten dengan
adsorben tidak hanya adsorpsi fisik, tetapi merupakan interaksi adsorpsi kimia
sehingga diperlukan kesamaan sifat kepolaran atau energi yang lebih besar untuk
terjadinya reaksi (Silva et al. 2013, Ngeutnekam et al. 2008). Adsorpsi kimia
biasanya diawali dengan adsorpsi fisika terlebih dahulu. Silva et al. (2013) dan
Nwabanne and Ekwu (2013) telah menghitung entalpi (nilai ΔH) proses adsorpsi
karoten dengan bleaching earth pada kondisi vakum dan ruang dengan suhu yang
Tabel 5 Komposisi karotenoid dalam CPOa
Senyawa karoten Komposisi (%)
Phytoene 1,27
Phytofluene 0,06
cis-β-Carotene 0,68
β-Carotene 56,02
α-Carotene 35,16
cis-α-Carotene 2,49
δ-Carotene 0,69
γ-Carotene 0,33
δ-Carotene 0,83
Neurosporene 0,29
β-Zeacarotene 0,23
Lycopene 1,30 a
(Gee 2007)
11
berbeda menghasilkan nilai > 20 kJ/mol. Ngeutnekam et al. (2008) juga telah
menganalisis sifat kemosorpsi dari karoten dengan Cameronian Clays dan
terbukti terjadi perubahan gugus fungsi menggunakan FTIR.
Adsorben dan Karakteristiknya
Adsorben merupakan bahan yang dapat menjerap senyawa lain melalui
interaksi pada permukaannya. Beberapa adsorben yang sering diapllikasikan
dalam pemurnian minyak sawit adalah lempung (clay), arang aktif, dan adsorben
sintetik.
Arang Aktif
Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu
material berpori yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Pori tersebut
berfungsi untuk menyerap molekul lainnya. Agar dapat meningkatkan
kemampuan adsorpsinya, maka karbon perlu diaktifasi baik secara kimia maupun
fisika. Pengaktifan tidak hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaan,
akan tetapi juga meningkatkan kemampuan adsorpsi (Mc-Dougall 1991).
Karakteristik karbon yang mempengaruhi proses adsorpsi diantaranya tekstur pori,
Gambar 5 Mekanisme adsorpsi β-karoten pada sisi aktif asam Bronsted-
Lewis (Srasa and Ayedi 2000 dalam Hussin et al. 2011)
Bronsted acid site
Tetrahedral sheet of acid activated clay
Lewis acid site
12
sifat kimia permukaan dan kandungan mineral di dalamnya. Sedangkan
karakteristik adsorbat yang dapat diserap oleh karbon aktif sangat dipengaruhi
oleh berat molekul, kelarutan, pKa dan kandungan subtituennya. Ukuran molekul
mengontrol adsorpsi dalam pori karbon, sedangkan kelarutan menentukan
interaksi hidrofobik yang terjadi. Adsorpsi dari molekul organik oleh karbon
merupakan interaksi yang kompleks antara interaksi elektrostatik dan non
elektrostatik. Interaksi yang terjadi antara karbon aktif dalam suatu larutan
umumnya adalah interaksi hidrofobik antar permukaan adsorben dengan adsorbat
(non elektrostatik). Akan tetapi untuk adsorpsi senyawa aromatik oleh karbon
aktif biasanya melalui interaksi elektrostatik (Moreno-Castilla 2004).
Magnesium Silikat Sintetik
Magnesium silikat sintetik berbentuk serbuk, berwarna putih, dan tidak larut
air. Senyawa ini tergolong senyawa yang stabil, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak. Rumus kimia senyawa ini adalah MgO.6SiO2.H2O. Komponen
utama penyusun magnesium silikat sintetik terdiri atas 15 % MgO dan 67 % SiO2
(www.dallasgrp.com 2008). Magnesium silikat sintetik memiliki luas permukaan
619 m2/g dengan struktur menyerupai silika gel. Magnesium silikat sintetik mampu
meghilangkan bahan pengotor seperti sabun, warna, bau, katalis yang belum bereaksi,
komponen logam, sulfur, fosfor, kalsium, dan besi. Senyawa ini juga mampu
mengurangi kandungan mono dan di-asilgliserol, asam lemak bebas, gliserol bebas
dan total gliserol, metanol, klorofil, air, serta sedimen pada biodiesel (Bryan 2005).
Senyawa ini akan menjerap asam lemak bebas menggunakan ikatan hidrogen
yang terjadi antara gugus karbonil (C=O) asam lemak dengan permukaan gugus
silanol (Si-O-H) pada senyawa tersebut. Adsorpsi yang terjadi antara magnesium
silikat sintetik dengan suatu molekul masih digolongkan ke dalam adsorpsi fisik.
Adsorpsi kimia baru dapat terjadi bila adsorpsi dilakukan pada suhu tinggi. Suhu
tinggi akan mengakibatkan ion karboksilat membentuk ikatan ion dengan oksida
logam pada permukaan magnesium silikat sintetik (Yates et al. 1997).
Gambar 6 Struktur magnesium silikat (www.dallasgrp.com 2008)
Bleaching Earth
Bleaching earth (tanah pemucat) merupakan jenis tanah liat yang digunakan
sebagai bahan penyerap, bleaching agent, dan penyaring. Beberapa zat yang
paling umum digunakan sebagai bleaching earth baik secara individu atau dalam
kombinasi adalah atapulgit, bentonit, dan montmorillonit. Kandungan utama
bleaching earth sebagian besar adalah silika dan diikuti oleh aluminium, akan
tetapi juga umumnya mengandung zat besi, magnesium dan kalsium. Fungsi dari
bahan ini biasanya digunakan untuk penghilangan pengotor, menurunkan kadar
air dan menghilangkan mikroorganisme. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi
13
dari bleaching earth biasanya dilakukan modifikasi pada permukaan melalui
aktifasi asam, basa maupun senyawa organik lainnya. Gunawan et al. (2010) juga
melakukan modifikasi bentonit menggunakan surfaktan kationik dan anionik
untuk meningkatkan kemampuan adsorpsinya.
Karakteristik bleaching earth yang mempengaruhi proses adsorpsi
diantaranya adalah ukuran pori, komposisi kimia bahan dan keasamannya.
Interaksi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi proses dan sifat bahan
(Wahi et al. 2013). Molekul organik yang bermuatan positif (kationik) secara
umum dapat dijerap dengan kuat oleh lapisan mineral silikat, sedangkan molekul
yang cenderung netral membutuhkan pH yang ekstrim untuk menerima ion H+
sehingga dapat mengalami protonasi pada permukaan. Derajat protonasi
berhubungan dengan elektronegatifitas ion yang dipertukarkan. Untuk
menganalisis karakteristik bleaching earth biasanya dilakukan analisis pH, kadar
kandungan logam, pola spektra XRD, dan pola spektra gugus fungsi. Hasil
analisis FTIR contoh mineral bentonit dan monmorilonite disajikan pada Tabel 6.
Proses Adsorpsi dan Interaksi Permukaan
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair,
bahan yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan adsorben padat dan diikat
oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut (Bernasconi et al. 1995).
Proses terjadinya adsorpsi ditentukan oleh karaktersitik adsorben (ukuran partikel,
volume pori, jenis, dan luas permukaan) dan kondisi proses kontak dengan
adsorbat (waktu kontak, suhu, tekanan, dan jumlah adsorben). Proses adsorpsi
terbagi menjadi dua, yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen). Gaya
Van der Walls meliputi gaya dipol-dipol (interaksi polar-polar), gaya dipol-dipol
Tabel 6 Perbandingan spektra IR Bentonit MX-80 dan Monmorolonite
SWy-2
Bentonit MX-80a Monmorillonite Swy-2
b
Bilangan
gelombang
(cm-1
)
Gugus fungsi
Bilangan
gelombang
(cm-1
)
Gugus fungsi
3632
3435
3250
1634
1048
918
876
843
622
525
468
OH stretching
H2O stretching
H2O bendiing
H2O bendiing
Si-O stretching
Al-OH-Al bending
Al-OH-Fe bending
Al-OH-Mg bending
Vibrasi luar Al-O+Si-O
Al-O-Si bending
Si-O-Si bending
3632
3627
3422
1634
1041
917
885
842
798
620
524
466
OH stretching dari struktur
Gugus hidroksil
OH stretching dari air
Deformasi OH dari air
Si-O stretching
Deformasi Al-Al-OH
Deformasi Al-Fe-OH
Deformasi Al-Mg-OH
Si-O stretching dari
mineral quartz dan silika
Vibrasi luar Al-O+Si-O
Deformasi Al-O-Si
Deformasi Si-O-Si
a Madejová et al. (2002) dalam Carlson (2004)
b Madejová and Komadel (2001) dalam Carlson (2004)
14
induksian dan gaya London. Gaya dipol-dipol terjadi apabila gaya tarik antara
molekul lebih kuat dari gaya tolaknya, sedangkan proses induksi terjadi apabila
terdapat gaya elektrostatik dimana molekul polar menginduksi molekul non polar
sehingga molekul non polar menjadi bermuatan. Gaya london terjadi karena
adanya polarisasi elektron dan membentuk dipol sesaat, digambarkan pada
Gambar 7 (Effendy 2006). Sedangkan adsorpsi kimia terjadi karena adanya
pembentukan ikatan kimia (ionik maupun kovalen) yang diawali dengan adsorpsi
fisik terlebih dahulu dengan energi yang lebih tinggi (Atkins 1999).
Setiap senyawa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam berinteraksi
dengan permukaan suatu adsorben. Kapasitas penyerapan sangat tergantung dari
kemampuan molekul tersebut untuk masuk ke dalam permukaan. Secara umum,
terjadinya adsorpsi kimia biasanya diawali terlebih dahulu oleh adsorpsi fisika.
Sifat adsorpsi fisika sangat lemah dibandingkan adsorpsi kimia dan energi yang
dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol karena itu sifat
adsorpsinya bersifat reversible (Castellan 1982). Adapun perbedaan antara
adsorpsi fisika dan kimia disajikan pada Tabel 7.
