analisa soil liquefaction akibat gelombang laut di ... · gambar di bawah ini serta persamaan 2.1...

9
1 ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI TAMPERAN PACITAN Bobby Ichwansyah (1) , Dr.Ir.Wahyudi,M.Sc. (2) , Sholihin,ST,MT (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan ABSTRAK Soil Liquefaction merupakan suatu fenomena dimana massa tanah hilang dalam presentase yang sangat besar pada tahanan gesernya akibat beban monotik, siklik, maupun beban kejut dimana beban tersebut mengalir seperti cairan hingga tegangan geser partikel tersebut rendah seperti berkurangnya daya dukung geser yang dimilikinya. Dimana penyebabnya bisa karena gempa maupun beban siklik seperti gelombang. Tugas akhir ini membahas mengenai analisa soil liquefaction akibat gelombang laut di Pantai Tamperan Pacitan. Analisa soil liquefaction dilakukan dengan menghitung Safety Factor dengan variasi gelombang. Dari analisa yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil dari semua perhitungan Safety Factor jauh lebih besar daripada 1 (SF >> 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa soil liquefaction tidak terjadi di Pantai Tamperan Pacitan. Kata kunci : soil liquefaction, tegangan geser, tegangan efektif, tekanan pori, CRR (Cyclic Resistance Ratio), CSR (Cyclic Stress Ratio) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa berpotensi menimbulkan berbagai macam fenomena alam. Salah satu diantaranya adalah soil liquefaction yang dapat menyebabkan penurunan tanah, yang selanjutnya dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada bangunan di daerah itu. Dengan begitu, di daerah seismic, kebutuhan akan analisis yang rasional dan perkiraan-perkiraan objektif yang memiliki resiko harta dan kehidupan bukan hanya kebutuhan akademis. Selain akibat gempa, soil liquefaction juga bisa terjadi karena beban siklis seperti gelombang laut. Pengaruh gelombang pada ketidak-stabilan sedimen dasar laut telah menjadi sebuah subjek yang sangat penting dalam biang penelitian yang ada hubungannya dengan transportasi sedimen dasar laut, stabilitas pipa bawah laut serta interaksi dengan bangunan pelindung pantai seperti breakwater. Beberapa peristiwa bahaya yang berhubungan dengan gelombang badai maupun pasang surut telah banyak dibahas oleh para peneliti terdahulu. Breakwater dengan atau tanpa rubble mound, telah diketahui mengalami penurunan yang sangat signifikan akibat adanya pengaruh dari gelombang badai (Sakai, 1999). Bagaimanapun juga, kesulitan mendapatkan pengukuran serta pengamatan yang akurat mengenai perilaku sedimen dasar laut di bawah pengaruh gelombang, menjadi sesuatu yang sangat menakutkan dalam kebanyakan kasus. Beberapa peneliti bahkan memasang sensor tekanan air pori pada saat terjadinya badai yang menyebabkan landslide pada daerah tersebut. Mereka mengukur kenaikan tekanan air pori pada tanah tersebut, tetapi sensor yang mereka letakkan mengalami kerusakan selama terjadinya badai, ini membuat evaluasi secara kuantitatif terhadap data tersebut menjadi sulit (Sassa, 2001). Sebagai hasilnya, hanya pngetahuan yang terbatas yang telah tersedia untuk memahami proses terjadinya wave-induced liquefaction, pada sedimen dasar laut yang berupa jenis tanah pasir, yang mungkin dapat menunjukkan kelakuan sedimen dasar laut di bawah pengaruh beban gelombang dengan pemodelan yang sederhana. Pacitan merupakan salah satu kota di Propinsi Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya. Kota Pacitan terletak di antara 110 0 55′ – 111 0 25′ Bujur timur dan 7 0 55′ – 8 0 17′ Lintang Selatan. Dengan batas administrasi sebelah timur adalah Kabupaten Trenggalek, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) dan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo. Kota Pacitan berupa daratan rendah, selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah barat sampai timur di bagian selatan. Pantai merupakan salah satu obyek wisata andalan dari Pacitan. Banyak pantai yang indah dan eksotis yang terdapat di sana. Dalam upayanya mengembangkan Pacitan sebagai salah satu pusat pariwisata di Jawa Timur yang lebih maju maka dibangun infrastruktur- infrastruktur yang menunjang seperti pembangunan pelabuhan, dermaga, breakwater maupun lainnya. Berdasarkan kondisi tanah dan kondisi lingkungan di daerah pesisir Pacitan, ada kemungkinan terjadinya soil liquefaction. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh gelombang yang berinteraksi dengan

Upload: hathien

Post on 17-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

1

ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI TAMPERAN PACITAN

Bobby Ichwansyah(1), Dr.Ir.Wahyudi,M.Sc.(2), Sholihin,ST,MT(3) 1Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan

ABSTRAK

Soil Liquefaction merupakan suatu fenomena dimana massa tanah hilang dalam presentase yang sangat besar pada

tahanan gesernya akibat beban monotik, siklik, maupun beban kejut dimana beban tersebut mengalir seperti cairan hingga

tegangan geser partikel tersebut rendah seperti berkurangnya daya dukung geser yang dimilikinya. Dimana penyebabnya

bisa karena gempa maupun beban siklik seperti gelombang. Tugas akhir ini membahas mengenai analisa soil liquefaction

akibat gelombang laut di Pantai Tamperan Pacitan.

Analisa soil liquefaction dilakukan dengan menghitung Safety Factor dengan variasi gelombang. Dari analisa yang telah

dilakukan, diketahui bahwa hasil dari semua perhitungan Safety Factor jauh lebih besar daripada 1 (SF >> 1. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa soil liquefaction tidak terjadi di Pantai Tamperan Pacitan.

