standar pelayanan medis rsud ef
Post on 18-Jul-2016
179 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
STANDAR PELAYANAN MEDIS SMF PARU
RSUD EMBUNG FATIMAHKOTA BATAM
2013
Kata Pengantar
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, SMF Paru telah dapat menyusun Standar
Pelayanan Medis serta Standar Prosedur Operasional Tindakan Medis dan Terapi Staf
Medik Fungsional yang biasa dilakukan. Standar tersebut telah mengalami revisi,
disesuaikan dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Dengan demikian, isi atau
acuan langkah-langkah prosedur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat
meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien, sehingga tujuan untuk
memberikan pelayanan sebaik-baiknya di rumah sakit insya Allah dapat tercapai.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun / merevisi
protap standar ini, sehingga kerja keras kita dapat berguna dan bermanfaat buat kita dan
pasien khususnya.
Kami harapkan Standar Pelayanan Medis ini dapat digunakan pada setiap kerja
dalam memberikan pelayanan pada pasien.
Jakarta, 3 September 2013
Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah
Ka. SMF Paru,
dr. Dianiati Kusumo Sutoyo, SpP(K)
NIP : 19580307 198403 2001
i
DAFTAR ISI HalKata Pengantar iDaftar Isi iiI. INFEKSI 1
A. Bronkiektasis 2B. Pneumonia 4
1. Komuniti (CAP) 42. Nosokomial (HAP) 73. VAP (ventilator aqcuired pneumonia) 74. Pneumonia/Aspirasi Benda Asing 10
C. Bronkitis akut 12D. Tuberkulosis 14
1. MDR dan XDR 142. Pleuritis TB 183. Drug Induce Hepatitis4. Ko infeksi TB –HIV5. Kondisi Khusus
E. Penyakit Jamur Paru 23 F. Abses Paru 25 G. SARS 28 H. Avian Influenza (H5N1) 32 I. Empiema Toraks 37 J. Bronkiolitis 39 K. Swine Flu (H1N1) 40
II. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI A. Asma 42 B. PPOK 45 C. Sindrom henti napas (sleep disorder breathing) 48
III. GAWAT NAPAS A. Hemoptisis 51 B. Pneumotoraks 53 C. Cedera Paru Akut 55 D. ARDS 57 E. Emboli Paru 59 F. Edema Paru 61 G. Tenggelam (near drowning) 63 H. Trauma toraks 65 I. Gagal napas akut 68 J. Pneumomediastinum 71 K. Kor Pulmonale Kronik 73
ii
IV. KEGANASAN RONGGA TORAKS A. Kanker paru 77
B. Nodul Paru Soliter 83C. Tumor Metastasis di paru 85D. Tumor Mediastinum 88E. Mesothelioma (Tumor Primer Pleura) 93F. Nodul Paru Soliter 96
V. IMUNOLOGI Sindrom Stevens Johnson Akibat Alergi Obat 99 Interstitial Lung disease
VI. PENYAKIT PARU LINGKUNGAN & KERJA A. Penyakit Paru Kerja 102 B. Penyakit paru akibat polusi udara dalam ruangan 105 C. Bisinosis 107 D. Pemeriksaan Kesehatan 109 E. Pneumonitis Hipersensitiviti 111 F. Asbestosis 114 G. Silikosis 116 H. Asma Kerja 119
I. Smoking Cessation
VII. FAAL PARU Faal Paru (Spirometri) 122
iii
INFEKSI
1
No. ICD-X: J.47I. Nama Penyakit BRONKIEKTASIS
1. Definisi Ialah penyakit paru dengan pelebaran bronkus dan kerusakan dinding bronkus yang bersifat kronik dan menetap. Biasanya terjadi pada percabangan ke 4/5 dari bronkus yang penampangnya lebih dari 2 mm
2. Diagnosis Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit, luasnya lesi, lokasi, ada tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasari
Gejala klinis dapat tidak ditemukan atau berupa batuk kronik, dahak purulen, demam, lemah dan berat badan menurun atau batuk darah. Pada keadaan lanjut dapat disertai sesak napas
Batuk dengan dahak banyak, purulen terutama terjadi setelah istirahat lama terlentang (tidur)
Secara makroskopik dijumpai sputum 3 lapis (lapisan busa, purulen dan mukoid)
Kelainan anatomi berupa pelebaran bronkus yang dapat terlihat dengan pemeriksaan bronkografi, CT scan toraks dan kadang-kadang dengan foto toraks biasa
3. Pemeriksaan penunjanga. Umum Foto toraks PA & lateral
Laboratorium rutin darah: hitung lekosit meningkat Kultur mikroorganisme & uji resistensi sputum
b. Khusus CT scanning toraks resolusi tinggi (HRCT) Pengambilan bahan untuk biakan & uji resistensi
mikroorganisme penyebab dengan aspirasi transtrakeal, bronkoskopi dengan sikat kateter terlindung ganda
Foto sinus paranasalis jika dicurigai ada sinusitis Faal paru Pemeriksaan fokal infeksi di gigi
2. Faktor risiko Infeksi paru berulang Dyskinetic cilia syndrome Kistik fibrosis Kelainan struktur bronkial kongenital Defisiensi pertahanan tubuh (termasuk HIV)
3. Diagnosis banding Fibrosis paru TB paru Bronkitis kronik
Fibrosis kistik4. Terapi
2
a. Medikamentosa Antibiotika bila ada tanda-tanda infeksi Anti inflamasi jangka panjang ( makrolid dosis
rendah ) Kortikosteroid pada saat inflamasi akut Simptomatik: mukolitik dan ekspektoran Bronkodilator bila ada obstruksi Koagulan bila batuk darah
b. Non medikamentosa
Oksigen Fisioterapi
- Postural drainage bila dahak amat banyak- Breathing Exercises- Coughing Exercises
Cuci bonkus atau bronchial toilet, bila produksi sputum amat banyak
c. Khusus Pembedahan lobektomi atau pneumonektomi bila kelainan unilateral disertai keluhan infeksi dan batuk darah berulang
5. Perawatan rumah sakit Rawat inap pada bronkiektasis dgn penyulit misal infeksi berulang atau hemoptisis
6. Penyulit (komplikasi) Sepsis Hemoptisis masif Gagal napas
7. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu bila ada diagnostik invasif
8. Masa pemulihan/ Lama rawat
1-2 minggu (bila tidak ada penyulit)
9. Bidang terkait Mikrobiologi Rehabilitasi medik Bedah toraks THT Gigi
10. Fasilitas khusus OK bila dilakukan tindakan bedah ICU bila memerlukan ventilator mekanik
11. Prognosisa. Ad fungsionam Dubia ad bonamb. Ad sanasionam Dubia ad bonamc. Ad vitam Dubia ad bonam
3
No. ICD-X: J.18II. Nama penyakit PNEUMONIA 1. Definisi ialah peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa), bukan disebabkan M.tb
Nama penyakit PNEUMONIA KOMUNITI1. Definisi Pneumonia yang didapat di masyarakat
2. Diagnosis Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium.Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan dengan menggunakan system skor menurut Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) dgn modifikasi PDPI
3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah- jumlah leukosit meninggi- pada hitung jenis terdapat dominasi sel
leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi CRP Prokalsitonin
3.2. Khusus Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan ujiresistensi dari:
- Darah- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus
4. Faktor risiko Usia lebih dari 65 tahun Riwayat pengobatan antibiotik Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan (selain HIV) Penyakit penyerta yang multipel Penghuni rumah jompo
Memiliki penyakit dasar kelainan jantung paru Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Gizi kurang HIV
5. Diagnosis banding Tumor paru TB paru Mikosis paru Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)
6. Terapi6.1. Medikamentosa Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus
diberikan < 8 jam Antibiotika sesuai hasil bakteriologik Pemberian obat simptomatik antara lain
antipiretik, mukolitik dan ekspektoran Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat) Immunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat) Activated Protein C/APC (dalam keadaan berat)
6.2. Non medikamentosa Istirahat Untuk penderita yang membutuhan O2 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
6.3. Khusus Pengisapan lendir bila perlu dengan bronkoskop Bronchial toilet bila terdapat:
- retensi sputum- atelektasis
Ventilator mekanis bila terjadi gagal napas
7. Perawatan rumah sakit Indikasi rawat inap bila penderita Mempunyai skor PORT lebih dari 70 Bila skor kurang dari 70 dirawat bila disertai salah
satu kriteria, yaitu :- frekuensi napas > 30/mnt- lesi foto toraks melibatkan > 2 lobus atau
bilateral- TD sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60
mmHg- PaO2/F1O2 < 250 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA
8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Abses paru
Empiema Atelektasis Sepsis Gagal napas
Komorbid lainnya
8.2. Karena tindakan dihilangkan
-
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanik
10. Masa pemulihan/ Lama rawat
± 1 minggu (tanpa komplikasi)
11. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi
12. Fasilitas khusus ICU bila terjadi gagal napas
13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonam
Ad vitam Dubia ad bonam
6
No. ICD-X: J.18
Nama penyakit PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA),
Definisi Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit
1. Diagnosis Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan tidak dalam masa inkubasi
Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
- Ditambah 2 diantara berikut ini : suhu tubuh > 380C sekret purulen leukositosis
2. Pemeriksaan penunjang2.1. Umum Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah- pada hitung jenis terdapat dominasi sel
leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob,
aerob dan atipik Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan
resistensi dari: - Darah
- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus- Sikatan bronkus dengan kateter ganda
terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL) Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu
menentukan berat penyakit CRP (C Reactive Protein) Prokalsitonin
2.2. Khusus CT Scan Toraks Biopsi paru
3. Faktor risiko Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
- Penyakit kronik (penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan rumah sakit yang lama, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi, malnutrisi, umur lanjut, pemakaian steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok haemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
Faktor eksogen- Pembedahan- Penggunaan antibiotik- Peralatan terapi pernapasan- Pemasangan alat-alat bantu antara lain :
akses vena dan kateter urin - Pemasangan pipa/selang nasogastrik,
pemberian antasida dan alimenrasi enteral- Lingkungan rumah sakit (infection control
tidak berjalan dengan baik) contohnya : Petugas rumah sakit cuci tangan tidak
sesuai dengan prosedur Penatalaksanaan dan pemakaian alat
yang tidak sesuai prosedur Pasien dengan kuman MDR dan tidak
dirawat di ruang isolasi
4. Diagnosis banding TB paru Tumor paru Mikosis paru Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)
5. Terapi5.1. Medikamentosa Semua terapi awal antibiotik adalah empirik
dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, termasuk dengan memperhitungkan pola resistensi setempat
Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis
7
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik/ekspektoran, bronkodilator
Terapi oksigen dengan berbagai jenis (nasal kanul, simple mask, Non Rebreathing Mask, Rebreathing Mask, Non Invasive Ventilator ataupun pemasangan pipa endotrakeal/ETT dan ventilator mekanik)
5.2. Non medikamentosa Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan lambung
Pencegahan aspirasi saluran napas bawah Pencegahan inokulasi eksogen Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien Fisioterapi dada
5.3. Khusus Pengisapan lendir dengan suctioning dan bronkoskop
Bronchial toilet bila terdapat: Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas Pemasangan pipa nasogastrik Pemberian obat proteksi lambung seperti :
PPI, antasida, H2 inhibitor dll
6. Perawatan rumah sakit Perawatan rawat inap
7. Penyulit (komplikasi) -7.1. Karena penyakit Abses paru
Empiema Atelektasis paru Septikemia Gagal napas
7.2. Karena tindakan -
8. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanis
9. Masa pemulihan ± 1 minggu bila tidak ada penyulit
8
10. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi Intensivist
11. Fasilitas khusus HCU,ICU bila terjadi gagal napas
12. PrognosisAd fungsionam Dubia ad malamAd sanasionam Dubia ad malamAd vitam Dubia ad malam
9
No. ICD-X: J.18Nama penyakit VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
(VAP)
Definisi ventilator associated pneumonia adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal
13. Diagnosis Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah pemakaian ventilator dan tidak dalam masa inkubasi
Diagnosis ventilator associated pneumonia ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif- Ditambah 2 diantara berikut ini :
suhu tubuh > 38oC sekret purulen leukositosis
14. Pemeriksaan penunjang14.1. Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob, aerob
dan atipik Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan resistensi dari: - Darah
- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus- Sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan
bronchoalveolar lavage (BAL) Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu
menentukan berat penyakit CRP (C Reactive Protein) Prokalsitonin
14.2. CT Scan Toraks Biopsi paru
15. Faktor risiko Perawatan dengan memakai ETT/ ventilator16. Diagnosis banding TB paru
Mikosis paru Keganasan rongga toraks Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)
17. Terapi
17.1. Terapi awal antibiotik spektrum luas dengan
memperhitungkan pola resistensi setempat Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang
berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis
Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik/ekspektoran dan bronkodilator
17.2. NNon medikamentosa Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan lambung Pencegahan aspirasi saluran napas bawah Pencegahan inokulasi eksogen Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien Fisioterapi dada
17.3. Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan bronkoskop
Bronchial toilet bila terdapat: Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas
18. Perawatan rumah sakit Perawatan rawat inap
19. Penyulit (komplikasi) -19.1. Sepsis
Gagal napas Abses paru Empiema Atelektasis paru
19.2. -
20. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanis
21. Masa pemulihan ± 2 – 4 minggu
22. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi
23. Fasilitas khusus ICU isolasi
24. PrognosisAd fungsionam Dubia ad malamAd sanasionam Dubia ad malamAd vitam Dubia ad malam
No. ICD-X: J.18Nama penyakit PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING
1. Definisi ialah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa), akibat aspirasi benda asing berupa cairan.
2. Diagnosis Riwayat aspirasi cairan, sesak napas tiba-tiba setelah aspirasi dan disertai gejala infeksi. Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan dengan menggunakan system skor menurut Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) dgn modifikasi PDPI
3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral
Bronkoskopi Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme, uji resistensi, anaerob, aerob dan
atipik
3.2. Khusus CT scan toraks Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan ujiresistensi dari:
- Darah- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus
4. Faktor risiko Gangguan neuromuskuler Anesthesia Penyakit serebrovaskuler Keracunan obat dan alkohol Meningitis dan ensefalitis Gangguan metabolik Kesadaran menurun, koma atau syok Gangguan menelan Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah pipa endotrakeal dan pipa nasogaster obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula
trakeoesofagus neoplasma yang melibatkan daerah pita suara trakeostomi Drowning (tenggelam)
5. Diagnosis banding ILD (interstitial lung diseases) Mikosis paruTumor paru
6. Terapi6.1. Medikamentosa Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik
dan bronkodilatorAntibiotik Anti inflamasiTerapi oksigenBronkoskopi
6.2. Non medikamentosa6.3. Khusus Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda
asing
7. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap
8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Infeksi
Sulit menelan (disfagia), Atelektasis paru Gagal napas
8.2. Karena tindakan - Gagal napas
9. Informed consent (surat persetujuan)
Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan
10. Masa pemulihan + 2 – 4 minggu
11. Bidang terkait Radiologi THT Bedah toraks Anestesi
12. Fasilitas khusus OK ICU
13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam
Nama penyakit PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING
14. Definisi Obstruksi saluran napas akibat inhalasi benda asing seperti kacang, mainan, koin logam, makanan, minuman, gigi palsu dan lain-lain masuk dalam saluran napas
15. Diagnosis Riwayat aspirasi benda asing, sesak napas tiba-tiba setelah aspirasi dan sulit berbicara. Foto toraks terdapat gambaran benda yang teraspirasi terutama bila mengandung logam
16. Pemeriksaan penunjang16.1. Foto toraks PA dan lateral
16.2. Bronkoskopi CT scan toraks
17. Faktor risiko Gangguan neuromuskuler Anesthesia Penyakit serebrovaskuler Keracunan obat dan alkohol Meningitis dan ensefalitis Gangguan metabolik Kesadaran menurun, koma atau syok Gangguan menelan Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah pipa endotrakeal dan pipa nasogaster obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula
trakeoesofagus neoplasma yang melibatkan daerah pita suara trakeostomi
18. Diagnosis banding Tumor paruPneumoniaMikosis paru
19. Terapi19.1. Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik
dan bronkodilatorAntibiotik Suplementasi oksigen
19.2.19.3. Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda
asing
20. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap
21. Penyulit (komplikasi) 21.1. Infeksi
Sulit menelan (disfagia), Atelektasis paru Gagal napas
21.2. -
22. Informed consent (surat persetujuan)
Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan
23. Masa pemulihan +1 minggu
24. Bidang terkait Radiologi THT Bedah toraks Anestesi
25. Fasilitas khusus OK ICU
26. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam
11
10
No. ICD-X: J.20III. Nama penyakit BRONKITIS AKUT
1. Definisi Proses radang akut pada saluran bawah. Tidak dijumpai kelainan radiologi. Penyebab tersering adalah virus. Bila berlangsung lebih dari 5 – 7 hari dan terjadi perubahan warna sputum perlu dipikirkan infeksi bakteri
2. Diagnosis Demam, batuk-batuk (dari batuk kering sampai berdahak), kadang-kadang disertai sesak napas dan disertai nyeri dada
3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral
Laboratorium rutin darah- Hitung leukosit mungkin meningkat- Pada hitung jenis, terdapat dominasi sel leukosit PMN- Sputum mikroorganisme atas indikasi
3.2. Khusus Sesuai komplikasi
4. Faktor risiko Perokok5. Diagnosis banding Infeksi akut saluran napas bagian atas
Bronkopneumonia TB paru
6. Terapi6.1. Medikamentosa Mukolitik
Ekspektoran Bronkodilator (bila perlu) Antitusif bila perlu Antibiotika bila perlu
6.2. Non medikamentosa Istirahat Suplemen O2
Hidrasi (terapi cairan)
6.3. Khusus Terapi inhalasi bila perlu Sesuai komplikasi
7. Perawatan rumah sakit Rawat jalan
8. Penyulit (komplikasi) -8.1. Karena penyakit Pneumonia
Abses paruEmpiemaSeptikemia
12
8.2. Karena tindakan -
9. Informed consent (surat persetujuan)
Tidak perlu
10. Masa pemulihan 5-7 hari
11. Bidang terkait RadiologiMikrobiologi
12. Fasilitas khusus -
13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam
13
No. ICD-X: A.15IV.Nama penyakit TUBERKULOSIS
1 Definisi ialah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnyaGejala klinisGejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat) Gejala respiratorik
- Batuk ≥ 2 minggu- Batuk darah- Sesak napas- Nyeri dada- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi
Gejala sistemik- Demam- Malaise, keringat malam, anoreksia dan penurunan
berat badan Gejala tuberkulosis ekstraparu
- Tergantung organ yang terlibat. Pada limfadenitis tuberkulosis terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri kelenjar getah bening. Pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis. Pleuritis tuberkulosis terdapat sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang terkena. Pada spondilitis tuberkulosis terdapat tonjolan pada korpus vertebrae disertai dengan atau tanpa defisit neurologis
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberikan gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier- Efusi pleura unilateral (umumnya) dan bilateral
(jarang) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik-Kalsifikasi
-Schwarte
2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan umum BTA sputum langsung
Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) sering meningkat pada proses aktif tetapi hasil normal tidak menyingkirkan TB
Uji Tuberkulin bila perlu
Pemeriksaan khusus Analisis cairan pleura Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman tuberkulosis
(sediaan langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai bilasan lambung
Histopatologi jaringan PCR Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti
BACTEC IGRA (Interferon gamma release assay)
Faktor risiko Malnutrisi Diabetes melitus Penderita dengan Human Immunodeficiency virus (HIV)
Diagnosis banding Pneumonia Bronkiektasis Mikosis paru Tumor paru
Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat, BTA sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai pada awal pengobatan
3. Terapi Medikamentosa Pengobatan TB dibagi menjadi:
TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto toraks lesi luas, TB ekstra paru berat 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3
TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks lesi minimal, ekstra paru ringan 2 RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3
TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE.
Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selam 5 bulan TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji
resistensi diterapi dengan OAT kategori II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT diberikan sesuai hasil uji resistensi
TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan maka
pengobatan dilanjutkan sampai selesai b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :
- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Lanjutkan pengobatan sambil menunggu hasil.
- Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai
- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai, bila pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk kategori I pindah ke kategori II atau sesuai uji resistensi.
c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan - Hentikan OAT - Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan pasien di observasi sampai keluar hasil kultur - Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I sebelumnya pindah ke kategori II atau
pengobatan sesuai dengan uji resistensi.
TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pertimbangkan pembedahan, kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada
tabel 3. Keuntungan Kombinasi Dosis Tetap antara lain:1. Penatalaksanaan sederhana dengan
kesalahan pembuatan resep minimal2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan
pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap
Fase intensif Fase lanjutan2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu
(RHZE)150/75/400/27
5
(RH)150/75
(RH)150/150
30-
37
38-
54
55-
70
>71
2
3
4
5
2
3
4
5
2
3
4
5
Penentuan dosis terapi Kombinasi Dosis Tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat Kombinasi Dosis Tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /
dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.
Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, antiemetik , bronkodilator dll
Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam jiwa)
penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT:*
Non medikamentosa Makan makanan bergizi, bila perlu diberikan vitamin
tambahan
16
4. Perawatan rumah sakit Pada prinsipnya pasien TB paru dapat berobat jalan Indikasi rawat
- batuk darah - pneumotoraks- keadaan umum lemah- sesak napas- komplikasi lain : pneumonia- malnutrisi- gagal napas
TB di luar paru - TB paru milier- Meningitis TB
Pengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
5. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit Penyebaran milier
TB ekstrapulmoner Destroyed lung / lobe (luluh paruh) Batuk darah masif / berulang Pneumotoraks Gagal napas Gagal jantung
Karena tindakan -
6. Informed consent Perlu jika ada indikasi tindakan
7. Masa pemulihan Bila tanpa penyulit dapat bekerja biasa
8. Bidang terkait Mikrobiologi Radiologi Patologi anatomi Bedah toraks Bedah Orthopedi Penyakit dalam Anak
9. Fasilitas khusus Kamar bedah toraks, bila perlu tindakan bedah
10. Prognosisad fungsionam Dubia ad bonamad sanasionam Dubia ad bonamad vitam Dubia ad bonam
17
Nama penyakit MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB) DAN EXTENSIVELY DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS (XDR)
1. Definisi Resistensi ganda menunjukkan M. tuberkulosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
1. Resistensi primer : apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB
2. Resistensi inisial : apabila tidak tahu pasti apakah penderita sudah pernah mendapat riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
3. Resistensi sekunder : apabila penderita penderita telah punya riwayat pengobatan sebelumnya
MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB)TB yang resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin
EXTENSIVELY DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS (XDR)MDR ditambah dengan salah satu obat golongan kuinolon dan minimal satu dari 3 OAT injeksi (Capriomisin, kanamisin dan amikasin)
2. Diagnosis AnamnesisSama seperti gejala TB lainnya : batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, demam keringat malam, anoreksia, sesak napas, nyeri dada. Riwayat pengobatan TB sebelumnya
Pemeriksaan fisis: TB paru tergantung luas kelainan struktur paru, pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Sputum BTA mikroskopik 3 kali
Kultur dan uji resistensi M tb M GIT Persiapan pemberian obat
Data klinis, termasuk berat badan Foto toraks Kreatinin serum Kalium serum Thyroid stimulating hormon (TSH) Enzim hepar (SGOT, SGPT)
Hb dan leukosit
Indikasi pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang diindikasikan untuk
semua pasien yang akan diobati TB MDR. Beberapa pemeriksaan khusus seperti test HIV, test Kehamilan, tes pendengaran dan penglihatan dilakukan bila dari pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) menunjukkan ada indikasi.
Khusus HIV, jika secara klinis dicurigai HIV maka lakukan konseling sebelum pemeriksaan.
3.2. Khusus HAIN test BACTEC MODS Gen Expert
18
4. Faktor risiko Rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan Meningkatnya insidens TB di beberapa daerah dan
tingginya prevalensi infeksi HIV Masih kurangnya fasilitas (kontrol infeksi dan isolasi
penderita) untuk mencegah penularan TB Keterlambatan diagnosis TB Keterlambatan mengetahui ada resistensi obat karena
lamanya mendapatkan informasi hasil tes kepekaan Penderita smear dan kultur positif persisten Kontak dengan penderita MDR-TB Lahir di daerah dengan prevalensi resisten OAT tinggi
5. Diagnosis banding Mycobacterium other than tuberculosis/ (MOTT)Koinfeksi TB HIV
6. Terapi 6.1. Medikamentosa
Saat ini paduan yang dianjurkan ialah minimal 4 OAT yaitu OAT lini 1 yang sensitif ditambah lini 2 yaitu suntikan, kuinolon, (siprofloxacin dosis 1000-1500 mg atau oflokasasin atau 800 mg mg atau levofloksasin 750mg atau moksifloksasin 400 mg ), etionamid,sikloserin, klofazimin, amoksisilin + asam klavulanat
Lama pengobatan terdiri dari 2 fase Fase intensif minimal 6 bulan Fase lanjutan minimal 18 bulan setelah kultur negatif
Pengobatan TB MDR adalah bagian dari penatalaksanaan pasien TB MDR. Pada tahap uji pendahuluan ini pasien TB MDR akan di obati menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized treatment) dimana paduan pengobatan mengacu pada paduan yang tersedia. Selain itu juga terdapat strategi pengobatan yang bersifat individual (individualized treatment) dan empiris (empirical treatment).Informasi lengkap dapat dilihat pada juknis II TB MDR.
Klasifikasi obat anti tuberkulosis yang digunakan dalam pengobatan TB MDR dibagi dalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu: Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena
kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Obat yang disediakan dalam uji pendahuluan Pirazinamid dan Etambutol.
Kelompok 2: Bersifat bakterisidal dan sebaiknya digunakan. Dalam uji pendahuluan
yang digunakan adalah Kanamisin. Jika alergi terhadap Kanamisin diganti dengan Capreomisin.
Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi. Dalam uji pendahuluan yang digunakan adalah Levofloksasin.
Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi. Dalam uji pendahuluan yang digunakan adalah PAS, Ethionamid dan Sikloserin.
Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya (Amoksisilin + Asam Klavulanat dan Makrolide baru, seperti: roksitromisin), tidak disediakan dalam program ini.
1. Paduan Pengobatan TB MDRPaduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada semua pasien TB MDR pada uji pendahuluan ini adalah paduan standar (standardized treatment), yaitu:
Km – (E) – Eto – Lfx – Z – Cs / (E) – Eto – Lfx – Z – Cs
Keterangan:Km = Kanamisin Lfx = LevofloksasinE = Ethambutol Z = PirazinamidEto = Ethionamid Cs = Sikloserin
6.2. Non medikamentosa Infection control Pemberian gizi yg baik Pengetahuan tentang penyakit Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan
6.3. Khusus Pembedahan, syarat: Kasus awal Toleransi operasi baik Lesi terlokalisir pada satu lobus Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan
7. Perawatan rumah sakit Awal pengobatan untuk melihat toleransi dan efek samping Bila terjadi komplikasi Efek samping berat
8. Penyulit (komplikasi) - 8.1. Karena penyakit HIV
Diabetes Melitus Mikosis paru
Infeksi berulang Batuk darah Gangguan saluran cerna Efek samping obat
8.2. Karena tindakan -
19
9. Informed consent (surat persetujuan)
Jika ada tindakan pembedahan, bronkoskopi
10. Masa pemulihan -
11. Bidang terkait Mikrobiologi Patologi Klinik Psikiatri Bedah toraks THT Penyakit dalam Kebidanan
12. Fasilitas khusus (dengan infection control)
Poliklinik khusus MDR Ruang tunggu terpisah Ruang rawat khusus MDR ICU khusus Isolasi
13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam
20
No. ICD-X: A 15.6Nama penyakit PLEURITIS TB1. Definisi Peradangan pleura disertai terbentuknya cairan eksudat yang
disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis
2. Diagnosis Batuk-batuk, demam, nyeri dada sisi yang sakit, sesak napas. Hemitoraks sisi yang sakit lebih cembung, pergerakan tertinggal pada pernapasan, perkusi pekak / redup, suara napas melemah, mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
3. Pemeriksaan penunjang 3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral
Foto toraks lateral dekubitus bila cairan sedikit USG Toraks Punksi pleura Analisis cairan pleura : Rivalta, Hitung jenis sel, sel
mononuclear dominan, kadar glukosa rendah BTA cairan pleura Uji Mantoux Biopsi pleura: ditemukan tuberkel & radang kronik Sitologi cairan pleura (min 50cc)
3.2. Khusus Pleuroskopi Torakoskopi medik IGRA PCR ADA (adenosin deaminase assay)
4. Faktor risiko Penderita dengan HIV DM Imunocompromised
5. Diagnosis banding Empiema Abses paru Efusi pleura ganas Tumor paru Mesotelioma
6. Terapi 6.1.Medikamentosa Sama dengan terapi tuberkulosis paru, ditambah dengan
prednison 30-40 mg/hari, kemudian dosis diturunkan 5-10 mg tiap 5 – 7 hari selama 3 minggu
6.2. Non medikamentosa Pengawasan menelan obat (PMO) Pemberian makanan bergizi Fisioterapi
6.3. Khusus Punksi pleura semaksimal mungkin baik pada pasien sesak napas maupun tanpa sesak napas
7. Perawatan rumah sakit Umumnya berobat jalan. Rawat inap bila penderita sesak napas atau ada penyulit/komorbid
8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Empiema
Fistula bronkopleural Penebalan pleura
8.2. Karena tindakan Hidropneumotoraks
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan pungsi dan biopsi pleura
10. Masa pemulihan 2 – 8 minggu
11. Bidang terkait Radiologi Mikrobiologi Patologi Anatomi Bedah toraks Rehab Medik
12. Fasilitas khusus Ruang tindakan
13. Prognosisa. Ad fungsionam ad bonamb. Ad sanasionam ad bonamc. Ad vitam ad bonam
22
No. ICD-X: J 17.2Nama penyakit PENYAKIT JAMUR PARU (Hedot)
1. Definisi Penyakit jamur paru adalah infeksi paru yang disebabkan oleh jamur, baik infeksi primer maupun infeksi sekunder
2. Diagnosis Tidak ada gejala yang khas, gejala dapat berupa: Batuk kronik Batuk darah berulang Demam Mungkin timbul sesak napas Infeksi jamur local di mulut/tenggorokan
3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks gambaran spesifik fungus ball, infiltrat,
gambaran massa, Mikroskopik dan biakan jamur dari sputum, bilasan
bronkus, biopsi paru Serologi jamur (serial test menunjukkan peningkatan titer)
3.2. Khusus Bronkoskopi, bilasan atau sikatan bronkus, TBLB, BAL Histopatologi Tomogram atau CT scan toraks dengan kontras
4. Faktor risiko Penderita dengan komorbid seperti DM, CKD Penderita dengan keganasan atau transplantasi organ Penderita yang mendapat antibiotika atau steroid utuk
