analisis spasial kabupaten bogor dalam kaitannya … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk...

140
ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA DENGAN KETERTINGGALAN WILAYAH AHMAD DANY SUNANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Upload: vuongdien

Post on 09-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA DENGAN KETERTINGGALAN WILAYAH

AHMAD DANY SUNANDAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 2: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Spasial Kabupaten Bogor Dalam Kaitannya Dengan Ketertinggalan Wilayah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2006

Ahmad Dany Sunandar

NIM A253040124

Page 3: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

ABSTRAK

AHMAD DANY SUNANDAR. Analisis Spasial Kabupaten Bogor Dalam Kaitannya Dengan Ketertinggalan Wilayah. Dibimbing oleh Komarsa Gandasasmita dan Atang Sutandi. Adanya berbagai variasi dalam suatu wilayah, baik dalam hal sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan menyebabkan adanya perbedaan perkembangan wilayah. Pada tahap yang lebih lanjut, perbedaan yang semakin besar menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah. Penelitian ini mencoba untuk melihat disparitas wilayah di Kabupaten Bogor, khususnya untuk wilayah barat yang relatif tertinggal dibanding wilayah tengah dan timur, untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya disparitas tersebut. Untuk itu maka dilakukan analisa tipologi wilayah dengan analisa skalogram dan analisa multivariabel. Analisis Spasial dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mendapatkan data-data spasial dari berbagai peta. Unit sampel yang diambil adalah desa yang ada di seluruh Kabupaten Bogor. Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa di wilayah barat, hanya ada satu desa dari 24 desa yang masuk dalam hirarki I yang ada di Kecamatan Leuwiliang sedangkan di wilayah tengah ada 16 desa dan di wilayah timur ada 7 desa. Hasil analisa klaster juga menunjukkan kecenderungan yang sama dimana klaster 1 yang merupakan klaster dari wilayah yang lebih maju. Sebagian besar dari wilayah ini berada di bagian tengah-utara terus ke arah timur. Dari hasil analisa skalogram dan klaster juga menunjukkan bahwa sebagian besar desa di Kabupaten Bogor masuk pada hirarki III dan klaster 2 yang menunjukkan bahwa pemerataan terjadi pada tingkat bawah. Hasil analisa diskriminan untuk pengelompokkan berdasarkan analisa skalogram menunjukkan bahwa ada lima variabel yang membedakan desa-desa pada hirarki I dengan desa-desa pada hirarki di bawahnya, yaitu luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%, persen kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid, luas wilayah dengan kelerengan diatas 25% dan rasio guru SD terhadap murid. Sedangkan untuk pengelompokkan berdasarkan hasil clustering, ada tujuh variabel yang membedakan klaster 1 dengan klaster lainnya, yaitu sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak terhadap ibukota Jakarta, persen keluarga pertanian, jumlah sarana lembaga keuangan, dan kepadatan penduduk. Hasil analisa korelasi kanonikal menunjukkan bahwa tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian, tingkat kepadatan penduduk, jumlah sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA terhadap murid, dan jarak terhadap ibukota kecamatan.

Page 4: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA DENGAN KETERTINGGALAN WILAYAH

AHMAD DANY SUNANDAR

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 5: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

Judul Tesis : Analisis Spasial Kabupaten Bogor Dalam Kaitannya Dengan Ketertinggalan Wilayah

Nama : Ahmad Dany Sunandar NIM : A 253040124 Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian : 13 Desember 2005 Tanggal Lulus :

Page 6: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2005 ini adalah disparitas wilayah, dengan judul Analisis Spasial Kabupaten Bogor dalam Kaitannya dengan Ketertinggalan Wilayah. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si

selaku komisi pembimbing. 2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Perencanaan

Wilayah yang telah banyak memberikan saran, beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Perencanaan Wilayah.

3. Dr. Ir. Sudarmo, MSi, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan tesis ini.

4. Pimpinan dan Staf Pemda Kabupaten Bogor yang telah banyak memberikan bantuan data.

5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6. Pimpinan dan staf Badan Litbang Kehutanan Departemen, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi.

7. Teman-teman seperjuangan di PWL Angkatan 2004, atas semua dukungan dan perhatiannya.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Akhirnya, terima kasih yang setinggi-tingginya atas dukungan, doa dan kasih sayang dari isteri dan anak-anak serta mamah, papah dan adik-adik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

Ahmad Dany Sunandar

Page 7: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Februari 1973 sebagai anak pertama dari pasangan Achmad Djuaeni dan Nengsih. Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri I Bogor dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Pengolahan Hasil Hutan, Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan menamatkan pendidikan pada tahun 1996. Sejak tahun 1998, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar sebagai staf peneliti. Pada tahun 2004, penulis memperoleh beasiswa program 13 bulan dari Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan, Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB dan penulis memilih Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Saat ini penulis telah menikah dengan Hj. Eti Setiawati dan dikaruniai dua orang putra yaitu Ahmad Imam Syamil dan Zaki Abdurrahman.

Page 8: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x

PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... 1 Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................................... 5 Tujuan dan Manfaat ............................................................................ 7

TINJAUAN PUSTAKA Ilmu Pembangunan Wilayah ................................................................. 9 Pembangunan Wilayah........................................................................ 12 Analisis Spasial ................................................................................... 15 Sistem Informasi Geografis................................................................. 17 Indikator-indikator Pembangunan ..................................................... 15 Beberapa Hasil Penelitian ...................................................................19

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 23 Pengumpulan Data .............................................................................. 23 Parameter Yang Digunakan ............................................................... 23 Analisa Data

1. Analisa Hiraki Wilayah .................................. .......................... 27 2. Analisa Spasial. ......................................................................... 29 3. Analisis Komponen Utama ....................................... ............... 30 4. Cluster Analysis . ...................................................................... 31 5. Discriminant Analysis . ............................................................. 33 6. Analisis regresi berganda . ........................................................ 34 7. Canonical correlation . .............................................................. 35

Kerangka Pendekatan Masalah ...........................................................

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Bogor ..................................................... 38 Pengembangan Wilayah ..................................................................... 40 Strategi Pemanfaatan Ruang ............................................................... 47 Penggunaan Lahan .............................................................................. 48 Kondisi Fisik Wilayah ........................................................................ 50

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT .........................................................................53 Hasil Analisis Skalogram ............ ...................................................... 50 Keterkaitan Antar Variabel ................................................................. 63 Hasil Analisis Komponen Utama.... .................................................. 68 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Desa . ... 72

vi

Page 9: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

Halaman Tipologi Desa-desa di Kabupaten Bogor . .......................................... 77 Hasil Analisis Diskriminan ................................................................. 81 Hasil Analisa Korelasi Kanonik ......................................................... 85 Arahan Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Bogor ................ . 89

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .. ....................................................................................... 92 Saran ................................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 94 LAMPIRAN .............................................................................................. 98

vii

Page 10: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Parameter-parameter yang diukur ....................................................... 24

2. Nilai selang hirarki .......................................................................... ... 29 3. Jenis data, analisa dan output berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh............................................................................ 37 4. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2003 ........................................................ 39 5. Ikhtisar keterkaitan ruang wilayah Kabupaten Bogor dengan Wilayah sekitarnya ................................................................. 43 6 Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor ......................................49 7. Luas wilayah pada setiap tingkat kelerengan ..................................... 50 8 Ketinggian dan jumlah desa ............................................................... 51 9 Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bogor ......................................... 51 10 Persen penggunaan lahan berdasarkan wilayah pemerintahan ......... 60 11 Eigenvalue komponen-komponen utama ......................................... 69 12 Factor Loading dari hasil Factor Analysis ………………………. . 70 13 Komponen utama yang mempengaruhi IPD . ..................................... 73 14 Hasil dugaan klasifikasi kelompok berdasarkan klaster dan hirarki. .. 81 15 Koefisien hasil standardisasi untuk pembeda antara grup/kelompok. 83 16 Tes Chi-square untuk masing-masing fungsi kanonik (FC). .............. 83 17 Koefisien hasil standardisasi untuk pembeda antara grup/kelompok. 84 18 Tes Chi-square untuk masing-masing fungsi kanonik (FC). .............. 84 19 Pembobotan kanonik pada masing-masing fungsi kanonik (FC) . ..... 87 20 Karakteristik tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor …. .... 88

viii

Page 11: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1 Peta penyebaran desa dengan densitas jalan yang rendah ................. . 7

2 Empat pilar pembangunan wilayah..................................................... 10

3 Enam pilar pembangunan wilayah ..................................................... 10

4 Peta penyebaran desa IDT menurut wilayah pemerintahan ................55

5 Penyebaran desa berhirarki I menurut kecamatan ...............................58

6 Peta overlay densitas jalan dengan desa berhirarki III ........................62

7 Peta hasil overlay wilayah hirarki I dengan densitas jalan ................. 63

8 Peta penyebaran desa berhirarki II menurut wilayah pemerintahan ...64

9 Hasil clustering variabel-variabel yang diukur ................................... 77

10 Pola penyebaran setiap klaster ............................................................80

11 Hasil overlay desa-desa berhirarki III dengan desa-desa pada klaster 3 .............................................................................................. 86

ix

Page 12: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1 Kelas densitas jalan ............................................................................... 99

2 Kelas kepadatan penduduk . ............................................................... 100

3 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa skalogram . ........... 101

4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa klaster . ................. 102

5 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa PCA/FA . .............. 103

6 Hasil skalogram . ................................................................................ 104

7 Hasil analisa korelasi sederhana antar variabel . ................................ 114

8 Hasil analisa regresi berganda . .......................................................... 116

9 Hasil analisa klaster . .......................................................................... 117

10 Desa-desa hasil overlay klaster 3 dengan hirarki III . ........................ 127

x

Page 13: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses untuk meningkatkan taraf kehidupan

manusia melalui berbagai proses dan interaksi baik antara manusia maupun antara

manusia dengan lingkungannya. Todaro (2000) menyatakan bahwa pembangunan

merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan proses sosial, ekonomi

dan institusional, mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih

baik. Lebih luas sasaran pembangunan mencakup tiga hal penting, yaitu:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti

sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan.

2. Meningkatkan taraf hidup termasuk menambah penghasilan, penyediaan lapangan

kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-

nilai budaya dan manusiawi.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan

cara membebaskan masyarakat dari sikap kebodohan dan ketergantungan.

Dalam melaksanakan pembangunan, ada tiga tujuan yang harus dicapai oleh

pemerintah yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan. Ketiga tujuan

tersebut mempunyai saling keterkaitan yang erat yang menentukan keberhasilan dari

pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam

pembangunan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini.

Hal ini berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumberdaya yang ada baik

sumberdaya alam, sumberdaya manusia ataupun sumberdaya sosial. Lebih jauh lagi

karena tujuan kedua, pemerataan, tidak menjadi prioritas selama ini maka terjadi

disparitas yang sangat tinggi antara pusat (Jakarta dan Jawa) dibandingkan daerah-

daerah lain di Indonesia. Bentuk-bentuk pengurasan sumberdaya yang terjadi selama

ini juga merupakan cerminan dari bentuk tujuan pembangunan sesaat (jangka pendek)

yang jelas mengabaikan keberlanjutan.

Page 14: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

2

Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas

adalah 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment);

2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human

capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan dari aspek aksesibilitas dan

kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan dari aspek potensi pasar.

Dikarenakan berbagai faktor di atas maka dalam suatu wilayah akan terdapat

beberapa macam karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1)

Wilayah maju; 2) Wilayah sedang berkembang; 3) Wilayah belum berkembang;dan

4) Wilayah tidak berkembang.

Wilayah maju adalah wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan

sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri,

pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga dicirikan oleh

tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia

yang juga tinggi serta struktur ekonomi yang secara relatif didominasi oleh sektor

industri dan jasa. Wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh

pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyangga dari wilayah

maju, karena itu mempunyai aksesibilitas yang sangat baik terhadap wilayah maju.

Wilayah yang belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih

rendah, baik secara absolut maupun secara relatif namun memiliki potensi

sumberdaya alam yang belum dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini masih didiami

oleh tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendidikan yang

juga relatif rendah. Wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh dua hal, yaitu: 1)

wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik potensi sumberdaya alam

maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan mengalami

pertumbuhan; b) wilayah tersebut sebenarnya memiliki potensi, baik sumberdaya

alam atau lokasi maupun memiliki keduanya tetapi tidak dapat berkembang karena

tidak memiliki kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih

maju. Wilayah ini dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan

kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak

Page 15: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

3

memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah (Anwar,

2005).

Sebagai salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Ibukota Jakarta,

Kabupaten Bogor mempunyai peran yang penting dalam mendukung pembangunan,

khususnya di wilayah Jabotabek. Sebagian dari wilayah Kabupaten Bogor dapat

dikatakan sebagai suatu hinterland bagi wilayah-wilayah yang menjadi pusat-pusat

pertumbuhan seperti Jakarta, Kota Bogor, Cibinong, atau Depok.

Wilayah ialah suatu unit geografis yang tidak terikat oleh batas-batas

administratif. Wilayah tertinggal adalah wilayah yang memiliki fungsi tertentu yang

kondisinya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan wilayah lainnya, baik

pada aspek sumberdaya alam, struktur fisik, lahan, ekologi dan ekosistem, maupun

aspek manusianya. Wilayah tertinggal dapat berupa gabungan beberapa desa, atau

gabungan beberapa kecamatan dalam suatu kabupaten yang memiliki ketertinggalan

berdasarkan beberapa indikator, antara lain jarak dari pusat desa/kecamatan ke pusat

kabupaten, total panjang jalan desa/kecamatan, persentase penduduk yang tidak

memiliki akses terhadap sumber air bersih (didefinisikan sebagai persentase

penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air ledeng atau memiliki sumber mata

air terlindungi tetapi berjarak lebih dari 10 km), persentase penduduk yang tidak

memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan (didefinisikan sebagai persentase

penduduk yang tinggal berjarak 5 km atau lebih untuk menjangkau fasilitas

kesehatan) (BAPPENAS, 2005).

Kabupaten Bogor sendiri terbagi menjadi tiga wilayah pertumbuhan, yaitu

wilayah barat, tengah, dan timur yang masing-masing wilayah mempunyai

kecenderungan serta tingkat pertumbuhan yang berbeda. Adanya perbedaan ini

tentunya disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan satu dengan yang lainnya

baik dari segi geofisik, faktor spasial, faktor sosial budaya serta faktor-faktor lainnya.

Akan tetapi faktor apa yang sesungguhnya menyebabkan terjadinya ketimpangan

dalam perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor ini, khususnya wilayah barat,

merupakan satu pertanyaan yang menarik untuk dikaji.

Page 16: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

4

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, wilayah

Bogor Barat sebagai bagian dari Kabupaten Bogor mempunyai tiga fungsi utama,

yaitu: 1) penyangga bagi kota Jakarta, berupa pengembangan perkotaan sebagai

bagian dari sistem metropolitan Jabotabek, 2) konservasi, berkenaan dengan posisi

geografisnya di bagian hulu dalam tata air untuk Jabotabek, 3) perkembangan

pertanian, khususnya hortikultura.

Secara alami, perkembangan suatu daerah ditentukan antara lain oleh karakter

dari sumberdaya alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Daerah yang memiliki

sumberdaya alam yang kaya dan melimpah relatif akan lebih maju dibanding daerah

yang miskin akan sumberdaya, khususnya pada awal perkembangannya. Demikian

juga wilayah yang secara alamiah berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan

umumnya terletak di suatu wilayah yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam

yang melimpah atau tingkat interaksi yang tinggi dengan wilayah lain di sekitarnya.

Salah satu indikator dalam perkembangan daerah adalah tingkat interaksi antara

satu daerah dengan daerah lainnya. Daerah-daerah yang lebih berkembang pada

dasarnya mempunyai tingkat interaksi yang lebih tinggi dibanding daerah lain yang

belum berkembang. Interaksi ini sendiri terjadi karena adanya faktor aksesibilitas

daerah itu ke daerah lain. Kemudahan akses ini menjadi faktor yang cukup penting

dalam mendukung perkembangan suatu wilayah. Wilayah dengan akses yang lebih

baik akan menyebabkan tingkat interaksi yang tinggi dengan daerah lain sehingga

menjadi lebih cepat berkembang. Faktor lain yang mendorong perkembangan

wilayah adalah lokasinya, terutama terhadap pusat ekonomi atau pemerintahan.

Lokasi yang berdekatan dengan pusat umumnya akan lebih terpacu

perkembangannya, dan umumnya akan sangat terpegaruh oleh pusat dibanding

daerah-daerah yang relatif lebih jauh dan akan lebih berkembang menjadi hinterland

yang menyangga daerah pusat.

Perbedaan perkembangan ini pada gilirannya akan membentuk suatu hirarki

atau struktur wilayah dimana daerah yang lebih maju kemudian akan berkembang

menjadi pusat, baik pusat perekonomian maupun pusat pemerintahan. Wilayah yang

Page 17: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

5

sumberdaya alamnya kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan

cenderung menjadi wilayah hinterland. Keadaan ini dapat menjadi suatu push factor

terutama bagi sumberdaya manusia untuk bekerja ke wilayah yang lebih berkembang

dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya sehingga berakibat pada semakin sulitnya

bagi daerah seperti ini untuk berkembang karena kekurangan sumberdaya manusia.

Hal ini terlihat secara nyata dimana perkembangan Kabupaten Bogor juga

mengikuti kaidah tersebut. Daerah-daerah yang mempunyai akses langsung ke pusat

(baik ke Jakarta ataupun Bandung sebagai ibukota propinsi) akan mempunyai

perkembangan yang relatif lebih baik dibanding di wilayah barat yang tidak memiliki

akses langsung terhadap kedua pusat tersebut. Selain itu, dari sisi lokasi, jarak yang

relatif dekat dari wilayah tengah dan timur terhadap pusat juga menjadikan daerah ini

lebih cepat perkembangannya.

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka dalam perencanaan

pengembangan suatu wilayah, harus didasari dari evaluasi sumberdaya alam agar

dalam pemanfaatannya dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkelanjutan.

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan sumberdaya lain yang ada di suatu

daerah, baik manusia, sosial maupun buatan yang ada.

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Wilayah barat dari Kabupaten Bogor, secara historis merupakan daerah-daerah

yang lebih banyak mengandalkan pada sektor-sektor yang berbasiskan pada

sumberdaya alam seperti pertanian dan perkebunan. Sedangkan sektor-sektor lain

seperti industri atau pariwisata belum begitu berkembang, walaupun sebenarnya

daerah ini dilalui oleh jalan propinsi yang cukup baik kondisinya. Lain halnya

dengan wilayah timur yang perkembangannya telah lebih maju dimana tidak hanya

mengandalkan pada sektor-sektor yang berbasiskan sumberdaya alam tetapi juga pada

sektor industri dan jasa. Hal ini dapat terlihat dari berbagai kelompok industri yang

terkonsentrasi di wilayah tengah dan timur bagian utara, yaitu di Kecamatan

Cileungsi sebanyak 100 unit (21.78%), Kecamatan Gunung Putri 103 unit (21.78),

Kecamatan Citeureup 58 unit (12.26%) dan Kecamatan Cibinong 67 unit (14.16%).

Page 18: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

6

Adanya perbedaan ini tentu akan berdampak terhadap kebijakan pembangunan

yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat serta dampaknya dari proses

pembangunan itu sendiri terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat maupun

sumberdaya alam yang ada. Pada daerah-daerah di wilayah barat, sumberdaya

alamnya belum banyak tersentuh oleh pembangunan, kecuali di daerah-daerah

pertambangan jenis galian C serta adanya pertambangan emas di Gunung Pongkor.

Akan tetapi pada umumnya pertambangan emas ini merupakan enclave tersendiri di

lingkungan tersebut.

Dalam hal aksesibilitas, walaupun telah ada jalan propinsi yang

menghubungkan Kabupaten Bogor ke Kabupaten Banten di sebelah barat akan tetapi

dalam hal densitas jalan (panjang jalan per luas wilayah), pada umumnya di wilayah

barat ini relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 yang menunjukkan

penyebaran wilayah yang mempunyai densitas jalan yang relatif rendah (kurang dari

2.254 m per km2).

Adanya disparitas wilayah akan menyebabkan dampak terhadap ketersediaan

lapangan kerja. Wilayah yang lebih maju tentunya akan menyediakan lapangan

pekerjaan yang jauh lebih banyak dan beragam dan hal ini akan menjadi magnet (pull

factor) yang akan menarik tenaga kerja dari berbagai wilayah yang ada di sekitarnya.

Hal ini tentunya mengakibatkan ketimpangan dalam penyebaran tenaga kerja dimana

daerah yang maju akan mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja sedangkan

daerah-daerah yang belum maju menjadi kekurangan suplai tenaga kerja.

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka perlu untuk merumuskan

permasalahan mengenai wilayah pembangunan Kabupaten Bogor serta perlu

dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel sumberdaya fisik, sosial dan ekonomi

maupun aspek spasial wilayahnya sehingga dapat diperoleh faktor dominan yang

mempengaruhi disparitas antar wilayah di Kabupaten Bogor.

Page 19: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

7

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000 740000

720000 740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

Batas wilayah pemerintahan

Desa dengan densitas jalan rendah di wilayah barat

Desa dengan densitas jalan rendahdi wilayah tengah

Desa dengan densitas jalan rendahdi wilayah timur

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa DenganDensitas Jalan Yang Rendah

Keterangan :

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan Wil ahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

ay

Gambar 1 Peta Penyebaran Desa dengan Densitas Jalan yang Rendah (kurang dari 2.254 m per km2)

Page 20: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

8

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membuat tipologi wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan data-data spasial dan

data sosial ekonomi wilayah

2. Mengetahui keterkaitan dan perbedaan antar variabel-variabel/indikator-indikator

pembangunan.

3. Mencari variabel-variabel penentu utama yang menyebabkan terjadinya disparitas

pewilayahan di Kabupaten Bogor

4. Mengetahui kontribusi variabel-variabel tersebut terhadap ketertinggalan wilayah

tersebut.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan bagi arah

pembangunan di Kabupeten Bogor dimana dengan diketahuinya faktor-faktor utama

penghambat perkembangan wilayah maka alternatif-alternatif solusi yang akan

diberikan pada daerah-daerah tertinggal tersebut menjadi tepat sasaran

Page 21: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu Pembangunan Wilayah

Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif baru. Ilmu ini

dikembangkan pada awal dasawarsa 1950an, tetapi baru pada dasawarsa 1970an ilmu

ini berkembang dengan pesat. Ilmu ini muncul karena ketidakpuasan pakar ilmu

sosial ekonomi terhadap rendahnya tingkat perhatian dan analisis ekonomi

berdimensi spasial.

Ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup

berbagai teori dan ilmu terapan yaitu geografi, ekonomi, sosiologi, matematika,

statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan, dan sebagainya. Hal ini

dapat dimengerti karena pembangunan itu sendiri merupakan fenomena multifaset

yang memerlukan berbagai usaha manusia dari berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Sesuai dengan pandangan pendiri ilmu wilayah, Walter Isard, bahwa pengetahuan

pada berbagai ilmu adalah menyatu dan saling berkaitan.

Menurut Misra (1977 dalam Budiharsono 2001), ilmu pembangunan wilayah

merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh empat pilar (tetraploid diciplines) yaitu

geografi, ekonomi, perencanaan kota, dan teori lokasi. Pada Gambar 2 disajikan

skema ilmu pembangunan wilayah sebagai tetraploid disciplines. Namun pendapat

Misra mengenai ilmu pembangunan wilayah ini terlalu sederhana karena tidak

memasukkan aspek biogeofisik yang merupakan dasar dari teori geografi dan teori

lokasi serta aspek sosial budaya dan lingkungan yang berperan dalam pembangunan

wilayah tetapi belum ada keterwakilannya dalam keempat disiplin ilmu tersebut.

Oleh karena itu, ilmu pembangunan wilayah setidaknya perlu ditopang oleh enam

pilar analisis, seperti yang tampak pada gambar 2 (Budiharsono 2001).

Page 22: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

10

Geografi Ekonomi

Perencanaan Kota Teori Lokasi

Ilmu Pembangunan Wilayah

Gambar 2 Empat Pilar Pembangunan Wilayah

Analisis Kelembagaan

Analisis Sosial Budaya

Analisis Lingkungan

Analisis Lokasi

Analisis Ekonomi

Ilmu Pembangunan

Wilayah

Analisis Biogeofisik

Gambar 3 Enam Pilar Pembangunan Wilayah

Page 23: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

11

Umumnya dapat kita katakan bahwa secara internal kemandirian sebuah kota

akan sangat tergantung dari tiga faktor kunci yaitu permodalan, infrastruktur dan

sumber daya manusia. Asumsi kita ialah bahwa bila pengelola kota berhasil

mengelola faktor-faktor internal tersebut di atas, maka mereka akan dapat

mengembangkan “kemandirian” kota tersebut. Sedangkan “kemandirian” itu sendiri

adalah persyaratan untuk terbentuknya kota yang mempunyai ciri lokal yang kuat

(Santoso 2003).

Mengenai yang pertama yaitu permodalan maka dapat dikatakan bahwa

pergerakan modal akan sedikit terpengaruh oleh otonomi daerah, yaitu hanya terkait

dengan proses perizinan yang mungkin bisa lebih lancar. Tapi bisa saja hal ini

menjadi bumerang, karena pejabat kota melihat ini sebagai kesempatan meningkatkan

PAD atau lahan basah untuk KKN dan bisa menjadi momok bagi para calon investor.

Faktor kunci kedua adalah infrastruktur, di mana kita harus membagi menjadi

dua kelompok, yaitu yang masih dikelola secara sentral seperti kereta api, listrik, dan

telepon, serta yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota seperti jalan kota,

saluran, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah, dan seterusnya.

Yang terberat dari ketiga faktor kunci adalah faktor sumberdaya manusia

(SDM). Seperti kita tahu tingkat penghasilan masyarakat kita sangat tergantung dari

produktivitas kota. Kota dengan “externalities” yang rendah akan meningkatkan

kemampuan badan usaha untuk membayar imbalan jasa yang lebih tinggi. Sebaliknya

kota dengan kondisi “high-cost economy” akan mendorong para pengusaha untuk

menurunkan penghasilan karyawannya dalam rangka menjaga kemampuannya

berkompetisi dengan pesaing mereka. Karena itu kota-kota yang mempunyai

externalities tinggi akan cenderung kehilangan SDM yang berkualitas karena mereka

akan beremigrasi ke luar kota. Walaupun tingkat penghasilan bukanlah satu-satunya

faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meninggalkan sebuah kota, tetapi

statistik menunjukkan bahwa jumlah SDM berkualitas secara prosentual lebih tinggi

di kota-kota dengan tingkat kehidupan yang lebih baik (Santoso 2004).

Page 24: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

12

Pembangunan Wilayah

Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu

kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal

ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang

ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki guna

meningkatkan kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain (Zen 2001).

Pembangunan pada hakikatnya adalah pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki

untuk maksud dan tujuan tertentu. Ketersediaan sumberdaya sangat terbatas sehingga

diperlukan strategi pengelolaan yang tepat bagi pelestarian lingkungan hidup agar

kemampuan serasi dan seimbang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan

manusia. Memajukan kesejahteraan generasi sekarang melalui pembangunan

berkelanjutan dilakukan berdasarkan kebijakan terpadu dan menyeluruh tanpa

mengabaikan kebutuhan generasi mendatang. Strategi pengelolaan yang dimaksud

yaitu upaya sadar, terencana, dan terpadu dalam pemanfaatan, penataan,

pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan

sumberdaya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup. Kesadaran bahwa

setiap kegiatan selalu berdampak terhadap lingkungan hidup merupakan pemikiran

awal yang penting untuk memaksa manusia berpikir lebih lanjut mengenai apa dan

bagaimana wujud dampak tersebut, sehingga sedini mungkin dilakukan langkah

penanggulangan dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Penataan

ruang merupakan satu proses pembangunan yang perlu mempertimbangkan aspek-

aspek keberlanjutan. Dalam menyusun suatu rencana tata ruang yang baik, nilai-nilai

ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan

(BKTRN 2001).

Dalam kenyataannya, seringkali pembangunan ini lebih banyak menekankan

pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan kurang memperhatikan aspek-aspek spasial.

Hal ini tercermin dari adanya berbagai kelemahan antara lain kesenjangan antar

wilayah dan kemiskinan. Kelemahan ini yang menjadi penyebab hambatan terhadap

gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, keuntungan dan kerugian di

Page 25: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

13

dalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non ekonomi menjadi terdistorsi

alirannya sehingga divergensi menjadi semakin parah. Akibatnya, hasil

pembangunan menjadi mudah didikotomikan antar wilayah, sektor, kelompok

masyarakat maupun pelaku ekonomi (Nugroho dan Dahuri 2004).

Sedangkan pengertian wilayah adalah suatu area geografis yang memiliki ciri

tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi

(Nugroho dan Dahuri 2004). Definisi lain menyebutkan bahwa wilayah adalah unit

geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut

(sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional (Rustiadi et al.

2004). Dalam menganalisis wilayah secara umum dikenal tiga tipe (Blair 1991

dalam Nugroho dan Dahuri 2004). Pertama, wilayah fungsional, yang dicirikan oleh

adanya derajat integrasi antara komponen-komponen di dalamnya yang berinteraksi

ke dalam wilayah alih-alih berinteraksi ke wilayah luar. Kedua, wilayah homogen

yang dicirikan oleh adanya kemiripan relatif dalam wilayah yang dapat dilihat dari

aspek sumberdaya alam, sosial dan ekonomi. Ketiga, wilayah administratif. Wilayah

ini dibentuk untuk kepentingan pengelolaan atau organisasi oleh pemerintah maupun

pihak-pihak lain.