Kata kunci : soil liquefaction, tegangan geser, tegangan efektif, tekanan pori, CRR (Cyclic Resistance Ratio), CSR

(Cyclic Stress Ratio)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang

terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa

disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng

bumi). Gempa berpotensi menimbulkan berbagai

macam fenomena alam. Salah satu diantaranya adalah

soil liquefaction yang dapat menyebabkan penurunan

tanah, yang selanjutnya dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal pada bangunan di daerah itu.

Dengan begitu, di daerah seismic, kebutuhan akan

analisis yang rasional dan perkiraan-perkiraan objektif

yang memiliki resiko harta dan kehidupan bukan

hanya kebutuhan akademis.

Selain akibat gempa, soil liquefaction juga bisa

terjadi karena beban siklis seperti gelombang laut.

Pengaruh gelombang pada ketidak-stabilan sedimen dasar laut telah menjadi sebuah subjek yang sangat

penting dalam biang penelitian yang ada

hubungannya dengan transportasi sedimen dasar

laut, stabilitas pipa bawah laut serta interaksi

dengan bangunan pelindung pantai seperti

breakwater. Beberapa peristiwa bahaya yang

berhubungan dengan gelombang badai maupun

pasang surut telah banyak dibahas oleh para peneliti

terdahulu. Breakwater dengan atau tanpa rubble

mound, telah diketahui mengalami penurunan yang

sangat signifikan akibat adanya pengaruh dari

gelombang badai (Sakai, 1999).

Bagaimanapun juga, kesulitan mendapatkan

pengukuran serta pengamatan yang akurat

mengenai perilaku sedimen dasar laut di bawah

pengaruh gelombang, menjadi sesuatu yang sangat

menakutkan dalam kebanyakan kasus. Beberapa

peneliti bahkan memasang sensor tekanan air pori

pada saat terjadinya badai yang menyebabkan

landslide pada daerah tersebut. Mereka mengukur

kenaikan tekanan air pori pada tanah tersebut, tetapi

sensor yang mereka letakkan mengalami kerusakan

selama terjadinya badai, ini membuat evaluasi secara

kuantitatif terhadap data tersebut menjadi sulit (Sassa,

2001). Sebagai hasilnya, hanya pngetahuan yang

terbatas yang telah tersedia untuk memahami proses

terjadinya wave-induced liquefaction, pada sedimen

dasar laut yang berupa jenis tanah pasir, yang mungkin

dapat menunjukkan kelakuan sedimen dasar laut di bawah pengaruh beban gelombang dengan pemodelan

yang sederhana.

Pacitan merupakan salah satu kota di Propinsi Jawa

Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya.

Kota Pacitan terletak di antara 1100 55′ – 1110 25′

Bujur timur dan 70 55′ – 80 17′ Lintang Selatan.

Dengan batas administrasi sebelah timur adalah

Kabupaten Trenggalek, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) dan

sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Ponorogo.

Kota Pacitan berupa daratan rendah, selebihnya

berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah

barat sampai timur di bagian selatan. Pantai

merupakan salah satu obyek wisata andalan dari Pacitan. Banyak pantai yang indah dan eksotis yang

terdapat di sana. Dalam upayanya mengembangkan

Pacitan sebagai salah satu pusat pariwisata di Jawa

Timur yang lebih maju maka dibangun infrastruktur-

infrastruktur yang menunjang seperti pembangunan

pelabuhan, dermaga, breakwater maupun lainnya.

Berdasarkan kondisi tanah dan kondisi lingkungan di daerah pesisir Pacitan, ada kemungkinan terjadinya

soil liquefaction. Hal ini dikarenakan adanya

pengaruh gelombang yang berinteraksi dengan

Page 2: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

2

permukaan tanah dasar laut (seabed). Oleh karena itu,

soil liquefaction perlu dipelajari dengan cara

mengidentifikasi lokasi yang berpotensi liquefaction

dengan menghindari pembangunan diatasnya.

Gambar 1.Peta Pacitan

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dari tugas akhir ini adalah :

1. Apakah di daerah Tamperan Pacitan berpotensi

terjadi soil liquefaction akibat gelombang laut ?

2. Bagaimana pengaruh variasi tinggi dan panjang

gelombang terhadap potensi soil liquefaction di

daerah Tamperan Pacitan ?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini

adalah :

1. Mengetahui kemungkinan soil liquefaction di

Tamperan Pacitan akibat gelombang laut. 2. Mengetahui pengaruh variasi tinggi dan panjang

gelombang terhadap potensi soil liquefaction di

daerah Tamperan Pacitan

1.4 Manfaat Hasil Penelitian dalam tugas akhir ini diharapkan :

1. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan

dapat diketahui lokasi Pacitan mana saja yang

mungkin mengalami fenomena soil liquefaction

akibat gelombang laut. Selain itu, dari penelitian

ini, juga diharapkan dapat ditentukan tindakan

preventif yang dilakukan apabila benar terjadi soil liquefaction di daerah Pacitan.

2. Dapat dijadikan rujukan untuk Instansi terkait

atau pihak yang akan melakukan penelitian lebih

lanjut di bidang yang sama

1.5 Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini akan dibatasi pada masalah-

masalah berikut :

1. Daerah penelitian terletak di Tamperan Pacitan.

2. Data tanah di ambil di Tamperan Pacitan.

3. Data gelombang di Pacitan.

2. Dasar Teori

2.1 Umum

Soil Liquefaction merupakan suatu fenomena dimana

massa tanah hilang dalam presentase yang sangat besar

pada tahanan gesernya akibat beban monotik, siklik,

maupun beban kejut dimana beban tersebut mengalir

seperti cairan hingga tegangan geser partikel tersebut

rendah seperti berkurangnya daya dukung geser yang

dimilikinya (Sladen et al,1985). Dimana penyebabnya

bisa karena gempa maupun beban siklik seperti gelombang. Peristiwa tersebut secara visual akan

tampak dengan munculnya lumpur pasir di permukaan

tanah (sand boiling), atau rembesan air melalui rekahan

tanah, tenggelamnya struktur di permukaan tanah, atau

munculnya struktur yang lebih ringan ke permukaan

tanah seperti man hole.

