tugas metpen proposal rev 2 new revisi edisi panduan tesis yang dikumpulkan ke bu erna
Post on 08-Jul-2016
30 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
A. Judul Penelitian
Pengaruh Kualitas Teknik, Kualitas Fungsional, Dan Coporate Image
Terhadap Kepuasan Pasien Serta Dampaknya Pada Wom (Word of mouth)
Positif (Survei Pada Puskesmas Lingga Dan Puskesmas Sungai Ambawang
Di Wilayah Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya)
B. Latar Belakang Penelitian
Sektor jasa memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian
dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat, sektor jasa berkontribusi terhadap
sekitar 80% Produk Domestik Bruto (PDB) dan lebih dari 50% total pengeluaran
konsumen dibelanjakan untuk jasa (Kotler, 2005). Selain itu, jasa juga merupakan
salah satu sumber lapangan kerja. Pekerjaan dalam sektor jasa di Amerika Serikat
diperkirakan mencapai 79% dari total lapangan kerja dan diprediksi akan
menyediakan sekitar 90% dari keseluruhan lapangan kerja baru pada dekade awal
abad 21 (Kotler, 2005).
Di Indonesia perkembangan sektor jasa berkembang pesat. Sumbangan
sektor jasa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia cukup signifikan,
yaitu sekitar 42% walaupun masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga di
kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia (48%), Thailand (49%), Filipina (53%),
dan Singapura (67%) (Kotler, 2005).
Perkembangan sektor jasa di Indonesia mengakibatkan persaingan antar
perusahaan yang bergerak di sektor jasa semakin ketat. Perusahaan yang tidak
mampu bersaing dengan kompetitornya akan mengalami collapse. Persaingan
1
2
yang semakin ketat dalam industri jasa juga terjadi dalam jasa kesehatan tidak
terkecuali dalam layanan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan lain-lain.
Persaingan dapat dilhat dua sisi yaitu konsumen dan penyedia jasa. Dari sisi
konsumen dapat terlihat bahwa konsumen memiliki keleluasaan yang lebih tinggi
dalam memilih, sedangkan persaingan yang sangat ketat dari sisi penyedia jasa
yaitu upaya maksimal untuk mempertahanakan dan meningkatkan kepuasan.
untuk itulah penyedia jasa berlomba-lomba meningkatkan kepuasan yang
tergantung pada kualitas pelayanan yang baik. Ada beberapa aktivitas dalam
menciptakan kualitas yang baik, salah satu yang terpenting adalah pengendalian
kualitas. Pengendalian kualitas penting dilakukan agar produk yang dihasilkan
oleh perusahaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahan dan
standar yang telah ditetapkan oleh badan yang berwenang.
Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan kepuasan
terhadap pengguna layanan. Kualitas layanan ini pada akhirnya dapat memberikan
beberapa manfaat, di antaranya terjalinnya hubungan yang harmonis antara
penyedia barang dan jasa dengan pelanggan, memberikan dasar yang baik bagi
terciptanya suatu kepuasan pelanggan dan rekomendasi yang positif dari mulut ke
mulut (word of mouth positif) yang menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut.
Menurut Gronroos (1993) (dalam Akhtar, 2011) dimensi kualitas pelayanan
yang dimaksud adalah kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan
konsumen (meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, pengetahuan
karyawan, kemampuan teknis karyawan, solusi teknis, kualitas mesin dan estetika
3
output), kualitas fungsi (yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan,
terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku karyawan,
hubungan internal, penampilan karyawan, kemudahan akses, dan service
mindedness), dan reputasi perusahaan/puskesmas (corporate image), yang
dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.
Menurut penelitian Handayani (2013) semua variabel kualitas pelayanan
baik itu kualitas teknik, kualitas fungsional, dan citra perusahaan secara bersama-
sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan Satuan Kerja Pengguna Jasa
Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara (KPKNL) Jambi. Dengan adanya penelitian
sebelumnya dengan objek penelitian Satuan Kerja Pengguna Jasa Seksi
Pengelolaan Kekayaan Negara (KPKNL) Jambi, sehingga pada penelitian kali ini
menggunakan objek penelitian yakni penyedia layanan kesehatan berupa
puskesmas. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
1994 tentang susunan organisasi dan tata kerja pusat kesehatan masyarakat pasal 1
ayat 1 yang menyatakan bahwa pusat kesehatan masyarakat adalah unit
pelaksanaan taknis Dinas Kesehatan Daerah yang melaksanakan pelayanan upaya
kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja tertentu yang selanjutnya disebut
Puskesmas. Didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat Indonesia tidak
4
terkecuali pada masyarakat kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Kalimantan Barat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan
tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat Sungai
Ambawang sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan
oleh puskesmas di Kecamatan Sungai Ambawang dalam menunjang pencapaian
kualitas pelayanan kesehatan yang baik.
Peran Puskesmas di Kecamatan Sungai Ambawang merupakan pelayanan
kesehatan terdepan yang menentukan dalam mencapai tujuan pembangunan
nasional serta pusat pengembangan pembangunan kesehatan sehingga peran
puskesmas di Kecamatan Sungai Ambawang menempati pos yang strategi. Untuk
merealisasikan peran dan fungsi puskesmas maka diperlukan perangkat
manajemen yang baik guna menciptakan kualitas pelayanan yang baik pula.
Layanan puskesmas yang tersedia di Kecamatan Sungai Ambawang ada tiga
yaitu Puskesmas Sungai Ambawang, Puskesmas Lingga, dan Puskesmas Parit
Timur. Informasi dari ketiga puskesmas tersebut ditunjukkan pada tabel 1.
Ketiga puskesmas memiliki fasilitas yang bervariasi, dua diantaranya yaitu
puskesmas sungai ambawang dan puskesmas lingga yang sudah memiliki fasilitas
rawat inap namun satu puskesma yang belum memiliki fasilitas rawat inap yaitu
puskesmas parit timur yang disebabkan karena jumlah penduduk yang masih
terbatas dan lain-lain, untuk itulah fokus penelitian ini dilakukan pada puskesmas
lingga dan puskesmas sungai ambawang.
5
Tabel 1Layanan Puskesmas di Kecamatan Sungai Ambawang
No Puskesmas Kode Puskesmas Lokasi Fasilitas
1 Sungai Ambawang P6112080101
Jl. Manunggal XVIII Ds.
Ambawang Kuala, Kec. Sungai Ambawang
Rawat Inap
2 Lingga P6112080103
Jl. Trans Kalimantan KM 31,
Kec. Sungai Ambawang
Rawat Inap
3 Parit Timur P6112080202
Jl. Terminal Bengkarek Ds.
Bengkarek, Kec. Sungai Ambawang
Non Rawat Inap
Sumber : Rekapitulasi Puskesmas Kabupaten Kubu Raya 14 Juni 2015
Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai
Ambawang merupakan salah satu fasilitas pemerintah yang bergerak dalam
bidang kesehatan dengan produk yang dihasilkan oleh puskesmas ini berupa
produk yang dapat menyembuhkan konsumen (pasien) dari permasalahn medis.
Interaksi Puskemas menawarkan jasa pengobatan kepada konsumen (pasien)
dalam membantu masalah yang dihadapi pasien, adalah tentang penyakit.
Disamping itu, Puskesmas juga menawarkan jasa bersalin, pengobatan penyakit,
pengobatan kecelakaan, pencegahan seperti keluarga berencana, tetanus,
imunisasi, serta pelayanan poli gigi.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang sebagai salah satu fasilitas
pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan secara umum bertujuan
6
untuk meningkatkan dan mempertahankan Derajat Kesehatan Masyarakat yang
telah difasilitasi oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten
melalui kegiatan-kegiatan kuratif dan preventif sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten serta meningkatkan dan
mempertahankan kemampuan memberikan pelayanan yang bermutu kepada
pasien. Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai
Ambawang dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari dilengkapi dengan
fasilitas berupa tempat parkir cukup luas, ruang tunggu yang nyaman, poli umum,
ruang KIA yang dilengkapi dengan tempat tidur pemeriksaaan, laboratorium,
apotik dan ruang obat, ruang konsultasi gizi, klinik sanitasi, ventlasi dan
penerangan yang cukup pada semua ruangan, dan tempat sampah di setiap
ruangan.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien dari tahun
2012-2014 yang datang ke Puskesmas Lingga Kecamatan Sungai Ambawang
mengalami peningkatan dari tahun 2012 ke tahun 2013 yaitu sebesar 2629 pasien
dan mengalami penurunan pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu sebesar 555
pasien.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien dari tahun
2012-2014 yang datang ke Puskesmas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai
Ambawang mengalami peningkatan dari tahun 2012 ke tahun 2013 yaitu sebesar
2655 pasien dan mengalami penurunan pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu
sebesar 4302 pasien.
7
Tabel 2Jumlah Kunjungan Pasien Tahun 2012 - 2014
Puskesmas Lingga Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
Program Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Umum 6073 9039 8189Askes 0 0 0
Jamkesmas 1754 1417 1712Jamkesda 0 0 0
Gratis 0 0 0Jumlah 7827 10456 9901
Rata-Rata Per Bulan 652.25 871.33 825.08
Sumber : Profil Puskesmas Lingga Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak 2012-2014.
Tabel 3Jumlah Kunjungan Pasien Tahun 2012 - 2014
Puskesmas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
Program Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Umum 11448 12725 9530
Askes 0 0 0
Jamkesmas 1654 3032 1925
Jamkesda 0 0 0
Gratis 0 0 0
Jumlah 13102 15757 11455Rata-Rata Per
Bulan 1091.83 1313.08 954.58
Sumber : Profil Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak 2012-2014.
8
Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan di puskesmas sungai
ambawang dan puskesmas lingga, terlebih dahulu harus diketahui masalah utama
sebagai sebuah lembaga pelayanan (jasa) kesehatan yang banyak pesaingnya yaitu
apakah pelayanan yang telah diberikan kepada pasien/pelanggan selama ini telah
sesuai dengan harapan pasien/pelanggan atau belum.
Oleh karena itu, Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan dan
kepuasan pasien/konsumen (pelanggan) dengan meningkatkan kualitas pelayanan
agar kepuasan pasiennya meningkat. Pihak Puskesmas Lingga dan Puskesmas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang perlu secara cermat
menentukan kebutuhan pasien/konsumen (pelanggan) sebagai upaya untuk
memenuhi harapan/keinginan dan meningkatkan kepuasan atas pelayanan yang
diberikan. Menjalin hubungan dan melakukan penelitian terhadap mereka perlu
dilakukan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan. Hal
inilah yang disebut orientasi pada pasien/konsumen.
Untuk dapat menetukan kebijakan pelayanan yang tepat, khususnya dalam
pelayanan kepada pasien, diperlukan kajian tentang dimensi kualitas pelayanan
kepada pasien Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan
Sungai Ambawang. Adanya peningkatan pasien pada tahun 2012 ke 2013 dan
penurunan pasien pada tahun 2013 ke 2014 di Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang menimbulkan suatu
permasalahan, dimana permasalahannya adalah apakah terdapat pengaruh variabel
9
kualitas teknis, kualitas fungsional, dan reputasi perusahaan/puskesmas
(corporate image) terhadap kepuasan pasien serta dampaknya pada wom (word of
mouth) positif.
Studi ini perlu dilakukan dalam rangka dapat memberikan manfaat sebagai
sumbangan pemikiran kepada instansi pemerintah penyedia layanan kesehatan
dalam upaya peningkatan pelayan kepada pasien/konsumen (pelanggan).
Memberikan pertimbangan bagi pihak manajemen dalam pengambilan keputusan
tentang hubungan perbaikan kinerja pelayanan di Puskesmas Lingga dan
Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang.
Masalah kehidupan yang begitu kompleknya sekarang ini, menyebabkan
masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu
puskesmas sebagai salah satu ujung tombak sistem pelayanan kesehatan nasional
diharapkan mampu untuk selalu konsisten pada perannya, terutama kuantitas dan
kualitas pelayanan dalam upaya memuaskan kebutuhan dan keinginan pasien
(Satrianegara, 2014). Dari uraian latar belakang diatas, guna dapat meneliti lebih
dalam berdasarkan sudut pandang kualitas pelayanan (kualitas teknik, kualitas
fungsional, dan corporate image) dan kepuasan pasien serta dampaknya terhadap
wom (word of mouth) positif, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Teknik, Kualitas Fungsional, dan
Corporate Image terhadap Kepuasan Pasien Serta Dampaknya Pada WOM Positif
(Survei Pada Puskesmas Lingga dan Puskesmas Sungai Ambawang di Wilayah
Kecamatan Sungai Ambawang)”.
10
C. Rumusan Masalah Penelitian
Pelayanan Puskesmas yang kurang berkualitas dapat berdampak kurang
baik terhadap pengguna jasa atau pasien. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah kualitas teknik (technical quality) mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak ?
2. Apakah kualitas fungsional (functional quality) mempunyai pengaruh
terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Pontianak?
3. Apakah reputasi perusahaan/puskesmas (corporate image) mempunyai
pengaruh terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Pontianak ?
4. Apakah kualitas teknik (technical quality) mempunyai dampak terhadap
wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Pontianak?
5. Apakah kualitas fungsional (functional quality) mempunyai dampak
terhadap wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas
11
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Pontianak ?
6. Apakah reputasi perusahaan/puskesmas (corporate image) mempunyai
dampak terhadap wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan
Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten
Kuburaya Pontianak ?
7. Apakah kepuasan pasien mempunyai pengaruh terhadap wom (word of
mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak ?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan diatas maka tujuan dari kegiatan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas teknik (technical quality) terhadap
kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas fungsional (functional quality)
terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
3. Untuk mengetahui pengaruh reputasi perusahaan/puskesmas (corporate
image) terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
Pontianak
12
4. Untuk mengetahui dampak kualitas teknik (technical quality) terhadap
wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
5. Untuk mengetahui dampak kualitas fungsional (functional quality) terhadap
wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
6. Untuk mengetahui dampak reputasi perusahaan/puskesmas (corporate
image) terhadap wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan
Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten
Kuburaya Pontianak
7. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan pasien terhadap wom (word of
mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai nantinya dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan kesempatan dalam menerapkan teori, khususnya
teori di bidang pemasaran ke dalam dunia praktek yang sebenarnya dan
untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.
2. Bagi Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan
Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak
13
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Puskesmas yang bersangkutan
dalam hubungannya dengan jasa pelayanan kesehatan.
b. Sebagai input atau bahan masukan untuk perbaikan kualitas pelayanan guna
memenuhi kepuasan pasien, sehingga dapat menentukan langkah-langkah-
langkah selanjutnya dalam mengatur kebijaksanaan dimasa yang akan
datang.
3. Bagi pihak lain
a. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pembaca
kajian ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan.
F. Kajian Pustaka
1. Pengertian Jasa (Pelayanan)
Menurut Yamit (2005 : 21-22) meskipun terjadi beberapa perbedaan
terhadap pengertian jasa (pelayanan) dan secara terus menerus perbedaan tersebut
akan mengganggu, beberapa karakteristik jasa pelayanan beriktu ini akan
mengganggu, beberapa karakteristik jasa pelayanan beriktu ini akan memberikan
jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa pelayanan. Karakteristik jasa
pelayanan terebut adalah :
a. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak
dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan
sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi, meja makan dan peralatan
14
direstoran, tempat tidur pasien rumah sakit. Bagaimanapun juga pada
kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat
diraba. Hal ini banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan
tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, tetapi lebih pada nilai.
Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus
yang secara alami disediakan.
b. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu cirri khusus dari
jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa
tukang potong rambut, maka apabila pemotongan rambut telah dilakukan
tidak dapat sebagiannya disimpan untuk besok. Ketika kita menginap di
hotel tidak dapat dilakukan untuk setengah malam dan setenaghnya
dilanjutkan lagi besok pagi, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung
menginap dua hari.
c. Produksi dan konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan
secara bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, restoran,
pengurusan asuransi mobil dan lain sebagainya
d. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibidang jasa membutuhkan
investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak
tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa
hambatan untuk memasukinya lebih rendah.
e. Sangat dipengaruhi oleh faktor luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari
luar seperti : teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi.
15
Sektor jasa keuangan merupakan contoh yang paling banyak dipengaruhi
oleh peraturan dan perundang-undangan pemerintah, dan teknologi
computer dengan kasus mellinium bug pada abad dua satu.
Karakteristik jasa (pelayanan) tersebut diatas akan menentukan definisi
kualitas jasa (pelayanan) dan model kualitas jasa (pelayanan). Mendefinisikan
kualitas jasa (pelayanan) membutuhkan pengetahuan dari beberapa disiplin ilmu
seperti : pemasaran, psikologi, dan strategi bisnis. Olsen dan Wiyckoff (dalam
Zulian Yamit, 2005 : 22) melakukan pengamatan atas jasa pelayanan dan
mendefinisikan jasa pelayanan adalah sekelompok manfaat yang berdaya guna
baik secara eksplisit maupun inplisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang
maupun jasa pelayanan.
Olsen dan Wiyckoff juga memasukkan atribut yang dapat diraba (tangible)
dan yang tidak dapat diraba (intangible). Definisi secara umum dari kualitas jasa
pelayanan ini adalah dapat dilihat dari perbandingan antara harapan konsumen
dengan kinerja kualitas jasa pelayanan.
Collier (dalam Zulian Yamit, 2005 : 22) memiliki pandangan lain dari
kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, kualitas
dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada pelanggan (excellent) dan tingkat
kualitas pelayanan merupakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat
mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan eksternal dan biaya) dan
sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan).
16
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan
pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service
quality) kepada pelanggan. Terdapat dua pendekatan pelayanan berkualitas yang
popular digunakan dikalangan bisnis Amerika dan kini telah menyebar ke
berbagai negara didunia.
