analisis bandingan bb-bi

34
Abstrak 1. Pendahuluan Masyarakat aneka bahasa atau masyarakat multilingual (multilingual society) adalah masyarakat yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat demikian terjadi karena beberapa etnik ikut membentuk masyarakat, sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai masyarakat majemuk (plural society) (Sumarsono, 2008:76). Kebanyakan bangsa di dunia memiliki lebih dari satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa ibu dalam wilayah yang dihuni bangsa itu. Kita lebih mudah mencari negara yang memiliki banyak bahasa daripada negara yang ekabahasa (monolingual nation), dan sulit mencari negara yang benar-benar ekabahasa. Indonesia merupakan salah satu contoh bangsa yang multilingual. Bahkan bangsa Indonesia mempunyai lebih dari 500 bahasa. Khaler tahun 1956 memperkirakan bahasa- bahasa di Indonesia berjumlah 250 bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud tahun 1971 memperkirakan 418, dan informasi dari SLI (Summer Institute of Linguistics) sekitar 584 bahasa dan kurang lebih 240 bahasa terdapat di Irian Barat (Parera, 1991:128). Salah satu bahasa yang ada di Indonesia adalah bahasa Bali yang digunakan sebagai bahasa Ibu pada mayoritas penduduk Bali (belakangan ini ada kecenderungan masyarakat Bali, terutama yang tinggal di perkotaan menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa kedua). Bahasa

Upload: maz-vicarious

Post on 24-Jul-2015

188 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Bandingan BB-BI

Abstrak

1. Pendahuluan

Masyarakat aneka bahasa atau masyarakat multilingual (multilingual society)

adalah masyarakat yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat demikian terjadi

karena beberapa etnik ikut membentuk masyarakat, sehingga dari segi etnik bisa

dikatakan sebagai masyarakat majemuk (plural society) (Sumarsono, 2008:76).

Kebanyakan bangsa di dunia memiliki lebih dari satu bahasa yang digunakan sebagai

bahasa ibu dalam wilayah yang dihuni bangsa itu. Kita lebih mudah mencari negara

yang memiliki banyak bahasa daripada negara yang ekabahasa (monolingual nation),

dan sulit mencari negara yang benar-benar ekabahasa. Indonesia merupakan salah satu

contoh bangsa yang multilingual. Bahkan bangsa Indonesia mempunyai lebih dari 500

bahasa. Khaler tahun 1956 memperkirakan bahasa-bahasa di Indonesia berjumlah 250

bahasa, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud tahun 1971

memperkirakan 418, dan informasi dari SLI (Summer Institute of Linguistics) sekitar

584 bahasa dan kurang lebih 240 bahasa terdapat di Irian Barat (Parera, 1991:128).

Salah satu bahasa yang ada di Indonesia adalah bahasa Bali yang digunakan

sebagai bahasa Ibu pada mayoritas penduduk Bali (belakangan ini ada kecenderungan

masyarakat Bali, terutama yang tinggal di perkotaan menggunakan bahasa Bali

sebagai bahasa kedua). Bahasa Bali sebagai bahasa daerah hidup dan berkembang

berdampingan dengan bahasa Jawa yang dibawa migrasi oleh orang-orang Jawa yang

mencari peruntungan di daerah Bali dan berdampingan pula dengan bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional. Terdapat pula bahasa-bahasa daerah lain yang dibawa oleh

para pendatang. Bahkan bahasa Bali juga berdapingan dengan bahasa Inggris sebagai

bahasa internasional mengingat Bali adalah tujuan wisata dunia.

Bahasa Bali termasuk ke dalam rumpun bahasa Austonesia, tepatnya termasuk

dalam subrumput Austronesia Barat, kelompok Austronesia Barat Daya (Parera,

1991:128). Secara total jumlah penutur bahasa Austronesia adalah 300 juta jiwa. Dari

jumlah tersebut, penutur bahasa Bali berjumlah 4 juta jiwa (data statistik Mei 2011

dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Austronesia.htm). Dengan jumlah

tersebut, bahasa Bali tergolong ke dalam bahasa dengan jumlah penutur besar. Hal ini

Page 2: Analisis Bandingan BB-BI

tentunya tidak terlepas dari pengaruh digunakannya bahasa Bali dalam tuturan

keseharian, kesenian, dan kesusastraan Bali.

Dalam dunia pendidikan, bahasa Bali menghiasi pembelajaran di tingkat

sekolah dasar pada kelas-kelas rendah sebagai bahasa pengantar. Setelah siswa

dipandang siap menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia (biasanya kelas 3)

barulah pembelajaran akan menggunakan bahasa Indonesia secara penuh. Bahasa

Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah perlu dikuasai dengan baik oleh siswa.

Terganggunya kondisi tersebut akan menghambat penyerapan materi pelajaran di

sekolah. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Indonesia menjadi kunci utama

keberhasilan pembelajaran. Persoalannya, oleh karena bahasa Indonesia harus

diajarkan dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia, siswa yang bahasa pertamanya

(B1) bahasa daerah harus belajar dua kali, pertama memahami bahasa pengantarnya

dan kedua belajar bahasanya (B2). Hal itu menyulitkan siswa, terutama siswa di

daerah pinggiran dan pedalaman yang belum menguasai bahasa Indonesia (B2)

(Suhardi dan Suyata, 2010:228).

Pengajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD)

merupakan salah satu wujud pengajaran bahasa kedua. Masalah kesulitan dan

kesalahan siswa dalam berbahasa Indonesia adalah hal yang sering dihadapi oleh guru

di kelas. Siswa pada umumnya menghadapi kesulitan dan kesalahan itu akibat siswa

menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam bahasa pertama (B1). Tidak sedikit

unsur-unsur bahasa pertama yang digunakan oleh siswa dalam pemerolehan dan

pembelajaran bahasa kedua mengakibatkan kesulitan dan kesalahan berbahasa.