Para ahli menyebutkan bahwa soil liquefaction inilah

yang menjadi penyebab utama kerusakan parah yang terjadi di wilayah Kobe, Jepang, pada tahun 1996 serta

di wilayah Alaska pada tahun 1964 (The Japanese

Geotechinal Society, 1998). Setelah pergerakan tanah

akibat terjadinya gempa bumi di daerah tersebut

berhenti, butiran-butiran tanah yang menjadi

penyangga/pondasi bagi struktur-struktur yang ada di

Page 3: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

3

atasnya mengalami penurunan secara signifikan. Dan

hal ini menyebabkan struktur-struktur tersebut

mengalami kegagalan/keruntuhan. Oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa soil liquefaction serta area

tanah di sekitarnya yang mengalami kegagalan,

biasanya terjadi sehubungan dengan peristiwa gempa

bumi yang dashyat.

Tidak hanya soil liquefaction akibat gempa saja yang

berbahaya. Soil liquefaction akibat gelombang juga

tidak bisa di kesampingkan. Banyak bangunan laut

seperti breakwater, pipa bawah laut serta struktur-

struktur di tengah laut yang rusak akibat pengaruh soil

liquefaction. Ketika tekanan air yang ditimbulkan oleh

beban gelombang berinteraksi dengan sedimen dasar

laut, tekanan air pori (pore watre pressure) yang

dimiliki oleh sedimen tersebut juga akan berubah

seiring dengan waktu. Perubahan tersebut menyebabkan naikknya tekanan pori, dimana kenaikan

air pori tersebut dapat menjadi penyebab berkurangnya

tegangan efektif yang dimiliki oleh sedimen dasar laut

tersebut. Dalam kondisi tertentu, tegangan efektif dari

sedimen dasar laut tersebut dapat bernilai nol. Ini

berarti bahwa soil liquefaction.

Beberapa peristiwa bahaya yang berhubungan dengan gelombang badai maupun pasang surut telah banyak

dibahas oleh para peneliti terdahulu. Breakwater

dengan atau tanpa rubble mound, telah diketahui

mengalami penurunan yang sangat signifikan akibat

adanya pengaruh dari gelombang badai (Sakai, 1999).

Selain itu, kegagalan offshore platform dan pipeline

system juga telah diketahui bahwa hal tersebut juga

berhubungkan dengan pengaruh gelombang yang

mengakibatkan pergerakan sedimen, baik itu berupa

fine-grained sand maupun silt (Bea & Audibertet,

1980).

2.2 Soil Liquefaction

Liquefaction merupakan fenomena hilangnya kekuatan

lapisan tanah akibat getaran. Getaran yang dimaksud

dapat berupa getaran yang berasal dari gempa bumi

maupun yang berasal dari pembebanan cepat lainnya.

Ketika mengalami getaran tersebut sifat lapisan tanah

berubah menjadi seperti cairan sehingga tak mampu menopang beban bangunan di dalam atau di atasnya.

Pada umumnya Soil liquefaction dapat diartikan

sebagai fenomena dimana massa tanah hilang dalam

presentase yang sangat besar pada tahanan gesernya

akibat beban monotik, siklik, maupun beban kejut

dimana beban tersebut mengalir seperti sebuah cairan

hingga tegangan geser partikel tersebut rendah seperti

berkurangnya daya dukung geser yang dimilikinya

Sladen et al.(1985).

Secara umum, soil liquefaction telah diartikan sebagai

sebuah proses transformasi/perubahan bentuk padat ke bentuk cair sebagai konsekuensi dari naiknya tekanan

pori-pori tanah dan berkurangnya tegangan efektifnya.

Liquefaction biasanya terjadi pada tanah yang jenuh

air, dimana seluruh rongga-rongga dari tanah tersebut

dipenuhi oleh air. Pada saat mengalami getaran, air ini

memberikan suatu tekanan di partikel-partikel tanah

sehingga mempengaruhi kepadatan dari tanah tersebut.

Fenomena soil liquefaction lebih mudah dipahami pada

Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga

Persamaan 2.8 berikut :

Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

Gambar 2.2 Interaksi Gaya-gaya yang bekerja

Gambar 2.3 Faktor- Faktor gaya yang bekerja

Dari gambar 2.3 dapat diketahui hubungan antara gaya

normal ( N dalam newton),gaya geser (F dalam

newton) dan sudut geser ( ) sebagai berikut :

tan Φ = (2.1)

dengan memperhitungkan faktor tekanan air ( u dalam

N/m2) , maka Persamaan (2.1) dapat dituliskan sebagai

berikut :

F = (N – Au) tan Φ (2.2)

Dimana A adalan luasan efektif dalam m2.

Apabila kita membagi kedua ruas pada Persamaan (2.2) dengan A, maka didapatkan :

= ( – u ) tan Φ (2.3)

dengan :

= τ (2.4)

= σ (2.5)

Page 4: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

4

dimana τ adalah tegangan geser tanah (N/m2) dan σ

adalah tegangan total (N/m2)

Subtitusi Persamaan (2.4) dan (2.5) ke dalam

Persamaan (2.3) menghasilkan :

τ = ( σ – u ) tan Φ (2.6)

Kita ketahui bahwa tegangan total adalah fungsi dari

tegangan efektif dan tekanan air pori :

σ = σ‟ + u (2.7)

maka persamaan (2.6) dapat ditulis sebagai berikut:

τ = σ‟ tan Φ (2.8)

dari persamaan (2.6) dan (2.8) dapat disimpulkan

bahwa soil liquefaction dapat terjadi apabila tekanan

air pori naik hingga mendekati harga tegangan total.