jangka waktu yang lama Penderita dengan kerusakan parenkim paru Penderita yang mendapat sitostatika Penderita dengan defisiensi imunologis atau HIV Tinadakan medis: kateter urin, nutrisi parenteral,
pembedahan, HD, ventilasi mekanik
5. Diagnosis banding Pneumonia karena sebab lain Tuberkulosis paru Tumor paru
6. Terapi6.1. Medikamentosa Tergantung jenis jamur, umumnya dipakai obat golongan
ketokonazol, itrakonazol atau flukonazol. Pada kasus berat amfoterisin B, flusitosin
23
6.2. Non medikamentosa Istirahat Makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh Fisioterapi
6.3. Khusus Bila ada fungus ball disertai batuk darah biasanya perlu pembedahan (reseksi paru)
7. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk pasien dengan batuk darah, atau keadaan umum buruk
8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Batuk darah
Sepsis
8.2. Karena tindakan -
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu (bila perlu tindakan invasif seperti bronkoskopi, TTNA,TBLB)
10. Masa pemulihan ± 1 minggu
11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Parasitologi Mikologi
12. Fasilitas khusus BronkoskopiOK
13. Prognosis Ad fungsionam Dubia ad malam Ad sanasionam Dubia ad bonam Ad vitam Dubia ad bonam
24
No. ICD-X: J85
Nama penyakit ABSES PARU
1. Definisi Proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan destruksi parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang mengandung pus sehingga membentuk gambaran radiologis air- fluid levelNecrotizing pneumonia adalah proses infeksi dengan patogenesis hampir sama dengan abses paru dan menunjukkan gambaran kavitasi multipel (berukuran kurang dari 2 cm)
2. Diagnosis Dapat bersifat akut atau kronik Gejala minggu pertama berupa gejala prodromal seperti
demam, sesak napas, malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan batuk produktif
Batuk disertai produksi sputum kental berbau busuk Batuk darah, nyeri dada dan sianosis Pemeriksaan fisis dapat normal atau ditemukan kelainan
apabila terdapat pneumonia, atelektasis ataupun efusi pleura
Bunyi napas tambahan amforik atau succión splash dapat dijumpai walau jarang
3. Pemeriksaan penunjang 3.1. Umum Foto toraks PA & lateral
Laboratorium darah: leukosit, LED meninggi Sediaan apus sputum pulasan Gram, Biakan dan uji resistensi terhadap mikroorganisme
anaerob, aerob, atipik, jamur
3.2. Khusus Bronkoskopi Tomogram atau CT Scanning toraks CRP TTNA
4. Faktor risiko Aspirasi Penyakit gigi dan gusi Obstruksi jalan napas Bronkiektasis Infark paru Fibrosis kistik Sindrom disfungsi silia Sekuester paru Gangguan imuniti/sindrom defisiensi imuniti Pneumonia emboli
5. Diagnosis banding Empiema Bula terinfeksi
Keganasan rongga toraks Atelektasis Pneumonia Mikosis paru (fungus ball)
6. Terapi 6.1. Medikamentosa Antibiotik untuk kuman Gram negatif misal
aminoglikosida, sefalosporin Antibiotik kuman anaerob seperti Metronidazol 3 x 500
mg, bila dahak berbau busuk Obat pilhan lain: amoksisilin + asam klavulanat 3 x 1 g
selama 3 – 5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga abses menutup
6.2. Non medikamentosa Fisioterapi
6.3. Khusus Fisioterapi, drainase postural Bronkoskopi (membantu drainase atau pengambilan
benda asing) Pembedahan dapat dilakukan bila usaha terhadap
pemberian antibiotika yang adekuat dan drainase yang efektif telah dilakukan tetapi tidak ada perbaikan atau masih ada kaviti
7. Perawatan rumah sakit Rawat inap
8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Batuk darah massif
Sepsis Ko infeksi oleh jamur atau kuman lain Pembentukan fungus ball Empiema dengan atau tanpa fistel bronkopleura Asfiksia karena tumpahnya pus ke dalam saluran napas Gagal napas
8.2. Karena tindakan Penyebaran perkontinuitatum Pneumoptoraks
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, bila akan dilakukan tindakan (bronkoskopi/ TTNA) dan pembedahan
26
10. Masa pemulihan Tergantung perjalanan penyakit (1-3 bulan)
11. Bidang terkait Bedah Toraks Rehabilitasi Medik Mikrobiologi Parasitologi Gigi dan mulut
12. Fasilitas khusus Kamar bedah (bila perlu tindakan) ICU HCU
13. Prognosis Ad fungsionam Dubia ad bonam Ad sanasionam Dubia ad bonam Ad vitam Dubia ad bonam
27
No. ICD-X: J.80
Nama penyakit SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)
1. Definisi adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh infeksi saluran napas akut berat dengan penyebab coronavirus
2. Diagnosis Suspect SARS1. Seorang yang sesudah tanggal 1 November 2002
megalami hal-hal seperti berikut : Demam lebih dari 38°C, dan Batuk atau sesak napas dan atau lebih:
Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan seseorang suspek/probable SARS
Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah transmisi lokal SARS
Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS2. Seseorang yang setelah tanggal 1 November 2003
meninggal akibat ARDS yang tidak diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan autopsi, dan satu atau lebih Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan
seseorang suspek/probable SARS Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah
transmisi lokal SARS Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS
Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nasfu makan berkurang, lesu, binggung, kemerahan pada kulit, diare
Probable SARS1. Penderita suspect SARS, pada foto toraks terdapat
gambaran pneumonia atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
2. Penderita suspect SARS, meninggal setelah di autopsi, dari hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab tidak jelas
3. Kasus suspect bila ditemukan corona virus
28
Confirmed SARS1. Confirmed positif PCR untuk SARS
- Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang berbeda atau
- Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau lebih dalam masa sakit atau
- cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan bahan klinik asli
2. Serokonversi dengan ELISA atau IFA- Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa
konvelesen, atau- Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut
dan konvalesen3. Isolasi virus
- Isolasi dari SARS coronavirus pada kultur sel dengan PCR
3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah perifer lengkap Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan fungsi ginjal Pemeriksaan kadar elektrolit Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) Foto toraks
3.1.Umum Foto toraks ditemukan gambaran perselubungan, intertisial dan dapat menyebar (difus)
3.2.Khusus CT Scan toraks Pemeriksaan RT-PCR Immunofluorescence assay (IFA)
4. Faktor risiko Orang tinggal di daerah endemic SARS
5. Diagnosis banding Pneumonia tipik Pneumonia atipik lainnya
6. Terapi 6.1.Medikamentosa Suspect SARS
Isolasi Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator Simptomatik Antibiotik : amoksilin atau amoksilin+antibetalaktamase
29
Probable SARS A. ringan/sedang Isolasi Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator, cairan,
oksigen Simptomatik Antibiotik
- Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau- Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau- Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin,
gatifloksasin) ivB. Probable berat Suportif: vitamin, nutrisi, cairan, immunomodulator, oksigen Ventilator mekanis Simptomatik Antibiotik:
- Tidak ada risiko pseudomonas: sefalosporin G3 iv nonpseudomonas + makrolid atau fluoroquinolon respirasi IV
- Ada risiko pseudomonas: Sefalosporin antipseudomonas iv/karbapenem iv + fluoroquinolon antipseudomonas IV/aminoglilosida iv +makrolid
Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB tiap 8 jam iv
Steroid: Hodrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari
6.2.Non medikamentosa Fisioterapi (bila pasien berbaring lama)
7. Perawatan rumah sakit Rawat inap (isolasi), Perawatan Intensif
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) 8.2.Karena tindakan Pneumotoraks
Ventilator associated pneumonia
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanik
30
10. Masa pemulihan 1 – 2 minggu
11. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi
12. Fasilitas khusus Ruang isolasiICU jika terdapat gagal napas
13. Prognosis Ad fungsionam ad malam Ad sanasionam ad malam Ad vitam ad malam
31
Nama penyakit Avian Influenza
1. Definisi Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1 yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Apabila virus tersebut menyerang manusia maka dapat mengakibatkan pneumonia ringan-berat hingga ARDS
2. Diagnosis Seseorang dalam investigasiSeseorang yang telah diputuskan oleh dokter setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1
Kasus suspek H5N1Seseorang yang mnderita demam dengan suhu ≥ 38º C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini:o Batuk o Sakit tenggorokano Pileko Sesak napas, dan disertai satu atau lebih dari pajanan dibawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala:- Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti
merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi
- Terpajan (memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan tenak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau terkonfirmas dalam bulan terakhir
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar)
32
- Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya
- Ditemukan leukopeni- Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan
pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe
- Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto
Kasus probable H5N1Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA
b. Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan), atau
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yangterkonfirmasi Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel, dan disertaiSatu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO dengan konfirmasi:- Isolasi virus H5N1- Hasil PCR H5N1 positif- Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibodi
netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut
- Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/80 pada spesimen serum yang diambil
33
pada hari ke ≥ 14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif serologi lain seperti titer HI sel darah merah kuda ≥ 1/160 atau western blot spesifik H5 positif
Gejala Klinik:Demam ≥ 38ºC, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan cerna. Bila dijumpai sesak napas kemungkinan adalah perburukan
3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb,
leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik
Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, analisis gas darah
Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral Pemerikaan CT-Scan toraks
3.2.Khusus Pemeriksaan serologi- RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction)
untuk H5- BIakan dan identifikasi virus influenza
A subtype H5N1 jika ada fasiliti- Uji serologi
Pemeriksaan virology - Kultur jika ada fasiliti Nekropsi jika ada fasiliti
4. Faktor risiko Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi
Terpajan (memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan tenak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau terkonfirmas dalam bulan terakhir
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak 34
dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir
Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar)
Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya
5. Diagnosis banding Demam dengue Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain,
baktri atau jamur Demam tipoid HIV dengan infeksi sekunder TB paru
6.Terapi 6.1.Umum Pasien suspek flu burung langsung diberikan
oseltamivir 2 x 75 mg Untuk pelayanan kesehatan terpencil dapat
digunakan sistem skoring Pasien suspek H5N1, probabel dan konfirmasi
dirawat di ruang isolasi Pemeriksaan laboratorium sesuai jadwal yang
sudah ditentukan Penatalaksanaan di ruang rawat nap: keadaan
umum, kesadaran, tanda vital, pantau saturasi oksigen
Terapi suportif
6.2.Medikamentosa Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan
oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2
kali sehari selama 5 hari Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal
dan atipikal) Penatalaksanaan sepsis apabila ditemukan
sepsis Respiratory care
35
7. Perawatan rumah sakit Semua kasus yang termasuk suspek, probable dan kasus konfirmasi perlu rawat inap
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Gagal napas
Ventilator assciated pneumonia (VAP) Sepsis ARDS
8.2.Karena tindakan Pneumotoraks
9. Informed consent (surat persetujuan)
Pada semua pasien untuk semua tindakan diagnosis dan terapi
10. Masa pemulihan 2-4 minggu
11. Bidang terkait Mikrobiologi Patologi Klinik Radiologi Intensivis Penyakit dalam
12. Fasilitas khusus ICU bila memerlukan ventilasi mekanik I
13. PrognosisAd fungsionam Ad malamAd sanasionam Ad malamAd vitam Ad malam
36
No. ICD-X: J86
Nama penyakit Empiema toraks non TB
1. Definisi Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks
2. Diagnosis Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan sampai syok sepsis. Pasien dengan infeksi bakteri aerob, tanda dan gejala yang sering didapatkan adalah infeksi akut seperti demam, nyeri dada, batuk berdahak, leukositosis dan peningkatan CRP
3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Pemeriksaan mikrobiologi cairan pleura (Gram,
biakan, anaerob, aerob dan atipik) Hitung jenis leukosit, pH, laktat dehidrogenase
dan kadar glukosa Foto toraks PA dan lateral Laboratorium rutin darah
- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN
Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi CRP Prokalsitonin
3.2.Khusus Bronkoskopi Punksi pleura Torakoskopi atas indikasi Pleuroskopi Biopsi pleura CT-Scan toraks
4. Faktor risiko Pengguna alkohol Penurunan kesadaran Faktor-faktor terjadinya aspirasi Penderita dengan komorbid
5. Diagnosis banding Pleuritis eksudativa TB Hemothoraks Chylotoraks Efusi pleura ganas Parapneumonia effusion non komplikasi Abses paru Amebiasis paru Empiema bakterialis
6. Terapi 6.1.Medikamentosa Antibiotik (sebaiknya berdasarkan pewarnaan
Gram, biakan dan uji sensitiviti kuman): sefalosporin generasi 2 atau aminoglikosida, vankomisin, penisilin, karbapenem, sefalosporin generasi 3
Pemasangan WSD
Spooling Fibrinolitik.
6.2.Non medikamentosa Fisioterapi
6.3.Khusus WSD Torakoskopi VATS Torakotomi-dekortikasi bila konservatif gagal
7. Perawatan rumah sakit Perawatan inap
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Sepsis
Fistula bronkopleura Penebalan pleura
8.2. Karena tindakan Perdarahan Piopneumotoraks
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan invasif lain (torakoskopi & torakotomi)
10. Masa pemulihan 2 – 4 minggu
11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Mikrobiologi Parasitologi Fisioterapi
12. Fasilitas khusus Kamar operasi ICU
13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam
No. ICD-X: A15
Nama penyakit Empiema toraks TB
1. Definisi Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks akibat infeksi kuman M.tuberculosis
2. Diagnosis Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan sampai syok sepsis.
3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnyaGejala klinisGejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat) Gejala respiratorik
- Batuk ≥ 2 minggu- Batuk darah- Sesak napas- Nyeri dada- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi
Gejala sistemik- Demam- Malaise, keringat malam, anoreksia dan
penurunan berat badanPada pemeriksaan foto toraks didapati perselubungan homogen tanpa atau disertai gambaran radiologi tb yang lain (Fibrotik, Kalsifikasi, Schwarte)
BTA sputum langsung Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi Hasil pemeriksaan darah rutin kurang
menunjukkan indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) sering meningkat pada proses aktif tetapi hasil normal tidak menyingkirkan TB
Uji Tuberkulin bila perlu Analisis cairan pleura Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman
tuberkulosis (sediaan langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai bilasan lambung
Histopatologi jaringan PCR Cairan pleura
3.2.Khusus Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti BACTEC
IGRA (Interferon gamma release assay) ADA Torakoskopi
Pleuroskopi VATS
4. Faktor risiko Malnutrisi Diabetes melitus Penderita dengan Human Immunodeficiency
virus (HIV)
5. Diagnosis banding Pleuritis eksudativa TB Hemothoraks Chylotoraks Efusi pleura ganas Parapneumonia effusion non komplikasi Abses paru Amebiasis paru Empiema bakterialis
6. Terapi 6.1.Medikamentosa Pengobatan TB dibagi menjadi:
TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto toraks lesi luas, TB ekstra paru berat 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3
TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks lesi minimal, ekstra paru ringan 2 RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3
TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selam 5 bulan
TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji resistensi diterapi dengan OAT kategori II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT diberikan sesuai hasil uji resistensi
TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan
maka pengobatan dilanjutkan sampai selesai b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :
- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Lanjutkan pengobatan sambil
menunggu hasil. - Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai
- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai, bila pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk kategori I pindah ke kategori II atau sesuai
uji resistensi. c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan
- Hentikan OAT - Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan pasien di observasi sampai keluar hasil kultur - Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I sebelumnya pindah ke kategori II atau pengobatan sesuai dengan uji resistensi.
TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pertimbangkan pembedahan, kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, antiemetik dll
Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam jiwa)
Tambahan FDC (dr. Diah) Pemasangan WSD Spooling Fibrinolitik.
6.2.Non medikamentosa Fisioterapi Spooling
6.3.Khusus Bronkoskopi Pleuoroskopi Torakoskopi VATS Pembedahan dilakukan jika dalam 2 bulan terapi
produksi cairan masih ada.
7. Perawatan rumah sakit 4 – 8 minggu 8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Sepsis
Fistula bronkopleura Penebalan pleura
8.2. Karena tindakan Perdarahan Piopneumotoraks
9. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan invasif lain (torakoskopi & torakotomi)
10. Masa pemulihan 2 – 4 minggu
11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Mikrobiologi Parasitologi Fisioterapi
12. Fasilitas khusus Torakoskopi
13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam
HARI PERTAMA SAMPAI DISINI BERSAMBUNG BESOK DENGAN MENU YANG BERBEDA…………
BRONKITIS AKUT BELU M DICOLEK.
