standar pelayanan medis rsud ef

208
STANDAR PELAYANAN MEDIS SMF PARU RSUD EMBUNG FATIMAH KOTA BATAM 2013

Upload: anopatau

Post on 18-Jul-2016

179 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

SPO MDR TB

TRANSCRIPT

Page 1: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

STANDAR PELAYANAN MEDIS SMF PARU

RSUD EMBUNG FATIMAHKOTA BATAM

2013

Page 2: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Kata Pengantar

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, SMF Paru telah dapat menyusun Standar

Pelayanan Medis serta Standar Prosedur Operasional Tindakan Medis dan Terapi Staf

Medik Fungsional yang biasa dilakukan. Standar tersebut telah mengalami revisi,

disesuaikan dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Dengan demikian, isi atau

acuan langkah-langkah prosedur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik serta dapat

meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien, sehingga tujuan untuk

memberikan pelayanan sebaik-baiknya di rumah sakit insya Allah dapat tercapai.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun / merevisi

protap standar ini, sehingga kerja keras kita dapat berguna dan bermanfaat buat kita dan

pasien khususnya.

Kami harapkan Standar Pelayanan Medis ini dapat digunakan pada setiap kerja

dalam memberikan pelayanan pada pasien.

Jakarta, 3 September 2013

Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah

Ka. SMF Paru,

dr. Dianiati Kusumo Sutoyo, SpP(K)

NIP : 19580307 198403 2001

i

Page 3: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

DAFTAR ISI HalKata Pengantar iDaftar Isi iiI. INFEKSI 1

A. Bronkiektasis 2B. Pneumonia 4

1. Komuniti (CAP) 42. Nosokomial (HAP) 73. VAP (ventilator aqcuired pneumonia) 74. Pneumonia/Aspirasi Benda Asing 10

C. Bronkitis akut 12D. Tuberkulosis 14

1. MDR dan XDR 142. Pleuritis TB 183. Drug Induce Hepatitis4. Ko infeksi TB –HIV5. Kondisi Khusus

E. Penyakit Jamur Paru 23 F. Abses Paru 25 G. SARS 28 H. Avian Influenza (H5N1) 32 I. Empiema Toraks 37 J. Bronkiolitis 39 K. Swine Flu (H1N1) 40

II. PENYAKIT PARU OBSTRUKSI A. Asma 42 B. PPOK 45 C. Sindrom henti napas (sleep disorder breathing) 48

III. GAWAT NAPAS A. Hemoptisis 51 B. Pneumotoraks 53 C. Cedera Paru Akut 55 D. ARDS 57 E. Emboli Paru 59 F. Edema Paru 61 G. Tenggelam (near drowning) 63 H. Trauma toraks 65 I. Gagal napas akut 68 J. Pneumomediastinum 71 K. Kor Pulmonale Kronik 73

ii

Page 4: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

IV. KEGANASAN RONGGA TORAKS A. Kanker paru 77

B. Nodul Paru Soliter 83C. Tumor Metastasis di paru 85D. Tumor Mediastinum 88E. Mesothelioma (Tumor Primer Pleura) 93F. Nodul Paru Soliter 96

V. IMUNOLOGI Sindrom Stevens Johnson Akibat Alergi Obat 99 Interstitial Lung disease

VI. PENYAKIT PARU LINGKUNGAN & KERJA A. Penyakit Paru Kerja 102 B. Penyakit paru akibat polusi udara dalam ruangan 105 C. Bisinosis 107 D. Pemeriksaan Kesehatan 109 E. Pneumonitis Hipersensitiviti 111 F. Asbestosis 114 G. Silikosis 116 H. Asma Kerja 119

I. Smoking Cessation

VII. FAAL PARU Faal Paru (Spirometri) 122

iii

Page 5: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

INFEKSI

1

Page 6: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.47I. Nama Penyakit BRONKIEKTASIS

1. Definisi Ialah penyakit paru dengan pelebaran bronkus dan kerusakan dinding bronkus yang bersifat kronik dan menetap. Biasanya terjadi pada percabangan ke 4/5 dari bronkus yang penampangnya lebih dari 2 mm

2. Diagnosis Tanda dan gejala yang timbul tergantung dari beratnya penyakit, luasnya lesi, lokasi, ada tidaknya komplikasi dan penyakit yang mendasari

Gejala klinis dapat tidak ditemukan atau berupa batuk kronik, dahak purulen, demam, lemah dan berat badan menurun atau batuk darah. Pada keadaan lanjut dapat disertai sesak napas

Batuk dengan dahak banyak, purulen terutama terjadi setelah istirahat lama terlentang (tidur)

Secara makroskopik dijumpai sputum 3 lapis (lapisan busa, purulen dan mukoid)

Kelainan anatomi berupa pelebaran bronkus yang dapat terlihat dengan pemeriksaan bronkografi, CT scan toraks dan kadang-kadang dengan foto toraks biasa

3. Pemeriksaan penunjanga. Umum Foto toraks PA & lateral

Laboratorium rutin darah: hitung lekosit meningkat Kultur mikroorganisme & uji resistensi sputum

b. Khusus CT scanning toraks resolusi tinggi (HRCT) Pengambilan bahan untuk biakan & uji resistensi

mikroorganisme penyebab dengan aspirasi transtrakeal, bronkoskopi dengan sikat kateter terlindung ganda

Foto sinus paranasalis jika dicurigai ada sinusitis Faal paru Pemeriksaan fokal infeksi di gigi

2. Faktor risiko Infeksi paru berulang Dyskinetic cilia syndrome Kistik fibrosis Kelainan struktur bronkial kongenital Defisiensi pertahanan tubuh (termasuk HIV)

3. Diagnosis banding Fibrosis paru TB paru Bronkitis kronik

Fibrosis kistik4. Terapi

2

Page 7: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

a. Medikamentosa Antibiotika bila ada tanda-tanda infeksi Anti inflamasi jangka panjang ( makrolid dosis

rendah ) Kortikosteroid pada saat inflamasi akut Simptomatik: mukolitik dan ekspektoran Bronkodilator bila ada obstruksi Koagulan bila batuk darah

b. Non medikamentosa

Oksigen Fisioterapi

- Postural drainage bila dahak amat banyak- Breathing Exercises- Coughing Exercises

Cuci bonkus atau bronchial toilet, bila produksi sputum amat banyak

c. Khusus Pembedahan lobektomi atau pneumonektomi bila kelainan unilateral disertai keluhan infeksi dan batuk darah berulang

5. Perawatan rumah sakit Rawat inap pada bronkiektasis dgn penyulit misal infeksi berulang atau hemoptisis

6. Penyulit (komplikasi) Sepsis Hemoptisis masif Gagal napas

7. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu bila ada diagnostik invasif

8. Masa pemulihan/ Lama rawat

1-2 minggu (bila tidak ada penyulit)

9. Bidang terkait Mikrobiologi Rehabilitasi medik Bedah toraks THT Gigi

10. Fasilitas khusus OK bila dilakukan tindakan bedah ICU bila memerlukan ventilator mekanik

11. Prognosisa. Ad fungsionam Dubia ad bonamb. Ad sanasionam Dubia ad bonamc. Ad vitam Dubia ad bonam

3

Page 8: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.18II. Nama penyakit PNEUMONIA 1. Definisi ialah peradangan paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa), bukan disebabkan M.tb

Nama penyakit PNEUMONIA KOMUNITI1. Definisi Pneumonia yang didapat di masyarakat

2. Diagnosis Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinik, pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium.Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda

konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan dengan menggunakan system skor menurut Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) dgn modifikasi PDPI

3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral

Laboratorium rutin darah- jumlah leukosit meninggi- pada hitung jenis terdapat dominasi sel

leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi CRP Prokalsitonin

3.2. Khusus Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan ujiresistensi dari:

- Darah- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus

4. Faktor risiko Usia lebih dari 65 tahun Riwayat pengobatan antibiotik Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan (selain HIV) Penyakit penyerta yang multipel Penghuni rumah jompo

Page 9: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Memiliki penyakit dasar kelainan jantung paru Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Gizi kurang HIV

5. Diagnosis banding Tumor paru TB paru Mikosis paru Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

6. Terapi6.1. Medikamentosa Awal terapi antibiotik bersifat empirik dan harus

diberikan < 8 jam Antibiotika sesuai hasil bakteriologik Pemberian obat simptomatik antara lain

antipiretik, mukolitik dan ekspektoran Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam Anti inflamasi sistemik (dalam keadaan berat) Immunoglobulin /IVIG (dalam keadaan berat) Activated Protein C/APC (dalam keadaan berat)

6.2. Non medikamentosa Istirahat Untuk penderita yang membutuhan O2 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

6.3. Khusus Pengisapan lendir bila perlu dengan bronkoskop Bronchial toilet bila terdapat:

- retensi sputum- atelektasis

Ventilator mekanis bila terjadi gagal napas

7. Perawatan rumah sakit Indikasi rawat inap bila penderita Mempunyai skor PORT lebih dari 70 Bila skor kurang dari 70 dirawat bila disertai salah

satu kriteria, yaitu :- frekuensi napas > 30/mnt- lesi foto toraks melibatkan > 2 lobus atau

bilateral- TD sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60

mmHg- PaO2/F1O2 < 250 mmHg

Pneumonia pada pengguna NAPZA

8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Abses paru

Empiema Atelektasis Sepsis Gagal napas

Page 10: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Komorbid lainnya

8.2. Karena tindakan dihilangkan

-

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanik

10. Masa pemulihan/ Lama rawat

± 1 minggu (tanpa komplikasi)

11. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi

12. Fasilitas khusus ICU bila terjadi gagal napas

13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonam

Ad vitam Dubia ad bonam

6

Page 11: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.18

Nama penyakit PNEUMONIA NOSOKOMIAL (HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA),

Definisi Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum masuk rumah sakit

1. Diagnosis Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan tidak dalam masa inkubasi

Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :

- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

- Ditambah 2 diantara berikut ini : suhu tubuh > 380C sekret purulen leukositosis

2. Pemeriksaan penunjang2.1. Umum Foto toraks PA dan lateral

Laboratorium rutin darah- pada hitung jenis terdapat dominasi sel

leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob,

aerob dan atipik Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan

resistensi dari: - Darah

- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus- Sikatan bronkus dengan kateter ganda

terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL) Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu

menentukan berat penyakit CRP (C Reactive Protein) Prokalsitonin

2.2. Khusus CT Scan Toraks Biopsi paru

Page 12: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

3. Faktor risiko Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh

- Penyakit kronik (penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan rumah sakit yang lama, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi, malnutrisi, umur lanjut, pemakaian steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok haemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis

Faktor eksogen- Pembedahan- Penggunaan antibiotik- Peralatan terapi pernapasan- Pemasangan alat-alat bantu antara lain :

akses vena dan kateter urin - Pemasangan pipa/selang nasogastrik,

pemberian antasida dan alimenrasi enteral- Lingkungan rumah sakit (infection control

tidak berjalan dengan baik) contohnya : Petugas rumah sakit cuci tangan tidak

sesuai dengan prosedur Penatalaksanaan dan pemakaian alat

yang tidak sesuai prosedur Pasien dengan kuman MDR dan tidak

dirawat di ruang isolasi

4. Diagnosis banding TB paru Tumor paru Mikosis paru Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

5. Terapi5.1. Medikamentosa Semua terapi awal antibiotik adalah empirik

dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, termasuk dengan memperhitungkan pola resistensi setempat

Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis

7

Page 13: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk

Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik/ekspektoran, bronkodilator

Terapi oksigen dengan berbagai jenis (nasal kanul, simple mask, Non Rebreathing Mask, Rebreathing Mask, Non Invasive Ventilator ataupun pemasangan pipa endotrakeal/ETT dan ventilator mekanik)

5.2. Non medikamentosa Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan lambung

Pencegahan aspirasi saluran napas bawah Pencegahan inokulasi eksogen Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien Fisioterapi dada

5.3. Khusus Pengisapan lendir dengan suctioning dan bronkoskop

Bronchial toilet bila terdapat: Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas Pemasangan pipa nasogastrik Pemberian obat proteksi lambung seperti :

PPI, antasida, H2 inhibitor dll

6. Perawatan rumah sakit Perawatan rawat inap

7. Penyulit (komplikasi) -7.1. Karena penyakit Abses paru

Empiema Atelektasis paru Septikemia Gagal napas

7.2. Karena tindakan -

8. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanis

9. Masa pemulihan ± 1 minggu bila tidak ada penyulit

8

Page 14: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

10. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi Intensivist

11. Fasilitas khusus HCU,ICU bila terjadi gagal napas

12. PrognosisAd fungsionam Dubia ad malamAd sanasionam Dubia ad malamAd vitam Dubia ad malam

9

Page 15: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.18Nama penyakit VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA

(VAP)

Definisi ventilator associated pneumonia adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal

13. Diagnosis Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah pemakaian ventilator dan tidak dalam masa inkubasi

Diagnosis ventilator associated pneumonia ditegakkan atas dasar :

- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif- Ditambah 2 diantara berikut ini :

suhu tubuh > 38oC sekret purulen leukositosis

14. Pemeriksaan penunjang14.1. Foto toraks PA dan lateral

Laboratorium rutin darah- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN

Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi anaerob, aerob

dan atipik Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan resistensi dari: - Darah

- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus- Sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan

bronchoalveolar lavage (BAL) Pemeriksaan analisis gas darah untuk membantu

menentukan berat penyakit CRP (C Reactive Protein) Prokalsitonin

14.2. CT Scan Toraks Biopsi paru

15. Faktor risiko Perawatan dengan memakai ETT/ ventilator16. Diagnosis banding TB paru

Mikosis paru Keganasan rongga toraks Efusi pleura (bila lesi terletak di lobus bawah paru)

17. Terapi

Page 16: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

17.1. Terapi awal antibiotik spektrum luas dengan

memperhitungkan pola resistensi setempat Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang

berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.

Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis

Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk

Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik/ekspektoran dan bronkodilator

17.2. NNon medikamentosa Pencegahan kolonisasi pada orofaring dan lambung Pencegahan aspirasi saluran napas bawah Pencegahan inokulasi eksogen Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien Fisioterapi dada

17.3. Pengisapan lendir bila perlu dengan suctioning dan bronkoskop

Bronchial toilet bila terdapat: Ventilator mekanik bila terjadi gagal napas

18. Perawatan rumah sakit Perawatan rawat inap

19. Penyulit (komplikasi) -19.1. Sepsis

Gagal napas Abses paru Empiema Atelektasis paru

19.2. -

20. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanis

Page 17: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

21. Masa pemulihan ± 2 – 4 minggu

22. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi

23. Fasilitas khusus ICU isolasi

24. PrognosisAd fungsionam Dubia ad malamAd sanasionam Dubia ad malamAd vitam Dubia ad malam

Page 18: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.18Nama penyakit PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING

1. Definisi ialah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa), akibat aspirasi benda asing berupa cairan.

2. Diagnosis Riwayat aspirasi cairan, sesak napas tiba-tiba setelah aspirasi dan disertai gejala infeksi. Diagnosis pasti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,

suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat keparahan penyaki dilakukan dengan menggunakan system skor menurut Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) dgn modifikasi PDPI

3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral

Bronkoskopi Laboratorium rutin darah

- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme, uji resistensi, anaerob, aerob dan

atipik

3.2. Khusus CT scan toraks Pemeriksaan biakan mikroorganisme dan ujiresistensi dari:

- Darah- Aspirat transtrakea- Aspirat transtorakal- Bilasan bronkus

4. Faktor risiko Gangguan neuromuskuler Anesthesia Penyakit serebrovaskuler Keracunan obat dan alkohol Meningitis dan ensefalitis Gangguan metabolik Kesadaran menurun, koma atau syok Gangguan menelan Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah pipa endotrakeal dan pipa nasogaster obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula

Page 19: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

trakeoesofagus neoplasma yang melibatkan daerah pita suara trakeostomi Drowning (tenggelam)

5. Diagnosis banding ILD (interstitial lung diseases) Mikosis paruTumor paru

6. Terapi6.1. Medikamentosa Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik

dan bronkodilatorAntibiotik Anti inflamasiTerapi oksigenBronkoskopi

6.2. Non medikamentosa6.3. Khusus Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda

asing

7. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap

8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Infeksi

Sulit menelan (disfagia), Atelektasis paru Gagal napas

8.2. Karena tindakan - Gagal napas

9. Informed consent (surat persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan

10. Masa pemulihan + 2 – 4 minggu

11. Bidang terkait Radiologi THT Bedah toraks Anestesi

12. Fasilitas khusus OK ICU

13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam

Page 20: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit PNEUMONIA / ASPIRASI BENDA ASING

14. Definisi Obstruksi saluran napas akibat inhalasi benda asing seperti kacang, mainan, koin logam, makanan, minuman, gigi palsu dan lain-lain masuk dalam saluran napas

15. Diagnosis Riwayat aspirasi benda asing, sesak napas tiba-tiba setelah aspirasi dan sulit berbicara. Foto toraks terdapat gambaran benda yang teraspirasi terutama bila mengandung logam

16. Pemeriksaan penunjang16.1. Foto toraks PA dan lateral

16.2. Bronkoskopi CT scan toraks

17. Faktor risiko Gangguan neuromuskuler Anesthesia Penyakit serebrovaskuler Keracunan obat dan alkohol Meningitis dan ensefalitis Gangguan metabolik Kesadaran menurun, koma atau syok Gangguan menelan Penyakit saluran cerna, akalasia esofagus gangguan pengosongan lambung, ileus, muntah pipa endotrakeal dan pipa nasogaster obstruksi esophagus, divertikulum atau fistula

trakeoesofagus neoplasma yang melibatkan daerah pita suara trakeostomi

18. Diagnosis banding Tumor paruPneumoniaMikosis paru

19. Terapi19.1. Obat simptomatik seperti analgetik dan antipiretik, mukolitik

dan bronkodilatorAntibiotik Suplementasi oksigen

19.2.19.3. Bronkoskopi atau pembedahan untuk pengambilan benda

asing

20. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap

Page 21: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

21. Penyulit (komplikasi) 21.1. Infeksi

Sulit menelan (disfagia), Atelektasis paru Gagal napas

21.2. -

22. Informed consent (surat persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan tindakan

23. Masa pemulihan +1 minggu

24. Bidang terkait Radiologi THT Bedah toraks Anestesi

25. Fasilitas khusus OK ICU

26. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam

11

10

Page 22: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.20III. Nama penyakit BRONKITIS AKUT

1. Definisi Proses radang akut pada saluran bawah. Tidak dijumpai kelainan radiologi. Penyebab tersering adalah virus. Bila berlangsung lebih dari 5 – 7 hari dan terjadi perubahan warna sputum perlu dipikirkan infeksi bakteri

2. Diagnosis Demam, batuk-batuk (dari batuk kering sampai berdahak), kadang-kadang disertai sesak napas dan disertai nyeri dada

3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral

Laboratorium rutin darah- Hitung leukosit mungkin meningkat- Pada hitung jenis, terdapat dominasi sel leukosit PMN- Sputum mikroorganisme atas indikasi

3.2. Khusus Sesuai komplikasi

4. Faktor risiko Perokok5. Diagnosis banding Infeksi akut saluran napas bagian atas

Bronkopneumonia TB paru

6. Terapi6.1. Medikamentosa Mukolitik

Ekspektoran Bronkodilator (bila perlu) Antitusif bila perlu Antibiotika bila perlu

6.2. Non medikamentosa Istirahat Suplemen O2

Hidrasi (terapi cairan)

6.3. Khusus Terapi inhalasi bila perlu Sesuai komplikasi

7. Perawatan rumah sakit Rawat jalan

8. Penyulit (komplikasi) -8.1. Karena penyakit Pneumonia

Abses paruEmpiemaSeptikemia

12

Page 23: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

8.2. Karena tindakan -

9. Informed consent (surat persetujuan)

Tidak perlu

10. Masa pemulihan 5-7 hari

11. Bidang terkait RadiologiMikrobiologi

12. Fasilitas khusus -

13. PrognosisAd fungsionam Dubia ad bonamAd sanasionam Dubia ad bonamAd vitam Dubia ad bonam

13

Page 24: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: A.15IV.Nama penyakit TUBERKULOSIS

1 Definisi ialah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnyaGejala klinisGejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat) Gejala respiratorik

- Batuk ≥ 2 minggu- Batuk darah- Sesak napas- Nyeri dada- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai tidak ada

gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi

Gejala sistemik- Demam- Malaise, keringat malam, anoreksia dan penurunan

berat badan Gejala tuberkulosis ekstraparu

- Tergantung organ yang terlibat. Pada limfadenitis tuberkulosis terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri kelenjar getah bening. Pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis. Pleuritis tuberkulosis terdapat sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang terkena. Pada spondilitis tuberkulosis terdapat tonjolan pada korpus vertebrae disertai dengan atau tanpa defisit neurologis

Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberikan gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

- Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier- Efusi pleura unilateral (umumnya) dan bilateral

(jarang) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik-Kalsifikasi

-Schwarte

Page 25: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan umum BTA sputum langsung

Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan

indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) sering meningkat pada proses aktif tetapi hasil normal tidak menyingkirkan TB

Uji Tuberkulin bila perlu

Pemeriksaan khusus Analisis cairan pleura Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman tuberkulosis

(sediaan langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai bilasan lambung

Histopatologi jaringan PCR Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti

BACTEC IGRA (Interferon gamma release assay)

Faktor risiko Malnutrisi Diabetes melitus Penderita dengan Human Immunodeficiency virus (HIV)

Diagnosis banding Pneumonia Bronkiektasis Mikosis paru Tumor paru

Penyakit ini perlu diwaspadai pada kasus yang termasuk risiko tinggi untuk kanker paru yakni umur 40 – 50 tahun, laki-laki, perokok berat, BTA sputum (-) tidak menampakkan respons klinik yang memadai pada awal pengobatan

3. Terapi Medikamentosa Pengobatan TB dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto toraks lesi luas, TB ekstra paru berat 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks lesi minimal, ekstra paru ringan 2 RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3

TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE.

Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat

Page 26: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

RHE selam 5 bulan TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji

resistensi diterapi dengan OAT kategori II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT diberikan sesuai hasil uji resistensi

TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan maka

pengobatan dilanjutkan sampai selesai b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :

- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Lanjutkan pengobatan sambil menunggu hasil.

- Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai

- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai, bila pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk kategori I pindah ke kategori II atau sesuai uji resistensi.

c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan - Hentikan OAT - Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan pasien di observasi sampai keluar hasil kultur - Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I sebelumnya pindah ke kategori II atau

pengobatan sesuai dengan uji resistensi.

TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pertimbangkan pembedahan, kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada

Page 27: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

tabel 3. Keuntungan Kombinasi Dosis Tetap antara lain:1. Penatalaksanaan sederhana dengan

kesalahan pembuatan resep minimal2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan

pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap

Fase intensif Fase lanjutan2 bulan 4 bulan

BB Harian Harian 3x/minggu

(RHZE)150/75/400/27

5

(RH)150/75

(RH)150/150

30-

37

38-

54

55-

70

>71

2

3

4

5

2

3

4

5

2

3

4

5

Penentuan dosis terapi Kombinasi Dosis Tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.

Pada kasus yang mendapat obat Kombinasi Dosis Tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit /

Page 28: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.

Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, antiemetik , bronkodilator dll

Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam jiwa)

penanganan reaksi tidak diinginkan dari OAT:*

Non medikamentosa Makan makanan bergizi, bila perlu diberikan vitamin

tambahan

16

Page 29: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

4. Perawatan rumah sakit Pada prinsipnya pasien TB paru dapat berobat jalan Indikasi rawat

- batuk darah - pneumotoraks- keadaan umum lemah- sesak napas- komplikasi lain : pneumonia- malnutrisi- gagal napas

TB di luar paru - TB paru milier- Meningitis TB

Pengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

5. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit Penyebaran milier

TB ekstrapulmoner Destroyed lung / lobe (luluh paruh) Batuk darah masif / berulang Pneumotoraks Gagal napas Gagal jantung

Karena tindakan -

6. Informed consent Perlu jika ada indikasi tindakan

7. Masa pemulihan Bila tanpa penyulit dapat bekerja biasa

8. Bidang terkait Mikrobiologi Radiologi Patologi anatomi Bedah toraks Bedah Orthopedi Penyakit dalam Anak

9. Fasilitas khusus Kamar bedah toraks, bila perlu tindakan bedah

10. Prognosisad fungsionam Dubia ad bonamad sanasionam Dubia ad bonamad vitam Dubia ad bonam

17

Page 30: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB) DAN EXTENSIVELY DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS (XDR)

1. Definisi Resistensi ganda menunjukkan M. tuberkulosis resisten terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :

1. Resistensi primer : apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB

2. Resistensi inisial : apabila tidak tahu pasti apakah penderita sudah pernah mendapat riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak

3. Resistensi sekunder : apabila penderita penderita telah punya riwayat pengobatan sebelumnya

MULTIDRUG RESISTANT TB (MDR-TB)TB yang resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin

EXTENSIVELY DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS (XDR)MDR ditambah dengan salah satu obat golongan kuinolon dan minimal satu dari 3 OAT injeksi (Capriomisin, kanamisin dan amikasin)

2. Diagnosis AnamnesisSama seperti gejala TB lainnya : batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, demam keringat malam, anoreksia, sesak napas, nyeri dada. Riwayat pengobatan TB sebelumnya

Pemeriksaan fisis: TB paru tergantung luas kelainan struktur paru, pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum

3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Sputum BTA mikroskopik 3 kali

Kultur dan uji resistensi M tb M GIT Persiapan pemberian obat

Data klinis, termasuk berat badan Foto toraks Kreatinin serum Kalium serum Thyroid stimulating hormon (TSH) Enzim hepar (SGOT, SGPT)

Page 31: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Hb dan leukosit

Indikasi pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang diindikasikan untuk

semua pasien yang akan diobati TB MDR. Beberapa pemeriksaan khusus seperti test HIV, test Kehamilan, tes pendengaran dan penglihatan dilakukan bila dari pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) menunjukkan ada indikasi.

Khusus HIV, jika secara klinis dicurigai HIV maka lakukan konseling sebelum pemeriksaan.

3.2. Khusus HAIN test BACTEC MODS Gen Expert

18

Page 32: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

4. Faktor risiko Rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan Meningkatnya insidens TB di beberapa daerah dan

tingginya prevalensi infeksi HIV Masih kurangnya fasilitas (kontrol infeksi dan isolasi

penderita) untuk mencegah penularan TB Keterlambatan diagnosis TB Keterlambatan mengetahui ada resistensi obat karena

lamanya mendapatkan informasi hasil tes kepekaan Penderita smear dan kultur positif persisten Kontak dengan penderita MDR-TB Lahir di daerah dengan prevalensi resisten OAT tinggi

5. Diagnosis banding Mycobacterium other than tuberculosis/ (MOTT)Koinfeksi TB HIV

6. Terapi 6.1. Medikamentosa

Saat ini paduan yang dianjurkan ialah minimal 4 OAT yaitu OAT lini 1 yang sensitif ditambah lini 2 yaitu suntikan, kuinolon, (siprofloxacin dosis 1000-1500 mg atau oflokasasin atau 800 mg mg atau levofloksasin 750mg atau moksifloksasin 400 mg ), etionamid,sikloserin, klofazimin, amoksisilin + asam klavulanat

Lama pengobatan terdiri dari 2 fase Fase intensif minimal 6 bulan Fase lanjutan minimal 18 bulan setelah kultur negatif

Pengobatan TB MDR adalah bagian dari penatalaksanaan pasien TB MDR. Pada tahap uji pendahuluan ini pasien TB MDR akan di obati menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized treatment) dimana paduan pengobatan mengacu pada paduan yang tersedia. Selain itu juga terdapat strategi pengobatan yang bersifat individual (individualized treatment) dan empiris (empirical treatment).Informasi lengkap dapat dilihat pada juknis II TB MDR.

Klasifikasi obat anti tuberkulosis yang digunakan dalam pengobatan TB MDR dibagi dalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu: Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena

kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Obat yang disediakan dalam uji pendahuluan Pirazinamid dan Etambutol.

Kelompok 2: Bersifat bakterisidal dan sebaiknya digunakan. Dalam uji pendahuluan

Page 33: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

yang digunakan adalah Kanamisin. Jika alergi terhadap Kanamisin diganti dengan Capreomisin.

Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi. Dalam uji pendahuluan yang digunakan adalah Levofloksasin.

Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi. Dalam uji pendahuluan yang digunakan adalah PAS, Ethionamid dan Sikloserin.

Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya (Amoksisilin + Asam Klavulanat dan Makrolide baru, seperti: roksitromisin), tidak disediakan dalam program ini.

1. Paduan Pengobatan TB MDRPaduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada semua pasien TB MDR pada uji pendahuluan ini adalah paduan standar (standardized treatment), yaitu:

Km – (E) – Eto – Lfx – Z – Cs / (E) – Eto – Lfx – Z – Cs

Keterangan:Km = Kanamisin Lfx = LevofloksasinE = Ethambutol Z = PirazinamidEto = Ethionamid Cs = Sikloserin

6.2. Non medikamentosa Infection control Pemberian gizi yg baik Pengetahuan tentang penyakit Pengawasan Menelan Obat (PMO) oleh petugas kesehatan

6.3. Khusus Pembedahan, syarat: Kasus awal Toleransi operasi baik Lesi terlokalisir pada satu lobus Diberikan OAT 2 bulan sebelum operasi Pascabedah dilanjutkan OAT 12-24 bulan

7. Perawatan rumah sakit Awal pengobatan untuk melihat toleransi dan efek samping Bila terjadi komplikasi Efek samping berat

8. Penyulit (komplikasi) - 8.1. Karena penyakit HIV

Diabetes Melitus Mikosis paru

Page 34: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Infeksi berulang Batuk darah Gangguan saluran cerna Efek samping obat

8.2. Karena tindakan -

19

Page 35: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

9. Informed consent (surat persetujuan)

Jika ada tindakan pembedahan, bronkoskopi

10. Masa pemulihan -

11. Bidang terkait Mikrobiologi Patologi Klinik Psikiatri Bedah toraks THT Penyakit dalam Kebidanan

12. Fasilitas khusus (dengan infection control)

Poliklinik khusus MDR Ruang tunggu terpisah Ruang rawat khusus MDR ICU khusus Isolasi

13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam

20

Page 36: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: A 15.6Nama penyakit PLEURITIS TB1. Definisi Peradangan pleura disertai terbentuknya cairan eksudat yang

disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis

2. Diagnosis Batuk-batuk, demam, nyeri dada sisi yang sakit, sesak napas. Hemitoraks sisi yang sakit lebih cembung, pergerakan tertinggal pada pernapasan, perkusi pekak / redup, suara napas melemah, mediastinum terdorong ke sisi yang sehat

3. Pemeriksaan penunjang 3.1. Umum Foto toraks PA dan lateral

Foto toraks lateral dekubitus bila cairan sedikit USG Toraks Punksi pleura Analisis cairan pleura : Rivalta, Hitung jenis sel, sel

mononuclear dominan, kadar glukosa rendah BTA cairan pleura Uji Mantoux Biopsi pleura: ditemukan tuberkel & radang kronik Sitologi cairan pleura (min 50cc)

3.2. Khusus Pleuroskopi Torakoskopi medik IGRA PCR ADA (adenosin deaminase assay)

4. Faktor risiko Penderita dengan HIV DM Imunocompromised

5. Diagnosis banding Empiema Abses paru Efusi pleura ganas Tumor paru Mesotelioma

6. Terapi 6.1.Medikamentosa Sama dengan terapi tuberkulosis paru, ditambah dengan

prednison 30-40 mg/hari, kemudian dosis diturunkan 5-10 mg tiap 5 – 7 hari selama 3 minggu

6.2. Non medikamentosa Pengawasan menelan obat (PMO) Pemberian makanan bergizi Fisioterapi

6.3. Khusus Punksi pleura semaksimal mungkin baik pada pasien sesak napas maupun tanpa sesak napas

Page 37: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7. Perawatan rumah sakit Umumnya berobat jalan. Rawat inap bila penderita sesak napas atau ada penyulit/komorbid

8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Empiema

Fistula bronkopleural Penebalan pleura

8.2. Karena tindakan Hidropneumotoraks

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan pungsi dan biopsi pleura

10. Masa pemulihan 2 – 8 minggu

11. Bidang terkait Radiologi Mikrobiologi Patologi Anatomi Bedah toraks Rehab Medik

12. Fasilitas khusus Ruang tindakan

13. Prognosisa. Ad fungsionam ad bonamb. Ad sanasionam ad bonamc. Ad vitam ad bonam

22

Page 38: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J 17.2Nama penyakit PENYAKIT JAMUR PARU (Hedot)

1. Definisi Penyakit jamur paru adalah infeksi paru yang disebabkan oleh jamur, baik infeksi primer maupun infeksi sekunder

2. Diagnosis Tidak ada gejala yang khas, gejala dapat berupa: Batuk kronik Batuk darah berulang Demam Mungkin timbul sesak napas Infeksi jamur local di mulut/tenggorokan

3. Pemeriksaan penunjang3.1. Umum Foto toraks gambaran spesifik fungus ball, infiltrat,

gambaran massa, Mikroskopik dan biakan jamur dari sputum, bilasan

bronkus, biopsi paru Serologi jamur (serial test menunjukkan peningkatan titer)