Pendekatan pertama dikemukakan oleh Karl Albrch (dalam Yamit, 2005 :
23) yang mendasarkan pendekatan pada dua konsep pelayanan berkualitas, yaitu
service triangle dan total quality service diterjemahkan sebagai layanan mutu
terpadu Budi W. Soetjipto (dalam Yamit, 2005 : 23).
a Service Triangle
Service Triangle adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang
menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya. Model tersebut terdiri
dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus Albercht and Zemke, dalam
Budi W. Soetjipto (yang dikutip dari Yamit, 2005 : 23) yaitu :
1). Strategi Pelayanan (Service Strategy)
Strategi Pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada
pelangan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah
ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan
harapan pelanggan sehingga tidka terjadi kesenjangan antara pelayanan
yang diberikan dengan harapan pelanggan. Strategi pelayanan harus pula
dirumuskan dan diimplementasikan seefektif mungkin sehingga mampu
membuat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan
17
pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplimentasikan strategi
pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus pada kepuasan pelanggan
sehingga perusahaan mampu membuat pelanggan melakukan pembelian
ulang bahkan mampu meraih pelanggan baru.
2). Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan (Service People)
Orang yang berinteraksi secara langsung maupun tidak berinteraksi secara
langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan
secara tulus (empathy), responsive, ramah, fokus, dan menyadaribahwa
kepuasan pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula
memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja,
penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kinerja yang mampu
menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat strategi
pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan
eksternalnya, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan
kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian pula sebaliknya.
3). Sistem Pelayanan (Service System)
Sistem Pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang
melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumberdaya manusia yang
dimilki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak
berbelit-belit dan sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu
perusahaan harus mampu melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika
18
pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem
pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem pelayanan, tapi dapat
dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas
pelayanan. Misalnya, dengan memperpendek prosedur pelayanan atau
karyawan diminta melakukan pekerjaan secara cepat dengan menciptakan
one stop service.
b. Total Quality Service
Pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan
(stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Pelayana mutu terpadu
memiliki lima elemen penting yag saling terkait (Albrecht dalam Budi
W.Soetjipto (yang dikutip dari Yamit, 2005:24)) yaitu :
1). Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur
pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan
pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang
diberikan.
2). Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan
berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan dapat mempertahankan
pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan yang baru.
3). Education, training and communication adalah tindakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan
pelayanan berkualitas, amapu memahami keinginan dan harapan pelanggan.
19
4). Process improvement adalah desain bulang berkelanjutan untuk
menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-A-C dapat diterapkan
dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini.
5). Assessment, measurement and feedback adalah penialaian dan pengukuran
kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah
diberikan kepada pelanggan. Penilaian ini enjadi dasar informasi balik
kepada karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan
harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki.
Pendekatan kedua adalah conceptual model of service quality yang
dikemukakan oleh toga orang akademisi Amerika dengan nama PBZ yang
merupakan singkatan dari tiga nama penemunya yaitu A. Pasuraman, Leonard L.
Berry dan A. Zaithaml.
Jasa pada dasarnya memiliki tujuan yang hampir sama dengan pelayanan
produk. Hampir semua perusahaan menawarkan manfaat dan penambahan nilai
untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Beberapa tentang pengertian jasa, yaitu
menurut Stanton (1992:220) jasa adalah “semua kegiatan atau aktivitas yang dapat
diidentifikasikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba
(intangible) yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada
penjualan produk atau jasa lain”. Kotler (2000:486) merumuskan jasa sebagai
“setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
20
kepemilikan apapun”. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu
produk fisik.
Menurut Gronross (1990) pengalaman pengguna jasa dapat dikategorikan ke
dalam tiga kriteria, yaitu berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality),
bagaimana cara penyampaian jasa (Functional Quality) dan ditambah kesan baik
atau buruk mengenai perusahaan (coorporate image) yang terbentuk dalam
benaknya sebelum atau sesudah ia maengkonsumsi jasa. Apabila kesannya positif,
berarti konsumennya maerasa puas atau sangat puas, yang merupakan indikator
bahwa jasa yang diberikan mempunyai kualitas yang baik
2. Kualitas Jasa (Pelayanan)
a. Pengertian Kualitas
Membicarakan tentang pengertian atau defenisi kualitas dapat berbeda
makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat
tergantung pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba untuk
mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Beberapa
diantaranya yang paling popular adalah yang dikembangan oleh tiga pakar
kualitas tingkat internasional, yaitu mengacu pada pendapat W. Edwards Deming,
Philip B. Crosby dan Joseph M. Juran (dalam Yamit, 2005:7).
Deming mendefinisikan kualitas adalah “apapun yang menjadi kebutuhan
dan keinginan konsumen”. Crosby mempersepsikan kualitas sebagai “nihil cacat,
kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan”. Juran mendefinisikan
kualitas sebagai “kesesuaian terhadap spesifikasi, jika dilihat dari sudut pandang
21
produsen”. Sedangkan secara objektif kualitas menurut Juran (dalam Yamit,
1996 : 337) adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability),
kinerja (performance), keandalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan
(maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur. Goetsch Davis (dalam Yamit,
2005:8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu “kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Pendekatan yang digunakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan
hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga
menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan. Sangatlah mistahil
menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses
yang berkualitas.
Manurut Gaspersz (2002:181) mendefinisikan “kualitas totalitas dari
karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan”. Kualitas seringkali diartikan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap
persyaratan atau kebutuhan.
Menurut Gasperz yang dikutip oleh Riduwan (2007:248) kualitas pada
dasarnya dapat mengacu kepada pengertian pokok yaitu :
a. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan
langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan
22
pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan
produk ini,
b. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan.
Perusahaan jasa dan pelayanan lebih menekankan pada kualitas proses,
karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersbut.
Sedangkan perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekankan pada
hasil, karena konsumen umunya tidak terlibat secara langsung dalam
prosesnya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen kualitas yang dapat
memberikan jaminan kepada pihak konsumen bahwa produk terseubt
dihasilkan oleh proses yang berkualitas.
David Garvin (dalam Yamit, 2005:9-10) mengidentifikasikan lima
pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis,
yaitu :
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit diefenisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya
diterapkan dalam karya seni seperti music, seni tari, seni drama dan seni rupa.
Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit
(sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank) dan tempat
23
bebelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan
sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product-based approach
Kulitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
dapat diukur. Perbedaan kulitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang
dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan
perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3. User-based approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pad aorang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used) merupakan produk
yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan
konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
sehingga kualitas bagi sesorang adalah kepuasan maksimum yang dapat
dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut
pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai
dengan persyaratannya (conformance quality) dan prosedur. Pendekatan ini
berfokus pada kesesuaian yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena
itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,
dan bukan konsumen yang menggunakannya.
24
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Oleh karena itu
kualitas dalam pandangan ini bersifat relative, sehingga produk yang memiliki
kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang
paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli.
Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu
sikap atau cara kerja aparatdalam melayani pelanggan atau masyarakat secara
memuaskan. Menurut Triguno (1997 : 78) pelayanan/penyampaian yang terbaik,
yaitu “melayani setiap saat, secara cepat, dan memuaskan, berlaku sopan, ramah
dan menolong, serta professional, dan mampu”. Menurut Wyckof (dalam
Tjiptono, 1996 : 59) “kualitas jasa/layanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan”. Ini berarti, bila jasa/layanan yang diterima (perceived
service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan
baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan,
maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal, sebaliknya
bila jasa/layanan yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka
kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.
Dengan demikian, baik buruknya kualitas jasa/layanan tergantung pada
kemampuan penyedia jasa/layanan dalam memenuhi harapan pelanggan secara
konsisten dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas
25
yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyelenggara atau penyedia
jasa/layanan, tetapi harus dilihat darisudut pandang atau persepsi pelanggan
Kualitas jasa (pelayanan) sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen.
Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen satu dengan konsumen yang
lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin dapat dilihat
sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi,
walaupun dengan suatu pelayanan yang baik.
Menurut Wyckof dalam Lovelock (yang dikutip dari Purnama, 2006 : 19-
20) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai “tingkat kesempurnaan
tersebut untuk memnuhi keinginan konsumen”, sedangkan menurut Parasuraman,
et al. kualitas layanan merupakan “perbandingan antara layanan yang dirasakan
(persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen”. Jika
kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang
diharapkan, maka layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan.
Menurut Gronroos (1993) (dalam Akhtar, 2011) menyatakan kualitas
layanan meliputi :
a) Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri
dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan
internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness.
b) Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi
harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.
26
c) Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi
di mata konsumen.
Le Boef dalam Kismoyohadi (2002) menyatakan bahwa “kualitas layanan
merupakan kemampuan suatu layanan yang diberikan oleh pemberi layanan dalam
memenuhi keinginan penerima layanan”. Definisi ini sejalan dengan konsep
kualitas modern, karena menganut aspek orientasi konsumen. Sedangkan menurut
Lewis dan Booms dalam Tjiptono (2008) mendefinisikan kualitas layanan sebagai
“ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspektasi pelanggan”. Kedua definisi ini memiliki kemiripan karena memandang
kualitas pelayanan sebagai suatu kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Keinginan konsumen yang dimaksud dalam hal ini adalah
keinginan yang muncul dari harapan/ekspektasi konsumen. Sehingga dengan kata
lain faktor utama yang memengaruhi kualitas pelayanan adalahlayanan yang
diharapkan pelanggan dan persepsi terhadap layanan
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu jenis pelayanan dari sekian
banyak spesifikasi jasa. Dengan demikian pelayanan kesehatan dapat ditentukan
kualitasnya. Azwar, dalam Rosjid (1997), mengatakan pengertian kualitas
pelayanan kesehatan bersifat multidimensional. Pengertian itu terdiri dari definisi
menurut pemakai jasa pelayanan kesehatan (pasien dan keluarganya), definisi
menurut penyelenggara pelayanan kesehatan (pihak puskesmas atau rumah sakit,),
dan definisi menurut penyandang dana yang membiayai pelayanan kesehatan.
Pengertian kualitas pelayanan kesehatan menurut berbagai pihak tersebut adalah :
27
a) Bagi pemakai jasa pelayanan (pasien dan keluarganya), pengertian kualitas
terutama berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan petugas
puskesmas (rumah sakit) dalam memenuhi kebutuhan pasien dan
komunikasi pasien dan petugas, termasuk didalamnya sifat ramah, rendah
hati dan kesungguhan
b) Bagi pihak penyedia jasa pelayanan (puskesmas atau rumah sakit), termasuk
didalamnya para dokter dan petugas lain, derajat kualitas pelayanan terkait
pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Selain itu terkait pula pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi
kesehatan lainnya yang ada di puskesmas atau rumah sakit.
c) Bagi pihak penyandang dana, kualitas pelayanan terkait pada segi-segi
efisiensi pemakaian sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan.
Berdasarkan uraian dari berbagai sumber diatas, dapat dikatakan kualitas
pelayanan direpresentasikan dengan kepuasan konsumen. Sehingga untuk
mengetahui sejauh apa kualitas pelayanan, dapat diketahui dengan
mengukur kepuasan konsumen. Untuk melihat apakah suatu pelayanan
mampu memenuhi (Setianto, 2010)
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan
antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para
pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima. Kualitas Pelayanan atau
Servis Quality adalah suatu metode mengukur pelayanan mutu, artinya apakah
28
pelayanan yang dilaksanakan disebuah organisasi tersebut memberikan kepuasan
pada pemakai. Pelayanan mutu disini dievaluasi apakah memberikan kepuasan
para pengguna. Pelaksanaan pelayanan mutu sangat penting dalam era persaingan
ini.
Semakin tinggi mutu pelayanan yang dilaksanakan, semakin banyak pula
pelanggan terpuaskan. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan
produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan. Kualitas
pelayanan diukur dengan tiga dimensi yaitu kualitas fungsi, kualitas teknis dan
reputasi perusahaan (Gronroos (dalam purnama, 2006 : 20))
b. Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Purnama (2006: 15-16) menentukan kualitas produk harus
dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk layanan
(service) karen keduanya memiliki banyak perbedaan. menyediakan produk
layanan (jasa) berbeda denagn menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa
cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas.
perbedaan antara produk manufaktur dengan produk layanan adalah :
1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan
diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai
keinginan mereka dan berbeda satu sama lain.
2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual
customer” yang lebih tinggi disbanding manufaktur. Dalam manufaktur
sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan
29
asuransi, dan pelayanan restoran, harus mnyesuaikan layanan mereka
terhadap individual.
3. Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud.
Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain,
sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan
konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk
manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan
harus diikuti dengan permohonan maaf dan reparasi.
4. Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama-sama,
sedangkan produk manufaktur diproduks sebelum dikonsumsi. Produk
layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada
konsumen.
5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan
dibentuk diluar keterlibatan langsung ordernya sendiri atau mengamil
makanan sendiri, membawa makanan sendiri kemeja, dan diharapkan
membersihkan meja ketika setelah makan.
6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih
banyak padat modal. Kualitas interaksi anatara produsen dan konsumen
merupakan factor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan
kesehatan tergantung interaksi psaien, perawat, dokter, dan petugas
kesehatan lain. Di sini perilaku dan modal pekerja merupakan hal yang
kritiss dalam menyediakan kualitas layanan.
30
7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi
konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus
memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin
bank atau barangkali perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket
kiriman diseluruh dunia.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (2011:333-334) merumuskan dimensi
atau faktor faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas jasa
dinyatakan dalam tiga kriteria pokok, yaitu outcome-related, process-related, dan
image-related kriteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat dijabarkan menjadi
enam unsur, yaitu :
1. Professionalism and skill
Kriteria yang pertama ini merupakan outcome-related criteria, dimana
pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional,
dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara professional
2. Attitudes and behavior
Kriteria ini adalah process-related criteria. Pelanggan merasa bahwa
karyawan perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha
membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang
hati.
31
3. Accessibility and flexibility
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan merasa
bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnya
dirancang dan dioperasikan sedekian rupa sehingga pelanggan dapat
melakukan akses dengan mudah. Slain itu juga dirancang dengan maksud
agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan
pelanggan.
4. Reliability and trustworthiness
Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami
bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya
kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
5. Service Recovery
Recovery termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan menyadari
bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan,
maka penyedia jasa akan mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi
dan mencari pemecahan yang tepat
6. Reputation and credibility
Kriteria ini termasuk dalam image-related criteria. Pelanggan menyakini
bahwa operasi dari peyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau
imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya
Menurut Gronross (1990) dalam Farida Jasfar (2009), pada dasarnya
kualitas jasa dari sudut penilaian pelanggan dibedakan atas tiga dimensi berikut :
32
1. Technical atau Outcome related dimension
Yaitu berkaitan dengan apa yang diterima konsumen. Kualitas teknis
didefinisikan sebagai kualitas layanan yang dinilai dari apa yang diantarkan
oleh penyedia jasa (Sharma dan Patterson, 1999). Sedangkan menurut
Gronrooss dalam Hutt dan Spech, yang dikutip Tjiptono (1996:60) kualitas
teknikal adalah “komponen yang berkaitan dengan kualitas output
(keluaran) jasa yang diterima pelanggan”. Kualitas jasa merupakan suatu
perbedaan antara harapan dan persepsi konsumen terhadap kinerja jasa yang
mereka terima (Lovelock dalam Sharma dan Patterson, 1999). Kualitas
teknik berhubungan dengan hasil aktual atau jasa intinya seperti yang
dipersepsikan dalam konsumen. Dalam hal ini kualitas teknikal mengacu
kepada kompetensi dari suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang
diharapkan dari konsumen. Fenomena yang dijelaskan, semakin baik
kualitas teknis maka semakin baik pula penilaian terhadap merek tersebut
(Setyarini, 2013).
2. Functional atau Process related dimension
Yaitu berkaitan dengan cara jasa disampaikan atau disajikan. Bagaimana
cara jasa disampaikan oleh penyedia jasa juga akan mempengaruhi penilaian
terhadap kualitas jasa tersebut. Dimensi ini berkaitan dengan bagaimana the
moment of truth dapat berkesan positif saat ditentukan oleh perhatian dari
perusahaan jasa. Sehingga Gronross (1990) menyebut dimensi kedua ini
dengan functional quality of the process. Kualitas fungsional yaitu kualitas
33
layanan yang dinilai dari bagaimana layanan itu diantarkan (Gronroos
seperti dikutip oleh Sharma dan Patterson, 1999). Gronroos seperti dikutip
oleh Sharma dan Patterson (1999) menyatakan kualitas fungsional
merupakan “interaksi antara penyedia dan penerima jasa, dan dinilai dengan
cara yang sangat subyektif”. Kualitas fungsional adalah sesuatu yang
menyangkut hal mengenai responsiveness terhadap pelanggan, kesopanan
dengan pelanggan, pembawaan dan perilaku professional yang ditunjukkan
oleh perusahaan selama moment of truth dalam mengantarkan layanan inti
kepada pelanggan. Kajian literature mengindikasikan pengaruh positif
kualitas fungsional pada persepsi nilai (Sweeney et al., 1997 dan Chitty et
al., 2007). Fenomena yang dijelaskan semakin baik kualitas fungsional
maka semakin baik pula penilaian terhadap merek tersebut (Setyarini, 2013)
3. Corporate image
Yaitu berkaitan dengan citra perusahaan di mata konsumen. Dimensi ini
sama pengertiannya dengan kredibilitas (credibility) dalam pengertian
Parasuraman et al (1985). Corporate image merupakan bagian penting
dalam menilai jasa, karena image positif akan sangat mempengaruhi
penilaiannya terhadap hal-hal lainnya (Handayani, 2013). Menurut
Steinmentz dalam Sutojo (2004), citra perusahaan adalah “pancaran atau
reproduksi jati diri atau bentuk dari perorangan, benda atau organisasi”.