Hal ini akan menyebabkan hilangnya tegangan efektif

(σ‟= 0) sehingga tanah cenderung bersifat seperti benda

cair.

Sebelum terjadinya gempa bumi, tekanan air pada

suatu tanah secara relatif rendah. Namun setelah

menerima getaran, tekanan air dalam tanah meningkat,

sehingga dapat menggerakkan partikel-partikel tanah

dengan mudah. Setelah digerakkan oleh air, maka

partikel tanah tidak memiliki lagi kekuatan atau daya

dukung tanah, sehingga daya dukung sepenuhnya

berasal dari tegangan pori. Pada kondisi ini, tanah sudah berbentuk cairan yang tidak memiliki kestabilan,

sehingga beban-beban yang ada di atas tanah tersebut

seperti beban dari struktur bangunan akan ambles

kedalam tanah. Sebaliknya tangki-tangki yang berada

di dalam tanah akan mengapung dan muncul ke

permukaan tanah.

Penggetaran pada tanah yang paling sering memicu

peningkatan tegangan pori adalah penggetaran yang berasal dari gempa bumi atau beban gelombang saja,

tetapi aktivitas-aktivitas yang berkaitan konstruksi

seperti peledakan dapat juga menyebabkan peningkatan

tegangan air pori tersebut Chassagneux et al. (1998).

2.2 Mekanisme Soil Liquefaction

Menurut Chassagneux et al. (1998), liquefaction

merupakan fase dimana tanah akan mengalami

perubahan bentuk dari padatan menjadi bentuk cair. Liquefaction ini terjadi karena adanya dua fenomena

dengan mekanisme yang berbeda, yaitu:

Terlalu besarnya tekanan air pori pada material

pulvurent/quick-sands (pasir hisap).

Terjadinya perubahan struktur pada tanah yang

sensitif atau thixotropic soils (quick-sands).

Sebagaimana fenomena alam yang lain, soil

liquefaction juga mempunyai faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya fenomena tersebut

(Chassagneux et al.1998), antara lain:

Faktor – faktor permanen

Yang menjadi faktor permanen dari fenomena soil

liquefaction ini adalah karakteristik serta

parameter-parameter tanah itu sendiri. Telah

diketahui diawal bahwa tanah rentan mengalami

fluidization ketika secara relatif, material tanah

yang pulvurent tersebut terkena tekanan. Dimana

tekanan ini disebabkan dari peningkatan tekanan

air pori tanah tersebut akibat bertambah atau

berkurangnya kandungan air yang dimiliki tanah oleh tanah.

Aggravating Factors (Faktor Pemicu)

Faktor pemicu yang utama adalah terjadinya

gempa bumi dan beban siklis yang disebabkan

oleh gelombang laut pada suatu area tertentu.

Dimana energi yang ditimbulkan tersebut dapat

menyebabkan tanah kehilangan kohesivitasnya

dan cukup untuk mengakibatkan soil liquefaction.

Ditambah lagi, campur tangan manusia dapat

menjadi faktor pemicu dari terjadinya soil

liquefaction.

Untuk memahami proses terjadinya liquefaction, perlu

kita pahami terlebih dahulu bahwa suatu endapan tanah

terdiri dari partikel-partikel. Jika kita perhatikan setiap

partikel tersebut letaknya saling berdekatan, sehingga

setiap partikel memiliki kontak dengan partikel yang

lain. Dengan adanya kontak antar partikel tersebut,

tanah menjadi memiliki suatu kekuatan untuk memikul

beban di atasnya, sebab kondisi seperti ini menjadikan

beban yang berada di atas tanah akan dipikul secara

bersamaan oleh seluruh partikel. Dan akhirnya beban

tersebut akan di salurkan ke lapisan batuan dasar di bagian bawah lapisan tanah tersebut.

Pada kondisi normal, air tersebut memiliki tekanan air

pori yang relatif rendah. Pada saat menerima tekanan

dari getaran secara tiba-tiba, air tersebut akan terdesak

sehingga ia akan menaikkan tekanannya untuk mencari

jalan keluar. Namun, pada saat terjadinya gempa, air

tersebut tidak memiliki cukup waktu untuk berdisipasi keluar dari tanah melalui rongga-rongga tanah,

sehingga sebagai gantinya air tersebut mendorong

partikel-partikel tanah sehingga beberapa partikel tanah

sebelumnya berhubungan menjadi menjauh. Dan

akhirnya partikel tanah tidak dapat mendistribusikan

beban lagi dengan maksimal.

Pada kondisi seperti ini, sebagian besar beban dipikul

oleh air. Sehingga pemikulan beban pada tanah tersebut menjadi tidak stabil. Kondisi ini dapat dianalogikan

seperti beban sebuah kapal yang mengapung diatas air.

Apabila air tidak dapat memikul beban dari kapal

tersebut, maka kapal tersebut akan tenggelam ke dalam

air.

Hal tersebut terjadi juga pada beban dari gedung pada

tanah yang mengalami liquefaction, maka gedung

tersebut akan tenggelam ke dalam tanah. Dalam satu kejadian yang lebih ekstrim lagi, tekanan air pori dapat

menjadi sangat tinggi sehingga banyak lebih banyak

lagi partikel yang terdorong sehingga tidak ada lagi

yang berhubungan. Dalam kasus-kasus yang demikian,

kekuatan tanah itu akan menjadi sangat kecil, dan akan

Page 5: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

5

bertindak lebih seperti suatu zat cair dibanding suatu

padat.