Menurut Indihadi (th.-:1) banyak solusi yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi

kesulitan yang muncul. Salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan

siswa akibat pengaruh unsur-unsur kebahasaan itu adalah analisis kontrastif. Oleh

karena itu, analisis kontrastif dapat dijadikan solusi alternatif dalam pengajaran bahasa

kedua. Dengan melakukan analisis kontrastif, guru dapat mengetahui kesulitan dan

kesalahan siswa dalam berbahasa. Berdasarkan pendapat tersebut, tepatlah jika

dilakuan studi analisis kontrastif antarbahasa Bali dan bahasa Indonesia untuk

mengatasi kesulitan yang ada dalam pembelajaran.

Analisis kontrastif tentunya akan menjembatani kesulitan-kesulitan yang

muncul dari peristiwa alih bahasa yang terjadi dalam pembelajaran. Analisis kontrastif

Page 3: Analisis Bandingan BB-BI

dapat memberikan gambaran kepada guru/pengajar untuk menentukan metode yang

tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan

Subana dan Suyata (2010:228) bahwa dengan analisis kontrastif, ciri kebahasaan

antarbahasa yang dibandingkan dapat diketahui, dan hal itu akan memudahkan guru

dalam mengajarkan bahasa kedua (B2) bagi siswanya.

Melihat begitu bermanfaatnya analisis kontrastif sebagai jembatan dalam

pembelajaran bahasa, makalah ini mencoba mengangkat permasalahan mengenai

analisis kontrastif bahasa Bali dengan bahasa Indonesia ditinjau dari segi fonologi.

Analisis bidang fonologi dapat dilakukan pada tataran: fonem, diftong, kluster dan

pemenggalan kata.

2. Landasan Teori

2.1 Pengertian Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan.

Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan

atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing.

Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan

sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi

sekaligus untuk membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari

kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua

atau bahasa asing. Dalam buku “Linguistic Across Cultures”, Lado (1975)

mengatakan bahwa on the assumption that we can predict and describe the pattern

that will cause difficulty in learning, and those that will not cause difficulty, by

comparing systematically the language and culture to be learned with the native

language and culture of the student.

Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara

membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data

bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, hasilnya

akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari

kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan faktor budaya,

baik budaya bahasa maupun budaya siswa. Hasil dari pembahasan tersebut akan

diperoleh gambaran kesulitan dan kemudahan siswa dalam belajar suatu bahasa.

Page 4: Analisis Bandingan BB-BI

Analisis kontrastif menurut Brown (1980); Ellis (1986), ada empat langkah yang harus

dilakukan. Keempat langkah itu adalah:

(1) mendeskripsikan sistem atau unsur-unsur bahasa pertama (B1) dan bahasa

kedua (B2);

(2) menyeleksi sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) yang akan

dibandingkan atau dianalisis;

(3) mengontraskan sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) dengan cara

memetakan unsur-unsur dari kedua bahasa yang dianalisis;

(4) memprediksikan sistem atau unsur-unsur bahasa (B1 dan B2) untuk keperluan

pengajaran bahasa di sekolah.

Analisis kontrastif menurut Tarigan (1997), adalah suatu prosedur kerja yang

memiliki empat langkah, yakni: (1) memperbandingkan B1 dengan B2, (2)

memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa, (3)

menyusun atau merumuskan bahan yang akan diajarkan, dan (4) memilih cara (teknik)

untuk menyajikan pengajaran bahasa kedua. Dengan analisis kontrastif, diharapkan

pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA) menjadi lebih baik.

Jadi, analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan

untuk keperluan pengajaran bahasa kedua, terutama untuk mengatasi kesulitan dan

kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.

2.2 Kedudukan Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan

pengajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing (BA). Pandangan (pendekatan) kaum

behavioris sejak tahun 1930–an sudah digunakan dalam kajian kebahasaan, seperti

yang dikerjakan oleh Bloomfield. Salah satu temuannya yang didasarkan pada

psikologi behavioris adalah bahasa memungkinkan seseorang membuat jawaban (R =

respons) apabila orang lain memberikan atau memiliki rangsangan (S = stimulus).

Skinner pada tahun 1957 mengembangkan pandangan psikologi behavioris itu pada

kajian tentang model behavioristik tingkah laku kebahasaan. Teori kebahasaan yang

dikemukakan oleh Skinner didasari oleh hasil percobaan terhadap perilaku tikus. Teori

itu dikenal dengan istilah “Skinner’s Boxes”. Skinner juga mengembangkan tentang

Page 5: Analisis Bandingan BB-BI

pemerolehan bahasa atau pembelajaran bahasa yang didasari oleh “Operant

Conditioning” (Dahar, 1988). Bagi Skinner pembelajaran dari suatu kebiasaan dapat

dilakukan melalui proses peniruan atau melalui penguatan. Oleh karena itu, analisis

kontrastif dapat digunakan untuk memperhitungkan atau memprediksi perilaku

pembelajar bahasa dan bahasa sasaran (bahasa yang dipelajari) yang harus dikuasai

atau dilatihkan dalam pembelajar bahasa. Jadi, analisis kontrastif dapat didudukkan

sebagai analisis atau kajian perilaku bahasa dan unsur-unsur bahasa untuk dijadikan

area isi dalam pembelajaran bahasa kedua. Dengan demikian analisis kontrastif dapat

mendukung pembelajaran bahasa yang berlandaskan tumpukan pada teori belajar

aliran psikologi behavioris.

Dalam pandangan pengajaran bahasa behavioris digunakan prinsip-prinsip

sebagai berikut: 1) bahasa adalah ujaran, bukan tulisan, 2) bahasa adalah serangkaian

kebiasaan, 3) bahasa adalah apa-apa yang dikatakan atau diujarkan oleh para penutur

(native speaker) bukan apa-apa yang oleh seseorang seharusnya dikatakan demikian

atau dituturkan seperti itu, dan 4) tidak ada bahasa yang persis sama dengan bahasa

yang lain.

Ajarkan bahasanya bukan tentang bahasanya.