Menurutnya, bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi
masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Image dan loyalitas merupakan
34
variabel yang bisa dipengaruhi oleh pemasaran dan pemasangan iklan,
namun juga akan menjadi berhasil bila diatur dengan pelayanan dan
kepuasan konsumen yang unggul (Kandampully dan Hu, 2007). Fenomena
yang dijelaskan semakin baik citra suatu perusahaan maka semakin baik
pula penilaian terhadap perusahaan tersebut (Setyarini, 2013).
Dimensi kualitas yang dikemukanan oleh Gronross (1990) tersebut
berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika
kenyataannya pelanggan menerima pelayanan yang melebihi harapannya, maka
pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas dan jika sebaliknya maka
pelanggan mengatakan pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.
Dimensi kualitas diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk
mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan
pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan
keinginan pelanggan yang ditentukan oleh informasi yang mereka terima dari
mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi
eksternal melalui iklan dan promosi. Jika kesenjangan antara harapan dan
kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui
apa yang diinginkan oleh pelanggannya.
c. Gap (Kesenjangan) Kualitas Layanan
Menurut Purnama (2006 : 33) harapan konsumen terhadap kualitas layanan
sangat dipengaruhi oleh informasi yang mereka peroleh. Dari sudut pandang
konsumen, sumber informasi bisa berasal dari internal maupun eksternal. Sumber
35
informasi internal misalnya pengalaman pembelian masa lalu, pengamatan atau
percobaan pembelian. Sumber informasi eksternal merupakan informasi dari luar
kosumen, misalnya dari konsumen lain melalui informasi getok tular (dari mulut
ke mulut) atau informasi dari pemasar melalui promosi yang disampaikan dengan
media tertentu.
Harapan konsumen terhadap layanan yang dijabarkan kedalam lima dimensi
kualitas layanan harus bisa dipahami oleh puskesmas dan diupayakan untuk bisa
diwujudkan. Tentunya hal ini merupakan tugas berat bagi puskesmas, sehingga
dalam kenyataannya sering muncul keluhan yang dilontarkan konsumen karena
layanan yang diterima tidak sesuai dengan layanan yang mereka harapkan. Hal
inilah yang disebut dengan gap (kesenjangan) kualitas pelayanan sebagaimana
yang disajikan dalam gambar 1.
1). Kesenjangan (Gap) 1
Kesenjangan (Gap) 1 berisi tentang perbedaan antara harapan konsumen
dengan persepsi manajemen perusahaan yang disebabkan oleh kesalahan
manajemen dalam memahami harapan konsumen. Pihak yang terlibat didalam
perusahaan adalah setiap orang atau pihak yang memiliki tanggung jawab dan
otoritas untuk membuat atau mengubah kebijakan, prosedur, dan standar
pelayanan. Pihak tersebut termasuk eksekutif puncak, manajer menengah, dan
supervisor. Misalnya sebuah puskesmas memberikan layanan dengan tempat yang
nyaman dan peralatan yang canggih, namun ternyata pasien berharap mendapat
layanan dengan cepat dan mudah (Yamit, 2010:27)
36
2). Kesenjangan (Gap) 2
Kesenjangan (Gap) 2 merupakan perbedaan antara persepsi manajemen
atas harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas layanan, yang disebabkan oleh
kesalahan manajemen dalam menerjemahkan harapan konsumen ke dalam tolak
ukur atau standar kualitas layanan.
Persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen merupakan hal yang
perlu, namun tidak cukup untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Perusahaan harus mewujudkan persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen
ke dalam desain dan standar kinerja pelayanan. Desain dan standar pelayanan
dikembangkan atas dasar persyaratan konsumen dan prioritasnya. Sebab
munculnya kesenjangan kedua ini dapat dikatakan bahwa persepsi harapan
konsumen yang tidak diidentifikasi secara akurat. Misalnya petugas puskesmas
diinstruksikan melayani nasabah dengan cepat, namun tidak ada standar waktu
pemberian layanan (Yamit, 2010:28).
3). Kesenjangan (Gap) 3
Kesenjangan (Gap) 3 merupakan perbedaan antara spesifikasi kualitas
layanan dengan layanan yang diberikan, yang disebabkan oleh ketidakmampuan
sumber daya manusia (SDM) perusahaan dalam memenuhi standar kualitas
layanan yang telah ditetapkan. Meskipun perusahaan memiliki standar pelayanan
(pedoman dan prosedur) yang baik, pelayanan yang berkualitas tidak selalu bisa
diwujudkan. Standar yang baik harus dilengkapi dengan sumberdaya yang
mencukupi (orang, sistem, dan teknologi) dan harus didukung agar menjadi
37
efektif, yaitu : kinerja karyawan diukur dan karyawan diberi kompensasi berdasar
satandar tersebut (Yamit, 2010).
Konsumen (pasien)
Gambar 1. Model Kualitas Pelayanan (Yamit, 2010)
Gap 5
Gap 4
Gap 3
Gap 2
Desain pelayanan dan standar pelayanan
Persepsi perusahaan atas harapan konsumen
Cara Pelayanan
Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan
Harapan Konsumen Terhadap Pelayanan
Kebutuhan pribadi
Pengalaman Masa Lalu
Komunikasi dari mulut ke mulut
Komunikasi Perusahaan dengan
konsumenGap 1
38
Misalnya petugas puskesmas diinstruksikan untuk melayani nasabah dengan
cepat, namun disisi lain juga harus mendengarkan keluhan nasabah, sehingga
standar waktu layanan yang telah ditetapkan seringkali harus dilanggar (Yamit,
2010:28).
4). Kesenjangan (Gap) 4
Kesenjangan (Gap) 4 merupakan perbedaan antara layanan yang diberikan
dengan komunikasi eksternal yang disebabkan ketidakmampuan perusahaan untuk
memenuhi janji yang telah dikomunikasikan secara eksternal. Janji yang dibuat
oleh pemberi pelayanan/perusahaan melalui iklan dan kegiatan komunikasi
lainnyaakan menciptakan harapan konsumen yang akan dijadikan standar bagi
penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oelh perusahaan.
Misalnya sebuah puskesmas dalam promosinya menjanjikan layanan rawat inap
yang cepat dengan persyaratan yang mudah, namun dalam kenyataannya para
nasabah harus melengkapi beberapa persyaratan yang rumit (Yamit, 2010:29).
5). Kesenjangan (Gap) 5
Kesenjangan (Gap) 5 merupakan perbedaan antara harapan konsumen
dengan layanan yang diterima (dirasakan) konsumen yang disebabkan tidak
terpenuhinya harapan konsumen. Gap 5 merupakan gap yang disebabkan oleh gap
1,2,3 dan 4. Seperti dikatakan bahwa kesenjangan kelima berada di luar
perusahaan, yang terjadi karena konsumen memiliki persepsi yang berbeda
dengan harapannya. Kesenjangan kelima ini tidak mudah untuk dihilangkan,
39
karena perusahaan harus menghilangkan kesenjangan kesatu hingga kesenjangan
keempat, agar kesenjangan kelima dapat dihilangkan (Yamit, 2010:30).
Zeithaml dan Bitner (dalam Purnama, 2006 : 35) atau (Yamit, 2010:30-31)
menyebutkan bahwa gap yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor (lihat tabel
4)
Tabel 4Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan (Gap) Kualitas Layanan
Gap Faktor PenyebabGap 1 1. Orientasi riset pemasaran tidak seimbang
2. Kurang komunikasi keatas3. Fokus yang kurang mencukupi
Gap 2 1. Tidak ada standar yang berorientasi kepada konsumen2. Kepemimpinan yang tidak memadai3. Desain layanan yang tidak baik
Gap 3 1. Kelemahan kebijakan Sumber Daya Manusia2. Kegagalan menyesuaikan permintaan dan penawaran3. Konsumen tidak memainkan peran dengan semestinya
Gap 4 1. Manajemen pengolahan harapan konsumen yang tidak akurat (lemah)
2. Janji yang berlebihan3.Komunikasi Horisontal yang kurang memadai
6). Langkah-langkah Untuk Mengurangi Gap Kualitas Layanan
Idelanya kualitas layanan yang diterima oleh konsumen sama dengan
kualitas layanan yang mereka harapkan. Oleh karena itu agar konsumen puas
terhadap layanan yang diberikan perusahaan, maka menjadi keharusan bagi
perusahaan untuk menghilangkan gap yang terjadi. Namun jika upaya
menghilangkan gap sulit dilakukan, paling tidak perusahaan harus berupaya
mangurangi gap seminimal mungkin. Berry (dalam Purnama, 2006:36)
memberikan kerangka komprehensif dan runtut untuk menghilangkan gap 1
40
hingga gap 4. Terdapat emapt langkah untuk menghialngkan gap kualitas layanan,
yaitu :
a). Menumbuhkan kepemimpinan yang efektif
Kepemimpinan merupakan penggerak utama perbaikan layanan. Tanpa
layanan yang efektif, kepemimpinan tanpa visi dan arah yang jelas, serta
tanpa bimbingan manajemen puncak, upaya pemberian layanan yang
berkualitas tidak bisa diciptakan. Untuk mengembangkan kepemimpinan
yang efektif, empat cara berikut bisa ditempuh, yaitu :
(1). Mendorong kelancaran proses pembelajaran di kalangan top manajemen
(2). Promosi orang yang tepat pada jabatan eksekutif puncak
(3). Mendorong peran individu
(4). Mengembangkan budaya saling percaya
b). Membangun sistem informasi layanan
Sistem informasi layanan yang efektif akan mengakomodasikan keinginan
dan harapan konsumen, mengidentifikasi kekurangan yang diberikan
perusahaan, memandu alokasi sumber daya perusahaan untuk kepentingan
peningkatan kualitas layanan dan memungkinkan perusahaan memantau
layanan pesaing.
c). Merumuskan strategi layanan
Strategi layanan adalah strategi untuk memberikan layanan dengan kualitas
sebaik mungkin kepada konsumen. Strategi layanan harus menjadi pedoman
41
bagi pekerja sehingga pelaksanaan pekerjaan harus mengacu tujuan yang
ditetapkan.
d). Implementasi (penerapan) strategi layanan
Strategi layanan dapat diimplementasikan dengan efektif jika syarat-syarat
berikut ini dipenuhi :
d.1). Struktur organisasi yang memungkinkan berkembangnya budaya
perusahaan dengan titik berat pada perbaikan berkelanjutan, menjadi
pedoman bagi perbaikan kualitas layanan, peningkatan kemampuan teknis
sumber daya yang mendukung perbaikan kualitas layanan, serta
memberikan solusi terhadap setiap persoalan yang menyangkut kualitas
layanan.
d.2). Teknologi yang applicable untuk memperbaiki sumber daya, metode kerja,
dan sistem informasi yang mendukung upaya perbaikan kualitas layanan.
d.3). Sumber daya manusia yang memiliki sikap, perilaku, pengetahuan, dan
kemampuan yang mendukung efektivitas realisasi strategi layanan
3. Kepuasan
a. Pengertian Kepuasan
Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat
sesuatu memadai (Tjiptono dan Chandra, 2005:195). Sedangkan Kotler (2003:61)
mendefinisikan kepuasan sebagai “perasaan senang atau kecewa seseorang yang
dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk
dengan harapan-harapannya”.
42
Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis” (artinya
cukup baik, memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan dapat
diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’
(Tjiptono, 2005: 349). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Susanto, 2001: 52).
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh pelayanan yang diberikan baik secara
tangibles maupun intangibles. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi spesifik
terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan pemberi jasa, sehingga kepuasan
pelanggan hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat
proses pemberian pelayanan (Kotler dan Susanto, 2001: 53)
Tingkat kepuasan adalah fungsi dariperbedaan antara kinerja yang dirasakan
dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan kecewa,
apabila kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan puas, dan apabila kinerja
melebihi harapan maka pelanggan sangat puas, senang, atau gembira. Kepuasan
pelanggan dapat dirumuskan yaitu Satisfaction= f (Performance - Expectation)
(Yoeti, 2003: 36)
Pada kepuasan pelanggan ada tiga kemungkinan yang terjadi :
a. Performance(P) < Expectation(E)
Bila hal ini terjadi, maka pelanggan menyatakan bahwa pelayanan yang
diberikan jelek, karena harapan pelanggan tidak terpenuhi atau
pelayanannya kurang baik, belum memuaskan pelanggan.
43
b. Performance(P) = Expectation(E)
Bila hal ini terjadi, maka bagi pelanggan tidak ada istimewanya, pelayanan
yang diberikan biasa-biasa saja, karena belum memuaskan pelanggan.
c. Performance(P) > Expectation(E)
Bila keadaan ini tercapai, maka pelanggan menyatakan pelayanan yang
diberikan adalah baik dan menyenangkan
Apa sebabnya kepuasan pelanggan itu? Untuk mendefinisikan kepuasan
pelanggan sebenarnya tidaklah mudah, karena pelanggan memilki berbagai
macam karakteristik, baik pengetahuan, kelas sosial, pengalaman, pendapatan
maupun harapan. Misalnya, seorang pelanggan baru ingin mencoba masakan
tertentu dari sebuah restoran. Sebelum melakukan pembelian, pelanggan baru
tersebut pasti memilki harapan bahwa dia akan dilayani secara baik, pelayanannya
ramah, cepat tanggap. dan masakan yang ingin dicobanya enak. Jika harapan
pelanggan ini sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan melebihi harapannya
sudah dapat dipastikan pelanggan tersebut akan merasa puas. Tetapi bila yang
dialami dan dirasakan pelanggan tidak sesuai dengan harapannya, missal
pelayanannya tidak ramah, tidak tanggap dan masakannya tidak enak, sudah dapat
dipastikan pelanggan tidak merasa puas.
Melalui contoh di atas, kepuasan pelanggan dapat diketahui setelah
pelanggan menggunakan produk dan jasa pelayanan. Dengan kata lain kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purna beli atau hasil evaluasi setelah
membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya. Dari penjelasan tersebut
44
dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil (outcome) yang
dirasakan atas penggunaan prosuk dan jasa, sama atau melebihi harapan (dalam
Zulian yamit, 2005:78).
Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan
menajemen (Tjiptono dan Chandra, 2005 : 192). Pelanggan umumnya
mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima
dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan (Assauri, 2003 :
28). Kepuasan pelanggan dapat membentuk persepsi dan selanjutnya dapat
memposisikan produk perusahaan di mata pelanggannya.
b. Mengukur Kepuasan Pelanggan (Pasien)
Bagaimana mengukur kepuasan pelanggan ? dari kesimpulan diatas
diketahui bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan atas penggunaan
produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan. Bagaimana
mengetahui hasil yang dirasakan pelanggan melebihi atau kurang dari harapan
yang dinginkan ?. Kotler (dalam Zulian Yamit, 2005 : 80) mengemukakan
beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan,
metode tersebut antara lain :
1. Sistem pengaduan
Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan
saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan
kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian
bagi perusahaan, sebab saran dan keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh
45
pengalaman mereka dan hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap
perusahaan.
2. Ghost Shopping
Mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap sebagai konsumen/pembeli potensial produk perusahaan dan
pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan
pengalaman dalam pembelian produk-produk tersebut.
3. Survey Pelanggan (Pasien)
Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur
kepuasan pelanggan misalnya, melalui surat poss, telepon, atau wawancara
secara langsung.
4. Panel Pelanggan (Lost Customer Analysis)
Perusahaan mengundang pelangan yang setia terhadap produk dan
mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah
menjadi pelanggan perusahaan lain. Dari pelanggan yang setia akan
diperoleh informasi tingkat kepuasan yang mereka rasakan dan dari
pelanggan yang telah berhenti membeli, perusahaan akan memperoleh
informasi mengapa hal itu dapat terjadi. Apabila pelanggan yang telah
berhenti membeli (customer loss rate) ini meningkat hal ini menunjukkan
kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.
46
Implikasi dari pengukuran kepuasan pelanggan tersebut adalah pelanggan
dilibatkan dalam pengembangan produk atau jasa dengan cara mengidentifikasi
apa yang dibutuhkan pelanggan. Hal ini berbeda dengan pelanggan dalam konsep
tradisional, dimana mereka tidak dalam pengembangan produk, karena mereka
berada di luar sistem.
Tujuan untuk melibatkan pelanggan dalam pengembangan produk dan jasa
adalah agar perusahaan dapat memenuhi harapan pelanggan, bahkan jika mungkin
melebihi harapan pelanggan. Persepsi yang akurat mengenai harapn pelanggan
merupakan hal yang perlu, namun tidak cukup untuk memberikan kepuasan
kepada pelanggan. Perusahaan harus mewujudkan harapan pelanggan ke dalam
desain dan standar kepuasan pelanggan. Desain dan standar kepuasan pelanggan
dikembangkan atas dasar harapan konsumen dan prioritasnya
4. WOM (Word of mouth)
a. Pengertian Words Of Mouth (WOM)
Word of mouth adalah suatu bentuk komunikasi mulut ke mulut yang
dilakukan oleh konsumen secara sukarela dan otomatis untuk mempromosikan
sebuah produk atau merek kepada relasi atau temannya karena suatu alasan
tertentu (Kotler dan Amstrong, 2004). Word of mouth merupakan jenis promosi
yang ampuh, efektif dan berbiaya paling murah. Konsumen yang merasa puas
akan memberitahu orang lain mengenai pengalaman yang baik tentang produk itu
(Kotler dan Amstrong, 2004). Menurut Tjiptono (2008), word of mouth juga
cepat diterima sebagai referensi karena konsumen biasanya sulit mengevaluasi
47
produk atau jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.
Menurut Tjiptono (2008) Word of mouth (WOM) adalah “komunikasi personal
yang dianggap sangat efektif dalam memberikan informasi tentang suatu produk,
jasa, peristiwa, ide, individu, politikus dan juga tempat-tempat untuk dikunjungi”.