2.4 Soil Liquefaction akibat pengaruh gelombang

Lebih dari tiga dekade, soil liquefaction pada dasar laut

yang terjadi akibat pengaruh gelombang telah menjadi tantangan yang sangat serius bagi pengembangan

struktur, baik yang akan terpasang di pantai maupun

yang akan terpasang di lepas pantai. Respon dari tanah

dasar laut menjadi sesuatu yang sangat penting dalam

menganalisa dan merancang struktur lepas pantai.

Bagian yang terpenting dalam peninjauan respon

endapan non-kohesif adalah potensi ketidak-stabilan

tanah dasar laut sebagai hasil dari berlebihnya tekanan

pori yang akan terjadi pada tanah akibat beban siklis

dari gelombang. Bagian yang dekat dengan pantai tetapi

jauh dari surf zone, merupakan lokasi dimana dasar laut

terpengaruh oleh tekanan dinamik yang sangat kuat akibat pergerakan gelombang transient (Noorzad et al.,

2009). Tekanan tersebut menimbulkan tegangan siklis

pada tanah dan menyebabkan terjadinya tekanan pori

secara tahap demi tahap. Bila tekanan pori yang terjadi

besarnya sama dengan tegangan total tanah, maka akan

menyebabkan terjadinya liquifaksi awal. Struktur-

struktur yang dibangun di atas tanah cenderung untuk

tidak stabil dan dapat menyebabkan kegagalan pada

struktur, tergantung pada posisi serta proses terjadinya

tekanan pori yang berlebih.

Dalam beberapa penelitian yang berhubungan dengan

hal tersebut, respon dari sedimen laut terhadap

gelombang telah banyak mendapatkan perhatian,

utamanya yang berhubungan dengan stabilitas offshore

platforms, sistem perpipaan maupun fasilitas lainnya.

Berbagai macam prosedur analisa telah banyak

dilakukan guna memperkirakan terjadinya ketidak-

stabilan pada sedimen dasar laut akibat pengaruh

gelombang. Lowe (1975) menyebutkan bahwa terjadinya ketidak-stabilan tersebut berasal dari

keluarnya cairan yang ada pada struktur tanah tersebut.

Dia juga menambahkan bahwa ada tiga mekanisme

dasar yang terjadi yang dapat menyebabkan permukaan

tanah dasar laut menjadi tidak stabil, yaitu :

a. Perembesan (Seepage)

Pergerakan fluida yang melewati butiran-butiran sedimen merupakan respon yang terjadi akibat adanya

tekanan pada permukaan sedimen dasar laut tersebut.

Inilah yang kemudian disebut proses perembesan air

pada sela-sela partikel tanah. Proses perembesan ini

tidak mampu diukur kecepatannya, tetapi hal ini sangat

berbahaya karena aliran rembesan tersebut dapat

menyebabkan berkurangnya kekuatan tanah yang

nantinya akan dapat menyebabkan terjadinya liquifaksi

atau fluidisasi.

b. Initial Liquefaction

Tahapan ini terjadi bila sedimen mengalami ketidak-

stabilan akibat hilangnya tegangan geser yang

dimiliknya, sebagai pengaruh dari meningkatnya

tekanan air pori yang disebabkan oleh perembesan.

Pada proses liquifaksi ini, biasanya butir-butir sedimen

bercampur dengan air laut yang kemudian membentuk

suatu suspensi. Lowe (1975) juga menambahkan bahwa

ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

fenomena liquifaksi akibat pengaruh gelombang.

Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) tipe atau jenis

tanah, khususnya ukuran butiran tanah: penelitian yang

telah dilakukannya menyebutkan bahwa jenis tanah

pasir lebih mudah dan lebih cepat untuk ter-liquifaksi

dibandingkan jenis-jenis tanah yang lain, seperti gravel,

silt dan lempung. (2) densitas relatif atau rasio air pori: pasir dengan densitas rendah, lebih mudah untuk

mengalami proses liquifaksi dibandingkan dengan pasir

berdensitas lebih padat; (3) intial confining pressure;

(4) intensitas gerakan tanah; dan (5) durasi dari gerakan

tanah tersebut.

c. Fluidization

Fluidization ini terjadi bila fluida mengalir secara

vertikal melewati butiran-butiran sedimen, dan dengan menggunakan gaya drag yang dimiliki oleh butiran-

butiran tersebut, fluida tadi tersuspensi dan mengangkat

butiran-butiran sedimen melawan gaya gravitasi. Ketika

fluida tersebut bergerak secara vertikal melewati

butiran-butiran solid yang tak berkohesi, porositas

sedimen tersebut berubah. Pada saat kecepatan

rembesan (seepage) meningkat, terjadi kesetimbangan

antara gaya gravitasi dan gaya drag dan peristiwa ini

sering disebut sebagai kondisi incipient dimana

kecepatan fluidisasi minimum. Pada saat kecepatan

rembesan mencapai puncaknya, permukaan dasar laut mengembang secara cepat, porositas meningkat dan

endapan sedimen berubah menjadi butiran-butiran

pembentuk sedimen (grain) yang kemudian akan

bercampur dengan air laut dan tersuspensi. Keadaan

inilah yang disebut sedimen mengalami fluidization

secara sempurna.