Gambar 7 Interaksi A. Gaya dipol-dipol, B. Gaya dipol induksian, C. Gaya
London (Effendy 2006)
B
A
C
Gaya tarik
Gaya tolak
induksian
molekul nonpolar
tanpa dipol
molekul nonpolar
dengan dipol induksian
molekul polar dengan
dipol permanen
molekul polar dengan
dipol permanen
Terjadi gaya tarik elektrostatik
induksian
molekul tanpa dipol molekul dengan
dipol sesaat
molekul dengan
dipol sesaat molekul dengan
dipol induksian
15
Aplikasi Adsorben pada Minyak Sawit
Adsorben sering ditambahkan pada proses pemurnian minyak sawit
terutama pada tahap bleaching (Silva et al. 2014, Zulkurnain et al. 2013 ). Akan
tetapi, beberapa penelitian juga telah menggunakan adsorben pada tahap sebelum
pemurnian (pretreatment) maupun setelah pemurnian (after refining). Adapun
contoh dosis dan kombinasi adsorben yang digunakan dalam pemurnian minyak
sawit oleh Zulkurnain et al. (2013) disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Contoh kombinasi adsorben dalam metode bleaching dan pengaruhnya
terhadap kualitas minyak sawita
Metode
bleaching Kombinasi adsorben
3-MCPD
ester (mg/kg)
Warna
(red) FFA (%)
Wet
bleaching
1 % magnesol 0,39±0,06 4,2±0,1 0,56±0,02
1 % magnesolb + 0,5 %
activated clay 0,29±0,02 2,3±0,0 0,12±0,02
0,5 % activated clayb +
1 % magnesol 0,23±0,03 2,5±0,0 0,10±0,01
Dry
bleaching
1 % magnesol 0,39±0,02 2,6±0,1 0,05±0,01
1 % magnesolb + 0,5 %
activated clay 0,42±0,01 3,2±0,0 0,04±0,01
0,5 % activated clayb +
1 % magnesol 0,36±0,02 2,7±0,1 0,04±0,01
Campuran 1 %
magnesolb + 0,5 %
activated clay
0,40±0,01 2,3±0,1 0,06±0,01
a(Zulkurnain et al. 2013)
b adsorben yang pertama dikontakkan
Penambahan adsorben dalam minyak sawit dapat menjerap asam lemak
bebas sehingga dapat menurunkan kadar 3-MCPD ester (Strijowski et al. 2011,
Zulkurnain et al. 2013). Adsorben juga dapat menyerap komponen minor penting
dalam minyak sawit seperti β-karoten, tokoferol, dan senyawa fenolik lainnya
(Silva et al. 2014). Menurut Zulkurnain et al. (2013), proses bleaching dapat
menurunkan kadar 3-MCPD ester dalam minyak sawit, tetapi perubahannya tidak
signifikan. Untuk mengurangi kadar senyawa tersebut dapat dilakukan dengan
Tabel 7 Perbedaan adsorpsi fisika dan kimiaa
Parameter Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia
Panas adsorpsi Rendah Tinggi
Spesifitas Tidak spesifik Sangat spesifik
Sifat dari fase yang
terjerap
Monolayer/ multilayer, tidak
terjadi disosiasi
Hanya monolayer,
melibatkan disosiasi
Range temperatur Sempit Lebar
Kekuatan adsorpsi Tidak terjadi perpindahan
elektron, hanya polarisasi
Terjadi perpindahan
elektron
Reversibilitas Reversible Irreversible a(Bernasconi 1995)
16
menghilangkan prekursor potensial pembentuk senyawa 3-MCPD ester yaitu
dengan pengurangan dosis asam pada degumming, penambahan dosis bleaching
dan penurunan suhu deodorisasi.
Tabel 9 Beberapa contoh penggunaan adsorben dalam pemurnian minyak sawit
Kondisi proses Hasil Referensi
Pengeluenan 500 g CPO
melalui 600 g kolom silika
gel dengan 1 L campuran
heksana/diklorometana/dietil
eter (80:15:5), kemudian 1 L
campuran heksana/etil asetat
(80:20)
Perlakuan dalam kolom silika gel
dapat menghilangkan sebagian besar
asilgliserol dan konstituen polar
lainnya (termasuk persenyawaan
klorida) dari sampel minyak
Ermacora and
Hrncirik 2014
Proses bleaching dengan
karbon aktif berbeda ukuran
(dosis 10 %) pada suhu 100,
150 dan 200 oC selama 40
menit
- Presentase reduksi warna 57 – 81 %
(adsorben 0,185 mm) dan 52 – 70 %
(adsorben 0,45 mm)
- Semakin tinggi suhu, maka reduksi
warnanya semakin tinggi. - Semakin kecil ukuran partikel
adsorben, reduksi warna juga lebih
tinggi pada suhu yang sama
Afribary.com
Proses bleaching dengan
bleaching earth (dosis 1 – 2
%) pada suhu 100 oC
Kadar air turun antara 0,16–0,19 % dan
masih dalam batas masih sesuai standar
CPO
Madya et al.
2006
Proses bleaching Nigerian
clays (variasi dosis 1 – 8 %)
pada suhu 100 oC selama 30
menit
- Makin tinggi dosis, reduksi warna
makin tinggi
- Efektif untuk dosis 2 – 4 %
Nwabanne
and Ekwu
2013
Proses bleaching dengan
natural dan activated
bleaching earth (variasi
dosis 0,5 – 3 %) pada suhu
105 oC, selama 30 menit
pada tekanan 50 mmHg
Penggunaan activated clays lebih
efektif dibandingkan natural clays
Silva et al.
2014
Proses bleaching dengan
Tonsil 214 FF ( 1 %) pada
suhu 90 oC, selama 20 menit
pada tekanan 10 mbar
Menurunkan kadar kloro ester dalam
pre-refined palm oil
Franke et al.
2009
Proses bleaching dengan
bleaching earth (Tonsil OPT
210 FF – activated clays)
variasi dosis 0,5 – 3 %.pada
suhu 90, 105 dan 115 oC
selama 30 menit dan tekanan
< 50 mbar
Semakin tinggi suhu maka penyerapan
β-karoten meningkat, tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar
fosfor
Silva et al.
2013
17
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2014 sampai dengan Juni 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Mutu dan
Keamanan Pangan dan Laboratorium Pengolahan Minyak Southeast Asian Food
and Agricultural and Technology (SEAFAST) Center Institut Pertanian Bogor.
Selain itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak
sawit kasar (CPO/Crude Palm Oil) dengan 3 tingkat mutu berdasarkan nilai ALB
dari pabrik pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Beberapa adsorben
yang digunakan adalah Magnesol R60, padatan Magnesium Oksida p.a (Merck),
tiga jenis bleaching earth komersial dan arang aktif p.a (Merck). Bahan-bahan
kimia lain diantaranya air destilata, heksan (Merck), TMS, THF, HNO3, HClO4,
LaCl3, larutan standar beberapa logam (Al, Fe, Mg dan Ca- spec grade) dan
beberapa bahan lainnya.
Alat
Peralatan utama yang digunakan untuk analisis adalah Sentrifuse (IKA®C-
MAG HS7), Pompa Vakum (Precision), GC-FID (HP 6890 Version A.01.11), X-
ray Diffractometer (XRD Emma GBC), Spektrofotometer UV-Vis (SHIMADZU
2450), Spektroskopi FTIR (SHIMADZU IR Prestige-21), dan Spektroskopi
Serapan Atom (HITACHI Z-2000). Instrumen penunjang yang digunakan antara
lain penangas air, stirer, kertas saring, termometer, dan peralatan gelas lainnya.
Prosedur Penelitian
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
Karakterisasi CPO
Bahan baku CPO yang digunakan terdiri dari 3 tingkat mutu berdasarkan
nilai ALB (4, 6 dan 14). Sampel diuji kualitasnya berdasarkan metode pengujian
standar untuk mengetahui kondisi awal sampel, meliputi kadar total karoten, kadar
asam lemak bebas, kadar gliserida dan kadar air.
Kadar karoten CPO diukur berdasarkan metode spektrofotometri (PORIM
2005). Sebanyak 0,1 gram sampel dilarutkan sampai homogen dengan pelarut
heksana dalam labu ukur 25 mL. Selanjutnya, absorbansi larutan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm.
Kadar karoten dihitung menggunakan rumus:
18
Profil asam lemak bebas dan kandungan gliserida CPO diukur dengan
kromatografi gas (GC-FID) (AOCS Official Method Cd 11b-91 2003-Modifikasi).
Sampel CPO sebanyak 25 mg dimasukkan dalam vial kemudian ditambahkan 10
µL tetra hidroksifuran dan 50 µL N-Trimetilsilan, divorteks dengan kecepatan
2400 rpm selama 1,5 menit kemudian disimpan dalam ruang gelap selama 10
menit. Selanjutnya sampel ditambahkan 2 mL heptana melalui pinggir tabung dan
divorteks kembali dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 detik kemudian ditutup
rapat dengan parafilm dan didiamkan selama minimum 30 menit. Setelah itu
sampel siap diinjeksikan ke dalam GC-FID sebanyak 1 µL. Kromatografi gas
yang digunakan dilengkapi dengan split injeksi dan FID dengan kondisi sebagai
berikut, suhu kolom awal 50 oC dinaikkan menjadi 180
oC dengan kenaikan 15
oC/menit, kemudian dinaikkan lagi menjadi 230
oC dengan kenaikan 7
oC/menit
dan dinaikkan lagi menjadi 380 oC, suhu detektor 390
oC, suhu injektor 390
oC,
kecepatan gas pembawa 0,7 mL N2/menit, kecepatan aliran udara 450 mL/menit
dan volume injeksi 1 µL. Perhitungan kadar gliserida dan ALB dilakukan dengan
menjumlahkan persentase luas area pada puncak kromatogram dan selang waktu
retensi ALB, MAG, DAG dan TAG.
Karakterisasi Adsorben
Adsorben sintetik (Magnesol R60, MgO dan arang aktif) dikarakterisasi
berdasarkan spesifikasi bahan pada label, sedangkan tiga jenis bleaching earth
komersial dilakukan karakterisasi sifat fisikokimianya, meliputi pola difraksi X-
Ray , pola spektra infra merah, pH, kadar air, dan kandungan oksida logam.
Pola difraksi bleaching earth diukur dengan menggunakan X-ray
Diffractometer dengan sumber radiasi monokromator Cu-Kα 1,54056 Å (35 kV
dan 28,4 mA). Pola difraksi dicatat antara 10o – 80
o 2θ dengan kecepatan 3
o/menit.
Pola spektra infra merah bleaching earth diukur menggunakan
spektroskopi FTIR pada range panjang gelombang 400 – 4000 cm-1
dengan
resolusi 4 cm-1
.
Nilai pH bleaching earth diukur menggunakan pH meter (Usman dkk.
2012) dengan merendam 5 g sampel ke dalam 100 mL akuades selama kurang
lebih 12 jam kemudian disaring dan diambil 25 mL untuk diukur nilai derajat
keasamannya menggunakan pH meter.
Kadar air bleaching earth diukur berdasarkan berat kering (Sulaeman
dkk. 2005) yaitu dengan menimbang 5,00 g contoh tanah kering udara dalam
cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Keringkan dalam oven pada suhu
105 oC selama 3 jam. Cawan diangkat dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam
desikator hingga dingin kemudian ditimbang. Adapun nilai kadar air dihitung
menggunakan rumus:
Kandungan oksida logam bleaching earth diukur menggunakan metode
spektroskopi serapan atom (Sulaeman dkk. 2005) melalui pengabuan basah dan
diubah konsentrasi logam yang terukur ke dalam bentuk oksidanya berdasarkan
Hukum Dalton. Logam yang diukur adalah Mg, Ca, Fe dan Al. Adapun tahapan
rinci yang dilakukan adalah sebagai berikut:
19
a. Destruksi sampel dengan pengabuan basah
Sebanyak 0,500 g dimasukkan ke dalam tabung digestion, kemudian
ditambahkan 5 mL HNO3 p.a. dan 0,5 mL HClO4 p.a. dan dibiarkan satu malam.
Esok harinya sampel dipanaskan dalam digestion blok dengan suhu 100 oC selama
satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap kuning habis
suhu digestion blok ditingkatkan menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar
asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 mL. Tabung diangkat dan dibiarkan
dingin. Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 mL dan
kocok dengan pengocok tabung hingga homogen (diperoleh ekstrak).
b. Pengukuran Ca dan Mg
Sebanyak 3 mL ekstrak dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
ditambahkan air bebas ion hingga tanda tera. Sampel kemudian diencerkan
kembali dengan diambil sebanyak 1 mL, ditambahkan 2,5 mL larutan LaCl3 0,4 %
dan ditambahkan air bebas ion hingga volum 50 mL. Kocok dengan menggunakan
pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan AAS dengan deret
standar sebagai pembanding.
c. Pengukuran Al dan Fe
Konsentrasi Al dan Fe diukur langsung dari ekstrak menggunakan AAS
dengan deret standar masing-masing sebagai pembanding. Untuk pengukuran Al
menggunakan nyala campuran gas N2O asetilen, sedangkan logam yang lainnya
menggunakan nyala campuran udara-asetilen.