Dalam pengajaran bahasa kedua (B2) ataupun pengajaran bahasa asing (BA),

ada masalah yang harus disolusikan, antara lain: “bagaimana” cara memperbaiki

pengajaran dihubungkan dengan masalah yang dihadapi oleh siswa? Masalah yang

sering dihadapi oleh siswa dalam belajar bahasa itu antara lain: (1) kesulitan

mempelajari bahasa kedua (B2) dan (2) kesalahan berbahasa. Analisis kontrastif dapat

digunakan sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengatasi masalah pengajaran

bahasa kedua tersebut, yakni pengajaran bahasa yang bertolak dari pandangan

behavioris.

Pengaruh pandangan behavioris dan pandangan mentalis masih cukup kuat

mewarnai pengajaran bahasa saat ini. Akibatnya, pengajaran bahasa kedua senantiasa

mempertimbangkan faktor eksternal dan faktor internal yang berpengaruh pada proses

pemerolehan bahasa kedua. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dalam

diri pembelajar (siswa), seperti: kognitif, inteligensi, sikap, motivasi, jenis kelamin

dan usia. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar diri pembelajar,

seperti: lingkungan (apakah bahasa yang dipelajari itu berada pada lingkungan bahasa

Page 6: Analisis Bandingan BB-BI

pertama atau di lingkungan bahasa kedua) dan keadaan linguistik bahasa pertama (B1)

dan linguistik bahasa kedua (B2). Dalam pandangan behavioris, diyakini bahwa

pemerolehan bahasa merupakan serangkaian proses stimulus–respons–penguatan

(pengulangan)–dan ganjaran. Adapun pandangan mentalis, meyakini bahwa

pemerolehan bahasa akibat adanya aktivitas mental (berpikir) dan manusia pada

dasarnya sudah dibekali kemampuan untuk menggunakan perangkat pemerolehan

bahasa (LAD =Language Acquisition Device). Analisis kontrastif tidak dapat

menjangkau pandangan mentalis, karena analisis kontrastif tidak dapat menjelaskan

bahasa yang ada dalam wilayah mental, sebagai aktivitas berpikir pada diri

pembelajar.

Analisis kontrastif tidak sejalan dengan pandangan pengajaran bahasa

rasionalis atau mentalis, namun tepat bagi pandangan pengajaran bahasa behavioris

(empiris atau mekanistis). Oleh karena itu, analisis kontrastif bukan berlandaskan pada

filsafat dan psikologi aliran behavioris dan aliran kebahasaan (linguistik) struktural.

Pandangan aliran tersebut mengkaji unsur kejiwaan manusia berdasarkan

fakta-fakta yang dapat diamati, bukan unsur kejiwaan manusia yang tidak dapat

diamati secara langsung. Menurut pandangan kaum behavioris, unsur dalam (batin)

merupakan unsur kejiwaan yang tidak dapat diamati secara langsung. Unsur kejiwaan

(batin/mental) itu hanya dapat diamati apabila itu memiliki fakta atau data muncul di

permukaan akibat adanya rangsangan (R) tertentu (Pavlov dan Witson, Bower dan

Hilgard, 1981; Nurhadi, 1990; Sugianto, 1990 dalam Indihadi, th.-:6). Dengan

demikian, analisis kontrastif selalu dihubungkan dengan kegiatan atau perilaku bahasa

yang bersifat pragmatis (ada data bahasannya). Lado mempercayai bahwa hasil dari

kajian (analisis) kontrastif itu dapat digunakan untuk memprediksi atau meramalkan

kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua atau bahasa

asing. Itulah kedudukan utama analisis kontrastif sehingga dapat terus dipertahankan

sampai saat ini.

2.3 Tujuan Analisis kontrastif

Tujuan analisis kontrastif ini dilihat dari koteks pengajaran bahasa kedua.

Dalam hal ini adalah pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Tujuan utama

analisis kontrastif adalah mengatasi (solusi) masalah yang dihadapi oleh guru dan

Page 7: Analisis Bandingan BB-BI

dialami oleh siswa dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Masalah yang dihadapi

oleh siswa dalam belajar bahasa kedua itu antara lain: (1) siswa sering menghadapi

kesulitan dalam pemerolehan bahasa kedua, dan (2) siswa sering menghadapi

kesalahan berbahasa dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Analisis kontrastif

berusaha mendeskripsikan masalah yang dihadapi siswa tersebut. Jadi, hasil analisis

kontrastif adalah deskripsi data empiris tentang: (1) kesulitan siswa dalam

pemerolehan bahasa kedua, dan (2) kesalahan siswa dalam proses pembelajaran

berbahasa kedua. Merujuk pada pendapat Lado, deskripsi analisis kontrastif itu

ditujukan untuk memprediksi atau meramalkan kesulitan dan kemudahan siswa

(pembelajar bahasa) dalam belajar bahasa kedua.

Tujuan analisis kontrastif, selain untuk membantu siswa dalam pembelajar

bahasa, juga untuk membantu para pakar pengajaran bahasa. Kajian kebahasaan dalam

analisis kontrastif biasanya dilaksanakan oleh para pakar kebahasaan (linguistik),

sedangkan penerapannya diserahkan kepada para pakar pengajaran atau pembelajaran

bahasa. Tetapi tidak menutup kemungkinan kedua ilmu (pakar kebahasaan dan pakar

pembelajaran bahasa) itu ditangani bersama-sama, atau oleh seorang pakar yang

menguasai keduanya. Untuk itu, tujuan analisis kontrastif selain untuk membantu

pengajaran bahasa, juga untuk memperkuat kedudukan kedua ilmu itu, pendidikan

(pengajaran bahasa) dan linguistik (linguistik terapan).

Kajian hasil analisis kontrastif, khususnya pada temuan adanya perbedaan

antara bahasa pertama dengan bahasa kedua dapat digunakan untuk menentukan area

isi pembelajaran bahasa kedua. Hasil itu biasanya mendeskripsikan tentang tingkat

kesukaran dan kemudahan yang akan dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua,

sehingga itu mempermudah pakar pengajaran bahasa dalam merumuskan urutan area

isi dan proses pembelajaran bahasa kedua (Brown dalam Indihadi, th.-). Tujuan

analisis kontrastif dapat membantu dalam perumusan area isi dan proses pembelajaran

bahasa kedua.