Dalam memandang suatu wilayah, minimal ada tiga komponen wilayah yang

perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi,

selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah

merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan

Suhandojo 2004)

Lebih lanjut, Triutomo (2001) menyebutkan bahwa tujuan pengembangan

wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi ekonomis,

pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup

masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan

prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis

pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan

sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan.

Page 26: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

14

Untuk pengembangan wilayah, diperlukan perencanaan yang tidak hanya

mempertimbangkan aspek fisik wilayah semata, akan tetapi juga harus mampu

memasukkan unsur-unsur sosial, budaya, ekonomi dan politik ke dalamnya. Secara

luas, perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan

dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program

pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan

mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan

yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri 2004).

Perencanaan pembangunan wilayah sendiri mempunyai tiga pilar penting

(Hoover and Giarratani 1985). Pertama, keunggulan komparatif (imperfect factor

mobility). Pilar ini berhubungan dengan kondisi spesifik suatu wilayah yang sulit

untuk dipindahkan ke wilayah lain. Kedua, aglomerasi (imperfect divisibility) yang

merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi sebagai

akibat pemusatan ekonomi secara spasial. Ketiga, biaya transport (imperfect mobility

of goods and services).

Satu pendekatan pembangunan yang dikenal dengan nama pendekatan wilayah

menekankan pada penanganan langsung penduduk atau masyarakat yang berada di

wilayah-wilayah terisolasi dan di dalam wilayah-wilayah miskin atau terisolasi ini

pada gilirannya akan dicari dan dikenali kelompok-kelompok sasaran penduduk

termiskin. Dengan demikian, pendekatan wilayah berorientasi pada pemerataan dan

keadilan, dan bertujuan menutup jurang kesenjangan ekonomi dan sosial, baik antar

kelompok dalam masyarakat maupun antar daerah (Mubyarto 2000).

Dalam kaitannya dengan pembangunan perdesaan, selama 32 tahun sejarah

pembangunan Orde Baru, telah terjadi persaingan antara orientasi pertumbuhan dan

pemerataan yang mewujud dalam bentuk perebutan prioritas antara pembangunan

sektor industri dengan pertanian, atau antara sektor ekonomi modern di perkotaan

dengan ekonomi rakyat tradisional di perdesaan. Kesulitan lain yang dihadapi dalam

pembangunan perdesaan adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara

Page 27: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

15

pembangunan perdesaan dengan keharusan pemberdayaan masyarakat pendukungnya

(Mubyarto 2000).

Analisa Spasial

Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisa spasial dipahami secara

berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang

sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam

dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua

perbedaan fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah

pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau

tempat. Definisi suatu “tempat” atau lokasi secara geografis sangat jelas, tegas dan

lebih terukur karena setiap lokasi di atas permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat

diukur secara kuantitatif. Fokus kajian para ahli geografi dalam analisa spasial tertuju

pada cara mendeskripsikan fakta, dengan kata lain lebih memfokuskan pada aspek

“apa” dan “bagaimana” yang terjadi di atas permukaan bumi dan bahkan “dimana”.

Domain kajian ilmu geografi lebih banyak menekankan pada bagaimana

mendeskripsikan fenomena spasial, oleh karenanya ilustrasi-ilustrasi spasial dengan

“peta” yang memiliki akurasi informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis

mengenai pola-pola spasial (pemusatan, penyebaran, kompleksitas spasial, dll)

kecenderungan spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif

menjadi kajian-kajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi. Semuanya

dikaji tanpa harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya.

Dalam kerangka konsep geografis, analisis spasial telah lama dikembangkan

oleh para ahli geografi untuk memenuhi kebutuhan untuk memodelkan dan

menganalisis data spasial. Bailey (1995 dalam Rustiadi et al. 2004) mendefinisikan

analisis spasial sebagai upaya memanipulasi data spasial ke dalam bentuk-bentuk dan

mengekstrak pengertian-pengertian tambahan sebagai hasilnya. Analisis data spasial

berbeda dengan spatial summarization of data. Spatial summarization of data

dilakukan untuk menciptakan fungsi dasar pengambilan informasi spasial secara

Page 28: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

16

selektif di suatu areal dengan pendekatan komputasi, tabulasi atau pemetaan dari

berbagai statistik informasi yang dimaksudkan.

Analisis spasial lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai

atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan

permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau

peramalan. Lebih lanjut, Haining (1995 dalam Rustiadi et al. 2004) mendefinisikan

sebagai sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian

tersebut. Kejadian geografis (geographical event) dapat berupa sekumpulan obyek-

obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di ruang geografis dimana melekat suatu

gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi

baik berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana

atribut-atribut melekat di dalamnya.

Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, tujuan

analisis spasial adalah :

1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk

deskripsi pola) secara cermat dan akurat.

2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau

obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang

menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.

3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-

kejadian di dalam ruang geografis.

Berdasarkan atas aplikasinya, menurut Fischer et al. (1996 dalam Rustiadi et al.

2004), model spasial digunakan untuk tiga tujuan, yaitu :

1. peramalan dan penyusunan skenario

2. analisis dampak terhadap kebijakan

3. penyusunan kebijakan dan disain

Page 29: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

17

Pada data spasial atau data yang memiliki referensi geografis, visualisasi

digunakan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis mengenai pola atau

pengelompokkan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi terhadap

aktivitas manusia serta sistem lingkungan (Mac Eachren 1995 dalam Rustiadi et al.

2004). Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan Sistem

Informasi Geografis (SIG) didalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini semakin

signifikan. Menurut Getis (1995 dalam Rustiadi et al. 2004), tujuan utama SIG

adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan

data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning)

dan network analysis. Namun banyak ahli geografi dan analisis spasial mengklaim

bahwa yang selama ini disebut analisis spasial dan permodelan dengan SIG seringkali

ternyata tidak lebih dari proses-proses manipulasi data seperti overlay polygon,

buffering, dan sebagainya yang pada dasarnya “tidak cukup pantas” menggunakan

terminologi analisis.

Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif

dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960an. Perkembangannya diawali

dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama

statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau

data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya,

penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses-

proses pilihan spasial (spatial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal.

Analisis spasial tidak hanya mencakup statistika spasial. Terdapat dua kajian

studi yang bisa dibedakan:

Analisis statistik data spasial: kajian-kajian untuk menemukan metode-metode

dan kerangka analisis guna memodelkan efek spasial dan proses spasial

Permodelan spasial: permodelan deterministic atau stokastik untuk memodelkan

kebijakan lingkungan, lokasi-lokasi, interaksi spasial, pilihan spasial dan

ekonomi regional.

Page 30: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

18

Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peran yang penting dalam

berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis, berbagai

macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa dan dikaitkan dengan

letaknya di muka bumi (proyeksinya).

Pengertian SIG ini sendiri telah diuraikan oleh banyak ahli dan mempunyai arti

yang relatif sama. Aronoff (1989 dalam Dulbahri 2003) menyebutkan bahwa SIG

adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu

memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi dan

menganalisis data dan memberi uraian. Sedangkan menurut Barus dan Wiradisastra

(2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data

yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG

adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang

bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja.

Berdasarkan berbagai pengertian SIG, tercermin adanya pemrosesan data

keruangan dalam bentuk pemrosesan data numerik. Pemrosesan yang mendasarkan

pada kerja mesin, dalam hal ini komputer yang mempunyai persyaratan tertentu.

Data sebagai masukan harus numerik, artinya data masukan apapun bentuknya harus

diubah menjadi angka digital, data lain adalah data atribut (Dulbahri 2003).

Komponen utama SIG terbagi dalam empat kelompok yaitu perangkat keras,

penrangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masing-masing

komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung dari tujuan

dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra 2000).

Indikator-indikator Pembangunan

Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan

diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik

Page 31: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

19

dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan

berfungsi (Rustiadi et al. 2004).

Dalam pembangunan, keberlanjutan merupakan salah satu asas yang sangat

penting karena prinsip pembangunan adalah menjamin ketersediaan kebutuhan hidup

manusia di waktu sekarang maupun yang akan datang. Penerapan pembangunan

berkelanjutan yang kompleks dapat disederhanakan dengan penggunaan sejumlah

indikator yang tepat. Ketepatan indikator yang dipilih menentukan pada penilaian

akhir karena indikator bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan

banyaknya indikator pun perlu diperhitungkan karena jika terlalu banyak tidak saja

akan memakan biaya dan waktu yang banyak, tetapi juga dapat mengaburkan fokus

yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dirasakan adanya kelemahan,

bahkan kekeliruan dalam menerjemahkan keadaan. Karena itu penetapan sekumpulan

indikator yang tepat untuk menggambarkan pembangunan berkelanjutan menjadi satu

tugas yang sulit.

Indikator diterapkannya konsep pembangunan berkelanjutan dalam penataan

ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi,

sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh sebagai berikut:

Indikator Ekonomi: PDB/PDRB, pendapatan perkapita, volume ekspor-impor,

dan lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada

sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian

nasional.

Indikator Sosial Budaya: kualitas sumberdaya manusia, angka harapan hidup,

intensitas kegiatan budaya; tingkat kebergantungan penduduk (desa-kota,

nonproduktif-produktif, jumlah pengangguran, dan lainlain).

Indikator Lingkungan Hidup: standardisasi kualitas air, udara, tanah; perubahan

suhu udara, tingkat permukaan air tanah, intrusi air laut, frekuensi bencana, dan

lain-lain.

Page 32: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

20

Beberapa Hasil Penelitian

Menurut Dugo (2003), tipologi wlayah dari Kabupaten Bogor bagian barat

terdiri dari tiga klaster yaitu Ciampea (mencakup Kecamatan Ciampea,

Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang dengan Ciampea sebagai pusat klaster),

Jasinga (mencakup Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Sukajaya dan Nanggung dengan

Jasinga sebagai pusat klaster) serta Parung Panjang (mencakup Kecamatan Parung

Panjang, Tenjo dan Rumpin dengan Parung Panjang sebagai pusat klaster). Untuk

klaster Ciampea dicirikan oleh:

1. Tingginya aktivitas-aktivitas perekonomian yang dicerminkan oleh PDRB sektor

listrik-gas-air, bangunan-konstruksi, perdagangan, angkutan-komunikasi.

Wilayah pembangunan satu ini memiliki akumulasi PDRB yang paling tinggi di

sektor pertanian, dimana sektor pertanian khususnya tanaman pangan lebih cocok

dan potensial untuk dikembangkan (tercermin dari produktivitas padi sawah, ubi

jalar yang tinggi). Sementara sektor industri kecil dan jasa-jasa bersifat sebagai

sektor penunjang, mengingat upaya dalam mengatasi permasalahan alokasi tenaga

kerja dengan berkembangnya pusat-pusat pemukiman serta dampak daya tarik

kota Bogor dan pengembangan Kampus IPB Darmaga.

2. Tinginya tingkat inflasi yang terkait dengan sektor listri-gas-air, bangunan-

konstruksi, perdagangan, angkutan-komunikasi.

3. Tingginya jumlah sarana dan prasarana yang terkait dengan sarana pendidikan

(SD, SLTP, SLTA), sarana kesehatan, sarana transportasi dengan ketersediaan

sarana pendidikan SLTA, sarana kesehatan berupa dokter praktek umum dan

spesialis yang lebih khas bila dibandingkan dengan tipologi wilayah

pembangunan lain.

Karakteristik tipologi wilayah pembangunan dua sebagai klaster Jasinga

dicirikan oleh:

1. Tingginya aktivitas-aktivitas perekonomian yang dicerminkan oleh PDRB sektor

pertambangan dan penggalian dan aktivitas lainnya di sektor kehutanan rakyat,

Page 33: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

21

terutama pada Kecamatan Nanggung, Sukajaya, Cigudeg yang tercermin dari

fenomena-fenomena pemusatan penggunaan lahan hutan pada kecamatan

tersebut. Ditinjau dari sektor pertanian yang penyebarannya relatif merata,

tipologi wilayah pembangunan dua ini lebih cocok dan potensial untuk tanaman

keras dan tanaman tahunan dimana tanaman semusim (ladang jagung, kacang

kedelai) dapat dikembangkan sebagai tanaman sekunder.

2. Tingginya tingkat inflasi yang terkait dengan sektor pertambangan dan

penggalian, keuangan-sewa-jasa-perusahaan.

3. Tingkat ketersediaan sarana pendidikan SD, SLTP, SLTA yang relatif cukup

terutama pada Kecamatan Jasinga dan Cigudeg, tingginya ketersediaan sarana

transportasi angkutan desa pada Kecamatan Nanggung, Cigudeg dan angkutan

kota pada Kecamatan Jasinga serta tingginya ketersediaan sarana kesehatan

berupa tenaga medis terutama pada Kecamatan Cigudeg.

Karakteristik tipologi wilayah pembangunan tiga sebagai klaster Parung

Panjang dicirikan oleh:

1. Tingginya aktivitas-aktivitas perekonomian yang dicirikan oleh PDRB sektor

industri dan jasa-jasa. Ditinjau dari sektor pertanian yang penyebarannya relatif

merata, tipologi wilayah pembangunan tiga ini lebih cocok dan potensial untuk

dikembangkan sebagai pusat produksi peternakan ayam skala besar dan sentra

produksi buah-buahan seperti durian, rambutan, pisang, mangga (RTRW Bogor

Barat Kabupaten Bogor 2001-20011) serta pusat perkebunan terutama pada

Kecamatan Rumpin. Tanaman pangan berupa ubi kayu, kacang tanah, kacang

hijau yang bersifat local spesific sebagai tanaman sekunder. Sedangkan sektor

penunjang berupa pertambangan dan galian pasir, kaolin dan trass.

2. Tingginya tingkat inflasi yang terkait dengan sektor industri dan jasa-jasa.

3. Tingkat ketersediaan sarana pendidikan SLTP yang relatif tinggi, SD dan SLTA

yang relatif rendah serta sarana kesehatan berupa tenaga medis dan pos Keluarga

Page 34: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

22

Berencana yang relatif tinggi terutama pada Kecamatan Parung Panjang sebagai

pusat klaster.

Jika dikaitkan dengan karakteristik fisik wilayah, tipologi wilayah

pembangunan satu mayoritas memiliki jenis tanah Latosol maupun asosiasi Latosol

dan Regosol dengan bahan induk abu/pasir dan tuf volkan intermedier. Untuk

tipologi wilayah pembangunan dua mayoritas memiliki jenis tanah Latosol maupun

aosiasi Latosol dan Podsolik Merah Kuning dengan bahan induk berupa batuan

volkan masam yang lebih dominan. Untuk tipologi wilayah pembangunan tiga

keberadaan jenis tanah aluvial relatif cukup luas di bagian barat laut Kecamatan

Tenjo dan adanya aliran sungai menunjang ketersediaan air bagi budidaya padi

sawah. Untuk di Kecamatan Rumpin, berkembangnya sektor/aktivitas penunjang

berupa pertanian tanaman pangan ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau dan

perkebunan lebih disebabkan oleh keberadaan jenis tanah Latosol berbahan induk tuf

volkan intermedier dan jenis tanah Aluvial dengan fisiografi dataran yang cocok bagi

budidaya ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau serta kedua jenis tanah yang berbahan

induk mulai dari intermedier sehingga basis ini juga relatif cocok bagi budidaya

perkebunan berupa perkebunan kakao (Dugo 2003).

Dalam kaitannya dengan lokasi-lokasi agroindustri, menurut Zulfah (2004),

sebagian besar berlokasi di sebelah timur dan tengah Kabupaten Bogor yang

mempunyai aksesibilitas dan infrastruktur yang lebih berkembang seperti akses jalan

tol, jalan raya dan lebih dekat dengan lokasi pasar. Demikian pula dengan pola

spasial tenaga kerja yang cenderung memusat di bagian wilayah tengah dan ini

merupakan lokasi dengan jumlah industri terbesar. Wilayah ini merupakan wilayah

yang memiliki aksesibilitas distribusi dan infrastruktur yang lebih mudah serta pusat

aktivitas perekonomian dan konsentrasi penduduk yang lebih tinggi.

Page 35: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, mencakup semua kecamatan dan

desa yang ada yaitu 35 kecamatan dan 425 desa. Penelitian dilakukan mulai bulan

Juni 2005 hingga Desember 2005.

Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain BPS

Kabupaten Bogor, Bakosurtanal dan instansi lain yang terkait. Data yang digunakan

adalah data sekunder, yang terdiri dari data sosial ekonomi yang berasal dari

pengolahan data Potensi Desa (Podes) tahun 2003 serta Kecamatan Dalam Angka

tahun 2003 serta data yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah seperti data

topografi, ketinggian, atau jenis tanah.. Data lain yang juga digunakan adalah peta-

peta, seperti peta administratif, peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta kawasan

hutan, peta landuse, peta kelas kemampuan lahan dan lain-lain. Unit contoh yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desa.

Parameter Yang Digunakan

Untuk mengetahui ketertinggalan suatu wilayah, terlebih dahulu harus

ditentukan indikator-indikator pembangunan yang menjadi ukuran dari keberhasilan

pembangunan atau ketertinggalan suatu wilayah. Indikator yang paling umum

digunakan adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Akan tetapi karena

data PDRB untuk tingkat kecamatan di Kabupaten Bogor belum tersedia, maka

dilakukan pendekatan dengan berbagai indikator lain, antara lain:

Jumlah penduduk per km2

Jumlah tempat pelayanan kesehatan per 1000 penduduk

Jumlah sarana pendidikan (SD, SMP, SMA) per 1000 penduduk

Page 36: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

24

Proporsi penduduk usia sekolah

Proporsi penduduk usia produktif (15 – 55 tahun)

Jumlah lembaga keuangan per 1000 penduduk

Rasio jalan aspal per luas wilayah

Jumlah kendaraan bermotor (roda dua dan empat) per 1000 penduduk

Pendapatan asli daerah (PAD) per kapita

Jumlah sarana perbelanjaan per 1000 penduduk

Jumlah sarana komunikasi per 1000 penduduk

Jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi

Jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi

Untuk selengkapnya, parameter-parameter yang diukur adalah seperti yang

tertera pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Parameter-parameter yang diukur

No Bidang Variabel Parameter Sumber 1 Pola

Penganggaran Pembangunan

PAD PAD per kapita PODES 2003

2 Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba

Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba per 1.000 penduduk

3 Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan & Minuman

Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan & Minuman per 1.000 penduduk

4

Sarana Perekonomian

(Pasar dan Perbelanjaan)

Jumlah Toko/Warung/Kios

Jumlah Toko/Warung/ Kios per 1.000 penduduk

PODES 2003

5 Bank Umum Jumlah Bank umum per 1.000 penduduk

6 Bank Perkreditan Rakyat

Jumlah Bank Perkreditan Rakyat per 1.000 penduduk

7 Koperasi Unit Desa (KUD)

Jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) per 1.000 penduduk

8

Sarana Perekonomian

(Lembaga Keuangan)

Koperasi Non-KUD Jumlah Koperasi Non-KUD per 1.000 penduduk

PODES 2003

Page 37: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

25

Tabel 1 Lanjutan

No Bidang Variabel Parameter Sumber 9 Wisata Alam Bahari Wisata Alam Bahari per

1.000 penduduk 10 Wisata Alam Non

Bahari Wisata Alam Non Bahari per 1.000 penduduk

11 Wisata Budaya Wisata Budaya per 1.000 penduduk

12 Wisata Lainnya Wisata Lainnya per 1.000 penduduk

13 Gedung Bioskop Gedung Bioskop per 1.000 penduduk

14

Sarana Pariwisata

Hotel/Penginapan Hotel/Penginapan per 1.000 penduduk

PODES 2003

15 Wartel/kiospon/warpostel/warparpostel

Wartel/kiospon/warpostel/warparpostel per 1 000 penduduk

16 Warung internet Warung internet per 1 000 penduduk

17 Telepon umum Telepon umum per 1 000 penduduk

18 Rumah Tangga yang Memiliki TV

Rumah Tangga yang Memiliki TV per 1.000 penduduk

19 Rumah Tangga yang Berlangganan telepon

Rumah Tangga yang Berlangganan telepon per 1.000 penduduk

20

Sarana Komunikasi

dan Informasi

Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN (KK)

Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN (KK) per 1.000 penduduk

PODES 2003

21 Jumlah Dokter Jumlah Dokter per 1.000 penduduk

22 Jumlah Bidan Jumlah Bidan per 1.000 penduduk

23 Jumlah Dukun Bayi Jumlah Dukun Bayi per 1.000 penduduk

24 Jumlah Unit Rumah Sakit Pemerintah

Jumlah Unit Rumah Sakit Pemerintah per 1.000 penduduk

25 Jumlah Unit Puskesmas

Jumlah Unit Puskesmas per 1.000 penduduk

26 Jumlah Unit Puskesmas Pembantu

Jumlah Unit Puskesmas Pembantu per 1.000 penduduk

27 Jumlah Unit Posyandu

Jumlah Unit Posyandu per 1.000 penduduk

28

Sarana dan Tenaga

Kesehatan

Jumlah Praktek Dokter

Jumlah Praktek Dokter per 1.000 penduduk

PODES 2003

Page 38: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

26

Tabel 1 Lanjutan

No Bidang Variabel Parameter Sumber 29 Jumlah Unit

Poliknik Jumlah Unit Poliknik per 1.000 penduduk

30 Sarana dan

Tenaga Kesehatan

Jumlah Unit Apotik dan Toko obat

Jumlah Unit Apotik dan Toko Obat per 1.000 penduduk

PODES 2003

31 Jumlah SD/Madrasah

Jumlah SD/Madrasah per 1.000 penduduk

32 Jumlah SMP/Madrasah

Jumlah SMP/Madrasah per 1.000 penduduk

33 Jumlah SMA/Madrasah

Jumlah SMA/Madrasah per 1.000 penduduk

34 Rasio siswa SD terhadap sekolah

Rasio siswa SD terhadap sekolah

35 Rasio siswa SMP terhadap sekolah

Rasio siswa SMP terhadap sekolah

36 Rasio siswa SMA terhadap sekolah

Rasio siswa SMA terhadap sekolah

37 Rasio guru SD terhadap murid

Rasio guru SD terhadap murid

38 Rasio guru SMP terhadap murid

Rasio guru SMP terhadap murid

39

Pendidikan

Rasio guru SMA terhadap murid

Rasio guru SMA terhadap murid

Kecamatan Dalam Angka 2003

40 Masjid Masjid per 1.000 penduduk 41 Surau/langgar Surau/langgar per 1.000 penduduk 42 Gereja kristen Gereja kristen per 1.000 penduduk 43 Gereja katolik Gereja katolik per 1.000 penduduk 44 Pura Pura per 1.000 penduduk 45 Vihara Vihara per 1.000 penduduk 46

Sarana Peribadatan

Klenteng Klenteng per 1.000 penduduk

PODES 2003

47 Kepadatan Penduduk

Kepadatan Penduduk per km2

48 Rasio Angkatan kerja

Jumlah Angkatan kerja per jumlah penduduk

49 Rasio keluarga pertanian

Rasio keluarga pertanian per jumlah penduduk

50 Rasio keluarga pra sejahtera

Rasio keluarga pra sejahtera per jumlah penduduk

51

Tata Ruang dan

Lingkungan

Rasio rumah permanen

Rasio rumah permanen per jumlah rumah

PODES 2003

52 Roda 2 Jumlah Roda 2 per 1.000 penduduk 53 Roda 4 Roda 4 per 1.000 penduduk 54 Panjang jalan

aspal Panjang jalan aspal per luas wilayah

55

Transportasi

Panjang jalan aspal

Panjang jalan aspal per luas wilayah

PODES 2003

Page 39: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

27

Tabel 1 Lanjutan

No Bidang Variabel Parameter Sumber 56 Jarak terhadap

ibukota kecamatan Jarak terhadap ibukota kecamatan

57 Jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi

Jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi

58 Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat

Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat

Podes 2003

59 Jarak sentroid desa Jarak sentroid desa terhadap sentroid Kota Bogor

60 Jarak sentroid desa Jarak sentroid desa terhadap sentroid Ibukota Jakarta

61

Aksesibilitas

Densitas Jalan Densitas jalan per luas wilayah

Peta Topografi

1999

62 Persen lereng rendah Persen luas lahan dengan lereng 0 – 8% terhadap luas wilayah

63 Persen lereng sedang

Persen luas lahan dengan lereng 8 – 25% terhadap luas wilayah

64

Faktor Fisik (Kelerengan)

Persen lereng tinggi Persen luas lahan dengan lereng > 25% terhadap luas wilayah

Peta Topografi

1999

65 Kawasan hutan lindung

Luas kawasan hutan lindung per luas wilayah

66 Kawasan hutan lain Luas kawasan hutan lain per luas wilayah

67

Faktor Fisik (Status

kawasan hutan) Bukan kawasan

hutan Luas bukan kawasan hutan per luas wilayah

68 Faktor Fisik (Sungai)

Densitas sungai Densitas sungai per luas wilayah

Pemda Kab. Bogor

2003

70 Angkatan kerja Proporsi angkatan kerja per jumlah penduduk

71 Kependudukan Keluarga pertanian Proporsi keluarga pertanian per jumlah keluarga (KK)

PODES 2003

Analisa Data

Analisa Hirarki Wilayah

Analisa dilakukan dengan metode skalogram untuk membuktikan adanya

hirarki di wilayah Kabupaten Bogor, khususnya dalam hal sarana infrastruktur.

Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa Tahun 2003 dan data dari

Page 40: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

28

Kecamatan Dalam Angka (KCDA) Tahun 2003. Parameter yang diukur meliputi

bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas.

Urutan kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain

(Saefulhakim 2004):

1. Melakukan pemilihan terhadap data PODES 2003 dan KCDA 2003 sehingga

hanya tinggal data yang bersifat kuantitatif

2. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya

yang relevan saja yang digunakan.

3. Melakukan rasionalisasi data

4. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 38

variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan desa

di Kabupaten Bogor.

5. Melakukan standardisasi data terhadap 38 variabel tersebut dengan

menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi:

Zij =

dimana:

Zij = nilai baku untuk desa ke-i dan jenis sarana ke-j

Yij = jumlah sarana untuk desa ke-i dan jenis sarana ke-j

minimum Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j

St.Dev = nilai standar deviasi

6. Menentukan indeks perkembangan desa (IPD) dan kelas hirarkinya untuk

kemudian diplotkan pada peta.

Dari data yang diukur dibagi ke dalam dua kelompok yaitu yang bisa langsung

dibuat indeks (data jenis dan jumlah sarana) dan yang harus diinverskan terlebih

dahulu (data aksesibilitas atau jarak dari ibukota kecamatan dan ibukota

kabupaten yang membawahi dan jarak dari ibukota kabupaten lain yang terdekat).

Yij – minimum Yj St. Dev

Page 41: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

29

Setelah proses pembakuan kemudian dilakukan penjumlahan nilai baku

tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan sortasi data

dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di barisan

atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom paling kiri.

Pada penelitian ini, IPD dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu

hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuannya

didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPD dan nilai median. Nilai yang

didapat untuk selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Selang Hirarki

No Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I X > [median + (2*St Dev IPD)] Tinggi 2 II median < X < (2* St Dev) Sedang 3 III X < median Rendah

∗ Analisa Spasial

Adanya pewilayahan pembangunan di Kabupaten Bogor dimaksudkan

untuk memfokuskan proses pembangunan di masing-masing wilayah. Akan

tetapi hal ini menjadi kendala tersendiri mengingat lokasi dan medannya yang

relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga diperlukan kebijakan

pembangunan yang bersifat spesifik untuk setiap wilayah tersebut. Agar

kebijakan tersebut lebih terarah, maka perlu informasi yang mudah diperoleh dan

tepat. Untuk itu maka salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan

sistem informasi geografis untuk wilayah bersangkutan.

Analisa spasial berguna untuk memperoleh data dan informasi yang akurat

mengenai suatu wilayah. Selain itu juga dapat memetakan permasalahan-

permasalahan yang ada untuk dianalisa secara spasial sehingga keterkaitan antar

wilayah dapat dianalisa dengan lebih mudah dan akurat. Sebagai dasar pemetaan,

maka peta dasar yang digunakan adalah peta administratif (skala 1: 25.000) yang

Page 42: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

30

diperoleh dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang juga akan digunakan

sebagai peta master.

Analisa spasial yang digunakan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada

analisa melalui sisitem informasi geografis berdasarkan data-data peta yang ada

seperti peta jaringan jalan, peta sungai, peta status kawasan hutan, peta

kelerengan dan peta administrasi dan yang berkaitan dengan hiraki wilayah dan

selain itu juga digunakan untuk mengetahui jarak dari masing-masing unit contoh

terhadap pusat (pusat kegiatan ekonomi yaitu Jakarta sebagai pusat pemerintahan

dan ekonomi dan Bogor sebagai kota yang berada di tengah-tengah kebupaten

Bogor).

Untuk melakukan tipologi wilayah di Kabupaten Bogor, dilakukan analisa

gerombol (clutering) dari data-data atribut yang diekstrak dari peta yaitu meliputi

kepadatan penduduk, densitas jalan, densitas sungai, kelerengan, jarak lurus setiap

pusat (centroid) desa terhadap Jakarta dan Kota Bogor dan hutan (status hutan).

Sebelum dilakukan clustering, data-data tersebut lebih dahulu distandardisasi

(standardized) selanjutnya dilakukan analisa gerombol. Hasil dari analisa ini

adalah berupa tipologi wilayah berdasarkan data spasial yang ada dan akan

ditampilkan sebagai data-data spasial berupa peta-peta. Software yang digunakan

untuk melakukan analisa ini adalah ArcView GIS ver. 3.2.

Analisis Komponen Utama

Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah data dari PODES 2003

kuantitatif yang melalui proses rasionalisasi dan terdiri dari 71 variabel seperti

yang tercantum pada Tabel 1. Variabel-variabel tersebut adalah variabel yang

dapat mencirikan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor.

Analisis komponen utama ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh nilai

PC Score terbaik, yaitu: PC Score g\dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas

70%; jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel factor loading dibawah

Page 43: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

31

sepuluh; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada

factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.

Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk

mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan

dasar dari PCA dan FA, yakni:

(1) Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan

variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan

variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor)

yang tidak saling berkorelasi.

(2) Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh

lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya

(total ragamnya) relatif tidak berubah. (Saefulhakim, 2004).

Cluster Analysis (Analisis Gerombol)

Teknik pewilayahan merupakan salah satu teknik untuk membatasi

wilayah berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu dari suatu hamparan

wilayah. Teknik ini dapat mengadopsi konsep wilayah yang telah

berkembang, seperti konsep wilayah nodal atau konsep wilayah homogen.

Secara umum, teknik pewilayahan ini mengadopsi konsep klasifikasi

sebagaimana diadopsi oleh ilmu taksonomi. Sebagaimana telah disampaikan

sebelumnya konsep klasifikasi ini adalah mengelompokkan berbagai unit

pengamatan (spesies hewan, tanaman, tanah, atau wilayah) berdasarkan

kemiripan/ kedekatan karakteristiknya.

Teknik klasifikasi wilayah yang akan digunakan menggunakan bantuan

teknik analisis multivariabel dengan Analisis Gerombol. Secara umum

terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis gerombol ini yaitu: (1)

metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan (2) metode tak

berhirarki (non hierarchical clustering method).

Page 44: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

32

∑=

p

iYX

1

22/1

( )⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ − ji = D

Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan

sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah yang secara umum

diketahui berjumlah lima, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan

sangat rendah, atau tiga yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengklasifikasian

selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut.

Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan

kedekatan/ kemiripan karakteristiknya masing-masing.

Sedangkan metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol

belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh

unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan

kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak

gerombol yang akan digunakan.

Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu

jarak antara dua data atau jarak antara dua gerombol data dengan ciri yang

serupa. Untuk dapat dilakukan penggerombolan diperlukan suatu skala

pengukuran yang sama. Jika skala data tidak sama maka data perlu

ditransformasikan dalam suatu bentuk skor tertentu yang disebut jarak baku.

Dalam analisis gerombol dikenal terdapat beberapa ukuran jarak antara lain :

jarak mahalanobis, jarak eucledian, jarak kuadrat eucledian, jarak manhattan

(city-block), jarak chebycev, power distance, dan percent disagreement.

Ukuran jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian (Eucledian

distance). Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik atau dua

gerombol adalah:

dimana:

Xi = pusat data dari gerombol X

Yi = pusat data dari gerombol Y

Page 45: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

33

Nilai D merupakan jarak antara titik data/gerombol X dan Y. Makin

kecil nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Dalam analisis gerombol

ini tidak dilakukan ortogonalisasi variabel akan tetapi dilakukan standardisasi

data mentah yang ada sebelum dilakukan penggerombolan. Hal ini pengaruh

multikolinearitas sangat kecil sehingga dapat diabaikan apabila data sudah

distandardisasi (Johnson & Wichern 1998).

3. Discriminant Analysis

Analisis diskrimanan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk

menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompok-

kelompok yang telah ada secara alami. Dengan kata lain analisis diskriminan

digunakan untuk menentukan variabel yang mana yang merupakan penduga

terbaik dari pembagian kelompok-kelompok yang ada.

Penentuan dalam analisis diskriminan ini dapat dinyatakan berbalikan

dengan metode penentuan dalam analisis gerombol (cluster analysis). Jika

analisis gerombol (khususnya gerombol unit) menentukan gerombol dari ciri-

ciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan ini menentukan dengan

kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah ingin ditentukan

variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan kelompok-

kelompok tersebut.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis diskriminan ini antara

lain:

1. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal.

Walaupun demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi,

perbedaan hasil pengujian tidak ‘fatal’. Artinya hasil pengujian masih

layak untuk dipercaya.

2. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar

kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa

diterima. Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan

Page 46: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

34

hasil pengujian terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam

variabel dalam setiap kelompoknya.

3. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok

dengan nilai ragam atau standar deviasinya.

4. Variabel yang digunakan tidak bersifat ”redundant”. Jika kondisi ini tidak

terpenuhi maka matrik tersebut disebut singular, yaitu matrik yang tidak

mempunyai determinan. Matriks yang singular tersebut tidak dapat

diinverskan.

5. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Di dalam analisis

diskriminan akan dilakukan pengujian terhadap kondisi redundant yang

diharapkan tidak terjadi yang disebut dengan pengujian nilai toleransi.

Nilai toleransi ini dihitung dengan persaman 1 - R2 . Jika kondisi

redundat terjadi, maka nilai toleransi akan mendekati 0.

Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam

hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Sedangkan variabel

tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga.

Skor = a + b1X1 + b2X2 + bmXm

Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang

mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang

ada.

Hasil pengolahan statistik ini akan menghasilkan tipologi wilayah yang

kemudian dibuat peta tipologi wilayah yang akan dioverlay dengan data-data

fisik wilayah untuk kemudian dilakukan analisis deskripsi.

4. Analisis Regrasi Berganda (Multiple Regression)

Analisis ini merupakan analisis regresi dimana beberapa variabel

dependent (y1, y2,...,yp) diukur dan diregresikan terhadap variabel

Page 47: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

35

independent (x1,...,xk) Model umum untuk analisis regresi berganda ini

adalah (Srivastava, 2002):

y = ε1x1 + . . . + εkxk + e

dimana y adalah respon atau variabel dependen yang nilainya tergantung dari

k variabel independen x1,...,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas

diketahui dan nilai ε1,..., εk belum diketahui yang dinamakan parameter

regresi. Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga

yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi adalah :

a. E(e) = 0

b. E(e2) = σ2

c. Tidak ada korelasi antar variabel sehingga Kov (yi,yj) = kov(ei,ej) = 0, i ≠ j

Analisis regresi berganda dilakukan untuk merumuskan model

pendugaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan

desa. Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data IPD sebagai

variabel tujuan dan PC Score sebagai variabel penjelas dengan metode

Forward Stepwise..

5. Canonical correlation

Suatu korelasi kanonikal adalah korelasi dari dua set variabel, satu

merupakan variabel bebas dan yang lain adalah variabel dependent. Dalam

analisa korelasi kanonik ini ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan.

Pertama adalah distribusi sampel. Tes signifikansi dari korelasi kanonik

didasarkan pada asumsi bahwa distribusi dari variabel pada populasi

menyebar normal. Kedua, ukuran sampel, dimana semakin besar ukuran

sampel maka hasil dari analisa korelasi kanonik akan semakin sempurna.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa untuk interpretasi yang baik, jumlah

sampel hendaknya 20 kali jumlah variabelnya. Ketiga adalah pencilan.

Pencilan ini mempunyai pengaruh terhadap besarnya koefisien korelasi

kanonik. Untuk itu hendaknya pencilan ini dapat diketahui sebelumnya.

Page 48: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

36

Keempat adalah matriks harus mempunyai invers atau bukan matriks singular

(Statsoft 2005). Selain itu, pengukuran dilakukan pada unit sampling yang

sama (Rencher 1996).

Page 49: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

Tabel 2 Jenis data, analisa dan output berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh No Tujuan Jenis Data Analisa Output

1 Melakukan tipologi wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan data-data spasial wilayah

Peta kelas lereng, peta landuse, peta jaringan jalan, peta status hutan, peta sungai. Data diambil dari Peta Topografi Tahun 1999 dan Pemda Kabupaten Bogor Tahun 2003.

Clustering terhadap data atribut

Tipologi Wilayah berdasarkan data-data spasial (data atribut)

2 Mengetahui keterkaitan dan perbedaan antar variabel-variabel/ indikator-indikator pembangunan

Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka 2003

- Factor Analysis - Regrasi Berganda

Hubungan antar variabel/indikator pembangunan

3 Mencari variabel-variabel penentu utama yang menyebabkan terjadinya disparitas wilayah di Kabupaten Bogor

Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka 2003

Discriminant Analysis Canonical Correlation

Variabel penentu utama yang menyebabkan disparitas wilayah

4 Kontribusi variabel-variabel tersebut terhadap ketertinggalan wilayah tersebut

Data Potensi Desa Kab. Bogor Tahun 2003 dan Kecamatan Dalam Angka 2003

Discriminant Analysis Canonical Correlation

Besarnya kontribusi variabel penentu utama terhadap disparitas wilayah

Page 50: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan

langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara

geografis, Kabupaten Bogor terletak pada 6º18’10” – 6º47’10” lintang selatan dan

106º23’45” – 107º13’30” bujur timur. Ibukota kabupaten terletak di Cibinong. Luas

wilayah berdasarkan data terakhir adalah 298.027 hektar. Adapun batas-batas

wilayah ini adalah DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kota

Bekasi dan Kota Depok di sebelah utara, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur

dan Kabupaten Purwakarta di sebelah timur, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten

Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Lebak di sebelah barat serta Kota Bogor yang

berada di tengahnya.

Kabupaten Bogor terdiri dari 35 kecamatan dengan 425 desa dan kelurahan,

3.286 RW, 12.535 RT dan 804.455 rumah tangga. Dari jumlah desa tersebut, dapat

diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu desa kota dan desa perdesaan yang

masing-masing berjumlah 200 dan 225 desa. Desa kota mempunyai dua pola

kawasan, yaitu yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang sekitar dan yang tidak

berkaitan dengan pemanfaatan ruang sekitar (cenderung bersifat penduduk komuter)

sedang desa perdesaan mempunyai empat pola kawasan yaitu pemukiman sekitar

sawah beririgasi teknis, pemukiman sekitar hutan, pemukiman sekitar perkebunan

besar dan pemukiman sekitar kebun campuran, tegalan atau sawah tidak beririgasi

teknis.

Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor hingga akhir tahun 2003 tercatat

sebanyak 3.340.151 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.695.001 jiwa dan

perempuan sebanyak 1.645.150 jiwa dan kepadatan penduduk rata-rata sebanyak

1.427 jiwa per km2. Tingkat kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Bogor

sangat bervariasi dari yang relatif rendah yaitu Kecamatan Cariu (329 jiwa per km2)

hingga yang sangat relatif tinggi yaitu Kecamatan Ciomas (6.515 jiwa per km2).

Page 51: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

39

Tabel 4 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2003

Kode Kecamatan Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Luas wilayah (km2)

Kepadatan (Jiwa/km2)

010 Nanggung 72.859 180.25 404020 Leuwiliang 144.727 110.01 1 316030 Pamijahan 113 008 83.74 1 349040 Cibungbulang 106 520 45.77 2 327050 Ciampea 154 593 70.38 2 197060 Dramaga 75 185 28.24 2 662070 Ciomas 99 660 15.30 6 515071 Tamansari 66 743 44.55 1 498080 Cijeruk 127 280 53.14 2 395090 Caringin 95 438 53.40 1 787100 Ciawi 66 677 64.33 1 037110 Cisarua 93 661 85.91 1 090120 Megamendung 78 211 59.88 1 306130 Sukaraja 124 185 42.63 2 913140 Babakan Madang 124 197 87.85 1 414150 Sukamakmur 65 384 164.39 398160 Cariu 91 673 278.25 329170 Jonggol 91 140 154.11 591180 Cileungsi 139 607 81.81 1 707181 Klapanunggal 61 093 67.38 907190 Gunung Putri 126 665 75.90 1 669200 Citeureup 119 730 61.60 1 944210 Cibinong 162 195 42.74 3 795220 Bojonggede 195 828 56.71 3 453230 Kemang 69 713 29.40 2 371231 Rancabungur 41 820 16.09 2 600240 Parung 69 713 25.91 2 691241 Ciseeng 80 492 43.95 1 831250 Gunung Sindur 66 266 48.88 1 356260 Rumpin 97 973 126.75 773270 Cigudeg 103 911 187.92 553271 Sukajaya 50 505 132.71 381280 Jasinga 93 318 187.69 497290 Tenjo 55 467 93.87 591300 Parungpanjang 83 527 78.84 1 059 Kabupaten Bogor 3 408 810 2 980.27 1 144Sumber : BPS 2004 dan hasil olahan

Page 52: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

40

Berdasarkan data jumlah penduduk di atas, jika dikelompokkan ke dalam tiga

wilayah, yaitu barat, tengah dan timur maka kepadatan penduduk rata-ratanya secara

berturut-turut adalah sebagai berikut 1.041 jiw/km2, 2.370 jiw/km2, 934 jiw/km2.

Terlihat bahwa konsentrasi penduduk berada di wilayah tengah sebesar 2.28 kali dari

kepadatan di wilayah barat dan 2.54 kali di wilayah timur.

Tingginya tingkat kepadatan penduduk di wilayah tengah ini selain karena

adanya pusat pemerintahan yang berlokasi di Kecamatan Cibinong juga karena faktor

spasial yang cenderung lebih dekat dengan Kota Bogor dengan aksesibilitas yang

lebih baik dan keadaan dimana Kota Bogor ini juga merupakan titik awal dari pintu

masuk menuju Jakarta melalui Terminal Bis di Baranang Siang ataupun Stasiun

Kereta Api Bogor.

Pengembangan Wilayah

Dalam rangka menurunkan tingkat disparitas antar wilayah, maka

pengembangan wilayah Kabupaten Bogor dibagi dalam tiga wilayah pembangunan

yang merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap

bidang dan program pembangunan. Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan

adalah untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan

dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan berkesinambungan.

Dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi

wilayah, pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan

infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan pengembangan

dan penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan,

maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga Wilayah Pembangunan, yaitu:

1. Wilayah Pembangunan Barat yang meliputi sebelas kecamatan, yaitu

Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,

Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan, dan Kecamatan Rumpin,

dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha.

2. Wilayah Pembangunan Tengah yang meliputi delapan belas kecamatan, yaitu

Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur,

Page 53: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

41

Bojonggede, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Caringin, Ciawi,

Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, dan kecamatan

Tamansari, dengan luas wilayah sekitar 87.552 Ha.

• Pusat pertumbuhan utama adalah Kota Cibinong, Parung dan Babakan

Madang.

• Pusat pertumbuhan sekunder adalah Kota Ciawi dan Citeureup.

• Pusat pertumbuhan tersier adalah Kota Kemang, Cijeruk, Caringin, Cisarua,

Bojonggede, Gunung Sindur, Megamendung, Dramaga, dan Kecamatan

Ciomas.

• Pusat pertumbuhan lainnya adalah Ciseeng, Sukaraja, Rancabungur, dan

Kota Tamansari. Pusat-pusat pertumbuhan ini merupakan simpul-simpul

jasa distribusi barang dan jasa serta pendorong pengembangan wilayah.

3. Wilayah Pembangunan Timur yang meliputi enam kecamatan, yaitu Kecamatan

Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, dan Kecamatan

Cariu.

• Pusat pertumbuhan utama adalah Kota Cileungsi dan Jonggol.

• Pusat pertumbuhan sekunder adalah Kota Gunung Putri, sedangkan pusat

pengembangan tersier adalah Kota Cariu, Sukamakmur, dan Kota

Klapanunggal.

Wilayah Pembangunan Timur diharapkan dapat berfungsi sebagai daerah

pengembangan industri, permukiman, pariwisata, pertanian, dan pelestarian

sumberdaya air.

• Pusat-pusat pertumbuhan ini merupakan simpul-simpul kegiatan pertanian,

industri, pertambangan, dan pariwisata (agro wisata).

Dalam arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat, arahan yang diberikan

terhadap Kabupaten Bogor berkenaan dengan hal-hal pokok sebagai berikut :

a. Kawasan Lindung

Untuk Kabupaten Bogor dikemukakan arahan berupa terdapatnya bentuk-bentuk

kawasan lindung, yaitu:

Page 54: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

42

Kawasan hutan lindung

Kawasan Cagar Alam

Kawasan Taman Wisata Alam

Kawasan Taman Nasional

Kawasan Cagar Budaya

Kawasan Rawan Bencana

b. Kawasan Budidaya

Untuk Kabupaten Bogor dikemukakan arahan untuk kawasan budidaya adalah

berupa kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu. Arahan

untuk kawasan perdesaan itu sendiri meliputi:

Kawasan pertanian lahan basah

Kawasan pertanian lahan kering

Kawasan tanaman tahunan/perkebunan

Kawasan hutan produksi

Kawasan Pertambangan dan galian

Kawasan pariwisata

Kawasan permukiman pedesaan

Sedangkan arahan untuk Kawasan perkotaan adalah berupa :

Kawasan industri

Kawasan pengembangan perkotaan

Kawasan permukiman perkotaan

c. Pengembangan sistem Prasarana Wilayah

Pengembangan ini mencakup pengembangan fungsi jalan raya baik jalan arteri

primer, jalan kolektor primer I – III, peningkatan fungsi jalan tol dan

Page 55: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

43

pengembangan terminal serta pengembangan energi listrik yaitu PLTP Gunung

Salak.

Dalam hubungannya dengan pengembangan kawasan Jabotabek, ada tiga fungsi

utama dari wilayah Kabupaten Bogor, yaitu :

1. Penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan pemukiman perkotaan

sebagai bagian dalam sistem metropolitan Jabotabek.

2. Konservasi, berkenaan dengan posisi geografisnya di bagian hulu dalam tata

air untuk wilayah metropolitan Jabotabek

3. Pengembangan pertanian khususnya hortikultura, sehubungan dengan

perkembangan dan keunggulan yang telah ada, yang selanjutnya makin

dipacu.

Tabel 5 Ikhtisar Keterkaitan Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Dengan Wilayah Sekitarnya

Wilayah Sekitar

Keter-kaitan Ruang

Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas

Fungsi Pengem-bangan

Utara :

• Kab. Tangerang

• DKI Jakarta • Kab. Bekasi • Kota Depok

• Bagian hilir wilayah Bogor

• Hamparan Datar • Batas fisik

sebagian kecil anak-anak sungai

• Pemukiman perkotaan

• Pertanian lahan basah/ sawah

• Pertanian lahan kering

• Jalan raya: − Jalan tol − Arteri − Kolektor − Lokal

• Jalan kereta api

• Perkotaan • Industri/

jasa • Core

metropoli-tan Jabotabek

Timur :

• Kab. Karawang • Kab.

Purwakarta • Kab. Cianjur

• Punggung kompleks Gunung Sanggabuana

• Sungai Ciomas (anak-anak sungai Cibeet) dan Sungai Cibeet)

• Kawasan lindung

• Pertanian lahan kering

• Pertanaian lahan basah

• Jalan lokal dari Cariu ke pangkalan

• Industri • Perkotaan

(Non Contiguo-us) di Kab. Karawang

Page 56: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

44

Tabel 5 Lanjutan

Wilayah Sekitar

Keter-kaitan Ruang

Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas

Fungsi Pengem-bangan

• Kompleks Gunung Gede/ Pangrango, Salak, Halimun

Selatan :

• Kab. Cianjur • Kab. Sukabumi

Sungai Cibeet

• Kawasan lindung

• Pertanian lembah sungai (tepian Sungai Cibeet)

• Jalan arteri dan KA ke Sukabumi

• Jalan kolektor ke Cianjur (kawasan Puncak)

• Jalan kolektor Cileungsi – Cianjur

• Nanggung – Malasari – Taman Nasional Gunung Halimun (Wilayah Bogor) – Kebun Nirmala (wilayah Taman Nasional) – Cipentung – Parung Kuda

• Pariwisata • Kawasan

lindung • Pertanian

Barat :

• Kab. Lebak

• Kompleks Gunung Halimun

• Sungai Cidurian

• Kawasan lindung

• Hutan produksi • Perkebunan/

pertanian lahan kering

• Pertanian lahan basah (di hilir)

• Jalan kolektor Bogor – Rangkas bitung

• Kawasan lindung

• Pertanian (perkebu-nan lahan basah)

• Hutan Produksi

• Perkotaan baru (Maja)

Page 57: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

45

Tabel 5 Lanjutan

Wilayah Sekitar

Keter-kaitan Ruang

Fisik Dasar Pemanfaatan Ruang Aksesibilitas

Fungsi Pengem-bangan

Tengah

• Kota Bogor

• Hamparan datar • Jalan tol Jagorawi

• Permukiman perkotaan

• Segala arah dan intensif

• Permuki-man perkotaan dan pelayanan

• Fungsi dominan sebagai pusat pelayanan

Sumber : RTRW Kabupaten Bogor, 2001

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, tujuan pengembangan

wilayah Kabupaten Bogor akan meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Memantapkan fungsi lindung yang terletak di dalam wilayah Kabupaten Bogor,

terutama berkenaan dengan hutan lindung dan sempadan sungai maupun kawasan

resapan (recharge area).

• Mengoptimalkan pemanfaatan ruang wilayah, sesuai dengan potensi atau daya

dukung sehingga bentuk-bentuk kegiatan yang memanfaatkan ruang akan

sesuai/seimbang dengan daya dukung ruang tersebut.

• Mengembangkan bagian-bagian wilayah baru dengan pola pemanfaatan ruang

terutama berupa perkebunan dan pertanian lahan basah serta kemungkinan

kegiatan lainnya yang sesuai dengan daya dukung ruang tersebut.

• Mengembangkan prasarana wilayah, terutama jaringan jalan guna merangsang

pengembangan kawasan-kawasan baru, terutama di bagian hilir dan sekaligus

menghubungkannya dengan bagian-bagian wilayah yang relatif lebih

berkembang. Bentuk prasarana wilayah lainnya adalah jaringan irigasi atau

Page 58: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

46

saluran yang akan mendukung upaya intensifikai pertanian sawah dan membuka

kawasan baru di bagian hilir, baik untuk sawah maupun perikanan.

• Mengembangkan serta meningkatkan peranan dan fungsi kota-kota atau pusat-

pusat yang ada guna dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin terhadap

wilayah pelayanannya. Untuk mendukung hal tersebut, dikembangkan fasilitas-

fasilitas pelayanan (sosial, ekonomi, pemerintahan) dan prasarana permukiman

yang dibutuhkan (air minum, drainase, pembuangan air limbah, persampahan,

telekomunikasi dan lain-lainnya).

• Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas yang memerlukan penanganan

segera yang dimulai dengan penataan ruang secara lebih rinci, terutama untuk

kawasan-kawasan yang tumbuh cepat (seperti kawasan perkotaan dan kawasan

kegiatan perekonomian/produksi, kawasan penunjang sektor ekonomi, kawasan

tertinggal dan kawasan kritis).

Arahan pengembangan struktur tata ruang Kabupaten Bogor dengan demikian

adalah:

• Merangsang perkembangan ke arah bagian timur dan barat dengan pengembangan

jaringan prasarana transportasi (dalam hal ini jalan raya) yang akan

menghubungkan simpul-simpul atau pusat-pusat di bagian wilayah tengah (dalam

hal ini sumbu wilayah/koridor perkembangan yang ada sekarang dengan sumbu-

sumbu wilayah di bagian Timur dan Barat).

• Memanfaatkan perkembangan di bagian wilayah tengah dengan pemantapan

fungsi kota-kota yang menjadi pusat pelayanan dan pengintensifan produksi.

• Membatasi perkembangan di bagian wilayah hulu karena itu tidak dikembangkan

simpul atau pusat pelayanan. Bagian wilayah ini dilayani oleh simpul-simpul

atau pusat di bagian wilayah Tengah.

Atas dasar arahan tersebut dan penyebarannya secara spasial, maka kota-kota

yang akan menjadi simpul atau pusat berkaitan dengan pengembangan jaringan

transportasi (jalan raya) secara internal adalah:

Page 59: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

47

o Cibinong

o Citeureup

o Cileungsi

o Jonggol

o Cariu

o Dramaga

o Leuwiliang

o Jasinga

o Tenjo

Strategi Pemanfaatan Ruang

Dengan dasar pola pemanfaatan ruang yang ada, karakteristik fisik geografis

serta tujuan dan kebijaksanaan pengembangan wilayah, maka konsep arahan fungsi

dan pemanfaatan ruang dibagi menjadi empat klasifikasi.

Bagian wilayah sebelah selatan, dengan dominasi fungsi lindung, secara

konseptual merupakan kompleks ekologi hulu yang berbatasan dengan Kabupaten

Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Dalam bagian wilayah ini masih dimungkinkan

adanya fungsi budidaya namun dibatasi agar dominasi fungsi lindung dapat

dipertahankan dan dimantapkan. Pengembangan prasarana wilayah, yaitu jalan raya

relatif lebih terbatas dan diharapkan dapat langsung berfungsi ganda baik secara

internal maupun eksternal. Hal ini dimaksudkan agar tidak merangsang

perkembangan (fungsi budidaya) ke bagian wilayah ini.

Bagian wilayah dengan peningkatan pengembangan atau intensifikasi relatif

merupakan sumbu wilayah utama dan cabang yang terletak terutama pada kompleks

ekologi hulu sampai hilir di bagian tengah. Bagian wilayah ini merupakan yang

paling maju dewasa ini dengan berbagai variasi kegiatan dan fungsi. Oleh karena itu

pengembangan di masa yang akan datang sifatnya adalah peningkatan secara umum

Page 60: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

48

bersifat intensifikasi. Pada bagian wilayah ini terletak sebagin besar pusat-pusat atau

kota-kota yang akan memberikan pelayanan kepada wilayah secara keseluruhan serta

mendukung langsung kegiatan produksi utama wilayah, yaitu perkebunan dan

pertanian tanaman pangan. Dengan demikian, peningkatan pengembangan atau

intensifikasi tersebut terutama ditujukan kepada kegiatan perkotaan, produksi

perkebunan dan pertanian tanaman pangan. Pengembangan prasarana diarahkan pada

pengembangan prasarana perkotaan dan prasarana wilayah, berupa jaringan jalan,

lebih banyak bersifat peningkatan dan untuk pelayanan lokal, yaitu dari pusat-pusat

produksi ke simpul-simpul atau kota terdekat. Dengan kata lain, pengembangan

prasarana wilayah lebih bersifat mendukung dalam upaya peningkatan.

Bagian wilayah dengan pengembangan baru atau ekstensifikasi, relatif terletak

pada kompleks ekologi tengah dan hilir di luar sumbu wilayah utama.

Pengembangan pola bagian wilayah ini sifatnya adalah ekstensifikasi dari kegiatan

pada sumbu wilayah, terutama kegiatan perkebunan (karet, teh dan kelapa) dan

pertanian tanaman pangan (sawah) dan palawija serta hortikultura. Ada dua

prasarana utama yang harus dikembangkan, yaitu jaringan jalan dan irigasi (saluran).

Pengembangan jaringan jalan, yang melintasi bagian wilayah ini dan menghubungkan

sumbu wilayah utama dengan bagian wilayah timur dan Barat yang diharapkan

berfungsi merangsang perkembangan kegiatan di bagian wilayah ini. Sementara

pengembangan jaringan irigasi (saluran) dimaksudkan untuk mendukung

pengembangan kegiatan produksi perkebunan dan pertanian tanaman pangan. Pada

masa datang, dalam jangka panjang pada bagian wilayah ini diharapkan muncul

simpul pelayanan baru yang akan mengarah menjadi kota-kota.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan secara keseluruhan di Kabupaten Bogor dapat dibagi menjadi

9 kelas yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Page 61: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

49

Tabel 6 Pola penggunaan lahan di Kabupaten Bogor

Luas (Ha) Berdasarkan Wilayah Pembangunan No Penggunaan Lahan Barat Tengah Timur 1 Sungai/Danau 4 017 508 8472 Belukar/semak 25 018 4 723 13 4303 Hutan 23 465 9 785 7 8374 Kebun/perkebunan 27 234 17 214 16 5885 Pemukiman 8 623 18 564 7 1006 Rumput/tanah kosong 1 365 2 282 3 5947 Sawah Irigasi 8 375 7 196 14 5278 Sawah tadah hujan 21 937 4 840 10 9769 Tegalan/ladang 9 756 20 939 7 284

Total Luas 129 790 86 051 82 183Sumber : Peta Landuse, Hasil Olahan.

Dari sembilan pola penggunaan lahan tersebut, terlihat bahwa penggunaan lahan

terbesar adalah lahan kering, yaitu kebun/perkebunan seluas 61 036 hektar (20.48%),

belukar/semak seluas 43 171 hektar (19.28%), tegalan/ladang seluas 37 979 hektar

(12.74%) dan sawah tadah hujan seluas 37 753 hektar (12.67%) yang tersebar dari

barat hingga ke timur. Untuk pemukiman, dari luas 34 281 hektar, lebih banyak

terkonsentrasi di wilayah pembangunan tengah (54% dari total luas pemukiman).

Dalam hal kemampuan lahannya, wilayah pertanian di Kabupaten Bogor dapat

dikelompokkan dalam beberapa kelompok berikut:

Lahan kelas I, yaitu lahan-lahan yang mempunyai potensi pengembangan

pertanian secara sangat intensif seluas 10,9%.

Lahan kelas II, yaitu lahan-lahan yang mempunyai potensi untuk pengembangan

pertanian secara intensif seluas 19,6%.

Lahan kelas III, yaitu lahan-lahan yang berpotensi untuk pengembangan pertanian

dengan intensitas terbatas, seluas 20,1%.

Lahan kelas IV dan V, yaitu lahan-lahan yang tidak layak untuk pengembangan

pertanian dan lebih diarahkan untuk tujuan konservasi atau dihutankan seluas

21,31%.