No. ICD-X: J21
Nama penyakit Bronkiolitis
1. Definisi Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi yang mengenai saluran napas kecil (bronkiolus). Biasanya disebabkan oleh virus, a.l : Respiratory Syncitial Virus (RSV), Adeno virus, Parainfluenza virus atau virus lain. Penyakit ini terutama menyerang bayi dan anak usia kurang dari 2 tahun, karena saluran napas kecil mereka lebih mudah tersumbat dibandingkan anak yang lebih besar atau orang dewasa. Menurut penelitian ternyata anak-anak yang menderita bronkiolitis lebih sering menderita penyakit asma dikemudian hari, tetapi masih belum jelas apakah bronkiolitis sebagai penyebab atau pencetus asma.
2. Diagnosis Biasanya dimulai dengan gejala-gejala flu seperti hidung berair, bersin, batuk-batuk ringan, dapat disertai demam dan penurunan napsu makan. Setelah satu atau dua hari, pernapasan menjadi lebih cepat, batuk bertambah parah dan dapat timbul ”wheezing” serta retraksi
3. Etiologi RSV (Respiratory Synsisial Virus), Adeno virus, Parainfluenza virus atau virus lain.
4. Pemeriksaan penunjang 4.1.Umum Foto toraks
Pemeriksaan swab untuk RSV sebagai penyebab 4.2.Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding Bronkitis Asma bronkial
7. Terapi 7.1. Medikamentosa Tidak ada pengobatan spesifik untuk bronkiolitis.
Antibiotik diberikan bila didapati tanda-tanda infeksi
bakteri, bronkodilator dapat diberikan untuk membuka saluran napas yang menyempit. Walaupun vaksin untuk bronkiolitis belum ada, tetapi saat ini telah dikembangkan antibody terhadap RSV yang dapat diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit.
7.2. Non medikamentosa Istirahat Oksigen bila sesak napas Makanan bergizi Banyak minum untuk mengencerkan lendir/mukus
7.3. Khusus8. Perawatan rumah sakit Bila ada komplikasi
9. Penyulit (komplikasi) Pneumonia Septikemia Distres pernapasan
9.1.Karena penyakit 9.2.Karena tindakan
10 Informed consent (surat persetujuan)
Tidak perlu
11. Masa pemulihan
12. Bidang terkait Radiologi Mikrobiologi
13. Fasilitas khusus
14. Prognosis Ad fungsionam Ad sanasionam Ad vitam
39
40
ASMA &PPOK
41
41
No. ICD-X: J45
Nama penyakit ASMA
1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Diagnosis Gejala : Riwayat serangan sesak napas disertai mengi dan atau batuk berulang dengan atau tanpa dahak akibat faktor pencetus dan dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan.
Pemeriksaan fisik : Dijumpai ekspirasi memanjang dengan atau tanpa mengi (wheezing), Saat serangan dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas yang berlebihan.
3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Spirometri
Uji bronkodilator Uji provokasi bronkus/astograf Peak Flow Rate (PFR) Analisis gas darah (AGD) Foto toraks untuk menyingkirkan
penyakit lain Kadar IgE total atau spesifik Kadar eosinofil total serum Darah rutin Uji kulit Pemeriksaan sputum (eosinofil
sputum)
3.2.Khusus Body Box Cardio pulmonary exercise (CPX) Kadar NO ekspirasi (FENO)
4. Faktor risiko Atopi riwayat atopi keluargapolusi udara di dalam atau di luar ruanganPekerjaan dengan inhalasi alergen tinggiInhalasi gas toksik
5. Diagnosis banding Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Pneumotoraks Payah jantung kiri SOPT (Sindroma obstruksi post
tuberculosis) Asma kardiak Allergic bronkopulmonary aspergillos
(ABPA) Gastroesofageal reflux diseases
(GERD) Rhinosinusitis
6. Terapi6.1.Medikamentosa Terapi jangka panjang
Obat pengontrol Kortikosteroid inhalasi 2 agonis kerja lama inhaler Teofilin lepas lambat Kortikosteroid sistemik Leukotrien modifier Monoclonal Anti IgE Nedokromil
Obat pelega napas 2 agonis kerja singkat inhalasi Antikolinergik inhalasi Teofilin 2 agonis kerja singkat (oral) 2 agonis kerja lama oral
Terapi pada serangan akut Sesuai beratnya serangan Terapi oksigen (nasal kanul, simple
mask, NRM , RM, NIV, ETT dan ventilasi mekanik)
2 agonis agonis nebulisasi : dapat diulang tiap 20 menit dalam 1 jam pertama
2 agonis parenteral bila cara nebulisasi tidak respons; subkutan, intramuskular, intravenous bolus atau infuse
metilxantin Epinefrin : bila terdapat tanda
anafilaksis dan angioedema Antikolinergik nebulisasi Kortikosteroid sistemik MgSO4 inhalasi dan sistemik (IV)
6.2. Non medikamentosa Terapi jangka panjang Avoidance (menghilangkan atau
menghindari faktor pencetus) Fisioterapi Senam asma Pendidikan dan penyuluhan kesehatan
6.3.Khusus ICU jika terjadi gagal napasVaksinasi (jangka panjang)
7. Perawatan rumah sakit Rawat jalan : bila serangan asma ringanRawat inap : bila serangan asma berat dan sedang atau ada faktor penyulit
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Gagal napas
Bulla Paru Pneumotoraks Pneumonia ABPA Gastroesofageal reflux diseases
(GERD) Rhinosinusitis
8.2.Karena tindakan
9. Informed consent (surat persetujuan) Perlu bila terjadi komplikasi dan diperlukan tindakan: Gagal napas yang membutuhkan
pemasangan ventilasi mekanik Bulla paru membutuhkan tindakan
operasi bulektomi Pneumotoraks membutuhkan
pemasangan Water- Sealed- Drainage (Salir Gembok Air)
10.Masa pemulihan 1 – 2 minggu (saat eksaserbasi tanpa penyulit)
11.Bidang terkait THT Kulit Radiologi Intensivist Bedah toraks Gastroenterologist Anak
12.Fasilitas khusus ICU dengan ventilator mekanik bila disertai gagal napas
13.Prognosis13.1. Ad fungsionam ad bonam13.2. Ad sanasionam ad bonam13.3. Ad vitam ad bonam
No. ICD-X: J 44.8
Nama penyakit PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
1. Definisi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.
2. Diagnosis Sesak napas progresif disertai episode perburukan dan persisten
Batuk kronik Produksi sputum kronik Riwayat pajanan menahun polusi atau
partikel iritan : rokok, asap, partikel debu atau kimia
3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Spirometri
Peak Flow Rate Foto toraks PA dan lateral Analisis Gas Darah (AGD) Uji bronkodilator Pemeriksaan sputum, gram, klutur
mikroorganisme DLCO
3.2.Khusus Alfa-1 anti tripsin Body Box Cardio pulmonary exercise (CPX) Kadar NO ekspirasi (FENO) Six minutes walking test CT Scan
4. Faktor risiko Usia lanjut Merokok
Pajanan/polusi (di dalam dan di luar ruangan)
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin Pajanan debu dan bahan kimia di
tempat kerja
5. Diagnosis banding Asma Bronkiektasis Sindroma obstruksi pasca tuberkulosis
(SOPT) CHF Tuberkulosis Bronkiolitis obliterans Difuse panbronkiolitis
6. Terapi6.1.Medikamentosa Eksaserbasi akut :
Terapi oksigen (nasal kanul, simple mask, NRM , RM, NIV, ETT dan ventilasi mekanik)
Bronkodilator inhalasi beta 2 agonis dan antikolinergik dengan nebulisasi atau inhaler + spacer
Bronkodilator aminofilin I.V Mukolitik Antioksidan Antibiotika atas indikasi Kortikosteroid dalam bentuk injeksi / oral
Tergantung dari klasifikasi PPOK (GOLD) Bronkodilator yaitu golongan
antikolinergik, golongan beta 2 agonis dan golongan xantin
Antiinflamasi/kortikosteroid pemberian jangka panjang dalam bentuk inhalasi jika pasca bronkodilator, VEP1
meningkat > 15% atau 200 ml Antibiotika atas indikasi Antioksidan : N. asetilsistein Mukolitik terutama pada eksaserbasi
akut
6.2. Non medikamentosa Berhenti merokokHindari pajanan zat-zat toksik seperti asap
rokok, polusi udara dalam dan luar ruanganJangka panjang :
Edukasi NIPPV Long term oxygen therapy (LTOT)
dengan aliran rendah + 15 jam/hari bila PaO2 < 55 mmHg pada saat stabil
Rehabilitasi psikis / pekerjaan :Fisioterapi : latihan relaksasi, latihan bernapasNutrisi adekuat : tinggi lemak rendah karbohidrat
6.3.Khusus ICU jika gagal napas
7. Perawatan rumah sakit Indikasi rawat inap Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas
kronik Gagal jantung kanan Aritmia Indikasi rawat ICU Sesak berat setelah penangan adekuat
di ruang gawat darurat atau ruang rawat
Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot respirasi
PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau noninvasif)
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Karena penyakit
Kor pulmonale Gagal napas Infeksi berulang
8.2.Karena tindakan
9. Informed consent (surat persetujuan) Perlu, terutama bila akan dilakukan tindakan
10.Masa pemulihan Masa pemulihan tergantung derajat PPOK dan penyakit penyerta lain
11.Bidang terkait Jantung Fisioterapi Endokrin
12.Fasilitas khusus
13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad malam13.2. Ad sanasionam Dubia ad malam13.3. Ad vitam Dubia ad malam
47
No. ICD-X: G47
Nama penyakit SINDROMA HENTI NAPAS SAAT TIDUR (SLEEP DISORDER BREATHING)
1. Definisi Berhentinya aliran udara melalui hidung dan mulut berulang (20 – 60 kali / jam) saat tidur disertai dengan terbangun dari tidur, lamanya henti aliran udara lebih dari 10 detik disertai penurunan saturasi oksigen >4 %.
2. Diagnosis Berhentinya aliran udara melalui hidung dan mulut berulang (20 – 60 kali / jam) saat tidur disertai dengan terbangun dari tidur
lamanya henti aliran udara lebih dari 10 detik disertai penurunan saturasi oksigen >4 %
Teradapat 3 macam :1. Obstruksi : usaha bernapas tetap ada,
sementara saluran napas orofaring tertutup
2. Sentral : usaha bernapas dan aliran udara terhenti
3. Mixed : usaha bernapas dan aliran udara terhenti diikuti dengan usaha bernapas yang awalnya tidak berhasil
Derajat Beratnya Sindroma Henti Napas Saat Tidur ditentukan oleh hasil pemeriksaan Polisomnograf yakni nilai AHI (Apnea Hipopnea Indeks).
Bila nilai AHI 5 - 15 : derajat Ringan Bila nilai AHI 15 – 30 : derajat Sedang Bila nilai AHI > 30 : derajat Berat
3. Pemeriksaan penunjang
3.1.Umum - Ephworth Sleepness Scale atau Berlin Questioner- Portable Sleep Screening- Pemeriksaan Polisomnografi
3.2.Khusus Pemeriksaan Sleep Endoscopy
4. Faktor risiko - Obesitas- Perokok- Usia lanjut
5. Diagnosis banding
6. Terapi6.1.Medikamentosa (-)6.2. Non medikamentosa / khusus 1. CPAP / APAP
Continous Positive Airway Pressur atau Automatic Positive Airway Pressure2. Bedah : UPPV, tonsilektomi, laser, pillar
7. Perawatan rumah sakit Hanya bila dilakukan tindakan bedah
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit - Hipertensi serangan jantung
- Stroke8.2.Karena tindakan Pemasangan CPAP / APAP
9. Informed consent (surat persetujuan) Bila dilakukan tindakan bedah
10.Masa pemulihan
11.Bidang terkait THT, Anak, Jantung, Neurology, Psikiatri
12.Fasilitas khusus Polisomnografi (sleep lab room)
13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam13.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam13.3. Ad vitam Dubia ad bonam
48
49
GAWAT NAPAS
Nama penyakit BATUK DARAH/HEMOPTISIS
1. Definisi Ialah ekspektorasi darah atau dahak berdarah, berasal dari saluran napas dibawah pita suara
2. Diagnosis Batuk disertai dengan pengeluaran darah dari mulut. Darah bisa banyak sekali (masif) dan dapat juga hanya dahak campur darah (bercak darah pada dahak)
3. Faktor etiologi Radang atau infeksi Neoplasma Trauma atau benda asing Kelainan kardiovaskular Kelainan pulmovaskular Perdarahan alveolar Lain-lain
4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks PA & Lateral
Lab darah rutin EKG Bronkoskopi
4.2.Khusus CT scan toraks Arteriografi
5. Faktor risiko Tuberkulosis Bekas TB Keganasan rongga toraks Bronkiektasis Mikosis paru Kelainan paru lainnya
6. Diagnosis banding Epistaksis Perdarahan dari rongga mulut Hematemesis
7. Terapi7.1.Medikamentosa Pemberian obat hemostatik
Obat-obat dengan efek sedasi ringan bila penderita gelisah
Koreksi faal hemostasis bila ditemukan kelainan
Bronkoskopi Resusitasi cairan dengan pemberian
cairan kristaloid /koloid Transfusi darah bila diperlukan
7.2. Non medikamentosa Menenangkan dan mengistirahatkan penderita
Menjaga agar jalan napas tetap terbuka
7.3.Khusus Embolisasi arteri Bedah torak bila diperlukan Radioterapi pada kasus keganasan
rongga toraks
8. Perawatan rumah sakit rawat inap jika perdarahan lebih dari 100 ml atau perdarahan tidak berhenti dalam 8 jam
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Asfiksia
Syok hipovolemik karena perdarahan masif
Gagal napas9.2.Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan) Perlu bila ada tindakan invasif dan memerlukan ventilator mekanik
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait Radiologi Jantung Penyakit dalam THTGigi dan mulutBedah toraksAnestesi
13.Fasilitas khusus OK bila dilakukan tindakan bedahICU bila memerlukan ventilator mekanis
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam14.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam14.3. Ad vitam Dubia ad bonam
No. ICD-X: J.93
Nama penyakit PNEUMOTORAKS (primer/ sekunder)
1. Definisi Udara bebas di dalam rongga pleura antara dinding dada dan paru yang disebabkan oleh trauma dada, penyakit paru atau yang terjadi secara spontan. Kadang-kadang terjadi pada perempuan akibat endometriosis (yang terjadi bersamaan saat haid) juga dapat terjadi akibat tindakan medis (iatrogenik) mis : TTNA, CVP dll.
2. Diagnosis Sesak napas dan atau nyeri dada yang terjadi mendadak dan semakin memberat. Pada pneumotoraks ventil, sesak napas semakin lama semakin hebat, nadi lebih cepat, gelisah, keringat dingin dan sianosis
Pada foto toraks terlihat udara dalam rongga dada dan kolaps paru yang dibatasi oleh bayangan pleura visceral
3. Faktor etiologi - Giant bullae/bullae yang pecah- Bekas TB paru- Tuberkulosis- PPOK- Asma- Traumatik - Tindakan medis / iatrogenik - Endometriosis- Lain-lain
4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks PA
Kadang-kadang diperlukan foto 2 fase (dalam inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal) bila dicurigai pneumotoraks ringan atau foto lateral bila diduga disertai efusi pleura
4.2.Khusus CT Scan toraksAnalisa Gas Darah Bronkoskopi dengan tes metilen blue (bila dicurigai ada fistula bronkopleural)
5. Faktor risiko Perokok Penyakit paru Endometriosis Pengemudi PenyelamPilot dan olahraga dirgantara
6. Diagnosis banding PPOK Asma bronkialIMA (infark miokard akut)Emboli paru
7. Terapi7.1.Medikamentosa Tergantung penyebab7.2. Non medikamentosa Terapi Oksigen
Fisioterapi
Pemasangan WSD jika pneumotoraks >10%atau klinis didapatkan keluhan sesak. constinous sucsion
IPPB (intermitent positive pressure breathing)
Jika pneumotoraks berulang dilakukan pleurodesis dengan zat kimia atau pleurodesis secara bedah
Torakoskopi VATS untuk pemasangan cleps
Pembedahan
7.3.Khusus
8. Perawatan rumah sakit Indikasi rawatSesak napasLuas pneumotoraks > 10%Ada penyakit penyerta (komorbid)
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Emfisema subkutis
Efusi pleuraEmpiemaPada pneumotoraks tekan dapat terjadi torsi jantung dan pembuluh darah besarGagal napasFistula bronkopleural
Pneumomediastinum9.2.Karena tindakan Emfisema subkutis
Edema paruPerdarahanEmpiemaPneumomediastinum
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu terutama bila akan dilakukan tindakan pemasangan WSD dan atau pembedahan
11.Masa pemulihan Sampai paru mengembang sempurna dan tidak terjadi lagi pneumotoraks
12.Bidang terkait Bedah toraks Anestesi Rehabilitasi medis Intensivist Kebidanan
13.Fasilitas khusus OKICU
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam14.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam14.3. Ad vitam Dubia ad bonam
No. ICD-X: J.81
Nama penyakit CEDERA PARU AKUT (ACUTE LUNG INJURY /ALI)
1. Definisi Adalah salah satu bentuk acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang ringan. Gejala klinik dijumpai disfungsi paru persisten berat dan lama, kerusakan alveoli difus dan penyembuhan fungsi paru yang bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI 300 dan ARDS 200 sedangkan gambaran radiologi dan tekanan kapiler pulmoner sama.