Proses Kontak CPO dengan Adsorben
Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum
Tahap ini dilakukan terhadap ketiga sampel CPO dengan beberapa adsorben
baik tunggal maupun kombinasi (Tabel 10). Sebanyak 100 mL sampel CPO
dipanaskan hingga mencapai suhu 50 oC, kemudian ditambahkan adsorben,
diaduk menggunakan stirer (selama 30 dan 60 menit) dan didiamkan selama 10
menit. Setelah itu dilakukan pemisahan adsorben menggunakan sentrifuse (2500
rpm selama 15 menit). Selanjutnya CPO dikemas dalam botol gelap dan disimpan
dalam refrigerator hingga siap untuk dianalisis. Kontak juga dilakukan pada suhu
60 oC selama 30 menit dan variasi konsentrasi adsorben (1 dan 3 % b/v). Dari
setiap perlakukan kemudian dilakukan analisis kualitas minyak yang dihasilkan
meliputi kadar total karoten, kadar asam lemak bebas dan kadar diasilgliserol.
Hasil yang diperoleh dari proses kontak tanpa vakum dijadikan acuan untuk
proses kontak dengan kondisi vakum.
Tabel 10 Formulasi adsorben pada kondisi tanpa vakum
Kombinasi adsorben Konsentrasi Suhu proses
(oC)
Waktu
(menit)
Bleaching earth tipe 1 1 %, 3 % 50 dan 60 30 dan 60
Bleaching earth tipe 2 1 %, 3 % 60 30
Bleaching earth tipe 3 1 %, 3 % 60 30
Arang aktif 1 %, 3 % 60 30
MgO 1 % 60 30
MgO + Bleaching earth tipe 1 1 % 60 30
20
Proses Kontak dengan Kondisi Vakum
Proses ini dilakukan terhadap sampel CPO dengan nilai ALB 6 dan 14
dengan beberapa kombinasi adsorben (Tabel 11). Pemilihan adsorben didasarkan
pada hasil kontak dengan kondisi tanpa vakum. Proses kontak pada kondisi ini
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari proses sebelumnya (tanpa kondisi
vakum). Adapun adsorben yang digunakan adalah bleaching earth tipe 1, MgO
dan Magnesol R-60 (sebagai pembanding). Proses kontak dilakukan sesuai
dengan tahap bleaching pada proses pemurnian CPO secara umum, yaitu
dilakukan pada suhu 90 oC selama 30 menit, diaduk menggunakan stirer dan
didiamkan selama 10 menit. Pemisahan sampel dilakukan dengan menggunakan
sentrifuse (2500 rpm, 15 menit). Selanjutnya CPO dikemas dalam botol gelap dan
disimpan dalam refrigerator hingga siap untuk dianalisis.
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar DAG dan ALB
Karakteristik adsorben yang digunakan untuk melihat pengaruh adsorben
terhadap kadar DAG dan ALB adalah kadar kandungan magnesium oksida (MgO)
dan silikat (SiO2). Kandungan oksida adsorben dihitung berdasarkan hasil analisis
AAS dan massa yang digunakan dalam proses kontak. Adapun hasil analisis kadar
DAG dan ALB pada kondisi vakum maupun tanpa vakum dihitung persen
perubahannya. Hubungan antara pengaruh karakteristik adsorben (kadar MgO dan
SiO2) terhadap reduksi DAG dan ALB dilihat berdasarkan matriks Korelasi
Pearson.
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar Total Karoten
Kadar karoten semua sampel CPO sebelum dan sesudah proses kontak
dengan adsorben baik kondisi vakum maupun tanpa vakum diukur nilainya
menggunakan spektrofotometri (PORIM 2005). Perubahan kadar yang terjadi
dianalisis untuk mengetahui pengaruh adsorben terhadap total karoten dalam CPO
yang merupakan salah satu parameter kualitas CPO.
Tabel 11 Formulasi adsorben pada kondisi vakum
Kombinasi adsorben Konsentrasi Suhu proses
(oC)
Waktu
(menit)
Magnesol (R-60) 1 %, 3 % 90 30
MgO 1 % 90 30
Bleaching earth tipe 1 1 % 90 30
R-60 + Bleaching earth tipe 1 1 % (1:2,
1:1, 2:1)
90 30
MgO + Bleaching earth tipe 1 90 30
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
Karakterisasi CPO
Bahan baku utama yang digunakan adalah tiga jenis CPO dengan kualitas
yang berbeda berdasarkan nilai ALB. Kadar air dan total karoten CPO yang
digunakan dalam penelitian ini masih memenuhi standar kualitas CPO menurut
SNI, akan tetapi kadar asam lemak bebas dua CPO (dengan nilai ALB 6 dan 14)
tidak memenuhi standar SNI maupun MS. Selain itu, perbedaan nilai kadar DAG
dan ALB pada CPO sampel ke-3 sangat besar dibandingkan sampel lainnya.
Perbedaan kadar awal dari setiap komponen akan mempengaruhi proses
adsorpsiapabila dikontakkan dengan adsorben (Moreno-Castilla 2004). Hasil
karakterisasi ketiga jenis CPO disajikan pada Tabel 12.
Karakterisasi Adsorben
Adsorben merupakan bahan yang dapat menjerap bahan lain baik berupa
padatan maupun cairan. Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya interaksi atau
gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan sisi-sisi aktif di permukaan
adsorben baik secara fisika maupun kimia. Pemilihan adsorben dilakukan
berdasarkan polaritas adsorben dan ketersediaannya secara komersial untuk
dipakai dalam proses pemurnian minyak sawit. Karakterisasi awal yang dilakukan
terhadap adsorben adalah analisis pola spekta difraksi sinar X dari mineral
bleaching earth yang digunakan dengan analisis XRD. Hal tersebut bertujuan
untuk menentukan kandungan mineral utama penyusun adsorben bleaching earth
berdasarkan pola spektranya. Analisis XRD terhadap ketiga tipe bleaching earth
(Gambar 8) memperlihatkan pola difraksi yang hampir sama dengan intensitas
puncak berbeda. Puncak utama terlihat pada 26o 2θ adalah Quartz (SiO2) dimana
terjadi perbedaan intensitas puncak dengan intensitas puncak tertinggi pada
bleaching earth tipe 1. Perbedaan intensitas puncak tersebut akan mempengaruhi
kemampuan adsorpsi ketiganya. Adanya bukit agak lebar pada 15o 2θ hingga 35
o
2θ menunjukkan karakteristik dari mineral yang amorf sehingga mineral ini
memiliki kemampuan adsorbsi, sesuai dengan penelitian Kim et al. (2008).
Adapun derajat kristalinitas dari SiO2 dalam ketiga bleaching earth berturut-turut
21,12 %, 10,73 % dan 10,65 %. Derajat kristalinitas tersebut menunjukkan
banyaknya kandungan kristal SiO2 dalam bleaching earth.
Tabel 12 Karakteristik bahan baku minyak sawit kasar (CPO)
Karakteristik kualitas CPO
ke-1
CPO
ke-2
CPO
ke-3
Standar mutu
SNIa
MSb
Kadar air (%) 0,084 0,135 0,731 0,5 Maks.0,25
Total karoten (mg/kg) 610,98 584,09 565,73 500 474 – 689
Asam lemak bebas (%) 4,03 6,19 14,00 Maks.5 Maks. 5
Monoasilgliserol TD TD TD ~ ~
Diasilgliserol (%) 6,97 8,28 5,59 ~ ~
Triasilgliserol (%) 89,00 85,53 80,41 ~ ~ aSNI (Standar Nasional Indonesia) nomor 01-2901-2006,
bMS (Malaysian Standart
MS814:2007) , TD = Tidak terdeteksi
22
Gambar 8 Spektra XRD bleaching earth (A) tipe 1, (B) tipe 2, (C) tipe 3
Analisis lebih lanjut menggunakan spektroskopi FTIR terhadap ketiga tipe
bleaching earth disajikan dalam Tabel 13. Analisis FTIR ini bertujuan untuk
mendukung data spektra difraksi XRD dan menentukan kandungan mineral lain
yang terkandung dalam bleaching earth. Spektrum dari beberapa puncak FTIR
(gambar terdapat pada Lampiran 3) menunjukkan gugus fungsi dari adsorben
maupun pengotor yang ada dalam sampel. Puncak utama yang memberikan
informasi adanya silika quartz (SiO2) adalah munculnya spektra khusus (Tabel 13)
yang menunjukkan vibrasi dari gugus siloksan (=Si-O-Si=) dan silanol (=Si-OH).
Pada silika adanya gugus siloksan menunjukkan sifat hidrofobik dari permukaan
adsorben, sedangkan sifat hidrofilik ditunjukkan dengan adanya gugus silanol.
Kedua gugus inilah yang berperan dalam interaksi kepolaran antara adsorben
0
40
80
120
160
200
10 20 30 40 50 60 70 80
c
o
u
n
t
s
2θ
0
40
80
120
160
200
10 20 30 40 50 60 70 80
c
o
u
n
t
s
2θ
0
40
80
120
160
200
10 20 30 40 50 60 70 80
c
o
u
n
t
s
2θ
(A)
260
150
(B) 26
0
150
(C) 260
150
23
dengan adsorbat. Deformasi unsur aluminium dan silikat pada spektrum tersebut
menunjukkan adanya mineral monmorilonitte yang diperkuat dengan munculnya
puncak spektra XRD pada 62o 2θ.
Tabel 13 Hasil analisis spektra FTIR ketiga tipe bleaching earth komersial
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1
)
Bleaching
earth tipe 1
Bleaching
earth tipe 2
Bleaching
earth tipe 3
Vibrasi ulur –OH terikat logam 3641,66 3616,53 3643,53
Vibrasi ulur O-H dari (=Si-OH) 3440,94 3439,08 3441,01
Vibrasi ulur C=O 1634,46 1631,78 1614,42
Vibrasi ulur asimetris =Si-O
dari (=Si-O-Si=) 1047,74 1055,91 1039,63
Vibrasi ulur simetris =Si-O dari
(=Si-O-Si=)
800,70 798,53 796,60
Deformasi Al-O-Si= 522, 69 522, 69 514, 69
Vibrasi tekuk =Si-O dari
(=Si-O-Si=)
476,46 455,20 470,63
Berdasarkan kandungan mineral yang terdapat dalam adsorben, maka
dilakukan analisis fisiko kimia adsorben. Hasil karakteristik fisikokimia ketiga
bleaching earth komersial (Tabel 14) menunjukkan bahwa ketiga tipe bleaching
earth memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik akan
mempengaruhi kemampuannya dalam menjerap suatu senyawa.
Secara fisik, ketiga tipe bleaching earth memiliki kenampakan warna yang
berbeda (Lampiran 4). Bleaching earth tipe 1 memiliki warna yang lebih muda
dibandingkan bleaching earth lainnya. Perbedaan warna ini dapat disebabkan
karena sifat alami mineral maupun perlakuan aktivasi terhadap mineral tersebut.
Biasanya mineral yang telah diaktivasi asam akan memiliki kenampakan warna
yang lebih muda dibandingkan tanpa aktivasi (Mianta 2001). Hal tersebut
dibuktikan dengan nilai keasaman bleaching earth tipe 1 yang lebih tinggi
dibandingkan lainnya. Secara umum semakin asam suatu adsorben, maka semakin
tinggi tingkat adsorptivitas adsorben (Ahmadi dan Mushollaeni 2007, Silva et al.
