tugas metpen budaya organisasi
Post on 14-Dec-2014
114 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Implementasi Dampak Budaya Organisasi Terhadap Kinerja dan Kepuasan Karyawan di PT “X”
FAKULTAS MIPA JURUSAN STATISTIKA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2013
Kelompok :
Meli Meliarni {10060110006)
Fanny Tania S (10060110009)
Wendi Kuswendi (10060110010)
Rima Rizka Y (10060110013)
Fuji Astuti (10060110015)
I. DEFINISI KONSEPTUAL
1. Budaya Organisasi
Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu
Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai
Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang
dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.
Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu
perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua
bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi.
Budaya Organisasi merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia dan teori organisasi.
Manajemen budaya organisasi dilihat dari aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dilihat dari aspek
sekelompok individu yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat
individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan. Dalam pekembangannya,
pertama kali budaya organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya :
Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute
of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan budaya
organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya Organizational
Culture and Leadership. Di Indonesia budaya organisasi mulai dikenal pada tahun 80 sampai 90-an, saat
banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta
pembudayaan nilai-nilai baru. Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan
memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal.
Definisi Beberapa Ahli :
Definisi awal budaya organisasi disampaikan oleh Terrence E. Deal dan Allan A.
Kennedy (1982) sebagai : “the integrated pattern of human behavior that included
thought, speech, action, and artifacts and depends on man’s capacity for learning and
transmitting knowledge to succeeding generation” (dalam Ndraha, 2006:75).
Glaser dalam (Kreitner dan Kinicki, 2005:81) menyatakan bahwa budaya
organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari
kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang berkembang dari
waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka
ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang
berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula
misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan trading.
Dalam buku Handbook of Human Resource Management Practice oleh Michael
Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah
nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-
orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan.
Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi.
Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.
Schein (1996) mendefinisikan budaya organisasi sebagai wujud anggapan yang
dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana
kelompok tersenbut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkunmgannya yang
beraneka ragam. Dari definisi ini, menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang
penting, yaitu pertama : budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru
melalui proses sosialiasasi. Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku di
tempat kerja, dan ketiga, budaya organisasi berlaku pada tingkat yang berbeda
(Kreiner dan Kinicki, 2005)
Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak
tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik
maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan,
kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budayaorganiasi mereka
seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Gibson (1997:372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus
nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat
mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan
dan norma-norma yang dianut
Menurut Nawawi (2003:283) yang dikutip dari Cushway B dan Lodge D, hubungan
budaya dengan budaya organisasi, bahwa “budaya organisasi adalah suatu
kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh
anggota organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”.
Sedangkan Nawawi (2003, :283) yang dikutip dari Schemerhom, Hurn dan Osborn,
mengatakan “budaya organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-
nilai yang dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman perilaku
anggotanya”.
Tunstal dalam Wirawan (2007) mendefinisikan, budaya organisasi adalah suatu
kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik
bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta
melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik
dalam organisasi. Adapun menurut Elridge dan Crombie dalam Wirawan (2007)
mendefinisikan, suatu budaya organisasi menunjukan konfigurasi unik dari norma,
nilai, kepercayaan, dan cara-cara berperilaku yang memberikan karakteristik cara
kelompok dan individu bekerja sama untuk menyelesaikan tugasnya.
Dari berbagai definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi merupakan suatu kepercayaan, nilai, norma perilaku yang diterima dan
disosialisasikan secara berkesinambungan sebagai pembentuk karakteristik organisasi
dalam menghadapi tantangan / adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Tingkatan Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam
sebuah organisasi, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang
tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi
dalam tiga kelas, antara lain :
1. Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan
fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2. Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi
untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yang ada dalam
organisasi
3. Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri,
tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi
mereka
Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196) dalam studinya yang melanjutkan
penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik
utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu :
1. Artefak, merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan
fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2. Perspektif, adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks
tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara
anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota
menyadari perspektif ini.