3.2. Khusus Bronkoskopi, bilasan atau sikatan bronkus, TBLB, BAL Histopatologi Tomogram atau CT scan toraks dengan kontras

4. Faktor risiko Penderita dengan komorbid seperti DM, CKD Penderita dengan keganasan atau transplantasi organ Penderita yang mendapat antibiotika atau steroid utuk

jangka waktu yang lama Penderita dengan kerusakan parenkim paru Penderita yang mendapat sitostatika Penderita dengan defisiensi imunologis atau HIV Tinadakan medis: kateter urin, nutrisi parenteral,

pembedahan, HD, ventilasi mekanik

5. Diagnosis banding Pneumonia karena sebab lain Tuberkulosis paru Tumor paru

6. Terapi6.1. Medikamentosa Tergantung jenis jamur, umumnya dipakai obat golongan

ketokonazol, itrakonazol atau flukonazol. Pada kasus berat amfoterisin B, flusitosin

23

Page 39: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6.2. Non medikamentosa Istirahat Makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh Fisioterapi

6.3. Khusus Bila ada fungus ball disertai batuk darah biasanya perlu pembedahan (reseksi paru)

7. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk pasien dengan batuk darah, atau keadaan umum buruk

8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Batuk darah

Sepsis

8.2. Karena tindakan -

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu (bila perlu tindakan invasif seperti bronkoskopi, TTNA,TBLB)

10. Masa pemulihan ± 1 minggu

11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Parasitologi Mikologi

12. Fasilitas khusus BronkoskopiOK

13. Prognosis Ad fungsionam Dubia ad malam Ad sanasionam Dubia ad bonam Ad vitam Dubia ad bonam

24

Page 40: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J85

Nama penyakit ABSES PARU

1. Definisi Proses infeksi paru supuratif yang menimbulkan destruksi parenkim dan pembentukan satu atau lebih kaviti yang mengandung pus sehingga membentuk gambaran radiologis air- fluid levelNecrotizing pneumonia adalah proses infeksi dengan patogenesis hampir sama dengan abses paru dan menunjukkan gambaran kavitasi multipel (berukuran kurang dari 2 cm)

2. Diagnosis Dapat bersifat akut atau kronik Gejala minggu pertama berupa gejala prodromal seperti

demam, sesak napas, malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan batuk produktif

Batuk disertai produksi sputum kental berbau busuk Batuk darah, nyeri dada dan sianosis Pemeriksaan fisis dapat normal atau ditemukan kelainan

apabila terdapat pneumonia, atelektasis ataupun efusi pleura

Bunyi napas tambahan amforik atau succión splash dapat dijumpai walau jarang

3. Pemeriksaan penunjang 3.1. Umum Foto toraks PA & lateral

Laboratorium darah: leukosit, LED meninggi Sediaan apus sputum pulasan Gram, Biakan dan uji resistensi terhadap mikroorganisme

anaerob, aerob, atipik, jamur

3.2. Khusus Bronkoskopi Tomogram atau CT Scanning toraks CRP TTNA

4. Faktor risiko Aspirasi Penyakit gigi dan gusi Obstruksi jalan napas Bronkiektasis Infark paru Fibrosis kistik Sindrom disfungsi silia Sekuester paru Gangguan imuniti/sindrom defisiensi imuniti Pneumonia emboli

5. Diagnosis banding Empiema Bula terinfeksi

Page 41: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Keganasan rongga toraks Atelektasis Pneumonia Mikosis paru (fungus ball)

6. Terapi 6.1. Medikamentosa Antibiotik untuk kuman Gram negatif misal

aminoglikosida, sefalosporin Antibiotik kuman anaerob seperti Metronidazol 3 x 500

mg, bila dahak berbau busuk Obat pilhan lain: amoksisilin + asam klavulanat 3 x 1 g

selama 3 – 5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg sampai rongga abses menutup

6.2. Non medikamentosa Fisioterapi

6.3. Khusus Fisioterapi, drainase postural Bronkoskopi (membantu drainase atau pengambilan

benda asing) Pembedahan dapat dilakukan bila usaha terhadap

pemberian antibiotika yang adekuat dan drainase yang efektif telah dilakukan tetapi tidak ada perbaikan atau masih ada kaviti

7. Perawatan rumah sakit Rawat inap

8. Penyulit (komplikasi) 8.1. Karena penyakit Batuk darah massif

Sepsis Ko infeksi oleh jamur atau kuman lain Pembentukan fungus ball Empiema dengan atau tanpa fistel bronkopleura Asfiksia karena tumpahnya pus ke dalam saluran napas Gagal napas

8.2. Karena tindakan Penyebaran perkontinuitatum Pneumoptoraks

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, bila akan dilakukan tindakan (bronkoskopi/ TTNA) dan pembedahan

26

Page 42: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

10. Masa pemulihan Tergantung perjalanan penyakit (1-3 bulan)

11. Bidang terkait Bedah Toraks Rehabilitasi Medik Mikrobiologi Parasitologi Gigi dan mulut

12. Fasilitas khusus Kamar bedah (bila perlu tindakan) ICU HCU

13. Prognosis Ad fungsionam Dubia ad bonam Ad sanasionam Dubia ad bonam Ad vitam Dubia ad bonam

27

Page 43: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.80

Nama penyakit SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

1. Definisi adalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh infeksi saluran napas akut berat dengan penyebab coronavirus

2. Diagnosis Suspect SARS1. Seorang yang sesudah tanggal 1 November 2002

megalami hal-hal seperti berikut : Demam lebih dari 38°C, dan Batuk atau sesak napas dan atau lebih:

Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan seseorang suspek/probable SARS

Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah transmisi lokal SARS

Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS2. Seseorang yang setelah tanggal 1 November 2003

meninggal akibat ARDS yang tidak diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan autopsi, dan satu atau lebih Dalam 10 hari terakhir kontak langsung dengan

seseorang suspek/probable SARS Dalam 10 hari terakhir riwayat berpergian ke daerah

transmisi lokal SARS Penduduk dari daerah transmisi lokal SARS

Gejala tambahan lain: sakit kepala, otot kaku, nasfu makan berkurang, lesu, binggung, kemerahan pada kulit, diare

Probable SARS1. Penderita suspect SARS, pada foto toraks terdapat

gambaran pneumonia atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

2. Penderita suspect SARS, meninggal setelah di autopsi, dari hasil PA ditemukan gambaran ARDS dangan penyebab tidak jelas

3. Kasus suspect bila ditemukan corona virus

28

Page 44: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Confirmed SARS1. Confirmed positif PCR untuk SARS

- Paling sedikit ditemukan dari 2 bahan klinik yang berbeda atau

- Bahan klinik sama tapi dilakukan 2 hari kemudian atau lebih dalam masa sakit atau

- cara penilaian yang berbeda atau ulang PCR dengan bahan klinik asli

2. Serokonversi dengan ELISA atau IFA- Antibodi (-) pada masa akut antibodi test (+) pada masa

konvelesen, atau- Titer antibodi meningkat 4 x atau lebih diantara fase akut

dan konvalesen3. Isolasi virus

- Isolasi dari SARS coronavirus pada kultur sel dengan PCR

3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah perifer lengkap Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan fungsi ginjal Pemeriksaan kadar elektrolit Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) Foto toraks

3.1.Umum Foto toraks ditemukan gambaran perselubungan, intertisial dan dapat menyebar (difus)

3.2.Khusus CT Scan toraks Pemeriksaan RT-PCR Immunofluorescence assay (IFA)

4. Faktor risiko Orang tinggal di daerah endemic SARS

5. Diagnosis banding Pneumonia tipik Pneumonia atipik lainnya

6. Terapi 6.1.Medikamentosa Suspect SARS

Isolasi Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator Simptomatik Antibiotik : amoksilin atau amoksilin+antibetalaktamase

29

Page 45: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Probable SARS A. ringan/sedang Isolasi Terapi suportif: vitamin, nutrisi, immunomodulator, cairan,

oksigen Simptomatik Antibiotik

- Amoksilin + antibetalaktamase iv + makrolid baru, atau- Sefalosporin G2, G3 iv + makrolid baru, atau- Kuinolon respirasi (moksifloksasin, levofloksasin,

gatifloksasin) ivB. Probable berat Suportif: vitamin, nutrisi, cairan, immunomodulator, oksigen Ventilator mekanis Simptomatik Antibiotik:

- Tidak ada risiko pseudomonas: sefalosporin G3 iv nonpseudomonas + makrolid atau fluoroquinolon respirasi IV

- Ada risiko pseudomonas: Sefalosporin antipseudomonas iv/karbapenem iv + fluoroquinolon antipseudomonas IV/aminoglilosida iv +makrolid

Antivirus: ribavirin 1.2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB tiap 8 jam iv

Steroid: Hodrokortison 4 mg/KgBB iv tiap 8 jam atau metilprednisolon iv 240-320 mg tiap hari

6.2.Non medikamentosa Fisioterapi (bila pasien berbaring lama)

7. Perawatan rumah sakit Rawat inap (isolasi), Perawatan Intensif

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) 8.2.Karena tindakan Pneumotoraks

Ventilator associated pneumonia

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, bila diperlukan tindakan diagnostik invasif atau pemasangan ventilator mekanik

30

Page 46: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

10. Masa pemulihan 1 – 2 minggu

11. Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Mikrobiologi

12. Fasilitas khusus Ruang isolasiICU jika terdapat gagal napas

13. Prognosis Ad fungsionam ad malam Ad sanasionam ad malam Ad vitam ad malam

31

Page 47: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit Avian Influenza

1. Definisi Infeksi yang disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1 yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Apabila virus tersebut menyerang manusia maka dapat mengakibatkan pneumonia ringan-berat hingga ARDS

2. Diagnosis Seseorang dalam investigasiSeseorang yang telah diputuskan oleh dokter setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1

Kasus suspek H5N1Seseorang yang mnderita demam dengan suhu ≥ 38º C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini:o Batuk o Sakit tenggorokano Pileko Sesak napas, dan disertai satu atau lebih dari pajanan dibawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala:- Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti

merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi

- Terpajan (memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan tenak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau terkonfirmas dalam bulan terakhir

- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir

- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar)

32

Page 48: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

- Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya

- Ditemukan leukopeni- Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan

pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe

- Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto

Kasus probable H5N1Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA

b. Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke laboratorium rujukan), atau

Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yangterkonfirmasi Kasus H5N1 terkonfirmasi

Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel, dan disertaiSatu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang hasil pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO dengan konfirmasi:- Isolasi virus H5N1- Hasil PCR H5N1 positif- Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibodi

netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut

- Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/80 pada spesimen serum yang diambil

33

Page 49: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

pada hari ke ≥ 14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif serologi lain seperti titer HI sel darah merah kuda ≥ 1/160 atau western blot spesifik H5 positif

Gejala Klinik:Demam ≥ 38ºC, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan cerna. Bila dijumpai sesak napas kemungkinan adalah perburukan

3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Laboratorium: pemeriksaan darah rutin (Hb,

leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik

Pemeriksaan kimia darah: Albumin, globulin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, analisis gas darah