2014). Selain itu, bleaching earth yang diaktivasi asam telah dibandingkan
Tabel 14 Karakteristik fisik dan kimia bleaching earth komersial
Karakteristik Bleaching
earth tipe 1
Bleaching
earth tipe 2
Bleaching
earth tipe 3
Warna Putih
kecoklatan Coklat muda
Coklat agak
gelap
Kadar air (%) 13,43 13,86 15,40
pH 3,10 3,50 5,00
Oksida logam (%):
SiO2
MgO
Al2O3
Fe2O3
CaO
85,67
1,11
3,14
0,51
9,57
94,35
0,28
1,96
0,50
2,92
88,69
0,69
4,40
0,50
5,72
24
kemampuan adsorpsinya dengan bleaching earth alami dan menunjukkan
pengaruh signifikan (Taylor 2005, Silva et al. 2014). Berdasarkan tingkat
keasamaannya, bleaching earth yang akan memiliki kemampuan adsorpsi paling
besar dibandingkan bleaching earth lainnya adalah bleaching earth tipe 1.
Logam-logam utama yang terkandung dalam bleaching earth adalah aluminium,
silikon, besi, magnesium, dan kalsium. Jenis unsur penyusun, konsentrasi dan
letak logam tersebut dalam struktur tanah yang menentukan jenis mineralnya.
Kandungan oksida logam dalam adsorben digunakan untuk menghitung mol
SiO2 dan MgO. Rasio mol SiO2/MgO (Tabel 15) menunjukkan bahwa magnesol
R-60 mempunyai rasio mol SiO2/MgO terkecil. Rasio perbandingan jumlah antar
logam menentukan ukuran pori sebagai media interaksi dengan adsorbat.
Clowutimon et al. (2011) membuat magnesium silikat sintetik dari abu sekam
padi melalui reaksi presipitasi dan diperoleh hasil bahwa semakin kecil rasio mol
SiO2/MgO maka diameter pori adsorben akan semakin besar dan mempengaruhi
kemampuan adsorpsi. Akan tetapi, pada penelitian ini belum diketahui pengaruh
rasio mol SiO2/MgO terhadap struktur dan kemampuan penjerapan adsorben.
Pengaruh rasio mol SiO2/MgO yang mungkin terjadi adalah adanya
peningkatan sifat kepolaran seiring dengan bertambahnya jumlah MgO dalam
adsorben. Hal tersebut karena sifat ikatan ionik dalam struktur MgO yang
memudahkan terjadinya ionisasi sehingga terjadi gaya induksi elektrostatik dalam
adsorben. Proses induksi ini menyebabkan kenaikan kepolaran adsorben sehingga
meningkatkan gaya tarik terhadap molekul lain. Urutan kepolaran jika didasarkan
pada kandungan MgO adalah adalah bleaching earth tipe 2 < bleaching earth tipe
3 < bleaching earth tipe 1 < Magnesol R-60. Adapun arang aktif merupakan
adsorben yang bersifat non polar yang menjerap molekul lain melalui pori pada
permukaannya. Sedangkan padatan MgO murni merupakan senyawa ionik yang
akan berinteraksi melalui interaksi elektrostatik dengan molekul lainnya.
Tabel 15 Karakteristik kimia adsorben yang digunakan berdasarkan informasi
label kemasan dan analisis spektroskopi serapan atom
Lambang Jenis adsorben Karakteristik Rasio mol
SiO2 : MgO
Arang aktif Arang aktif p.a
(Merck)
> 90 % karbon
(ukuran< 100μm)a
0 : 0
Bleaching earth tipe 1 Bleaching
earth alami
86 % SiO2c
1,1 % MgO 57 : 1
Bleaching earth tipe 2 Bleaching
earth alami
94 % SiO2c
0,2 % MgO 223 : 1
Bleaching earth tipe 3 Bleaching
earth alami
89 % SiO2c
0,7 % MgO 86 : 1
Magnesol R-60 Magnesium
silikat sintetik
65 % SiO2b
15 % MgO 3 : 1
MgO Magnesium
oksida p.a
> 99 % MgOa
~
a Data kemasan
b Data Global Speciality Ingredient
c Data hasil analisis spektroskopi atom
25
Proses Kontak CPO dengan Adsorben
Proses Kontak tanpa Kondisi Vakum
Proses kontak tanpa kondisi vakum dilakukan terhadap ketiga jenis CPO
dengan beberapa adsorben (Tabel 10). Selama proses kontak, terjadi perubahan
warna CPO dari merah kekuningan menjadi kehitaman karena bercampur dengan
adsorben. Warna merah kekuningan diperoleh kembali setelah dilakukan
penyaringan menggunakan sentrifuse. Volume sampel tidak mengalami
perubahan yang signifikan, kecuali saat dikontakkan dengan arang aktif. Arang
aktif mengalami perubahan volume (mengembang) dan susah dipisahkan dengan
CPO sehingga mengurangi volume sampel hingga 25 %. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Fitriyantini (2009) yang menunjukkan adanya perubahan
volume sampel yang signifikan saat minyak sawit dikontakkan dengan arang aktif.
Rancangan alat proses kontak ditunjukkan dalam Lampiran 7. Secara umum
terjadi penurunan baik kadar DAG maupun ALB (Gambar 9), tetapi
penurunannya tidak signifikan sesuai dengan hasil penelilitian Strijowski et al.
(2011). Perlakuan waktu dan suhu kontak tetap tidak memberikan pengaruh yang
signifikan. Rendahnya reduksi DAG dan ALB diduga karena masih banyaknya
pengotor dalam CPO dan viskositas yang tinggi sehingga mempengaruhi proses
adsorpsi (Huang and Sathiviel 2010).
Gambar 9 Perubahan kadar DAG dan ALB proses kontak CPO dengan beberapa
adsorben tanpa kondisi vakum
Hasil kontak CPO dengan nilai ALB 6 (Tabel 16) pada kondisi tanpa vakum
terlihat bahwa nilai ALB dan DAG mengalami perubahan, namun tidak signifikan.
Kadar DAG justru mengalami kenaikan. Hal tersebut dikarenakan ALB lebih
mudah terjerap oleh adsorben karena ukuran molekulnya lebih kecil daripada
DAG sehingga lebih mudah mengisi ruang kosong pori dalam adsorben dan
jumlahnya menjadi berkurang. Sedangkan DAG jumlahnya tetap dalam larutan
sehingga persentasenya menjadi lebih besar. Untuk menjerap DAG diperlukan
interaksi kepolaran yang lebih tinggi karena sifat DAG yang cenderung hidrofilik.
Viskositas CPO yang masih tinggi dan dosis adsorben yang terlalu sedikit juga
dapat menyebabkan DAG lebih susah terjerap oleh adsorben. Apabila jumlah
0%
20%
40%
60%
80%
100%
ALB
DAG
TAG
26
DAG dan ALB setelah proses kontak dengan adsorben lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlahnya sebelum kontak dengan adsorben, maka kemungkinan terjadi
proses hidrolisis TAG menjadi DAG dan ALB. Proses hidrolisis tersebut akan
meningkatkan kadar kedua senyawa dalam CPO. Adapun hasil reduksi DAG dan
ALB pada kondisi tanpa vakum beberapa penelitian disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi tanpa vakum
Sampel
Kondisi Hasil
Referensi T
(oC)
T ALB % *
DAG % *
500 g CPO dalam 400
mL eter dilewatkan
dalam 600 g silika
- Sebelum
- Setelah
- - - -
9,60
<0,1
-
99
Ermacora
and
Hrncirik
(2014)
CPO + adsorben
ketiga tipe bleaching
earth
- Awal
- BE1 1 %
- BE1 3 %
- BE2 1 %
- BE2 3 %
- BE3 1 %
- BE3 3 %
60 30’
6,19
4,22
5,56
5,07
5,40
5,29
5,43
-
31,8
10,2
18,1
12,8
14,6
12,3
8,28
8,03
8,56
8,61
8,33
8,69
8,85
-
3,02
(+)3,4
(+)3,9
(+)0,6
(+)5, 0
(+)6,9
Hasil
penelitian
Fraksi olein CPO +
adsorben (3:1)
- Awal
- atapulgit
- arang aktif
60 171’
5,06
3,67
2,97
-
27,5
41,3
- - Sirait
(2007)
180 g minyak goreng
sawit + 20 g adsorben
persenyawaan silikat
- Awal
- AMS 97 %
- AMS 70 %
- AMS 40 %
- Zeolit (20 % air)
- Zeolit terkalsinasi
- Silikon oksida
- SAS (Al)
- SCS (Ca)
- SMS (Mg)
80 30’
0,12
-
8,85
8,00
7,25
8,25
8,50
7,25
8,50
8,65
8,25
8,75
-
10
18
7
4
18
4
3
7
2
Strijowski
et al.
(2011)
BE1, BE2 dan BE3 = bleaching earth tipe 1, tipe 2 dan tipe 3
AMS = Amorphous magnesium silicate, SAS = Sodium aluminium silicate,
SCS = Synthetic calcium silcate, SMS = Synthetic magnesium ssilcate
* persentase penurunan, (+) terjadi kenaikan, (- ) tidak dilakukan analisis
27
Tabel 16 menunjukkan bahwa tidak semua adsorben dapat menurunkan
kadar senyawa DAG dengan baik. Ermacora and Hrncirik (2014) dapat
menurunkan DAG hingga 99 %, akan tetapi jumlah adsorben yang digunakan
lebih banyak dari sampel CPO nya dan dilakukan pelarutan terlebih dahulu.
Pelarutan CPO akan menurunkan viskositas larutan sehingga mempermudah
proses adsorpsi melalui interaksi kepolaran. Semakin rendah viskositas larutan,
maka proses adsorpsi senyawa akan semakin mudah (Huang and Sathiviel 2010).
Sedangkan Strijowski et al. (2011) dapat menurunkan DAG dengan berbagai
adsorben, akan tetapi penurunannya tidak signifikan. Sampel yang digunakan
adalah minyak goreng sawit dengan kadar ALB sangat rendah (0,12 %) sehingga
adsorben dapat menjerap DAG. Selain itu, jumlah adsorben yang digunakan juga
lebih besar dibandingkan dengan jumlah adsorben pada penelitian ini. Penurunan
terbesar yaitu saat menggunakan adsorben AMS (70 %) dan zeolit terkalsinasi,
yaitu sebesar 18 %.
Persentase penurunan kadar ALB yang besar menggunakan adsorben
ditunjukkan oleh penelitian Sirait (2007). Waktu kontak dan jumlah adsorben
yang digunakan dalam proses penjerapannya lebih lama jika dibandingkan dengan
kondisi proses penelitian ini. Dari hasil perbandingan beberapa penelitian tersebut,
ternyata proses adsorpsiakan semakin efektif apabila dilakukan dalam waktu yang
lama dan jumlah adsorben yang lebih besar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Nwabanne and Ekwu et al. (2007) yang menyatakan bahwa waktu kontak dan
dosis adsorben sangat menentukan efektifitas proses adsorpsi yang terjadi.
Proses Kontak dengan Kondisi Vakum
Proses kontak adsorben pada kondisi vakum dilakukan menggunakan
sampel dengan nilai ALB 6 dan 14. Walaupun menggunakan suhu proses yang
lebih tinggi dibandingkan kondisi tanpa vakum, ternyata proses reduksi DAG dan
ALB memiliki pola yang hampir sama dengan proses kontak tanpa vakum. Kadar
DAG dan ALB ada yang mengalami kenaikan, tetapi juga ada yang mengalami
penurunan. Kemungkinan yang terjadi seperti pada kondisi tanpa vakum, yaitu
adanya hidrolisis triasilgliserol menjadi diasilgliserol dan asam lemak bebas yang
justru dikatalisis oleh adsorben yang menyebabkan kadar kedua senyawa naik.