WOM juga efektif untuk mempengaruhi seseorang, karena informasi yang
diberikan oleh seorang individu lainnya biasanya dianggap jujur dan tidak bias.
Khalayak cenderung lebih mempercayai informasi produk yang mereka dengar
dari kenalannya atau orang lain dibandingkan dengan informasi yang dipasang
di media. Komunikasi WOM atau komunikasi dari mulut ke mulut dapat
dianggap sebagai salah satu bentuk tradisional dari komunikasi pemasaran.
WOM merupakan komunikasi personal yang bersifat informal dengan pelakunya
konsumen sendiri bukan tenaga pemasaran. Hal lainnya adalah topik WOM
berhubungan dengan produk, jasa maupun perusahaan, sumbernya dapat
berasal dari pengalaman mengkonsumsi produk atau jasa baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Penelitian mengenai Word of mouth sebelumnya telah dilakukan oleh Tom
J. Brown, Thomas E. Barry, Peter A. Dacin, dan Richard F. Gunst (2005) dalam
sebuah jurnal yang berjudul Spreading the Word: Investigating Antecendents
of Consumers’ Positive Word of Mouth Intentions and Behaviors in a
Retailing Context. Dalam jurnal tersebut disimpulkan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan yang dirasakan konsumen pada saat pembelian akan memicu
timbulnya niat dan komitmen untuk menggunakan produk yang sama dan
48
menyebarkan berita tentang produk tersebut (word of mouth) yang pada akhirnya
akan mempengaruhi orang lain untuk membeli.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Hao Lai Ying, Cindy
M.Y Chung. Di Asia Pasific Journal of Marketing and Logistics, dengan
judul The effects of single – message single – source mixed Word of Mouth
on product attitude and purchase intention. Penelitian ini mencari tahu perilaku
dan keinginan membeli sebuah produk akan dipengaruhi oleh keterlibatan dan
informasi yang didapat dari suatu sumber. Ditemukan bahwa subjek yang diteliti
lebih menekankan evaluasi mereka melalui informasi yang didapat belakangan
dibanding dengan informasi yang didapat lebih awal dengan mengesampingkan
level keterlibatan.
Istilah WOM digunakan untuk mendefinisikan komunikasi verbal baik
bersifat positif maupun negatif. Komunikasi ini dapat berupa perbincangan antara
dua orang atau lebih, atau sekedar penyampaian testimonial secara satu arah.
Medianya dapat berupa pertemuan tatap muka, telepon, e-mail, listgroup, blog,
website, social media (Facebook, Friendster, Twitter, dll), animation Game (Flash
based Game, Mobile Game), atau alat komunikasi lainnya.
G. Penelitian Terdahulu
Tabel 5Penelitian-Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti & Penerbit Variabel Hasil Penelitian1 Analisis Pengaruh
Kualitas Teknis, Kualitas Fungsional Dan Citra Instansi Terhadap Kepuasan Satuan Kerja Pengguna Jasa Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara (Kpknl) Jambi
Handayani (2013) &ISSN : 2338 – 123X
Bebas : kualitas teknis, kualitas fungsional dan citra perusahaanTerikat : kepuasan satuan kerja selaku pengguna jasa seksi pengelolaan kekayaan Negara KPKNL Jambi
Semua variabel kualitas pelayanan (kualitas teknik, kualitas fungsional, dan citra perusahaan) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen kepuasan pengguna jasa KPKNL Jambi sebesar 0,355 atau 35,5%
2 Penentu kualitas pelayanan (kualitas teknis, kualitas fungsional dan citra instansi) dan hubungannya dengan perilaku hasil (studi empiris bank umum swasta di Bangladesh)
Akhtar (2011) & ISSN 1833-3850 / E-ISSN 1833-8119
Bebas : kualitas teknis, kualitas fungsional dan citra instansiTerikat : Perilaku Hasil
Kualitas layanan, kepuasan, dan loyalitas mempunyai hubungan yang positif, kuat dan saling berpengaruh satu sama lain
1
50
50
3 pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan (studi kasus nasabah bank sepah boushehr)
Esmailpour et al (2012) & Interdiciplynary Journal Of Contemporary Research In Business
Bebas : kualitas pelayananTerikat : kepuasan pelanggan
Menurut nasabah Bank Sepah terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan dan persepsi nasabah dalam hal inovasi, manfaat kredit dan reputasi bank
4 struktur hirarkis kualitas pelayanan yaitu integrasi kualitas teknis dan fungsional
Kang (2006) & Emerald Group Publisihng Limited
Bebas : bukti fisik, empati, daya tanggap, kehandalan, jaminan, kualitas teknik, kualitas fungsional,Terikat : kualitas pelayanan yang dirasakan
Dua komponen model (kualitas teknis dan kualitas fungsional) lebih cocok daripada model kualitas fungsional sendiri (seperti SERVQUAL)
5 pengaruh kualitas teknis dan kualitas fungsional dan kepuasan pelanggan terhadap kepercayaan pelanggan
Yong dan Bojei (2011) & IBBM
Bebas : kualitas teknis dan kualitas fungsional dan kepuasanTerikat : kepercayaan pelanggan
Kualitas teknis, kualitas fungsional dan kepuasan pelanggan memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap kepercayaan pelanggan (nasabah)Menariknya, kualitas teknis ditemukan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kualitas fungsional pada kepuasan dan kepercayaan di bank. Selanjutnya, analisis jalur kausal mengidentifikasi kepuasan pelanggan memiliki efek langsung yang paling besar terhadap kepercayaan, sementara kualitas teknis ditemukan memiliki efek keseluruhan terbesar (langsung dan tidak langsung) pada
51
51
kepercayaan52
52
6. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kepuasan Pasien Terhadap Words Of Mouth (Studi pada Pasien Rawat Jalan RS. Bhakti Wira Tamtama Semarang)
Indah Setyawati (2009)Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Bebas : Kualitas LayananTerikat : Kepuasan Pasien, Word of mouth
Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien, kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap words of mouth, dan kepuasan pasien berpengaruh positif dan signifikan terhadap words of mouth
7. Pengaruh Kualitas PelayananTerhadap Kepuasan dan Word OfMouth(Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di WingAmerta RSUP Sanglah Denpasar)
Mirah Ayu Putri Trarintya (2011) & Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Bebas : Kualitas LayananTerikat : Kepuasan Pasien, Word of mouth
Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar, Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikanterhadap word of mouth (WOM) pasien rawat jalan di Wing Amerta RSUPSanglah Denpasar, Kepuasan berpengaruh positif dan signfikan terhadap word of mouth (WOM) pasien rawat jalan di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar
8. Modeling consumer satisfaction and word-of-mouth: restaurant patronage in Korea
Barry Babin, Lee Yong-Ki, Mitch Griffin (2005) (ABI/INFORM Global)
Bebas : Kualitas PelayananTerikat : Kepuasan Konsumen, Word of mouth
kualitas layanan(dalam studinya disebut hedonic value), berpengaruh positif terhadap kepuasankonsumen (pelanggan), dan berpengaruh positif bagi kinerja Word of mouth
9. Spreading the Tom J. Brown, Bebas : Consumers’ kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan 53
53
Word: Investigating Antecendents of Consumers’ Positive Word of Mouth Intentions and Behaviors in a Retailing Context
Thomas E. Barry, Peter A. Dacin, dan Richard F (2005) & Journal of the Academy of Marketing Science
Positive WordTerikat : Mouth Intentions and Behaviors in a Retailing Context
konsumen pada saat pembelian akan memicu timbulnya niat dan komitmen untuk menggunakan produk yang sama dan menyebarkan berita tentang produk tersebut (word of mouth) yang pada akhirnya akan mempengaruhi orang lain untuk membeli
10. The effects of single – message single – source mixed Word of Mouth on product attitude and purchase intention
Hao Lai Ying, Cindy M.Y Chung (2007) & Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, DOI: 10.1108/13555850710720911
Bebas : Single – message single – source mixed Word of MouthTerikat : Product attitude and purchase intention
subjek yang diteliti lebih menekankan evaluasi mereka melalui informasi yang didapat belakangan dibanding dengan informasi yang didapat lebih awal dengan mengesampingkan level keterlibatan
H. Kerangka Konseptual
Pendekatan kualitas jasa pertama kali diperkenalkan oleh Gronroos dalam
Tjiptono, (2006 : 259). Lewat konsep perceived service quality dan model kualitas
jasa total. Pendekatan ini didasarkan pada riset mengenai perilaku konsumen dan
pengaruh ekspektasi menyangkut kinerja jasa terhadap evaluasi purna konsumsi.
Konsep penelitian secara konseptual mengacu pada kajian teori tiga penentu
kualitas jasa menurut Gronroos (1993, dalam Akhtar, 2011), yaitu technical
quality, functional quality dan corporate image. Mengetahui kepuasan dan word
of mouth konsumen sangat penting bagi manajemen perusahaan termasuk
puskesmas untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat.
Hubungan antara kualitas layanan dan kepuasan secara luas
didokumentasikan dalam literatur terutama pemasaran, hubungan tersebut secara
teoritis maupun empiris adalah positif seperti yang telah diteliti oleh Wijayanti
(2008). Secara teoritis ketika pelayanan yang diberikan mampu memenuhi atau
melampaui pengharapan atau ekpetasi pelanggan maka pelanggan tersebut merasa
puas (Parasuraman et al., 1988). Secara empiris banyak penelitian dengan latar
belakang sampel yang berbeda-beda telah membuktikan bahwa kualitas layanan
mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan seperti yang
diungkapkan oleh Setyawati (2009), Trarintya (2011), Akhtar (2011), dan
Setyarini (2013).
Setelah terpenuhinya kepuasan pelanggan, maka pihak perusahaan
(puskesmas) tentu saja berharap hal tersebut akan mempengaruhi pelangganya
1
54
55
untuk melakukan komunikasi getok tular atau word of mouth (WOM). Suprapti
(2010 : 247) menyatakan bahwa word of mouth (WOM) merupakan “komunikasi
pribadi antara dua individu atau lebih, misalnya antara pelanggan atau antar
anggota dari suatu kelompok”. Kepuasan pelanggan berhubungan kuat secara
positif terhadap WOM diteliti oleh Swan dan Oliver (1989), Thurau et al. (2003),
Ranaweera dan Prabhu (2003), Brown et al. (2005), Babin et al. (2005), Setyawati
(2009), dan Tratintya (2011).
Selain dipengaruhi oleh kepuasan, WOM juga dapat dipengaruhi oleh
kualitas layanan. Semakin baik kualitas layanan yang diterima oleh pelanggan
maka makin sering positive WOM yang dilakukan oleh pelanggan tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boulding et al. (1993),
Zaithamal et al. (1996), Gwinner et al. (1998), Horrison-Walker (2001),
Setyawati (2009) dan Trarintya (2011). Dengan melakukan kajian empiris dan
teoritis, maka diperoleh suatu gambaran konsep dalam penelitian ini terdiri atas
kualitas teknik, kualitas fungsional, corporate image (reputasi puskesmas),
kepuasan pasien, dan WOM (Word Of Mouth) yang dapat dilihat pada Gambar 2
berikut :
56
Gambar 2. Model Konseptual Hubungan Antara Dimensi Kualitas Pelayanan (Kualitas Teknik, Kualitas Fungsional, Reputasi Perusahaan (Corporate Image), Terhadap Kepuasan Pasien Serta Dampaknya Terhadap Word of mouth
I. Hipotesis Penelitian
1. Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
Kualitas pelayanan dapat diukur dengan dimensi kualitas pelayanan yang
dijadikan pedoman untuk menilai hasil kerja dalam bentuk perilaku konsumen.
Semakin tinggi kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan menimbulkan
kecenderungan perilaku konsumen yang akan menguntungkan perusahaan,
sebaliknya semakin rendah kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan
menimbulkan kecenderungan perilaku konsumen yang akan merugikan
perusahaan. Jika konsumen merasakan kualitas pelayanan seperti apa yang
H1Kualitas Teknik (X1) Kepuasan Pasien (Y)
H4
H7H2
Kualitas Fungsional (X2)
H5
WOM (Word of mouth) (Z)
H3Corporate Image (Reputasi Puskesmas)
(X3)H6
57
diharapkan, maka akan tercipta kepuasan yang akhirnya terlihat dalam perilaku
konsumen dengan : mengatakan hal yang positif mengenai penyedia jasa kepada
konsumen lain, tetap loyal kepada penyedia jasa membeli barang mereka lagi,
menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka, dan membayar harga
premium.
Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan
revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan
yang tidak boleh diabaikan jika suatu lembaga ingin hidup dan berkembang,
Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia
jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan
pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa
dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya
(Assauri, 2003). Parasuraman et al.(1985) menjelaskan bahwa “dimensi kualitas
pelayanan terdiri dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty”. Dimensi kualitas pelayanan ini berpengaruh pada harapan dan
kenyataan yang diterima. Jika pelanggan memperoleh pelayanan melebihi
harapannya maka pelanggan akan mengatakan pelayanan tersebut berkualitas dan
kemudian berkembang menjadi kepuasan terhadap penyedia jasa tersebut dan
sebaliknya apabila pelanggan merasa pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan harapan maka pelanggan akan mengatakan pelayanan tersebut tidak
berkualitas sehingga nantinya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
58
Kepuasan adalah gagasan emosional yang dapat mempengaruhi penilaian
dari jasa yang disediakan (Oliver, 2007). Evaluasi service qulity
menciptakan penilaian emosional akan satisfaction (Brady dan Robertson, 2001).
Perusahaan harus memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumennya
karena jika konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan
akan dapat menciptakan hubungan yang kuat dan menguntungkan perusahaan.
Hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan secara luas didokumentasikan
dalam literature pemasaran, hubungan tersebut secara teoritis maupun empiris
adalah positif seperti yang telah diteliti oleh Wijayanti (2008). Secara teoritis
ketika pelayanan yang diberikan mampu memenuhi atau melampaui pengharapan
atau ekspektasi pelanggan maka pelanggan tersebut merasa puas (Parasuraman et
al., 1988). Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang
berbeda beda telah membuktikan bahwa kualitas pelayanan mempunyai pengaruh
positif terhadap kepuasan pelanggan (pasien) seperti yang diungkapkan oleh
Setyawati (2009), Trarintya (2011), Akhtar (2011), dan Setyarini (2013).
Handayani (2013) juga mengungkapkan hal serupa yakni kualitas pelayanan
dilihat dari tiga dimensi yaitu kualitas teknik, kualitas fungsional, dan citra
perusahaan memiliki dampak positif bagi kepuasan pelanggan, sedangkan
Yulandari (2009) menyatakan bahwa konsumen kurang puas terhadap kualitas
pelayanan disebabkan oleh lebih besarnya harapan konsumen dibanding kinerja
perusahaan. Perusahaan harus meningkatkan kualitas pelayanannya pada
pelanggan, dimana semakin tinggi kualitas pelayanan yang diberikan akan
59
menciptakan kecenderungan perilaku konsumen yang menguntungkan
perusahaan. Begitu pula sebaliknya, apabila konsumen tidak mendapatkan
pelayanan yang baik dan merasa tidak puas maka akan menimbulkan
kecenderungan perilaku konsumen yang tidak menguntungkan sehingga akan
merugikan perusahaan. (Zeithaml et al.2002).
H1 : Terdapat pengaruh antara kualitas teknik (technical quality) terhadap
kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
H2 : Terdapat pengaruh antara kualitas fungsional (functional quality)
terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
H3 : Terdapat pengaruh antara reputasi perusahaan/puskesmas (corporate
image) terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
2. Kualitas Pelayanan dan Word of mouth
Kualitas pelayanan merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi WOM. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu
perusahaan akan dapat membentuk perilaku konsumen untuk menciptakan WOM
yang menguntungkan perusahaan. Tapi apabila kualitas pelayanan yang diberikan
tidak memenuhi harapan konsumen maka WOM tidak akan tercipta atau bahkan
konsumen akan melakukan WOM negatif.
60
WOM dewasa ini menjadi salah satu alternatif yang banyak diharapkan
memberikan solusi dan langkah strategis bagi perusahaan dan banyak peneliti
untuk dapat membantu meningkatkan derajat manajemen hubungan pelanggan.
WOM merupakan kebijakan strategis bagi perusahaan, karena perusahaan
memandang WOM merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam menghadapi
pesaing dan menghubungkan perusahaan dengan pasar (konsumen). WOM sangat
dibutuhkan sebagai elemen dalam strategi pemasaran yang kompetitif. Dalam
kondisi pasar yang makin kompetitif, perusahaan seringkali menyandarkan masa
depan mereka pada pelanggan. Oleh karena itu, bagi sebagian perusahaan acapkali
mengidentifikasikan “word of mouth” sebagai jaminan keuntungan jangka pendek
dan jangka panjang bagi para perusahaan (Vandaliza, 2007).
Suatu pengertian yang telah diterima secara luas dalam consumer behavior
adalah bahwa WOM memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan
perilaku pelanggan. Hal ini dikemukakan oleh Reingen dan Walker (2001). Dari
hasil penelitiannya menghasilkan penelitian yang menunjukan WOM 7 kali lebih
efektif dibandingkan iklan di majalah dan Koran, 4 kali lebih efektif dari
personal selling serta 2 kali lebih efektif daripada iklan radio pada usaha yang
dilakukan oleh perusahaan dalam mempengaruhi pelanggan untuk beralih
menggunakan produk perusahaan tersebut. Harrison dan Walker (2001)
menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi WOM. Penelitian ini menyatakan bahwa kualitas jasa secara
positif berpengaruh terhadap kecenderungan pelanggan untuk melakukan WOM.