3. Nilai, lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat
organisasi dalam menjalankan misinya.
4. Asumsi, ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok
atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 :
21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
2. Sebagai pengikat suatu masyarakat
3. Sebagai sumber
4. Sebagai kekuatan penggerak
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
6. Sebagai pola perilaku
7. Sebagai warisan
8. Sebagai pengganti formalisasi
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
10 Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk
nation – state
Sedangkan menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi
adalah :
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
2. Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi Budaya Organisasi
Ada enam faktor penting yang mempengaruhi budaya organisasi, yaitu:
Observed behavioral regularities
Keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota
organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka munkin menggunakan bahasa
umum, istilah, atau ritual tertentu.
Norms
Berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh
mana suatu pekerjaan harus dilakukan.
Dominant values
Adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya
tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau efisiensi yang tinggi.
philosophy
Adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam
memperlakukan pelanggan dan karyawan.
Rules
Adanya pedoman yang kuat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi.
Organization climate
Perasaan keseluruhan (anoverall “feeling”) yang tergambarkan dan disampaikan
melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota
organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.
3. Kinerja
Definisi menurut beberapa ahli :
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan
kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer
tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan/instansi
menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat
dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67)
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223)
Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan
yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34)
mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Menurut John Whitmore (1997 : 104)
Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah
suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan.
Menurut Barry Cushway (2002 : 1998)
Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan
target yang telah ditentukan.
Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :
Merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli
dan Bayu Prawira (2001 : 78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
Menurut John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja
adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan,
suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.
Secara umum, kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu
instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.
Kinerja karyawan merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja menurut
standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi. Pengelolaan untuk mencapai
kinerja karyawan yang tinggi terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja
organisasi secara keseluruhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
menurut Noe (1994 dalam Budi Wibowo, dkk. 2001) meliputi strategi organisasional
(nilai tujuan), batasan situasional (budaya organisasi dan kondisi ekonomi) dan atribut
individual (ketrampilan dan kemampuan). Ketiga faktor tersebut mempengaruhi dan
menghasilkan perilaku individual, yang memiliki konskuensi terhadap kinerja karyawan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuan mereka, 2. Motivasi,
3. Dukungan yang diterima, 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5.
Hubungan mereka dengan organisasi.
Berdasarkaan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam
suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang
diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja
antara lain :
a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu
pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti
dikutip Mangkunegara (2001:68), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara
motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.
Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu
kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja)
dengan predikat terpuji.
Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1) Faktor
individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat
sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap,
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3) Faktor organisasi : struktur organisasi,
desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).
4. Kepuasan
Definisi Kepuasan Kerja Karyawan menurut Beberapa Ahli
Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja karyawan (job satisfaction) merupakan
sikap umum atau reaksi efektif seorang individu terhadap pekerjaannya yang berasal dari
perbandingan hasil aktual pemegang jabatan dengan apa yang diinginkan. Smith et al
(1996) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja terhadap
pekerjaannya, hal ini merupakan sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan pada
penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan.
Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan, juga berhubungan dengan harapan dimasa
mendatang. Luthans (1998) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap
(attitude), suatu keadaan kognitif yang ada dalam diri seseorang (internal cognitive
state). Walaupun telah banyak penelitian tentang sikap kerja (job attitude) ternyata tidak
berhasil menetapkan secara tepat bagaimana kepuasan kerja itu ditentukan.
Lawler et al (1979 dan Gary, 1999 dalam Luthans 1998) menyimpulkan bahwa
pada umumnya penelitian yang dilakukan oleh perusahaan hanya untuk menemukan
sesuatu yang berhubungan dengan kepuasan kerja, sedangkan kadar penyebab hubungan
tersebut biasanya diabaikan. Secara komprehensif Locke (1981 dalam Luthans, 1998)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan (positif)
yang berasal dari penilaian kerja seseorang dalam arti pengalaman kerjanya. Seseorang
yang mempunyai sikap positif terhadap pekerjaan, mengidentifikasikan mempunyai
tingkat kepuasan kerja yang tinggi.