Menurut Indihadi (th.-:31) tujuan praktis analisis kontrastif meliputi 4 (empat)

langkah, yakni: (1) mendeskripsi sistem bahasa pertama (B1) dan sistem bahasa kedua

(B2), (2) menyeleksi butir-butir kaidah dan bentukbentuk yang dapat dibandingkan

antara B1 dengan B2, (3) mengontraskan, yakni membuat peta sistem kebahasaan dari

yang umum sampai ke hal yang lebih khusus, hasilnya adalah sebuah deskripsi

Page 8: Analisis Bandingan BB-BI

(paparan) tentang perbedaan dan persamaan masing-masing unsur yang dikontraskan

dalam B1 dan B2, dan (4) melakukan prediksi, yakni membuat rumusan kesalahan

atau kesulitan berdasarkan hasil-hasil dari langkah sebelumnya, langkah 1, 2, dan 3.

Tujuan analisis kontrastif dihubungkan dengan proses belajar–mengajar

bahasa kedua, antara lain seperti dijelaskan oleh Tarigan (1997) sebagai berikut:

(1) untuk penyusunan materi (bahan) pengajaran bahasa kedua, yang dirumuskan

berdasarkan butir-butir yang berbeda antara kaidah (struktur) bahasa pertama

(B1) dan kaidah bahasa kedua (B2) yang akan dipelajari oleh siswa;

(2) untuk penyusunan pengajaran bahasa kedua yang berlandastumpukan pada

pandangan linguistik strukturalis dan psikologi behavioris;

(3) untuk penyusunan kelas pembelajaran bahasa terpadu antara bahasa pertama

(B1) siswa dengan bahasa kedua (B2) yang harus dipelajari oleh siswa;

(4) untuk penyusunan prosedur pembelajaran atau penyajian bahan pengajaran

bahasa kedua. Adapun langkah-langkahnya adalah:

a) menunjukkan persamaan dan perbedaan antara B1 siswa dengan B2 yang

akan dipelajari oleh siswa;

b) menunjukkan butir-butir dalam B1 siswa yang berpeluang mengakibatkan

kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa B2 siswa;

c) mengajukan solusi (cara-cara) mengatasi intervensi terhadap B2 yang akan

dipelajari oleh siswa;

d) menyajikan sejumlah latihan pada butir-butir yang memiliki perbedaan

antara B1 dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa.

2.4 Ruang Lingkup Analisis Konstrastif

Analisis konstrastif merupakan cara memprediksi kemungkinan terjadinya

kesulitan ataupun kemudahan pada diri pembelajaran (siswa) dalam memperoleh

bahasa kedua. Jadi, ruang lingkup analisis kontraftif adalah menemukan atau

menentukan pola-pola kesulitan dan kemudahan pada diri siswa dalam mempelajari

dan memperoleh bahasa kedua. Pola itu dapat ditemukan atau ditentukan apabila

dilakukan (1) deskripsi terhadap sistem bahasa pertama maupun sistem bahasa kedua

(2) seleksi terhadap butir-butir kaidah dan bentukbentuk yang ada dalam bahasa

pertama dan bahasa kedua, dan (3) kontras, yaitu: merumuskan pola (peta) sistem

Page 9: Analisis Bandingan BB-BI

kebahasaan dari yang umum sampai ke hal yang lebih khusus ; tentu saja hasilnya

menunjukkan perbedaan dan persamaan masing-masing unsur yang dikontraskan, dan

(4) prediksi terhadap kesulitan dan kemudahan dalam memperoleh dan mempelajari

bahasa kedua.

Analisis kontrastif, menurut Tarigan (1997) muncul sebagai jawaban atas

pertanyaan “Bagaimana cara mengajarkan bahasa kedua atau bahasa asing secara

efisien dan efektif?” Ruang lingkup analisis kontrastif adalah menemukan cara

mengajarkan bahasa kedua secara efisien dan efektif. Sebagai sebuah prosedur kerja,

analisis kontrastif dapat menjelaskan jawaban atas pertanyaan itu. Langkah-

langkahnya seperti disebutkan di atas, yakni: (1) membandingkan bahasa struktur

bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa kedua (B2) yang akan dipelajari oleh siswa

sehingga tergambar perbedaan di antara kedua bahasa itu, (2) berdasarkan perbedaan

itu diprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan dialami oleh siswa

dalam mempelajari bahasa kedua, (3) berdasarkan kesulitan belajar dan kesalahan

berbahasa tersebut disusunlah bahan ajar (bahan pengajaran) yang lebih tepat, dan (4)

bahan pengajaran tersebut disajikan dengan cara-cara tertentu yang sesuai dengan

keadaan siswa.

Dalam teori interferensi, diakui bahwa kesalahan berbahasa pada pembelajaran

bahasa kedua, antara lain diakibatkan oleh transfer negatif dari unsur-unsur bahasa

pertama (B1). Berdasarkan unsur-unsur bahasa, transfer negatif itu dimungkinkan

terjadi pada tataran: (a) fonologi, (b) morfologi, (c) sintaksis, (d) semantik maupun (e)

tataran wacana. Berdasarkan taksonomi strategi performasi, kesalahan berbahasa itu

terjadi akibat: (a) penanggalan (omission), (b) penambahan (addition), (c)

kesalahbentukan (misformation) ataupun (d) kesalahurutan (misordering) unsur-unsur

bahasa (B1) pada penggunaan unsur-unsur bahasa kedua (B2). Oleh karena itu,

analisis kontrastif akan mendeskripsikan hal tersebut. Jadi, itu pun dapat dipandang

sebagai ruang lingkup dari analisis kontrastif, yakni bagaimana unsur-unsur bahasa

pertama (B1) dapat menjadikan transfer negatif pada bahasa kedua (B2)? Hasil dari

analisis ini, selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi kesalahan dan kesulitan

siswa dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua.

Ukuran kesahan dalam bahasa Indonesia dapat didasarkan pada faktor-faktor

penentu dalam berkomunikasi dan kaidah kebahasaan. Ukuran itu dikembangkan dari

Page 10: Analisis Bandingan BB-BI

pertanyaan “Pergunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Apabila bahasa

Indonesia yang dipergunakan berada di luar ukuran itu, maka itu dipandang memiliki

kesalahan. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi antara lain (Nadar, 2009):

(1) Siapa yang berbahasa dengan siapa.