Hasil penelitian ini (Tabel 17) mendukung beberapa penelitian lain mengenai
pengurangan kadar DAG dan ALB. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan
hasil penelitian Silva et al. (2014) yang menambahkan bleaching earth teraktivasi
asam maupun alami dan terjadi kenaikan ALB (± 9 %) dengan kadar awal 4,6 %.
Franke et al. (2009) juga mengaplikasikan adsorben Tonsil OPT FF dalam CPO
dan diperoleh penurunan diasilgliserol yang sangat kecil (tidak signifikan). Data
Global Speciality Ingredient justru menunjukkan bahwa terjadi penurunan ALB
hingga 80 % (dari 0,09 % menjadi 0,012 %) dan DAG 30 % (dari 4 % menjadi 2,8
%) menggunakan Magnesol R-60. Sedangkan hasil penelitian ini saat proses
kontak dengan Magnesol R-60 hanya menurunkan ALB sebesar 4 % pada CPO
(ALB 6) dan 8,4 % pada CPO (ALB 14), sedangkan DAG pada CPO (ALB 14)
justru bertambah. Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena jumlah kadar
awal ALB dan DAG dari kedua jenis CPO berbeda sehingga mempengaruhi
proses adsorpsi. Selain itu, viskositas kedua sampel juga berbeda. Faktor lainnya
adalah kemudahan ALB untuk diadsorp dibandingkan dengan DAG karena
ukuran molekulnya yang lebih kecil dibandingkan DAG.
28
Tabel 17 Perbandingan reduksi ALB dan DAG pada kondisi vakum
Sampel
Kondisi Hasil
Referensi T
(oC)
t ALB % *
DAG % *
CPO + asam sitrat +
adsorben (2 %)
- Awal
- ABEa + 0,09% sitrat
- ABEa + 0,27% sitrat
- NBEa + 0,09% sitrat
- NBEa + 0,27% sitrat
105 30’
4,6
5,0
5,0
4,7
4,8
-
(+)9
(+)9
(+)2
(+)4
- - Silva et al.
(2014)
Minyak sawit pre-
refined dan RDPO +
Tonsil 0,8%
- pre-refined Sebelum
- pre-refined Setelah
- CPO Sebelum
- CPO Setelah
90 20’ - -
6,03
5,98
5,29
5,23
-
1
-
1
Franke et
al. (2009)
CPO + adsorben
- Awal
- BE1 1%
- Magnesol (Mgs)1%
- (Mgs+BE1) 1 %
- (MgO+BE1) 1%
CPO + adsorben
- Awal
- BE1 1%
- Magnesol(Mgs)1%
- (Mgs+BE1) 1 %
- (MgO+BE1) 1%
90 30’
6,19
5,27
5,81
6,42
4,79
14,0
12,9
12,8
12,3
4,15
-
15
6
(+)4
22,4
-
7,5
8,4
11,6
70,4
8,28
7,35
7,59
7,76
7,90
5,59
6,15
5,79
5,46
6,62
-
11
8,3
6,3
4,6
-
(+)10
(+)4
2,3
(+)18
Hasil
penelitian
Minyak goreng sawit +
Magnesol 1%
Awal
Akhir
90 20’
0,090
0,012
-
80
4,00
2,80
-
30
Global
Speciality
Ingredient
(2014) * persentase penurunan
(+) terjadi kenaikan
- tidak dilakukan analisis
a
ABE dan NBE adalah activated dan natural bleaching earth
Data Tabel 17 juga memperlihatkan bahwa penurunan ALB dan DAG saat
dikontakkan dengan bleaching earth tipe 1 dan Magnesol secara tunggal tidak
menunjukkan perbedaan penurunan yang signifikan. Padahal antara bleaching
earth tipe 1 dan Magnesol R-60 memiliki nilai rasio SiO2/MgO yang sangat
berbeda jauh. Hal tersebut kemungkinan karena kemampuan adsorpsi tidak hanya
dipengaruhi oleh besarnya kandungan oksidanya, akan tetapi dapat dipengaruhi
oleh faktor lain seperti keasaman, ukuran pori dan luas permukaan adsorben. Hasil
kontak kombinasi bleaching earth tipe 1 dan MgO (1:1) pada kedua CPO
menunjukkan penurunan ALB yang lebih besar jika dibandingkan dengan hasil
29
kontak kombinasi bleaching earth tipe 1 dan Magnesol R-60 (1:1). Kemungkinan
yang terjadi adalah bahwa kombinasi bleaching earth tipe 1 dan MgO dapat
meningkatkan kadar MgO dalam adsorben lebih tinggi dibandingkan dengan
penambahan Magnesol R-60. Kenaikan kadar MgO dalam adsorben akan
meningkatkan sifat kepolaran adsorben sehingga kemampuan adsorpsinya juga
meningkat.
CPO dengan ALB 6 menunjukkan penurunan DAG, sedangkan CPO
dengan ALB 14 justru terjadi kenaikan kadar DAG. Hasil berbeda terlihat pada
penurunan ALB kedua CPO. CPO dengan ALB 14 menunjukkan persentase
penurunan kadar ALB yang lebih tinggi dibandingkan CPO dengan ALB 6.
Kadar ALB yang tinggi akan memperbesar peluang senyawa tersebut untuk
teradsorp oleh adsorben. Selain itu, ukuran berat molekul ALB yang lebih kecil
dibandingkan DAG juga menyebabkan ALB lebih mudah teradsorp oleh
adsorben. Perbedaan penurunan kadar tersebut juga lebih menegaskan bahwa
karakteristik awal CPO menentukan proses penyerapan yang terjadi. Reduksi
terbesar yang terjadi yaitu dengan adsorben kombinasi bleaching earth tipe 1 dan
MgO (1:1) sebesar 70 % pada CPO dengan ALB 14. Kombinasi tersebut dapat
menurunkan kadar ALB hingga menjadi 4,15 % yang memenuhi standar CPO,
akan tetapi karoten juga berkurang (di bawah 500 mg/kg) yang justru tidak
memenuhi standar kualitas CPO.
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kualitas CPO
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar DAG dan ALB
Kandungan asam lemak bebas dan gliserida sangat mempengaruhi kualitas
CPO. Kadar keduanya dapat dianalisis menggunakan kromatografi gas. Hasil
kromatogram analisis minyak sawit disajikan dalam Gambar 10.
Waktu retensi (menit)
Gambar 10 Spektra hasil analisis kadar ALB dan gliserida sampel CPO
dengan GC-FID
30
Prinsip dari analisis ini adalah pengubahan komponen asam lemak menjadi
senyawa volatil agar dapat dibawa oleh gas pembawa dan kemudian berinteraksi
dengan kolom (fase diam). Metode pengubahan yang digunakan adalah metode
standar AOCS Official Method Cd 11b-91 2003-Modifikasi. Komponen yang
keluar dari kolom dapat dideteksi dengan detektor, salah satunya adalah detektor
ionisasi nyala api (Flame Ionization Detector atau FID). Respon yang diperoleh
berupa peak kromatogram yang dapat dibandingkan antara hasil peak
kromatogram sampel dan data standar. Perhitungan kadar dilakukan dengan
menjumlahkan persentase area pada peak dan selang waktu retensi tertentu. Asam
lemak bebas terdeteksi terlebih dahulu karena memiliki berat molekul yang paling
rendah dibandingkan diasilgliserol dan triasilgliserol.
Karakteristik adsorben yang digunakan untuk melihat pengaruh adsorben
terhadap kadar DAG dan ALB adalah kandungan MgO dan SiO2. Pemilihan
karakteristik tersebut berdasarkan hasil analisis fisiko kimia adsorben (Tabel 14)
yang menunjukkan bahwa kedua oksida tersebut terkandung dalam semua
adsorben yang digunakan dalam penelitian ini (kecuali arang aktif). Hasil korelasi
Pearson terhadap semua sampel CPO dengan ketiga tipe adsorben bleaching earth
pada kondisi tanpa vakum menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan
antara kandungan oksida logam (SiO2 dan MgO) dalam adsorben terhadap reduksi
DAG maupun ALB (Lampiran 5). Hasil yang sama juga ditunjukkan untuk
sampel CPO (ALB 6) pada kondisi vakum, tetapi berbeda dengan hasil untuk
sampel CPO (ALB 14). Hasil kedua jenis CPO (ALB 6 dan 14) pada kondisi
vakum menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh signifikan antara kandungan
adsorben terhadap reduksi DAG pada kedua jenis CPO, akan tetapi berpengaruh
signifikan terhadap reduksi ALB pada CPO dengan ALB 14 (Tabel 18).
Berdasarkan korelasi Pearson (Tabel 18), kadar MgO adsorben berkorelasi
negatif dengan kadar ALB pada taraf nyata 5 %. Artinya bahwa semakin tinggi
kadar MgO, maka kadar ALB semakin kecil dan persentase penurunan ALB nya
semakin besar. Kenaikan kadar MgO tidak berpengaruh terhadap reduksi DAG
dalam sampel CPO dengan ALB 14 karena kadar DAG awalnya rendah (sebesar
5,59), sedangkan kadar ALB awal tinggi (sebesar 14,00) sehingga kemungkinan
ALB untuk terjerap lebih besar. Ukuran berat molekul ALB yang lebih kecil
dibandingkan DAG juga menyebabkan ALB lebih mudah terjerap oleh adsorben.
Hasil tersebut sesuai dengan data Global Speciality Ingredient (2014) yang
menunjukkan penurunan DAG akan besar (hingga 30 %) apabila kadar ALB
dalam sampel kecil (yaitu 0,012 %). Persentase penurunan DAG juga lebih kecil
dibandingkan persentase penurunan ALB berdasarkan data Global Speciality
Tabel 18 Korelasi matriks Pearson kandungan adsorben dan
kadar ALB-DAG pada CPO(ALB 14) pada kondisi
vakum
Variabel SiO2 MgO DAG
SiO2 1 - -
MgO -0,107 1 -
DAG -0,479 0,372 1
ALB 0,049 -0,617a
-0,685a
a terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf nyata 5 %(α=0,05)
31
Ingredient (2014) dan sesuai dengan hasil penelitian ini. Oleh karena itu,
karakteristik awal dari minyak sawit yang dikontakkan (adsorbat) sangat
mempengaruhi persentase penurunan DAG dan ALB pada CPO tersebut.
Analisis Pengaruh Adsorben terhadap Kadar Total Karoten
Adsorben yang digunakan baik kondisi vakum maupun tanpa vakum
mampu menjerap karoten dengan jumlah yang berbeda – beda. Karakter penting
dari adsorben yang banyak dikaji dalam proses adsorpsi karoten adalah keasaman.
Keasaman akan berpengaruh terhadap kestabilan gugus silanol dari senyawa silika
dalam bleaching earth. Semakin tinggi keasaman adsorben, maka sifat
kepolarannya akan meningkat sehingga kemungkinan terjadinya gaya induksi
dipol-non dipol lebih besar. Jika unsur silikon dalam senyawa silika terinduksi,
maka akan membentuk awan muatan elektron dan berinteraksi dengan ikatan
rangkap karoten. Kemungkinan mekanismenya digambarkan oleh Fitriyantini
(2009) pada Gambar 10. Interaksi yang terjadi antara karoten dengan adsorben
tidak hanya adsorpsi fisik, tetapi merupakan interaksi adsorpsi kimia sehingga
diperlukan kesamaan sifat kepolaran atau energi yang lebih besar untuk terjadinya
reaksi (Silva et al. 2013, Ngeutnekam et al. 2008).