Kepuasan kerja menunjukkan pada sikap emosional seorang pekerja berkenaan
dengan pekerjaannya sehingga merupakan penilaian karyawan terhadap perasaan
menyenangkan, positif atau tidak terhadap pekerjaannya (Luthans, 1998). Michita dan
Frederic (2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai
macam sikap (attitude) yang dipunyai seorang pekerja. dalam hal ini yang dimaksud
dengan sikap adalah yang berhubungan pekerjaan beserta faktor-faktor yang spesifik
seperti pengawasan, upah, kesempatn promosi, kondisi kerja, pengalaman terhadap
kecakapan, penilaian kerja yang sehat, hubungan sosial didalam pekerjaan, penyelesaian
yang cepat terhadap keluhan-keluhan dan perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap
para pekerja.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan
Davis dan Newstroom (2002) merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja seseorang, yaitu:
1. Usia. Ketika para guru makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit
lebih puas dengan pekerjaannya. Guru yang lebih muda cenderung kurang puas
karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai sebab lain,
2. Tingkat pekerjaan. Orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat lebih tinggi cenderung
merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka.. Mereka biasanya memperoleh gaji dan
kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan memberi peluang untuk
merasa lebih puas,
3. Ukuran organisasi. Pada saat organisasi semakin besar, ada beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurun apabila tidak diambil
tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu.
Menurut Roy dan Raja dalam Pareek (1984:132) faktor yang mendorong kepuasan
kerja dan kekecawaan kerja meliputi:
1. Promosi merupakan perangsang yang paling penting dan juga merupakan penyebab
kekecewaan yang paling penting di antara para penyelia dan para manajer,
2. Pengakuan merupakan faktor pekerjaan yang paling penting dalam kaitan dengan
kepuasan dan kekecewaan kerja,
3. Diantara faktor-faktor yang membantu terjadinya kekecewaan, yang paling sering
disebut-sebut adalah tidak adanya kebijakan organisasi dan admistrasi yang memadai,
tidak adanya penyelia yang simpatik dan cakap secara teknis, sifat tidak ramah dan
sombong dan tidak adanya peluang untuk tumbuh,
4. Faktor-faktor kerja yang menyebabkan kepuasan dan kekecewaan di antara para
manajer dan para penyelia berlainan dengan faktor-faktor di antara para pekerja biasa.
Misalnya gaji dan keamanan kerja menonjol sebagai dua faktor yang penting bagi
kepuasan kerja di antara pekerja, sedangkan para manajer hal ini hampir selalu
tergeser ke urutan paling bawah dalam hirarki kepentingan. Tingkat jabatan rupanya
mempengaruhi persepsi tentang kebutuhan,
5. Tidak terdapat fakta-fakta yang jelas yang membedakan manajer dan penyelia
berkenaan dengan sumber kepuasan dan sumber kekecewaan. Tetapi mereka berbeda
dalam persepsi atas kebutuhan. Para penyelia lini pertama menghargai penghasilan,
promosi, keamanan kerja, dan keadaan kerja. Para manajer menengah paling
menghargai kemajuan, jenis pekerjaan dan penghasilan. Sebaliknya, para manajer
paling atas menghargai rasa mempunyai kecakapan yang berguna, pengakuan atas
pekerjaan baik yang telah dilakukannya dan wewenang untuk mengambil putusan.