2. Diagnosis Ada faktor penyebabGambaran pada foto toraks konsolidasi HipoksemiaCatatan:Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak (takipnea), takikardia, ronki di kedua paru
3. Faktor etiologi Penyebab ALI langsung adalah pneumonia aspirasi, trauma toraks dengan memar di paru, inhalasi gas toksik dan rokok, pneumonia difus, luka bakar, aspirasi pulmoner dan tenggelam, keracunan penyebab ALI tak langsung adalah radiasi, emboli lemak, transfusi darah masif, emboli cairan amnion, eklamsia, sepsis.
4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks
AGDA CT scan toraks Ventilasi perfusi scan (VPS) CVP Kateter Swan Ganz
4.2.Khusus CRP PCT BNP / Pro BNP
5. Faktor risiko Infeksi berat Transfusi Penggunaan ventilasi mekanis
6. Diagnosis banding Edema paru kardiogenik Emboli paru
7. Terapi7.1.Medikamentosa Ventilasi mekanis
Vasodilatasi Diuretik Inotropik Oksigen Cairan infus Nutrisi
7.2.Non Medikamentosa7.3.Khusus Menggunakan ventilasi mekanik
(dengan PEEP) yang dilengkapi dengan terapi NO (nitrogen oksida)
Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
Inhalasi nitrik oksid Surfaktan alveolar Pentoxifylline/lifofylline Ketokonazol Prostaglandin dan vasoaktif lainnya Glukokortikoid Antikoagulan
8. Perawatan rumah sakit Harus dirawat di rumah sakit ICU RICU
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas
Sepsis Gagal multiorgan
9.2.Karena tindakan Barotrauma 10. Informed consent (surat persetujuan) Sangat diperlukan
11.Masa pemulihan 2 – 4 minggu
12.Bidang terkait Radiologi Anestesi Penyakit Dalam Kardiologi Neurologi Intensivist
13.Fasilitas khusus ICUICCU
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam
No. ICD-X: J.81
Nama penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
1. Definisi Gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia berat dan edema paru nonkardiogenik, akibat inflamasi akut, peningkatan permeabiliti kapiler dan mengurangnya compliance paru. Adalah salah satu bentuk acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang ringan. Gejala klinik dijumpai disfungsi paru persisten berat dan lama, kerusakan alveoli difus dan penyembuhan fungsi paru yang bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI 300 dan ARDS 200 sedangkan gambaran radiologi dan tekanan kapiler pulmoner sama.
2. Etiologi pneumonia bakteri, virus, Pneumocystis carinii, legionela dan TB milier, aspirasi isi lambung (syndrom Mendelson), terhirup etilen glikol atau hidrokarbon, near drowning, renjatan traumatik atau hemoragik, emboli lemak atau cairan amnion, kontusio paru, trauma nontoraks, cedera kepala, peningkatan tekanan intrakranial, pankreatitis, kelebihan dosis heroin, metadon, propoksifen atau barbiturat atau terhirup parakuat. Banyak lagi keadaan lain yang dianggap sebagai penyebab seperti terhirup asap, penggunaan oksigen berkonsentrasi tinggi pada bantuan ventilasi lama, uremia, operasi pintas kardiopulmoner, DIC, transfusi darah masif, sindrom Goodpasture dll.
3. Diagnosis Faktor penyebab (telah diuraikan di atas)
Gambaran infiltrat merata di kedua paru pada foto toraks
Tekanan baji kapiler paru < 12 mmHg PaO2 (dari Analisis Gas Darah Arteri -
AGDA) 50 mmHg atau kurang dengan
penggunaan oksigen fraksi 60%
Catatan:Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak (takipnea), takikardia, ronki di kedua paru
4. Pemeriksaan penunjang
4.1.Umum Foto toraks AGDA CT scan toraks Ventilasi perfusi scan (VPS) CVP Kateter Swan Ganz
4.2.Khusus CRP PCT BNP / Pro BNP
5. Faktor risiko Infeksi berat Transfusi Penggunaan ventilasi mekanis
6. Diagnosis banding Edema paru kardiogenik Emboli paru
Ventilasi mekanis Vasodilatasi Diuretik Ionotropik Oksigen Cairan infus Nutrisi
7. Terapi7.1.Non medikamentosa Menggunakan ventilasi mekanik
(dengan PEEP) yang dilengkapi dengan terapi NO (nitrogen oksida)
Extra corporeal membrane oxygenation
Inhalasi nitrik oksid Surfaktan alveolar Pentoxifylline/lifofylline Ketokonazol Prostaglandin dan vasoaktif lainnya Glukokortikoid Antikoagulan
7.2.Medikamentosa7.3.Khusus Harus dirawat di rumah sakit
ICU RICU
8. Perawatan rumah sakit
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas
Sepsis Gagal multiorgan
9.2.Karena tindakan Barotrauma
10. Informed consent (surat persetujuan) Sangat diperlukan
11.Masa pemulihan 2 – 4 minggu ICU RICU
12.Bidang terkait Radiologi Anestesi Penyakit Dalam Kardiologi Neurologi Intensivist
13.Fasilitas khusus
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam
No. ICD-X: I.26Nama penyakit EMBOLI PARU
1. Definisi Emboli paru muncul bila trombus vena terlepas dan terbawa dalam sirkulasi arteri pulmoner, tersangkut dan menyumbat sebagian / total aliran darah di pohon arteri pulmoner
2. Etiologi3. Diagnosis4. Pemeriksaan penunjang
4.1.Umum Laboratorium: leukosit, serum LDH, enzym transaminase, bilirubin
Foto toraks EKG AGDA Scanning ventilasi/perfusi D-Dimer, fibrin monomer, fibrino
peptide A, protenofin fragment, trombin antitrombin
Trombosis localizing technique4.2.Khusus Doppler ultrasonografi
Angiografi pulmoner Impedance plethysmography (IPG) Venografi Ekokardiografi Transesofageal
(TEE) Helikal CT Scanning
5. Faktor risiko Usia lanjut dan menderita penyakit kronik
Imobilisasi Riwayat trombosis vena
dalam/trauma /tungkai Penggunaan estrogen Penyakit jantung, obesitas berat,
kehamilan pasca bersalin dan pasca bedah
6. Diagnosis banding Penyakit-penyakit jantung (angina, infark miokard, perikarditis, aneurisma aorta disekan, gagal jantung, stenosis mitral, tamponade jantung)Penyakit-penyakit paru (pneumonia, pleuritis, pneumotoraks, asma, PPOK,
penyakit paru interstitial, ARDS, aspirasi)Penyakit-penyakit esofagus (spasme, ruptur esofagus)Penyakit mediastinum (mediastinitis, pneumomediastinum, hematom mediastinum)Proses-proses abdominal (pankreatitis, abses subfrenik, ruptur hati, perforasi ulkus, iskemi / distensi usus)Penyakit-penyakit ginjal (batu ginjal, pielonefritis infark ginjal)Penyakit-penyakit sistemik (syok, anemia, sepsis)Dispnea psikogenPenyakit-penyakit neuromuskular (abnormalitas susunan syaraf pusat, neuropati yang melibatkan otot-otot pernapasan, miopati yang melibatkan otot-otot pernapasan)Penyakit-penyakit muskuloskeletal (patah tulang iga, patah tulang sternum, kostokondritis, spasme otot, kolaps vertebral akut)
7. Terapi7.1.Non medikamentosa Emboli submasif
Istirahat Oksigen
7.2.Medikamentosa Antikoagulasi parenteral dengan heparin
Antikoagulasi oral Terapi fibrinolitik/trombolitik Antikoagulasi profilaksis
7.3.Khusus Embolektomi
8. Perawatan rumah sakit ICU
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Infark paru
Hemoptisis masif ARDS Aritmia jantung Korpulmonale Hipoksemia berat hipotensi
9.2.Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan untuk tindakan diagnostik invasif dan terapi agresif
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait Radiologi (Radionuklear) Anestesi Kardiologi Penyakit Dalam Ahli Bedah kardiovaskular
13.Fasilitas khusus ICUICCUKamar bedah
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam
No. ICD-X: J81Nama penyakit EDEMA PARU
1. Definisi Adalah cairan di dalam jaringan interstitial paru
2. Etiologi Peningkatan tekanan hidrostatik Gagal jantung
3. Diagnosis Pasien dalam posisi duduk sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, dapat disertai dengan sianosis, berkeringat dingin, batuk dengan sputum berwarna kemerahanPada auskultasi didapatkan ronki basah kasar pada lebih dari setengah lapangan paru, wheezing, gallop protodiastolik, bunyi jantung dua pulmonal mengerasPada foto toraks didapatkan hilus melebar, densiti meningkat, disertai garis Kerley ABC
4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks
AGDAEKGEnzim kardiak
4.2.Khusus Tekanan baji kapiler pulmoner (PCWP)Rasio total edema alveolar-serum (Tpc / Tpc)Perbedaan tekanan osmotic kapiler tekanan baji kapiler pulmoner (COP-PCWP)
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding ARDSEmboli paruPneumoniaPneumotoraksAsma akutPPOK eksaserbasi akutTumor mediastinumTumor paruEfusi pleura61
7. Terapi7.1.Non medikamentosa Oksigen
Infus cairan7.2.Medikamentosa Bergantung pada penyebab / penyakit yang
mendasari7.3.Khusus Ventilator mekanik dengan atau tanpa
PEEP1 pada hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigenCPAP/BIPAP
8. Perawatan rumah sakit RICU
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas9.2.Karena tindakan Cairan intravaskular berlebihan atau
berkurang
10. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan saat pemasangan ventilator mekanik
11.Masa pemulihan 1-2 mgg
12.Bidang terkait RadiologiAnestesiKardiologiPenyakit Dalam
13.Fasilitas khusus ICUICCU
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam dubia ad malam
62
No. ICD-X: Y.21Nama penyakit HAMPIR TENGGELAM
(NEAR DROWNING)
1. Definisi Adalah terdapatnya cairan pada saluran napas akibat tenggelam dalam cairan (zat iritatif,benda infeksius).
2. Diagnosis Keadaan akut dengan riwayat tenggelam dalam air tawar, laut atau air es, bahan kimia atau zat cair lainnya
3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, uji
hemolisis,Elektrolit AGDA BronkoskopiEKG
3.2.KhususAlveolar arterial oxygen gradientCVPSwan Ganz Catheter EEG
4. Faktor risiko Alkoholisme
5. Diagnosis banding Barotrauma dengan Pneumotoraks
6. Terapi6.1.Medikamentosa Airway (jalan napas) membebaskan
jalan napas sampai intubasi ETT Breathing terapi oksigen
mempertahankan saturasi >90% (copi dari asma)
Circulasi mencegah hipotensi, pemberian cairan intravena sampai CVP
Koreksi asam basa (dalam keadaan berat menggunakan ventilasi mekanik untuk menyeimbangkan asidosis metabolic dengan hiperventilasi)
Koreksi gangguan elektrolit Aminofilin atau beta 2 agonis bila
didapatkan bronkospasme
Antibiotika atas indikasi Kortikosteroid dosis rendah 5
mg/Kg/24 jam dibagi 6 dosis
6.2.Non Medikamentosa fisioterapi6.3.Khusus Menggunakan ventilator mekanik bila
hipoksemia berat
7. Perawatan rumah sakit rawat inapICURICU
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit ARDS
Infeksi- sepsis Hipoksemia karena aspirasi, edema
paru Fibrilasi ventrikel (tenggelam di air
tawar) Gangguan fungsi ginjal (albuminuria,
hemoglobulinuria, anuria) Gangguan syaraf: koma lama Cidera kepala dan leher berat
(menyulitkan intubasi dan bronkoskopi)
8.2.Karena tindakan Patah tulang iga saat resusitasi
9. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan bila akan dilakukan tindakan ventilator mekanik
10.Masa pemulihan ± 1 minggu
11.Bidang terkait AnestesiintensivistNeurologiBedah
12.Fasilitas khusus ICURICU
13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad malam13.2. Ad sanasionam Dubia ad malam13.3. Ad vitam Dubia ad malam
No. ICD-X: S20–S29
Nama penyakit TRAUMA TORAKS
1. Definisi Trauma pada toraks, dibagi 21. Trauma tumpul toraks2. Trauma tajam toraks
Sering terjadi akibat kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, usaha bunuh diri, jatuh dari ketinggian, dll
2. Diagnosis Riwayat benturan/tusukan pada dada karena
Kecelakaan lalulintas Jatuh dari ketinggian Kecelakaan kerja Upaya bunuh diri
Gejala klinis tergantung organ yang terkenaKelainan yang dapat terjadi : 1. Ruptur aorta 2. Ruptur diafragma 3. Robekan saluran napas besar 4. Hemotoraks 5. Kontusio paru 6. Kontusio miokard
64
7. Emboli udara sistemik 8. Perforasi esofagus 9. Fraktur iga single/multiple10. Fraktur scapula11. Fraktur sternal12. Traumatic “flail chest”13. Pneumotoraks14. Pneumomediastinum15. Empisema subkutis
3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Foto toraks
Serial Hb-Ht untuk mengetahui perdarahan masih berlanjut/tidak
AGDA3.2.Khusus Bronkoskopi
Awasi: Airway Bleeding Circulation
4. Faktor risiko
5. Diagnosis banding
6. Terapi6.1.Non medikamentosa Oksigenasi, adekuat
Transfusi bila HB < 8 gr % Perbaikan sirkulasi
6.2.Medikamentosa Pasang WSD bila terjadi pneumotoraks, hematotorak masif
Aspirasi cairan pericard bila terjadi efusi perikard (tamponade jantung)
Dekompresi lambung, bila terjadi risiko regurgitasi, muntah & aspirasi
Pengobatan nyeri Ventilasi mekanik bila terjadi hipoksemi dan atau hiperkarbia yang
berat terdapat cedera kepala flail chest, kontusio paru dan
respiratori distress Operasi pada
- ruptur aorta- ruptur diafragma
65
- ruptur saluran napas besar- perforasi esophagus- flail chest yang tak dapat di
atasi dengan cara konservatif6.3.Khusus
7. Perawatan rumah sakit Rawat di ruang rawatRawat di ICU/ HCU
8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Retensi sputum
Bronkospasme Tension pneumotoraks Gagal napas akut Infeksi Trombo emboli Nutrisi tidak adekuat Koagulopati
8.2.Karena tindakan
9. Informed consent (surat persetujuan) Bila ada tindakan invasive dan operasi
10.Masa pemulihan
11.Bidang terkait Kardiologi Bedah Ortopedi ICU/Intensivist Bedah digestif Bedah toraks Bedah jantung
12.Fasilitas khusus ICU Ventilator mekanik
13.Prognosis13.1. Ad fungsionam dubia ad malam13.2. Ad sanasionam dubia ad malam13.3. Ad vitam dubia ad malam
66
No. ICD-X: J.96Nama penyakit GAGAL NAPAS AKUT
1. Definisi Ketidakmampuan sistem respirasi dalam mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida secara adekuat
2. Diagnosis Sesak napas (apnea atau dispnea berat), gelisah, dapat sampai sianosis. Ditemukannya murmur, gallop dan derik menunjukkan kemungkinan adanya gagal jantung, bising mengi mungkin pada suatu krisis asma, ronki disertai sputum yang banyak dan demam mungkin ada infeksi paru, gejala neurologik mungkin pada stroke atau miastenia gravis. Gambaran hasil AGDA menunjukkan PaO2 di bawah 50 mmHg, PaCO2 di atas 50 mmHg waktu bernapas dalam udara kamar.