(2) Untuk tujuan apa berbahasa.

(3) Dalam situasi apa (tempat dan waktu) berbahasa.

(4) Dalam konteks apa (partisipan lain, kebudayaan, suasana) berbahasa.

(5) Dengan jalur mana (lisan atau tulisan).

(6) Dengan media apa (tatap muka, bertelepon, surat, Koran, makalah, ataupun

buku).

(7) Dalam peristiwa apa (bercakap-cakap,ceramah, upacara, laporan, pernyataan

perasaan, lamaran pekerjaan ataupun pernyataan kecewa).

Ukuran kesalahan kedua berkaitan dengan penggunaan kaidah kebahasaan

(tata bahasa) yang ada dalam bahasa Indonesia. Ukuran tersebut dapat juga dijadikan

sumber analisis kontrastif. Adapun bidang analisis kontrastif adalah sebagai berikut:

1. Analisis bidang fonologi

Analisis bidang fonologi dapat dilakukan pada tataran: fonem, diftong,

kluster dan pemenggalan kata.

2. Analisis bidang morfologi

Analisis bidang morfologi meliputi tataran: (1) morfologi kata,

(2) morfologi frase, (3) morfologi klausa, (4) sintaksis, (5) semantik, dan

(6) wacana.

2.5 Langkah-langkah Analisis Kontratif

Analisis kontrastif adalah suatu prosedur kerja yang mempunyai empat

langkah, yakni memperbandingkan B1 dan B2 memperkirakan kesulitan belajar dan

kesalahan berbahasa, menyusun bahan, dan memilih cara penyajian. Dengan

menerapkan langkah-langkah kerja analisis kontrastif tersebut diharapkan pengajaran

bahasa kedua atau bahasa asing itu akan menjadi lebih efisien dan efektif. Tarigan

(1997) menjelaskan langkah-langkah analisis kontrastif itu sebagai berikut:

Page 11: Analisis Bandingan BB-BI

Langkah Pertama, guru memperbandingkan struktur bahasa pertama dan

kedua yang akan dipelajari oleh siswa. Butir-butir yang diperbandingkan adalah setiap

tataran linguistik, misalnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik kedua bahasa.

Melalui perbandingan itu dapat diidentifikasikan perbedaan antara bahasa pertama dan

bahasa kedua. Aliran linguistik yang sering digunakan dalam memperbandingkan

bahasa pertama dan kedua tersebut adalah linguistik struktural. Kadang-kadang

digunakan juga linguistik generatif yang terkenal dengan kesemestaan linguistiknya.

Langkah Kedua, adalah memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan

berbahasa. Perkiraan ini didasarkan kepada perbedaan antara lain bahasa pertama dan

bahasa kedua yang diperoleh dari hasil perbandingan struktur kedua bahasa itu.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa itu, guru dapat memperkirakan

kesulitan belajar yang akan dialami siswa dalam mempelajari bahasa kedua.

Perbedaan struktur bahasa pertama dan kedua beserta kesulitan belajar yang

ditimbulkannya diyakini sebagai sumber dan penyebab kesalahan berbahasa yang

sering dibuat oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Kesulitan belajar bahasa

dan kesalahan berbahasa Inggris, tidak sama pada siswa yang berbahasa ibu bahasa

Indonesia dengan siswa yang berbahasa ibu bahasa Jepang. Bila dikaitkan dengan

pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, dapat dikatakan bahwa kesulitan

belajar dan kesalahan berbahasa yang dialami siswa di daerah Sunda berbeda dengan

yang dialami oleh siswa di daerah Jawa, Bali, Karo, Aceh, dan lainnya.

Langkah Ketiga, berkaitan dengan pemilihan penyusunan, pengurutan, dan

penekanan bahan pengajaran. Perbandingan struktur bahasa pertama dengan bahasa

kedua menghasilkan deskripsi perbedaan antara bahasa pertama dan kedua. Perbedaan

bahasa pertama dan kedua dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan kesulitan

belajar yang bakal dihadapi oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua . perbedaan

struktur beserta kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa ini dipakai sebagai dasar

untuk menentukan pemilihan, pengurutan, dan penekanan bahan pengajaran bahasa

kedua.

Langkah Keempat, berkaitan dengan pemilihan cara-cara penyajian bahan

pengajaran. Siswa yang mempelajari bahasa kedua sudah mempunyai kebiasaan

tertentu dalam menggunakan bahasa ibunya. Kebiasaan tersebut harus diatasi agar

tidak mengintervensi dalam penggunaan bahasa kedua. Pembentukan kebiasaan yang

Page 12: Analisis Bandingan BB-BI

sesuai dengan penggunaan bahasa kedua dilakukan dengan penyajian bahan

pengajaran bahasa kedua dengan cara-cara tertentu pula. Ada empat cara yang

dianggap sesuai untuk menumbuhkan kebiasaan dalam menggunakan bahasa kedua

itu, yakni (i) peniruan, (ii) pengulangan, (iii) latihan runtun, dan (iv) penguatan

(hadiah dan hukuman). Dengan cara-cara tersebut di atas dapat diharapkan siswa

memiliki kebiasaan berbahasa kedua yang kuat sehingga dapat mengatasi kebiasaan

dalam bahasa ibunya.

2.6 Kegunaan Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif tidak mungkin terpisah dari analisis kesalahan berbahasa.

Meskipun terdapat perbedaan namun keduanya memiliki kesamaan yakni : membahas

perihal pemerolehan dan pengajaran bahasa dan interferensi B1 pada B2 anak.