Hal ini menunjukkan pergeseran dari faktor hubungan kerja ke faktor isi kerja atau
dari kebutuhan tingkat rendah ke tingkat tinggi,
6. Para manajer dalam industri swasta dan industri pemerintah ternyata tidak berbeda
dalam tingkat kepuasan pekerjaan. Mereka juga secara serupa dipengaruhi oleh
motivator. Motivator dan higine berbeda caranya dalam menambah kepuasan dan
ketidakpuasan jika bagi para manajer sektor pemerintah motivator lebih menambah
kepuasan, bagi para eksekutif dari sektor swasta motivator lebih menimbulkan rasa
kurang puas,
7. Tidak ada bukti yang menunjukkan pengaruh kepuasan kerja terhadap variabel hasil
seperti prestasi keterlibatan kerja,
8. Baik variabel perorangan (misalnya pendidikan, tingkat penghasilan) maupun variabel
organisasi (misalnya jenis pekerjaan lini staf, struktur organisasi yang tinggi/datar)
kelihatan tidak banyak mempengaruhi motivasi, yakni pentingnya kebutuhan,
pemenuhan kebutuhan, harapan, kekurangan (dan pilihan tentang hal yang membuat
puas dan yang membuat tidak puas).
II. DEFINISI OPERASIONAL
Identifikasi Variabel :
a. Variabel independent : Budaya Organisasi
b. Variabel dependent : Kinerja dan Kepuasan Karyawan
Agar konsep dapat diteliti secara empiris maka konsep tersebut harus
dioperasionalkan dengan cara mengubahnya menjadi variabel atau sesuatu yang
mempunyai nilai.
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan prinsip-
prinsip yang berfungsi sebagai dasar system manajemen organisasi, dan juga
praktek-praktek manajemen dan perilaku yang membantu dan memperkuat
prinsip-prinsip dasar tersebut. Dapat dikatakan juga sebagai perekat sosial yang
mengikat anggota organisasi secara bersama-sama.
Kinerja adalah prestasi karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
Kepuasan adalah tingkat perasaan individu baik secara positif atau negatif aspek-
aspek dalam pengerjaannya.
III. DIMENSI DAN INDIKATOR
Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi
Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini mempengaruhi
perilaku yang mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidak sepakatan atau bahkan
konflik (Erly, 1993, dalam Gibson, 1996). Gibson (1996) menyebutkan 7 dimensi
budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme versus kolektivisme,
orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi,
menurut Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama
menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif
dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian ke hal yang rinci. Sejauh mana para karyawan diharapkan mau
memperlihatkan kecermatan, anaisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mendapatkan hasil itu.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari
orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja,
bukannya individu-individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai.
7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status
quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.
Dimensi Inisiatif Individu
Indikator : Kebebasan dalam rangka tanggung jawab terhadap pekerjaan
Dimensi Toleransi terhadap Tindakan Beresiko
Indikator : Toleransi terhadap pekerjaan-pekerjaan beresiko
Dimensi Arah
Indikator : Kejelasan tentang sasaran dan harapan atas prestasi organisasi
Dimensi Integrasi
Indikator : Upaya organisasi terciptanya koordinasi antar unit organisasi
Dimensi Dukungan Manajemen
Indikator : Dukungan atasan termasuk berkomunikasi
Dimensi Kontrol
Indikator : Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
Dimensi Identitas
Indikator : Komitmen karyawan secara keseluruhan terhadap organisasi
Dimensi Sistem Imbalan
Indikator : alokasi imbalan direalisasikan atas kriteria prestasi
Dimensi Toleransi terhadap Konflik
Indikator : Toleransi terhadap konflik secara terbuka
Dimensi Pola-Pola Komunikasi
Indikator : komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan serta antara sesama
karyawan
Pendapat lain Terdapat 3 (tiga) variable dimensi budaya organisasi yaitu:
a. Dimensi Adaptasi Eksternal (External Adaptation Tasks)
Sesuai teori Edgar H. Schein, maka untuk mengetahui variable Dimensi Adaptasi
Eksternal, indikator-indikator yang akan diteliti lebih lanjut meliputi: misi, tujuan,
sarana dasar, pengkuran keberhasilan dan strategi cadangan. Pada organisasi
bussines/private yang berorientasi pada profit, misi merupakan upaya adaptasi terhadap
kepentingan-kepentingan investor dan stakeholder, penyedia barang-barang yang
dibutuhkan untuk produksinya, manager dan karyawan, masyarakat dan pemerintah
dan konsumen. Sedangkan dalam organisasi publik misi yang diemban merupakan
hasil dari logika yang menyeimbangkan kebutuhan berbagai pihak yang terkait dengan
keberadaaan kementerian/lembag tersebut. Dalam rangka melengkapi data untuk analisis,
maka pada tesis ini stakehoder dimasukkan menjadi indikator sebagai salah satu object
penelitian.