Pemeriksaan radiologik: PA dan lateral Pemerikaan CT-Scan toraks

3.2.Khusus Pemeriksaan serologi- RT-PCR (Polymerasi Chain Reaction)

untuk H5- BIakan dan identifikasi virus influenza

A subtype H5N1 jika ada fasiliti- Uji serologi

Pemeriksaan virology - Kultur jika ada fasiliti Nekropsi jika ada fasiliti

4. Faktor risiko Kontak erat (dalam jarak 1 meter) seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirmasi

Terpajan (memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan tenak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau terkonfirmas dalam bulan terakhir

Mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak 34

Page 50: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

dimasak sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam 1 bulan terakhir

Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar)

Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya

5. Diagnosis banding Demam dengue Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain,

baktri atau jamur Demam tipoid HIV dengan infeksi sekunder TB paru

6.Terapi 6.1.Umum Pasien suspek flu burung langsung diberikan

oseltamivir 2 x 75 mg Untuk pelayanan kesehatan terpencil dapat

digunakan sistem skoring Pasien suspek H5N1, probabel dan konfirmasi

dirawat di ruang isolasi Pemeriksaan laboratorium sesuai jadwal yang

sudah ditentukan Penatalaksanaan di ruang rawat nap: keadaan

umum, kesadaran, tanda vital, pantau saturasi oksigen

Terapi suportif

6.2.Medikamentosa Antiviral diberikan secepat mungkin 48 jam pertama Dewasa atau anak < 13 tahun diberikan

oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari Anak ≥ 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2

kali sehari selama 5 hari Antibiotik spektrum luas (mencakup kuman tipikal

dan atipikal) Penatalaksanaan sepsis apabila ditemukan

sepsis Respiratory care

35

Page 51: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7. Perawatan rumah sakit Semua kasus yang termasuk suspek, probable dan kasus konfirmasi perlu rawat inap

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Gagal napas

Ventilator assciated pneumonia (VAP) Sepsis ARDS

8.2.Karena tindakan Pneumotoraks

9. Informed consent (surat persetujuan)

Pada semua pasien untuk semua tindakan diagnosis dan terapi

10. Masa pemulihan 2-4 minggu

11. Bidang terkait Mikrobiologi Patologi Klinik Radiologi Intensivis Penyakit dalam

12. Fasilitas khusus ICU bila memerlukan ventilasi mekanik I

13. PrognosisAd fungsionam Ad malamAd sanasionam Ad malamAd vitam Ad malam

36

Page 52: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J86

Nama penyakit Empiema toraks non TB

1. Definisi Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks

2. Diagnosis Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan sampai syok sepsis. Pasien dengan infeksi bakteri aerob, tanda dan gejala yang sering didapatkan adalah infeksi akut seperti demam, nyeri dada, batuk berdahak, leukositosis dan peningkatan CRP

3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Pemeriksaan mikrobiologi cairan pleura (Gram,

biakan, anaerob, aerob dan atipik) Hitung jenis leukosit, pH, laktat dehidrogenase

dan kadar glukosa Foto toraks PA dan lateral Laboratorium rutin darah

- pada hitung jenis terdapat dominasi sel leukosit PMN

Pewarnaan Gram sputum Sputum Mikroorganisme & uji resistensi CRP Prokalsitonin

3.2.Khusus Bronkoskopi Punksi pleura Torakoskopi atas indikasi Pleuroskopi Biopsi pleura CT-Scan toraks

4. Faktor risiko Pengguna alkohol Penurunan kesadaran Faktor-faktor terjadinya aspirasi Penderita dengan komorbid

5. Diagnosis banding Pleuritis eksudativa TB Hemothoraks Chylotoraks Efusi pleura ganas Parapneumonia effusion non komplikasi Abses paru Amebiasis paru Empiema bakterialis

6. Terapi 6.1.Medikamentosa Antibiotik (sebaiknya berdasarkan pewarnaan

Gram, biakan dan uji sensitiviti kuman): sefalosporin generasi 2 atau aminoglikosida, vankomisin, penisilin, karbapenem, sefalosporin generasi 3

Pemasangan WSD

Page 53: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Spooling Fibrinolitik.

6.2.Non medikamentosa Fisioterapi

6.3.Khusus WSD Torakoskopi VATS Torakotomi-dekortikasi bila konservatif gagal

7. Perawatan rumah sakit Perawatan inap

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Sepsis

Fistula bronkopleura Penebalan pleura

8.2. Karena tindakan Perdarahan Piopneumotoraks

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan invasif lain (torakoskopi & torakotomi)

10. Masa pemulihan 2 – 4 minggu

11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Mikrobiologi Parasitologi Fisioterapi

12. Fasilitas khusus Kamar operasi ICU

13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam

No. ICD-X: A15

Page 54: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit Empiema toraks TB

1. Definisi Terjadinya peristiwa supurasi dalam rongga toraks akibat infeksi kuman M.tuberculosis

2. Diagnosis Gejala klinik empiema sangat bervariasi, dapat ringan sampai syok sepsis.

3. Pemeriksaan penunjang 3.1.Umum Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnyaGejala klinisGejala lokal (sesuai dengan organ yang terlibat) Gejala respiratorik

- Batuk ≥ 2 minggu- Batuk darah- Sesak napas- Nyeri dada- Gejala respiratorik bervariasi dari mulai

tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi

Gejala sistemik- Demam- Malaise, keringat malam, anoreksia dan

penurunan berat badanPada pemeriksaan foto toraks didapati perselubungan homogen tanpa atau disertai gambaran radiologi tb yang lain (Fibrotik, Kalsifikasi, Schwarte)

BTA sputum langsung Foto toraks, PA/lateral/lateral dekubitus/oblik Biakan M.tuberculosis dan uji resistensi Hasil pemeriksaan darah rutin kurang

menunjukkan indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) sering meningkat pada proses aktif tetapi hasil normal tidak menyingkirkan TB

Uji Tuberkulin bila perlu Analisis cairan pleura Bilasan bronkus untuk pemeriksaan kuman

tuberkulosis (sediaan langsung, biakan). Pada anak biasanya dipakai bilasan lambung

Histopatologi jaringan PCR Cairan pleura

3.2.Khusus Teknik lain untuk biakan kuman tuberkulosis seperti BACTEC

IGRA (Interferon gamma release assay) ADA Torakoskopi

Page 55: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Pleuroskopi VATS

4. Faktor risiko Malnutrisi Diabetes melitus Penderita dengan Human Immunodeficiency

virus (HIV)

5. Diagnosis banding Pleuritis eksudativa TB Hemothoraks Chylotoraks Efusi pleura ganas Parapneumonia effusion non komplikasi Abses paru Amebiasis paru Empiema bakterialis

6. Terapi 6.1.Medikamentosa Pengobatan TB dibagi menjadi:

TB paru (kasus baru), BTA (+) atau BTA (-) pada foto toraks lesi luas, TB ekstra paru berat 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

TB paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks lesi minimal, ekstra paru ringan 2 RHZE/4RH atau 6RHE atau 2 RHZE/4R3H3

TB paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/1 RHZE. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selam 5 bulan

TB paru kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji resistensi diterapi dengan OAT kategori II, sambil menunggu hasil uji resistensi. Rejimen OAT diberikan sesuai hasil uji resistensi

TB paru kasus putus berobat. Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Bila putus berobat kurang dari 1 bulan

maka pengobatan dilanjutkan sampai selesai b. Bila putus berobat antara 1-2 bulan :

- Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Lanjutkan pengobatan sambil

menunggu hasil. - Bila BTA (-) atau TB ekstraparu lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai

- Bila BTA (+) dan pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan, lanjutkan OAT sampai seluruh dosis selesai, bila pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan maka untuk kategori I pindah ke kategori II atau sesuai

Page 56: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

uji resistensi. c. Bila putus berobat lebih dari 2 bulan

- Hentikan OAT - Periksa BTA, kultur dan uji resistensi - Bila (-) atau TB ekstraparu OAT dihentikan pasien di observasi sampai keluar hasil kultur - Bila BTA (+), pasien yang mendapat kategori I sebelumnya pindah ke kategori II atau pengobatan sesuai dengan uji resistensi.

TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES, jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini ke-2 seperti suntikan, kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pertimbangkan pembedahan, kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.

Obat simptomatik : mukolitik,ekspetoran, antipiretik, analgetik, antiemetik dll

Steroid dalam TB keadaan berat (meningitis, perikarditis, mengancam jiwa)

Tambahan FDC (dr. Diah) Pemasangan WSD Spooling Fibrinolitik.

6.2.Non medikamentosa Fisioterapi Spooling

6.3.Khusus Bronkoskopi Pleuoroskopi Torakoskopi VATS Pembedahan dilakukan jika dalam 2 bulan terapi

produksi cairan masih ada.

7. Perawatan rumah sakit 4 – 8 minggu 8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Sepsis

Fistula bronkopleura Penebalan pleura

8.2. Karena tindakan Perdarahan Piopneumotoraks

9. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan memasang WSD atau tindakan invasif lain (torakoskopi & torakotomi)

Page 57: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

10. Masa pemulihan 2 – 4 minggu

11. Bidang terkait Radiologi Bedah toraks Mikrobiologi Parasitologi Fisioterapi

12. Fasilitas khusus Torakoskopi

13. Prognosis Ad fungsionam Ad malam Ad sanasionam Ad malam Ad vitam Ad malam

HARI PERTAMA SAMPAI DISINI BERSAMBUNG BESOK DENGAN MENU YANG BERBEDA…………

BRONKITIS AKUT BELU M DICOLEK.

Page 58: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J21

Nama penyakit Bronkiolitis

1. Definisi Bronkiolitis merupakan penyakit infeksi yang mengenai saluran napas kecil (bronkiolus). Biasanya disebabkan oleh virus, a.l : Respiratory Syncitial Virus (RSV), Adeno virus, Parainfluenza virus atau virus lain. Penyakit ini terutama menyerang bayi dan anak usia kurang dari 2 tahun, karena saluran napas kecil mereka lebih mudah tersumbat dibandingkan anak yang lebih besar atau orang dewasa. Menurut penelitian ternyata anak-anak yang menderita bronkiolitis lebih sering menderita penyakit asma dikemudian hari, tetapi masih belum jelas apakah bronkiolitis sebagai penyebab atau pencetus asma.

2. Diagnosis Biasanya dimulai dengan gejala-gejala flu seperti hidung berair, bersin, batuk-batuk ringan, dapat disertai demam dan penurunan napsu makan. Setelah satu atau dua hari, pernapasan menjadi lebih cepat, batuk bertambah parah dan dapat timbul ”wheezing” serta retraksi

3. Etiologi RSV (Respiratory Synsisial Virus), Adeno virus, Parainfluenza virus atau virus lain.

4. Pemeriksaan penunjang 4.1.Umum Foto toraks

Pemeriksaan swab untuk RSV sebagai penyebab 4.2.Khusus

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding Bronkitis Asma bronkial

7. Terapi 7.1. Medikamentosa Tidak ada pengobatan spesifik untuk bronkiolitis.

Antibiotik diberikan bila didapati tanda-tanda infeksi

Page 59: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

bakteri, bronkodilator dapat diberikan untuk membuka saluran napas yang menyempit. Walaupun vaksin untuk bronkiolitis belum ada, tetapi saat ini telah dikembangkan antibody terhadap RSV yang dapat diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit.