3. Etiologi Gagal napas tipe ISaluran napas dan parenkim paru:
infeksi (virus, bakteri, jamur parasit dll) trauma (kontusio paru, laserasi paru) lain-lain (neoplasma, narkotika, akibat
payah jantung, ARDS, emboli paru, atelektasis, perdarahan alveolar, volume overload)
67
Gagal napas tipe IIsusunan saraf pusat
obat-obat (sedativa, hipnotika, anestesi umum, racun)
gangguan metabolik (hiponatremia, hipokalemia, hipoksemia, pemberian karbohidrat berlebihan, alkalosis, hiperglikemia, hipotiroidisme)
neoplasma infeksi (meningitis, ensefalitis, abses) peningkatan tekanan intrakanial hipoventilasi lain-lain
Saraf dan otot trauma (cedera medulaspinalis, cedera
diafragma) obat-obat (neuromuscular blocking
agents, aminoglikosida) metabolik (hipokalemia,
hipomagnesemia, hipofosfatemia) neoplasma lain-lain (penyakit motor neuron,
miastenia gravis, multiple sklerosis, distrofi otot, Guillain-Barre syndrome)
Saluran napas atas Tissue enlargement (hiperplasia tonsil
dan adenoid, neoplasma, polip, goiter) Infeksi (epiglotitis, laringotrakeititis Trauma Lain-lain (obstructive sleep apnea,
kelumpuhan pita suara bilateral, edema laring, trakeomalasia, arthritis krikoaritenoid)
Dada trauma (fraktur iga, flail chest, burn
scar) faktor lain (kifoskoliosis, skleroderma,
spondilitis, pneumotoraks, efusi pleura, fibrotoraks, posisi telentang, obesiti, asites, nyeri)
4. Pemeriksaan penunjang
68
4.1. Umum AGD Foto toraks EKG Sputum gram
4.2. Khusus AGDA serial
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
7. Terapi7.1. Non medikamentosa Oksigenasi
Fisioterapi7.2. Medikamentosa (tergantung penyakit yang mendasari)
Antibiotik Bronkodilator Steroid Cairan infus Kardiotonika
7.3.Khusus Ventilator mekanik Bronkoskopi (untuk bronchial toilet)
8. Perawatan rumah sakit Rawat inap
9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Henti napas
Penurunan kesadaran Gagal jantung
9.2.Karena tindakan Akibat pemakaian pipa trakea dan ventilator mekanik :
Trauma intubasi Gangguan hemodinamik Pneumonia nosokomial Barotrauma (pneumotoraks, pneumo
mediastinum) Kesulitan penyapihan dari ventilator
mekanik
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu karena pemakaian tindakan intubasi dan pemakaian dukungan ventilasi mekanik
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait Radiologi Laboratorium Anestesi
69
Kardiologi
13.Fasilitas khusus ICU
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
70
No. ICD-X: J98.2Nama penyakit Pnemomediastinum
1. Definisi pnemomediastinum atau emfisema mediastinum adalah terdapat udara bebas di rongga mediastinum yang disebabkan ruptur alveoli atau penyebab lain di luar paru
2. Diagnosis Nyeri dada substernum yang memberat terutama bila bergerak, bernapas dan perubahan posisi. Sesak napas terjadi tiba-tiba, sianosis distensi vena jugular, empfisema subkutis di leher dan supraklavikula. Foto toraks terdapat gambaran garis radiolusen sepanjang batas jantung kiri
3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan lateral4.2. Khusus CT-Scan toraks, bronkoskopi
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding Pneumotoraks, pneumoperikardium
7. Terapi7.1. Non medikamentosa Suplementasi oksigen, punksi atau insisi
kulit/subkutis untuk mengurangi emfisema subkutis
7.2. Medikamentosa obat simtomatik seperti analgetik dan antipiretik
7.3. Khusus Pembedahan dengan teknik insisi suprasternum, aspirasi mediastinum, mediastinostomi servikal, terapi hiperbarik dan mengobati kausa penyakit
8. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Emfisema subkutis, gagal napas9.2. Karena tindakan Perdarahan, tamponade jantung
10. Informed consent (surat persetujuan)
Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan pembedahan
11. Masa pemulihan Tergantung penyebab pneumomediastinum
12. Bidang terkait Radiologi, bedah toraks, anestesi
13. Fasilitas khusus Rumah sakit tipe B dengan fasiliti dokter spesialis paru dan bedah toraks
14. Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
71
72
No. ICD-X: I27.9
Nama penyakit Kor Pulmonale Kronik
1. Definisi definisi Kor Pulmonale Kronik menurut WHO adalah hipertensi sentrikel kanan akibat kelainan fungsi dan atau struktur paru, kecuali jika perubahan paru tersebut akibat kelainan jantung bagian kiri dan penyakit jantung kongenital. Pada kor pulmonale, hipertensi hemodinamik yang terjadi akibat kelainan pada system respirasi. Berat ringannya berhubungan erat dengan kelintasan (survival) pada penyakit paru kronik seperti : PPOK,SOPT, bronkiektasis luas, penyakit paru interstisial, keadaan yang menyebabkan hipoventilasi kronik (obesiti, sleep apnea, penyakit neuromuskular, difungsi dinding dada) tekanan pada arteri pulmoner (tumor mediastinum, granulomatous atau fibrosis)
2. Diagnosis Ada faktor-faktor risiko (telah diuraikan diatas)
Pemeriksaan fisis terdapat peningkatan bunyi komponen pulmoner dari bunyi jantung kedua, bila hipertensi pulmoner sangat tinggi terdapat murmur sistolik. Bila gagal jantung kanan timbul pembesaran jantung disertai peningkatan tekanan vena jugular, hepatomegali dan edema tungkai
EKG- Gelombang p pulmonal- Kecenderungan deviasi aksis
kekanan Radiologi toraks
- Jantung tampak rotasi berlawan arah jarum jam dengan segmen aorta menjadi kurang menonjol
- Pelebaran diameter arteri pulmoner kanan 16 mm dan arteri pulmoner kiri > 8 mm
73
3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang Laboratorium : analisis gas darah Foto toraks EKG Spirometri
4.1. Umum4.2. Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding Gagal jantung kiri
7. Terapi Terapi sesuai penyakit yang mendasarinya
Terapi yang efektif harus dilakukan sejak masih dini, sebelum pembuluh darah pulmoner mengalami perubahan ireversibel (terapi suportif)
Terapi suportif Menurunkan pulmonary vascular
resistance (PVR)- oksigen jangka panjang (LTOT)- bronkodilator- vasodilator- calcium channel blocker (CCB)- prostasiklin- nitric oxide- antikoagulan
Meningkatkan curah jantung- inotropik jangka pendek- digoksin bila terdapat takikardi- supraventrikuler
Mengurangi volume berlebih- diet rendah garam- diuretik- plebotomi bila hematokrit > 60%- transplantasi paru
7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit Rawat inap bila gagal jantung kanan atau eksaserbasi akut
9. Penyulit (komplikasi) Gagal jantung Gagal napas Sepsis
9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan) Bila gagal napas dan membutuhkan ventilator mekanik
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait Kardiologi Penyakit dalam Radiologi Anestesi Ahli bedah toraks
13.Fasilitas khusus NIV (Noninvasive Ventilator) dan ventilator mekanis
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
74
75
Keganasan rongga toraks
76
No. ICD-X: C.34
Nama penyakit Kanker Paru
1. Definisi Tumor primer yang berasal dari jaringan epitel bronkus.
2. Diagnosis Keluhan atau gejala klinis tergantung pada stage penyakit dan keterlibatan organ sekitar tumor. Pada stage awal sering tanpa keluhan. Keluhan respirasi yang sering adalah batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Keluhan non-respirasi adalah lemah, berat badan turun, demam atau keluhan yang berhubungan dengan komplikasi invasi tumor misal suara serak, sulit menelan, gangguan hepar dan ginjalDiagnosis pasti yaitu dengan didapatkan sel kanker paru.
Catatan: Jenis histologis, dipakai klasifikasi menurut WHO
- SCLC =KPKSK= kanker paru jenis karsinoma sel kecil
- NSCLC= KPKBSK= kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil dan yang termasuk dalam KPKBSK adalah adenokarsinoma, karsinoma skuamosa, karsinoma sel besar dan beberapa jenis sel kanker yang jarang ditemukan.
Penderajatan (stage penyakit) digunakan pembagian menurut sistem TNM yang disepakati oleh UICC & AJCC tahun 1997
Tampilan (performance status) dipakai pembagian menurut skala Karnofsky atau WHO
3. Etiologi Etiologi pasti belum diketahui tetapi asap rokok menjadi faktor utama.
4. Pemeriksaan penunjang
77
4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamanesis : kebiasaan merokok, perokok pasif, paparan dengan bahan karsinogenik (polusi udara, asbes, radon)
Pemeriksaan darah rutin Foto toraks PA dan lateral Sitologi sputum jika lesi di sentral
4.2. Khusus Bronkoskopi, pemeriksaan dengan tujuan diagnostik (stage penyakit) dan prosedur tambahan (bilasan, sikatan bronkus, biopsi intra bronkus, biopsi aspirasi jarum, TBNA, TBLB) untuk dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan atau histopatologi.
TTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa atau dengan tuntunan fluoroskopi atau CT
Punksi pleura jika didapat efusi pleura Biopsi pleura jika didapat efusi pleura Biopsi jarum halus (BJH) pada KGB dan tumor
supervisial. Biopsi Daniels. CT Scan toraks dengan kontras, brain scan
dengan kontras, bone scan, bone survey. Torakoskopi jika dari punksi dan atau biopsi
pleura belum didapat diagnostik pasti Sitologi hasil BJH, TTNA, punksi pleura, bilasan
dan sikatan bronkus, BAJ, TBNA dan atau histopatoli jaringan biopsi.
Video Assisted Thoracoscopy Surgery (VATS) Torakotomi eksplorasi, bila semua upaya
diagnostik tidak dapat memberikan diagnosis pasti.
5. Faktor risiko Laki-laki Umur > 40 tahun Perokok
78
6. Diagnosis banding Tumor Mediastinum Metastasis Tumor di Paru Mesotelioma Tumor dinding dada Tuberkuloma Abses paru Pneumonia
Catatan Karena keluhan dan temuan amat mirip dengan TB paru atau pneumonia, diagnosis seringkali terlambat, setelah pengobatan untuk TB / pneumonia gagal. Pada kelompok risiko yang dicurigai atau diobati dengan pneumonia dan TB paru tetapi tidak respons atau memburuk dengan pengobatan harus dilakukan prosedur diagnosis untuk kanker paru
7. Terapi Tergantung pada jenis sel kanker dan stage penyakit
Modaliti terapi untuk kanker paru adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi.
Pembedahan o Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
(KPKBSK): derajat I dan IIo Setelah kemoterapi/radioterapi neoadjuvan
pada KPKBSK derajat IIIAo Khusus : Kanker paru dengan sindroma vena
kava superior berat, efusi pleura masif yang gagal dengan terapi konvensional
Radioterapio Radiasi kepala pada KPKSKo Radioterapi neoadjuvan pada KPBKSK
derajat IIIAo Radioterapi paliatif pada kanker paru dengan
sindroma vena cava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada atau metastasis, lesi metastasis di otak.
o Penderita semua stage yang tidak bersedia dengan modaliti lain.
79
lanjut (ED-SCLC)
kombinasi dengan radiasi dengan setting konkuren, alternating atau sekuensial
7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simptomatik : analgesik,
steroid, vitamin, dll Kemoterapi, termasuk golongan
targeted therapy
7.3 Khusus Punksi pleura berulang atau pemasangan WSD jika cairan masifPleurodesis untuk mengatasi produksi efusi pleura yang produktif.
Laser dengan atau tanpa pemasangan stent intrabronkus
Brachytherapy Cauter therapy Cryotherapy
8. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk mempercepat prosedur diagnosis
Penderita dengan kegawatan respirasi karena batuk darah masif, obstruksi saluran napas utama, efusi pleura masif, SVCS.
Untuk pemberian kemoterapi Penderita dengan pembedahan Penderita dengan tampilan buruk dan
memerlukan terapi suportif.
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Batuk darah
Sesak napas berat (s/d gagal napas ) karena efusi pleura masif, SVCS atau obstruksi saluran napas utama
Nyeri dan atau hiperkalsemia karena invasi atau metastasis ke tulang
Gangguan neurologis akibat metastasis ke otak dan tulang belakang.
Sindrom paraneoplastik
80
Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat proses metastasis
Gangguan psikologik (stres, depresi)
9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk semua tindakan diagnostik invasif dan terapi
11.Masa pemulihan Tergantung perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan
12.Bidang terkait Radiologi Patologi anatomi Patologi klinik Bedah toraks Radioterapi Penyakit dalam Rehabilitasi medik Anestesi
13.Fasilitas khusus o Bronkoskopi rigit dan lenturo Torakoskopio VATSo Flouroskopio Stent
81
o Lasero Sarana untuk brachytherapy dan cauter.
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
82
No. ICD-X: C.34
Nama penyakit Nodul Paru Soliter
1. Definisi Lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi oleh jaringan paru yang normal.
2. Diagnosis Gambaran radiologik
3. Etiologi Belum diketahui
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamnesis untuk menyingkirkan
kanker paru, tuberkuloma, mikosis paru. Laboratorium rutin Foto toraks PA dan lateral Sputum BTA dan kultur Mtb Uji Mantoux
4.2. Khusus CT-scan toraks dengan kontras, brain scan dengan kontras, bone scan, bone survey.
Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB) Transthoracal Needle Aspiration (TTNA) dengan
tuntunan fluoroskopi atau CT Torakotomi eksplorasi bila diagnosis
pasti tidak dapat ditegakkan dengan prosedur lain.
5. Faktor risiko -
6. Diagnosis banding Tuberkuloma Mikosis paru (fungus ball) Tumor paru jinak Hemangioma Kanker paru Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler
7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa Terapi sesuai penyebab, misal :
OAT untuk tuberkuloma Antifungal untuk mikosis
83
7.3. Khusus Torakotomi diindikasikan untuk : tuberkuloma dengan diameter > 3 cm, fungus ball (aspergiloma) tumor paru jinak lainnya
8. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk mempercepat diagnosis Jika dilakukan pembedahan
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit -9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif Infeksi skunder akibat prosedur invasif Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat pembedahan.
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, untuk tindakan invasif
11.Masa pemulihan Tergantung jenis dan tindakan
12.Bidang terkait Radiologi Patologi anatomi Patologi klinik Mikrobiologi Parasitologi Bedah toraks Anestesi
13.Fasilitas khusus Bronkoskopi
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
84
Nama penyakit Tumor Metastasis di Paru
1. Definisi Penyebaran tumor organ lain ke paru
2. Diagnosis Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas permaringan paru (multiple nodule) atau efusi pleura yang masif. Keluhan yang paling sering adalah sesak napas dan batukDiagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi dan tidak terbukti tumor primer paru.