2.5 Proses Soil Liquefaction akibat pengaruh

gelombang laut Soil liquefaction merupakan fenomena yang sering

terjadi pada lapisan tanah jenuh air (tanah pasir) dan

jarang kejadian tersebut terjadi pada lapisan tanah

lainnya. Para ahli telah mengklasifikasikan proses

terjadinya fenomena soil liquefaction ini menjadi dua

tahapan pokok. Tahap pertama adalah terjadinya

perubahan tekanan air pori yang disebabkan oleh

pembentukan awal pembebanan siklis. Pada tahap ini,

tekanan pori yang dimaksud adalah tekanan pori

isolasi (oscillatory pore pressure) serta tekanan pori

sisa (residual pore pressure). Tahap ini disebut sebagai tahapan awal terjadinya proses liquifaksi

tersebut, dimana lapisan tanah pada dasar laut

berperilaku seperti fluida dengan densitas tertentu

yang merupakan hasil bercampurnya antara air laut

dengan pasir dasar laut. Sedangkan residual pore

pressure dihasilkan dari deformasi plastis lapisan

tanah dasar laut yang besarnya sama dengan excess

pore pressure pada setiap beban gelombang siklis

Tahapan kedua adalah terjadinya proses cyclic transient

liquefaction dengan terjadinya fase pelambatan pada

tekanan pori, dimana fenomena ini terjadi setelah

tahapan pertama selesai. Pada tahap ini, lapisan pasir

pada dasar laut menjadi lebih padat dan excess pore

Page 6: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

6

pressure hanya terdiri dari oscillatory pore pressure

saja.Pada tahapan kedua ini residual pore pressure

tidak terjadi. Gambar 2.4 menunjukkan secara lengkap

proses terjadinya liquifaksi yang terdiri dari dua tahapan

utama tersebut.

Gambar 2.4 Tahapan pokok pada peristiwa liquefaction (Yu et al., 2001).

Gambar 2.4 menunjukkan proses pengukuran terhadap

tekana air pori yang dilakukan pada lapisan tanah pasir

di dasar laut. Dari gambar tersebut dapat dipahami

bahwa tahapan awal terjadinya fenomena soil

liquefaction ini terdiri dari tiga bagian, yakni

progressive liquefaction process, dimana pada bagian ini terjadinya peningkatan pada residual pore presuure-

nya. Kemudian bagian selanjutnya adalah terjadinya

sustaining liquefaction process. Dan bagian terakhir

pada tahapan awal terjadinya fenomena soil

liquefaction ini adalah densification process, dimana

pada bagian ini residual pore pressure hilang. Selama

tahapan kedua pada proses liquifaksi ini, residual pore

pressure sepenuhnya hilang.

Mekanisme terjadinya proses soil liquefaction dan

densification pada lapisan tanah pasir dasar laut akibat

pengaruh oscillating water pressure ditunjukkan secara

sistematik pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses Liquefaction dan Densification (Yu et

al., 2001).

Pada bagian pertama merupakan kondisi awal lapisan

tanah pasir dasar laut. Kemudian pada gambar kedua

adalah proses pencairan (liquefied process) dan fluida

yang ada pada kondisi tersebut merupakan hasil

pencampuran antara pasir dengan air laut. Kemudian

bagian ketiga dalam gambar tersebut menunjukkan

proses setelah terjadinya liquifaksi mencapai kedalaman

yang maksimum lapisan pasir secara berangsur-angsur

mengalami proses sedimentasi (pemadatan). Pada

bagian keempat, ditunjukkan bahwa lapisan pasir yang

mengalami proses sedimentasi mendekati permukaan

pasir di dasar laut dalam rentang waktu yang relatif

singkat, dan selama proses tersebut lapisan pasir

mengalami perubahan densitas (kerapatan butiran).

Kemudian bagian terakhir dari gambar tersebut

menunjukkan bahwa proses soil liquefaction serta

densification terjadi pada bagian paling atas dari

lapisan dasar laut.

2.6 Metode Untuk Mengevaluasi Terjadinya Soil

Liquefaction akibat Beban Gelombang

Untuk menganalisis terjadinya soil liquefaction akibat

beban gelombang, kita menggunakan metode yang

diperkenalkan oleh Chang et al. (2004). Langkah yang

digunakan adalah :

a.Menentukan tegangan geser siklis dari partikel

tanah di dasar laut.

Chang et al. (2004) berdasarkan hasil percobaannya

menyatakan bahwa tegangan geser dari partikel tanah

dasar laut akan berubah pada variasi rentang

gelombang siklis antara 100 hingga 1000 beban siklis.

Karena terjadi variasi rentang gelombang siklis yang

signifikan, kemudian mereka memutuskan bahwa

tegangan geser siklis partikel tanah dasar laut akan

mengalami perubahan berdasarkan pada 1000 beban

siklis.

Chang et al. (2004) juga memberiikan hubungan antara

rasio tegangan siklis (Cyclic Stress Ratio) yang

menyebabkan liquifaksi dengan parameter tinggi

gelombang (H), panjang gelombang (L), kedalaman

laut (h) serta massa jenis sedimen yang mengalami

fenomena liquifaksi (ρ‟), yaitu :

CSR = (2.8)

Dengan

π = 3,14

H = tinggi gelombang (m)

L = panjang gelombang (m)

h = kedalaman laut (m) ρ = massa jenis air laut (1025 kg/m3)

ρ‟ = massa jenis sedimen (kg/m3)

Kemudian setelah diketahui harga dari Cyclic Stress

Ratio (CSR), langkah berikutnya adalah

mendefinisikan Cyclic Resistance Ratio (CRR), yaitu

(Noorzad et al.,2009) :

CRR = (2.9)

τ0 = initial static shear stress (N/m2)

σ‟0 = tegangan normal efektif (N/m2)

Dimana τ0 = σ‟ tan Ø (2.10)

σ‟0 = ½ H ( γ - γw) (2.11)

γ = γd ( 1 + w ) (2.12)

Dengan :

γ = Berat Volume Tanah (N/m3)