7.2. Non medikamentosa Istirahat Oksigen bila sesak napas Makanan bergizi Banyak minum untuk mengencerkan lendir/mukus

7.3. Khusus8. Perawatan rumah sakit Bila ada komplikasi

9. Penyulit (komplikasi) Pneumonia Septikemia Distres pernapasan

9.1.Karena penyakit 9.2.Karena tindakan

10 Informed consent (surat persetujuan)

Tidak perlu

11. Masa pemulihan

12. Bidang terkait Radiologi Mikrobiologi

13. Fasilitas khusus

14. Prognosis Ad fungsionam Ad sanasionam Ad vitam

39

40

Page 60: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

ASMA &PPOK

41

41

Page 61: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J45

Nama penyakit ASMA

1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Diagnosis Gejala : Riwayat serangan sesak napas disertai mengi dan atau batuk berulang dengan atau tanpa dahak akibat faktor pencetus dan dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan.

Pemeriksaan fisik : Dijumpai ekspirasi memanjang dengan atau tanpa mengi (wheezing), Saat serangan dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas yang berlebihan.

3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Spirometri

Uji bronkodilator Uji provokasi bronkus/astograf Peak Flow Rate (PFR) Analisis gas darah (AGD) Foto toraks untuk menyingkirkan

penyakit lain Kadar IgE total atau spesifik Kadar eosinofil total serum Darah rutin Uji kulit Pemeriksaan sputum (eosinofil

sputum)

Page 62: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

3.2.Khusus Body Box Cardio pulmonary exercise (CPX) Kadar NO ekspirasi (FENO)

4. Faktor risiko Atopi riwayat atopi keluargapolusi udara di dalam atau di luar ruanganPekerjaan dengan inhalasi alergen tinggiInhalasi gas toksik

5. Diagnosis banding Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Pneumotoraks Payah jantung kiri SOPT (Sindroma obstruksi post

tuberculosis) Asma kardiak Allergic bronkopulmonary aspergillos

(ABPA) Gastroesofageal reflux diseases

(GERD) Rhinosinusitis

6. Terapi6.1.Medikamentosa Terapi jangka panjang

Obat pengontrol Kortikosteroid inhalasi 2 agonis kerja lama inhaler Teofilin lepas lambat Kortikosteroid sistemik Leukotrien modifier Monoclonal Anti IgE Nedokromil

Obat pelega napas 2 agonis kerja singkat inhalasi Antikolinergik inhalasi Teofilin 2 agonis kerja singkat (oral) 2 agonis kerja lama oral

Terapi pada serangan akut Sesuai beratnya serangan Terapi oksigen (nasal kanul, simple

mask, NRM , RM, NIV, ETT dan ventilasi mekanik)

Page 63: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

2 agonis agonis nebulisasi : dapat diulang tiap 20 menit dalam 1 jam pertama

2 agonis parenteral bila cara nebulisasi tidak respons; subkutan, intramuskular, intravenous bolus atau infuse

metilxantin Epinefrin : bila terdapat tanda

anafilaksis dan angioedema Antikolinergik nebulisasi Kortikosteroid sistemik MgSO4 inhalasi dan sistemik (IV)

6.2. Non medikamentosa Terapi jangka panjang Avoidance (menghilangkan atau

menghindari faktor pencetus) Fisioterapi Senam asma Pendidikan dan penyuluhan kesehatan

6.3.Khusus ICU jika terjadi gagal napasVaksinasi (jangka panjang)

7. Perawatan rumah sakit Rawat jalan : bila serangan asma ringanRawat inap : bila serangan asma berat dan sedang atau ada faktor penyulit

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Gagal napas

Bulla Paru Pneumotoraks Pneumonia ABPA Gastroesofageal reflux diseases

(GERD) Rhinosinusitis

8.2.Karena tindakan

9. Informed consent (surat persetujuan) Perlu bila terjadi komplikasi dan diperlukan tindakan: Gagal napas yang membutuhkan

pemasangan ventilasi mekanik Bulla paru membutuhkan tindakan

operasi bulektomi Pneumotoraks membutuhkan

Page 64: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

pemasangan Water- Sealed- Drainage (Salir Gembok Air)

10.Masa pemulihan 1 – 2 minggu (saat eksaserbasi tanpa penyulit)

11.Bidang terkait THT Kulit Radiologi Intensivist Bedah toraks Gastroenterologist Anak

12.Fasilitas khusus ICU dengan ventilator mekanik bila disertai gagal napas

13.Prognosis13.1. Ad fungsionam ad bonam13.2. Ad sanasionam ad bonam13.3. Ad vitam ad bonam

Page 65: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J 44.8

Nama penyakit PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

1. Definisi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.

2. Diagnosis Sesak napas progresif disertai episode perburukan dan persisten

Batuk kronik Produksi sputum kronik Riwayat pajanan menahun polusi atau

partikel iritan : rokok, asap, partikel debu atau kimia

3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Spirometri

Peak Flow Rate Foto toraks PA dan lateral Analisis Gas Darah (AGD) Uji bronkodilator Pemeriksaan sputum, gram, klutur

mikroorganisme DLCO

3.2.Khusus Alfa-1 anti tripsin Body Box Cardio pulmonary exercise (CPX) Kadar NO ekspirasi (FENO) Six minutes walking test CT Scan

4. Faktor risiko Usia lanjut Merokok

Page 66: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Pajanan/polusi (di dalam dan di luar ruangan)

Defisiensi Alfa-1 anti tripsin Pajanan debu dan bahan kimia di

tempat kerja

5. Diagnosis banding Asma Bronkiektasis Sindroma obstruksi pasca tuberkulosis

(SOPT) CHF Tuberkulosis Bronkiolitis obliterans Difuse panbronkiolitis

6. Terapi6.1.Medikamentosa Eksaserbasi akut :

Terapi oksigen (nasal kanul, simple mask, NRM , RM, NIV, ETT dan ventilasi mekanik)

Bronkodilator inhalasi beta 2 agonis dan antikolinergik dengan nebulisasi atau inhaler + spacer

Bronkodilator aminofilin I.V Mukolitik Antioksidan Antibiotika atas indikasi Kortikosteroid dalam bentuk injeksi / oral

Tergantung dari klasifikasi PPOK (GOLD) Bronkodilator yaitu golongan

antikolinergik, golongan beta 2 agonis dan golongan xantin

Antiinflamasi/kortikosteroid pemberian jangka panjang dalam bentuk inhalasi jika pasca bronkodilator, VEP1

meningkat > 15% atau 200 ml Antibiotika atas indikasi Antioksidan : N. asetilsistein Mukolitik terutama pada eksaserbasi

akut

6.2. Non medikamentosa Berhenti merokokHindari pajanan zat-zat toksik seperti asap

Page 67: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

rokok, polusi udara dalam dan luar ruanganJangka panjang :

Edukasi NIPPV Long term oxygen therapy (LTOT)

dengan aliran rendah + 15 jam/hari bila PaO2 < 55 mmHg pada saat stabil

Rehabilitasi psikis / pekerjaan :Fisioterapi : latihan relaksasi, latihan bernapasNutrisi adekuat : tinggi lemak rendah karbohidrat

6.3.Khusus ICU jika gagal napas

7. Perawatan rumah sakit Indikasi rawat inap Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas

kronik Gagal jantung kanan Aritmia Indikasi rawat ICU Sesak berat setelah penangan adekuat

di ruang gawat darurat atau ruang rawat

Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot respirasi

PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau noninvasif)

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Karena penyakit

Kor pulmonale Gagal napas Infeksi berulang

8.2.Karena tindakan

9. Informed consent (surat persetujuan) Perlu, terutama bila akan dilakukan tindakan

10.Masa pemulihan Masa pemulihan tergantung derajat PPOK dan penyakit penyerta lain

Page 68: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

11.Bidang terkait Jantung Fisioterapi Endokrin

12.Fasilitas khusus

13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad malam13.2. Ad sanasionam Dubia ad malam13.3. Ad vitam Dubia ad malam

47

Page 69: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: G47

Nama penyakit SINDROMA HENTI NAPAS SAAT TIDUR (SLEEP DISORDER BREATHING)

1. Definisi Berhentinya aliran udara melalui hidung dan mulut berulang (20 – 60 kali / jam) saat tidur disertai dengan terbangun dari tidur, lamanya henti aliran udara lebih dari 10 detik disertai penurunan saturasi oksigen >4 %.

2. Diagnosis Berhentinya aliran udara melalui hidung dan mulut berulang (20 – 60 kali / jam) saat tidur disertai dengan terbangun dari tidur

lamanya henti aliran udara lebih dari 10 detik disertai penurunan saturasi oksigen >4 %

Teradapat 3 macam :1. Obstruksi : usaha bernapas tetap ada,

sementara saluran napas orofaring tertutup

2. Sentral : usaha bernapas dan aliran udara terhenti

3. Mixed : usaha bernapas dan aliran udara terhenti diikuti dengan usaha bernapas yang awalnya tidak berhasil

Derajat Beratnya Sindroma Henti Napas Saat Tidur ditentukan oleh hasil pemeriksaan Polisomnograf yakni nilai AHI (Apnea Hipopnea Indeks).

Bila nilai AHI 5 - 15 : derajat Ringan Bila nilai AHI 15 – 30 : derajat Sedang Bila nilai AHI > 30 : derajat Berat

3. Pemeriksaan penunjang

Page 70: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

3.1.Umum - Ephworth Sleepness Scale atau Berlin Questioner- Portable Sleep Screening- Pemeriksaan Polisomnografi

3.2.Khusus Pemeriksaan Sleep Endoscopy

4. Faktor risiko - Obesitas- Perokok- Usia lanjut

5. Diagnosis banding

6. Terapi6.1.Medikamentosa (-)6.2. Non medikamentosa / khusus 1. CPAP / APAP

Continous Positive Airway Pressur atau Automatic Positive Airway Pressure2. Bedah : UPPV, tonsilektomi, laser, pillar

7. Perawatan rumah sakit Hanya bila dilakukan tindakan bedah

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit - Hipertensi serangan jantung

- Stroke8.2.Karena tindakan Pemasangan CPAP / APAP

9. Informed consent (surat persetujuan) Bila dilakukan tindakan bedah

10.Masa pemulihan

11.Bidang terkait THT, Anak, Jantung, Neurology, Psikiatri

12.Fasilitas khusus Polisomnografi (sleep lab room)

13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam13.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam13.3. Ad vitam Dubia ad bonam

48

Page 71: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

49

Page 72: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

GAWAT NAPAS

Page 73: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit BATUK DARAH/HEMOPTISIS

1. Definisi Ialah ekspektorasi darah atau dahak berdarah, berasal dari saluran napas dibawah pita suara

2. Diagnosis Batuk disertai dengan pengeluaran darah dari mulut. Darah bisa banyak sekali (masif) dan dapat juga hanya dahak campur darah (bercak darah pada dahak)

3. Faktor etiologi Radang atau infeksi Neoplasma Trauma atau benda asing Kelainan kardiovaskular Kelainan pulmovaskular Perdarahan alveolar Lain-lain