Page 62: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

50

Kondisi Fisik Wilayah

Kabupaten Bogor mempunyai bentuk wilayah yang sangat beragam, mulai

dari daerah pegunungan di bagian selatan yang menjadi sumber mata air bagi daerah

di bawahnya hingga daerah yang relatif datar di bagian utara. Sebagian besar wilayah

di Kabupaten Bogor termasuk pada kelerengan antara 0-8% (meliputi 421 desa),

sedangkan yang termasuk pada kelerengan antara 8-25% meliputi 167 desa dan

kelerengan lebih dari 25% meliputi 69 desa. Luasan masing-masing kelas lereng ini

tersaji pada tabel berikut:

Tabel 7 Luas wilayah pada setiap tingkat kelerengan

Luas (Ha) Berdasarkan Wilayah Pembangunan No Kelas Lereng Barat Tengah Timur 1 0 - 8% 91 504 59 062 53 068 2 8 - 25% 28 003 18 629 24 251 3 > 25% 10 283 8 360 4 864

Jumlah 129 790 86 051 82 183 Sumber : Peta Topografi, Hasil Olahan

Selain kelas lereng, pengaruh topografi juga berdampak pada adanya perbedaan

ketinggian. Bagian selatan relatif lebih tinggi dibanding bagian utara, dengan kisaran

ketinggian antara 0 meter hingga lebih dari 2.000 m di atas permukaan laut. Bagian

yang lebih rendah umumnya berada di sebelah utara dan berangsur-angsur meninggi

ke bagian selatan. Adapun jumlah desa yang tercakup pada masing-masing kelas

ketinggian adalah sebagai berikut:

Tabel 8 Ketinggian dan jumlah desa

No Kelas Ketinggian Jumlah Desa 1 0-50 182 51-75 883 76-100 1684 101-500 2995 501-1000 1806 1001-2000 267 2001-lebih 3Sumber : Hasil olahan, 2005.

Page 63: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

51

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar desa di Kabupaten

Bogor terletak pada ketinggian antara 100 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut.

Desa-desa yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 meter terletak di sebelah selatan

yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur.

Untuk jenis tanah, berdasarkan data yang diperoleh, di Kabupaten Bogor

terdapat 14 jenis tanah (berdasarkan klasifikasi dari Pusat Penelitian Tanah). Untuk

selengkapnya dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 9 Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bogor

No Jenis Tanah Luasan (ha) Persentase 1 Alluvial 8 994 3.022 Andosol 3 253 1.093 Assosiasi andosol dan regosol 3 031 1.024 Assosiasi latosol coklat dan latosol

coklat kekuningan 9 491 3.185 Assosiasi latosol coklat dan latosol

coklat kemerahan 28 903 9.706 Assosiasi latosol coklat dan

regosol 15 581 5.237 Assosiasi latosol merah dan latosol

coklat kemerahan 62 829 21.088 Assosiasi podsolik kuning dan

hidromorf kelabu 3 562 1.209 Grumosol 15 774 5.29

10 Kompleks latosol merah kekuningan dan latosol coklat kemerahan dan litosol 44 848 15.05

11 Kompleks podsolik merah kekuningan dan podsolik merah kekuningan 12 501 4.19

12 Latosol 12 528 4.2013 Latosol coklat 26 720 8.9714 Podzolik kuning 11 929 4.0015 Podzolik merah 9 564 3.2116 Podzolik merah kekuningan 21 301 7.1517 Regosol 7 218 2.42

Sumber : Pemda Kabupaten Bogor, 2004 dan Hasil Olahan, 2005.

Page 64: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

52

Jenis tanah yang dominan berdasarkan tabel di atas adalah jenis asosiasi latosol

merah dan latosol coklat kemerahan yang meliputi areal seluas 62.829 hektar

(21.08%), sedangkan jenis tanah asosiasi andosol dan regosol adalah yang paling

sempit luas cakupannya, hanya meliputi areal seluas 3 031.35 hektar (1.02%).

Page 65: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran Desa IDT

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat

80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa

tertinggal (IDT) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dilihat berdasarkan

wilayah pembangunannya, di Kabupaten Bogor wilayah barat terdapat 36 desa

tertinggal, di wilayah tengah terdapat 31 desa dan 13 desa lainnya berada di

wilayah timur seperti yang terlihat dalam Gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa

berdasarkan kriteria dari BPS, wilayah barat relatif lebih tertinggal dibandingkan

di wilayah tengah dan timur.

Ketertinggalan wilayah barat tersebut disebabkan karena rendahnya nilai

wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan

utama desa, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas

kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km2,

persentase rumah tangga listrik, persentase rumah tangga yang mempunyai TV,

persentase rumahtangga pertanian, persentase rumahtangga yang memiliki

kendaraan bermotor serta aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen

maupun pertokoan. Jika dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, desa-desa ini

berada di wilayah yang memiliki densitas jalan yang rendah (0.64%) dan berada

pada bentuk lahan (landform) yang datar, terutama di wilayah barat tengah,

hingga bergelombang dan berbukit.

Berdasarkan data penggunaan lahan di Kabupaten Bogor seperti yang

terdapat pada Tabel 5, terlihat bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah

barat masih tertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan, dengan kepadatan

penduduk rata-rata yang relatif rendah (< 500 per km2) di beberapa kecamatan.

Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya desa yang masuk

dalam katagori IDT di wilayah barat. Selain itu, ketersediaan berbagai sarana dan

fasilitas pelayanan umum yang relatif rendah, seperti sarana pendidikan (rata-rata

jumlah SMA 0.35 per desa), fasilitas tenaga dan sarana kesehatan, juga sangat

mempengaruhi masuknya desa-desa di wilayah barat menjadi desa IDT.

Page 66: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

54

Selain dari variabel di atas, adanya hutan baik di wilayah barat terutama

hutan lindung yang ada di wilayah barat bagian selatan serta di wilayah timur

diduga turut menyebabkan wilayah ini menjadi tertinggal. Adanya kawasan hutan

di suatu wilayah tentu memberikan beberapa konsekuensi, yaitu pertama, wilayah

ini tentunya mempunyai kepadatan penduduk yang relatif lebih rendah dibanding

wilayah lainnya sehingga relatif tidak memerlukan sarana dan prasarana yang

banyak. Kedua, sebagai kawasan hutan, aksesibilitas yang tersedia relatif lebih

terbatas. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kawasan hutan dari

kerusakan yang disebabkan oleh perambahan. Dengan rendahnya aksesibilitas

maka tingkat interaksi masyarakat yang ada di wilayah tersebut juga relatif lebih

terbatas sehingga perkembangan wilayah tersebut relatif lebih lambat dibanding

daerah yang tingkat interaksinya lebih tinggi. Ketiga, kawasan hutan umumnya

lebih ditujukan sebagai kawasan konservasi, terutama di daerah-daerah yang

mempunyai tingkat kelerengan yang tinggi sehingga upaya budidaya masyarakat

di daerah tersebut menjadi lebih terbatas.

Hasil Analisis Skalogram

Hasil analisis skalogram akan menentukan struktur pusat pelayanan

menurut hirarki wilayah. Penentuan hirarki didasarkan atas tingkat perkembangan

dan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah. Tingkat

hirarki ini penting dalam penentuan kapasitas suatu wilayah, apakah suatu wilayah

merupakan pusat/inti atau hinterland.

Perkembangan pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan

daerah lainnya akan berdampak pada adanya struktur hirarki pada wilayah-

wilayah tersebut yang dicerminkan dari adanya pusat-pusat pelayanan di suatu

wilayah. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan

yang relatif lebih maju akan membutuhkan berbagai sarana dan prasarana serta

pelayanan sosial ekonomi yang lebih dari wilayah dengan kepadatan penduduk

yang lebih rendah dan yang relatif belum maju. Contohnya dalam hal prasarana

pendidik dan kesehatan serta sarana dan prasarana transportasi.

Page 67: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

55

660000

660000

680000 700000 720000 740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa IDTBerdasarkan Wilayah Pemerintahan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Kecamatan

Batas Wilayah Pemerintahan

Desa-desa IDT di Wilayah Barat

Desa-desa IDT di Wilayah Tengah

Desa-desa IDT di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 4 Peta penyebaran desa IDT menurut wilayah pembangunan

Page 68: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

56

Tingkat perkembangan desa-desa di Kabupaten Bogor ditentukan dengan

metode skalogram yang dimodifikasi dan dicerminkan oleh nilai Indeks

Perkembangan Desa (IPD). Semakin tinggi nilai IPD, umumnya akan semakin

tinggi pula kapasitas pelayanan suatu desa dan tingkat perkembangannya. Dari

hasil perhitungan skalogram, diperoleh kisaran nilai IPD antara 2.30 hingga

177.78 yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai IPD tertinggi

177.78 diperoleh oleh Desa Pabuaran di Kecamatan Cibinong dan nilai IPD

terendahl diperoleh oleh Desa Tangkil di Citerureup.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram untuk menentukan

hirarki wilayah menurut jumlah dan jenis fasilitas pelayanan atau infrastruktur,

diperoleh hasil kelompok sebagai berikut :

a. Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan desa-desa yang mempunyai

tingkat perkembangan yang paling tinggi dengan jumlah sebanyak 24 desa

(5.65% dari seluruh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 12

kecamatan, yaitu Cibinong (tujuh desa), Megamendung (satu desa),

Bojonggede (dua desa), Cileungsi (dua desa), Citeureup (tiga desa), Gunung

Putri (tiga desa), Jonggol, Dramaga, Leuwiliang, Sukaraja, Parung, Cariu

masing-masing satu desa. Desa-desa dalam tingkat hirarki ini mempunyai

nilai IPD antara 64.40 – 177.78. Desa-desa ini umumnya mempunyai tingkat

ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih

tinggi dan lebih memadai dibandingkan desa-desa dengan hirarki yang lebih

rendah. Adapun sarana dan prasarana yang lebih terutama dalam hal sarana

pendidikan, sarana kesehatan (termasuk tenaga kesehatan) dan aksesibilitas

terhadap pusat pemerintahan. Ciri-ciri lain yang menonjol dari wilayah desa-

desa hirarki I ini adalah mempunyai landform yang relatif datar dan

merupakan daerah urban dengan kepadatan penduduk yang relatif tinggi serta

tidak lagi mengandalkan pada sektor pertanian.

b. Wilayah yang termasuk pada hirarki II yang merupakan wilayah desa-desa

dengan tingkat perkembangan yang sedang dengan jumlah 188 desa (44.24%

dari selueuh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 34 kecamatan,

yaitu Babakan Madang (empat desa), Bojonggede (sebelas desa), Caringin

(enam desa), Cariu (satu desa), Ciampea (sebelas desa), Ciawi (sembilan

Page 69: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

57

desa), Cibinong (lima desa), Cibungbulang (satu desa), Cigudeg (empat desa),

Cijeruk (enam desa), Cileungsi (enam desa), Ciomas (enam desa). Cisarua

(sembilan desa), Ciseeng (enam desa), Citeureup (delapan desa), Dramaga

(empat desa), Gunung Puteri (enam desa), Gunung Sindur (lima desa), Jasinga

(dua desa), Jonggol (empat desa), Kemang (delapan desa), Klapanunggal

(empat desa), Leuwiliang (sepuluh desa), Megamendung (empat desa),

Nanggung (dua desa), Pamijahan (tujuh desa), Parung (lima desa), Parung

Panjang (lima desa), Rancabunngur (tiga desa), Rumpin (sembilan desa),

Sukamakmur (dua desa), Sukaraja (tujuh desa), Taman Sari (empat desa), dan

Tenjo (empat desa). Desa-desa yang termasuk dalam tingkat hirarki ini

mempunyai IPD antara 24.67 – 60.24. Ciri-ciri dari wilayah desa-desa ini

adalah mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan

yang relatif lebih rendah dari hirarki I, berada di dekat desa-desa yang

berhirarki I, dan masih mengandalkan pada sektor pertanian.

c. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat

perkembangan yang paling rendah dengan jumlah sebanyak 213 desa (50.12%

dari seluruh desa di Kabupaten Bogor) yang tercakup dalam 34 kecamatan

yaitu Babakan Madang (lima desa), Bojonggede (tiga desa), Caringin (enam

desa), Cariu (18 desa), Ciampea (delapan desa), Ciawi (empat desa),

Cibungbulang (14 desa), Cigudeg (sebelas desa), Cijeruk (12 desa), Cileungsi

(empat desa), Ciomas (lima desa). Cisarua (satu desa), Ciseeng (empat desa),

Citeureup (tiga desa), Dramaga (lima desa), Gunung Puteri (satu desa),

Gunung Sindur (lima desa), Jasinga (15 desa), Jonggol (delapan desa),

Kemang (satu desa), Klapanunggal (lima desa), Leuwiliang (delapan desa),

Megamendung (enam desa), Nanggung (delapan desa), Pamijahan (delapan

desa), Parung (tiga desa), Parung Panjang (enam desa), Rancabunngur (tiga

desa), Rumpin (empat desa), Sukajaya (tujuh desa), Sukamakmur (delapan

desa), Sukaraja (lima desa), Taman Sari (empat desa), dan Tenjo (tiga desa).

Desa-desa yang termasuk pada tingkat hirarki ini mempunyai IPD antara 2.30

– 24.64. Adapun ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah

ketersediaan sarana yang relatif kurang dibandingkan desa-desa pada hirarki

yang lebih tinggi, mempunyai akses terhadap pusat yang jauh lebih sulit,

Page 70: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

58

berada pada daerah dengan tingkat kelerengan yang lebih tinggi dan berada

dekat dengan kawasan hutan.

Cariu

Cigudeg

Sukajaya

JonggolJasinga

Nanggung

Tenjo

Rumpin

Sukamakmur

CiawiCisarua

Leuwiliang

Cileungsi

Pamijahan

Ciampea

CijerukCaringin

Citeureup

Gunung Putri

Ciseeng

Parungpanjang

Babakan Madang

KlapanunggalCibinongBojonggede

Sukaraja

Tamansari Megamendung

Parung

Kemang

Cibungbulang

Gunung Sindur

Dramaga

Ciomas

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa Berhirarki IMenurut Kecamatan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Kecamatan

Keterangan :

Kec. Bojonggede

Kec. Cariu

Kec. Cibinong

Kec. Cileungsi

Kec. Citeureup

Kec. Dramaga

Kec. Gunung Putri

Kec. Jonggol

Kec. Leuwiliang

Kec. Megamendung

Kec. Parung

Kec. Sukaraja

Gambar 5 Penyebaran Desa Berhirarki I Menurut Kecamatan

Page 71: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

59

Berdasarkan hasil pengelompokkan di atas terlihat bahwa sebagian besar

(50.12%) desa-desa yang ada di Kabupaten Bogor berada di hirarki III dan

44.24% berada di hirarki II. Hanya 5.65% yang berada di Hirarki I. Hal ini

menunjukkan struktur hirarki yang jelas di Kabupaten Bogor dan penyebaran

fasilitas yang ada cenderung memusat di pusat-pusat pertumbuhan yang ada di

sekitar Kecamatan Cibinong, yang masuk pada wilayah tengah dari Kabupaten

Bogor terus ke arah timur (menuju Kecamatan Cileungsi dan Gunung Putri)

sedangkan di daerah-daerah lain ketersediaan fasilitas ini relatif masih kurang.

Jika dilihat sebaran dari hirarki I maka terlihat bahwa pusat hirarki terletak

di tengah utara, yaitu di Kecamatan Cibinong. Hal ini dapat dimengerti karena

Cibinong merupakan ibukota dari Kabupaten Bogor dimana sebagai pusat

pemerintahan biasanya diikuti dengan berkumpulnya berbagai fasilitas dan

pelayanan sosial. Lokasi yang terletak pada poros Bogor-Jakarta juga turut

mempercepat perkembangan wilayah ini. Selain itu, wilayah timur laut

Kabupaten Bogor juga merupakan lokasi industri yang menandakan wilayah ini

mempunyai infrastruktur yang relatif lebih baik daripada wilayah-wilayah lainnya.

Selain itu, adanya aksesibilitas jalan yang baik, dengan adanya jalan tol, juga

sangat menunjang perkembangan wilayah ini.

Untuk wilayah Kabupaten Bogor bagian barat, daerah yang mempunyai

hirarki I hanya terdapat di Kecamatan Leuwiliang. Hal ini menunjukkan bahwa

Kecamatan Leuwiliang merupakan pusat pelayanan bagi wilayah barat Kabupaten

Bogor dan sudah lebih berkembang dibandingkan daerah-daerah lain di wilayah

ini sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya belum berkembang dengan baik.

Hal ini disebabkan dari faktor lokasi yang relatif lebih dekat dengan pusat

pertumbuhan seperti Kota Bogor dan mempunyai aksesibilitas yang lebih baik

dibanding wilayah lain dimana Kecamatan Leuwiliang ini dilalui oleh jalur

lalulintas dari arah Bogor menuju Kabupaten Pandeglang. Hal ini selain

menunjukkan masih kurangnya penyediaan sarana pelayanan sosial secara umum

di Kabupaten Bogor bagian barat juga menunjukkan adanya disparitas

perkembangan wilayah dimana wilayah tengah dan timur dari Kabupaten Bogor

mempunyai perkembangan yang lebih baik dibandingkan wilayah barat. Hal ini

dapat dilihat dari penggunaan lahan yang ada seperti pada Tabel 10 berikut.

Page 72: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

60

Tabel 10 Persen penggunaan lahan berdasarkan wilayah pembangunan

Persen (%) Berdasarkan Wilayah Pembangunan Jenis Penggunaan Lahan

Barat Tengah Timur Belukar 3.09 0.59 1.03 Hutan 19.28 5.49 16.34 Tegalan/Ladang 18.08 11.37 9.54 Sawah 20.98 20.00 20.18 Pemukiman 6.64 21.57 8.64 Kebun/Perkebunan 1.05 2.65 4.37 Rumput/Tanah Terbuka 6.45 8.36 17.68 Luas Wilayah (hektar) 129 790 86 051 82 183 Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 041 2 370 934

Sumber : Peta Landuse, diolah kembali.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa wilayah terbangun di Kabupaten

Bogor bagian tengah relatif lebih besar dibandingkan daerah lain dan di wilayah

barat, tingginya persentasi belukar memperlihatkan masih banyaknya lahan-lahan

yang belum termanfaatkan dengan optimal. Selain itu adanya kawasan lindung di

sebelah barat daya dan tengah yang merupakan hutan lindung menyebabkan

kawasan tersebut relatif menjadi lebih sulit untuk dikembangkan.

Pada wilayah tengah, persen wilayah terbangun yang ditunjukkan dari

persentasi penggunaan lahan untuk pemukiman menunjukkan bahwa wilayah

tersebut relatif lebih berkembang karena untuk membangun suatu kawasan

pemukiman tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai baik berupa

sarana jalan, jaringan listrik, telepon ataupun air bersih serta mempunyai

aksesibilitas yang baik terhadap sarana-sarana pelayanan sosial seperti sarana

pendidikan, kesehatan ataupun pemerintahan. Perkembangan wilayah ini juga

ditunjang oleh adanya jalur transportasi utama antara Bogor – Jakarta baik melalui

kendaraan maupun kereta api yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan kawasan

perumahan di wilayah ini.

Dari Tabel 10 di atas juga terlihat bahwa walaupun wilayah tengah

mempunyai persentase penggunaan lahan untuk pemukiman yang paling tinggi

tetapi juga mempunyai persentase penggunaan lahan untuk tegalan/ladang serta

Page 73: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

61

kebun/perkebunan yang juga relatif tinggi. Kedua jenis penggunaan lahan ini

terutama berada di sebelah barat daya dan timur dari wilayah ini.

Untuk wilayah Kabupaten Bogor bagian Timur, daerah yang mempunyai

hirarki I terdapat di beberapa kecamatan, yaitu Cariu, Jonggol, Cileungsi dan

Gunung Putri. Ini menunjukkan bahwa di wilayah timur, perkembangan wilayah

sudah lebih maju dengan infrastruktur yang lebih baik. Hal ini ditunjang dengan

arahan pengembangan industri yang cenderung lebih mengarah ke wilayah timur.

Selain itu, adanya jalur alternatif dari Jakarta menuju Bandung melalui Jonggol

dan Cariu menjadikan daerah ini mempunyai tingkat interaksi yang relatif lebih

tinggi.

Jika dilihat dari Gambar 1, sebagian besar dari Kabupaten Bogor wilayah

barat ini mempunyai tingkat densitas jalan yang rendah. Hal ini membawa

dampak yang kurang baik dalam perkembangan wilayah karena aksesibilitas ini

sangat penting untuk adanya interaksi antara satu wilayah dengan wilayah lain.

Jika aksesibilitas masih relatif rendah maka interaksi wilayah akan relatif rendah

sehingga perkembangan wilayah tersebut akan cenderung lebih lambat

dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai interaksi antar wilayah yang lebih

tinggi.

Berdasarkan hasil ovelay peta densitas jalan dengan wilayah berhirarki III

seperti pada Gambar 6, terlihat bahwa rendahnya aksesibilitas yang ditunjukkan

oleh tingkat densitas jalan yang rendah ternyata sangat berpengaruh terhadap

penyediaan infrastruktur wilayah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa

sebagian besar desa-desa yang berada pada hirarki III (135 desa atau 63.4%)

berada di wilayah dengan densitas jalan yang rendah (kurang dari 22.54 meter per

hektar) dan 66 desa (31%) berada pada wilayah dengan densitas jalan sedang

(antara 22.54 – 47.04 meter per hektar). Hal ini menunjukkan bahwa untuk

mengembangkan suatu wilayah, ketersediaan prasarana transportasi mempunyai

peranan yang penting.

Lain halnya dengan desa-desa yang berhirarki I dimana hanya (37.5%)

saja dari dari desa-desa tersebut yang berada pada densitas jalan yang tinggi,

seperti yang terlihat pada Gambar 7. Hal ini diduga bahwa perkembangan daerah-

Page 74: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

62

daerah tersebut lebih didukung oleh faktor lokasinya terhadap pusat-pusat

pertumbuhan atau pada simpul-simpul pertumbuhan.

daerah tersebut lebih didukung oleh faktor lokasinya terhadap pusat-pusat

pertumbuhan atau pada simpul-simpul pertumbuhan.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IIIDengan Densitas Jalan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas Jalan Rendah

Densitas jalan sedang

Desa-desa berhirarki III

Keterangan :

62

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000 740000

720000 740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IIIDengan Densitas Jalan

Keterangan :

Desa-desa berhirarki III

Densitas Jalan Rendah

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas jalan sedang

Gambar 6 Peta Overlay Densitas Jalan dengan Desa berhirarki III

Page 75: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

63

Secara lokasi, letak kecamatan yang mempunyai desa-desa yang berhirarki

I memang sesuai dengan pusat-pusat pertumbuhan di masing-masing wilayah

pembangunan, yaitu Leuwiliang di wilayah barat, Cibinong di wilayah tengah dan

Cileungsi di wilayah timur.

Cariu

Cigudeg

Sukajaya

JonggolJasinga

Nanggung

Tenjo

Rumpin

Sukamakmur

CiawiCisarua

Leuwiliang

Cileungsi

Pamijahan

Ciampea

CijerukCaringin

Citeureup

Gunung Putri

Ciseeng

Parungpanjang

Babakan Madang

KlapanunggalCibinong

Bojonggede

Sukaraja

Tamansari Megamendung

Parung

Kemang

Cibungbulang

Gunung Sindur

Dramaga

Ciomas

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki IDengan Densitas Jalan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Densitas Jalan Tinggi

Desa-desa Berhirarki I

Batas Kecamatan

Keterangan :

Gambar 7 Peta Hasil Overlay Wilayah Hirarki I dengan Densitas Jalan

Desa-desa yang berhirarki II, sebanyak 110 desa (58,5%) berada di

wilayah tengah, 55 desa (29.3%) berada di wilayah barat dan 23 desa (12.2%)

Page 76: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

64

berada di wilayah timur. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran fasilitas

pelayanan sosial di wilayah tengah sudah jauh lebih merata sedangkan di wilayah

lainnya relatif masih kurang baik. Penyebaran desa-desa berhirarki II dapat

dilihat pada Gambar 8.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Penyebaran Desa Berhirarki IIMenurut Wilayah Pemerintahan

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Wilayah Pemerintahan

Desa-desa Berhirarki II di Wilayah Barat

Desa- desa Berhirarki II di Wilayah Tengah

Desa-desa Berhirarki II di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 8 Peta Penyebaran Desa Berhiraraki II menurut Wilayah pembangunan

Page 77: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

65

Penyebaran desa-desa berhirarki II yang lebih banyak di wilayah tengah

menunjukkan bahwa secara umum, fasilitas pelayanan yang ada di wilayah ini

sudah lebih merata. Ini disebabkan adanya kemudahan akses terhadap pusat-pusat

pertumbuhan baik terhadap Jakarta melalui jalan tol, jalan nasional maupun jalan

kereta maupun terhadap Kota Bogor. Keadaan ini telah menyebabkan banyak

daerah di wilayah ini menjadi satelit, baik bagi Jakarta, Kota Bogor maupun

Cibinong sendiri.

Keterkaitan Antar Variabel

Untuk mengetahui keterkaitan antar variabel maka dilakukan analisa

korelasi antar variabel. Hasil analisa korelasi ini selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Berdasarkan hasil analisa korelasi, variabel Keluarga Pertanian (KP)

paling banyak berkorelasi dengan variabel lainnya. Variabel ini berkorelasi

positif dengan variabel Jumlah SD, Jumlah Masjid, Jarak ke Jakarta, Jarak ke

Bogor, Hutan dan Lereng 8-25%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

jumlah keluarga pertanian semakin banyak pula jumlah masjid yang ada.

Keluarga pertanian cenderung berada di wilayah-wilayah rural yang relatif lebih

jauh dari pusat kota (Jakarta dan Bogor) atau di sekitar hutan dan berada di

wilayah dengan tingkat kelerengan 8 – 25%. Variabel ini berkorelasi negatif

dengan Tingkat Kepadatan Penduduk, PAD per Kapita, Sarana Perbelanjaan,

Lembaga Keuangan, Sarana Komunikasi, Sarana Kesehatan, Sarana Pendidikan

(jumlah SMP, SMA, jumlah siswa SD, SMP dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan

SMA), Sarana transportasi (roda dua, roda empat dan densitas jalan), jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membahawi, jarak terhadap ibukota Kabupaten

yang membawahi dan jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat,

kawasan bukan hutan dan wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%. Hasil ini

menunjukkan bahwa keluarga pertanian cenderung berada di wilayah dengan

tingkat kepadatan penduduk yang relatif rendah, mempunyai PAD per kapita yang

relatif rendah, mempunyai sarana perbelanjaan, sarana komunikasi dan lembaga

keuangan yang lebih sedikit, jumlah sarana pendidikan menengah yang lebih

sedikit, sarana transportasi yang lebih terbatas dan tingkat densitas jalan yang

rendah.

Page 78: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

66

Variabel kepadatan penduduk berkorelasi positif dengan sarana

perbelanjaan, lembaga keuangan, sarana komunikasi, jumlah SMA, jumlah siswa

SMA, jumlah guru SMA dan SMA, jumlah masjid, jumlah sarana dan prasarana

transportasi (roda dua, roda empat dan densitas jalan), kawasan bukan hutan,

wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% dan densitas sungai. Hasil ini

menunjukkan bahwa semakin padat suatu wilayah akan membutuhkan sarana atau

fasilitas pelayanan sosial yang semakin banyak, baik sarana perbelanjaan,

lembaga keuangan maupun sarana komunikasi, sarana pendidikan tingkat

menengah, sarana ibadah, sarana dan prasarana trnasportasi, berada di areal yang

relatif datar dan mempunyai sungai yang mengalir di kawasan tersebut. Variabel

ini mempunyai korelasi negatif dengan variabel jumlah SD, jarak ke Bogor, luas

hutan lindung dan hutan lainnya, wilayah dengan tingkat kelerengan 8 – 25% dan

diatas 25%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada wilayah dengan tingkat

kepadatan penduduk yang tinggi maka akan semakin rendah jumlah sekolah dasar,

semakin jauh jaraknya dari pusat (Bogor), semakin sedikit jumlah hutan yang ada

dan bentuk wilayahnya akan relatif semakin datar.

Variabel angkatan kerja kerja berkorelasi positif dengan variabel tenaga

kesehatan, jumlah siswa SD dan luas hutan. Variabel PAD per kapita berkorelasi

positif dengan variabel sarana komunikasi, densitas jalan dan luas hutan lindung

serta berkorelasi negatif dengan variabel wilayah dengan tingkat kelerengan 0 –

8%.

Variabel Sarana Perbelanjaan mempunyai korelasi positif dengan variabel

lembaga keuangan, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan

(jumlah SMP, SMA, jumlah siswa SD, SMA, jumlah guru SD, SMA), sarana

transportasi, jarak ke ibukota kabupaten yang membawahi, luas kawasan bukan

hutan dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Hasil ini menunjukkan

bahwa keberadaan sarana perbelanjaan sangat terkait dengan adanya lembaga

keuangan dan juga sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan,

sarana transportasi, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi dan

bentuk wilayah yang relatif datar. Variabel ini berkorelasi negatif dengan variabel

jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor dan kelerengan 8 – 25%.

Page 79: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

67

Variabel sarana komunikasi berkorelasi positif dengan variabel sarana

kesehatan, sarana pendidikan, sarana transportasi, jarak terhadap ibukota

kecamatan dan ibukota kabupaten yang membawahi, luas kawasan bukan hutan,

wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8 % dan densitas sungai. Hasil ini

menunjukkan bahwa sarana komunikasi merupakan cerminan ketersediaan sarana

pelayanan sosial di suatu wilayah. Semakin tinggi ketersediaan sarana

komunikasi akan seiring dengan semakin banyaknya ketersediaan sarana

kesehatan, pendidikan dan transportasi. Variabel ini berkorelasi negatif dengan

variabel jumlah SD, jarak ke jakarta, jarak ke bogor, luas hutan, persen luas

wilayah dengan kelerengan 25% atau lebih dan persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25%.

Variabel tenaga kesehatan berkorelasi positif dengan sarana kesehatan,

sarana pendidikan, jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi dan jarak

ke Jakarta. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan tenaga kesehatan sangat

terkait dengan keberadaan sarana kesehatan, sarana pendidikan dan relatif dekat

dengan ibukota kecamatan dan lebih terkonsentrasi di wilayah yang lebih dekat

dengan Jakarta.