61
Persepsi kualitas jasa perusahaan yang lebih tinggi daripada harapan konsumen,
akan menciptakan suatu WOM yang positif. Namun, jika kualitas jasa yang
ditawarkan lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut
akan memberikan rekomendasi atau WOM negatif. Informasi negatif tersebut
akan disebarkan kepada lebih banyak orang dengan tingkat intensitas yang tinggi
dan secara detail, hal ini dikarenakan karena pada dasarnya seseorang tidak ingin
orang lain mendapatkan atau mengalami hal buruk seperti pengalaman yang telah
terjadi pada pelanggan tersebut.
Suatu perusahaan dalam mempertimbangkan penerapan kualitas pelayanan
berhubungan dengan bagaimana perusahaan tersebut memposisikan dirinya dalam
memahami nilai dasar pelanggan yang tercermin pada konsep kepuasan pelanggan
yang kuat (Gwinner et al.,1998). Boulding et al. (1993), sangat percaya bahwa
kualitas layanan berpengaruh secara positif terhadap loyalitas dan WOM positif.
Kualitas layanan berhubungan dengan loyalitas konsumen dan komunikasi WOM
yang positif (Zeithamal et al.,1996). Kualitas pelayanan memiliki dampak positif
dan signifikan terhadap komunikasi WOM (Word of mouth) (Harrison dan
Walker, (2001), Trarintya (2011), Setyawati (2009)).
H4 : Terdapat dampak antara kualitas teknik (technical quality) terhadap
wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
62
H5 : Terdapat dampak antara kualitas fungsional (functional quality) terhadap
wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
H6 : Terdapat dampak antara reputasi perusahaan/puskesmas (corporate
image) terhadap wom (word of mouth) positif di Puskesmas Lingga dan
Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten
Kuburaya.
3. Kepuasan dan WOM
Kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi penyedia jasa, karena
pelanggan akan menyebarluaskan rasa puasnya ke calon pelanggan, sehingga akan
menaikkan reputasi perusahaan tersebut. Jadi apabila pelanggan merasa puas,
maka ia akan menciptakan WOM kepada rekan maupun keluarganya. Brown et
al. (2005) menyatakan bahwa “ketika seorang pemasar mampu menawarkan
tingkat kepuasan yang maksimal kepada konsumen, maka konsumen akan
memiliki kecenderungan untuk melakukan positive word of mouth”. Selain itu dia
juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan pelanggan dan
word of mouth.
Ketika konsumen puas, maka WOM positif akan tercipta dan mereka labih
suka untuk memberikan rekomendasi pembelian kepada orang lain (Swan
dan Oliver, 1989). Dalam penelitian yang dilakukan olehWirts and Chew (2002)
juga mendukung hasil tersebut yaitu “kepuasan secara signifikan berpengaruh
terhadap WOM dan keinginan untuk melakukan rekomendasi pembelian”. Ketika
63
konsumen puas maka mereka akan memberikan WOM positif dan
merekomendasikan orang lain untuk melakukan pembelian. Sedangkan konsumen
yang tidak puas, mereka akan melarang orang lain untuk melakukan pembelian.
Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi hasil kinerja, termasuk loyalitas dan
komunikasi WOM atau minat mereferensikan. Oleh sebab itu, kepuasan
pelanggan mendorong terciptanya komunikasi WOM (Thurau et al., 2003). Babin
et al (2005) menyatakan bahwa “kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap
minat WOM”. Kepuasan pelanggan berhubungan kuat secara positif terhadap
WOM (Ranaweera dan Prabhu (2003), Brown et al (2005), Setyawati (2009), dan
Tratintya (2011)).
H7 : Terdapat pengaruh antara kepuasan pasien terhadap wom (word of
mouth) positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
J. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian menurut Sugiyono (2007 : 6-14) dapat dikategorikan
berdasarkan tujuan, metode, tingkat eksplanasi dan jenis data analisisnya :
a. Berdasarkan Tujuan Penelitian
Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji,
mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan
masalah-masalah praktis.
b. Berdasarkan Metode Peneltiannya
64
Berdasarkan metode penelitian, rancangan penelitian ini termasuk penelitian
survey yaitu penelitian yang dilakukan populasi besar maupun kecil, tetapi
data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi
tersebut.
c. Berdasarkan Tingkat Ekplanasinya
Pada penlitian ini rancangan yang akan digunakan berdasarkan atas tingkat
eksplanasi yang menjelaskan hasil penelitian termasuk pada penelitian
asosiatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel atau lebih.
d. Berdasakan Jenis Data Analisisnya
Penelitian ini termasuk penelitian data kualitatif dan kuantitatif. Data
juga bisa digunakan bagi analisis statistic dengan cara menghitung frekeunsi
jawaban yang berbeda-beda. Perhitungan persentase jumlah observasi yang
termasuk dalam kelas yang berbeda tersbut merupakan analisis persentase
atau analisis proporsi dapat diinterprestasikan secara statistik.
2. Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari daftar pertanyaan dan
wawancara pada responden (pasien atau keluarga pasien yang pernah atau
sedang menerima layanan rawat inap di Puskesmas Lingga dan Puskemas
Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya)
tentang tanggapan mengenai kepuasan responden selaku pengguna jasa
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas Lingga dan
65
Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten
Kuburaya Pontianak (dilihat dari dimensi kualitas pelayanan kesehatan).
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari laporan dan data statistik dari
Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai
Ambawang Kabupaten Kuburaya Pontianak, literatur-literatur serta jurnal-
jurnal penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini digunakan berbagai macam teknik dan alat
pengumpulan data yang sesuai dengan tujuannya, yaitu ;
a. Teknik Observasi Langsung
Cara mengumpulkan data dengan melakukan observasi secara langsung
terhadap objek penelitian di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya yaitu
pasien atau keluarga pasien yang pernah atau sedang menerima layanan
rawat inap di puskemas.
b. Teknik Komunikasi Langsung
Teknik pengumpulan data dengan mengadakan wawancara terhadap objek
penelitian di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang
Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya yaitu pasien atau
keluarga pasien yang pernah atau sedang menerima layanan rawat inap di
puskemas.
c. Daftar Pertanyaan (Questionairy)
66
Memberikan daftar pertanyaan (questionairy) kepada pasien atau keluarga
pasien yang pernah atau sedang menerima layanan rawat inap di Puskesmas
Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang
Kabupaten Kuburaya yang menjadi responden.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Sugiyono (2012:215) populasi adalah “wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti”. Sedangkan menurut Fathoni (2006 :
103) populasi adalah “keseluruhan unit elementer yang parameternya akan
diduga melalui statistika hasil analisis yang dilakukan terhadap sampel
penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sedang
atau telah mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Lingga pada
bulan Oktober tahun 2015 berjumlah 782 orang dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya berjumlah
1119 orang.
b. Sampel
Menurut Djarwanto (2000:154) : ‘Sampel adalah sebagian dari populasi
yang karakternya hendak diselidiki’. Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Banyaknya pengambilan
sampel ini berdasarkan teori Champion (1970) yang dikutip oleh Malo
(1986:149) yaitu :
67
“Biasanya besaran sampel tergantung pada besaran populasi yang hendak
diteliti sekalipun sulit untuk mendapatkan aturan tentang besarnya sampel,
30 responden masing-masing jumlah minimum yang disebutkan oleh ahli-
ahli metodologi penelitian, teristimewa jika penelitian ingin menggunakan
perhitungan statistik”.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini berupa
purposive sampling, dimana menurut Sugiyono (2008 : 218) purposive
sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa
yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau
situasi sosial yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, kriteria sampel
adalah sebagai berikut:
1). Responden adalah pasien atau keluarga pasien yang pernah atau sedang
menerima layanan rawat inap di Puskesmas Lingga atau Puskesmas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya
2). Pasien berusia minimal 17 tahun
Berdasarkan hal ini, maka sampel dalam penelitian menggunakan rumus
Slovin dalam Setiawan (2007). Agar sampel yang diambil dapat dikatakan
representative maka dalam penelitian ini ditentukan junlah sampel yang
dihitung dengan menggunakan rumus Slovin yaitu :
n = N
1+N e ²
Keterangan :
68
n = ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = persentase kelonggaran ketidaktelitian (presisi) karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau dinginkan.
Dengan menggunakan tingkat kelonggaran ketidaktelitian 10% dan ukuran
populasi 1901 pasien maka ukuran sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
n = 1901
1+(1901 x (0.1 ) ²)
n = 95 pasien
Sampel yang diambil dari penelitian ini sebanyak 100 responden dan jumlah
tersebut sudah memenuhi ukuran sampel minimal yaitu 95 responden.
Alokasi sampel dikemukakan sebagai berikut (tabel 6) :
Tabel 6Alokasi Sampel Penelitian
No Puskesmas Jumlah Populasi Jumlah Sampel1 Lingga 782 402 Sungai Ambawang 1119 60
Total 1901 100Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2015
5. Variabel Penelitian
Variabel penelitian beserta operasionalnya dikemukakan sebagai berikut (tabel 7) :
Tabel 7 Variabel Penelitian
Dimensi
Definisi Teoritik Variabel
Penelitian
Definisi Operasional
Variabel PenelitianINDIKATOR Item pertanyaan
No. Item Dalam
Kuesioner
Kualitas Teknis
Kualitas teknikal adalah komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan (Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
Komponen layanan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) Puskesmas Lingga dan Puskesmas Sungai Ambawang yang diterima pasien
Kedisiplinan/Ketepatan waktu petugas puskesmas dalam melayani pasien
Pengetahuan petugas puskesmas
1. Petugas puskesmas lingga atau sungai ambawang melayani pasien secara tepat waktu
2. Petugas puskesmas lingga atau sungai ambawang memberikan informasi yang jelas kepada pasien apabila
1
2
1
69
70
Kemampuan petugas puskesmas dalam menyelesaikan masalah
Sistem komputerisasi Puskesmas
Kualitas peralatan medis yang ada di Puskesmas(Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
terdapat pertanyaan dari pasien
3. Petugas Puskesmas lingga atau sungai ambawang menangani masalah Pasien dengan cepat dan tepat
4. Sistem komputerisasi di Puskesmas lingga atau sungai ambawang sudah canggih
5. Kualitas Peralatan medis yang ada di Puskesmas sudah sesuai dengan standar Puskesmas lingga atau sungai ambawang
3
4
5
Kualitas Interaksi Interaksi antara Sikap petugas 6. Petugas 670
70
71
71
Fungsional antara penyedia dan penerima jasa, dan dinilai dengan cara yang sangat subyektif, menyangkut hal mengenai responsiveness terhadap pelanggan, kesopanan dengan pelanggan, pembawaan dan perilaku professional yang ditunjukkan oleh perusahaan selama moment of truth dalam mengantarkan layanan
puskesmas dan pasien, dan puskesmas dinilai oleh pasien dengan cara yang sangat subyektif, menyangkut hal mengenai responsiveness terhadap pasien, kesopanan dengan pasien, pembawaan dan perilaku professional yang ditunjukkan oleh uskesmas selama moment of truth dalam mengantarkan layanan inti kepada pasien (Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
puskesmas terhadap pasien
Perilaku petugas puskesmas terhadap pasien
Kemudahan prosedur
Penampilan Petugas Puskesmas
Puskesmas lingga atau sungai ambawang memiliki sikap yang ramah kepada pasien
7. Petugas Puskesmas lingga atau sungai ambawang memiliki perilkau yang jujur kepada pasien
8. Prosedur di puskesmas lingga atau sungai ambawang mudah dan tidak berbelit-belit
9. Petugas Puskesmas lingga atau sungai ambawang
7
8
9
71 72
72
inti kepada pelanggan (Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
Kontak petugas karyawan kepada pasien
Hubungan internal petugas puskesmas
(Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
berpenampilan bersih dan rapi
10. Pasien mudah berkomunikasi dengan petugas puskesmas lingga atau sungai ambawang
11. Hubungan antar petugas puskesmas lingga atau sungai ambawang sangat baik
10
11
75 7
73
Citra Perusahaan
Persepsi umum pelanggan terhadap
Persepsi umum pasien terhadap puskesmas lingga dan puskesmas
Moral Puskesmas terhadap linkungan sekitar
12. Aktivitas kerja bakti & pengobatan gratis oleh
12
73
74
penyedia jasa (Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
sungai ambawang (Gronroos, 1993 dalam Akhtar, 2011)
Manajemen pengelolaan puskesmas
Kinerja Puskesmas dalam menjalankan pelayanan kesehatan(Chuang,Chen,Liou, 2009)
puskesmas lingga atau sungai ambawang mampu mendorong penilaian positif masyarakat
13. Manurut saya pengelolaan puskesmas lingga atau sungai ambawang sudah baik
14. Manurut saya kinerja puskesmas lingga atau sungai ambawang dalam menjalankan pelayanan kesehatan sudah sangat bagus
13
14
74
75
Kepuasan Konsumen
Tingkat persaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk atau jasa (Kotler dan Keller, 2007).
Tingkat persaan yang dialami pasien sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari pelayanan puskesmas Lingga dan puskesmas Sungai Ambawang
Kesesuaian harapan dan kenyataan
Perasaan senang
Kepuasan atas keseluruhan layanan(Fornell et al, 1996)
15. Layanan kesehatan puskesmas lingga atau sungai ambawang yang saya terima sudah sesuai dengan harapan saya
16. Saya merasa senang menerima layanan kesehatan dari puskesmas lingga atau sungai ambawang
17. Saya merasa puas atas keseluruahan layanan puskesmas lingga atau sungai ambawang
15
16
17
Word Of Word of Word of mouth Menceritakan 18. Saya terbiasa 18
75
76
Mouth (WOM)
mouth (WOM) adalah komunikasi personal yang dianggap sangat efektif dalam memberikan informasi tentang suatu produk, jasa, peristiwa, ide, individu, politikus dan juga tempat-tempat untuk dikunjungi (Tjiptono, 2008)
(WOM) adalah komunikasi pasien yang dianggap sangat efektif dalam memberikan informasi tentang pelayanan yang telah diterima di puskesmas Lingga atau puskesmas Sungai Ambawang
Persuasi/bujukan
Rekomendasi(Babin et al, 2005)
menceritakan hal-hal positif tentang aktivitas pelayanan puskesmas lingga atau sungai ambawang kepada orang lain
19. Upaya untuk membujuk orang lain untuk berobat ke puskesmas lingga atau sungai amabwang sudah biasa saya lakukan
20. Ketika ada orang lain yang meminta pendapat tentang layanan kesehatan, saya akan
19
20
76
77
merekomendasikan puskesmas Lingga atau sungai amabwang padanya
7
6. Teknik Analisi Data
Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah menghitung
jumlah frekuensi dan rata-rata jawaban responden. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian kali ini menggunakan skala lima tingkat (skala
Likert), yang terdiri dari : sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, dan
tidak puas. Kelima penilaian tersebut diberikan bobot sebagai berikut (tabel
8) :
Tabel 8Skala Bobot Penilaian Kuesioner
Skala Bobot1 2 3 4 5
Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat PuasSumber : Sugiyono (2013)
Jawaban kemudian dikelompokkan menurut kriteria yang ada, hasil dari
masing-masing jawaban kemudian dijumlahkan dan dikumpulkan dalam
suatu tabel untuk dianalisa secara kuantitatif dan dideskripsikan secara
kualitatif. Analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Termasuk dalam
1
78
79
statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik dan
lain-lain (Sugiyono, 2008:11).
Pada penelitian kali ini terdapat lima dimensi yang akan diukur dengan lima
poin kategori skala yang menggunakan mean (nilai rata-rata) untuk
mengetahui seberapa besar tanggapan responden terhadap masing-masing
indikator dalam dimensi. Untuk mencari rentang skala pengukuran,
digunakan rumus pengukuran skala sebagai berikut :
RS = ( m – n ) / b
= ( 5 – 1 ) / 5 = 0,8
Keterangan : RS = Rentang skor (interval)
m = Nilai tertinggi yang mungkin
n = Nilai terendah yang mungkin
b = jumlah kelas
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, maka diperoleh
nilai rentang skala atau interval sebesar 0,8. Rentang skala dari hasil
pengukuran 5 kelas adalah :
1,0 < s/d ≤ 1,79 = Sangat rendah
1,80 < s/d ≤ 2,59 = Rendah
2,60 < s/d ≤ 3,39 = Sedang
3,40 < s/d ≤ 4,19 = Tinggi
4,20 < s/d ≤ 5,00 = Sangat tinggi
80
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1). Uji Validitas
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap
konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya di
ukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen menurut Riduwan dan
Kuncoro (2008) menjelaskan bahwa validitas adalah “suatu ukuran yang
menunjukan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur”. Untuk
menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga kolerasi antara
bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara
mengkolarasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan
jumlah tiap skor. Untuk menghitung validitas alat ukur yang digunakan
rumus :
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :
r hitung = n ( Σ XiYi )−( Σ Xi ) (Yi )
√(n¿Σ Xi ²−(Σ Xi )²)(n Σ Yi ²−(Σ Yi) ²)¿
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :
r hitung = r √n−2√1−r ²
Dimana :
T = Nilai thitung
r = koefesien korelasi hasil r hitung
n = Jumlah responden
distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajad kebebasan (dk = n-2)
81
kaidah keputusan : jika t hitung > t table berarti valid sebaliknya t hitung < t
table berarti tidak valid atau jika nilai korelasi > 0,3 atau signifikansi < 0,05
maka menunjukkan hasil yang valid (signifikan) sebalinya jika nilai korelasi
< 0,3 atau signifikansi > 0,05 maka menunjukkan hasil yang tidak valid
(tidak signifikan). Jika instrument itu valid, maka dilihat kreteria penafsiran
mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut (tabel 9):
Tabel 9Intepretasi Koefisien Korelasi Nilai R Interversal Koefisien Tingkat
Hubungan
Sumber : Riduwan dan Kuncoro (2008:62)
2). Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mendapatkan tingkat ketepatan alat pengumpulan data
yang digunakan.Uji reliabilitas instrument dilakukan dengan rumus alpha.