4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks PA & Lateral

Lab darah rutin EKG Bronkoskopi

4.2.Khusus CT scan toraks Arteriografi

5. Faktor risiko Tuberkulosis Bekas TB Keganasan rongga toraks Bronkiektasis Mikosis paru Kelainan paru lainnya

6. Diagnosis banding Epistaksis Perdarahan dari rongga mulut Hematemesis

Page 74: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7. Terapi7.1.Medikamentosa Pemberian obat hemostatik

Obat-obat dengan efek sedasi ringan bila penderita gelisah

Koreksi faal hemostasis bila ditemukan kelainan

Bronkoskopi Resusitasi cairan dengan pemberian

cairan kristaloid /koloid Transfusi darah bila diperlukan

7.2. Non medikamentosa Menenangkan dan mengistirahatkan penderita

Menjaga agar jalan napas tetap terbuka

7.3.Khusus Embolisasi arteri Bedah torak bila diperlukan Radioterapi pada kasus keganasan

rongga toraks

8. Perawatan rumah sakit rawat inap jika perdarahan lebih dari 100 ml atau perdarahan tidak berhenti dalam 8 jam

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Asfiksia

Syok hipovolemik karena perdarahan masif

Gagal napas9.2.Karena tindakan

10. Informed consent (surat persetujuan) Perlu bila ada tindakan invasif dan memerlukan ventilator mekanik

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait Radiologi Jantung Penyakit dalam THTGigi dan mulutBedah toraksAnestesi

13.Fasilitas khusus OK bila dilakukan tindakan bedahICU bila memerlukan ventilator mekanis

Page 75: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam14.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam14.3. Ad vitam Dubia ad bonam

Page 76: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.93

Nama penyakit PNEUMOTORAKS (primer/ sekunder)

1. Definisi Udara bebas di dalam rongga pleura antara dinding dada dan paru yang disebabkan oleh trauma dada, penyakit paru atau yang terjadi secara spontan. Kadang-kadang terjadi pada perempuan akibat endometriosis (yang terjadi bersamaan saat haid) juga dapat terjadi akibat tindakan medis (iatrogenik) mis : TTNA, CVP dll.

2. Diagnosis Sesak napas dan atau nyeri dada yang terjadi mendadak dan semakin memberat. Pada pneumotoraks ventil, sesak napas semakin lama semakin hebat, nadi lebih cepat, gelisah, keringat dingin dan sianosis

Pada foto toraks terlihat udara dalam rongga dada dan kolaps paru yang dibatasi oleh bayangan pleura visceral

3. Faktor etiologi - Giant bullae/bullae yang pecah- Bekas TB paru- Tuberkulosis- PPOK- Asma- Traumatik - Tindakan medis / iatrogenik - Endometriosis- Lain-lain

4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks PA

Kadang-kadang diperlukan foto 2 fase (dalam inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal) bila dicurigai pneumotoraks ringan atau foto lateral bila diduga disertai efusi pleura

4.2.Khusus CT Scan toraksAnalisa Gas Darah Bronkoskopi dengan tes metilen blue (bila dicurigai ada fistula bronkopleural)

Page 77: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

5. Faktor risiko Perokok Penyakit paru Endometriosis Pengemudi PenyelamPilot dan olahraga dirgantara

6. Diagnosis banding PPOK Asma bronkialIMA (infark miokard akut)Emboli paru

7. Terapi7.1.Medikamentosa Tergantung penyebab7.2. Non medikamentosa Terapi Oksigen

Fisioterapi

Pemasangan WSD jika pneumotoraks >10%atau klinis didapatkan keluhan sesak. constinous sucsion

IPPB (intermitent positive pressure breathing)

Jika pneumotoraks berulang dilakukan pleurodesis dengan zat kimia atau pleurodesis secara bedah

Torakoskopi VATS untuk pemasangan cleps

Pembedahan

7.3.Khusus

8. Perawatan rumah sakit Indikasi rawatSesak napasLuas pneumotoraks > 10%Ada penyakit penyerta (komorbid)

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Emfisema subkutis

Efusi pleuraEmpiemaPada pneumotoraks tekan dapat terjadi torsi jantung dan pembuluh darah besarGagal napasFistula bronkopleural

Page 78: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Pneumomediastinum9.2.Karena tindakan Emfisema subkutis

Edema paruPerdarahanEmpiemaPneumomediastinum

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu terutama bila akan dilakukan tindakan pemasangan WSD dan atau pembedahan

11.Masa pemulihan Sampai paru mengembang sempurna dan tidak terjadi lagi pneumotoraks

12.Bidang terkait Bedah toraks Anestesi Rehabilitasi medis Intensivist Kebidanan

13.Fasilitas khusus OKICU

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad bonam14.2. Ad sanasionam Dubia ad bonam14.3. Ad vitam Dubia ad bonam

Page 79: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.81

Nama penyakit CEDERA PARU AKUT (ACUTE LUNG INJURY /ALI)

1. Definisi Adalah salah satu bentuk acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang ringan. Gejala klinik dijumpai disfungsi paru persisten berat dan lama, kerusakan alveoli difus dan penyembuhan fungsi paru yang bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI 300 dan ARDS 200 sedangkan gambaran radiologi dan tekanan kapiler pulmoner sama.

2. Diagnosis Ada faktor penyebabGambaran pada foto toraks konsolidasi HipoksemiaCatatan:Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak (takipnea), takikardia, ronki di kedua paru

3. Faktor etiologi Penyebab ALI langsung adalah pneumonia aspirasi, trauma toraks dengan memar di paru, inhalasi gas toksik dan rokok, pneumonia difus, luka bakar, aspirasi pulmoner dan tenggelam, keracunan penyebab ALI tak langsung adalah radiasi, emboli lemak, transfusi darah masif, emboli cairan amnion, eklamsia, sepsis.

4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks

AGDA CT scan toraks Ventilasi perfusi scan (VPS) CVP Kateter Swan Ganz

4.2.Khusus CRP PCT BNP / Pro BNP

5. Faktor risiko Infeksi berat Transfusi Penggunaan ventilasi mekanis

Page 80: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Diagnosis banding Edema paru kardiogenik Emboli paru

7. Terapi7.1.Medikamentosa Ventilasi mekanis

Vasodilatasi Diuretik Inotropik Oksigen Cairan infus Nutrisi

7.2.Non Medikamentosa7.3.Khusus Menggunakan ventilasi mekanik

(dengan PEEP) yang dilengkapi dengan terapi NO (nitrogen oksida)

Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

Inhalasi nitrik oksid Surfaktan alveolar Pentoxifylline/lifofylline Ketokonazol Prostaglandin dan vasoaktif lainnya Glukokortikoid Antikoagulan

8. Perawatan rumah sakit Harus dirawat di rumah sakit ICU RICU

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas

Sepsis Gagal multiorgan

9.2.Karena tindakan Barotrauma 10. Informed consent (surat persetujuan) Sangat diperlukan

11.Masa pemulihan 2 – 4 minggu

12.Bidang terkait Radiologi Anestesi Penyakit Dalam Kardiologi Neurologi Intensivist

Page 81: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

13.Fasilitas khusus ICUICCU

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam

Page 82: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.81

Nama penyakit Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

1. Definisi Gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia berat dan edema paru nonkardiogenik, akibat inflamasi akut, peningkatan permeabiliti kapiler dan mengurangnya compliance paru. Adalah salah satu bentuk acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang ringan. Gejala klinik dijumpai disfungsi paru persisten berat dan lama, kerusakan alveoli difus dan penyembuhan fungsi paru yang bervariasi. Perbedaan ALI dan ARDS terletak pada ratio PaO2 / FiO2 yaitu ALI 300 dan ARDS 200 sedangkan gambaran radiologi dan tekanan kapiler pulmoner sama.

2. Etiologi pneumonia bakteri, virus, Pneumocystis carinii, legionela dan TB milier, aspirasi isi lambung (syndrom Mendelson), terhirup etilen glikol atau hidrokarbon, near drowning, renjatan traumatik atau hemoragik, emboli lemak atau cairan amnion, kontusio paru, trauma nontoraks, cedera kepala, peningkatan tekanan intrakranial, pankreatitis, kelebihan dosis heroin, metadon, propoksifen atau barbiturat atau terhirup parakuat. Banyak lagi keadaan lain yang dianggap sebagai penyebab seperti terhirup asap, penggunaan oksigen berkonsentrasi tinggi pada bantuan ventilasi lama, uremia, operasi pintas kardiopulmoner, DIC, transfusi darah masif, sindrom Goodpasture dll.

3. Diagnosis Faktor penyebab (telah diuraikan di atas)

Gambaran infiltrat merata di kedua paru pada foto toraks

Tekanan baji kapiler paru < 12 mmHg PaO2 (dari Analisis Gas Darah Arteri -

AGDA) 50 mmHg atau kurang dengan

Page 83: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

penggunaan oksigen fraksi 60%

Catatan:Gejala klinis tidak khas seperti batuk, sesak (takipnea), takikardia, ronki di kedua paru

4. Pemeriksaan penunjang

4.1.Umum Foto toraks AGDA CT scan toraks Ventilasi perfusi scan (VPS) CVP Kateter Swan Ganz

4.2.Khusus CRP PCT BNP / Pro BNP

5. Faktor risiko Infeksi berat Transfusi Penggunaan ventilasi mekanis

6. Diagnosis banding Edema paru kardiogenik Emboli paru

Ventilasi mekanis Vasodilatasi Diuretik Ionotropik Oksigen Cairan infus Nutrisi

7. Terapi7.1.Non medikamentosa Menggunakan ventilasi mekanik

(dengan PEEP) yang dilengkapi dengan terapi NO (nitrogen oksida)

Extra corporeal membrane oxygenation

Inhalasi nitrik oksid Surfaktan alveolar Pentoxifylline/lifofylline Ketokonazol Prostaglandin dan vasoaktif lainnya Glukokortikoid Antikoagulan

Page 84: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7.2.Medikamentosa7.3.Khusus Harus dirawat di rumah sakit

ICU RICU

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas

Sepsis Gagal multiorgan

9.2.Karena tindakan Barotrauma

10. Informed consent (surat persetujuan) Sangat diperlukan

11.Masa pemulihan 2 – 4 minggu ICU RICU

12.Bidang terkait Radiologi Anestesi Penyakit Dalam Kardiologi Neurologi Intensivist

13.Fasilitas khusus

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam

Page 85: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: I.26Nama penyakit EMBOLI PARU

1. Definisi Emboli paru muncul bila trombus vena terlepas dan terbawa dalam sirkulasi arteri pulmoner, tersangkut dan menyumbat sebagian / total aliran darah di pohon arteri pulmoner

2. Etiologi3. Diagnosis4. Pemeriksaan penunjang

4.1.Umum Laboratorium: leukosit, serum LDH, enzym transaminase, bilirubin

Foto toraks EKG AGDA Scanning ventilasi/perfusi D-Dimer, fibrin monomer, fibrino

peptide A, protenofin fragment, trombin antitrombin

Trombosis localizing technique4.2.Khusus Doppler ultrasonografi

Angiografi pulmoner Impedance plethysmography (IPG) Venografi Ekokardiografi Transesofageal