Variabel sarana kesehatan berkorelasi positif dengan variabel jumlah SMP,

jumlah siswa SD dan SMP, jumlah guru SD dan SMP dan berkorelasi negatif

dengan jumlah masjid.

Variabel jumlah SD berkorelasi positif dengan jumlah SMP, jumlah siswa

SD, jumlah guru SD, jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor, luasan hutan lindung atau

hutan lain, persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%. Variabel ini

berkorelasi negatif dengan densitas jalan dan bukan kawasan hutan.

Variabel jumlah SMP berkorelasi positif dengan jumlah SMA, jumlah

siswa SD, SMP dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan SMA, jarak terhadap

ibukota kabupaten yang membawahi dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0

– 8%. Variabel ini berkorelasi negatif dengan variabel jarak ke Jakarta, luas

kawasan hutan lindung dan persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%.

Variabel jumlah SMA berkorelasi positif dengan variabel jumlah siswa SD

dan SMA, jumlah guru SD, SMP dan SMA, sarana transportasi roda dua, jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membawahi, kawasan bukan hutan dan persen

Page 80: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

68

luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Variabel ini berkorelasi negatif dengan

variabel jarak ke Jakarta, luas kawasan hutan dan persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25%.

Variabel roda dua berkorelasi positif dengan variabel jumlah kendaraan

roda empat, jarak terhadap ibukota kecamatan yang membawahi, kawasan bukan

hutan dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%. Variabel ini

berkorelasi negatif dengan variabel jarak ke Jakarta, jarak ke Bogor, kawasan

hutan, persen luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25% dan densitas sungai. Hasil

ini menunjukkan bahwa jumlah kendaraan roda dua lebih banyak berada dekat

dengan ibukota kecamatan dan di daerah bukan hutan yang relatif datar.

Variabel kendaraan roda empat berkorelasi positif dengan variabel jarak

terhadap ibukota kecamatan yang membawahi dan jarak terhadap ibukota

kabupaten yang membawahi dan densitas jalan. Variabel ini berkorelasi negatif

dengan variabel jarak ke Jakarta dan jarak ke Bogor. Hasil ini menunjukkan

bahwa ketersediaan prasarana transportasi sangat menentukan keberadaan

kendaraan roda empat dan cenderung terkonsentrasi di ibukota kecamatan atau

kabupaten.

Hasil Analisa Komponen Utama

Dalam melakukan analisis komponen utama (PCA), dilakukan beberapa

kali analisis untuk menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalues) yang baik. Dalam

penelitian ini, setelah dilakukan beberapa kali analisa, maka untuk menghasilkan

nilai akar ciri yang baik jumlah variabel yang ada dikurangi (dengan

penggabungan beberapa variabel) sehingga dari 71 variabel direduksi menjadi 27

variabel (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5). Hasil analisis komponen

utama terhadap 27 variabel awal ini menghasilkan komponen utama sebanyak

sepuluh faktor yang sudah saling ortogonal. Melalui analisis ini, variabel asal

dikelompokkan ke dalam faktor-faktor baru berdasarkan nilai factor loading-nya.

Nilai kumulatif eigenvalue atau akar ciri dari faktor baru yang dihasilkan

adalah 70.09% seperti yang tertera pada tabel di bawah, yang artinya nilai total

keragaman yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang baru adalah 70,09%.

Nilai ini sudah memenuhi syarat proporsi keragaman yang dapat dijelaskan.

Page 81: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

69

Tabel 12 memperlihatkan nilai factor loading dari variabel asal terhadap

komponen-komponen utamanya. Nilai factor loading dianggap sebagai peubah

penciri komponen utamanya adalah pada nilai lebih dari 70% sehingga apabila

suatu variabel asal memiliki nilai factor loading lebih dari 70% maka variabel itu

termasuk ke dalam faktor tersebut.

Tabel 11 Eigenvalue komponen-komponen utama

Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative Faktor variance Eigenvalue % 1 5.116133 18.94864 5.11613 18.94864 2 2.980967 11.04062 8.0971 29.98926 3 2.08284 7.71422 10.17994 37.70348 4 1.882338 6.97162 12.06228 44.6751 5 1.432006 5.30372 13.49428 49.97883 6 1.306886 4.84032 14.80117 54.81915 7 1.24334 4.60496 16.04451 59.42411 8 1.084358 4.01614 17.12887 63.44025 9 1.008992 3.73701 18.13786 67.17726

10 1.006349 3.72722 19.14421 70.90448

Berdasarkan hasil analisa komponen utama, masing-masing faktor yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

Faktor 1 terdiri dari empat variabel asal, yaitu luas kawasan hutan, persen luas

wilayah dengan kelerengan 25% atau lebih, persen luas wilayah dengan

kelerengan 8 – 25% dan persen luas wilayah dengan kelerengan 0 – 8%.

Faktor 1 ini dapat dikategorikan sebagai faktor tingkat kelerengan

rendah. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 1 adalah

sebesar 18.95%.

Faktor 2 terdiri dari lima variabel asal, yaitu jumlah SMP, jumlah SMA, jumlah

siswa SMP, jumlah guru SMP dan jumlah guru SMA. Berdasarkan hasil

analisa, faktor 2 dapat dikategorikan sebagai penciri fasilitas pendidikan

tingkat menengah. Nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh faktor 2

adalah sebesar 11.04%

Faktor 3 terdiri dari dua variabel asal, yaitu kepadatan penduduk dan jarak dari

Kota Bogor. Faktor 3 ini dapat dikategorikan sebagai daerah dengan

kepadatan yang tinggi dan berlokasi yang relatif lebih jauh dari Kota

Bogor. Korelasi kependudukan yang positif dan jarak dari kota Bogor

Page 82: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

70

yang negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi kependudukannya

maka akan semakin mendekati Kota Bogor. Nilai keragaman data yang

dapat dijelaskan oleh faktor 2 adalah sebesar 7.71%.

Tabel 12 Factor Loading dari hasil Factor Analysis

Faktor Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

KP -0.06 -0.16 -0.57 -0.41 0.21 -0.21 -0.11 -0.06 0.02 0.21 Kpdtn 0.25 0.06 0.76 0.02 -0.18 0.07 0.03 0.01 -0.13 0.05 Angker -0.06 0.01 -0.13 0.03 -0.13 0.06 -0.15 -0.01 0.77 -0.03 PADK -0.08 0.01 0.12 0.07 -0.01 -0.04 0.25 0.68 0.25 -0.22 Kom 0.08 0.24 0.55 0.44 -0.14 0.17 0.02 0.06 -0.06 -0.12 Tkes -0.03 0.07 0.06 0.21 0.06 0.02 -0.77 0.02 0.20 0.08 SD -0.08 0.03 -0.60 0.29 0.03 0.12 -0.01 0.15 -0.16 0.31 SMP 0.07 0.71 0.06 0.16 0.09 0.12 0.21 0.05 0.12 0.29 SMA 0.07 0.72 -0.01 -0.05 -0.14 0.06 0.16 0.01 -0.19 0.06 SSD 0.01 0.05 -0.12 0.87 0.00 -0.04 -0.16 -0.04 0.10 0.01 SSMP 0.02 0.80 0.16 0.13 0.07 -0.12 -0.11 -0.02 0.21 -0.02 SSMA 0.10 0.67 -0.08 0.03 -0.17 0.05 -0.26 -0.11 -0.36 -0.32 GSD 0.09 0.20 0.00 0.85 -0.04 0.05 -0.02 0.00 -0.02 0.05 GSMP 0.04 0.80 0.17 0.17 0.08 -0.08 -0.04 -0.01 0.26 0.02 GSMA 0.10 0.77 -0.09 0.09 -0.20 0.11 -0.19 -0.10 -0.25 -0.27 R2 0.06 0.01 0.15 0.07 -0.85 -0.02 0.04 -0.03 0.12 0.04 R4 0.00 0.06 0.11 0.00 -0.82 0.06 0.03 0.06 0.00 -0.05 jrk2 0.05 0.05 0.20 0.09 -0.10 0.79 0.03 -0.09 0.06 -0.06 jrk3 0.09 -0.02 0.05 -0.03 0.04 0.81 -0.02 0.04 -0.01 0.05 Denjl 0.07 0.00 0.23 -0.01 0.00 0.01 0.11 0.07 0.03 -0.74 jjkt -0.36 -0.10 0.07 -0.21 0.16 -0.23 -0.42 0.32 -0.26 0.28 jbgr -0.12 -0.01 -0.71 0.15 0.01 -0.14 0.13 0.02 0.06 0.05 hl -0.05 -0.07 -0.14 -0.05 -0.04 0.01 -0.22 0.72 -0.17 0.09 htn -0.78 -0.03 -0.19 -0.07 0.03 -0.07 0.01 -0.14 0.07 0.16 lrg25 -0.77 0.00 0.01 0.06 -0.03 -0.04 0.13 -0.03 0.02 0.16 lrg8 -0.76 -0.15 -0.20 -0.10 0.06 -0.04 -0.18 0.22 0.00 -0.18 lrg0 0.91 0.12 0.16 0.06 -0.04 0.04 0.10 -0.17 0.00 0.09 Expl.Var 2.91 3.53 2.46 2.17 1.66 1.52 1.22 1.25 1.22 1.21 Prp.Totl 0.11 0.13 0.09 0.08 0.06 0.06 0.05 0.05 0.05 0.04

Sumber : Hasil Analisa

Faktor 4 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah siswa SD dan rasio guru SD

terhadap murid. Faktor 4 dapat dikategorikan sebagai penciri pendidikan

tingkat dasar. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin

banyak murid SD yang bersekolah akan meningkatkan rasio jumlah guru

terhadap murid. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor

4 adalah sebesar 6.97%.

Page 83: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

71

Faktor 5 terdiri dari dua variabel asal, yaitu jumlah kendaraan roda dua dan roda

empat. Faktor 5 dikategorikan sebagai penciri dari ketersediaan sarana

transportasi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 5

adalah sebesar 5.30%.

Faktor 6 terdiri dari dua variabel asal, yaitu invers jarak terhadap ibukota

kabupaten yang membawahi dan invers jarak terhadap ibukota

kabupaten lain yang terdekat Korelasi antara komponen utama dengan

variabel asal menunjukkan nilai yang positif. Nilai keragaman data yang

dapat dijelaskan oleh faktor 6 adalah sebesar 4.84%.

Faktor 7 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio tenaga kesehatan per jumlah

penduduk. Variabel tenaga kesehatan ini merupakan gabungan dari

jumlah dokter, bidan dan dukun bayi. Faktor 7 ini dikategorikan sebagai

penciri tenaga kesehatan. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa

wilayah yang lebih maju cenderung akan memiliki tenaga kesehatan

yang lebih banyak. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh

faktor 7 adalah sebesar 4.60%.

Faktor 8 terdiri dari satu variabel asal, yaitu luas hutan lindung per luas desa.

Faktor 7 ini dikategorikan sebagai penciri ketersediaan kawasan lindung.

Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 8 adalah sebesar

4.02%.

Faktor 9 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio angkatan kerja terhadap jumlah

penduduk. Faktor 9 ini dikategorikan sebagai penciri penduduk di usia

produktif. Korelasi yang positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih

maju cenderung akan mempunyai jumlah angkatan kerja yang lebih

tinggi. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 9 adalah

sebesar 3.74%.

Faktor 10 terdiri dari satu variabel asal, yaitu rasio panjang jalan terhadap luas

wilayah. Faktor 10 ini dikategorikan sebagai penciri aksesibilitas.

Korelasinya menunjukkan nilai yang negatif dan nilai keragaman data

yang dapat dijelaskan oleh faktor 10 adalah sebesar 3.73%.

Page 84: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

72

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Desa

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

perkembangan desa yang dicirikan oleh Indeks Perkembangan Desa (IPD) maka

dilakukan analisis regresi berganda metode Forward Stepwise yang diawali

dengan analisis komponen utama (PCA). Hasil PCA berupa nilai-nilai pada tabel

faktor skor inilah yang selanjutnya digunakan untuk analisis regresi berganda.

Analisis regresi berganda bertujuan untuk menentukan model persamaan

yang menjelaskan hubungan antara IPD sebagai variabel tujuan (dependent

variable) dengan faktor-faktor yang (diduga) mempengaruhi tingkat

perkembangan sebagai variabel penjelas (independent variable). Variabel-

variabel penduganya adalah variabel-variabel baru hasil PCA atau faktor, yaitu :

1) landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% (F1)

2) fasilitas pendidikan tingkat menengah (F2)

3) kepadatan penduduk dan aksesibilitas (F3)

4) pendidikan tingkat dasar (F4)

5) sarana transportasi (F5)

6) invers jarak terhadap pusat (F6)

7) tenaga kesehatan (F7)

8) hutan lindung (F8)

9) tenaga kerja (F9)

10) aksesibilitas (F10)

Hasil analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise

menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel penduga, hanya tujuh variabel saja

yang berpengaruh nyata terhadap variabel tujuan/respon (IPD) pada taraf nyata α

sebesar 0.1. Variabel-variabel tersebut adalah F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8 dan

F10 (Tabel 11). Variabel-variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap respon

karena mempunyai nilai p-level yang lebih kecil dari taraf nyata α. Sedangkan

variabel F9 tidak berpengaruh nyata karena mempunyai nilai p-level yang lebih

besar dari taraf nyata α. Hasil selengkapnya dari analisa regresi berganda ini

disajikan pada Lampiran 8.

Page 85: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

73

Tabel 13 Komponen Utama yang Mempengaruhi IPD

Variabel Koefisien p-level Intercept 29.20 F1= landuse dan luas wilayah dengan tingkat

kelerengan 0 – 8% 2.55 0.00 F2 = sarana pendidikan tingkat menengah 7.02 0.00 F3 = kepadatan penduduk dan aksesibilitas 6.51 0.00 F4 = pendidikan tingkat dasar 5.35 0.00 F5 = sarana transportasi 5.17 0.00 F6 = invers jarak terhadap pusat 4.30 0.00 F7 = tenaga kesehatan 2.09 0.00 F8 = hutan lindung - 1.14 0.061 F10 = aksesibilitas - 1.19 0.051 Sumber : Hasil Analisis

Nilai R2 (R-square) dari persamaan tersebut adalah 0.5424 yang artinya

bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar

54.24%. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda dengan metode

Forward Stepwise (dengan nilai α = 0,1) adalah sebagai berikut :

Y = 29.20 + 2.55F1 + 7.02F2 + 6.51F3 + 5.35F4 + 5.17F5 + 4.30F6 + 2.09F7

– 1.14F8 – 1.19F10

dimana : Y = Indeks Perkembangan Desa (IPD)

F1 = landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%

F2 = Fasilitas pendidikan tingkat menengah

F3 = Kepadatan penduduk dan aksesibilitas

F4 = Pendidikan tingkat dasar

F5 = Sarana transportasi

F6 = Invers jarak terhadap pusat

F7 = Tenaga kesehatan

F8 = Hutan lindung

F10 = Aksesibilitas

Berdasarkan hasil analisis di atas terlihat bahwa faktor yang paling

berpengaruh terhadap indeks perkembangan desa adalah pendidikan tingkat

menengah, diikuti oleh kependudukan, pendidikan tingkat dasar dan yang paling

kecil pengaruhnya adalah tenaga kesehatan.

Page 86: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

74

Besarnya pengaruh variabel-variabel penduga terhadap respon dapat

diinterpretasikan berdasarkan koefisisen regresi yang dimilikinya. Model

persamaan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien F1,

F2, F3, F4, F5, F6, F7, F8, dan F10 merupakan faktor-faktor yang diduga besar

dalam mempengaruhi IPD. Dalam hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi

respon secara searah (positif) adalah faktor F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 yang

berarti peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh peningkatan nilai F1, F2, F3, F4,

F5, F6, dan/atau F7; dan sebaliknya. Sedangkan untuk faktor F8 dan F10

mempunyai koefisien yang berlawanan arah (negatif) yang berarti bahwa

peningkatan nilai IPD dipengaruhi oleh semakin kecilnya nilai F8 dan F10.

∗ Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8% (F1)

Variabel Landuse dan luas wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 8%

mempengaruhi IPD secara searah karena memiliki nilai koefisien positif. Hal ini

mengindikasikan bahwa desa-desa yang lebih berkembang berada pada tingkat

kelerengan yang rendah (daerah yang datar).

Desa-desa yang mempunyai tingkat kelerengan yang rendah akan lebih

mudah dalam penyediaan berbagai fasilitas sarana dan prasarana, baik prasarana

transportasi maupun penyediaan area untuk produksi, tempat tinggal serta

berbagai sarana lainnya sehingga akan lebih mudah berkembang.

∗ Fasilitas pendidikan tingkat menengah (F2)

Variabel fasilitas pendidikan tingkat menengah mempunyai korelasi

positif yang berarti bahwa peningkatan nilai IPD searah dengan peningkatan

ketersediaan saran pendidikan tingkat menengah (SMP dan SMA atau sederajat)

baik dalam bangunannya maupun tenaga pengajarnya. Variabel ini juga

mempunyai nilai koefisien yang paling besar yang berarti mempunyai pengaruh

yang paling besar dalam meningkatkan nilai IPD. Hal ini berarti bahwa desa-desa

yang lebih berkembang mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan

tingkat menengah yang lebih baik atau dengan kata lain, desa-desa yang lebih

berkembang mempunyai kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik yang

ditunjang oleh ketersediaan sarana dan sarana pendidikan untuk tingkat menengah

yang memadai.

Page 87: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

75

∗ Kepadatan penduduk dan aksesibilitas (F3)

Variabel kepadatan penduduk dan aksesibilitas mempunyai nilai koefisien

yang positif yang berarti bahwa desa-desa dengan tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi akan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa penduduk lebih banyak terkonsentrasi di daerah yang lebih

berkembang (pusat) daripada di daerah hinterland.

Adanya korelasi positif antara variabel kependudukan dengan IPD dapat

disebabkan oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan untuk

penduduk yang lebih baik di pusat serta aksesibilitas terhadap pusat yang kurang

baik dari wilayah hinterland sehingga penduduk merasa lebih baik untuk tinggal

di pusat dibandingkan di daerah hinterland.

∗ Pendidikan Tingkat Dasar (F4)

Variabel pendidikan tingkat dasar mempunyai nilai koefisien yang positif.

Hal ini berarti bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi

mempunyai sarana dan prasrana pendidikan tingkat dasar yang lebih baik.

Perkembangan suatu wilayah yang baik akan sangat memperhatikan juga sarana

pendidikan tingkat dasar karena disadari bahwa semakin baik pendidikan di

tingkat dasar akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan

selanjutnya dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia.

∗ Sarana Transportasi (F5)

Variabel sarana transportasi mempunyai nilai koefisien yang positif yang

berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi akan

mempunyai sarana transportasi yang lebih memadai, baik kendaraan roda dua

maupun roda empat. Akan tetapi hasil ini berlawanan dengan hasil factor loading

dan merupakan satu anomali yang dapat disebabkan faktor yang belum dapat

dijelaskan.

Keberadaan sarana transportasi memang sangat mendukung dalam

perkembangan suatu wilayah karena fungsinya dalam mendukung interaksi antar

wilayah. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu wilayah maka kebutuhan

akan sarana transportasi untuk interaksi dengan wilayah lain juga akan semakin

tinggi.

Page 88: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

76

∗ Invers Jarak Terhadap Pusat (F6)

Variabel invers jarak terhadap pusat mempunyai nilai koefisien yang

positif yang artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi

berada lebih dekat kepada inti/pusat pemerintahan. Hal ini jelas terlihat dari

penyebaran desa-desa yang berhirarki I yang memang terletak lebih dekat kepada

pusat pemerintahan (dalam hal ini ibukota kabupaten).

Kondisi tersebut juga menandakan bahwa secara spasial, kedekatan

terhadap pusat ternyata membawa pengaruh yang besar dalam mendukung

perkembangan suatu desa, disamping perlu juga didukung oleh berbagai sarana

dan prasarana lainnya.

∗ Tenaga Kesehatan (F7)

Variabel tenaga kesehatan mempunyai nilai koefisien yang positif yang

artinya bahwa desa-desa dengan tingkat perkembangan yang tinggi mempunyai

ketersediaan tenaga kesehatan (mencakup dokter, bidan dan tenga kesehatan

lainnya).

Tingkat perkembangan desa yang tinggi dicirikan oleh kebutuhan

masyarakat akan berbagai sarana dan fasilitas pelayanan, termasuk pelayanan

kesehatan. Semakin tinggi tingkat perkembangan suatu desa maka akan semakin

meningkat pula kebutuhan akan pelayanan kesehatan, karena itu maka tenaga

kesehatan lebih banyak dijumpai di wilayah yang mempunyai tingkat

perkembangan yang lebih tinggi.

∗ Hutan Lindung (F8)

Variabel hutan lindung mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini

berarti bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi

cenderung tidak mempunyai areal hutan lindung atau berada di areal hutan

lindung..

Keberadaan suatu kawasan lindung (termasuk hutan lindung) di suatu

wilayah akan berdampak pada keterbatasan dalam mengembangakan wilayah

tersebut karena pada dasarnya kawasan lindung memang merupakan kawasan

dengan fungsi konservasi bukan kawasan untuk budidaya. Karena itu maka

perkembangan wilayah dengan persentase areal kawasan lindung yang tinggi

Page 89: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

77

memang akan berakibat pada tingkat perkembangan wilayah yang lebih rendah

dibandingkan wilayah lain yang tidak mempunyai kawasan lindung.

∗ Aksesibilitas (F10)

Variabel aksesibilitas mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini

berarti bahwa semakin tinggi tingkat aksesibilitas (dalam hal ini densitas jalan)

akan menurunkan nilai indeks pembangunan desa. Hal ini disebabkan oleh nilai

yang digunakan dalam faktor aksesibilitas ini merupakan nilai rasio panjang jalan

terhadap luas wilayah.

Tingkat aksesibilitas suatu wilayah merupakan salah satu faktor penting

dalam pembangunan wilayah dan merupakan salah satu penciri tingkat

perkembangan wilayah. Wilayah dengan aksesibilitas yang baik akan mempunyai

beberapa kelebihan, yaitu lebih mudah dalam melakukan interaksi dengan wilayah

lain yang ada di sekitarnya maupun di dalam wilayah itu sendiri, lebih mudah

dalam melakukan pembangunan berbagai fasilitas pelayanan serta dapat

mendorong timbulnya berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui distribusi

barang dan jasa yang lebih baik.

Tipologi Desa-desa di Kabupaten Bogor

Untuk menentukan tipologi desa-desa yang ada di Kabupaten Bogor,

dilakukan dengan melakukan analisis gerombol (clustering analysis) terhadap

seluruh desa di Kabupaten Bogor. Tipologi wilayah ini bertujuan untuk

menggabungkan beberapa unit wilayah ke dalam kelas yang sama berdasarkan

persamaan karakteristiknya.

Teknik analisis yang digunakan dalam menentukan tipologi wilayah

dimulai dengan melakukan standardisasi data (dari 35 variabel) lalu dilakukan

analisis gerombol dengan membagi desa-desa di Kabupaten Bogor menjadi tiga

gerombol (cluster) dan terakhir dilakukan analisis diskriminan. Hasil analisis

gerombol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari hasil penggerombolan terhadap variabel-variabel yang diukur, dapat

dilihat pola perbedaan karakteristik antara tiga kelompok desa yang terlihat pada

Page 90: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

78

Gambar 10 yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap variabel untuk masing-

masing kelompok desa.

Klaster satu merupakan wilayah yang relatif maju yang dicirikan oleh

mempunyai persen keluarga pertanian yang rendah dan tingkat kepadatan

penduduk yang paling tinggi, keberadaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi

serta tenaga kesehatan dan sarana kesehatan yang tinggi. Tingkat pendidikan

penduduknya juga relatif tinggi dengan ketersediaan sarana dan tenaga pendidikan

yang paling banyak. Dengan aksesibilitas yang baik, sarana transportasi juga

relatif lebih banyak tersedia. Klaster ini merupakan daerah-daerah yang relatif

dekat dengan pusat-pusat pemerintahan dan lebih dekat dengan Jakarta ataupun

Kota Bogor. Klaster ini merupakan wilayah dimana lahan-lahan pertanian yang

relatif telah banyak mengalami perubahan fungsi lahan menjadi penggunaan lain,

terutama untuk menyediakan lahan pemukiman. Bentuk lahannya relatif datar dan

bukan merupakan kawasan hutan. Jumlah desa yang termasuk pada klaster ini

sebanyak 86 desa.

Plot of Means for Each Cluster

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3PADK Tkes SMA GSD R2 jrk3 jbgr lrg25

Variables

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Gambar 9 Hasil clustering variabel-variabel yang diukur

Page 91: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

79

Klaster dua merupakan wilayah yang relatif masih berkembang yang

dicirikan oleh persentase keluarga pertanian yang masih tinggi, tingkat kepadatan

penduduk yang sudah mulai tinggi akan tetapi cenderung tidak pada usia produktif

(<15 atau >55 tahun), potensi desa cenderung rendah yang ditunjukkan oleh PAD

per kapita yang rendah. Klaster ini cenderung merupakan wilayah sub urban yang

relatif tidak terlalu jauh dari pusat-pusat pemerintahan, memiliki aksesibilitas

yang sedang dan memiliki bentuk lahan yang relatif datar hingga bergelombang.

Tingkat pendidikan penduduk masih relatif rendah, terutama rasio siswa SD yang

bersekolah yang paling rendah. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini

sebanyak 239 desa.

Klaster tiga merupakan wilayah yang paling tertinggal yang dicirikan oleh

keberadaan keluarga pertanian yang paling tinggi, tingkat kepadatan penduduk

yang paling rendah, ketersediaan sarana perbelanjaan, sarana komunikasi dan

lembaga-lembaga keuangan yang masih kurang. Fasilitas pendidikan juga masih

relatif rendah, terutama ketersediaan guru pengajar yang paling rendah. Wilayah

ini adalah yang berada paling jauh dari Jakarta dan Kota Bogor dengan bentuk

lahan yang didominasi oleh perbukitan dan berada di sekitar kawasan hutan atau

hutan lindung. Jumlah desa yang termasuk dalam klaster ini sebanyak 100 desa.

Jika dilihat dari pola penyebaran klaster-klaster tersebut, klaster satu

sebagian besar berada di sekitar tengah utara yang termasuk Kecamatan Cibinong,

Bojonggede dan Gunung Putri. Ketiga kecamatan ini memang merupakan pusat

pertumbuhan dan memang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling

tinggi (Cibinong dan Bojonggede). Sebagian lainnya, yaitu sebanyak 14 desa

berada di bagian tengah selatan yang merupakan poros Bogor Bandung melalui

Puncak atau Sukabumi. Daerah ini merupakan daerah tujuan wisata utama bagi

warga Bogor dan Jakarta sehingga mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana

yang relatif cukup, baik aksesibilitas maupun sarana lainnya.

Klaster tiga cenderung berada di wilayah selatan dan terbentang dari Barat

hingga ke timur. Daerah ini memang mempunyai bentuk lahan yang mempunyai

luas lahan dengan tingkat kelerengan tinggi yang relatif tinggi dan merupakan

kawasan hutan atau kawasan lindung. Sedangkan klaster dua cenderung

menyebar dan merata di setiap wilayah pembangunan.

Page 92: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

80

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 KmPeta Penyebaran Setiap Klaster

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Klaster 1 (Wilayah Paling Maju)

Klaster 2 (Wilayah Sedang Berkembang)

Klaster 3 (Wilayah Tertinggal)

Keterangan:

Gambar 10 Pola penyebaran setiap klaster

Page 93: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

81

Hasil Analisis Diskriminan

Analisis fungsi diskriminan merupakan analisis lanjutan setelah dilakukan

pengelompokkan. Analisis ini berfungsi untuk memilih faktor-faktor yang paling

mencirikan tipologi wilayah yang didapat dari hasil analisis kelompok atau

dengan kata lain, faktor-faktor mana saja yang menjadi penciri atau yang paling

berpengaruh terhadap masing-masing tipologi tersebut.

Dalam analisis fungsi diskriminan ini, data yang digunakan adalah data

dari variabel asalnya akan tetapi untuk menjaga agar matriks yang terbentuk tidak

menjadi ill-condition, maka dilakukan pengurangan variabel menjadi hanya 32

variabel. Sedangkan yang menjadi dasar pengelompokkan tidak hanya hasil

analisis gerombol tapi juga hasil dari analisis skalogram. Hal ini untuk melihat

perbedaan dasar pengelompokkan yang dilakukan oleh kedua metode

pengelompokkan tersebut.

Tabel. 14 Hasil Dugaan Klasifikasi Kelompok Berdasarkan Klaster dan Hirarki

% Ketepatan Hasil G_1:1 G_2:2 G_3:3 Klaster Klasifikasi p=.20235 p=.56235 p=.23529

1 90.698 78 7 1 2 99.163 1 237 1 3 95.000 0 5 95

Total 96.471 79 249 97 G_1:1 G_2:2 G_3:3 Hirarki p=.05647 p=.44235 p=.50118

I 75.000 18 6 0 II 64.894 10 122 56 III 85.446 0 31 182

Total 75.765 28 159 238 Sumber : Hasil Analisa

Hasil di atas memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan yang

dilakukan pada analisis klaster mencapai 96.47%. Ketidaktepatan yang paling

banyak terjadi justru pada klaster 1. Hal ini mungkin disebabkan karena secara

fisik, ada daerah-daerah yang mirip dengan klaster 1 akan tetapi secara fasilitas

belum mencerminkan sebagai klaster 1. Demikian juga untuk klaster 3, ada

delapan desa yang sebenarnya bisa masuk ke dalam klaster 2, akan tetapi mungkin

secara fisik lebih mirip dengan klaster 3.