b. Dimensi Integrasi Internal (Internal Intergration Tasks)
Dalam Dimensi Integrasi Internal, indikator-indikator yang akan diteliti, yaitu:
bahasa yang sama, batasan dalam kelompok, penempatan status/ kekuasaan,
hubungan dalam kelompok, penghargaan dan bagaimana mengatur yang sulit diatur.
c. Dimensi Asumsi-Asumsi Dasar (Basic Underlying Assumtions)
Indikator-indikator yang akan diteliti untuk mengetahui variable dimensi
asumsiasumsi dasar, yaitu: hubungan dengan lingkungan, hakekat kegiatan manusia,
hakekat kenyataan dan kebenaran, hakekat waktu, hakekat kebenaran manusia, hakekat
hubungan antar manusia, homogenitas versus heterogenitas.
Menurut McShane, Steve. L. & Von Glinov, Marry Ann (2005) Dimensi Budaya
Organisasi adalah :
a. Dimensi Budaya Pengendalian
Budaya ini menilai peran eksekutif senior untuk memimpin organisasi. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan semua orang berjalan searah dan dibawah kendali.
b. Dimensi Budaya Kinerja
Budaya ini menilai kinerja individu dan organisasi dan berusaha untuk mencapai
efektivitas dan efesiensi.
c. Dimensi Budaya Hubungan
Budaya ini menilai sifat pengasuhan dan kemanusiaan. Ini mempertimbangkan
komunikasi terbuka, keadilan, kerja tim, dan pembagian bagian-bagian penting dalam
kehidupan organisasi.
d. Dimensi Budaya Responsive
Budaya ini menilai kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksternal, termasuk kompetitif dan merealisasikan kesempatan baru.
Berikut adalah penentuan indikator Budaya Organisasi menurut pendapat beberapa
ahli :
Indikator Budaya Organisasi :
1. Inisiatif perorangan (individual initiative)
2. Toleransi resiko (risk tolerance)
3. Pengarahan (direction)
4. Integrasi (integration)
5. Dukungan manajemen (management support)
6. Pengendalian (control)
7. Bukti diri (identity)
8. Sistem imbaln (reward system)
9. Toleransi konflik (conflict tolerance)
10. Pola komunikasi (communication paterns)
(Stephen P. Robbins, 1991:572-592 dalam Yayat Hayati Djatmiko, 2002:72-73)
Dimensi dan Indikator Kinerja
Terdapat beberapa pendapat mengenai dimensi dan indikator dari kinerja,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut Hendri Simamora (2001: 415), penilaian kinerja adalah suatu proses denganya
suatu organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan- keputusan personalia dan umpan balik kepada para karyawan
tentang pelaksanaan kerja serta memungkinkan perusahaan mengetahui seberapa baik
seorang karyawan bekerja jika dibandingkan dengan standar-standar organisasi. Terdapat
beberapa dimensi kinerja serta indikatornya yaitu :
Dimensi Hasil Kerja (Outcomes). Indikatornya adalah :
Penjualan
Unit produksi
Kepuasan pelanggan
Kualitas produksi
Kualitas layanan, pelayanan yang diberikan sebaik dan seberkualitas mungkin
Produktivitas, tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga mengukur efektivitas
pelayanan dan pada umumnya dipahami sebagai input dan output.
Pencapaian target
Dimensi Perilaku (Behaviors). Indikatornya adalah :
Kepatuhan pada prosedur
Ketepatan waktu dalam bekerja, hasil kerja sesuai dengan waktu atau deadline yang
telah ditentukan.