3. Etiologi Kanker dari organ lain atau luar paru
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk
mengetahui ada tidaknya tumor primer di luar paru
Laboratorium rutin Fototoraks PA dan lateral
4.2. Khusus CT Scan torak dan abdomen dengan kontras, brain scan dengan kontras, bone survey dan USG abdomen.
Punksi pleura jika ada efusi pleuraBiopsi jarum halus (BJH) pada KGB atau tumor supervisial
Biopsi Pleura jika ada efusi pleuraTTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa atau dengan tuntunan flouroskopi atau CT.
Sitologi cairan pleura, spesimen BJH, TTNA dan atau histoplatologi jaringan biopsi pleura.
Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi pleura belum didapat diagnosis pasti
Tumor marker tergantung kecurigaan asal tumor primer, misalnya CEA dan Ca 12.5 pada perempuan, CEA dan PSA pada laki-laki dewasa, status tiroid, CEA dan Ca 19.9 untuk kecurigaan tumor colon.
5. Faktor risiko Riwayat tumor di organ lain, pada perempuan misalnya carcinoa payudara, cervix, ovariumSedangkan pada laki-laki, misalnya carcinoma nasofaring, colon, prostat. Pada usia muda misalnya carcinoma tulang, limfoma
6. Diagnosis banding Tumor paru Tumor mediastinum TB paru
7. Terapi Terapi simptomatik atau paliatif hanya untuk mengatasi masalah respirasi
Terapi utama tergantung pada tumor primer
7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik untuk
mengatasi gejala yang timbul, misalnya analgesik untuk mengatasi nyeri.
Steroid Obat-obat suportif,
misalnya vitamin.
7.1. Khusus Punksi pleura dan bila carian cukup banyak dilakukan pemasangan WSD
Dilakukan pleurodesis bila produksi cairan pleura masif
Pleurektomi untuk paliatif
8. Perawatan rumah sakit Untuk mempercepat prosedur diagnostik. Jika dilakukan pemasangan WSD akibat
efusi pleura masif Keadaan umum buruk dan perlu terapi
suportif.
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat
Nodul multiple, penekanan organ organ di mediastinum akibat efusi pleura masif
Gangguan aktiviti sehari-hari Gangguan Psikologi (stres, depresi)
9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis
7985
invasif Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis
invasif atau pemasangan WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi
11.Masa pemulihan Tegantung jenis penyakit dan pengobatan yang diberikan.
12.Bidang terkait Radiologi Patologi klinik Patologi anatomi Bedah toraks THT Bedah Onkologi Penyakit Dalam Kebidanan
13.Fasilitas khusus o Bronkoskopio Fluoroskopio Torakoskopi
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
87
86
No. ICD-X:
D.38.3Nama penyakit Tumor Mediastinum
1. Definisi tumor atau massa dalam rongga mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri.
2. Diagnosis Gejala klinik kadang-kadang tidak ada tetapi bila ukuran tumor besar atau tumor ganas dapat timbul keluhan sesak napas, nyeri dada, sindrom vena kava superior, disfagi dan suara serak.Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi
catatan Tumor mediastinum terdiri dari 2 kelompok
yaitu neoplastik dan non-neoplastik
Tumor mediastinum neoplastik, antara lain:o Timomao Sel germinal o Seminomao Nonseminomao Teratomao Neurogenik tumoro Limfomao Tumor jinak
Tumor mediastinum non-neoplastik, antara lain:
o Mediastinal TBo Aneurisma aortao Lain-lain: kista, abses
3. Etiologi Belum diketahui
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamnesis terutama
untuk riwayat ada tidaknya tumor tiroid, tb paru, limfadenistis TB, myesthenia gravis.
Laboratorium rutin Foto toraks PA & lateral
4.2. Khusus CT-scan toraks dengan kontras, USG abdomen
Bronkoskopi Biopsi jarum halus untuk KGB atau tumor
superfisial Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)
tanpa atau dengan tuntunan fluoroskopi atau CT
Biopsi KGB Petanda tumor (tumor marker) anatar lain;
CEA, AFP, ALP, LDH dan beta-HCG EMG bila ada miastenia gravis Punksi tulang belakang (khusus untuk
limfoma) Torakotomi eksplorasi jika prosedur lain tidak
memberikan diagnosis pasti histopatologi
5. Faktor risiko -
6. Diagnosis banding Kanker paru
7. Terapi7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik
Steroid, terutama dengan kegawatan respirasi
88
atau nyeri. (Untuk kecurigaan limfoma steroid hanya diberikan untuk mengatasi kegawatan sehingga prosedur diagnosis dapat segera dilakukan)
OAT untuk mediastinal TB
7.3 Khusus Tergantung pada jenis sel kanker neoplastin atau non-neoplatik.
Modaliti terapi untuk tumor mediastinum neoplastik adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi. Khusus untuk timoma dan limfoma pilihan terapi juga tergantung pada stage penyakit.
Pembedahan untuk tumor mediastinum :o Timoma stage I, II dan III dan pasca
kemoradioterapi stage IVo Nonseminoma pasca radikemoterapio Teratomao Neurogenik tumoro Tumor mediastinal jinak (aneurisma aorta
perlu penatalaksanaan khusus)
Radioterapi untuk tumor mediastinum :o Timoma stage IV kombinasi dengan
kemoterapio Seminoma kombinasi dengan kemoterapio Limfoma kombinasi dengan kemoterapio Radiasi cito untuk tumor mediastinum
dengan kegawatan respirasi pada terutama pada SVCS (meskipun diagnosis pasti belum didapat dengan batasan maksimal 1000 cGy).
Kemoterapi untuk tumor mediastinum :o Timoma stage IV kombinasi dengan
radioterapio Sel germinalo Seminoma kombinasi dengan radioterapio Non-seminoma kombinasi dengan
radioterapio Teratoma pascabedah (jika masih didapat
sisa tumor)
89
o Limfoma kombinasi dengan radioterapi
8. Perawatan rumah sakit Perlu untuk mempercepat prosedur diagnosis Penderita dengan kegawatan respirasi (sesak
napas berat) akibat obstruksi saluran napas utama, SVCS, efusi pleura masif.
Penderita dengan tampilan umum buruk, untuk pemberian terapi suportif
Pemberian kemoterapi Pembedahan
,
90
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gagal napas
Gangguan menelan Sindrom vena cava superior Miastenia gravis Efusi pleura masif
9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD
Infeksi skunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan invasive dan terapi
11.Masa pemulihan Tergantung prosedur tindakan yang diberikan
12.Bidang terkait Radioterapi Patologi klinik Patologi Anatomi Bedah Toraks Radioterapi Penyakit dalam (terutama untuk limfoma) Neurologi (untuk miastenia gravis) Anestesi
13.Fasilitas khusus Bronkoskopi
Flouroskopi91
VATS
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
92
Nama penyakit Mesothelioma (Tumor Primer Pleura)
1. Definisi Tumor primer pleura yang dapat bersifat jinak atau ganas.
2. Diagnosis Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas permukaan pleura dan atau menyebabkan timbulnya efusi pleura. Secara umum gejala yang timbul adalah nyeri dada yang ditimbulkan nonpleuretik dan sering menjalar ke perut bagian atas, sesak napas demam, kedinginan, berkeringat, lemah, tidak enak badan. Lebih dari 50% kasus terdapat efusi pleura.Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi jaringan tumor di pleura.
3. Etiologi Etiologi pasti tidak diketahui tetapi paparan asbes menjadi faktor utama.
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk
mengetahui ada tidaknya paparan asbes Fototoraks PA dan lateral Laboratorium rutin
4.2. Khusus CT Scan toraks dengan kontras Punksi pleura jika ada cairan Biopsi pleura jika ada cairan Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)
tanpa dengan tuntunan flouroskopi atau CT Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi
pleura tidak didapat diagnosis pasti Sitologi cairan pleura, TTNA dan atau
histopatologi jaringan biopsi Pewarnaan (immunohistochemistry) pada
sediaan sitologi atau histopatologi.
5. Faktor risiko Paparan Asbes
93
6. Diagnosis banding 1. Tumor paru2. Metastasis tumor di paru3. Pleuritis TB
7. Terapi Terapi tergantung pada jenis mesotelioma jinak atau ganas.
Terapi untuk mesotelioma jinak adalah bedah.
Terapi untuk mesotelioma ganas tergantung pada stage penyakit.
Modaliti untuk mesotelioma ganas adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi.
7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik untuk
mengatasi gejala yang timbul, misalnya analgesik untuk mengatasi nyeri.
Obat-obat suportif, misalnya vitamin.
Kemoterapi untuk mesotelioma ganas
7.2. Khusus Punksi pleura dan bila carian cukup banyak dilakukan pemasangan WSD
Dilakukan pleurodesis bila produksi cairan pleura masif
Pleurektomi untuk paliatif
94
8. Perawatan rumah sakit Untuk mempercepat prosedur diagnostik.
Jika dilakukan pemasangan WSD akibat efusi pleura masif
Pembedahan Kemoterapi Keadaan umum buruk dan perlu terapi
suportif.
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat
Atelektasis paru luas, penekanan organ organ di mediastinum akibat efusi pleura masif
Syok akibat nyeri Gangguan aktiviti sehari-hari Gangguan Psikologi (stres, depresi)
9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif
Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD
Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD
Infeksi sekunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat
kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,
leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi
Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat
prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi
11. Masa pemulihan Tegantung jenis (jinak atau ganas), stage penyakit dan pengobatan yang diberikan.
12. Bidang terkait Radiologi Patologi klinik
Patologi anatomi Bedah toraks Radioterapi
13. Fasilitas khusus o Bronkoskopio Torakoskopi
14. Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
93
95
No. ICD-X: C.34
Nama penyakit Nodul Paru Soliter
1. Definisi Ialah lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi oleh jaringan paru yang normal.
2. Diagnosis Gambaran radiologikDapat dengan atau tanpa gejala klinis seperti batuk-batuk, batuk berdarah
3. Etiologi Tidak diketahui
4. Pemeriksaan penunjangUmum Anamnesis untuk mencari etiologi : riwayat tb paru,
jamur paru, kebiasaan merokok. Pada pemeriksaan fisis tidak didapat kelainan Foto toraks PA dan lateral Uji Mantoux
4.2. Khusus CT-Scan toraks Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB) Transthorakal Needle Aspiration (TTNA) dengan
tuntunan fluoroskopi atau CT Scanning toraks Petanda tumor (tumor marker) Torakotomi ekspolasi bila diagnosis pasti tidak dapat
ditegakkan
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding Tuberkuloma Kanker paru Hemangioma Mikosis paru Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler
7. Terapi7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simptomatik
Terapi sesuai dengan penyakit7.3. Khusus Bedah
96
8. Perawatan rumah sakit Pada keadan tertentu untuk prosedur diagnostik invasif, misalnya bronkoskopi, torakotomi eksplorasi.
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Tidak ada
9.2. Karena tindakan Batuk darah Pneumotoraks Pneumonia
10. Informed consent (surat persetujuan)
Perlu, karena banyak dilakukan tindakan invasif
11.Masa pemulihan Tergantung tindakan yang diberikan
12.Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Patologi anatomi Bedah toraks Anestesi Mikologi
13.Fasilitas khusus o Bronkoskopio Flouroskopi untuk TBLB
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
97
IMUNOLOGI
98
No. ICD-X: L51.1Nama penyakit Sindrom Stevens Johnson akibat alergi
obat (rifampisin)
1. Definisi Sindrom yang mengenai kulit dandiakibatkan oleh pemakaian obat OATmisalnya : rifampisin
2. Diagnosis Kriteria diagnosis :Gejala berupa demam tinggi, malese, nyerikepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan-kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orificium dan kelainan mata.Kelainan kulit : eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula memecah sehingga terjadi erosi yang luas.Di samping itu juga terjadi purpura kelainan selaput lendir yang tersering pada mukosa mulut. Kelainan pada mata berupa conjungtivitis katanalis
3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum4.2. Khusus
5. Faktor risiko
6. Diagnosis banding
7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan)99
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait
13.Fasilitas khusus
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
100
Paru Kerja
101
No. ICD-X: J.60-64, J.66
Nama penyakit Penyakit Paru Kerja
1. Nama penyakit / diagnosis : Penyakit paru akibat kerja meliputi antara lain : Pneumokoniosis pekerja tambang batu bara
(J60) Asbestosis (J61) Silikosis (J62) Pneumokoniosis lain (J63-J64) Bisinosis (J66) Pneumonitis hipersensitiviti Asma kerja Kanker paru akibat kerja Bronkitis industri
2. Definisi : Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pajanan bahan / zat di lingkungan tempat kerja. Tergantung bahan/zat penyebab, masing-masing mempunyai nama penyakit tersendiri.
3. Kriteria diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat yang akurat dan terinci
Keluhan tergantung berat ringannya penyakit, mulai dari batuk, sesak napas, penurunan berat badan sampai pada kecacatan yang menetap
Pemeriksaan faal paru tergantung berat ringannya penyakit, mulai dari yang ringan reversible sampai pada yang berat dan irreversible
Gambaran radiologi tergantung berat-ringannya penyakit. Untuk pneumokoniosis dinilai berdasarkan klasifikasi ILO tentang gambaran radiologis.
4. Diagnosis banding : Dapat berupa berbagai kelainan paru seperti: Bronkitis kronik Asma bronkial Tuberkulosis paru Penyakit paru interstitial Dan lain-lain
5. Pemeriksaan penunjang102
4.1. Umum : Foto toraks Uji faal paru (peakflow meter dan
spirometri)
4.2. Khusus : Uji provokasi bronkus CT Scanning toraks Uji kapasiti difusi Uji imunologi BAL (bronkoalveolar lavage) Biopsi paru
6. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
7. Perawatan rumah sakit : Pada kasus berat dan atau dengan kasus-kasus komplikasi kardiopulmoner dan komplikasi lain
8. Terapi : Penanganan pada dasarnya meliputi penanganan keluhan paru sesuai dengan kelainan yang ada, termasuk penanganan kardiopulmoner dan komplikasi lainnyaCatatan: Pemeriksaan kesehatan berkala termasuk
pemeriksaan fungsi paru memegang peranan utama untuk deteksi sedini mungkin dan mencegah kecacatan tetap
Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja perlu selalu ditaati
9. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B / C
10. Penyulit (komplikasi) : 10.1. Karena penyakit Korpulmonal
Gangguan paru dan pernapasan yang menetap
Mesotelioma dan kanker paru pada pajanan debu asbes
Tuberkulosis paru pada pajanan debu silica
Kecacatan paru
10.2. Karena tindakan Bronkospasme Pneumotoraks
103
Pneumonia11. Informed consent (tertulis) : Diperlukan pada tindakan-tindakan khusus
12. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru, untuk penanganan khusus di bidang masalah paru
Dokter Kesehatan kerja untuk penanganan umum dan lingkungan kerja
Dokter Spesialis Radiologi untuk pembacaan foto toraks sesuai Standar ILO
13. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
15. Output : Sembuh Kelainan menetap
Pada keadaan yang berat (komplikasi) dapat terjadi kematian
16. PA : Tergantung jenis pajanan dan penyakit
17. Autopsi / risalah rapat : -
18. Bidang terkait : Radiologi Kesehatan kerja
19. Fasilitas khusus : Laboratorium khusus analisis material Laboratorium uji provokasi bronkus dengan bahan spesifik
104
1. Nama penyakit / definisi : Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara dalam ruangan
Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara dalam ruangan adalah penyakit paru yang diakibatkan inhalasi bahan polutan dalam ruangan seperti asap hasil pembakaran (rokok, kompor, dll), gangguan sirkulasi udara di gedung, bahan yang mudah menguap, serat-serat inorganic dengan kadar yang tinggi di atas nilai normal
2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan/pajanan yang akurat dan terinci, keluhan dapat asimptomatik sampai gejala batuk, sesak napas, demam dan mengi
3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Bronkitis kronik Asma Tuberkulosis paru Pneumonia
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru
Khusus : Analisis gas darah, CT-scan toraks
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi
7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen
Terapi medikamentosa : Obat simptomatik, antibiotik bila terjadi infeksi
Terapi khusus : Menghindari penyebab, menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C
105
9. Penyulit (komplikasi) : Karena penyakit : Infeksi, gangguan paru dan
pernapasan yang menetap, kanker paru
Karena tindakan : Bronkospasme
10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus
11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru Dokter Spesialis Perawatan Intensiv
12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal
15. PA : -
16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Radiologi, kesehatan kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan dan kadar polutan
106
No. ICD-X: J 66
1. Nama penyakit / definisi : Bisinosis (J66)
Bisinosis adalah penyakit yang timbul akibat inhalasi debu kapas di lingkungan kerja. Bisinosis disebut juga brown lungdisease, cotton bract atau cotton lung disease.