Page 94: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

82

Untuk pengelompokkan berdasarkan hasil analisis skalogram, ketepatan

pengelompokkan adalah 75.76% dimana ketidaktepatan paling banyak terjadi

pada hirarki II. Dalam hal ini, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu turun ke

hirarki III atau malah naik ke hirarki I. Jika turun ke hirarki III, hal ini mungkin

disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor fisik yang lebih mirip dengan

hirarki III. Jika sebaliknya, secara kuantitas, ketersediaan sarana dan fasilitas

pelayanan lebih mirip dengan hirarki I.

Dari Tabel 11 di atas juga terlihat bahwa antara metode analisis klaster

dengan analisis skalogram terdapat perbedaan yang mencolok dalam melakukan

penglompokkan desa-desa di Kabupaten Bogor. Analisis klaster menghasilkan

anggota kelompok yang lebih banyak di klaster dua (sedang), tetapi analisis

skalogram lebih banyak menghasilkan anggota di hirarki III (rendah). Hal ini

dapat dimaklumi karena pada analisa klaster, yang menjadi dasar dalam

melakukan pengelompokkan adalah perbedaan nilai tengah dari masing-masing

variabel pada setiap desa sedangkan pada analisis skalogram, pengelompokkan

dilakukan dengan membagi nilai indeks perkembangan desa berdasarkan nilai

median dan standar deviasinya.

Untuk jumlah grup/kelompok yang lebih dari tiga, analisis fungsi

diskriminan juga dapat menduga fungsi diskriminan untuk membedakan antara

grup/kelompok petama dengan kombinasi grup/kelompok kedua dan ketiga. Hal

ini dilakukan dengan analisis kanonikal yang akan menghasilkan fungsi

diskriminan yang jumlahnya sama dengan jumlah grup/kelompok dikurangi satu..

Untuk pembagian kelompok berdasarkan hasil clustering, hasil selengkapnya dari

analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 12, sedangkan untuk pembagian

kelompok berdasarkan hasil skalogram, hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 13.

Page 95: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

83

Tabel 15 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar Grup/Kelompok

Klaster Akar 1 Akar 2

lrg8 -0.675 0.449Htn -0.506 0.353GSMA 0.350 0.446Kom 0.144 0.218lrg25 -0.367 0.164jrk1 0.110 0.260GSMP 0.104 0.283KP -0.141 -0.207hl -0.197 0.210GSD 0.327 0.115SMA 0.175 0.162jjkt -0.161 -0.154Denjl 0.052 0.239Skes 0.003 0.192jrk2 0.043 0.283Lkeu 0.165 0.148PADK -0.159 -0.031Kpdtn 0.086 0.325Jbgr -0.025 0.170Tkes 0.039 0.119Sgi -0.132 -0.087R2 -0.101 -0.100SSMA -0.171 -0.043SSD -0.132 0.008jrk3 -0.027 -0.123SD -0.037 0.111Angker -0.033 0.089Eigenvalue 4.985 1.877Cum.Prop 0.727 1.000

Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata

Tabel 16 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar

Eigen- Canonical Wilks' value R Lambda

Chi-Sqr. df p-level

0 4.985 0.913 0.058 1164.004 54 0 1 1.877 0.808 0.348 432.176 26 0

Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 15 di atas,

variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan klaster adalah rasio luas

wilayah dengan lereng 8 – 25%, kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid,

rasio luas wilayah dengan lereng >25% dan rasio guru SD terhadap murid.

Fungsi diskriminan ini ditandai oleh koefisien yang negatif untuk variabel

rasio luas wilayah dengan lereng 8 – 25%, kawasan hutan, dan rasio luas wilayah

Page 96: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

84

dengan lereng >25% sedangkan untuk variabel rasio guru SMA terhadap murid

dan rasio guru SD terhadap murid bertanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin

luas wilayah dengan lereng 8 – 25%, semakin luas kawasan hutan dan semakin

luas wilayah dengan lereng > 25% serta semakin rendah rasio guru SMA terhadap

murid dan rasio guru SD terhadap murid maka akan semakin tidak mirip desa-

desa yang ada dengan desa-desa pada klaster satu.

Tabel 17 Koefisien Hasil Standardisasi untuk Pembeda Antar Grup/Kelompok

Hirarki Root 1 Root 2

Kom 0.344 0.215jrk1 0.311 0.311SMP 0.232 -0.380Jjkt -0.398 0.001KP -0.232 0.239Lkeu 0.235 -0.081PADK -0.170 -0.300SMA 0.133 -0.410Jbgr 0.021 0.489R4 0.093 0.303jrk3 -0.024 -0.417jrk2 0.110 0.328SSMA 0.147 0.267Kpdtn 0.256 0.262lrg8 0.196 0.191Angker 0.104 -0.103GSD 0.116 -0.018Sarbelj 0.109 -0.020Eigenval 1.295 0.207Cum.Prop 0.862 1.000

Keterangan : dicetak tebal adalah variabel yang menjadi pembeda nyata

Tabel 18 Tes Chi-Square untuk masing-masing akar

Eigen- Canonicl Wilks' value R Lambda

Chi-Sqr. df p-level

0 1.295 0.751 0.361 421.487 36 0 1 0.207 0.414 0.828 77.936 17 0

Berdasarkan fungsi diskriminan seperti yang terlihat pada Tabel 17 di atas,

variabel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan hirarki adalah sarana

komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak ke Jakarta,

persen keluarga pertanian, jumlah lembaga keuangan dan kepadatan penduduk.

Fungsi diskriminan ini ditandai dengan nilai koefisien yang negatif untuk

variabel jarak ke Jakarta dan persen keluarga pertanian dan nilai koefisien yang

Page 97: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

85

positif untuk variabel sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan,

jumlah SMP, jumlah lembaga keuangan, dan kepadatan penduduk Hal ini berarti

bahwa semakin jauh jaraknya ke Jakarta dan semakin tinggi persen keluarga

pertanian serta semakin sedikit sarana komunikasi, semakin jauh jaraknya

terhadap ibukota kecamatan, semakin sedikit jumlah SMP, lembaga keuangan dan

semakin rendah kedatan penduduknya akan semakin sedikit kemiripannya desa-

desa yang ada dengan desa-desa pada hirarki I.

Jika dilakukan overlay antara hasil skalogram dengan hasil clustering

seperti yang terlihat pada Gambar 11 maka akan didapatkan bahwa seluruh desa

yang berada pada hirarki I juga berada pada klaster 1. Hal ini berarti bahwa desa-

desa berhirarki I memang merupakan desa-desa yang paling maju dengan

karakteristik fisik yang juga mendukung perkembangan wilayahnya, seperti

terletak pada daerah dengan tingkat kelerengan yang rendah sampai sedang (0 –

25%) dan pada kawaasan bukan hutan atau relatif jauh dari kawasan hutan.

Sedangkan overlay antara desa-desa berhiraki III dengan klaster 3 diperoleh 70

desa yang benar-benar merupakan desa yang tertinggal (34 desa di barat, 15 desa

di tengah dan 21 desa di timur). Desa-desa ini selain yang paling minim sarana

dan fasilitas pelayanan sosialnya juga mempunyai karakter fisik yang kurang

mendukung untuk perkembangan wilayah, seperti rasio daerah dengan tingkat

kelerengan tinggi yang lebih besar atau juga berada di kawasan hutan atau di

sekitar kawasan hutan. Adapun nama-nama desa tersebut selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 10.

Hasil Analisis Korelasi Kanonikal

Korelasi kanonik digunakan untuk mengukur hubungan antara satu set

variabel tujuan/respon yang dapat menduga perbedaan antara desa-desa yang lebih

berkembang dengan set variabel yang menjadi variabel penjelasnya. Dalam

analisis ini, yang menjadi set variabel tujuan adalah pendapatan asli daerah per

kapita, sarana komunikasi, densitas jalan, rumahtangga yang berlangganan listrik

PLN, rasio rumah permanen, rumahtangga yang memiliki televisi, rasio keluarga

Page 98: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

86

sejahtera dan indeks perkembangan desa. Sedangkan variabel penjelasnya

berjumlah 31 variabel.

660000

660000

680000

680000

700000

700000

720000

720000

740000

740000

9240

000 9240000

9260

000 9260000

9280

000 9280000

9300

000 9300000

9320

000 9320000

7 0 7 14 Km

Peta Overlay Desa Berhirarki III dengan Desa pada Klaster 3

N

EW

S

Sumber :- Peta Topografi skala 1 : 25.000- Pemda Kabupaten Bogor

Program Studi Perencanaan WilayahSekolah Pasca Sarjana IPB

2006

Batas Wilaah Pemerintahan

Desa-desa di Wilayah Barat

Desa-desa di Wilayah Tengah

Desa-desa di Wilayah Timur

Keterangan :

Gambar 11 Hasil overlay desa-desa berhirarki III dengan desa-desa pada klaster 3

Page 99: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

87

Berdasarkan hasil analisa korelasi kanonik, terlihat bahwa antara set

variabel tujuan dengan set variabel penjelas mempunyai koefisien korelasi yang

cukup tinggi (nilai R = 0.85323) dan sangat signifikan (p-level = 0.00001).

Sedangkan dari fungsi kanonik yang terbentuk (selengkapnya pada Tabel 16),

terlihat bahwa tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh

setidaknya tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian, tingkat kepadatan

penduduk, sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang

membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA terhadap murid, dan

jarak terhadap ibukota kecamatan.

Tabel 19 Pembobot kanonik pada masing-masing fungsi kanonik (FC)

FC I FC II FC III R = 0.853 R = 0.603 R = 0.528 p = 0.000 p = 0.000 p = 0.000

Set Variabel Tujuan PADK 0.137 0.045 -0.115 Kom 0.841 0.324 -0.395 Denjl 0.229 -0.004 0.282 rpln 0.470 0.339 0.297 ruper 0.429 0.478 0.346 rtv 0.566 0.333 0.617 kesej 0.400 -0.263 0.029 Indeks 0.888 -0.392 0.048

Set Variabel Penjelas KP -0.808 -0.078 0.043 Kpdtn 0.659 0.069 0.348 Angker 0.041 -0.007 0.079 Sarbelj 0.341 0.060 0.046 Lkeu 0.513 -0.065 -0.242 Tkes 0.025 0.178 -0.191 Skes 0.277 0.112 -0.259 SD -0.300 -0.278 -0.321 SMP 0.368 -0.184 -0.070 SMA 0.379 -0.212 0.015 SSD 0.235 -0.009 -0.427 SSMP 0.343 -0.136 -0.195 SSMA 0.353 -0.268 -0.165 GSD 0.414 0.011 -0.263 GSMP 0.388 -0.156 -0.143 GSMA 0.405 -0.290 -0.111 Mas -0.095 0.370 0.265 R2 0.346 -0.176 0.290 R4 0.344 -0.063 0.100 jrk1 0.403 -0.370 -0.096 jrk2 0.452 0.079 0.066

Page 100: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

88

Tabel 19 Lanjutan

FC I FC II FC III R = 0.853 R = 0.603 R = 0.528 p = 0.000 p = 0.000 p = 0.000 Set Variabel Penjelas jrk3 0.179 -0.081 0.150 Jjkt -0.338 0.428 -0.108 Jbgr -0.372 -0.464 -0.514 Hl -0.119 -0.058 -0.118 Htn -0.310 -0.057 -0.107 Bhtn 0.355 0.120 0.069 lrg25 -0.132 -0.060 -0.126 lrg8 -0.348 -0.115 -0.195 lrg0 0.336 0.117 0.208 Sgi 0.048 0.399 -0.019

Ketarangan : Dicetak tebal adalah yang paling berpengaruh

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi

wilayah desa-desa di Kabupaten Bogor, diperoleh karakteristik tipologi tiap

wilayah seperti yang tercantum dalam Tabel 20 di bawah ini.

Tabel 20 Karakteristik Tipologi Wilayah Desa-desa di Kabupaten Bogor Tipologi Wilayah Karakteristik Kesimpulan

Tipologi Wilayah

I

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya, wilayah ini termasuk datar, dengan aktivitas budidaya padi yang cenderung rendah, sedangkan aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung sedang. Rasio luas hutan paling rendah. Perubahan penggunaan telah banyak terjadi untuk mendukung perluasan pemukiman. Aktivitas ekonominya telah mulai bergeser ke sektor non pertanian.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP dan SMA), sarana dan tenaga kesehatan, perekonomian (perbankan dan sarana belanja) dan prasarana transportasi (densitas jalan) yang paling tinggi. Ketersediaan sarana transportasi juga yang paling tinggi dibandingkan desa-desa di klaster lain.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat pendidikan paling tinggi yang ditandai dengan rasio siswa per 1000 penduduk yang paling tinggi. Kepadatan penduduk per km2 juga paling tinggi. Rasio keluarga yang berusaha di bidang pertanian paling rendah yang berarti telah banyak keluarga yang mengandalkan hidupnya di luar bidang pertanian, seperti di bidang industri dan jasa.

Wilayah terbangun dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan infrstruktur serta sumberdaya manusia yang baik. Telah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan dan mata pencaharian penduduk cenderung beralih ke sektor industri dan jasa.

Tipologi Wilayah

II

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisik lahannya, wilayah ini termasuk yang agak bergelombang, dengan aktivitas budidaya padi yang lebih tinggi, sedangkan aktivitas budidaya tanaman semusim dan perkebunan cenderung tinggi. Rasio luas hutan sedang.

Wilayah pertanian tanaman pangan dengan tingkat kepadatan sedang dan sumberdaya manusia sedang.

Page 101: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

89

Tabel 20 Lanjutan Tipologi Wilayah Karakteristik Kesimpulan

Tipologi Wilayah

II

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP, SMA), raso sarana perekonomian, dan rasio sarana komunikasi cenderung sedang. Tetapi untuk rasio sarana dan tenaga kesehatan dan pendapatan asli desa per kapita adalah yang paling rendah. Rasio sarana dan prasarana transportasi juga sedang.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, rasio siswa SD adalah yang paling rendah tetapi untuk rasio siswa SMP dan SMA adalah sedang. Kepadatan penduduk dan persen keluarga pertanian cenderung sedang

Tipologi Wilayah

III

∗ Jika dilihat dari sumberdaya alam dan fisk lahan, wilayah ini termasuk wilayah yang paling bergelombang yang ditandai dengan tingginya rasio luas lahan dengan tingkat kelerengan tinggi. Aktivitas ekonominya mengandalkan pada pertanian tanaman padi tadah hujan dan perkebunan atau kehutanan. Wilayah ini lebih berfungsi sebagai wilayah konservasi bagi wilayah-wilayah lain di sekitarnya.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya buatan, rasio infrastruktur dasar penunjang pendidikan (SD, SMP, SMA), rasio sarana dan prasarana transportasi, rasio sarana komunikasi, dan rasio sarana perekonomian paling rendah.

∗ Jika dilihat dari sumberdaya manusia, tingkat kepadatan penduduk adalah paling rendah. Persen keluarga pertanian paling tinggi, rasio siswa per 1000 penduduk cenderung paling rendah.

Wilayah dengan fungsi utama konservasi tanah dan air dengan kepadatan penduduk paling rendah. Kapsitas infrastruktur yang rendah dengan mata pencaharian utama perkebunan.

Arahan Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan

langsung dengan wilayah metropolitan Jakarta. Sebagai wilayah yang berbatasan

langsung, tentunya ada pengaruh dari wilayah metropolitan ini terhadap

perkembangan pembangunan desa-desa di Kabupaten Bogor. Areal yang cukup

luas menyebabkan adanya variasi baik dalam hal fisik lahan maupun sosial

ekonomi yang cukup besar antara desa-desa di Kabupaten Bogor.

Dalam merencanakan pembangunan suatu wilayah, terlebih dahulu harus

disusun kebijakan dasar pembangunan yang bertujuan untuk memberi gambaran

tentang pola perkembangan yang akan ditempuh. Untuk itu maka perlu

mengetahui potensi daerah, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur, permasalahan

dan berbagai faktor lain yang mempengaruhi.

Page 102: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

90

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, untuk desa-desa tertinggal yang

ada di Kabupaten Bogor hasil ovelay seperti pada Gambar 11, secara umum

merupakan kawasan konservasi yang terbentang mulai dari barat hingga ke timur

di selatan Kabupaten Bogor . Hal ini menjadikan wilayah tersebut menjadi sangat

terbatas untuk dikembangkan. Akan tetapi jika memang akan dikembangkan

sebaiknya dilakukan dengan budidaya tanaman kehutanan/perkayuan atau

tanaman buah-buahan pada zona-zona pemanfaatan yang telah ditentukan. Ini

dilakukan sebagai upaya untuk tidak merubah secara drastis fungsi kawasan

terebut dan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya bencana yang mungkin

timbul akibat adanya perubahan fungsi kawasan. Salah satunya adalah Desa

Bojong Murni di Kecamatan Ciawi yang mempunyai kepadatan penduduk yang

tinggi (6.400 jiwa/km2) dengan persen luas wilayah yang bekelerengan lebih dari

25% seluas 42,3%, dapat menjadi potensi bencana jika tidak dilakukan penataan

ruang yang mengakomodasikan kondisi yang seperti itu. Pada daerah-daerah

yang seperti ini, pengembangan wilayah harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk

wilayah barat dan timur, banyak lahan yang dapat dikembangkan dengan merubah

penggunaan lahan dari belukar menjadi penggunaan lain seperti areal pertanian

tanaman pangan atau perkebunan yang ditanami dengan tanaman yang bernilai

ekonomis tinggi. Kondisi fisiknya yang sebagian besar bergelombang,

menjadikan wilayah ini kurang cocok untuk pengembangan areal pertanian lahan

basah (sawah) walaupun mempunyai potensi sumber air (sungai) yang memadai.

Selain dari sumberdaya alamnya, untuk mendukung upaya pengembangan

wilayah/desa juga perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia, antara lain

dengan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pendidikan, baik berupa

bangunan sekolah maupun tenaga pengajarnya, serta sarana dan prasarana

kesehatan. Partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan juga perlu

ditingkatkan agar rasio jumlah siswa yang bersekolah juga semakin meningkat.

Demikian juga dengan infrastruktur, khususnya rasio jaringan jalan yang masih

rendah perlu ditingkatkan untuk mempertinggi interaksi antara desa-desa yang

tertinggal dengan desa-desa yang lebih maju. Hal ini bertujuan agar ada aliran

keuntungan dari desa-desa yang berhirarki lebih tingi ke desa sekitarnya yang

berhirarki lebih rendah.

Page 103: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

91

Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa desa-desa dengan hirarki

tinggi (hirarki I) umumnya memiliki kapasitas pelayanan yang lebih baik yang

ditandai oleh ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang lebih tinggi dan

mempunyai tingkat perkembangan yang lebih maju. Untuk itu maka desa-desa

yang berhirarki tinggi ini dapat dijadikan sebagai pusat/inti kawasan dengan desa-

desa yang berhirarki lebih rendah menjadi hinterlandnya. Selain itu, dengan

ketersediaan fasilitas pelayanan yang baik ditambah dengan sumberdaya menusia

yang baik, wilayah desa-desa berhirarki I ini dapat dikembangkan menjadi

wilayah industri dan jasa, khususnya industri dan jasa yang berkaitan sektor

pertanian agar tidak terlepas dari wilayah hinterlandnya.

Page 104: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

Simpulan dan Saran

Simpulan

Secara umum, Kabupaten Bogor bagian barat relatif masih belum

berkembang yang dicirikan dengan hanya satu kecamatan yang mempunyai desa

pada hiraki I dari 24 desa yang berhirarki I di Kabupaten Bogor, berdasarkan

analisa skalogram. Secara keseluruhan, jumlah desa berhirarki III adalah 213

desa, desa berhirarki II 188 desa dan desa berhirarki I 24 desa, dengan kisaran

nilai Indeks Pembangunan Desa (IPD) antara 2.30 – 177.78. Hal ini juga

diperkuat dengan hasil klastering yang dilakukan terhadap variabel-variabel

ekonomi dan fisik yang memperlihatkan bahwa pada umumnya Kabupaten Bogor

bagian barat mempunyai tingkat perkembangan yang masih rendah dibanding

wilayah timur dan tengah.

Dilihat dari keterkaitan antar variabel maka variabel keluarga pertanian

paling banyak berkorelasi dengan variabel lainnya, diikuti oleh variabel kepadatan

penduduk, baik secara searah (koefisien positif) maupun berlawanan arah

(koefisien negatif). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum di Kabupaten

Bogor, sektor pertanian masih dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Faktor

yang paling mempengaruhi tingkat perkembangan desa yang ditandai oleh nilai

IPD berdasarkan hasil PCA dan analisis regresi berganda adalah pendidikan

tingkat menengah, diikuti oleh kependudukan, pendidikan tingkat dasar dan yang

paling kecil pengaruhnya adalah tenaga kesehatan, berdasarkan koefisisen regresi

yang dimilikinya.

Hasil analisa klaster diperoleh tiga tipologi dengan jumlah desa untuk

klaster 1, 2, dan 3 masing-masing adalah 86, 239 dan 100 desa. Variabel yang

paling membedakan antar klaster 1 dengan klaster lainnya adalah persen keluarga

pertanian, sarana perekonomian (sarana belanja dan lembaga keuangan), sarana

pendidikan, densitas jalan dan jarak terhadap pusat (ibukota kecamatan dan

ibukota kabupaten). Berdasarkan analisis fungsi diskriminan, variabel yang

membedakan pengelompokkan berdasarkan klaster adalah rasio daerah dengan

lereng 8 – 25%, kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid,rasio daerah

Page 105: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

93

dengan lereng >25% dan rasio guru SD terhadap murid. Sedangkan untuk

pengelompokkan berdasarkan hirarki, variabel yang paling membedakan

pengelompokkan adalah sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan,

jumlah SMP, jarak ke Jakarta, persen keluarga pertanian, jumlah lembaga

keuangan dan kepadatan penduduk.

Analisis korelasi kanonik menghasilkan variabel yang paling berpengaruh

dalam perkembangan desa. Tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi

dipengaruhi oleh setidaknya tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian,

tingkat kepadatan penduduk, sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota

kabupaten yang membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA

terhadap murid, dan jarak terhadap ibukota kecamatan.

Saran

Untuk memperkecil disparitas pembangunan yang ada, perlu upaya-upaya

pembangunan berbagai sarana dan prasarana, terutama dalam hal aksesibilitas di

wilayah barat serta peningkatan mutu pendidikan baik berupa sarana ruang

belajar, ketersediaan guru maupun kesempatan mengikuti pendidikan bagi

penduduk usia sekolah.

Page 106: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Tinjauan

Kritis.P4Wpress. Bogor. [BAPPENAS]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Penentuan

Wilayah Tertinggal. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, BAPPENAS. www.kawasan.or.id. [17 Mei 2005].

Barus, B dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana

Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

[BKTRN]. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional 2001. Panduan Penataan

Ruang dan Pengembangan Kawasan. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Jakarta.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Babakan Madang

Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Bojonggede Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Caringin Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cariu Dalam Angka

2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciawi Dalam Angka

2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibinong Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

Page 107: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

95

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cigudeg Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cijeruk Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cileungsi Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciomas Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Cisarua Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciseeng Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Citeureup Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Dramaga Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Putri Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Gunung Sindur

Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Jasinga Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

Page 108: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

96

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Kemang Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Klapanunggal Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Leuwiliang Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Megamendung

Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Nanggung Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Pamijahan Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Parung Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Parungpanjang

Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Ranca Bungur

Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Rumpin Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukajaya Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukamakmur Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

Page 109: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

97

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukaraja Dalam Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Taman Sari Dalam

Angka 2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kecamatan Tenjo Dalam Angka

2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor Dalam Angka

2003. Bogor: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor; 2004.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan

Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Dugo, TH. 2003. Analisis Keterkaitan Struktur Potensi, Permasalahan

Pembangunan dan Upaya Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor Bagian Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dulbahri. 2003. Sistem Informasi Geografis. Pelatihan Sistem Informasi

Geografis Tingkat Operator, Staf UPT Direktur Jenderal RLPS. Hoover, EM. and Giarratani, F. 1985. An Introduction to Regional Economics.

www.rri.wvu.edu/WebBook/Giarratani/chapterone.htm. [16 Okt 2005] Johnson, RA. & Witchern DW. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis.

4th edition. Prentice Hall . New Jersey. Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perdesan, dan

Otonomi Daerah dalam Suhandojo, Sri Hardoyo Mukti, Tukiyat. 2000. Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu: Sebuah Kajian Eksploratif. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah, BPPT.

Nachrowi, D. dan Suhandojo. 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi

Daerah dan Pengembangan Wilayah dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.

Nugroho, I. dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi,

Sosial dan Lingkungan. Pustaka LP3ES. Jakarta.

Page 110: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

98

Rencher, AC. 1996. Methods of Multivariate Analysis. A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons, INC. New York

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, DR. 2004. Diktat Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Santoso, J. 2004. Konsep Pengembangan Dan Penataan Ruang Wilayah Kota

Bercirikan Lokal. www.bktrn.org. [22 Feb 2005] Saefulhakim, S. 2004. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi

Wilayah. Bogor. PS Perencanaan Wilayah IPB. Srivastava, MS. 2002. Methods of Multivariate Statistics. John Wiley & Sons,

Inc. New York. Statsoft. 2005. Canonical Correlation. www.statsoft.com. [16 Okt 2005]. Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara.

Jakarta. Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Alih Bahasa Drs.

Hari Munandar, MS. Penerbit Erlangga. Jakarta. Triutomo, S. 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan

Pengembangan Ekonomi Terpadu dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.

Zen, MT. 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan

Manusia dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta.

Zulfah, A. 2004. Optimasi Struktur Keterkaitan Antara Pola Spasial

Agroindustri Dengan Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Bogor dan Kota Depok) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Page 111: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

99

Lampiran 1 Kelas densitas jalan Perhitungan kelas densitas jalan dilakukan dengan menghitung median dan

standar deviasi dari setiap desa. Dari hasil perhitungan, diperoleh median 22.54

yang menjadi batas bawah tingkat densitas jalan. Standar deviasi diperoleh nilai

48.99. Pengkelasan densitas jalan dilakukan dengan rumus :

sedang = median + (standar deviasi x 0.5)

tinggi = median + standar deviasi

Hasil selengkapnya disajikan pada tabel berikut : No Tingkat Densitas Jalan Panjang Jalan

per hektar (m) 1 Rendah < 22.54 2 Sedang 22.54 – 47.04 3 Tinggi 47.05 – 71.53 4 Sangat Tinggi > 71.53

Page 112: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

100

Lampiran 2 Kelas kepadatan penduduk Perhitungan kepadatan penduduk dilakukan dengan cara menghitung median dan

standar deviasi dari setiap desa (dengan satuan jiwa/hektar). Dari hasil

perhitungan diperoleh nilai median adalah 15 dan standar deviasi adalah 30.