Metode mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur
dari satu kali pengukuran,rumus yag digunakan adalah alpha.
Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode alpha sebagai
berikut :
Langkah 1 :
Intervensi Koefisien Tingkat hubungan0,80 – 1,00 Sangat kuat0,60 – 0,799 Kuat0,40 – 0,599 Cukup kuat0,20 – 0,399 Rendah0,00 – 0,199 Sangat rendah
82
Menghitung varians skor tiap-tiap item dengan rumus :
si = ΣXi ²−(ΣX i2)N
N
Dimana : Si = varians skor tiap-tiap item
ΣXi ² = jumlah kuadrat item Xi
(ΣXi)² = jumlah item Xi di kuadratkan
N = jumlah responden
Langkah 2 : kemudian menjumlahkan varians semua item dengan
rumus :
ΣSi = S1 + S2+ S3 ……………… Sn
Dimana :
ΣSi = jumlah varians semua item
ΣSi = S1 + S2+ S3 ……………… Sn
Langkah 3 : Menghitung varians total dengan rumus :
si = ΣXi ²−(ΣX i2)N
N
Dimana :
St = varians total
N = jumlah responden
ΣXi ² = jumlah kuadrat X total
(ΣXi)² = jumlah X total di kuadratkan
Langkah 4 : Masukan nilai alpha dengan rumus :
83
rhitung = (K
K−1¿¿)
Dimana :
rhitung = nilai reabilitas
∑Si = jumlah varians skor tiap-tiap item
St = Varians total
K = jumlah item
Kemudian diuji dengan uji reliablitas instrument dilakukan dengan rumus
korelasi person product moment dengan teknik belah dua awal-akhir yaitu :
rb = n ( Σ XY )−( Σ X ) (Y )
√(n¿Σ X ²−(Σ X )²)(nΣ Y ²−(ΣY ) ²)¿
Untuk mengetahui koefesien korelasinya signifikan atau tidak digunakan
distribusi (table r) untuk α = 0,05 dengan derajad kebebasan (dk = n-2).
Kemudian membuat keputusan membandingkan r11 dengan r table .
Adapun kaidah keputusan :
Jika r hitung > r table berarti reliable dan r hitung < r table berarti tidak
raliabel atau suatu konstruk/variabel dikatakan reliabel jika nilai α
(Cronbach Alpha) > 0,6 (Nunnally 1967).
c. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisa data menggunakan metode statistik, data yang
digunakan untuk penelitian ini haruslah memenuhi syarat untuk diteliti.
Beberapa teknik analisa data menurut uji persyaratan analisis sebelum
dilakukan uji hipotesis. Menurut Sumanto (2014 :145), uji persyaratan
84
analisis diperlukan untuk mengetahui apakah analisa data untuk pengujian
hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak.
Menurut Sumanto (2014:145) : “Analisa varians mempersyaratkan bahwa
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan kelompok-
kelompok yang dibandingkan homogeny”. Oleh karena itu analisis varians
mempersyaratkan uji normalitas dan homogenitas data.
Analisis regresi selain mempersyaratkan uji normalitas, juga
mempersyaratkan uji linearitas, uji heterokedasitas, uji autokorelasi, dan uji
multikolinearitas (Sumanto, 2014 : 145). Maka dari itu penulis akan
melakukan empat pengujian data menggunakan program SPSS 17.0 yang
disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu meliputi :
1). Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal
atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi
normal (Ghozali, 2005 : 97).
Pengujian normalitsa dalam penelitian ini digunakan dengan melihat normal
probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data
sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari data normal. Sedangkan
dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas data adalah (Ghozali,
2005 : 97) :
85
a). Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan distribusi normal.
b). Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti garis
diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukkan distribusi normal,
maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.
Selain itu, pengujian normalitas dalam penelitian ini juga menggunakan uji
Kolgomorov-Smirnov Z yang merupakan hasil dari akar kuadrat dari jumlah
sampel N dan perbedaan absolut terbesar antara CDF empiris dan CDF
teoritis (Yu Zheng, Zhao & Zheng, 2008 : 138). Dasar pengambilan
keputusannya adalah :
a). Jika p-value (asymp. 2 tailed) pada K-test < α (0.05) artinya data signifikan
berbeda dengan kurva normal sehingga data disebut data yang tidak normal
distribusinya.
b). Jika p-value (asymp. 2 tailed) pada K-test > α (0.05) artinya perbedaan
antara data dengan kurva normal tidak signifikan berbeda sehingga data
mengikuti distribusi normal.
2). Uji Linearitas untuk mengetahui apakah variabel tak bebas dan variabel
bebas memiliki hubungan yang linear. Dapat dilakukan dengan melihat
signifikansi linieritas antara variabel bebas (Independent) dan variabel
terikat (dependent) pada uji Test For Linearrity, jika signifikansi < 0,05
berarti linier dan sebaliknya.
3). Uji Heterokedastisitas
86
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk mendeteksi konstan atau tidaknya
varian error untuk beberapa nilai variabel bebas dalam analisis regresi
(Sumanto, 2014:169). Menurut Ghozali (2005) uji heterokedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ketidaksamaan varian
dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dalam penelitian ini uji
heterokedastisitas dengan menggunakan Uji Glejser, dimana diregresikan
nilai residual tidak standar absolute (sebagai variabel dependen) terhadap
semua variabel bebas (variabel independen) (Ghozali, 2005).
Sedangkan dasar pengambilan keputusannya adalah :
a). Jika nilai signifikansi t > 0.05 maka tidak terjadi Heterokedastisitas
(Homokedastisitas)
b). Jika nilai signifikansi t < 0.05 maka telah terjadi Heterokedastisitas
4). Uji Multikolineritas
Uji Multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel
bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesam
variabel bebas sama dengan nol (0). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali,
2005 : 92) :
a). Mempunyai angka tolerance diatas (>) 0,1
87
b). Mempunyai nilai VIF di bawah (<) 10
d. Uji Pengaruh Dengan Menggunakan Path Analysis (Analisis Jalur/Regresi
Bertahap)
Menurut Riduwan dan Kuncoro (2008 : 1) definisi path analysis adalah
“sebuah teknik untuk memperkirakan pengaruh kumpulan variable bebas
dalam variable terkait dari sebuah kumpulan hubungan yang
teramati,memberikan kumpulan hipotesis hubungan kausal asimetrik antar
variable”. Sedangkan tujuan utama path analysis adalah Sebuah metode
pengukuran langsung antara setiap jalur yang terpisah seperti metode
mengukur pengaruh langsung diantara setiap jalur yang terpisah seperti
sebuah sistem dan untuk menemukan besaran kepada variasi mana yang
diberikan pengaruh yang menentukan setiap hubungan kausal. Metode yang
mengandalkan kombinasi tingkat korelasi hubungan pengeyahuan yang
mungkin memiliki hubungan kausal. Jadi model path analysis digunakan
untuk menganalisis pola hubungan antar variable dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variable
bebas (oksogen) terhadap variable terkait (endogen).
Teknik analisis jalur ini akan digunakan dalam menguji besarnya
sumbangan (kontribusi) yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap
diagram jalur hubungan kausal antara variable X1, X2, X3 terhadap Y serta
dampaknya kepada Z. Analisis korelasi dan regresi yang merupakan dasar
dari perhitungan koefisien jalur. Riduwan (2009 : 115) mengatakan bahwa
88
dalam penelitihan sosial tidak semata-mata hanya mengungkapkan
hubungan variable sebagai terjemahan statistik dari hubungan antara
variable alami, tetapi terfokus pada upaya untuk mengungkapkan hubungan
kausal antara variable. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2008 : 2) manfaat
lain model path analysis adalah untuk:
1) Penjelasan (explanation) terhadap fenomena yang dipelajari atau
permasalahan yang di teliti.
2) Prediksi nilai variable terkait (Y) berdasarkan nilai variable bebas (X) dan
prediksi dengan path analysis ini bersifat kualitatif.
3) Faktor determinan yaitu penentuan variable bebas (X) terhadap variable
terikat (Y).
4) Pengujian model, menggunakan theory trimming, baik untuk uji retiabilitas
(uji keajegan) konsep yang sudah ada ataupun uji pengembangan konsep
baru.
1). Asumsi-Asumsi Model Path analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Kuncoro (2008 : 2) asumsi yang
mendasari path analysis sebagai berikut :
a) Pada model path analysis, hubungan antar variable adalah bersifat linier,
adaptif dan bersifat normal.
b) Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas
yang berbalik.
c) Variable terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan ratio.
89
d) Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan
sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi
untik dipilih menjadi anggota sampel.
e) Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrument pengukuran valid
dan reliable)artinya variable yang diteliti data diobservasikan secara
langsung.
Model analisis jalur ini menggunakan model serta persamaan struktural
sebagai berikut (gambar 4) :
Gambar 4. Model Analisis Jalur
Persamaan Struktural untuk diagram jalur adalah :
Y = pyx1 X1 + pyx2 X2 + pyx3 X3 + ɛ1
Z = pzx1 X1 + pzx2 X2 + pzx3 X3 + pzy Y + ɛ2
H1X1 Y
H4
H7
H5
H6
X2
X3
Z
pYX1
pYX2
pYX3
pZX3
pZX1
pZX2
pZY
ɛ1
H2
H3
ɛ2pZ
pY
90
Keterangan :
Ρ = Koefisien regresi yang distandarkan atau koefisien jalur
ɛ = Pengaruh variabel lain yang tidak diteliti atau kekeliruan pengukuran
variabel
Berdasarkan Riduwan dan Kuncoro (2008 : 116) pada dasarnya koefisien
regresi yang di standarkan merupakan koefisien regresi yang dihitung dari
basis data yang telah diset dalam angka baku atau Z-score (data yang diset
dengan nilai rata-rata = 0 dan standar deviasi = 1). Koefisien jalur ini
digunakan untuk menjelaskan besarnya pengaruh, bukan memprediksi
variabel independent terhadap variabel dependent. Berdasarkan Riduwan
dan Kuncoro (2008), perhitungan menggunakan analisi jalur ,pengaruh
kausal antar variabel dapat di bedakan menjadi 3, yakni :
a) Direct Causal Effects (pengaruh kausal langsung = PKL) adalah pengaruh
satu variabel bebas terhadap variabel terikat yang terjadi tanpa melalui
variabel lain.
b) Indirect Causal Effect (pengaruh kausal tidak langsung = PKTL) adalah
pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel terikat yang terjadi melalui
variabel lain yang terdapat dalam satu model kausalitas yang sedang diteliti.
c) Total Causal Effects (pengaruh kausal total = PKT) adalah jumlah dari
pengaruh kausal langsung (PKL) dan pengaruh kausal tidak langsung
(PKTL) ,jadi PKT = PKL + PKTL. Model yang dianalisis dispesifikasikan
(diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep
91
yang relevan artinya model teori yang akan di kaji berdasarkan kerangka
teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar
variable yang diteliti.
2). Langkah-Langkah Menguji Path Analysis
Berdasarkan pandapat Riduwan dan Kuncoro (2008 : 116-118) ada beberapa
langkah pengujian path analysis sebagai berikut :
a). Merumuskan hipotesis dan persamaan structural
Struktur : Y = pyx1 X1 + pyx2 X2 + pyx3 X3 + ɛ1
Z = pzx1 X1 + pzx2 X2 + pzx3 X3 + pzy Y + ɛ2
b). Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi
(1) Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan
rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai hipotesis yang di ajukan.
Hipotesis: Naik turun variable endogen (Y) dipengaruhi secara signifikan
oleh variable eksogen (X1, X2 dan X3)
(2) Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan. Hitung
koefesien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan : Persamaan regresi
ganda : Y = b1X1 + b1X2 + b1X3 + e
Pada dasarnya koefisien jalur (path) adalah koefisien regresi yang di
standartkan yaitu koefisien regresi yang di hitung dari basis data yang telah
diset dalam rangka baku atau Z-score (data yang di set dengan nilai rata-
rata=0 dan standar deviasi =1). koefisien jalur yang di standartkan
(standardize path coefficient) ini di gunakan untuk menjelaskan besarnya
92
pengaruh(bukan memprediksi) variable bebas (endogen) terhadap variable
lain yang diberlakukan sebagai variable terikat (endogen). Koefisien path
ditujuhkan oleh output yang dinamakan coefficient atau dikenal dengan
Beta. Jika ada diagram jalur sederhana mengandung satu unsure hubungan
antara variable eksogen denan variable endogen,maka koefisien path-nya
adalah sama dengan koefesien korelasi r sederhana.
(3). Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan)
Uji secara keseluruhan hipotesis statistica di rumuskan sebagai berikut :
Ha : pyx1 = pyx2 = …. = pyxk tdk sama dgn 0
Ho : pyx1 = pyx2 = …. = pyxk = 0
(a). Kaidah Pengujian signifikasi secara manual menggunakan tabel F
F = ((n-k-1) Ryxk2) / (k(1-Ryxk2)
Keterangan
n = Jumlah sampel
K = Jumlah variabel eksogen
R2 yxk = R2
Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya signifikan
dan F hitung ≤ F tabel, Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak signifikan.
Dengan taraf signifikan (α) = 0,05
Carilah nilai F tabel menggunakan tabel F dengan menggunakan rumus :
F tabel = F {(1-α) (dk = k), (dk = n - k – 1)} atau F {(1-α) (v1 = k), (v2 = n-
k-1)}
93
Cara mencari F tabel : nilai (dk=k) atau V1 disebut sebagai nilai pembilang,
nilai (dk=n-k-1) atau V2 disebut sebagai nilai penyebut.
(b). Kaidah pengujian signifikansi : program SPSS
Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan. Sedangkan jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama
dengan nilai probabilitas Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak dan Ha
diterima, artinya signifikan.
(4). Menghitung koefesien jalur secara individual
Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumus kan menjadi hipotesis statistic
berikut :
Ha : ρyx1 > 0
Ho : pyx1 = 0
(a) Secara individual uji statistic yang digunakan adala uji t yang di hitung
dengan rumus
Tk = ρk/sek dimana (dk = n – k – 1 )
Keterangan :
Statistic SeρX1 diperoleh dari hasil komputasi pada SPSS untuk analisis
regresi setelah data ordinal di transformasi ke interval.
(b) Kaidah pengujian signifikansi : program SPSS
Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi analisi jalur bendingkan antara
nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut.
94
Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
signifikan.
(5). Meringkas dan Menyimpulkan
Setalah didapat hasil penghitungan maka di buatlah ringkasan dari hasil
penelitian tersebut kemudian dianalisis dan disimpulkan yang berguna untuk
pengambilan keputusan penelitian
3). Analisis Jalur Model Trimming
Model Trimming adalah model yang digunakan untuk memperbaiki suatu
struktur model analisis jalur dengan cara mengeluarkan dari model variabel
eksogen yang koefisien jalurnya tidak signifikan sebagaimana di kutip oleh
Riduwan dan Kuncoro (2008). Jadi, model trimming terjadi ketika koefisien
jalur diuji secara keseluruhan ternyata ada variabel yang tidak signifikan,
peneliti perlu memperbaiki model struktur analisis jalur yang telah
dihipotesiskan. Cara menggunakan model trimming yaitu menghitung ulang
koefisien jalur tanpa menyertakan variabel eksogen yang koefisien jalurnya
tidak signifikan. Secara structural langkah-langkah pengujian Path analysis
model trimming sebagai berikut :
a). Merumuskan persamaan struktural
b). Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi :
95
(1). Gambarkan diagram jalur lengkap
(2). Menghitung koefisien regresi untuk setiap sub-struktur yang dirumuskan
c). Menghitung koefisien jalur secara simultan
d). Menghitung secara individu
e). Menguji kesesuaian antara modal koefisien jalus (koefisien Q)
f). Merangkum ke dalam tabel
g). Memaknai dan menyimpulkan dalam langkah 5 di sebutkan bahwa
diperlukan uji kesesuaian (koefesien Q), yaitu dikmaksudkan untuk menguji
apakah model yang diusulkan memiliki kesesuaian (fit) dengan data atau
tidak. Riduwan dan Kuncoro (2008) mengatakan bahwa dalam analisis jalur
untuk suatu model yang diusulkan dikatakan fit dengan data apabila matrix
korelasi sampel tidak jauh berbeda dengan matrux korelasi estimasi
(reproduced correlation matrix)
Riduwan dan Kuncoro (2008), memberikan petunjuk menguji kesesuaian
model analisis jalur dapat digunakan Uji statistik kesesuaian model
koefisien Q dengan rumus :
Q = 1−Rm ²1−M
dimana :
Q = koefisien Q
R = 1 – (1-R12). (1-R22) …. (1-Rp2)
M = Rm2 setelah di lakukan trimming
96
Apabila Q = 1 mengindikasikan model fit sempurna atau sesuai, sedangkan
apabila Q < 1, untuk menentukan fit tidaknya model maka statistic koefisien
Q perlu diuji dengan statistic W dengan rumus :
W hitung = - (N – d) InQ
Keterangan
N = Menunjukan ukuran sampel
d = Banyaknya koefisien jalur yang tidak signifikan sama dengan degree of
freedom/derajat bebas
Rm2 = Koefisien determinasi multiple yang di usulkan.
M = Menunjukan koefisien determinan multiple (Rm2) setelah koefisien
jalur yang tidak signifikan dihilangkan.
Jika Whitung > X2 ( df ; a ), berarti matriks korelasi sampel berbeda dengan
matriks korelasi etimasi. Sedangkan jika Whitung < X2 (df ; a), berarti
korelasi sampel tidak berbeda atau sama dengan matriks korelasi estimasi
97
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, 2011, Determinants of Service Quality and Their Relationship with Behavioural Outcomes : Empirical Study of the Private Commercial Banks in Bangladesh, International Journal of Business and Management, Vol. 6 (11), November, ISSN 1833-3850, E-ISSN 1833-8119.