Gambar 11 Mekanisme interaksi antara karoten dengan adsorben (Fitriyantini
2009)
Analisis pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap kadar karoten dilakukan
pada CPO (ALB 4) yang dikontakkan dengan bleaching earth tipe 1 pada suhu 50
dan 60 oC selama 30 dan 60 menit pada kondisi tanpa vakum (Gambar 12).
Gambar 12 Pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar karoten pada CPO (ALB 4)
dengan bleaching earth tipe 1 kondisi tanpa vakum
0
200
400
600
800
CPO 1awal
BE1 1%(50°C,30')
BE1 1%(50°C,60')
BE1 1%(60°C,30')
BE1 3%(60°C,30')
610.98 556.70
496.23 457.19
321.77
To
tal
ka
rote
n (
mg
/kg
)
Perlakuan
kadar karoten
32
Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu
kontak, total karoten yang terserap semakin besar ditunjukkan dengan nilai kadar
nya yang makin menurun pada kondisi tanpa vakum. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Nwabanne and Ekwu (2013) yang menunjukkan bahwa peningkatan
efisiensi bleaching sebanding dengan peningkatan ukuran partikel, suhu, waktu
dan dosis yang digunakan. Suhu yang tinggi memberikan tambahan energi kinetik
untuk reaksi sehingga tabrakan antar molekul lebih sering terjadi dan
kemungkinan proses adsorpsi akan semakin besar (Atkins 1999). Pada proses
kontak dengan kondisi vakum juga terjadi penurunan kadar karoten seiring
dengan bertambahnya dosis adsorben yang digunakan (Gambar 13).
Gambar 13 Pengaruh adsorben terhadap kadar total karoten pada CPO
ALB 6) kondisi vakum pada suhu 90 oC selama 30 menit
Adapun interaksi antara karoten dengan bleaching earth terjadi antara ikatan
rangkap karoten dengan gugus siloksan. Hasil pengaruh ketiga bleaching earth
terhadap total karoten pada ketiga CPO berbeda-beda (Lampiran 1). Bleaching
earth tipe 3 memiliki kemampuan adsorpsi paling rendah dibandingkan yang lain.
Hal tersebut sesuai dengan hasil karakterisasi awal, terutama hasil XRD dan pH.
Nilai pH adsorben bleaching earth tipe 3 lebih besar dibandingkan bleaching
earth lainnya. Nilai tersebut menjelaskan tingkat keasaman bleaching earth tipe 3
yang rendah sehingga kemampuan untuk berinteraksi dengan ikatan rangkap
dalam senyawa karoten kurang. Sifat keasaman adsorben yang lebih tinggi akan
menyebabkan proses interaksi dengan ikatan rangkap pada karoten makin aktif
sehingga jumlah karoten yang terjerap makin banyak. Hasil uji XRD juga
menunjukkan bahwa difraktogram bleaching earth tipe 3 mempunyai intensitas
peak lebih di daerah 26o 2θ yang menjelaskan jumlah kristalinitas silikat yang
rendah. Hal tersebut mempengaruhi luas area yang tersedia untuk adsorpsi, ukuran
pori menjadi lebih kecil sehingga kapasitas adsorpsimenurun (Kim et al. 2008).
Pengaruh beberapa jenis adsorben terhadap kadar karoten dalam CPO pada
kondisi tanpa vakum disajikan pada Tabel 19. Urutan daya serap terhadap karoten
secara berturut-turut MgO < bleaching earth tipe 3 < arang aktif < (MgO +
bleaching earth tipe 1) < bleaching earth tipe 2 < bleaching earth tipe 1. Hasil
tersebut sesuai dengan karakterisasi bleaching earth (keasaman dan spektra XRD)
584.09 525.24
548.23
557.49 570.34
236.95
215.32
383.12
306.09
366.35
521.74
451.88
528.59
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
To
tal
kar
ote
n (
mg/k
g)
Variasi adsorben
33
yang juga menunjukkan bahwa bleaching earth tipe 1 lebih tinggi kemampuan
adsorpsinya sebagai adsorben.
Tabel 19 Pengaruh jenis adsorben terhadap kadar karoten CPO dengan ALB 4 %
pada kondisi adsorpsi tanpa vakum dengan dosis adsorben 1% pada
suhu 60 oC selama 30 menit
Jenis adsorben Kadar karoten (mg/kg) % penurunan
Tanpa adsorben 610,98 -
Bleaching earth tipe 1 457,19 25,17
Bleaching earth tipe 2 495,68 18,87
Bleaching earth tipe 3 604,08 1,13
Arang aktif p.a (Merck) 594,31 2,73
MgO p.a (Merck) 606,24 0,78
MgO + bleaching earth tipe 1 508,43 16,78
Penurunan karoten dengan adsorben MgO (Tabel 19) sangat kecil karena
perbedaan sifat kepolaran antara adsorben MgO dengan senyawa karoten. Karoten
bersifat non polar sehingga cenderung untuk berinteraksi secara hidrofobik
dengan adsorben, sedangkan MgO lebih bersifat hidrofilik. Akan tetapi, pada
perlakuan menggunakan kombinasi MgO dan bleaching earth tipe 1 kemampuan
adsorpsiterhadap karoten menjadi meningkat dibandingkan dengan MgO tunggal.
Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kinerja bleaching earth tipe 1
seiring dengan penambahan kadar MgO di dalamnya. Rossi et al. (2003) pernah
mengkombinasikan silika sintetik dengan lempung pemucat dan berdampak
sinergis. Susetyoningsih et al. (2008) menambahkan MgO ke dalam lempung
Kasongan Bantul yang berfungsi sebagai spinel agent untuk memberikan struktur
ruang yang lebih lebar sehingga dapat mempertahankan kestabilan struktur ikatan
dalam kristal. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar MgO maka
jumlah Pb yang terjerap semakin banyak. Peristiwa ini kemungkinan dapat
menjelaskan efek sinergis MgO dalam bleaching earth. Akan tetapi, untuk
penelitian ini masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaruhnya dalam
CPO karena belum diketahui mekanisme secara pasti dari efek sinergis yang
terjadi.
34
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Adsorben arang aktif, Magnesol R-60, dan 3 tipe bleaching earth pada
kondisi tanpa vakum belum dapat menurunkan DAG dan ALB secara signifikan
pada ketiga jenis CPO. Kombinasi antara adsorben bleaching earth tipe 1 dan
MgO (1:1) sebanyak 1 % dapat menurunkan ALB hingga 70 % pada CPO dengan
ALB 14 pada kondisi vakum. Penambahan beberapa adsorben pada kondisi
vakum dan tanpa vakum dapat menurunkan kadar total karoten dalam CPO, tetapi
adsorben MgO tunggal memiliki pengaruh terkecil karena perbedaan sifat
kepolaran antara keduanya.
Saran
Untuk mendukung hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan analisis rasio
perbandingan DAG : ALB awal dalam berbagai CPO agar diketahui pola reduksi
keduanya. Analisis pengaruh kandungan logam lainnya dalam adsorben (seperti
Al dan Ca) terhadap reduksi DAG dan ALB juga perlu diketahui untuk
mengetahui karakteristik khusus adsorben yang dapat mereduksi kedua senyawa
tersebut secara efektif.
35
DAFTAR PUSTAKA
[AOCS] American Oil Chemist’s Society, Official Method. 2003. AOCS official
method Cd 11b-91: Determination of mono-and diglycerides by capillary gas
chromatofraphy. Sampling and analysis of commercial fats and oils p. 1 – 5.
[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Industri minyak
sawit Indonesia menuju 100 tahun NKRI. Edisipertama. Bogor [Internet].
[diunduh 2015 Mei 26]. Tersedia pada: http://www.gapki.or.id/page/news/e-
book.
[PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 2005. PORIM Test Methods
Malaysia.. Ministry of Primary Industries. Malaysia.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Minyak Sawit: (SNI-01-2901-1995).
Jakarta: Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian.
Afribary. Absorption of palm oil with synthetic adsorbent (coal) [Internet]. [diacu
2014 Jul 10]. Tersedia pada: https://afribary.com/read/1115/absorption-of-
palm-oil-with-synthetic-adsorbent-coal.
Ahmad AL, Chan CY, Shukor SA, Mashitah MD. 2009. Adsorption kinetics and
thermodynamics of β-carotene on silica-based adsorbent. Chemical
Engineering Journal. 148(2):378-384. doi:10.1016/j.cej.2008.09.011.
Ahmadi Kgs dan Mushollaeni W. 2007. Aktivasi kimiawi zeolit alam untuk
pemurnian minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru
(Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 8:71 – 79.
Akoh CC, Min DB. 2008. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology.
Massachusetts (US): CRC Press.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. Edisi kedua. Kartodadiprojo I, penerjemah.
Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari : Physical Chemistry Second Edition.
Bayrak, Y. 2005. Application of langmuir isotherm to saturated fatty acid
adsorption. Journal Microporous and Mesoporous Materials. 87(3):203–206.
doi:10.1016/j.micromeso.2005.08.009.
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. 1999. Berlin (GM): Spinger Berlin
HeidelBerg.
Bernasconi G, Gerster H dan Hauser H. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Edisi
pertama. Handojo L, Paramita P, penerjemah. Jakarta (ID). Terjemahan dari:
Food Technology Part 2.
Bryan T. 2005. Adsorbing It All. Biodiesel Magazine [Internet]. [diunduh 2015
Apr 10]. Tersedia pada: http://www.BiodieselMagazine.com.
Carlson L. 2004. Bentonite Mineralogy Part 1: Methods of Investigation-A
Literature Review. Geological Survey of Finland (FIN) : Finland.
Castellan GW. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. New York (US): General
Graphic Servies.
Christidis GE, Scott PW, Dunham AC. 1997. Acid activation and bleaching
capacity of bentonites from the islands of Milos and Chios, Aegean, Greece.
Applied Clay Science. 12(4):329. doi:S0169-1317(97)00017-3.
Clowutimon W, Kitchaiya P, Assawasaengrat P. 2011. Adsorption of free fatty
acid from crude palm oil on magnesium silicate derived from rice husk.
Engineering Journal. 15(3):15-26. doi:10.4186/ej.2011.15.3.15.
36
Czerniak S, Trokowski K, Karlovits G, Szlyk E. 2011. Effect of refining
processes on antioxidant capacity, total contents of phenolics anf carotenoids in
palm oil. Food Chemistry. 129(3):1187 – 1192. doi:10.1016/2011.05.101. Dallasgrp. 2015. Magnesol ® [Internet]. [diunduh 15 jan 2015]. Tersedia pada:
www.dallasgrp.com.
Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Jilid 2. Malang
(ID): Bayu Media Publishing.
Ermacora A and Hrncirik K. 2014. Influence of oil composition on the formation
of fatty acid esters of 2-chloropropane-1, 3-diol (2-MCPD) and 3-
chloropropane-1, 2-diol (3-MCPD) under conditions simulating oil refining.
Food Chemistry. 161:383-389. doi:10.1016/j.foodchem.2014.03.130.