Pengkelasan kepadatan penduduk untuk kelas sedang dan tinggi dilakukan dengan

rumus :

sedang = median + standar deviasi

tinggi = median + (standar deviasi x 2)

Satuan hasil perhitungan kemudian dikonversikan ke dalam jumlah jiwa per km2

dan selengkapnya disajikan pada tabel berikut :

No Tingkat Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk per km2 (jiwa)

1 Rendah < 1500 2 Sedang 1500 – 4500 3 Tinggi 4501 – 6000 4 Sangat Tinggi > 6000

Page 113: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

101

Lampiran 3 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa skalogram

Nomor Variabel 1 Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba 2 Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan & Minuman 3 Jumlah Toko/Warung/Kios 4 Jumlah unit Bank Umum 5 Jumlah unit Bank Perkreditan Rakyat 6 Jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) 7 Jumlah Koperasi Non-KUD 8 Jumlah Hotel/Penginapan 9 Jumlah Wartel/kiospon/warpostel/warparpostel

10 Jumlah Warung internet 11 Jumlah Unit Rumah Sakit Pemerintah 12 Jumlah Unit Puskesmas 13 Jumlah Unit Puskesmas Pembantu 14 Jumlah Unit Posyandu 15 Jumlah Praktek Dokter 16 Jumlah Unit Poliknik 17 Jumlah Unit Apotik dan Toko Obat 18 Jumlah guru SD 19 Jumlah guru SMP 20 Jumlah guru SMA 21 Jumlah SD/Madrasah 22 Jumlah SMP/Madrasah 23 Jumlah SMA/Madrasah 24 Banyaknya Perpustakaan 25 Rumah Tangga yang Memiliki TV 26 Rumah Tangga yang Berlangganan telepon 27 Jumlah Keluarga yang Menggunakan Listrik PLN (KK) 28 Jumlah Angkatan kerja (15-55 thn) 29 Jumlah keluarga pertanian 30 Jumlah keluarga pra sejahtera 31 Jumlah rumah permanen 32 Roda 2 33 Roda 4 34 Roda 6 35 Panjang jalan aspal

36 Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kecamatan yang Membawahi (km)

37 Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kabupaten/Kota yang Membawahi (km)

38 Jarak dari Kantor Desa/Kelurahan ke Ibukota Kabupaten/Kota Lain yang Terdekat (km)

39 Jika Tidak Ada, Jarak ke SLTP Terdekat (km) 40 Jika Tidak Ada, Jarak ke SMU Terdekat (km)

Page 114: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

102

Lampiran 4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa klaster

No Kode Variabel 1 KP Persen keluarga pertanian 2 Kpdtn Kepadatan penduduk

3 Angker Rasio angkatan kerja (penduduk usia 15 - 55 tahun)

4 PADK Pendapatan asli desa per kapita 5 Sarbelj Jumlah sarana perbelanjaan 6 Lkeu Jumlah sarana perbelanjaan 7 Kom Jumlah sarana komunikasi 8 Tkes Jumlah tenaga kesehatan 9 Skes Jumlah sarana kesehatan 10 SD Jumlah SD 11 SMP Jumlah SMP 12 SMA Jumlah SMA 13 SSD Rasio siswa SD terhadap penduduk 14 SSMP Rasio siswa SMP terhadap penduduk 15 SSMA Rasio siswa SMA terhadap penduduk 16 GSD Rasio Guru SD terhadap murid 17 GSMP Rasio Guru SMP terhadap murid 18 GSMA Rasio Guru SMA terhadap murid 19 Mas Jumlah masjid 20 R2 Jumlah kendaraan roda 2 21 R4 Jumlah kendaraan roda 4 22 jrk1 Jarak terhadap ibukota kecamatan 23 jrk2 Jarak terhadap ibukota kabupaten

24 jrk3 Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat

25 indeks indeks perkembangan desa 26 Denjl Densitas jalan 27 jjkt Jarak lurus ke Jakarta 28 jbgr Jarak lurus ke Bogor 29 hl Persen kawasan hutan lindung 30 htn Persen kawasan hutan lainnya 31 bhtn Persen kawasan bukan hutan 32 lrg25 Persen luas areal dengan lereng >25% 33 lrg8 Persen luas areal dengan lereng 8 - 25% 34 lrg0 Persen luas areal dengan lereng 0 - 8% 35 sgi Densitas sungai

Page 115: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

103

Lampiran 5 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisa PCA/FA

No Kode Variabel 1 KP Persen keluarga pertanian 2 Kpdtn Kepadatan penduduk

3 Angker Rasio angkatan kerja (penduduk usia 15 - 55 tahun)

4 PADK Pendapatan asli desa per kapita 5 Kom Jumlah sarana komunikasi 6 Tkes Jumlah tenaga kesehatan 7 SD Jumlah SD 8 SMP Jumlah SMP 9 SMA Jumlah SMA 10 SSD Rasio siswa SD terhadap penduduk 11 SSMP Rasio siswa SMP terhadap penduduk 12 SSMA Rasio siswa SMA terhadap penduduk 13 GSD Rasio Guru SD terhadap murid 14 GSMP Rasio Guru SMP terhadap murid 15 GSMA Rasio Guru SMA terhadap murid 16 R2 Jumlah kendaraan roda 2 17 R4 Jumlah kendaraan roda 4 18 jrk2 Jarak terhadap ibukota kabupaten

19 jrk3 Jarak terhadap ibukota kabupaten lain yang terdekat

20 Denjl Densitas jalan 21 jjkt Jarak lurus ke Jakarta 22 jbgr Jarak lurus ke Bogor 23 hl Persen kawasan hutan lindung 24 htn Persen kawasan hutan lainnya 25 lrg25 Persen luas areal dengan lereng >25% 26 lrg8 Persen luas areal dengan lereng 8 - 25% 27 lrg0 Persen luas areal dengan lereng 0 - 8%

Page 116: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

104

Lampiran 6 Hasil Skalogran

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 1 PABUARAN Cibinong 177.78 Hirarki I 2 CIRIUNG Cibinong 111.63 Hirarki I 3 CIPAYUNG DATAR Megamendung 95.66 Hirarki I 4 BOJONGGEDE Bojonggede 95.52 Hirarki I 5 CILEUNGSI KIDUL Cileungsi 94.18 Hirarki I 6 PUSPANEGARA Citeureup 85.25 Hirarki I 7 CIRIMEKAR Cibinong 84.36 Hirarki I 8 KARANG ASEM BARAT Citeureup 82.90 Hirarki I 9 BOJONG KULUR Gunung Putri 79.88 Hirarki I 10 TLAJUNG UDIK Gunung Putri 79.27 Hirarki I 11 PAKANSARI Cibinong 77.85 Hirarki I 12 JONGGOL Jonggol 77.83 Hirarki I 13 CILEUNGSI Cileungsi 77.40 Hirarki I 14 BABAKAN Dramaga 74.64 Hirarki I 15 PABUARAN Bojonggede 74.02 Hirarki I 16 LEUWILIANG Leuwiliang 73.65 Hirarki I 17 CITEUREUP Citeureup 72.11 Hirarki I 18 CIMANDALA Sukaraja 71.93 Hirarki I 19 PARUNG Parung 69.23 Hirarki I 20 WANAHERANG Gunung Putri 66.27 Hirarki I 21 CARIU Cariu 65.05 Hirarki I 22 HARAPAN JAYA Cibinong 64.87 Hirarki I 23 SUKAHATI Cibinong 64.58 Hirarki I 24 CIBINONG Cibinong 64.40 Hirarki I 25 RAGAJAYA Bojonggede 60.24 Hirarki II 26 CISARUA Cisarua 59.58 Hirarki II 27 KOTA BATU Ciomas 59.28 Hirarki II 28 PARUNG PANJANG Parung Panjang 58.52 Hirarki II 29 CIBEBER I Leuwiliang 58.43 Hirarki II 30 CIBEUREUM Cisarua 57.62 Hirarki II 31 PAMAGER SARI Parung 57.09 Hirarki II 32 CARINGIN Caringin 57.00 Hirarki II 33 LEUWIMEKAR Leuwiliang 54.42 Hirarki II 34 BENDUNGAN Ciawi 53.27 Hirarki II 35 CIJUJUNG Sukaraja 52.26 Hirarki II 36 CURUG Gunung Sindur 52.21 Hirarki II 37 SUKAMULYA Rumpin 51.95 Hirarki II 38 PADASUKA Ciomas 51.23 Hirarki II 39 PAMAGERSARI Jasinga 50.72 Hirarki II 40 CICADAS Gunung Putri 50.41 Hirarki II 41 SASAK PANJANG Bojonggede 49.80 Hirarki II 42 KEDUNG WARINGIN Bojonggede 49.56 Hirarki II 43 NANGGEWER MEKAR Cibinong 49.33 Hirarki II 44 KARADENAN Cibinong 49.03 Hirarki II 45 CIGUDEG Cigudeg 48.86 Hirarki II

Page 117: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

105

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 46 NAGRAK Gunung Putri 48.81 Hirarki II 47 CIPAYUNG GIRANG Megamendung 48.64 Hirarki II 48 GUNUNG PUTRI Gunung Putri 48.10 Hirarki II 49 CIAWI Ciawi 47.44 Hirarki II 50 TAMAN SARI Rumpin 47.42 Hirarki II 51 PAGELARAN Ciomas 47.35 Hirarki II 52 TUGU SELATAN Cisarua 46.86 Hirarki II 53 CIOMAS Ciomas 46.63 Hirarki II 54 SUKAMAJU Jonggol 46.63 Hirarki II 55 CIANGSANA Gunung Putri 46.42 Hirarki II 56 TENJO Tenjo 46.31 Hirarki II 57 WARU Parung 45.82 Hirarki II 58 BOJONG NANGKA Gunung Putri 45.81 Hirarki II 59 CIDERUM Caringin 45.72 Hirarki II 60 PAMIJAHAN Pamijahan 45.72 Hirarki II 61 KOPO Cisarua 45.64 Hirarki II 62 PUSPASARI Citeureup 45.00 Hirarki II 63 JAMPANG Kemang 44.89 Hirarki II 64 DAYEUH Cileungsi 44.66 Hirarki II 65 CIHERANG PONDOK Caringin 44.44 Hirarki II 66 TAJUR HALANG Bojonggede 44.28 Hirarki II 67 TENGAH Cibinong 44.19 Hirarki II 68 KARANG ASEM TIMUR Citeureup 43.97 Hirarki II 69 LIMUS NUNGGAL Cileungsi 43.96 Hirarki II 70 CIMANGGIS Bojonggede 42.61 Hirarki II 71 BOJONG RANGKAS Ciampea 42.51 Hirarki II 72 GUNUNG SINDUR Gunung Sindur 42.45 Hirarki II 73 SIRNAGALIH Tamansari 42.34 Hirarki II 74 KEMANG Kemang 42.14 Hirarki II 75 DRAMAGA Dramaga 41.69 Hirarki II 76 TARIKOLOT Citeureup 41.65 Hirarki II 77 RAWA PANJANG Bojonggede 41.57 Hirarki II 78 SINGAJAYA Jonggol 41.53 Hirarki II 79 PASIR ANGIN Cileungsi 41.25 Hirarki II 80 PARIGI MEKAR Ciseeng 40.14 Hirarki II 81 CIGOMBONG Cijeruk 39.67 Hirarki II 82 SUKAMANTRI Tamansari 39.39 Hirarki II 83 CIOMAS RAHAYU Ciomas 38.91 Hirarki II 84 BENTENG Ciampea 38.67 Hirarki II 85 GUNUNG SARI Pamijahan 38.65 Hirarki II 86 CIBENING Pamijahan 38.43 Hirarki II 87 BUNAR Cigudeg 38.34 Hirarki II 88 CIHERANG Dramaga 38.29 Hirarki II 89 BANTARJAYA Rancabungur 37.67 Hirarki II 90 ARGAPURA Cigudeg 37.58 Hirarki II

Page 118: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

106

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 91 WATES JAYA Cijeruk 36.99 Hirarki II 92 BANJAR SARI Ciawi 36.96 Hirarki II 93 KEMBANG KUNING Klapanunggal 36.96 Hirarki II 94 RENGASJAJAR Cigudeg 36.71 Hirarki II 95 KARANGGAN Gunung Putri 36.68 Hirarki II 96 PARAKAN JAYA Kemang 36.67 Hirarki II 97 TAJUR Citeureup 36.60 Hirarki II 98 RUMPIN Rumpin 36.44 Hirarki II 99 CITEKO Cisarua 36.10 Hirarki II 100 LEUWINUTUG Citeureup 35.95 Hirarki II 101 TEGAL Kemang 35.81 Hirarki II 102 PONDOK RAJEG Cibinong 35.72 Hirarki II 103 CIBADAK Ciampea 35.65 Hirarki II 104 PETIR Dramaga 35.61 Hirarki II 105 LALADON Ciomas 35.54 Hirarki II 106 CIBUNAR Parung Panjang 35.47 Hirarki II 107 SUKAMAKMUR Sukamakmur 35.29 Hirarki II 108 GADOG Megamendung 35.10 Hirarki II 109 CIBITUNG TENGAH Ciampea 35.09 Hirarki II 110 CIHIDEUNG ILIR Ciampea 35.08 Hirarki II 111 JABON MEKAR Parung 34.79 Hirarki II 112 SUSUKAN Bojonggede 34.72 Hirarki II 113 GANDOANG Cileungsi 34.70 Hirarki II 114 CILEBUT BARAT Sukaraja 34.67 Hirarki II 115 SUKAHATI Citeureup 34.56 Hirarki II 116 SIPAK Jasinga 34.27 Hirarki II 117 CIJAYANTI Babakan Madang 34.23 Hirarki II 118 TUGU JAYA Cijeruk 34.14 Hirarki II 119 WARINGIN JAYA Bojonggede 34.08 Hirarki II 120 CIBURUY Cijeruk 33.81 Hirarki II 121 NAGRAK Sukaraja 33.54 Hirarki II 122 SADENG Leuwiliang 33.41 Hirarki II 123 LEUWIMALANG Cisarua 33.40 Hirarki II 124 KARACAK Leuwiliang 33.16 Hirarki II 125 TUGU UTARA Cisarua 33.01 Hirarki II 126 CILEBUT TIMUR Sukaraja 32.95 Hirarki II 127 NANGGEWER Cibinong 32.88 Hirarki II 128 SUKASIRNA Jonggol 32.82 Hirarki II 129 BOJONG BARU Bojonggede 32.75 Hirarki II 130 KAMPUNG SAWAH Rumpin 32.56 Hirarki II 131 PASIRLAJA Sukaraja 32.51 Hirarki II 132 PONDOK UDIK Kemang 32.48 Hirarki II 133 SUKAHARJA Cijeruk 32.38 Hirarki II 134 CINANGKA Ciampea 32.24 Hirarki II 135 CIBANTENG Ciampea 31.90 Hirarki II

Page 119: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

107

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 136 CIKEAS Sukaraja 31.84 Hirarki II 137 CIPEUCANG Cileungsi 31.82 Hirarki II 138 PASIRGAOK Rancabungur 31.75 Hirarki II 139 SENTUL Babakan Madang 31.13 Hirarki II 140 TELUK PINANG Ciawi 31.09 Hirarki II 141 BANJAR WANGI Ciawi 30.96 Hirarki II 142 PANDANSARI Ciawi 30.71 Hirarki II 143 SITU DAUN Ciampea 30.63 Hirarki II 144 GOBANG Rumpin 30.56 Hirarki II 145 PURASARI Leuwiliang 30.55 Hirarki II 146 SUKAMAJU Megamendung 30.47 Hirarki II 147 KLAPANUNGGAL Klapanunggal 30.44 Hirarki II 148 PURASEDA Leuwiliang 30.28 Hirarki II 149 CIHIDEUNG UDIK Ciampea 30.06 Hirarki II 150 CIBEUTEUNG UDIK Ciseeng 29.92 Hirarki II 151 SITU UDIK Cibungbulang 29.85 Hirarki II 152 PENGASINAN Gunung Sindur 29.71 Hirarki II 153 BOJONG Klapanunggal 29.64 Hirarki II 154 CIBADUNG Gunung Sindur 29.49 Hirarki II 155 WENINGGALIH Jonggol 29.47 Hirarki II 156 KABASIRAN Parung Panjang 29.46 Hirarki II 157 BABAKAN MADANG Babakan Madang 29.42 Hirarki II 158 WARUJAYA Parung 29.21 Hirarki II 159 GUNUNG SARI Citeureup 29.17 Hirarki II 160 PASAREAN Pamijahan 29.09 Hirarki II 161 CIBENTANG Ciseeng 28.93 Hirarki II 162 RANCABUNGUR Rancabungur 28.90 Hirarki II 163 PARAKAN MUNCANG Nanggung 28.88 Hirarki II 164 BABAKAN Tenjo 28.74 Hirarki II 165 CIASMARA Pamijahan 28.53 Hirarki II 166 GUNUNG PICUNG Pamijahan 28.43 Hirarki II 167 JOGJOGAN Cisarua 28.35 Hirarki II 168 BOJONG Tenjo 28.26 Hirarki II 169 LUMPANG Parung Panjang 28.22 Hirarki II 170 COGREG Parung 28.18 Hirarki II 171 MEKARSARI Cileungsi 28.11 Hirarki II 172 PASIREURIH Tamansari 28.10 Hirarki II 173 ATANG SENJAYA Kemang 28.02 Hirarki II 174 KAREHKEL Leuwiliang 27.88 Hirarki II 175 PASIR JAMBU Sukaraja 27.88 Hirarki II 176 KALISUREN Bojonggede 27.75 Hirarki II 177 PABUARAN Kemang 27.67 Hirarki II 178 CIBINONG Gunung Sindur 27.60 Hirarki II 179 BABAKAN Ciseeng 27.54 Hirarki II 180 LEMAH DUHUR Caringin 27.43 Hirarki II

Page 120: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

108

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 181 SUKASARI Rumpin 27.40 Hirarki II 182 PURWASARI Dramaga 27.33 Hirarki II 183 CIPELANG Cijeruk 27.22 Hirarki II 184 JAGABAYA Parung Panjang 27.13 Hirarki II 185 CIAMPEA Ciampea 27.13 Hirarki II 186 HAMBALANG Citeureup 27.05 Hirarki II 187 TAMANSARI Tamansari 26.91 Hirarki II 188 BATOK Tenjo 26.78 Hirarki II 189 BOJONG Kemang 26.76 Hirarki II 190 BITUNG SARI Ciawi 26.54 Hirarki II 191 SIBANTENG Leuwiliang 26.52 Hirarki II 192 BANJAR WARU Ciawi 26.39 Hirarki II 193 CITAPEN Ciawi 26.37 Hirarki II 194 PANCAWATI Caringin 26.22 Hirarki II 195 PUTAT NUTUG Ciseeng 26.13 Hirarki II 196 GUNUNG MALANG Ciampea 26.13 Hirarki II 197 CIMAYANG Pamijahan 26.06 Hirarki II 198 BARENGKOK Leuwiliang 25.99 Hirarki II 199 KADUMANGU Babakan Madang 25.98 Hirarki II 200 RABAK Rumpin 25.87 Hirarki II 201 NAMBO Klapanunggal 25.81 Hirarki II 202 NANGGUNG Nanggung 25.79 Hirarki II 203 CILEMBER Cisarua 25.79 Hirarki II 204 CINAGARA Caringin 25.59 Hirarki II 205 CISEENG Ciseeng 25.21 Hirarki II 206 LEUWIBATU Rumpin 25.10 Hirarki II 207 SELAWANGI Cariu 24.99 Hirarki II 208 SUKADAMAI Sukamakmur 24.86 Hirarki II 209 CITAYAM Bojonggede 24.83 Hirarki II 210 LEUWISADENG Leuwiliang 24.70 Hirarki II 211 CIDOKOM Rumpin 24.68 Hirarki II 212 MEGAMENDUNG Megamendung 24.67 Hirarki II 213 CIKARAWANG Dramaga 24.64 Hirarki III 214 JATISARI Cileungsi 24.62 Hirarki III 215 SUKARAJA Sukaraja 24.44 Hirarki III 216 BOJONG INDAH Parung 24.40 Hirarki III 217 JASINGA Jasinga 24.33 Hirarki III 218 GIRIMULYA Cibungbulang 24.05 Hirarki III 219 SUKAMAKMUR Ciomas 24.00 Hirarki III 220 BOJONG SEMPU Parung 23.89 Hirarki III 221 CIMANDE HILIR Caringin 23.89 Hirarki III 222 CIBUNIAN Pamijahan 23.59 Hirarki III 223 MAMPIR Cileungsi 23.59 Hirarki III 224 CIAMPEA UDIK Ciampea 23.49 Hirarki III 225 SANJA Citeureup 23.43 Hirarki III

Page 121: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

109

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 226 CURUG BITUNG Nanggung 23.41 Hirarki III 227 SIRNARASA Cariu 23.40 Hirarki III 228 CIMANGGU 2 Cibungbulang 23.29 Hirarki III 229 CIKOPOMAYAK Jasinga 23.02 Hirarki III 230 CIADEG Cijeruk 23.01 Hirarki III 231 KARANG TENGAH Babakan Madang 22.88 Hirarki III 232 TONJONG Bojonggede 22.84 Hirarki III 233 KARIHKIL Ciseeng 22.65 Hirarki III 234 CIKEAS UDIK Gunung Putri 22.65 Hirarki III 235 DUKUH Cibungbulang 22.63 Hirarki III 236 CIAPUS Ciomas 22.57 Hirarki III 237 KIARAPANDAK Sukajaya 22.50 Hirarki III 238 PALASARI Cijeruk 22.41 Hirarki III 239 CIBEBER II Leuwiliang 22.40 Hirarki III 240 CURUG Jasinga 22.30 Hirarki III 241 CEMPLANG Cibungbulang 22.20 Hirarki III 242 SUKAMAHI Megamendung 22.12 Hirarki III 243 MUARA JAYA Caringin 22.04 Hirarki III 244 PINGKU Parung Panjang 21.99 Hirarki III 245 BATU LAYANG Cisarua 21.83 Hirarki III 246 SUKARESMI Tamansari 21.81 Hirarki III 247 SUKAMANAH Jonggol 21.79 Hirarki III 248 CICADAS Ciampea 21.79 Hirarki III 249 BANTAR KARET Nanggung 21.69 Hirarki III 250 KALONGSAWAH Jasinga 21.67 Hirarki III 251 DAGO Parung Panjang 21.66 Hirarki III 252 RAWAKALONG Gunung Sindur 21.63 Hirarki III 253 CINANGNENG Ciampea 21.59 Hirarki III 254 GINTUNG CILEJET Parung Panjang 21.58 Hirarki III 255 BALEKAMBANG Jonggol 21.56 Hirarki III 256 NEGLASARI Dramaga 21.52 Hirarki III 257 KALONG LIUD Nanggung 21.45 Hirarki III 258 MEKARJAYA Ciomas 21.44 Hirarki III 259 TAPOS Tenjo 21.43 Hirarki III 260 BOJONG KONENG Babakan Madang 21.37 Hirarki III 261 SUKADAMAI Dramaga 21.33 Hirarki III 262 BANTARSARI Rancabungur 21.25 Hirarki III 263 CIPINANG Rumpin 21.23 Hirarki III 264 CIBURAYUT Cijeruk 21.09 Hirarki III 265 BANGUNJAYA Cigudeg 21.04 Hirarki III 266 GOROWONG Parung Panjang 21.04 Hirarki III 267 SADENGKOLOT Leuwiliang 21.03 Hirarki III 268 CIBUNTU Ciampea 21.03 Hirarki III 269 SUKAMANAH Megamendung 20.97 Hirarki III 270 SUKAJAYA Sukajaya 20.95 Hirarki III

Page 122: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

110

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 271 SUKAWANGI Sukamakmur 20.90 Hirarki III 272 CIMANGGU 1 Cibungbulang 20.75 Hirarki III 273 PABUARAN Gunung Sindur 20.69 Hirarki III 274 GUNUNG BUNDER 2 Pamijahan 20.65 Hirarki III 275 MEKAR SARI Rumpin 20.54 Hirarki III 276 TEGAL WARU Ciampea 20.35 Hirarki III 277 PABANGBON Leuwiliang 20.34 Hirarki III 278 PASIR BUNCIR Caringin 20.21 Hirarki III 279 SETU Jasinga 20.18 Hirarki III 280 TAPOS 2 Ciampea 20.15 Hirarki III 281 KARYASARI Leuwiliang 20.15 Hirarki III 282 WARUNG MENTENG Cijeruk 20.11 Hirarki III 283 SUKAMAJU Cigudeg 20.00 Hirarki III 284 SUKAWENING Dramaga 19.90 Hirarki III 285 CILEUNGSI Ciawi 19.85 Hirarki III 286 SEMPLAK BARAT Kemang 19.78 Hirarki III 287 SITU ILIR Cibungbulang 19.78 Hirarki III 288 CIBALUNG Cijeruk 19.77 Hirarki III 289 SETU SARI Cileungsi 19.72 Hirarki III 290 MEKARSARI Rancabungur 19.62 Hirarki III 291 LULUT Klapanunggal 19.52 Hirarki III 292 KOLEANG Jasinga 19.48 Hirarki III 293 CIBITUNG WETAN Pamijahan 19.48 Hirarki III 294 CIBATOK 1 Cibungbulang 19.41 Hirarki III 295 SINAR SARI Dramaga 19.13 Hirarki III 296 PARAKAN Ciomas 19.00 Hirarki III 297 GUNUNG BUNDER 1 Pamijahan 18.90 Hirarki III 298 SUKAGALIH Megamendung 18.80 Hirarki III 299 CIBODAS Rumpin 18.64 Hirarki III 300 SUKANEGARA Jonggol 18.31 Hirarki III 301 JAMBU LUWUK Ciawi 18.29 Hirarki III 302 CIJERUK Cijeruk 17.89 Hirarki III 303 CIBEUTEUNG MUARA Ciseeng 17.88 Hirarki III 304 PASIR MUKTI Citeureup 17.85 Hirarki III 305 CIBEDUG Ciawi 17.81 Hirarki III 306 PURWABAKTI Pamijahan 17.79 Hirarki III 307 KERTAJAYA Rumpin 17.76 Hirarki III 308 PASIR MUNCANG Caringin 17.60 Hirarki III 309 KURIPAN Ciseeng 17.56 Hirarki III 310 SUMUR BATU Babakan Madang 17.52 Hirarki III 311 BABAKAN RADEN Cariu 17.46 Hirarki III 312 BAGOANG Jasinga 17.43 Hirarki III 313 WARGAJAYA Sukamakmur 17.43 Hirarki III 314 SROGOL Cijeruk 17.40 Hirarki III 315 CISALADA Cijeruk 17.33 Hirarki III

Page 123: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

111

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 316 CIASIHAN Pamijahan 17.27 Hirarki III 317 PABUARAN Sukamakmur 17.23 Hirarki III 318 BABAKAN SADENG Leuwiliang 17.10 Hirarki III 319 CADAS NGAMPAR Sukaraja 16.96 Hirarki III 320 BOJONG MURNI Ciawi 16.92 Hirarki III 321 TAPOS 1 Ciampea 16.67 Hirarki III 322 PADURENAN Gunung Sindur 16.64 Hirarki III 323 KUTA Megamendung 16.59 Hirarki III 324 SUKARESMI Megamendung 16.51 Hirarki III 325 BOJONG JENGKOL Ciampea 16.36 Hirarki III 326 PASIR JAYA Cijeruk 16.36 Hirarki III 327 GUNUNG GEULIS Sukaraja 16.33 Hirarki III 328 CIPENJO Cileungsi 16.32 Hirarki III 329 SINGASARI Jonggol 16.31 Hirarki III 330 CIKUDA Parung Panjang 16.31 Hirarki III 331 CINTAMANIK Cigudeg 16.20 Hirarki III 332 TANJUNG RASA Cariu 16.06 Hirarki III 333 SUKAJAYA Tamansari 15.98 Hirarki III 334 IWUL Parung 15.93 Hirarki III 335 SUKARAKSA Cigudeg 15.89 Hirarki III 336 GUNUNG MENYAN Pamijahan 15.84 Hirarki III 337 CIARUTEN ILIR Cibungbulang 15.75 Hirarki III 338 CIBATOK 2 Cibungbulang 15.73 Hirarki III 339 PANGKAL JAYA Nanggung 15.72 Hirarki III 340 KIARASARI Sukajaya 15.67 Hirarki III 341 CIMANDE Caringin 15.64 Hirarki III 342 BANYU RESMI Cigudeg 15.60 Hirarki III 343 SUKMAJAYA Bojonggede 15.59 Hirarki III 344 ANTAJAYA Cariu 15.56 Hirarki III 345 GALUGA Cibungbulang 15.48 Hirarki III 346 HARKATJAYA Sukajaya 15.47 Hirarki III 347 MEKARJAYA Cigudeg 15.44 Hirarki III 348 CIBITUNG KULON Pamijahan 15.44 Hirarki III 349 CIPICUNG Cijeruk 15.42 Hirarki III 350 SUKAMULYA Sukamakmur 15.40 Hirarki III 351 TANGKIL Caringin 15.31 Hirarki III 352 JAGABITA Parung Panjang 15.16 Hirarki III 353 CILAKU Tenjo 15.13 Hirarki III 354 SIRNAGALIH Jonggol 15.13 Hirarki III 355 CIBADAK Sukamakmur 15.09 Hirarki III 356 SIPAYUNG Sukajaya 15.07 Hirarki III 357 CIHOE Ciseeng 14.94 Hirarki III 358 CISARUA Nanggung 14.93 Hirarki III 359 NANGGERANG Bojonggede 14.86 Hirarki III 360 SUKAKARYA Megamendung 14.73 Hirarki III

Page 124: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

112

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 361 KALONG II Leuwiliang 14.66 Hirarki III 362 CIDOKOM Gunung Sindur 14.53 Hirarki III 363 SUKARASA Cariu 14.46 Hirarki III 364 BENDUNGAN Jonggol 14.37 Hirarki III 365 CITARINGGUL Babakan Madang 14.31 Hirarki III 366 BANTAR JATI Klapanunggal 14.28 Hirarki III 367 SUKAJADI Tamansari 14.19 Hirarki III 368 TAJUR HALANG Cijeruk 14.16 Hirarki III 369 CIKAHURIPAN Klapanunggal 14.15 Hirarki III 370 SUKARESMI Sukamakmur 14.04 Hirarki III 371 SINGABRAJA Tenjo 13.95 Hirarki III 372 LEUWEUNG KOLOT Cibungbulang 13.80 Hirarki III 373 SUKALUYU Tamansari 13.79 Hirarki III 374 SIRNASARI Cariu 13.79 Hirarki III 375 PANGRADIN Jasinga 13.63 Hirarki III 376 SUKAHARJA Ciomas 13.58 Hirarki III 377 CILEUKSA Sukajaya 13.45 Hirarki III 378 TEGAL PANJANG Cariu 13.38 Hirarki III 379 CIARUTEN UDIK Cibungbulang 13.37 Hirarki III 380 MEKARWANGI Cariu 13.17 Hirarki III 381 CIJUJUNG Cibungbulang 13.14 Hirarki III 382 SUKAHARJA Sukamakmur 13.04 Hirarki III 383 JAMPANG Gunung Sindur 12.93 Hirarki III 384 SUKAMAJU Cibungbulang 12.93 Hirarki III 385 PASIR TANJUNG Cariu 12.83 Hirarki III 386 CANDALI Rancabungur 12.80 Hirarki III 387 CIKUTAMAHI Cariu 12.78 Hirarki III 388 BANTAR KUNING Cariu 12.70 Hirarki III 389 KALONG I Leuwiliang 12.68 Hirarki III 390 TEGAL WANGI Jasinga 12.51 Hirarki III 391 CIBANON Sukaraja 12.27 Hirarki III 392 MALASARI Nanggung 12.26 Hirarki III 393 TANJUNG SARI Cariu 12.19 Hirarki III 394 WARGAJAYA Cigudeg 12.14 Hirarki III 395 HAMBARO Nanggung 12.10 Hirarki III 396 PANGAUR Jasinga 11.97 Hirarki III 397 KARYA MEKAR Cariu 11.61 Hirarki III 398 TANJUNG SARI Cijeruk 11.60 Hirarki III 399 CIBATU TIGA Cariu 11.53 Hirarki III 400 SIRNAJAYA Sukamakmur 11.25 Hirarki III 401 WANGUN JAYA Leuwiliang 11.00 Hirarki III 402 CIPAMBUAN Babakan Madang 10.87 Hirarki III 403 BATU JAJAR Cigudeg 10.81 Hirarki III 404 SUKATANI Sukaraja 10.81 Hirarki III 405 BARENGKOK Jasinga 10.78 Hirarki III