Ketelitian dalam bekerja, selalu berhati-hati menghindari setiap kesalahan.
Kesediaan bekerja sama dengan siapapun dan dalam kondisi apapun guna kemajuan
perusahaan.
Responsibilitas, maksudnya pelaksanaan kegiatan harus dilakukan dengan prinsip
administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik.
Dimensi Sifat (Traits). Indikatornya adalah :
Loyalitas
Setiap karyawan yang memiliki tingkat loyal yang tinggi pada perusahaan, mereka
akan diberikan posisi yang baik, hal ini dapat dilihat melalui tingkat absensi ataupun
kinerja yang mereka miliki.
Semangat kerja
Perusahaan harus menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang kondusif hal ini
akan meningkatkan semangat kerja karyawan dalam menjalankan tugas di suatu
organisasi.
Kepemimpinan
Pimpinan merupakan leader bagi setiap bawahannya, bertanggungjawab dan
memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan. Pimpinan harus
mengikutsertakan karyawan dalam mengambil keputusan sehingga karyawan
memiliki peluang untuk mengeluarkan pendapat, ide dan gagasan demi keberhasilan
perusahaan.
Kerjasama
Pihak perusahaan perlu membina dan menanamkan hubungan kekeluargaan antar
karyawan sehingga memungkinkan karyawan untuk bekerjasama dalam lingkungan
perusahaan.
Prakarsa
Prakarsa ini perlu dibina dan dimiliki baik itu dalam diri karyawan ataupun dalam
lingkungan perusahaan.
Tanggung jawab
Tanggung jawab ini harus dimiliki oleh setiap karyawan baik ia berada pada level
jabatan yang tinggi atau pada level yang rendah.
Dimensi Kompetensi (Competences). Indikatornya adalah :
Kerjasama tim
Kepemimpinan
Orientasi pelayanan pelanggan
Berfikir kritis
Dimensi Kemampuan
Indikator : - pengetahuan terhadap tugas - kemampuan mengambil keputusan - kualitas
kerja yang diselesaikan - kemampuan untuk bekerja sama - kesehatan fisik
Dimensi Tingkat Usaha yang Dicurahkan
Indikator : - inisiatif terhadap penyelesaian tugas - percaya diri dalam pekerjaan -
keinginan untuk bekerja - keinginan untuk berprestasi - kehadiran
Dimensi Dukungan Organisasi
Indikator : - persahabatan dengan kolega kerja - kepuasan atasan atas hasil kerja anda -
hubungan dengan atasan - lingkungan kerja yang kondusif - pelatihan karyawan
Dimensi Keuangan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi
bisnis, tanpa menghasilkan profit yang sustainable dan cash flow yang sehat maka
sebuah perusahaan tidak akan bertahan lama. Indikatornya antara lain :
Tingkat profitabilitas perusahaan
Jumlah penjualan dalam setahun (sales revenue)
Tingkat efisiensi biaya operasi (operation cost dibanding sales)
Sejumlah indikator keuangan seperti ROI (return on investment), ROA (return on
asset), atau EVA (economic value added)
Dimensi Pelanggan, yang notabene merupakan tonggak penting untuk mencapai
kejayaan dalam aspek keuangan. Indikatornya adalah :
Tingkat kepuasan pelanggan
Brand image index
Brand loyalty index
Presentase market share
Market penetration level
Dimensi proses bisnis internal, indikatornya adalah sebagai berikut :
Presentase produk yang cacat (defect rate)
Tingkat kecepatan dalam proses produksi
Jumlah inovasi proses dan produk yang dikembangkan dalam setahun
Jumlah produk/jasa yang di-delivery dengan tepat waktu
Jumlah pelanggaran SOP (standard operating procedures)
Dimensi yang terakhir adalah dimensi learning and growth, dimensi ini selanjutnya
tidak hendak berfokus pada pengembangan kapabilitas SDM, potensi kepemimpinan
dan kekuatan kultur organisasi untuk terus dimekarkan ke titik optimal. Indikatornya
yaitu :
Tingkat kepuasan karyawan
Level kompetensi rata-rata karyawan
Indeks kultur organisasi
Jumlah jam pelatihan dan pengembangan per karyawan.