Assauri, Sofyan, 2003, Manajemen Pemasaran Jasa, Jilid 1, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Babin, Barry J., Yong – Ki Lee, Eun – Jun Kim and Mitch Griffin, 2005, Modeling Consumer Satisfaction and Word of mouth : Restaurant Patronage in Korea, Journal of Service Marketing, 19, 133 – 139.
Boulding, W., Kalra, A., Staelin, R., and Zeitharal, V.A. 1993. A dynamic process model of service quality : from expectations to behavioral intentions”, Journal of Marketing Research, 30, 7-27.
Brady, M.K and Robertson, C.J. 2001. Searching for a consensus on the antecedent role of service quality and satisfaction: an exploratory crossnational study. Journal of Business Research, 51, 53 - 60.
Brown et al, 2005, Spreading the Word : Investigating Antecendents of Consumers’ Positive Word of mouth Intentions and Behaviors in a Retailing Context, Journal of the Academy of Marketing Science, April, 33 (2), 123-138.
Chitty, et al., 2007, “An application of the ECSI model as a predictor of satisfaction and loyalty for backpacker hostels”, Journal Marketing Intelligence & Planning, 25 (6).
Djarwanto, 2000, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Esmaipour, Majid, Zadeh, Manije Bahraini, Hosein, Effat Haji, 2012, The Influence of Service Quality on Customer Satisfaction: Customers of Boushehr Bank Sepah as a Case Study, Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business, January, 3 (9), 1149-1159.
Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Fornell, C., Johnson, M.D., Anderson, E.W., Cha, J. and Bryant, B.E., 1996, The American Customer Satisfaction Index : Nature, Purpose, And Findings”, Journal of Marketing, 60 (4), 7-18.
98
Gaspersz, Vincent, 2002, Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Gronroos, C., 1990, Service Management and Marketing, Lexington Books, Lexington, MA.
Gwinner, Kevin P., Dwayne D Gremler and Marry Jo Bitner. 1998. Relational Benefits In Services Industries : The Customer’s Perspective, Journal of The Academy of Marketing Science, 26 (Spring), 101-14.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Handayani, 2013, Analisis Pengaruh Kualitas Teknis, Kualitas Fungsional Dan Citra Instansi Terhadap Kepuasan Satuan Kerja Pengguna Jasa Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara (KPKNL) Jambi, Jurnal Dinamika Manajemen, Januari – April, 1 (1), 2338.
Harrison, L. Jean and Walker, 2001, The Measurement Of Word of mouth Communication And An Investigation Of Service Quality And Customer Commitment As Potential Antecedents, Journal of Service Research, 4 (1), 60-75.
James J.H, Liou. & Mei Ling, C., 2009, Evaluating Corporate Image And Reputation Using Fuzzy Mcdm Approach In Airline Market. Qual Quant DOI 10.1007/s11135-009-9259-2
Jasfar, F., 2009, Manajemen Jasa (Pendekatan Terpadu). Cetakan kedua, Bogor : Ghalia Indonesia.
Kandampully, J., and Hu, H., 2007, Do hoteliers need to manage image to retain loyal customer?, International Journal of Contemporary Hospitality Management, 19 (6), 435-443.
Kang, 2006, The hierarchical structure of service quality: integration of technical and functional quality, Journal Managing Service Quality, 16 (1), 37-50.
Kismoyohadi. (2002). Studi Tentang Mutu Layanan Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Metode SERVQUAL.
Kotler, Philip, dan Susanto, A.B., 2001, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian, Edisi Pertama, Jilid I, Jakarta : Salemba Empat.
99
Kotler, Philip, 2003, Manajemen Pemasaran Edisi Milenium, Jakarta : Prehallindo.
Kotler dan Amstrong, 2004, Prinsip - prinsip Marketing, Edisi Ketujuh, Jakarta : Salemba Empat.
Kotler, P., 2005, Management Pemasaran (SudutPandangAsia), Jilid 2, Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Malo, Manasse, 1986, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Penerbit Karunia.
Nunnally, J., 1967, Psycometric Theory, McGraw Hill, New York.
Oliver, Sandra, 2007, Strategi Public Relations, Jakarta : Erlangga
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L., 1985., A conceptual model of service quality and its implication for future research, Journal of Marketing, 49, 41-50.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L., 1988, “SERVQUAL: a multiple item scale for measuring customer perceptions of service quality”, Journal of Retailing, 64, 12-40.
Purnama, Nursya’bani, 2006, Manajemen Kualitas : Perspektif Global, Yogyakarta : Ekonisia.
Ranaweera, Chatura and Jhaideep Prabhu. 2003. On The Relative Importance of Customer Satisfaction and Trust as Determinatns of Customer Retention and Positive Word of Mouth, Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing, 82.
Reingen, P. H., and Walker, B. A. 2001. Cross-Unit Competition for a Market Charter : The Enduring Influence of Structure, Journal of Marketing, 65, 29 – 31
Riduwan dan Kuncoro, 2008, Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis), Bandung : Alfabeta.
Riduwan, 2009, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung : Alfabeta.
Rosjid, Harun, 1997, Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Mutu Pelayanan Rumah Sakit Nirmala Suri Sukoharjo dengan Metode Servqual :
100
Tesis tidak diterbitkan, Jakarta : Program Pascasarjana program studi Kajian Administrasi Rumah Sakit – UI.
Satrianegara, M. Fais, 2014, Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Teori dan Aplikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Setianto, I Putu Arif, 2010, Persepsi pasien Jamkesmas terhadap kualitas pelayanan BLUD WANGAYA, Kota Denpasar : Tesis tidak diterbitkan, Jakarta : Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FEUI.
Setiawan, Nugraha, 2007, Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin Dan Tabel Krejcie-Morgan : Telaah Konsep Dan Aplikasinya, Makalah Ilmiah Jurusan Sosial Ekonomi, Bandung : Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Setyarini, Adhista, 2013, Penerapan Model European Customer Satisfaction Index (Ecsi) Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen (Studi Pada Konsumen Larissa Surakarta), Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, Humaniora, Ekonomi dan Agama, Ar Risalah, 11(30).
Setyawati, Indah, 2009, Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan Kepuasan Pasien Terhadap Words Of Mouth (Studi pada Pasien Rawat Jalan RS. Bhakti Wira Tamtama Semarang) : Tesis tidak ditebitkan, Semarang : Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponogoro.
Sharma, N. and P.G. Patterson. 1999. “The Impact of Communication Effectiveness and Service Quality on Relationship Commitment in Consumer, Professional Service”, Journal of Servive Marketing, 13, 151-164
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Administrasi, Cetakan Ke-15, Bandung : Alfabeta.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Bandung : Alfabeta.
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Bandung : Alfabeta.
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Bisnis, Bandung : Alfabeta.
Sumanto, 2014, Teori Dan Aplikasi Metode Penelitian, Penerbit : Yogyakarta CAPS.
101
Suprapti, N. W. S., 2010, Perilaku Konsumen : Pemahaman Dasar dan
Aplikasinya Dalam Strategi Pemasaran, Udayana University Press, Denpasar
Sutojo, Siswanto 2004. “Membangun Citra Perusahaan, sebuah sarana penunjang Kebarhasilan”. Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka.
Swan, John E. and Richard L. Oliver, 1989, Post-purchase Communications by Consumers, Journal of Retailing. 65 (4), 516-53.3.
Sweeney, et al., 1997, “Retail service quality and perceived value”, Journal of Retailing and Consumer Services, 4, No. 1, pp. 39-8.
Thurau, Thorsnten Hennig, Kevin P Gwinner, Dwayne D. Greimer. 2003. Understanding Relationship Marketing Outcomes : An Integration Of Benefits And Relationship Quality. Journal of Service Research, 4(3), 230-247.
Tjiptono, Fandi, 1996, Pemasaran Jasa, Malang : Bayumedia Publishing.
Tjiptono dan Chandra, 2005, Service Quality and Satisfaction, Edisi 2, Yogyakarta : Penerbit Andi.
Tjiptono, Fandy, 2005, Pemasaran Jasa, Malang : Bayumedia Publishing.
Tjiptono, Fandi, 2006, Manajemen Pelayanan Jasa, Yogyakarta : Penerbit Andi
Tjiptono, Fandy, 2008, Strategi Bisnis Pemasaran, Yogyakarta : Penerbit Andi
Tjiptono, Fandy, 2011, Pemasaran Jasa, Malang : Bayumedia Publishing.
Trarintya, Mirah Ayu Putri, 2011, Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word Of Mouth (Studi Kasus Pasien Rawat Jalan Di Wing Amerta RSUP Sanglah Denpasar) : Tesis tidak diterbitkan, Denpasar : Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Triguno, 1997, Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta : Golden Terayon Press.
Vandaliza, Vivied, 2007, Studi Mengenai Kepuasan Pelanggan Sebagai Langkah Strategik Dalam Membangun Minat Mereferensikan (Studi Kasus pada Nasabah PT. Setia Karib Abadi Semarang) : Tesis tidak diterbitkan,
102
Semarang : Program Studi Magister Manajaemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Wijayanti, Ari, 2008, Strategi Meningkatkan Loyalitas Melalui Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus : Produk Kartu Prabayar Mentari – Indosat Wilayah Semarang) : Tesis tidak diterbitkan, Semarang : Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
Wirtz, J and Chew, P. 2002. The Effects of Incentives, Deal Proneness, Satisfaction and Tie Strength on Word of mouth Behaviour. International Journal of Service Industry Management, 13 (2), 141 – 162.
Yamit, Zulian, 1996, Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Pertama, Yogyakarta : Ekonisia.
Yamit, Zulian, 2005, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Ekonisia : Jakarta.
Yamit, Zulian, 2010, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Vol. 1, Sleman, DI Yogyakarta : Ekonisia.
Ying, Lai Hao, and Chung, Cindy, M.Y., 2007, The effects of single – message single – source mixed Word of mouth on product attitude and purchase intention, Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, January, 19 (1) : 75-86.
Yoeti, A. Oka, 2003, Manajemen Pemasaran Hotel, Jakarta : Perca.
Yong, Lam Siew., Bojei, Jamil., 2011, Effects Of Technical Quality, Functional Quality And Satisfaction On Trust, IBBM.
Yu, H., Zheng, D., Zhao, B. Y., & Zheng, W., (2008), Understanding user behavior in large-scale video-on-demand systems. In L. Song (Ed), Innovation together : Microsoft Research Asia Academic Research Collaboration, 125-147, New York : Springer
Yulandari, Ariefah, 2009, Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Garuda Indonesia Airways Terhadap Kepuasan Konsumen Di Kota Surakarta, Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, 2 (3), 170-110.
Zeithmal, Valarie. A., Berry, Leonard. L.,and Parasuraman, A., 1996, The Behavioral Consequences of Service Quality, Journal of Marketing, 60, 31 – 46.
Zeithaml, at al., 2002, Service Marketing : Integrating Customer Fokus Across the Firm. United Stated of America : International Edition Mc.Graw-Hill
103
a. Handayani (2013) dalam penelitiannya yang menguji tentang
analisis pengaruh kualitas teknis, kualitas fungsional dan citra
instansi terhadap kepuasan satuan kerja pengguna jasa seksi
Pengelolaan Kekayaan Negara (Kpknl) Jambi. Tujuan
penelitiaannya adalah menjelaskan dan menganalisis pengaruh
kualitas teknis, kualitas fungsional dan citra perusahaan
terhadap kepuasan satuan kerja selaku pengguna jasa seksi
pengelolaan kekayaan Negara KPKNL Jambi serta
menjelaskan faktor yang lebih dominan mempengaruhi
kepuasan satuan kerja selaku pengguna jasa seksi pengelolaan
kekayaan Negara KPKNL Jambi. Metode analisis data yang
digunakan adalah survey explanatory, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
instrumen penelitian (kuesioner) sebagai alat pengumpul data
yang pokok. Pengukuran dan Pengujian Instrumen Penelitian
yang digunnakan adalah Penilaian Kuesioner yang
menggunakan jenis skala pengukuran berupa skala ordinal
sedangkan model skala pengukuran yang digunakan adalah
Skala Likert dan Pengujian Instrumen Penelitian yang
digunakan adalah uji validitas dan uji realiabilitas. Selanjutnya,
uji asumsi klasik, Uji persyaratan analisis yang digunakan
104
adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas, autokorelasi,
uji heterokedasitas, menaikkan data ordinal menjadi data
interval. Kemudian model yang digunakan adalah regresi linier
berganda dan dilakukan dengan bantuan program aplikasi
SPSS. Adapun persamaan regresinya (pada penelitian
Handayani, 2013) adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 +
b2X2 + b3X3 + ɛ
Berdasarkan model regresi tersebut dapat dilakukan beberapa
Uji statistik yang dimaksudkan untuk mengetahui dan
mengevaluasi signifikansi dari parameter-parameter estimasi
yang meliputi Uji-F, Uji–t, Koefisien Determinasi (R2).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa semua variabel
kualitas pelayanan (kualitas teknik, kualitas fungsional, dan
citra perusahaan) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen kepuasan pengguna jasa KPKNL
Jambi sebesar 0,355 atau 35,5%. Koefisien determinasi yang
telah disesuaikan tersebut memberikan gambaran bahwa
sebesar 35,5% dari pengaruh kepuasan pengguna jasa terbukti
dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen tersebut,
sedangkan sisanya sebesar 64,5% tidak dijelaskan oleh
variabel yang diteliti, dengan kata lain dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti. Besarnya pengaruh kualitas teknik
105
terhadap kepuasan adalah sebesar 0,319 atau sebesar 31,9
persen, Besarnya pengaruh terhadap kepuasan adalah sebesar
0,025 atau sebesar 2,5 persen, Besarnya pengaruh
penyelenggaraan terhadap kepuasan adalah sebesar 0,374 atau
sebesar 37,4 persen. Dengan demikian, bahwa variabel
independen yaitu kualitas teknik, kualitas fungsional, dan citra
perusahaan yang diteliti mempunyai kemampuan yang
signifikan terhadap kepuasan pengguna jasa KPKNL Jambi.
b. Akhtar (2011) dalam penelitiannya yang meneliti tentang
penentu kualitas pelayanan (kualitas teknis, kualitas fungsional
dan citra instansi) dan hubungannya dengan perilaku hasil
(studi empiris bank umum swasta di Bangladesh). Tujuan
penelitiaannya adalah untuk menguji hubungan antara kualitas
pelayanan, kepuasan, dan loyalitas di bank-bank komersial
swasta di Bangladesh. Peneliti menggunakan model perspektif
Nordic yang dikembangkan oleh Gronroos (1984). Ukuran
sampel adalah 335 nasabah bank yang terletak di kota Dhaka.
Faktor penentu kualitas pelayanan dikategorikan ke dalam fitur
produk, aspek fisik, layanan pelanggan, dan teknologi dan
keamanan aspek. Analisis faktor dengan SPSS dan model
persamaan struktural dengan program AMOS digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian yang diikuti oleh Davila et al
106
(2010). Hasil penelitian Akhtar (2011) telah membuktikan
bahwa kualitas layanan, kepuasan, dan loyalitas mempunyai
hubungan yang positif, kuat dan saling berpengaruh satu sama
lain.
c. Esmailpour et al (2012), penelitiannya mengkaji pengaruh
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan (studi kasus
nasabah bank sepah boushehr). Layanan perbankan dapat
dievaluasi dalam hal hubungan timbal balik antara bank dan
nasabah atau dengan kata lain loyalitas nasabah kepada bank.
Menemukan kebutuhan nasabah dan memenuhi harapan
mereka adalah elemen kunci dalam pasar ekspansi dan
pemeliharaan pelanggan setia. Sebagai bagian dari program
reformasi nasabah, bank mencoba secara aktif untuk tetap
memperbarui apa yang menjadi harapan pelanggan mereka,
mengidentifikasi kebutuhan nasabah mereka dan
meningkatkan jasa pelayanan mereka kepada nasabah.
Populasi dari penelitian ini adalah nasabah Bank Sepah
Bushehr. Pengumpulan data instrumen adalah melalui
kuesioner yang diberikan dan dikategorikan dalam metode
sampling random. Untuk Analisis data, peneliti menggunakan
uji t. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa menurut
nasabah Bank Sepah terdapat perbedaan yang signifikan antara
107
harapan dan persepsi nasabah dalam hal inovasi, manfaat
kredit dan reputasi bank yang berarti bahwa bank ini tidak
dapat memenuhi harapan mereka dalam hal tiga faktor ini,
tetapi pelanggan (nasabah) puas dengan 9 faktor.
d. Kang (2006) meneliti struktur hirarkis kualitas pelayanan yaitu
integrasi kualitas teknis dan fungsional. Tujuan dari peneltian
ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang kualitas
pelayanan secara empiris yaitu memeriksa konseptualisasi
kualitas pelayanan baik kualitas teknis maupun kualitas
fungsional. Desain/metodologi penelitian yang digunakan
adalah penggabungan kedua kualitas layanan baik kualitas
teknis maupun kualitas fungsional. Structural Equation
Modeling (SEM) digunakan untuk menguji secara empiris dua
komponen model kualitas layanan. Dua komponen model
(kualitas teknis dan kualitas fungsional) lebih cocok daripada
model kualitas fungsional sendiri (seperti SERVQUAL).