γw = Berat Volume Air (N/m3)

γd = Berat Volume Kering (N/m3) w = Water Content (%)

Page 7: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

7

b. Menentukan Safety Factor

Dan langkah terakhir untuk mendefinisikan terjadi atau

tidaknya fenomena soil liquefaction adalah dengan cara

menentukan Safety Factor (SF), yakni (Noorzad et

al.,2009) :

SF = (2.13)

SF tersebut merupakan komponen terpenting dalam

perhitungan untuk memprediksi terjadi atau tidaknya

soil liquefaction. Jha dan Suzuki (2008) memberikan

sebuah hubungan antara besarnya harga SF dengan

fenomena soil liquefaction yang akan terjadi, jika harga

SF ≤ 1, maka dapat dipastikan pada daerah tersebut

akan mengalami soil liquefaction,tetapi bila harga SF >

1, maka tidak akan terjadi liquifaksi tanah pada daerah

tersebut.

2.7 Standart Penetration Test

Percobaan ini adalah suatu macam percobaan dinamis

yang berasal dari Amerika Serikat. Suatu alat yang

dinamakan “spilt spoon sampler” dimasukkan

kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan

memakai suatu beban penumbuk (drive weight)

seberat 140 pound (63 kg) yang dijatuhkan dari

ketinggian 30 in (75 cm). Setelah “split spoon” ini dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan

untuk memasukannya 12 in (30 cm) berikutnya.

Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N number or N

value) dengan satuan pukulan/kaki (blows per foot).

Setelah percobaan selesai, split spoon dikeluarkan dari

lubang bor dan di buka untuk mengambil contoh tanah

yang tertahan didalamnya. Contoh ini dapat dipakai

untuk percobaan klasifikasi semacam Batas Atterberg

dan ukuran butir, tetapi kurang sesuai untuk

percobaan lain karena diameter terlampau kecil dan

tidak dapat dianggap sungguh-sungguh asli.

Kualitas hasil tes tergantung pada beberapa faktor,

seperti energi yang sebenarnya disampaikan kepada

kepala batang bor, sifat dinamis (impedansi) dari

batang bor, metode pengeboran dan stabilisasi lubang.

Nilai “ N “ yang diperoleh dengan percobaan Standart

Penetration Test dapat dihubungkan secara empris

dengan beberapa sifat lain daripada tanah yang

bersangkutan.

Perlawanan (N30) telah berkorelasi dengan kepadatan

relatif tanah granular. Pasir dan kerikil dapat

diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1,

Broms (1986).

Relative Density SPT (N30, blows/0.3 m)

Loose < 10

Medium Dense 10 - 30

Dense >30

Tabel 2.1. Classification of sand and gravel after Broms

(1986)

Standard Penetration Test terutama digunakan untuk

memperkirakan kekakuan relatif dan kekuatan (daya

dukung) dari tanah.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Data

3.1.1. Perhitungan Cyclic Resistance Ratio (CRR)

Tugas akhir ini secara garis besar akan membahas

tentang potensi liquefaction yang akan terjadi pada

kondisi tanah di daerah Tamperan Pacitan akibat beban

gelombang laut. Dari data yang diperoleh, dapat

diketahui bahwa sebagian besar kandungan tanah di

daerah tersebut adalah jenis tanah sand (pasir). Tetapi

soil liquefaction hanya terjadi pada tanah yang loose.

Tanah yang loose ini dapat diketahui dari pengujian

SPT. Tanah yang loose memiliki nilai harga N-SPT <

10 (lihat tabel 2.1). Oleh karena itu dalam analisa yang

digunakan untuk titik SB 1 kedalaman yang akan di analisa hanya sampai kedalaman 8 m karena pada

kedalaman 8 – 20 m tanah di sana bukan merupakan

jenis tanah sand yang loose. Begitu juga pada titik SB 2

kedalaman yang di analisa hanya sampai kedalaman 10

m karena pada kedalaman 10 – 20 m, tanah di sana

bukan merupakan jenis tanah sand yang loose.

Berdasarkan data tanah dari pemboran SPT yang dilakukan di Tamperan Pacitan dapat diketahui harga

CRR untuk masing-masing SB dengan menggunakan

persamaan 2.9, seperti ditunjukan oleh Tabel 3.1

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan CRR

Karena dalam penyelesain tugas akhir ini digunakan 8

macam variasi tinggi dan panjang gelombang, yaitu

gelombang rata-rata (wave ave), gelombang maksimum

(wave max), gelombang 25 tahunan (wave 25), gelombang 50 tahunan (wave 50), gelombang 75

tahunan (wave 75), gelombang 100 tahunan (wave

100), gelombang 125 tahunan (wave 125), dan

gelombang 10 tahunan (wave 150), maka harus

dipahami dari awal bahwa harga CRR untuk masing-

masing lapisan tersebut, tidak akan terpengaruh oleh

variasi perhitungan yang dilakukan atau dengan kata

lain, nilai dari CRR tersebut akan selalu tetap.