Page 125: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

113

Lampiran 6 Lanjutan

No Desa Kecamatan IPD Hirarki 406 SUKAMULIH Sukajaya 10.67 Hirarki III 407 SUKAJAYA Jonggol 10.56 Hirarki III 408 NEGLASARI Jasinga 10.52 Hirarki III 409 JUGALA JAYA Jasinga 10.34 Hirarki III 410 CIOMAS Tenjo 10.31 Hirarki III 411 CIBODAS Jonggol 10.28 Hirarki III 412 TEGALEGA Cigudeg 10.26 Hirarki III 413 BUANAJAYA Cariu 10.23 Hirarki III 414 PASIR MADANG Sukajaya 10.11 Hirarki III 415 CIBADAK Cariu 10.11 Hirarki III 416 LIGARMUKTI Klapanunggal 10.05 Hirarki III 417 SINGABANGSA Tenjo 9.82 Hirarki III 418 KUTA MEKAR Cariu 9.50 Hirarki III 419 BANYU WANGI Cigudeg 9.35 Hirarki III 420 SUKALUYU Nanggung 9.32 Hirarki III 421 BANYU ASIH Cigudeg 9.17 Hirarki III 422 LEUWIKARET Klapanunggal 8.21 Hirarki III 423 SUKAJADI Cariu 8.05 Hirarki III 424 CISARUA Sukajaya 7.21 Hirarki III 425 TANGKIL Citeureup 2.30 Hirarki III

Page 126: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

Lampiran 7 Hasil analisa korelasi sederhana antar variabel KP Kpdtn Angker PADK Sarbelj Lkeu Kom Tkes Skes SD SMP SMA SSD SSMP SSMA GSD GSMP KP 1.00 Kpdtn -0.48 1.00 Angker 0.00 -0.08 1.00 PADK -0.13 0.06 0.09 1.00 Sarbelj -0.22 0.11 0.06 0.03 1.00 Lkeu -0.21 0.21 -0.01 0.08 0.15 1.00 Kom -0.61 0.43 0.00 0.12 0.24 0.40 1.00 Tkes -0.03 -0.03 0.11 -0.02 0.03 0.15 0.09 1.00 Skes -0.24 0.07 0.09 0.05 0.16 0.22 0.28 0.26 1.00 SD 0.22 -0.35 0.04 -0.07 0.02 -0.02 -0.21 0.05 0.02 1.00 SMP -0.16 0.08 0.02 0.02 0.13 0.16 0.23 0.08 0.11 0.12 1.00 SMA -0.14 0.15 -0.03 -0.02 0.16 0.17 0.22 -0.03 0.05 0.05 0.53 1.00 SSD -0.21 -0.07 0.15 0.01 0.11 0.16 0.24 0.25 0.20 0.22 0.14 -0.01 1.00 SSMP -0.23 0.08 0.02 -0.02 0.05 0.17 0.26 0.15 0.11 -0.07 0.46 0.34 0.18 1.00 SSMA -0.18 0.10 -0.07 -0.05 0.07 0.21 0.23 0.10 0.08 -0.01 0.24 0.49 0.09 0.43 1.00 GSD -0.28 0.09 0.04 0.06 0.12 0.23 0.34 0.15 0.31 0.23 0.28 0.12 0.69 0.24 0.17 1.00 GSMP -0.24 0.10 0.05 -0.01 0.06 0.17 0.28 0.12 0.13 -0.05 0.54 0.37 0.20 0.89 0.35 0.30 1.00 GSMA -0.24 0.10 -0.04 -0.04 0.12 0.18 0.25 0.10 0.08 0.03 0.39 0.53 0.14 0.50 0.83 0.24 0.49 Mas 0.11 0.12 -0.04 0.04 -0.09 -0.03 -0.07 -0.02 -0.13 -0.02 -0.07 -0.03 -0.18 -0.06 -0.01 -0.17 -0.11 R2 -0.23 0.29 0.10 0.02 0.20 0.17 0.16 -0.04 0.03 -0.10 0.00 0.11 0.07 0.05 0.06 0.12 0.04 R4 -0.24 0.14 -0.02 0.08 0.18 0.23 0.21 -0.04 0.04 -0.09 0.01 0.09 -0.03 0.05 0.11 0.06 0.06 jrk1 -0.25 0.20 0.02 0.07 0.09 0.33 0.23 0.12 0.08 0.00 0.09 0.18 0.11 0.12 0.19 0.16 0.13 jrk2 -0.33 0.17 0.02 -0.05 0.11 0.05 0.33 0.02 0.02 -0.09 0.14 0.05 0.02 0.03 0.04 0.12 0.08 jrk3 -0.12 0.16 -0.02 0.02 0.02 -0.02 0.09 0.00 0.01 0.03 0.03 0.01 -0.01 -0.02 0.02 0.07 -0.03 Denjl -0.22 0.20 -0.03 0.11 0.03 -0.03 0.17 -0.07 -0.05 -0.22 -0.03 0.03 -0.07 0.05 0.05 -0.01 0.05 jjkt 0.29 -0.06 -0.08 0.03 -0.13 -0.06 -0.15 0.14 -0.02 0.13 -0.16 -0.12 -0.15 -0.09 -0.08 -0.15 -0.14 jbgr 0.30 -0.51 0.06 -0.05 -0.16 -0.06 -0.25 -0.02 -0.01 0.33 -0.05 -0.04 0.13 -0.04 -0.06 0.03 -0.07 hl 0.03 -0.10 -0.06 0.11 -0.04 0.02 -0.08 0.06 0.01 0.11 -0.10 -0.08 -0.01 -0.07 -0.05 -0.09 -0.08 htn 0.24 -0.32 0.10 -0.01 -0.09 -0.15 -0.22 0.04 -0.08 0.14 -0.05 -0.11 -0.01 -0.09 -0.13 -0.17 -0.10

Page 127: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

bhtn -0.24 0.34 -0.07 -0.01 0.11 0.17 0.27 -0.05 0.08 -0.17 0.09 0.13 0.03 0.11 0.13 0.20 0.13 lrg25 0.05 -0.18 0.07 0.08 -0.04 -0.10 -0.10 0.02 0.00 0.09 -0.05 -0.06 0.01 -0.03 -0.09 -0.03 -0.07 lrg8 0.22 -0.36 0.05 0.10 -0.12 -0.15 -0.24 0.05 -0.08 0.14 -0.21 -0.16 -0.05 -0.14 -0.16 -0.15 -0.15 lrg0 -0.20 0.36 -0.07 -0.12 0.11 0.17 0.24 -0.05 0.07 -0.15 0.19 0.16 0.04 0.13 0.16 0.14 0.15 sgi 0.03 0.23 -0.09 0.07 0.03 0.09 0.11 0.03 0.01 -0.13 -0.05 -0.02 -0.08 -0.03 0.00 -0.01 0.00

Lampiran 7 Lanjutan GSMA Mas R2 R4 jrk1 jrk2 jrk3 Denjl jjkt jbgr hl htn bhtn lrg25 lrg8 lrg0 sgi GSMA 1.00 Mas -0.07 1.00 R2 0.10 -0.06 1.00 R4 0.17 -0.04 0.53 1.00 jrk1 0.19 -0.08 0.15 0.30 1.00 jrk2 0.12 -0.12 0.09 0.18 0.18 1.00 jrk3 0.05 -0.04 0.04 0.01 0.18 0.39 1.00 Denjl 0.07 -0.02 0.09 0.10 0.07 0.08 0.03 1.00 jjkt -0.16 0.50 -0.19 -0.12 -0.11 -0.28 -0.10 -0.13 1.00 jbgr -0.05 -0.35 -0.10 -0.11 0.00 -0.21 -0.12 -0.20 -0.01 1.00 hl -0.06 0.02 -0.05 -0.02 -0.05 -0.04 -0.04 -0.06 0.26 0.13 1.00 htn -0.13 0.00 -0.10 -0.08 -0.11 -0.13 -0.12 -0.18 0.29 0.30 0.03 1.00 bhtn 0.14 -0.01 0.11 0.08 0.11 0.14 0.12 0.19 -0.35 -0.32 -0.38 -0.93 1.00 lrg25 -0.10 -0.12 -0.02 -0.03 -0.06 -0.09 -0.07 -0.11 0.20 0.14 0.09 0.55 -0.54 1.00 lrg8 -0.18 0.10 -0.11 -0.06 -0.11 -0.14 -0.11 -0.03 0.38 0.14 0.19 0.49 -0.52 0.29 1.00 lrg0 0.18 -0.04 0.10 0.06 0.11 0.15 0.12 0.07 -0.39 -0.16 -0.19 -0.61 0.63 -0.62 -0.93 1.00 sgi -0.04 0.27 -0.15 0.04 -0.05 -0.04 0.01 -0.02 0.22 -0.45 0.01 -0.14 0.14 0.02 -0.04 0.02 1.00

Page 128: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

116

Lampiran 8 Hasil analisa regresi berganda Regression Summary for Dependent Variable: IPD (Spreadsheet38) R = .73574894 R² = .54132651 Adjusted R² = .53024744 F(10,414)=48.860 p<0.0000 Std.Error of estimate: 12.482

Beta Std.Err. B Std.Err. t(414) p-level of Beta of B Intercept 29.203 0.605 48.230 0.000 F1 0.140 0.033 2.546 0.606 4.199 0.000 F2 0.385 0.033 7.017 0.606 11.575 0.000 F3 0.358 0.033 6.514 0.606 10.746 0.000 F4 0.294 0.033 5.347 0.606 8.821 0.000 F5 0.284 0.033 5.167 0.606 8.523 0.000 F6 0.236 0.033 4.297 0.606 7.089 0.000 F7 0.115 0.033 2.090 0.606 3.448 0.001 F8 -0.063 0.033 -1.139 0.606 -1.879 0.061 F9 -0.042 0.033 -0.757 0.606 -1.249 0.212 F10 -0.065 0.033 -1.188 0.606 -1.959 0.051

Page 129: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

117

Lampiran 9 Hasil analisa klaster No Desa Kecamatan Klaster

1 Babakan Madang Babakan Madang 1 2 Bojong Baru Bojonggede 1 3 Bojong Gede Bojonggede 1 4 Cimanggis Bojonggede 1 5 Kedung Waringin Bojonggede 1 6 Pabuaran Bojonggede 1 7 Ragajaya Bojonggede 1 8 Waringin Jaya Bojonggede 1 9 Caringin Caringin 1

10 Ciherang Pondok Caringin 1 11 Cariu Cariu 1 12 Bojong Rangkas Ciampea 1 13 Banjar Sari Ciawi 1 14 Banjar Wangi Ciawi 1 15 Banjar Waru Ciawi 1 16 Bendungan Ciawi 1 17 Bitung Sari Ciawi 1 18 Ciawi Ciawi 1 19 anggewer Mekar Cibinong 1 20 Cibinong Cibinong 1 21 Ciriung Cibinong 1 22 Girimekar Cibinong 1 23 Harapan Jaya Cibinong 1 24 Karadenan Cibinong 1 25 Pabuaran Cibinong 1 26 Parakan Sari Cibinong 1 27 Pondok Rajeg Cibinong 1 28 Sukahati Cibinong 1 29 Sukahati 1 Cibinong 1 30 Bunar Cigudeg 1 31 Ciburuy Cijeruk 1 32 Cigombong Cijeruk 1 33 Watesjaya Cijeruk 1 34 Cileungsi Cileungsi 1 35 Cileungsi Kidul Cileungsi 1 36 Cipeucang Cileungsi 1 37 Limus Nunggal Cileungsi 1 38 Ciomas Rahayu Ciomas 1 39 Laladon Ciomas 1 40 Cisarua Cisarua 1 41 Leuwimalang Cisarua 1 42 Parigi Mekar Ciseeng 1 43 Citeureup Citeureup 1 44 Gunung Sari Citeureup 1 45 Karangasem Barat Citeureup 1

Page 130: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

118

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 46 Karangasem Timur Citeureup 1 47 Puspanegara Citeureup 1 48 Puspasari Citeureup 1 49 Tarikolot Citeureup 1 50 Babakan Dramaga 1 51 Bojong Kulur Gunung Putri 1 52 Bojong Nangka Gunung Putri 1 53 Gunung Putri Gunung Putri 1 54 Nagrak Gunung Putri 1 55 Tlajung Udik Gunung Putri 1 56 Wanaherang Gunung Putri 1 57 Cibadung Gunung Sindur 1 58 Curug Gunung Sindur 1 59 Gunung Sindur Gunung Sindur 1 60 Pamagersari Jasinga 1 61 Setu Jasinga 1 62 Jonggol Jonggol 1 63 Sukamaju Jonggol 1 64 Atang Senjaya Kemang 1 65 Jampang Kemang 1 66 Kemang Kemang 1 67 Parakan Jaya Kemang 1 68 Pondok Udik Kemang 1 69 Kembang Kuning Klapanunggal 1 70 Cibeber 1 Leuwiliang 1 71 Leuwiliang Leuwiliang 1 72 Leuwingmekar Leuwiliang 1 73 Cipayung Datar Megamendung 1 74 Cipayung Girang Megamendung 1 75 Bojong Indah Parung 1 76 Pamagar Sari Parung 1 77 Parung Parung 1 78 Waru Parung 1 79 Warujaya Parung 1 80 Jagabaya Parungpanjang 1 81 Parung Pajang Parungpanjang 1 82 Rumpin Rumpin 1 83 Cijujung Sukaraja 1 84 Cimandala Sukaraja 1 85 Sirnagalih Tamansari 1 86 Tenjo Tenjo 1 87 Cipambuan Babakan Madang 2 88 Citaringgul Babakan Madang 2 89 Kadumangu Babakan Madang 2 90 Sentul Babakan Madang 2

Page 131: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

119

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 91 Sumur Batu Babakan Madang 2 92 Citayam Bojonggede 2 93 Kalisuren Bojonggede 2 94 Nanggerang Bojonggede 2 95 Rawa Panjang Bojonggede 2 96 Sasak Panjang Bojonggede 2 97 Sukamajaya Bojonggede 2 98 Susukan Bojonggede 2 99 Tajurhalang Bojonggede 2

100 Tonj ng Bojonggede 2 101 Ciderum Caringin 2 102 Cimande Caringin 2 103 Cimande Hilir Caringin 2 104 Lemah Duwur Caringin 2 105 Muarajaya Caringin 2 106 Pancawati Caringin 2 107 Pasir Buncit Caringin 2 108 Pasir Muncang Caringin 2 109 Babakan Rade Cariu 2 110 Bantarkuning Cariu 2 111 Cibatu Tiga Cariu 2 112 Karyamekar Cariu 2 113 Kuta Mekar Cariu 2 114 Mekarwangi Cariu 2 115 Pasir Tanjung Cariu 2 116 Sukajadi Cariu 2 117 Tanjungrasa Cariu 2 118 Tegal Panjang Cariu 2 119 Benteng Ciampea 2 120 Bojong Jengkol Ciampea 2 121 Ciampea Ciampea 2 122 Ciampea Udik Ciampea 2 123 Cibadak Ciampea 2 124 Cibanteng Ciampea 2 125 Cibitung Tengah Ciampea 2 126 Cibuntu Ciampea 2 127 Cihideung Hilir Ciampea 2 128 Cihideung Udik Ciampea 2 129 Cinangka Ciampea 2 130 Cinangneng Ciampea 2 131 Sicadas Ciampea 2 132 Situ Daun Ciampea 2 133 Tapos 2 Ciampea 2 134 Tegal Waru Ciampea 2 135 Cileungsi Ciawi 2

Page 132: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

120

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 136 Jambu Luwuk Ciawi 2 137 Pandansari Ciawi 2 138 Teluk Pinang Ciawi 2 139 Nanggewer Cibinong 2 140 Cemplang Cibungbulang 2 141 Ciaruten Ilir Cibungbulang 2 142 Ciaruten Udik Cibungbulang 2 143 Cibatok 1 Cibungbulang 2 144 Cibatok 2 Cibungbulang 2 145 Cijujung Cibungbulang 2 146 Cimangu 1 Cibungbulang 2 147 Cimangu 2 Cibungbulang 2 148 Dukuh Cibungbulang 2 149 Galuga Cibungbulang 2 150 Girimulya Cibungbulang 2 151 Leuweung Kolot Cibungbulang 2 152 Situ Ilir Cibungbulang 2 153 Situ Udik Cibungbulang 2 154 Sukamaju Cibungbulang 2 155 Sukaraksa Cigudeg 2 156 Ciadeg Cijeruk 2 157 Cibalung Cijeruk 2 158 Cipicung Cijeruk 2 159 Cisalada Cijeruk 2 160 Palasari Cijeruk 2 161 Sorogol Cijeruk 2 162 Sukaharja Cijeruk 2 163 Warung Menteng Cijeruk 2 164 Cipejo Cileungsi 2 165 Dayeuh Cileungsi 2 166 Gandoang Cileungsi 2 167 Jatisari Cileungsi 2 168 Mampir Cileungsi 2 169 Mekarsari Cileungsi 2 170 Pasir Angin Cileungsi 2 171 Setu Sari Cileungsi 2 172 Ciapus Ciomas 2 173 Ciomas Ciomas 2 174 Kota Baru Ciomas 2 175 Mekarjaya Ciomas 2 176 Padasuka Ciomas 2 177 Pagelaran Ciomas 2 178 Parakan Ciomas 2 179 Sukaharja Ciomas 2 180 Sukamakmur Ciomas 2

Page 133: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

121

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 181 Kopo Cisarua 2 182 Babakan Ciseeng 2 183 Cibentang Ciseeng 2 184 Cibeuteung Muara Ciseeng 2 185 Cibeuteung Udik Ciseeng 2 186 Cihowe Ciseeng 2 187 Ciseeng Ciseeng 2 188 Karihkil Ciseeng 2 189 Kuripan Ciseeng 2 190 Putatnutug Ciseeng 2 191 Leuwinutug Citeureup 2 192 Pasir Mukti Citeureup 2 193 Sanja Citeureup 2 194 Tajur Citeureup 2 195 Ciherang Dramaga 2 196 Cikarawang Dramaga 2 197 Dramaga Dramaga 2 198 Neglasari Dramaga 2 199 Petir Dramaga 2 200 Purwasari Dramaga 2 201 Sinar Sari Dramaga 2 202 Sukadamai Dramaga 2 203 Sukawening Dramaga 2 204 Ciangsana Gunung Putri 2 205 Cicadas Gunung Putri 2 206 Cikeas Udik Gunung Putri 2 207 Karanggan Gunung Putri 2 208 Cibinong Gunung Sindur 2 209 Cidokom Gunung Sindur 2 210 jampang Gunung Sindur 2 211 Pabuaran Gunung Sindur 2 212 Padurenan Gunung Sindur 2 213 Pengasinan Gunung Sindur 2 214 Rawakalong Gunung Sindur 2 215 Bagoang Jasinga 2 216 Barengkok Jasinga 2 217 Cikopomayak Jasinga 2 218 Curug Jasinga 2 219 Jasinga Jasinga 2 220 Kalongsawah Jasinga 2 221 Koleang Jasinga 2 222 Neglasari Jasinga 2 223 Pangaur Jasinga 2 224 Pangradin Jasinga 2 225 Sipak Jasinga 2

Page 134: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

122

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 226 Tegal Wangi Jasinga 2 227 Balaikambang Jonggol 2 228 Bendungan Jonggol 2 229 Singajaya Jonggol 2 230 Singasari Jonggol 2 231 Sirnagalih Jonggol 2 232 Sukamanah Jonggol 2 233 Sukasirna Jonggol 2 234 Weninggalih Jonggol 2 235 Bojong Kemang 2 236 Pabuaran Kemang 2 237 Semplak Barat Kemang 2 238 Tegal Kemang 2 239 Bantar Jati Klapanunggal 2 240 Lulut Klapanunggal 2 241 Nambo Klapanunggal 2 242 Babakan Sadeng Leuwiliang 2 243 Barengkok Leuwiliang 2 244 Cibeber 2 Leuwiliang 2 245 Kalong 1 Leuwiliang 2 246 Karacak Leuwiliang 2 247 Karehkel Leuwiliang 2 248 Karyasari Leuwiliang 2 249 Leuwisadeng Leuwiliang 2 250 Purasari Leuwiliang 2 251 Puraseda Leuwiliang 2 252 Sadeng Leuwiliang 2 253 Sadengkolot Leuwiliang 2 254 Sibanteng Leuwiliang 2 255 Gadog Megamendung 2 256 Sukakarya Megamendung 2 257 Sukamahi Megamendung 2 258 Sukamaju Megamendung 2 259 Sukamanah Megamendung 2 260 Curug Bitung Nanggung 2 261 Kalong Liud Nanggung 2 262 Parakan Muncang Nanggung 2 263 Cibening Pamijahan 2 264 Cibitung Kulon Pamijahan 2 265 Cibitung Wetan Pamijahan 2 266 Cimayang Pamijahan 2 267 Gunung Menyan Pamijahan 2 268 Gunung Picung Pamijahan 2 269 Pamijahan Pamijahan 2

Page 135: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

123

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 270 Pasarean Pamijahan 2 271 Bojong Sempu Parung 2 272 Cogreg Parung 2 273 Iwul Parung 2 274 Jambon Mekar Parung 2 275 Cikunar Parungpanjang 2 276 Cikupa Parungpanjang 2 277 Dago Parungpanjang 2 278 Gintung Cilejet Parungpanjang 2 279 Gorowong Parungpanjang 2 280 Jagakita Parungpanjang 2 281 Kabasiran Parungpanjang 2 282 Lumpang Parungpanjang 2 283 Pingku Parungpanjang 2 284 Bantar Jaya Rancabungur 2 285 Bantar Sari Rancabungur 2 286 Candali Rancabungur 2 287 Mekarsari Rancabungur 2 288 Pasir Gaok Rancabungur 2 289 Ranca Bungur Rancabungur 2 290 Cibodas Rumpin 2 291 Cidokom Rumpin 2 292 Cipinang Rumpin 2 293 Kampung Sawah Rumpin 2 294 Kerta Jaya Rumpin 2 295 Mekar Sari Rumpin 2 296 Rabak Rumpin 2 297 Sukamulya Rumpin 2 298 Sukasari Rumpin 2 299 Taman Sari Rumpin 2 300 Kiara Pandak Sukajaya 2 301 Sukajaya Sukajaya 2 302 Pabuaran Sukamakmur 2 303 Cadas Ngampar Sukaraja 2 304 Cibenon Sukaraja 2 305 Cikeas Sukaraja 2 306 Cilebut Barat Sukaraja 2 307 Cilebut Timur Sukaraja 2 308 Gunung Geulis Sukaraja 2 309 Nagrak Sukaraja 2 310 Pasir Jambu Sukaraja 2 311 Pasir Laya Sukaraja 2 312 Sukaraja Sukaraja 2 313 Sukatani Sukaraja 2 314 Pasir Eurih Tamansari 2 315 Suka Luyu Tamansari 2

Page 136: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

124

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 316 Sukajadi Tamansari 2 317 Sukajaya Tamansari 2 318 Sukamantri Tamansari 2 319 Sukaresmi Tamansari 2 320 Batok Tenjo 2 321 Bojong Tenjo 2 322 Cilaku Tenjo 2 323 Ciomas Tenjo 2 324 Singabangsa Tenjo 2 325 Singabraja Tenjo 2 326 Bojong Koneng Babakan Madang 3 327 Cijayanti Babakan Madang 3 328 Karang Tengah Babakan Madang 3 329 Cinagara Caringin 3 330 Tangkil Caringin 3 331 Antajaya Cariu 3 332 Buanajaya Cariu 3 333 Cibadak Cariu 3 334 Cikutamahi Cariu 3 335 Selawangi Cariu 3 336 Sirnarasa Cariu 3 337 Sirnasari Cariu 3 338 Sukarasa Cariu 3 339 Tanjung Sari Cariu 3 340 Gunung Malang Ciampea 3 341 Tapos 1 Ciampea 3 342 Bojong Murni Ciawi 3 343 Cibedug Ciawi 3 344 Citapen Ciawi 3 345 Argapura Cigudeg 3 346 Bangunjaya Cigudeg 3 347 Banyu Asih Cigudeg 3 348 Banyu Resmi Cigudeg 3 349 Banyu Wangi Cigudeg 3 350 Batu Jajar Cigudeg 3 351 Cigudeg Cigudeg 3 352 Cintamanik Cigudeg 3 353 Mekarjaya Cigudeg 3 354 Renggasjajar Cigudeg 3 355 Suka Maju Cigudeg 3 356 Tegalega Cigudeg 3 357 Wargajaya Cigudeg 3 358 Ciburayut Cijeruk 3 359 Cijeruk Cijeruk 3 360 Cipelang Cijeruk 3

Page 137: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

125

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 361 Pasir Jaya Cijeruk 3 362 Tajur Malang Cijeruk 3 363 Tanjung Sari Cijeruk 3 364 Tugujaya Cijeruk 3 365 Batulayang Cisarua 3 366 Cibeureum Cisarua 3 367 Cilember Cisarua 3 368 Citeko Cisarua 3 369 Jogjogan Cisarua 3 370 Tugu Selatan Cisarua 3 371 Tugu Utara Cisarua 3 372 Hambalang Citeureup 3 373 Sukahati Citeureup 3 374 Tangkil Citeureup 3 375 Jugala Jaya Jasinga 3 376 Cibodas Jonggol 3 377 Sukajaya Jonggol 3 378 Sukanegara Jonggol 3 379 Bojong Klapanunggal 3 380 Cikahuripan Klapanunggal 3 381 Kelapa Nunggal Klapanunggal 3 382 Leuwikaret Klapanunggal 3 383 Ligar Mukti Klapanunggal 3 384 Kalong 2 Leuwiliang 3 385 Pabangbong Leuwiliang 3 386 Wangunjaya Leuwiliang 3 387 Kuta Megamendung 3 388 Megamendung Megamendung 3 389 Suka Galih Megamendung 3 390 Sukaresmi Megamendung 3 391 Bantar Karet Nanggung 3 392 Cisarua Nanggung 3 393 Hambaro Nanggung 3 394 Malasari Nanggung 3 395 Nanggung Nanggung 3 396 Pangkal Jaya Nanggung 3 397 Sukaluyu Nanggung 3 398 Ciasih Pamijahan 3 399 Ciasmara Pamijahan 3 400 Cibunian Pamijahan 3 401 Gunung Bunder 1 Pamijahan 3 402 Gunung Bunder 2 Pamijahan 3 403 Gunungsari Pamijahan 3 404 Purwabakti Pamijahan 3 405 Gombang Rumpin 3

Page 138: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

126

Lampiran 9 Lanjutan

No Desa Kecamatan Klaster 406 Leuwibatu Rumpin 3 407 Cileuksa Sukajaya 3 408 Cisarua Sukajaya 3 409 Harkatjaya Sukajaya 3 410 Kiarasari Sukajaya 3 411 Pasir Madang Sukajaya 3 412 Sipayung Sukajaya 3 413 Sukamulih/Sukamulya Sukajaya 3 414 Cibadak Sukamakmur 3 415 Sirnajaya Sukamakmur 3 416 Sukadamai Sukamakmur 3 417 Sukaharja Sukamakmur 3 418 Sukamakmur Sukamakmur 3 419 Sukamulya Sukamakmur 3 420 Sukaresmi Sukamakmur 3 421 Sukawangi Sukamakmur 3 422 Wargajaya Sukamakmur 3 423 Taman Sari Tamansari 3 424 Babakan Tenjo 3 425 Tapos Tenjo 3

Page 139: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

127

Lampiran 10 Desa-desa Hasil overlay klaster 3 dengan hirarki III

NO DESA KECAMATAN 1 Malasari Nanggung 2 Bantar Karet Nanggung 3 Cisarua Nanggung 4 Pangkal Jaya Nanggung 5 Hambaro Nanggung 6 Sukaluyu Nanggung 7 Pabangbong Leuwiliang 8 Wangunjaya Leuwiliang 9 Kalong 2 Leuwiliang 10 Cibunian Pamijahan 11 Purwabakti Pamijahan 12 Ciasih Pamijahan 13 Gunung Bunder 2 Pamijahan 14 Gunung Bunder 1 Pamijahan 15 Tapos 1 Ciampea 16 Cisarua Sukajaya 17 Kiarasari Sukajaya 18 Harkatjaya Sukajaya 19 Sipayung Sukajaya 20 Sukamulih/Sukamulya Sukajaya 21 Suka Maju Cigudeg 22 Banyu Resmi Cigudeg 23 Banyu Wangi Cigudeg 24 Wargajaya Cigudeg 25 Cintamanik Cigudeg 26 Mekarjaya Cigudeg 27 Banyu Asih Cigudeg 28 Tegalega Cigudeg 29 Batu Jajar Cigudeg 30 Bangunjaya Cigudeg 31 Cileuksa Sukajaya 32 Pasir Madang Sukajaya 33 Jugala Jaya Jasinga 34 Tapos Tenjo 35 Pasir Jaya Cijeruk 36 Ciburayut Cijeruk 37 Cijeruk Cijeruk 38 Tanjung Sari Cijeruk 39 Tajur Malang Cijeruk 40 Tangkil Caringin 41 Cibedug Ciawi 42 Bojong Murni Ciawi 43 Batulayang Cisarua 44 Sukaresmi Megamendung 45 Suka Galih Megamendung

Page 140: ANALISIS SPASIAL KABUPATEN BOGOR DALAM KAITANNYA … · sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

128

Lampiran 10 Lanjutan

NO DESA KECAMATAN 46 Kuta Megamendung 47 Bojong Koneng Babakan Madang 48 Karang Tengah Babakan Madang 49 Tangkil Citeureup 50 Cibadak Cariu 51 Tanjung Sari Cariu 52 Sirnasari Cariu 53 Sirnarasa Cariu 54 Buanajaya Cariu 55 Antajaya Cariu 56 Sukarasa Cariu 57 Cikutamahi Cariu 58 Cibadak Sukamakmur 59 Sukamulya Sukamakmur 60 Sirnajaya Sukamakmur 61 Wargajaya Sukamakmur 62 Sukawangi Sukamakmur 63 Sukaharja Sukamakmur 64 Sukaresmi Sukamakmur 65 Sukanegara Jonggol 66 Sukajaya Jonggol 67 Cibodas Jonggol 68 Leuwikaret Klapanunggal 69 Cikahuripan Klapanunggal 70 Ligar Mukti Klapanunggal