Menurut Tarigan (1997) dalam buku Analisis Kesalahan Berbahasa, transfer negatif

menyebabkan timbulnya kesalahan dan kesulitan bagi siswa dalam pemerolehan dan

pengajaran bahasa kedua. Data kesalahan dan kesulitan siswa itu perlu dianalisis oleh

guru, diklasifikasikan, dicarikan penyebabnya dan melalui analisis kontrastif

ditemukan solusinya. Hasilnya digunakan sebagai masukan (umpan balik/ feedback)

dalam penyempurnaan pengajaran bahasa. Kegunaan dari analisis kontrastif tersebut

dapat anda pelajari dalam sajian berikut.

Analisis kontrastif sebagai jawaban atas pertanyaan “Bagaimana mengajarkan

bahasa kedua atau bahasa asing efisien dan efektif?” Sebagai prosedur kerja, analisis

kontrastif mempunyai empat langkah. Langkah pertama membandingkan struktur

bahasa pertama dan struktur bahasa kedua yang akan dipelajari oleh siswa sehingga

tergambar itu diprediksi di antara kedua bahasa yang bersangkutan. Langkah kedua,

berdasarkan perbedaan itu diprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang

akan dialami oleh siswa dalam mempelajari bahasa kedua. Langkah ketiga

berdasarkan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa tersebut disusunlah bahan

pengajaran yang lebih tepat.

Langkah keempat, bahan pengajaran disajikan dengan cara-cara tertentu

seperti peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan. Langkah pertama

berkaitan dengan linguistik. Langkah kedua, dan keempat berkaitan dengan psikologi

Page 13: Analisis Bandingan BB-BI

khususnya teori belajar. Karena itu para pakar pengajaran bahasa menyatakan bahwa

analisis kontrastif mempunyai dua aspek, yakni, aspek linguistik dan aspek psikologis.

Aspek linguistik analisis kontrastif berkaitan dengan perbandingan struktur dua

bahasa untuk menemukan perbedaan-perbedaannya. Model tata bahasa yang biasa

digunakan adalah model tata bahasa struktural. Linguistik menekankan pendeskripsian

bahasa secara renik, kategori deskripsi yang berbeda, istilahnya formal, dan disusun

secara induktif.

Membandingkan dua bahasa yang serumpun atau pendekatan memang terasa

mudah. Misalnya membandingkan bahasa Belanda dengan bahasa Jerman, bahasa

Portugis dengan bahasa Spanyol, atau Sunda dengan bahasa Indonesia belum terasa

ada masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya kategori yang bersifat umum dalam dua

bahasa yang bersangkutan. Tetapi bila kita membandingkan dua bahasa yang tidak

serumpun misalnya, antara bahasa Sunda dengan bahasa Rusia, maka mulai terasa ada

masalah. Sebab di antara kedua bahasa, yakni bahasa Sunda dan bahasa Rusia, tidak

terdapat kategori yang bersifat umum (Tarigan, 1997).

Penggunaan linguistik struktural dalam mengidentifikasi perbedaan antara dua

bahasa lebih-lebih antara dua bahasa yang tidak serumpun, sering mengundang

kesangsian. Bagaimana mungkin melaksanakan perbandingan yang efektif kalau

dalam setiap bahasa tidak terdapat kategori yang bersifat umum. Untuk mengatasi hal

itu Chomsky mengusulkan penggunaan tata bahasa generatif sebagai landasan bagi

pelaksanaan perbedaan dua bahasa. Teori kesemestaan bahasa yang dianut oleh

linguistik generatif menyatakan bahwa semua bahasa mempunyai kesamaan paling

sedikit kesamaan dalam bidang teori. Kesamaan dalam bidang teori dapat digunakan

sebagai dasar perbandingan antara dua bahasa.

Apabila teori kesemestaan bahasa yang digunakan sebagai landasan

perbandingan dua bahasa maka yang akan diperoleh satu keuntungan. Perbandingan

dua bahasa baik antara bahasa-bahasa yang serumpun maupun bahasa-bahasa yang

tidak serumpun dapat dilaksanakan dengan cara yang sama atau seragam. Hal tersebut

tidak mungkin terlaksana apabila dasar perbandingan dua bahasa itu adalah linguistik

struktural. Apabila dalam membandingkan dua bahasa yang tidak serumpun tidak

mungkin dilaksanakan dengan cara yang sama atau seragam. Anehnya, walaupun

linguistik struktural inilah yang mendominasi analisis kontrastif.

Page 14: Analisis Bandingan BB-BI

Telaah analisis kontrastif belum merata dalam setiap tataran linguistik. Bidang

fonologi paling banyak diperbandingkan dengan alasan pengaruh akses bahasa ibu

sangat besar terhadap bahasa kedua. Setelah bidang fonologi menyusul bidang

sintaksis. Bidang leksikografi, semantik, pemakaian bahasa, dan budaya sangat kurang

mendapat perhatian. Gambaran telaah analisis kontrastif fonologi, sedikit ke arah

sintaksis, dan sangat mengabaikan leksikografi, semantik, dan pemakaian bahasa.

Hal-hal apa saja yang mungkin diungkap melalui kegiatan analisis kontrastif

atau perbandingan struktur dan bahasa? Melalui perbandingan struktur dua bahasa

banyak yang sama mungkin diungkapkan seperti hal-hal berikut ini:

1. Tiada perbedaan:

Sistem atau aspek tertentu dalam dua bahasa tidak ada perbedaan sama sekali.

Misalnya konsonan /l, m, n/ diucapkan sama baik dalam bahasa Indonesia maupun

dalam bahasa Inggris.

2. Fenomena konvergen:

Dua butir atau lebih dalam bahasa pertama menjadi satu butir dalam bahasa kedua.

Misalnya, kata-kata padi, beras, nasi dalam bahasa Indonesia menjadi satu kata

dalam bahasa Inggris yakni rice.

3. Ketidakadaan:

Butir atau sistem tertentu dalam bahasa pertama tidak terdapat atau tidak ada dalam

bahasa kedua atau sebaliknya. Misalnya, sistem penjamakan dengan penanda –s

atau –es dalam bahasa Inggris tidak ada dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya,

sistem penjamakan dengan pengulangan kata dalam bahasa Indonesia (meja-meja,

kuda-kuda, ikan-ikan) tidak ada dalam bahasa Inggris.