Ermacora A and Hrncirik K. 2014. Study on the thermal degradation of 3-MCPD
esters in model systems simulating deodorization of vegetable oils. Food
Chemistry 150:158–163. doi:10.1016/j.foodchem.2013.10.063. Fitriyantini Z. 2009. Adsorpsi karotenoid dari metil ester minyak sawit dengan
menggunakan adsorben atapulgit dan magnesium silikat sintetik [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Franke K, Strijowski U, Fleck G, Pudel F. 2009. Influence of chemical refining
process and oil type on bound 3-chloro-1,2-propanediol contents in palm oil
and rapeseed oil. LWT-Food Science Technology. 42(10):1751–1754.
doi:10.1016/j.lwt.2009.05.021.
Gee PT. 2007. Analytical characteristics of crude and refined palm oil and
fractions. European journal of lipid science and technology. 109(4):373-379.
doi:10.1002/ejlt.200600264.
Global Specialty Ingredient. 2014. The power of Magnesol R60 in purification of
vegetable oil [Internet]. [diunduh 2015 Jan 28]. Tersedia pada: http://www.gsi-
worldwide.com/downloads/product/fun_ing_pro_aid_abs-082014.pdf.
Greyt. 2010. Development in edible oil refining for the production of high quality
food oils [Internet]. [diunduh 2015 Sept 15]. Tersedia pada:
http://www.aocs.org/files/ResourcesPDF/refining_desmet_ballestra.pdf. Greyt. 2012. Review on 3-MCPD and glycidyl esters in vegetable oils and fats
[internet]. [diunduh 2015 Des 10]. Tersedia dari: http://aocs.files.cms-
plus.com/ResourcesPDF/MCPD-GE-mitigation-AOCS-2012(DGW)-final. pdf.
Gunawan NS, Indraswati N, Ju YH, Soetaredjo FE, Ayucitra A, Ismadji S. 2010.
Bentonites modified with anionic and cationic surfactants for bleaching of
crude palm oil. Applied Clay Science. 47(3):462-464.
doi:10.1016/j.clay.2009.11.037.
Hrncirik K, Zelinkova Z, Ermacora A. 2011. Critical factors of indirect
determination of 3‐chloropropane‐1, 2‐diol esters. European Journal of Lipid
Science and Technology. 113(3):361-367. doi: 10.1002/2Fejlt.201000316.
Huang J and Sathivel S. 2010. Purifying salmon oil using adsorption,
neutralization, and a combined neutralization and adsorption process. Journal
of Food Engineering. 96(1):51 – 58. doi:10.1016/j.jfoodeng.2009.06.042.
Hussin F, Aroua MK, Daud WMAW. 2011. Textural characteristics, surface
chemistry and activation of bleaching earth : A review. Chemical Engineering
Journal. 170(1): 90-106. doi:10.1016/j.cej.2011.03.065.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID):
UI Press.
37
Kim M, Yoon SH, Choi E, Gil B. 2008. Comparison of the adsorbent performance
between rice hull ash and rice hull silica gel according to their structural
differences. LWT, Swiss Society of Food Science and Technology. 41(4):701–
706. http://dx.doi.org/10.1016/j.lwt.2007.04.006.
Klaui H and Bauernfeind JC. 1981. Carotenoids as Food Colors. New York
(NY) : Academic Press.
Lanovia T, Andarwulan N, Hariyadi P. 2014. Validasi metode weiβhaar untuk
analisis 3-MCPD ester dalam minyak goreng sawit. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan. 25(2):200 – 208. doi:10.6066/jtip.2014.25.2.
Liu M, Gao BY, Qin F, Wu P, Shi HM, Luo W, Ma AN, Jiyang YR, Xu XB, Yu
L. 2012. Acute oral toxicity of 3-MCPD mono- and di-palmitic esters in Swiss
mice and their cytotoxicity in NRK-52E rat kidney cells. Food and Chemical
Toxicology . 50(10) : 3785 – 3791. http://dx.doi.org/10.1016/j.fct.2012.07.038.
Madya A. Zin R, Aziz M. 2006. Process design in degumming and bleaching of
palm oil. Research vote, (74198).
Matthäus B, Pudel F, Fehling P, Vosmann K, Freudenstein A. 2011. Strategies for
the reduction of 3-MCPD esters and related compounds in vegetable oils.
Europe Journal Lipid Science and Technology. 113(3):380–386.
doi:10.1002/ejlt.201000300. Mc-Dougall GJ. 1991. The physical nature and manufacture of activated carbon.
Journal of the South African institute of mining and metallurgy. 91(4):109-120.
Mianta A. 2006. Pengaruh rasio Si/Al terhadap ukuran pori pada modifikasi zeolit
alam [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Moreno-Castilla C. 2004. Adsorption of organic molecules from aqueous
solutions on carbon materials. Carbon. 42(1): 83-94.
doi:10.1016/j.carbon.2003.09.022.
Nguetnkam JP, Kamga R, Villiéras F, Ekodeck GE, Yvon J. 2008. Assessing the
bleaching capacity of some Cameroonian clays on vegetable oils. Applied Clay
Science. 39(3):113-121. doi:10.1016/j.clay.2007.05.002.
Nwabanne and Ekwu JT and Ekwu FC. 2013. Decolourization of palm oil by
Nigerian local clay: A study of adsorption isotherms and bleaching kinetics.
International Journal Multidiscipline Science Engineering. 4(1):20-25.
Ramli MR, Siew WL, Ibrahim NA, Hussein R, Kuntom A, Razak RA,
Nesaretnam K. 2011. Effects of degumming and bleaching on 3-MCPD esters
formation during physical refining. Journal of American Oil Chemist Society.
88(11):1839–1844. doi: 10.1007/s11746-011-1858-0.
Rossi M, Gianazza M, Alamprese C, Stanga F. 2003. The role of bleaching clays
and synthetic silica in palm oil physical refining. Food Chemistry 82(2):291-
296. doi:10.1016/S0308-8146(02)00551-4.
Schurz, K. (2010). Method for reducing the 3-MCPD content in refined vegetable
oils. Patent Cooperation Treaty Application. US Patent WO10063450.
Silva S, Sampaio AK, Ceriani R, Verhé R, Stevens C, Greyt W, Meirelles AJ.
2013. Adsorption of carotenes and phosphorus from palm oil onto acid.
Journal of Food Engineering. 118(4):341–349. doi: 10.1016/2013.04.026.
Silva S, Sampaio AK, Ceriani R, Verhé R, Stevens C, Greyt W, Meirelles AJ.
2014. Effect of type of bleaching earth on the final color of refined palm oil.
LWT – Food Science and Technology. 59(2):1258–1264
doi:10.1016/j.lwt.2014.05.028.
38
Sirait KEE. 2007. Kinetika adsorpsi isotermal β-karoten olein sawit kasar dengan
menggunakan atapulgit [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Srivastava A and Prasad R. 2000. Triglycerides-based diesel fuels. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 4(2), 111-133. doi:S1364-0321(99)00013-1.
Strijowski U, Heinz V, Franke K. 2011. Removal of 3-MCPD esters and related
substances after refining by adsorbent material. Europe Journal Lipid Science
and Technology. 113(3) : 387–39. doi: 10.1002/ejlt.201000323.
Sulaeman, Suparto, Eviyati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitan Tanah Departemen Pertanian. Bogor
(ID): Balitan Press.
Susetyaningsih R, Kismolo E, Basuki TR. 2008. Pengaruh penambahan MgO
pada peningkatan kualitas lempung kasongan untuk immobilisasi lumpur
limbah Pb menggunakan teknologi keramik. Seminar Nasional IV SDM
Teknologi Nuklir, 2008 Agust 25-26, Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID):
BATAN. ISSN 1978-0176.
Tan CP, Zulkurnain M, Lai OM. 2014. An improved palm oil refining process.
US Patent WO 201481279A1.
Usman MA, Ekwueme VI, Alaje TO, Mohammed AO. 2012. Characterization,
acid activation, and bleaching performance of Ibeshe clay, Lagos, Nigeria.
International Scholarly Research Network Ceramics.
Wahi R, Chuah LA, Choong TSY, Ngaini Z, Nourouzi MM. 2013. Oil removal
from aqueous state by natural fibrous sorbent: an overview. Separation and
Purification Technology. 113:51-63. doi:10.1016/j.seppur.2013.04.015.
Weißhaar R. 2011. Fatty acid esters of 3‐MCPD: Overview of occurrence and
exposure estimates. European journal of lipid science and technology. 113(3):
304-308. doi: 10.1002/ejlt.201000312.
Yates RA, Caldwell JD, and Perkins EG. 1997. Diffuse reflectance fourie
transform infrared spectroscopy of triacylglycerol and oleic acid adsorption on
synthetic magnesium silicate. Journal of American Oil Chemist Society. 74(3):
289–292.
Zelinková Z, Doležal M, Velíšek J. 2009. 3-Chloropropane-1, 2-diol fatty acid
esters in potato products. Czech J Food Sci. 27 : S421-S424.
Zelinkova Z, Svejlkovska B, Velisek J, Dolezal M. 2006. Fatty acids esters of 3-
chloropropane-1,2-diol in edible oils. Food Additives Contaminants. 23 (12) :
1290-1298.
Zulkurnain M, Lai OM, Tan SC, Abdul LR, Tan CP. 2013. Optimization of palm
oil physical refining process for reduction of 3-Monochloropropane-1, 2-diol
(3-MCPD) ester formation. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
61(13):3341-3349. doi:10.1021/jf4009185.
Zulkurnain M., Lai OM, Latip RA, Nehdi IA, ling TC, Tan CP. 2012. The effects
of physical refining on the formation of 3-monochloropropane-1,2-diol esters
in relation to palm oil minor components. Food Chemistry. 135(2) : 799 – 805.
doi:10.1016/j.foodchem.2012.04.144.