Keterbatasan penelitiannya adalah karena penelitian ini
menguji model dengan menggunakan satu industri jasa,
deskripsi lengkap dari kualitas teknis tidak dapat diberikan. Ini
bisa menjadi diatasi dalam penelitian yang akan datang dengan
menggunakan beberapa industri jasa. Manfaat aplikasi
praktisnya adalah sebuah organisasi dapat menghargai
108
pentingnya kualitas pelayanan teknis (selain kualitas
fungsional). Manfaat lainnya adalah dapat memenuhi
informasi untuk mengidentifikasi sumber daya yang
dibutuhkan dan menawarkan bantuan praktis kepada akademisi
dan praktisi di lapangan.
e. Yong dan Bojei (2011) meneliti pengaruh kualitas teknis dan
kualitas fungsional dan kepuasan pelanggan terhadap
kepercayaan pelanggan. Sebuah penelitian deskriptif dilakukan
oleh Yong dan Bojei (2011) untuk menguji pengaruh kualitas
fungsional (proses pelayanan) dan kualitas teknis (hasil
layanan) pada kepuasan pelanggan dan kepercayaan antara
klien bank ritel terhadap bank lokal utama mereka yang
memiliki hubungan kunci di Malaysia. Penelitian ini dilakukan
di antara orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas yang
tinggal di Lembah Klang. Kenyamanan sampling mal-intercept
dengan pendekatan survei kuesioner digunakan dalam memilih
400 responden. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
regresi berganda untuk menguji hipotesis. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa kualitas teknis, kualitas fungsional dan
kepuasan pelanggan memiliki pengaruh langsung yang
signifikan terhadap kepercayaan pelanggan (nasabah). Dimana
kepuasan pelanggan ditemukan memiliki hubungan (pengaruh)
109
terhadap kualitas fungsional dan kualitas teknis. Menariknya,
kualitas teknis ditemukan memiliki pengaruh yang lebih besar
daripada kualitas fungsional pada kepuasan dan kepercayaan di
bank. Selanjutnya, analisis jalur kausal mengidentifikasi
kepuasan pelanggan memiliki efek langsung yang paling besar
terhadap kepercayaan, sementara kualitas teknis ditemukan
memiliki efek keseluruhan terbesar (langsung dan tidak
langsung) pada kepercayaan. Oleh karena itu, menurut Yong
dan Bojei (2011), bankir yang ingin menimbulkan kepercayaan
di antara pelanggan ritel mereka harus lebih fokus pada hasil
layanan (kualitas teknis) daripada proses pemberian layanan
(kualitas fungsional) di perusahaan bank mereka.
f. Setyarini (2013) meneliti tentang penerapan model european
customer satisfaction index (ecsi) terhadap kepuasan dan
loyalitas konsumen (studi pada konsumen larissa surakarta).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan model
European Customer Satisfaction Index (ECSI) pada kepuasan
dan loyalitas pelanggan. Sampel dalam penelitian ini adalah
konsumen LARISSA yang minimal melakukan tiga kali
perawatan dalam tiga bulan terakhir (Juli – September 2010)
sebanyak 177 responden. Teknik pengambilan sampel dengan
cara purposive sampling. Berdasarkan pada beberapa
110
penelitian-penelitian terdahulu maka didapat rumusan masalah
sebagai berikut: (1) Apakah image mempunyai pengaruh
signifikan terhadap persepsi nilai, (2) Apakah kualitas teknis
mempunyai pengaruh signifikan terhadap persepsi nilai, (3)
Apakah kualitas fungsional mempunyai pengaruh signifikan
terhadap persepsi nilai, (4) Apakah harga mempunyai
pengaruh signifikan terhadap persepsi nilai, (5) Apakah
persepsi nilai mempunyai pengaruh terhadap kepuasan, (6)
Apakah kepuasan mempunyai pengaruh terhadap loyalitas
konsumen. Alat analisis yang digunakan untuk menguji
hipotesis yang diajukan adalah dengan menggunakan metode
Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan program
AMOS 6. Hasil analisis menunjukan bahwa dari keenam
hipotesis yang diajukan ternyata semuanya didukung. Hasil
dari penelitian diperoleh bahwa : (1) terdapat pengaruh yang
positif dari Image pada persepsi nilai (β=0,234;
CR=2,212;p=0,027, signifikansi p<0,05), (2) terdapat
pengaruh yang positif dari kualitas teknis pada persepsi nilai
(β=0,174; CR=2,003;p=0,045, signifikansi p<0,05), (3)
terdapat pengaruh yang positif dari kualitas fungsional pada
persepsi nilai (β=0,148; CR=2,060;p=0,039, signifikansi
p<0,05), (4) terdapat pengaruh yang positif dari harga pada
111
persepsi nilai (β=0,351; CR=2,098;p=0,036, signifikansi
p<0,05), (5) bahwa terdapat pengaruh yang positif dari
persepsi nilai pada kepuasan (β=0,309; CR=2,779;p=0,005,
signifikansi p<0,05), (6) terdapat pengaruh yang positif dari
kepuasan pada loyalitas (β=0,524; CR=5,196;p=0,000,
signifikansi p<0,05). maka saran yang dapat diberikan adalah
dalam usaha peningkatan loyalitas konsumen, perusahaan
harus dapat meningkatkan kepuasan konsumen
g. Maiyaki, Ahmed Audu, (2013) meneliti tentang efek moderasi
dari individualisme/kolektifisme pada hubungan antara
kualitas pelayanan, reputasi perusahaan, nilai yang dirasakan
dan niat perilaku konsumen. Makalah ini bertujuan untuk
menguji pengaruh moderasi dimensi budaya individualisme
pada niat perilaku konsumen berkaitan dengan layanan
perbankan di Nigeria. Sejauh ini, survei yang dilakukan
dengan jumlah sampel dari 555 nasabah bank yang diambil
dari berbagai bank ritel. Menggunakan SPSS 18 dan Analisis
Struktur Momen versi 16. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa individualisme memiliki efek moderasi yang signifikan
terhadap hubungan antara kualitas teknis, nilai yang dirasakan
dan citra perusahaan di satu sisi, dan niat perilaku di sisi lain.
Namun, individualisme tidak memiliki efek moderasi pada
112
hubungan antara kualitas fungsional dan niat perilaku.
Dianjurkan bahwa pembuat kebijakan bank harus mengambil
langkah yang diperlukan untuk meningkatkan persepsi
pelanggan dari kualitas teknis, nilai yang dirasakan dan citra
perusahaan terhadap layanan perbankan ritel
h. Penelitian mengenai Word of mouth telah dilakukan oleh Tom
J. Brown, Thomas E. Barry, Peter A. Dacin, dan Richard F.
Gunst (2005) dalam sebuah jurnal yang berjudul Spreading
the Word: Investigating Antecendents of Consumers’ Positive
Word of Mouth Intentions and Behaviors in a Retailing
Context. Dalam jurnal tersebut disimpulkan bahwa kepuasan
atau ketidakpuasan yang dirasakan konsumen pada saat
pembelian akan memicu timbulnya niat dan komitmen untuk
menggunakan produk yang sama dan menyebarkan berita
tentang produk tersebut (word of mouth) yang pada akhirnya
akan mempengaruhi orang lain untuk membeli.
i. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Hao Lai
Ying, Cindy M.Y Chung. Di Asia Pasific Journal of
Marketing and Logistics, dengan judul The effects of
single – message single – source mixed Word of Mouth
on product attitude and purchase intention. Penelitian ini
mencari tahu perilaku dan keinginan membeli sebuah produk
113
akan dipengaruhi oleh keterlibatan dan informasi yang didapat
dari suatu sumber. Ditemukan bahwa subjek yang diteliti lebih
menekankan evaluasi mereka melalui informasi yang didapat
belakangan dibanding dengan informasi yang didapat lebih
awal dengan mengesampingkan level keterlibatan.
10 A National Customer
Satisfaction Barometer:
The Swedish Experience
Fornell
(1992)
Bebas :
Terikat :
Nilai CSB
secara
signifikan lebih
tinggi dalam
industri di mana
heterogenitas-
homogenitas
permintaan
cocok dengan
pasokan.
Perubahan
1989-1990
berdampak
negatif, dengan
lebih banyak
industri
menunjukkan
114
penurunan
dibandingkan
peningkatan
Customer
Satisfaction
Barometer. Pola
yang terbalik
untuk tahun
1991,
menunjukkan
bahwa bisnis
lebih memiliki
prospek untuk
mengalami
peningkatan
kinerja ekonomi
yang tinggi,
dimana
perusahaan
Swedia
sekarang lebih
baik daripada
115
perusahaan
Swedia tahun
lalu
Pengertian Kualitas Jasa Pelayanan
Pengertian Pelanggan
Menurut Yamit (2005:75) secara tradisional pelanggan diartikan orang
yang membeli dan menggunakan produk. Dalam perusahaan yang bergerak di
bidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan. Dalam
dunia perbankan pelanggan diartikan nasabah. Pandangan tradisional ini
menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan
perusahaan sebelum proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna
produk. Sedangkan orang yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses
produksi berlangsung adalah dianggap sebagai pemasok.
Pelanggan dan pemasok dalam konsep tradisional ini adalah orang yang
berada di luar perusahaan atau disebut pelanggan dan pemasok eksternal.
Tepatkah pengertian seperti ini dalam kaitannya dengan kualitas ? Apakah
perhatian terhadap yang dinginkan pelanggan dan pemasok eksternal akan
memberikan jaminan perusahaan akan menghasilkan produk yang berkualitas ?
Konsep pelanggan dan pemasok sebenarnya tidak hanya dilihat dari luar
perusahaan. Ada pelanggan dan pemasok yang selama ini terlupakan oleh pelaku
bisnis, yaitu pelanggan dan pemasok yang berada didalam perusahaan atau disebut
116
pelanggan dan pemasok internal. Misalnya, terdapat proses transformasi yang
melalui proses 1, proses 2, hingga proses 3 yang masing-masing memiliki input-
proses-ouput (I-P-O) Output proses 2 akan diserahkan dan menjadi input proses 3
yang akan melakukan proses berikutnya.
Disamping pelanggan internal dan eksternal, masih terdapat pihak lain
yang terlibat sebelum produk dikirim ke pelanggan eksternal. Pihak lain tersebut
adalah distributor atau disebut sebagai pelanggan perantara yang melakukan
kegiatan distribusi produk dari perusahaan ke pelanggan eksternal. Kepuasan
pelanggan eksternal dipengaruhi pula oleh kualitas pelayanan purna jual.
Uraian tersebut, menyimpulkan bahwa pemasok dan pelanggan adalah
setiap orang atau badan yang datang dari dalam perusahaan maupun yang datang
dari luar perusahaan. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis
pelanggan yaitu :
1. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut
menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam
perusahaan atau organisasi.
2. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang
bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk
kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini
bukan sebagai pemakai akhir.
3. Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai
akhir yang disebut sebagai pelanggan yang nyata (real customer).
117
Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada msyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Satrianegara,
2014:72).
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan merupakan
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di
wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya (sebagai
pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
keluarga, serta pusat pelayanan kesehatan dasar) berkewajiban mengupayakan,
menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu terwujudnya derajat
kesehatan setinggi-tingginya bagi masyarakat (Satrianegara, 2014:73)
Fungsi puskesmas yaitu sebagai berikut (Satrianegara, 2014:74) :
1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan masyarakat
di wilayah kerjanya melalui, sebagai berikut :
a. Upaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
118
b. Keaktifan memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
a. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga, dan
masyarakat memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan, dan memantau pelaksanaan program kesehatan serta
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan
medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan
bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
3. Pusat pelayanan kesehatan pertama
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, melalui pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Upaya peningkatan mutu pelayanan puskesmas merupakan suatu proses
manajemen yang dilakukan secara sistematis, objektif, terpadu, dan
berkesinambungan serta berorientasi pada pelanggan. Peningkatan mutu
pelayanan kesehatan puskesmas didasari atas paradigm bahwa peningkatan mutu
119
pelayanan puskesmas akan tercapai, jika proses pelayanan diperbaiki dengan
menerapkan prinsip dan metode jaminan mutu. Dari beberapa pakar mutu yang
memperhatikan berbagai sudut pandang, dapat dirangkum ada 9 (sembilan)
dimensi mutu, yaitu sebagi berikut (Satrianegara, 2014:137-138) :
1. Manfaat, pelayanan kesehatan yang diberikan menunjukkan manfaat dan
hasil yang diinginkan.
2. Ketepatan, pelayanan kesehatan yang diberikan relevan dengan kebutuhan
pasien dan sesuai dengan standar keprofesian.
3. Ketersediaan, pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tersedia.
4. Keterjangkauan, pelayanan kesehatan yang diberikan dapat dicapai dan
mampu dibiayai pasien.
5. Kenyamanan, pelayanan kesehatan yang diberikan dalam suasana yang
nyaman.
6. Hubungan interpersonal, pelayanan kesehatan yang diberikan
memperlihatkan komunikasi, rasa hormat, perhatian, dan empati yang
baik.
7. Waktu, pelayanan kesehatan yang diberikan memperlihatkan waktu tunggu
pasien dan tepat waktu sesuai dengan perjanjian.
8. Kesinambungan, pelayanan kesehatan yang diberikan dilaksanakan secara
berkesinambungan, pasien yang memerlukan tindak klanjut perawatan
perlu ditindaklanjuti, ibu hamil yang sudah mendapatkan pemeriksaan
pertama (K1) perlu ditindaklanjuti untuk pemeriksaan selanjutnya.
120
9. Legitimasi dan akuntabilitas, pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan baik dari aspek medik maupun aspek hukum.
Penilaian mutu pelayanan puskesmas meliputi sebagai berikut
(Satrianegara, 2014:138) :
1. Penilaian input pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan
2. Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhannya terhadap
standar pelayanan yang telah ditetapkan.
3. Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang
diselenggarakan. Yaitu masing-masing program/kegiatan mempunyai
indikator mutu tersendiri, sebagai contoh angka drop out pengobatan pada
program penaggulangan TBC.
4. Penilaian outcome pelayanan antara lain melalui pengukuran tingkat
kepuasan pengguna jasa pelayanan puskesmas.
Penelitian ini mengamati pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pasien/konsumen di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai
Ambawang Kecamatan Sungai Ambawang serta dampaknya terhadap wom (word
of mouth) positif. Latar belakang penelitiannya adalah mengetahui penilaian
pasien/konsumen (pelanggan) tentang kualitas teknik, kualitas fungsional, dan
corporate image terhadap kepuasan pasien serta dampaknya pada word of mouth
positif di Puskesmas Lingga dan Puskemas Sungai Ambawang Kecamatan Sungai
Ambawang Kabupaten Kuburaya. Hal ini penting sebagai acuan dalam
121
pembenahan pada masing-masing puskesmas agar dapat memberikan kepuasan
yang optimal.
Kerangka Konseptual Model Penelitian
Dalam menciptakan kepuasan pelanggan (pasien), perusahaan di bidang kesehatan
seperti puskesmas harus dapat meningkatkan kualitas pelayanannya (service
quality). Kepuasan pelanggan (pasien) dapat diciptakan melalui kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan (puskesmas) kepada para
pelanggannya (pasien). Semakin baik kualitas pelayanannya, akan semakin tinggi
pula kepuasan pelanggan (pasien) terhadap perusahaan (puskesmas) tersebut
(Trarintya, 2011).
Tingginya kualitas pelayanan juga tidak lepas dari dukungan internal
perusahaan, terutama dukungan dari sumber daya manusianya (Chen, 2007).
Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan
perusahaan dan tidak dapat dipungkiri dalam dunia bisnis saat ini, karena tidak
ada yang lebih penting lagi bagi sebuah perusahaan kecuali menempatkan
masalah kepuasan pelanggan melalui pelayanan sebagai salah satu komitmen
bisnisnya.
Belakangan, para pelaku usaha dituntut untuk berusaha lebih, karena
iklim persaingan semakin keras, namun kemampuan ekonomi masyarakat terus
menurun. Untuk itu para pelaku usaha perlu melakukan usaha pemasaran yang
baik. Yang dimaksud dengan pemasaran itu sendiri adalah proses merencanakan
konsepsi, harga, promosi, dan distribusi ide, menetapkan peluang yang dapat
122
memuaskan individu dan sesuai dengan tujuan organisasi (Kotler, 2008). Salah
satu bentuk pemasaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan Words-of-
Mouth (WOM). WOM layak dipilih, selain karena biayanya relative murah, juga
karena berdasarkan riset oleh Herr et al. (1991) menemukan bahwa “wom
memiliki impact yang lebih besar daripada informasi tertulis”. Informasi yang
diperoleh dari seseorang dalam proses WOM biasanya lebih jelas, karena
merupakan sebuah bentuk komunikasi.
Kejelasan ini mengacu kepada: menarik secara emosional, informasi yang
sangat jelas, dan sumber yang sangat dekat (Nisbett dan Ross, 1980 dalam
Mangold et al., 1999). Menurut Setyawati (2009) dalam usaha WOM,
memuaskan pelanggan adalah hal yang sangat wajib. Karena dalam sebuah
studi oleh US Office of Consumer Affairs (Kantor Urusan Pelanggan Amerika
Serikat) menunjukkan bahwa WOM memberikan efek yang signifikan terhadap
penilaian pelanggan. Dalam studi tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata, satu
pelanggan tidak puas akan mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang
akan menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan pelanggan yang puas hanya akan
mengabarkan kepada lima calon pelanggan lain.
Penyampaian layanan yang berkualitas dewasa ini dianggap suatu strategi
yang esensial agar perusahaan sukses dan dapat bertahan (Reicheld dan Sasser,
1990). Penerapan manajemen kualitas dalam industri jasa menjadi kebutuhan
pokok apabila ingin berkompetisi di pasar domestik apabila di pasar global
(Barney, 1991). Hal ini disebabkan keunggulan pelayanan dapat memberi
123
kontribusi pada kepuasan pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas. Oleh karena
itu, perhatian para manajer saat ini lebih diprioritaskan pada pemahaman dampak
kualitas layanan terhadap keuntungan dan hasil-hasil finansial yang lain dalam
perusahaan (Fornel, 1992).
Sesuai dengan tujuan dan jumlah konstruk yang teridentifikasi, maka dapat
dibangun satu konsep model hubungan kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan
WOM pasien Puskesmas Lingga Dan Puskesmas Sungai Ambawang Kecamatan
Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya. Model penelitian dalam penelitian ini
seperti yang digambarkan pada Gambar 2 :
.
top related