4. Beda distribusi:

Butir tertentu dalam bahasa pertama berbeda distribusi dengan butir yang sama

dalam bahasa kedua. Misalnya fonem /ng/ dalam bahasa Indonesia dapat

menduduki posisi awal, tengah, dan akhir kata :

ngeri, nganga, ngarai

bangsa, bangku, tangkai

terbang, sayang, magang

Dalam bahasa Inggris fonem /ng/ hanya terdapat pada tengah dan akhir kata

lingo, language, linguistic

Page 15: Analisis Bandingan BB-BI

sing, slang, along

5. Tidak persamaan:

Butir tertentu dalam bahasa pertama tidak mempunyai persamaan dalam bahasa

kedua. Misalnya, predikat kata sifat dan kata benda dalam bahasa Indonesia tidak

terdapat dalam bahasa Inggris.

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

Dia kaya He is rich

Dia guru He is a teacher

6. Fenomena divergers:

Satu butir tertentu dalam bahasa pertama menjadi dua butir dalam bahasa kedua.

Kata we dalam bahasa Inggris menjadi kita atau kami dalam bahasa Indonesia.

Aspek psikologi analisis kontrastif berkaitan dengan langkah kedua, ketiga,

dan keempat prosedur kerja analisis kontrastif. Langkah kedua, berdasarkan

perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua yang akan dipelajari siswa

diprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang mungkin dihadapi atau

dialami oleh siswa dalam belajar bahasa kedua. Langkah ketiga berdasarkan kesulitan

belajar dan kesalahan berbahasa itu disusun bahan pengajaran bahasa kedua yang

lebih tepat susunannya, urutannya, dan penekanannya.

Langkah keempat, bahan pengajaran itu disajikan dengan cara-cara tertentu,

misalnya melalui cara peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan. Dasar

psikologi analisis kontrastif ada dua, yakni asosiasionisme dan teori stimulus–respons.

2.7 Hipotesis Analisis Kontrastif

Langkah pertama dalam metodologi analisis kontrastif adalah

memperbandingkan struktur dua bahasa yakni, bahasa ibu siswa dan bahasa kedua

yang akan dipelajari oleh siswa. Melalui perbandingan dua bahasa itu dapat

diidentifikasi perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua. Perbedaan

struktur di antara kedua bahasa ini dijadikan sebagai landasan dalam memprediksi

kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan dialami oleh siswa dalam

mempelajari bahasa kedua.

Page 16: Analisis Bandingan BB-BI

Kesulitan belajar bahasa dan kesalahan berbahasa yang dialami oleh siswa

dalam belajar bahasa kedua tersebut di atas digunakan sebagai landasan dalam

menyusun hipotesis analisis kontrastif. Ada dua hipotesis analisis kontrastif. Hipotesis

pertama adalah “Strong Form Hypothesis” atau Hipotesis Bentuk Kuat. Hipotesis

kedua bernama “Weak Form Hypothesis” atau Hipotesis Bentuk Lemah.

Hipotesis Bentuk Kuat menyatakan bahwa semua kesalahan berbahasa dalam

bahasa kedua dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan struktur bahasa

pertama dan bahasa kedua yang dipelajari oleh siswa. Hipotesis bentuk kuat ini

didasarkan kepada lima asumsi berikut.

(1) Penyebab utama kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa dalam mempelajari

bahasa kedua adalah interferensi bahasa ibu.

(2) Kesulitan belajar itu disebabkan oleh perbedaan struktur bahasa ibu dan bahasa

kedua yang dipelajari oleh siswa.

(3) Semakin besar perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa kedua semakin besar

pula kesulitan belajar.

(4) Perbedaan struktur bahasa pertama dan bahasa kedua diperlukan untuk

memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa yang akan terjadi

dalam belajar bahasa kedua.

(5) Bahan pengajaran bahasa kedua ditekankan pada perbedaan bahasa pertama

dan kedua yang disusun berdasarkan analisis kontrastif.

Hipotesis Bentuk Lemah menyatakan bahwa tidak semua kesalahan berbahasa

disebabkan oleh interferensi. Dalam Hipotesis Bentuk Lemah tersirat asumsi hal-hal

berikut. Kesalahan berbahasa disebabkan oleh berbagai faktor. Peranan bahasa

pertama tidak besar dalam mempelajari bahasa kedua. Analisis kontrastif dan analisis

kesalahan berbahasa harus saling melengkapi. Analisis kesalahan berbahasa

mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa. Kemudian analisis

kontrastif menetapkan kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang

disebabkan oleh perbedaan bahasa pertama dan bahasa kedua.

3. Metode Penelitian

Page 17: Analisis Bandingan BB-BI

Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, data-

data dijelaskan sebagaimana adanya untuk mendpatkan gambaran yang memadai

mengenai objek penelitian tanpa adanya manipulasi atau perlakuan terhadap

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Analisis Kontrastif Bidang Fonologi

Bidang fonologi merupakan salah satu tataran analisis kontrastif. Vokal,

konsonan, dan diftong atau semivokal adalah klasifikasi bunyi bahasa berdasarkan

proses artikulasi. Dalam penggunaannya, bunyi tersebut dapat mengalami perubahan

akibat penggunaan suatu bahasa kepada bahasa yang lain. Misalnya: bahasa pertama

(B1) mempengaruhi bahasa kedua (B2). Hal itu dapat dijelaskan apabila dilakukan

analisis kontrastif.

4.1.1 Analisis Kontrastif Pada Tataran Fonem

Bahasa Bali memiliki 6 fonem vokal dan 18 fonem konsonan. Fonem vokal

dan konsonan itu adalah sebagai berikut.

1) Fonem vokal: /i/, /e/, /ə/, /a/, /o/, dan /u/

2) Fonem konsonan: /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/,

/w/, /ŋ/, /y/, dan /ń/

Bahasa Indonesia memiliki 6 fonem vokal dan 23 fonem konsonan. Fonem

vokal dan konsonan itu adalah sebagai berikut.