39
Lampiran 1 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO
setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi tanpa vakum (suhu
60 oC selama 30 menit)
Sampel/
Perlakuan
ALB DAG TAG Karoten
% *Red % *Red % *Red % *Red
CPO ALB 4
Mula-mula 4,03 - 6,97 - 89,00 - 610,98 -
BE1 1% a 4,84 20,10 7,33 5,16 87,83 -1,31 556,70 -8,88
BE1 1% b 4,00 -0,74 6,95 -0,29 89,05 0,06 496,23 -18,8
BE1 1% 4,54 12,66 7,20 3,30 88,26 -0,83 457,19 -25,2
BE1 3% 4,63 14,89 6,96 -0,14 88,41 -0,66 321,77 -47,3
BE2 1% 4,60 14,14 7,12 2,15 88,28 -0,81 495,68 -18,9
BE2 3% 4,51 11,91 7,10 1,87 88,39 -0,69 397,59 -34,9
BE3 1% 4,63 14,89 7,20 3,30 88,17 -0,93 604,08 -1,13
BE3 3% 4,19 3,97 6,86 -1,58 88,95 -0,06 560,47 -8,27
A1 1% 5,22 29,53 7,61 9,18 87,17 -2,06 594,31 -2,73
A1 3% 4,58 13,65 6,79 -2,58 88,63 -0,42 490,12 -19,8
MgO 1% 4,39 8,93 7,98 14,49 87,63 -1,54 609,24 -0,28
MgO 1% +
BE1 1% 4,00 -0,74 7,89 13,20 88,11 -1,00 508,43 -16,8
CPO ALB 6
Mula-mula 6,19 - 8,28 - 85,53 - 584,09 -
BE1 1% 4,22 -31,83 8,03 -3,02 87,75 2,60 460,66 -21,1
BE1 3% 5,56 -10,18 8,56 3,38 85,88 0,41 274,98 -52,9
BE2 1% 5,07 -18,09 8,61 3,99 86,32 0,92 504,20 -13,7
BE2 3% 5,40 -12,76 8,33 0,60 86,27 0,87 351,57 -39,8
BE3 1% 5,29 -14,54 8,69 4,95 86,02 0,57 581,38 -0,46
BE3 3% 5,43 -12,28 8,85 6,88 85,72 0,22 582,87 -0,21
CPO ALB 14
Mula-mula 14,00 - 5,59 - 80,41 - 565,73 -
BE1 1% 14,44 3,14 5,99 7,16 79,57 -1,04 553,12 -2,23
BE1 3% 13,84 -1,14 5,87 5,01 80,29 -0,15 473,78 -16,3
BE2 1% 13,97 -0,21 5,78 3,40 80,25 -0,20 532,91 -5,80
BE2 3% 13,48 -3,71 5,66 1,25 80,86 0,56 458,66 -18,9
BE3 1% 14,26 1,86 5,82 4,11 79,92 -0,61 558,52 -1,27
BE3 3% 13,71 -2,07 5,71 2,15 80,58 0,21 519,58 -8,16 aProses kontak suhu 50
oC selama 30 menit,
bProses kontak suhu 50
oC selama 30 menit
BE1, BE2, BE3 adalah bleaching earth tipe 1, 2 dan 3, A1 adalah arang aktif
*Red = (nilai kadar akhir - nilai kadar mula-mula)/nilai kadar mula-mula x 100%
40
Lampiran 2 Rekapitulasi data kadar ALB, DAG, TAG dan total karoten CPO
setelah perlakuan dengan adsorben pada kondisi vakum (suhu 90 oC
selama 30 menit)
Sampel
/Perlakuan
ALB DAG TAG karoten
% *Red % *Red % *Red % *Red
CPO ALB 6 Mula-mula 6,19 - 8,28 - 85,53 - 584,09 -
Tanpa adsorben 5,80 -6,30 7,73 -6,64 86,47 1,10 525,24 -10,08
Mgs 1 % 5,81 -6,14 7,59 -8,33 86,60 1,25 548,23 -6,14
Mgs 3 % 6,89 11,31 7,72 -6,76 85,39 -0,16 557,49 -4,55
MgO 1 % 5,07 -18,09 8,78 6,04 86,15 0,72 570,34 -2,35
BE1 1 % 5,27 -14,86 7,35 -11,2 87,38 2,16 236,95 -59,43
BE1 3% 5,63 -9,05 8,07 -2,54 86,30 0,90 215,32 -63,14
Mgs : BE1 (1:1) 6,42 3,72 7,76 -6,28 85,82 0,34 383,12 -34,41
Mgs : BE1 (1:2) 5,85 -5,49 7,85 -5,19 86,30 0,90 306,09 -47,60
Mgs : BE1 (2:1) 5,79 -6,46 7,76 -6,28 86,45 1,08 366,35 -37,28
MgO:BE1 (1:1) 4,79 -22,62 7,90 -4,59 87,31 2,08 521,74 -10,67
MgO:BE1 (1:2) 5,87 -5,17 7,66 -7,49 86,47 1,10 451,88 -22,64
MgO:BE1 (2:1) 5,42 -12,44 8,23 -0,60 86,35 0,96 528,59 -9,50
CPO ALB 14 Mula-mula 14,00 - 5,59 - 80,41 - 565,73 -
Tanpa adsorben 17,25 23,21 6,29 12,5 76,46 -4,91 472,51 -16,48
Mgs 1 % 12,82 -8,43 5,79 3,58 81,39 1,22 535,09 -5,42
Mgs 3 % 12,91 -7,79 5,59 0,00 81,50 1,36 508,82 -10,06
MgO 1 % 8,10 -42,14 6,42 14,9 85,48 6,31 532,66 -5,85
BE1 1 % 12,95 -7,50 6,15 10,0 80,90 0,61 337,01 -40,43
Mgs : BE1 (1:1) 13,27 -5,21 5,46 -2,33 81,27 1,07 370,98 -34,42
Mgs : BE1 (1:2) 13,18 -5,86 5,96 6,62 80,86 0,56 298,67 -47,21
Mgs : BE1 (2:1) 16,08 14,86 5,74 2,68 78,18 -2,77 356,35 -37,01
MgO:BE1 (1:1) 4,15 -70,36 6,62 18,4 89,23 10,97 317,27 -43,92
MgO:BE1 (1:2) 8,32 -40,57 6,32 13,1 85,36 6,16 327,97 -42,03
MgO:BE1 (2:1) 5,94 -57,57 6,63 18,6 87,43 8,73 309,26 -45,33
BE1 adalah bleaching earth tipe 1, Mgs adalah adsorben Magnesol R-60
*Red = (nilai kadar akhir - nilai kadar mula-mula)/nilai kadar mula-mula x 100%
41
Lampiran 3 Spektrum FTIR bleaching earth tipe 1, 2 dan 3 serta Magnesol R-60
(A) Spektra FTIR bleaching earth tipe 1
(B) Spektra FTIR bleaching earth tipe 2
42
(C) Spektra FTIR bleaching earth tipe 3
(D) Spektra FTIR Magnesol R-60
43
Lampiran 4 Gambar adsorben yang digunakan
Nama adsorben Gambar
Bleaching earth tipe 1
Bleaching earth tipe 1
Bleaching earth tipe 3
Magnesol R-60
Arang aktif
Magnesium oksida
44
Lampiran 5 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)
terhadap kadar DAG dan ALB ketiga CPO tanpa kondisi vakum
a. CPO dengan ALB 4
- Data kadar adsorben dan kadar kandungan CPO
Jenis adsorben SiO2 MgO % DAGa
% ALBa
Bleaching earth tipe 1 1% 0,86 0,01 3,30 12,66
Bleaching earth tipe 1 3% 2,58 0,03 -0,14 14,89
Bleaching earth tipe 2 1% 0,94 0,002 2,15 14,14
Bleaching earth tipe 2 3% 2,82 0,006 1,87 11,91
Bleaching earth tipe 3 1% 0,89 0,007 3,30 14,89
Bleaching earth tipe 3 3% 2,67 0,021 -1,58 3,97 amerupakan persentase perubahan kadar dibandingkan dengan kadar mula-mula
- Hasil korelasi Pearson
Variables SiO2 MgO % DAG % ALB
SiO2 1 0,587 -0,773 -0,484
MgO 0,587 1 -0,752 -0,259
% DAG -0,773 -0,752 1 0,682
% ALB -0,484 -0,259 0,682 1 anilai persentase perubahan kadar DAG dan ALB dibandingkan dengan
kadar mula-mula
b. CPO dengan ALB 6
- Data kadar adsorben dan kadar kandungan CPO
Jenis adsorben SiO2 MgO % DAGa
% ALBa
Bleaching earth tipe 1 1% 0,86 0,01 -3,02 -31,83
Bleaching earth tipe 1 3% 2,58 0,03 3,38 -10,18
Bleaching earth tipe 2 1% 0,94 0,002 3,99 -18,09
Bleaching earth tipe 2 3% 2,82 0,006 0,60 -12,76
Bleaching earth tipe 3 1% 0,89 0,007 4,95 -14,54
Bleaching earth tipe 3 3% 2,67 0,021 6,88 -12,28 anilai persentase perubahan kadar DAG dan ALB dibandingkan dengan kadar mula-mula
- Hasil korelasi Pearson
Variables SiO2 MgO % DAG % ALB
SiO2 1 0,587 0,245 0,677
MgO 0,587 1 0,264 0,395
Al2O3 0,792 0,786 0,539 0,594
% DAG 0,245 0,264 1 0,750
% ALB 0,677 0,395 0,750 1
45
c. CPO dengan ALB 14
- Data kadar adsorben dan kadar kandungan CPO
Jenis adsorben SiO2 MgO % DAGa
% ALBa
Bleaching earth tipe 1 1% 0,86 0,01 7,16 3,14
Bleaching earth tipe 1 3% 2,58 0,03 5,01 -1,14
Bleaching earth tipe 2 1% 0,94 0,002 3,40 -0,21
Bleaching earth tipe 2 3% 2,82 0,006 1,25 -3,71
Bleaching earth tipe 3 1% 0,89 0,007 4,11 1,86
Bleaching earth tipe 3 3% 2,67 0,021 2,15 -2,07 amerupakan persentase perubahan kadar dibandingkan dengan kadar mula-mula
- Hasil korelasi Pearson
Variables SiO2 MgO % DAG % ALB
SiO2 1 0,587 -0,596 -0,879a
MgO 0,587 1 0,158 -0,215
Al2O3 0,792 0,786 -0,374 -0,547
% DAG -0,596 0,158 1 0,856a
% ALB -0,879a -0,215 0,856
a 1
anilai berbeda nyata dengan taraf 5 % (α = 0,05)
46
Lampiran 6 Korelasi Pearson pengaruh adsorben (kandungan SiO2 dan MgO)
terhadap kadar DAG dan ALB proses kontak CPO (ALB 6) pada
kondisi vakum
- Data kadar adsorben dan kadar kandungan CPO
Jenis adsorben SiO2 MgO %DAG %ALB
Tanpa adsorben 0,00 0,00 -6,64 -6,30
Magnesol (Mgs) 1 % 0,65 0,15 -8,83 -6,14
Bleaching earth tipe 1 (BE1) 1 % 0,86 0,01 -11,23 -14,86
BE1 3 % 2,58 0,03 -2,54 -9,05
Mgs: BE1 (1:1) 0,76 0,08 -6,28 3,72
Mgs : BE1 (1:2) 1,19 0,09 -5,19 -5,49
Mgs : BE1 (2:1) 1,08 0,16 -6,28 -6,46
MgO : BE1 (1:1) 0,43 0,50 -4,59 -22,67
MgO : BE1 (1:2) 0,57 0,33 -7,49 -5,17
MgO : BE1 (1:2) 0,28 0,66 -0,60 -12,44
- Hasil korelasi Pearson
Variables SiO2 MgO %DAG %ALB
SiO2 1 -0,403 0,211 0,096
MgO -0,403 1 0,547 -0,479
% DAG 0,211 0,547 1 -0,129
% ALB 0,096 -0,479 -0,129 1
47
Lampiran 7 Gambar proses kontak CPO dengan adsorben pada (A) kondisi
vakum dan (B) tanpa kondisi vakum
(A)
(B)
48
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Khoerul Bariyah, adalah Mahasiswa S2 Ilmu Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis dilahirkan di Pekalongan,
tangga 24 April 1987. Penulis merupakan anak keenam dari 10 bersaudara,
dengan Ayah Slamet Darso dan Ibu Rohmah. Penulis menyelesaikan pendidikan
sarjana kimia (dengan IPK 3,68) dari Universitas Diponegoro Semarang pada
tahun 2009 dan saat ini sedang menempuh pendidikan Master (2013 hingga
sekarang) di bidang Ilmu Pangan.
Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis sering mendapatkan proyek
penelitian dari DIKTI melalui PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) baik bidang
penelitian maupun pengabdian masyarakat. Selain itu, penulis juga aktif dalam
organisasi baik di tingkat Jurusan maupun Fakultas. Sedangkan selama studi S2,
penulis aktif dalam organisasi pasca sarjana dan menjabat Sekretaris dalam Forum
Mahasiswa Ilmu Pangan (FORMASIP) periode 2014 – 2015. Selain itu, penulis
juga pernah mengikuti training leadership IYouLead (International Youth
Leadership) di beberapa kota. Penulis mendapatkan beasiswa BPPDN Calon
Dosen DIKTI 2013 untuk menyelesaikan program pascasarjana (S2).