2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat
yang mengandung kapas, hemp atau flax Gejala berupa rasa berat atau sempit di
dada (chest tighness), batuk dan sesak napas saat hari pertama kembali masuk kerja setelah istirahat akhir pekan.
Gejala yang timbul seperti batuk kering, millfever, weavercough bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
Klasifikasi WHO untuk bisinosis secara klinis : - Derajat B1 : Rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja- Derajat B2 : Rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja dan pada hari-hari bekerja selanjutnya
3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Bronkitis kronik Asma Asma akibat kerja
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)
Khusus : Uji provokasi bronkus dengan debu kapas
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru107
6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi
7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen
Terapi medikamentosa : Obat simptomatik, bronkodilator
Terapi khusus : Menghindari penyebab, menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C
9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan yang menetap
Karena tindakan : Bronkospasme
10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus
11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru
12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal
15. PA : -
16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Dokter Kesehatan Kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab
108
No. ICD-X: Z.00 – Z.13
1. Nama penyakit / diagnosis : Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check-up)
2. Indikasi : Pemeriksaan kesehatan berkala Pemeriksaan prasyarat bekerja
3. Diagnosis banding : -
4. Pemeriksaan penunjangAnamnesis : Keluhan yang ada
Riwayat penyakit paru yang pernah diderita atau yang masih diderita saat ini
Riwayat penyakit lainnya yang pernah atau masih diderita
Riwayat kebiasaan pribadi: merokok, minuman keras, NAPZA
Riwayat pekerjaan: jenis pekerjaan, lama bekerja, zat pajanan, keluhan akibat pekerjaan
Riwayat lingkungan: tempat tinggal, tempat bekerja
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan fisik / jasmani : Bisa tidak ditemukan kelainan
7. Pemeriksaan penunjang : Rontgen toraks PA, jika perlu lateral Uji faal paru (Spirometri)
Catatan:Selain pemeriksaan umum dapat dilakukan uji faal paru yang bersifat khusus sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan lain jika ditemukan kelainan- Dahak ◈ BTA 3 kali dengan biakan dan uji resistensi bila perlu ◈ Pulasan gram (pada dugaan infeksi bakterial)
◈ Jamur (pada dugaan infeksi jamur, namun harus dikonfirmasi
109
dengan pemeriksaan lain)◈Sitologi (pada kecurigaan keganasan paru dan saluran napas)
- Radiologi lain (seperti fluoroskopi, USG, CT Scanning toraks dll)
- Pemeriksaan lain yang dianggap terkait langsung dengan kelainan di paru
8. Output : Tidak ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dapat bekerja biasa dan melakukan semua aktiviti
Ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dapat bekerja dan melakukan aktiviti dengan pembatasan
Ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dianjurkan untuk tidak bekerja atau beraktiviti untuk sementara waktu atau seterusnya
110
No. ICD-X: J.67
1. Nama penyakit / definisi : Pneumonitis hipersensitiviti
Pneumonitis hipersensitiviti adalah penyakit paru kerja yang terjadi akibat inhalasi suatu bahan terutama organik. Pneumonitis hipersensitiviti sering disebut extrinsic allergic alveolitis, merupakan penyakit imunologi terjadi karena terinhalasi antigen (termasuk partikel organik) dengan berat molekul yang rendah, tidak bersifat atopi dan tidak berhubungan dengan kenaikan IgE atau eosinofil.
Bergantung pada agen penyebab pneumonitis hipersensitiviti diberi nama berbeda. Bila bahan penyebab jamur tanaman atau jerami pada petani sering disebut farmer’ lung disease, agen penyebab residu gula disebut bagassosis, penyebab plastik disebut plastic workers lung, penyebab logam cobalt disebut hard metal lung disease dll
2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat
yang akurat Pada yang akut akan timbul gejala sesak,
batuk nonproduktif, nyeri otot, rasa dingin, diaforesis, sakit kepala dan lemas yang terjadi dua sampai sembilan jam setelah terpajan antigen. Gejala akan meningkat setelah 6 sampai 24 jam dan akan menghilang setelah 1 sampai 24 jam tanpa pengobatan. Pada pneumonitis hipersensitiviti kronik akan timbul gejala sesak yang lebih berat, batuk produktif, nafsu makan menurun dan berat badan menurun.
Kriteria diagnosis pneumonitis hipersensitiviti :Kriteria mayor
111
Riwayat pajanan antigen atau terdapat serum antibodi
Gejala sesuai dengan pneumonitis hipersensitif
Terdapat kelainan pada foto toraks atau high resolution CT scan
Antigen dapat dibuktikan
Kriteria minor Ronki basah di kedua basal Penurunan kapasiti difusi Hipoksemia saat istirahat dan latihan Limfositosis pada BAL
Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi semua kriteria mayor dan paling sedikit empat kriteria minor serta menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala yang sama
3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Asma Sarkoidosis Demam inhalasi Infeksi virus & mikoplasma Tuberkulosis Infeksi jamur Penyakit interstitial lain Penyakit berilium kronik Limfoma/leukemia Inhalasi gas toksik
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Pemeriksaan darah tepi, foto toraks,
uji faal paru (spirometri)
Khusus : CT Scan toraks Uji kapasiti difusiBAL (Bronkoalveolar lavage)
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi
7. Terapi :112
Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen
Terapi medikamentosa : SimptomatisKortikosteroid seperti prednisolon 60 mg/hari selama 4 minggu.
Terapi khusus : Menghindari penyebab, prinsip-prinsip kesehatan kerja
8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C
9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan yang menetap
Karena tindakan : -
10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus
11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru
12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal
15. PA : -
16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab
113
No. ICD-X : J611. Nama penyakit / definisi : Asbestosis (J61)
Asbestosis adalah penyakit paru yang timbul akibat inhalasi debu serat asbes yang ditandai dengan fibrosis interstitial difus pada paru
2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat
yang mengandung serat asbes Diagnosis asbestosis ditegakkan bila
terdapat fibrosis parenkim paru difus dengan atau tanpa penebalan pleura dan terdapat riwayat pajanan serat asbes. Riwayat pajanan meliputi lama, awitan, tipe dan intensiti pajanan yang diterima penderita
Gambaran radiologis dinilai dengan penderajatan menurut ILO. Beberapa gambaran khas adalah perselubungan halus ireguler, tersebar di daerah posterior, basal paru dan subpleura. Plak pleura, sangat spesifik untuk mengetahui riwayat pajanan serat asbes dan digunakan sebagai petanda pajanan serat asbes.
Diagnosis mikroskopis asbestosis ditegakkan bila terdapat fibrosis interstisial difus dan asbestos body. Asbestos body adalah serat asbes dengan selaput protein dan besi yang terbentuk setelah serat asbes terdeposit.
3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit pneumokoniosis lain Tuberkulosis
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)
Khusus : Kapasiti difusiCT Scan toraksUji imunologiBronkoskopi ( Biopsi)
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru114
6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi
7. Terapi :Umum : Menghindari pajanan lebih lanjutTerapi Nonmedikamentosa :Terapi medikamentosa : Bersifat simptomatisTerapi khusus : Menghindari penyebab, prinsip-prinsip
kesehatan kerja
8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C
9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan
yang menetap, Kanker Paru Mesotelioma
Karena tindakan : -
10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus
11. Standar tenaga : Dokter spesialis paru
12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Output : Kelainan menetap, komplikasi, meninggal15. PA : -
16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab
115
No. ICD-X: J62
1. Nama penyakit / definisi : Silikosis (J62)
Silikosis merupakan penyakit parenkim paru akibat kerja yang diakibatkan inhalasi silikon dioksida atau silika. Silikosis dapat timbul akibat inhalasi debu yang mengandung kristal silika yang tersebar secara luas di permukaan bumi.
Berdasarkan waktu pajanan, konsentrasi pajanan dan perkembangan penyakitnya, silikosis dibagi atas : Silikosis akut Silikosis terakselerasi Silikosis kronik
2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan / zat
yang mengandung silika seperti pertambangan, penggalian granit, pasir, batu tulis, tukang batu, pabrik keramik, penuangan logam, semen dan proyek bangunan dll.
Silikosis kronik timbul akibat pajanan terhadap debu silika dengan konsentrasi rendah selama 15 tahun atau lebih. Gejala berupa sesak napas awalnya terlihat pada waktu kerja kemudian pada saat beristirahat. Sesak napas makin lama makin memberat. Periode terakhir pasien silikosis adalah kegagalan kardiorespirasi.
Silikosis akut terjadi akibat pajanan silika bebas konsentrasi tinggi dan berlebihan dalam waktu singkat yaitu dalam beberapa minggu sampai 5 tahun. Riwayat penyakit yang khas yaitu sesak napas progresif, demam, batuk dan penurunan berat badan sesudah pajanan singkat terhadap silika konsentrasi tinggi.
116
Silikosis terakselerasi terjadi karena pajanan silika selama 5-10 tahun. Progresiviti penyakit tetap berlangsung meskipun pekerja telah dihindarkan dari pajanan. Gejala, gambaran foto toraks serta gambaran patologi mirip dengan silikosis kronik tetapi terjadi lebih cepat dan perburukan terjadi progresif sering disertai infeksi mikobakterium tipikal dan atipikal
Gambaran radiologis dinilai dengan penderajatan menurut ILO. Beberapa gambaran khas adalah nodul silikosis pada parenkim dan kelenjar getah bening dan akhirnya terjadi fibrosis masif progresif (FMP) ditandai penggabungan perselubungan halus menjadi lesi lebih besar menjadi lesi kategori A sampai C menurut penderajatan ILO.
3. Diagnosis banding : Penyakit pneumokoniosis lain Tuberkulosis
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)
Khusus : Kapasiti difusiCT Scan toraksUji imunologiBronkoskopi ( Biopsi)
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi
7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : -
Terapi medikamentosa : Bersifat simptomatis
117
Terapi khusus : Menghindari penyebab, menjalankan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja
8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C
9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan
yang menetap, infeksi tuberkulosis Kanker Paru Pneumotoraks
Karena tindakan : -
10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus
11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru
12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan
14. Output : Kelainan menetap, komplikasi, meninggal
15. PA : -
16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Radiologi, dokter kesehatan kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab
118
1. Nama penyakit / definisi : Asma kerja
Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran jalan napas yang bervariasi dan atau hipereaktiviti bronkus nonspesifik disebabkan oleh penyebab dan keadaan di lingkungan pekerjaan tertentu dan rangsangan tersebut tidak dijumpai di luar tempat kerja.
2. Kriteria Diagnosis : Menurut ACCP (American College of Chest Physician), kriteria diagnosis untuk asma kerja harus memenuhi semua 4, A sampai D sebagai berikut :
A. Diagnosis asma oleh dokter dan atau ada bukti secara faal paru terjadi hipereaktiviti saluran napas.
B. Pajanan di tempat kerja mendahului awitan gejala asma
C. Ada hubungan antara gejala dengan pekerjaan
D. Ada pajanan dan atau ada bukti secara faal paru, hubungan antara asma dengan lingkungan kerja (diagnosis asma kerja membutuhkan satu atau lebih dari D2-D5, pada umumnya asma kerja membutuhkan hanya D1).
D1. Pajanan di tempat kerja terhadap bahan yang dilaporkan dapat meningkatkan asma Kerja
D2. Perubahan VEP1 dan atau APE yang berhubungan dengan tempat kerja
D3. Perubahan hipereaktiviti bronkus nonspesifik secara serial yang
berhubungan dengan kerjaD4. Uji provokasi bronkus spesifik
positifD5. Onset asma secara jelas ber-
hubungan dengan gejala akibat pajanan bahan iritan di tempat kerja (umumnya pada RADS)
3. Diagnosis banding : Asma yang diperberat di tempat kerja
119
PPOK SOPT
4. Pemeriksaan penunjangUmum : Darah lengkap
Foto toraksKhusus : APE atau VEP1 serial selama 2 minggu
Uji provokasi bronkus spesifik dan Nonspesifik Uji kulit
5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru
6. Perawatan rumah sakit : Bila eksaserbasi
7. Terapi :Umum : Hindarkan pajanan Terapi Nonmedikamentosa :
Terapi medikamentosa : Bronkodilator Steroid
Terapi khusus :
8. Standar rumah sakit :
9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Karena tindakan : -
10. Penjelasan dengan persetujuan :
11. Standar tenaga :
12. Lama perawatan :
13. Masa pemulihan :
14. Output :
15. PA : -16. Autopsi/risalah rapat : -
17. Bidang terkait : Kesehatan kerja
18. Fasiliti khusus : Laboratorium faal paru dan uji provokasi bahan spesifik
120
Faal Paru
121
No. ICD-IX-CM: 89.37 dan 89.38Nama penyakit Faal Paru (Spirometri)
1. Definisi Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi paru
2. Diagnosis Pemeriksaan faal paru dilakukan pada semua pasien yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum indikasi pemeriksaan faal paru pada :1. Penderita yang mempunyai riwayat kelainan
paru2. Penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk
tindakan anestesi/bedah seperti perokok, obesitas dan usia diatas 60 tahun
3. Penderita yang akan menjalani tindakan bedah abdomen dan toraks Pemeriksaan faal paru berguna untuk
menentukan risiko anestesi dan atau pembedahan, bukan menentukan indikasi dan indikasi kontra tindakan bedah
Risiko anestesi/pembedahan dibagi dalam tiga tingkat yaitu, risiko ringan, risiko sedang dan risiko tinggi
Nilai faal paru dalam menentukan risiko anestesi/pembedahan a. Pembedahan diluar abdomen dan toraks
- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 > 60%
- Risiko sedang bila : KV > 30% VEP1 > 30 %
- Risiko tinggi bila : KV < 30% VEP1 < 30%
b. Pembedahan abdomen bagian bawah- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 >
60%- Risiko sedang bila : KV > 35% VEP1 >
60%- Risiko tinggi bila : KV < 35% VEP1 <
60%c. Pembedahan abdomen bagian atas
- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 > 60%
- Risiko sedang bila : KV > 40% VEP1 > 60%
- Risiko tinggi bila : KV < 40% VEP1 < 60%
122
d.Pembedahan toraks tanpa pengangkatan jaringan paru risiko tindakan sama dengan pembedahan abdomen bagian atas
e. Reseksi paru- Risiko ringan :
1. Pneumonektomi KV paru kontra lateral lebih dari
45% VEP1 > 60% 2. Pembedahan nilateral
KV > 60% 3. Pembedahan bilateral
KV > 75% VEP1 > 60%- Risiko sedang : 1. Pneumonektomi KV paru kontra lateral lebih dari 35% VEP1 > 60% 2. Pembedahan unilateral KV > 60%, KV paru kontra lateral > 20% VEP1> 60% 3. Pembedahan bilateral KV > 50% VEP1 > 60% - Risiko tinggi, keadaan ini berbahaya
bahkan pembedahan mungkin tidak dapat dilakukan apabila nilai faal paru kurang dari batas bawah nilai faal paru pada risiko sedang
3. Etiologi
4. Pemeriksaan penunjang Spirometri4.1. Umum4.2. Khusus
5. Faktor risiko
123
6. Diagnosis banding
7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus
8. Perawatan rumah sakit Rawat jalan Rawat inap
9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan
10. Informed consent (surat persetujuan)
11.Masa pemulihan
12.Bidang terkait
13.Fasilitas khusus
14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam
124
top related