1) Fonem vokal: /i/, /e/, /ə/, /a/, /o/, dan /u/

2) Fonem konsonan: /b/, /c/, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/,

/s/, /š/, /t/, /w/, /x/, /ŋ/, /y/, /z/, dan /ń/

Dari fonem-fonem di atas, terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah fonem

antara bahasa Indonesia dan bahasa Bali, yakni perbedaan antara jumlah fonem dan

konsonan. Fonem konsonan dalam bahasa Indonesia terdapat 23 konsonan dan bahasa

Bali hanya terdapat 18 fonem konsonan. Fonem-fonem konsonan yang tidak terdapat

pada bahasa Bali adalah /š/, /q/, /f/, /x/, dan /z/. Selain itu, fonem /i/ bahasa Indonesia

memiliki alofon [I] seperti pada kata [kirIm] dan [parIt]. Fonem /e/ bahasa Indonesia

Page 18: Analisis Bandingan BB-BI

juga memiliki alofon [] seperti pada kata [tokk], fonem /u/ memiliki alofon [U]

seperti pada kata [kapUr], dan fonem /o/ memiliki alofon /ב/ seperti pada kata [rבkבk].

Selain fonem vokal, fonem konsonan bahasa Indonesia juga memiliki variasi

pengucapan atau alofon, seperti fonem /k/ yang memiliki alofon [?] misalnya pada

kata [momב?].

Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan antara BB dan BI dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 1. Bandingan antara Fonem Vokal BB dan BI

Bahasa Bali Bahasa Indonesia

Fonem Alofon Contoh Kata Fonem Alofon Contoh Kata

/i/ [i] [batis] /batis/ /i/ [i] [basi] /basi/

[I] [sakIt] /sakit/

/e/ [e] [ered] /ered/ /e/ [e] [sate] /sate/

[] [lmpar] /lempar/

/ə/ [ə] [əmbot] /embot/ /ə/ [ə] [gərah] /gerah/

/a/ [a] [alih] /alih/ /a/ [a] [suka] /suka/

[ə] [abə] /aba/ [] [allh] /Allah/

/o/ [o] [bocor] /bocor/ /o/ [o] [toko] /toko/

[ב] [rבbבt] /robot/

/u/ [u] [ujan] /ujan/ /u/ [u] [rumah] /rumah/

[U] [mUrka] /murka/

Dari Tabel 1. Terlihat bahwa vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafalkan

sebagai [ə], misalnya saja pada kata [subə] /suba/, [kijə] /kija/, [marə] /mara/, dsb.

Berikut ini disajikan bandingan fonem konsonan BB dengan BI.

Tabel 2. Bandingan antara Fonem Konsonan BB dan BI

Bahasa Bali Bahasa Indonesia

Fonem Alofon Contoh Kata Fonem Alofon Contoh Kata

/b/ [b] [baʈu] /batu/ /b/ [b] [bakar] /bakar/

[p] [sebap] /sebab/

Page 19: Analisis Bandingan BB-BI

/c/ [c] [carə] /cara/ /c/ [c] [cacat] /cacat/

/d/ [d] [bədu] /bedu/ /d/ [d] [duri] /duri/

/f/ [f] [naif] /naif/

/g/ [g] [gadiŋ] /gading/ /g/ [g] [gagal] /gagal/

[k] [togok] /togog/

[ɣ] [tabliɣ] /tabligh/

/h/ [h] [lintah] /lintah/ /h/ [h] [hitam] /hitam/

/j/ [j] [jajə] /jaja/ /j/ [j] [jeja?] /jejak/

/k/ [k] [bukak] /bukak/ /k/ [k] [kacaŋ] /kacang/

[?] [ana?] /anak/

/l/ [l] [legu] /legu/ /l/ [l] [luna?] /lunak/

[L] [aLLh] /allah/

/m/ [m] [mokoh]

/mokoh/

/m/ [m] [makan] /makan/

/n/ [n] [nolih] /tolih/ /n/ [n] [nakal] /nakal/

/p/ [p] [panes] /panes/ /p/ [p] [pakar] /pakar/

/q/ [q] [alquran] /Alquran/

/r/ [r] [rasə] /rasa/ /r/ [r] [harUm] /harum/

/s/ [s] [sareŋ] /sareng/ /s/ [s] [sadar] /sadar/

/š/ [š] [šarat] /syarat/

/t/ [t] [alit] /alit/ /t/ [t] [tuan] /tuan/

[ʈ] [paʈuŋ] /patung/

/w/ [w] [wayah]

/wayah/

/w/ [w] [warna] /warna/

/x/ [x] [xenon] /xenon/

/ŋ/ [ŋ] [paliŋ] /paling/ /ŋ/ [ŋ] [paŋgIl] /panggil/

/y/ [y] [uyah] /uyah/ /y/ [y] [payah] /payah/

/ń/ [ń] [ńeluk] /nyeluk/ /ń/ [ń] [ńata] /nyata/

/z/ [z] [zakat] /zakat/

Page 20: Analisis Bandingan BB-BI

Sebuah ciri khas dan menjadi keistimewaan BB ialah bahwa fonem eksplosif

tak bersuara /t/ dilafazkan sebagai [t] pada posisi akhir, namun pada posisi awal dan

tengah dilafazkan sebagai [ʈ] (t retrofleks).

Vokal /a/ pada posisi akhir terbuka dilafazkan sebagai [ĕ]. Misalkan kata Kuta,

nama pantai termashyur di Bali, dilafazkan sebagai [k'uʈĕ].

Page 21: Analisis Bandingan BB-BI

Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_bahasa_Austronesia.htm. Diakses 10 Juni 2011.

Indihadi, Dian. Th-. Analisis Kontrastif dalam Pembelajaran Bahasa Kedua (Modul). Dalam http://file/edu.analisis_kontrastif.pdf.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Parera, Jos Daniel. 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga.

Suhardi dan Pujiati Suyata. 2010. “Analisis Kontrastif Bahasa Lio-Indonesia dan Pengimplementasiannya dalam Model Pembelajaran Bahasa Kedua (Laporan Penelitian). Cakrawala Pendidikan, Juni 2010, Th. XXIX, No. 2.

Sumarsono. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.

Tarigan, Guntur H. (1997). Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Depdikbud.