3.1.2. Perhitungan Cyclic Stress Ratio (CSR)

Setelah diketahui harga CRR dari masing-masing

lapisan yang ditinjau, langkah selanjutnya adalah

mengestimasi harga CSR. Harga Cyclic Stress Ratio

(CSR) dapat dicari dengan menggunakan rumus

Persamaan 2.8. serta berdasarkan variasi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Karena perhitungan CRR

terletak di tengah-tengah kedalaman yang telah

Titik Pengeboran Depth σ‟ τ CRR

SB 1 0 – 8 m 24628,01 6649,51 0,27

SB 2 0 – 10 m 30738,35 11680,57 0.38

Page 8: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

8

ditentukan maka untuk harga CSR juga harus

mengikutinya. Hasil dari seluruh perhitungan CSR

ditunjukkan oleh Tabel 3.2 – Tabel 3.9, sebagai

berikut :

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi Gelombang Maksimum

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang Rata-Rata

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 25 Tahunan

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 50 Tahunan

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 75 Tahunan

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 100 Tahunan

Tabel 3.8 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 125 Tahunan

Tabel 3.8 Hasil Perhitungan CSR Dengan Variasi

Gelombang 150 Tahunan

3.1.3. Perhitungan Safety Factor (SF)

Setelah dari hasil perhitungan sebelumnya didapatkan

harga parameter- parameter CRR dan CSR, berikutnya adalah mengestimasi SF dengan menggunakan

persamaan 2.13. SF merupakan parameter terpenting

dan mutlak yang harus diperhitungkan dalam proses

identifikasi bahaya yang disebabkan oleh soil

liquefaction. Hasil perhitungan SF selengkapnya

ditunjukkan oleh Gambar 3.1, sebagai berikut :

Gambar 3.1 Perbandingan antara SF vs H (m) di titik SB 1

dan di titik SB 1

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1544

SB 2 0 – 10 m 0,1593

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,0706

SB 2 0 – 10 m 0,0740

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1147

SB 2 0 – 10 m 0,1190

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1279

SB 2 0 – 10 m 0,1321

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1352

SB 2 0 – 10 m 0,1401

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1395

SB 2 0 – 10 m 0,1457

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1427

SB 2 0 – 10 m 0,1484

Titik Pengeboran Depth CSR

SB 1 0 – 8 m 0,1458

SB 2 0 – 10 m 0,1514

Page 9: ANALISA SOIL LIQUEFACTION AKIBAT GELOMBANG LAUT DI ... · Gambar di bawah ini serta Persamaan 2.1 hingga Persamaan 2.8 berikut : Gambar 2.1 Skematis mengenai gaya-gaya yang bekerja

9

Karena berdasarkan perhitungan dengan menggunakan

berbagai macam variasi gelombang sampai periode

ulang 150 Tahunan, tidak terjadi kemungkinan soil

liquefaction. Untuk karena itu kita memprediksi

kemungkinan terjadinya soil liquefaction dengan cara

mencari harga tinggi gelombang paling maksimum

sampai terjadi kemungkinan adanya bahaya soil

liquefaction. Perhitungan untuk mencari harga SF sama

seperti yang dilakukan pada perhitungan variasi gelombang. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada

gambar 3.2, sebagai berikut :

Gambar 3.2 Perbandingan antara SF vs H (m) di titik SB 1

dan di titik SB 2

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisis yang telah dilakukan pada Bab IV, maka

dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasar perhitungan Safety Factor untuk semua

variasi tinggi dan panjang gelombang sampai

periode ulang 150 tahunan dapat disimpulkan

bahwa di daerah Tamperan Pacitan tidak terjadi

kemungkinan Soil Liquefaction.

2. Soil Liquefaction di daerah Tamperan Pacitan

akan terjadi pada tinggi gelombang 5,7 m dan panjang gelombang 27,16 m untuk titik SB 1

dengan kedalaman 0 - 8 m. Pada titik SB 2

dengan kedalaman 0 - 10 m soil liquefaction

akan terjadi pada tinggi 7,7 m dan panjang

gelombang 25,47 m.

5.2 Saran

Dalam analisa yang dilakukan, hanya memakai dua

data titik bor (soil boring). Untuk mendapatkan hasil

yang lebih maksimal, maka apabila dilakukan analisa

lagi sebaiknya menggunakan lebih banyak data tanah (soil boring) agar mendapatkan potensi soil

liquefaction yang lebih terperinci.

DAFTAR PUSTAKA

Bea, R. G. & Audibert,M. E. 1980. “ Offshore Platforms

and Pipelines in Mississipi River Data”.J. Geotech.

Engng., ASCE, 106,No. 1, 853-869.

Chang et al. 2004. „3-D liquefaction Potensial Analysis of

Seabed at Nearshore Area‟. Journal of Marine

Science and Techology,2004,12(3): 141-51

Chassagneaux et al. 1998. “Methology for Liquefaction

Hazard Studies: New Tool and Recent

Applications”. BRGM,Thematic Centre for Natural

Geological Risks,PII: S 0 2 67-7261 (98) 00013-X

Jha, S. K. and Kiichi Suzuki. 2008.”Realibility Analysis of Soil Liquefaction Based on Standard Penetration

Test”. Computers and Geotechnics, 36 (2009) 589-

596.

Lowe, D. R. 1975. “Water Escape Structures In Coarse-

Grained Sediments”. Sedimentology, (1975) 22,

157-204.

Noorzad et al. 2009. “The Effect of Structures on The

Wave-Induced Liquefaction Potential of Seabed

Sand Deposits”. Applied Ocean Research, 31(2009)

25-30.

Sakai, T. 2009. “Introduction To Wave-Seabed

Interaction”. New Coastal Engineering in Global Environtment (ed. Sawaragi, T. 1363pp),

357-359.

Sladen et al. 1985. “Back Analysis of The Nerleck Berm

Liquefaction Slides”. Canadian Geotechnical

Journal. 22. 4. 579-588.

The Japanese Geotechnical Society. 1998. Remedial

Measures Againts Soil Liquefaction. A.A.

Balkema.Rotterdam, Netherlands

Triatmojo, Bambang, 1999, “ Teknik Pantai”, Beta Offset,

Jogyakarta

Yu et al. 2001. “Progressive Liquefaction Process of

Loosely Deposited Sand Bed Under Oscillating

Water Pressure on Its Surface”. J. Geotech. Eng.,

JSCE. No. 680/III-55, 1-14