Dimensi Kinerja
Dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran kinerja, menurut Nawawi (2000:97)
adalah:
1. Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melaksanakan pekerjaan baik yang
diperoleh dari hasil pendidikan dan pelatihan maupun yang bersumber dari
pengalaman kerja.
2. Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja
sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan
tercapainya hasil sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja karyawan atau dikenal dengan istilah “Performance appraisal”, menurut
pendapat Leon C.Megginson, sebagaimana dikutip Mangkunegara, Anwar Prabu adalah :12)
”Suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah seorang pegawai
melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan.”
Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistimatis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dapat dikembangkan. Penilaian adalah proses penaksiran atau penentuan nilai, kualitas,
atau status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu.
Berdasarkan pendapat dua ahli diatas, maka dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja adalah
suatu proses penilaian kinerja pegawai yang dilakukan pimpinan perusahaan secara sistimatis
berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pemimpin perusahaan yang menilai
kinerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung, dan atasan tak langsung. Disamping itu pula,
kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua
pegawainya sesuai dengan data yang ada di bagian personalia.
Menurut Handoko, Hani, mengatakan bahwa penilaian kinerja dapat digunakan untuk :13)
1. Perbaikan kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer
dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk
meningkatkan prestasi
2. Penyesuaian-penyesuaian gaji, evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan
dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk gaji lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan, promosi dan mutasi biasanya didasarkan atas
kinerja masa lalu. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja
masa lalu.
4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan, kinerja yang jelek mungkin
menunjukkan perlunya latihan. Demikian juga sebaliknya, kinerja yang baik mungkin
mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik prestasi mengarahkan
keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing, kinerja yang baik atau buruk adalah
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Melihat ketidak akuratan informasional, kinerja yang jelek mungkin menunjukkan
kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia
atau komponen-komponen lain, seperti sistim informasi manajemen.
Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-
keputusan personalia yang tidak tepat.
8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan, kinerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi
membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
9. Menjamin kesempatan yang adil, penilaian kinerja yang akurat akan menjamin
keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa deskriminasi.
10. Melihat tantangan-tantangan eksternal, kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi
oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan dan masalah-
masalah pribadi lainnya. Berdasarkan penilaian kinerja, departemen personalia
mungkin dapat menawarkan bantuan.
Dimensi dan Indikator Kepuasan
Kepuasan merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan
dengan jabatan atau pekerjaan mereka. Ia timbul dari persepsi mereka tentang jabatan atau
pekerjaan mereka. Kepuasan jabatan timbul karena aneka macam aspek dari jabatan atau
pekerjaan seperti misalnya : imbalan berupa uang, peluang untuk promosi, supervisor,
para rekan sekerja. Kepuasan pekerjaan juga berasal dari faktor-faktor yang berhubungan
dengan lingkungan pekerjaan.
Gaya supervisor, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur, afiliasi kelompok
kerja, kondisi-kondisi kerja, dan imbalan-imbalan lain di luar gaji. Ada lima dimensi yaitu:
1. Gaji atau upah yang diterima adalah jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut,
2. Pekerjaan adalah tingkat hingga di mana tugas-tugas pekerjaan dianggap menarik dan
memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab,
3. Peluang-peluang promosi adalah tersedianya peluang-peluang untuk mencapai
kemajuan dalam jabatan,
4. Supervisor adalah kemampuan sang supervisor untuk menunjukkan perhatian
terhadap karyawan,
5. Para rekan sekerja adalah tingkat hingga di mana para rekan sekerja bersikap
bersahabat, kompeten, dan saling bantu membantu.
top related