(TEE) Helikal CT Scanning

5. Faktor risiko Usia lanjut dan menderita penyakit kronik

Imobilisasi Riwayat trombosis vena

dalam/trauma /tungkai Penggunaan estrogen Penyakit jantung, obesitas berat,

kehamilan pasca bersalin dan pasca bedah

6. Diagnosis banding Penyakit-penyakit jantung (angina, infark miokard, perikarditis, aneurisma aorta disekan, gagal jantung, stenosis mitral, tamponade jantung)Penyakit-penyakit paru (pneumonia, pleuritis, pneumotoraks, asma, PPOK,

Page 86: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

penyakit paru interstitial, ARDS, aspirasi)Penyakit-penyakit esofagus (spasme, ruptur esofagus)Penyakit mediastinum (mediastinitis, pneumomediastinum, hematom mediastinum)Proses-proses abdominal (pankreatitis, abses subfrenik, ruptur hati, perforasi ulkus, iskemi / distensi usus)Penyakit-penyakit ginjal (batu ginjal, pielonefritis infark ginjal)Penyakit-penyakit sistemik (syok, anemia, sepsis)Dispnea psikogenPenyakit-penyakit neuromuskular (abnormalitas susunan syaraf pusat, neuropati yang melibatkan otot-otot pernapasan, miopati yang melibatkan otot-otot pernapasan)Penyakit-penyakit muskuloskeletal (patah tulang iga, patah tulang sternum, kostokondritis, spasme otot, kolaps vertebral akut)

7. Terapi7.1.Non medikamentosa Emboli submasif

Istirahat Oksigen

7.2.Medikamentosa Antikoagulasi parenteral dengan heparin

Antikoagulasi oral Terapi fibrinolitik/trombolitik Antikoagulasi profilaksis

7.3.Khusus Embolektomi

8. Perawatan rumah sakit ICU

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Infark paru

Hemoptisis masif ARDS Aritmia jantung Korpulmonale Hipoksemia berat hipotensi

Page 87: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

9.2.Karena tindakan

10. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan untuk tindakan diagnostik invasif dan terapi agresif

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait Radiologi (Radionuklear) Anestesi Kardiologi Penyakit Dalam Ahli Bedah kardiovaskular

13.Fasilitas khusus ICUICCUKamar bedah

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam Dubia ad malam

Page 88: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J81Nama penyakit EDEMA PARU

1. Definisi Adalah cairan di dalam jaringan interstitial paru

2. Etiologi Peningkatan tekanan hidrostatik Gagal jantung

3. Diagnosis Pasien dalam posisi duduk sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, dapat disertai dengan sianosis, berkeringat dingin, batuk dengan sputum berwarna kemerahanPada auskultasi didapatkan ronki basah kasar pada lebih dari setengah lapangan paru, wheezing, gallop protodiastolik, bunyi jantung dua pulmonal mengerasPada foto toraks didapatkan hilus melebar, densiti meningkat, disertai garis Kerley ABC

4. Pemeriksaan penunjang4.1.Umum Foto toraks

AGDAEKGEnzim kardiak

4.2.Khusus Tekanan baji kapiler pulmoner (PCWP)Rasio total edema alveolar-serum (Tpc / Tpc)Perbedaan tekanan osmotic kapiler tekanan baji kapiler pulmoner (COP-PCWP)

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding ARDSEmboli paruPneumoniaPneumotoraksAsma akutPPOK eksaserbasi akutTumor mediastinumTumor paruEfusi pleura61

Page 89: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7. Terapi7.1.Non medikamentosa Oksigen

Infus cairan7.2.Medikamentosa Bergantung pada penyebab / penyakit yang

mendasari7.3.Khusus Ventilator mekanik dengan atau tanpa

PEEP1 pada hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigenCPAP/BIPAP

8. Perawatan rumah sakit RICU

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Gagal napas9.2.Karena tindakan Cairan intravaskular berlebihan atau

berkurang

10. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan saat pemasangan ventilator mekanik

11.Masa pemulihan 1-2 mgg

12.Bidang terkait RadiologiAnestesiKardiologiPenyakit Dalam

13.Fasilitas khusus ICUICCU

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam Dubia ad malam14.2. Ad sanasionam Dubia ad malam14.3. Ad vitam dubia ad malam

62

Page 90: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: Y.21Nama penyakit HAMPIR TENGGELAM

(NEAR DROWNING)

1. Definisi Adalah terdapatnya cairan pada saluran napas akibat tenggelam dalam cairan (zat iritatif,benda infeksius).

2. Diagnosis Keadaan akut dengan riwayat tenggelam dalam air tawar, laut atau air es, bahan kimia atau zat cair lainnya

3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, uji

hemolisis,Elektrolit AGDA BronkoskopiEKG

3.2.KhususAlveolar arterial oxygen gradientCVPSwan Ganz Catheter EEG

4. Faktor risiko Alkoholisme

5. Diagnosis banding Barotrauma dengan Pneumotoraks

6. Terapi6.1.Medikamentosa Airway (jalan napas) membebaskan

jalan napas sampai intubasi ETT Breathing terapi oksigen

mempertahankan saturasi >90% (copi dari asma)

Circulasi mencegah hipotensi, pemberian cairan intravena sampai CVP

Koreksi asam basa (dalam keadaan berat menggunakan ventilasi mekanik untuk menyeimbangkan asidosis metabolic dengan hiperventilasi)

Koreksi gangguan elektrolit Aminofilin atau beta 2 agonis bila

didapatkan bronkospasme

Page 91: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Antibiotika atas indikasi Kortikosteroid dosis rendah 5

mg/Kg/24 jam dibagi 6 dosis

6.2.Non Medikamentosa fisioterapi6.3.Khusus Menggunakan ventilator mekanik bila

hipoksemia berat

7. Perawatan rumah sakit rawat inapICURICU

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit ARDS

Infeksi- sepsis Hipoksemia karena aspirasi, edema

paru Fibrilasi ventrikel (tenggelam di air

tawar) Gangguan fungsi ginjal (albuminuria,

hemoglobulinuria, anuria) Gangguan syaraf: koma lama Cidera kepala dan leher berat

(menyulitkan intubasi dan bronkoskopi)

8.2.Karena tindakan Patah tulang iga saat resusitasi

9. Informed consent (surat persetujuan) diperlukan bila akan dilakukan tindakan ventilator mekanik

10.Masa pemulihan ± 1 minggu

11.Bidang terkait AnestesiintensivistNeurologiBedah

12.Fasilitas khusus ICURICU

13.Prognosis13.1. Ad fungsionam Dubia ad malam13.2. Ad sanasionam Dubia ad malam13.3. Ad vitam Dubia ad malam

Page 92: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: S20–S29

Nama penyakit TRAUMA TORAKS

1. Definisi Trauma pada toraks, dibagi 21. Trauma tumpul toraks2. Trauma tajam toraks

Sering terjadi akibat kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, usaha bunuh diri, jatuh dari ketinggian, dll

2. Diagnosis Riwayat benturan/tusukan pada dada karena

Kecelakaan lalulintas Jatuh dari ketinggian Kecelakaan kerja Upaya bunuh diri

Gejala klinis tergantung organ yang terkenaKelainan yang dapat terjadi : 1. Ruptur aorta 2. Ruptur diafragma 3. Robekan saluran napas besar 4. Hemotoraks 5. Kontusio paru 6. Kontusio miokard

64

Page 93: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7. Emboli udara sistemik 8. Perforasi esofagus 9. Fraktur iga single/multiple10. Fraktur scapula11. Fraktur sternal12. Traumatic “flail chest”13. Pneumotoraks14. Pneumomediastinum15. Empisema subkutis

3. Pemeriksaan penunjang3.1.Umum Foto toraks

Serial Hb-Ht untuk mengetahui perdarahan masih berlanjut/tidak

AGDA3.2.Khusus Bronkoskopi

Awasi: Airway Bleeding Circulation

4. Faktor risiko

5. Diagnosis banding

6. Terapi6.1.Non medikamentosa Oksigenasi, adekuat

Transfusi bila HB < 8 gr % Perbaikan sirkulasi

6.2.Medikamentosa Pasang WSD bila terjadi pneumotoraks, hematotorak masif

Aspirasi cairan pericard bila terjadi efusi perikard (tamponade jantung)

Dekompresi lambung, bila terjadi risiko regurgitasi, muntah & aspirasi

Pengobatan nyeri Ventilasi mekanik bila terjadi hipoksemi dan atau hiperkarbia yang

berat terdapat cedera kepala flail chest, kontusio paru dan

respiratori distress Operasi pada

- ruptur aorta- ruptur diafragma

65

Page 94: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

- ruptur saluran napas besar- perforasi esophagus- flail chest yang tak dapat di

atasi dengan cara konservatif6.3.Khusus

7. Perawatan rumah sakit Rawat di ruang rawatRawat di ICU/ HCU

8. Penyulit (komplikasi) 8.1.Karena penyakit Retensi sputum

Bronkospasme Tension pneumotoraks Gagal napas akut Infeksi Trombo emboli Nutrisi tidak adekuat Koagulopati

8.2.Karena tindakan

9. Informed consent (surat persetujuan) Bila ada tindakan invasive dan operasi

10.Masa pemulihan

11.Bidang terkait Kardiologi Bedah Ortopedi ICU/Intensivist Bedah digestif Bedah toraks Bedah jantung

12.Fasilitas khusus ICU Ventilator mekanik

13.Prognosis13.1. Ad fungsionam dubia ad malam13.2. Ad sanasionam dubia ad malam13.3. Ad vitam dubia ad malam

66

Page 95: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.96Nama penyakit GAGAL NAPAS AKUT

1. Definisi Ketidakmampuan sistem respirasi dalam mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida secara adekuat

2. Diagnosis Sesak napas (apnea atau dispnea berat), gelisah, dapat sampai sianosis. Ditemukannya murmur, gallop dan derik menunjukkan kemungkinan adanya gagal jantung, bising mengi mungkin pada suatu krisis asma, ronki disertai sputum yang banyak dan demam mungkin ada infeksi paru, gejala neurologik mungkin pada stroke atau miastenia gravis. Gambaran hasil AGDA menunjukkan PaO2 di bawah 50 mmHg, PaCO2 di atas 50 mmHg waktu bernapas dalam udara kamar.

3. Etiologi Gagal napas tipe ISaluran napas dan parenkim paru:

infeksi (virus, bakteri, jamur parasit dll) trauma (kontusio paru, laserasi paru) lain-lain (neoplasma, narkotika, akibat

payah jantung, ARDS, emboli paru, atelektasis, perdarahan alveolar, volume overload)

67

Page 96: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Gagal napas tipe IIsusunan saraf pusat

obat-obat (sedativa, hipnotika, anestesi umum, racun)

gangguan metabolik (hiponatremia, hipokalemia, hipoksemia, pemberian karbohidrat berlebihan, alkalosis, hiperglikemia, hipotiroidisme)

neoplasma infeksi (meningitis, ensefalitis, abses) peningkatan tekanan intrakanial hipoventilasi lain-lain

Saraf dan otot trauma (cedera medulaspinalis, cedera

diafragma) obat-obat (neuromuscular blocking

agents, aminoglikosida) metabolik (hipokalemia,

hipomagnesemia, hipofosfatemia) neoplasma lain-lain (penyakit motor neuron,

miastenia gravis, multiple sklerosis, distrofi otot, Guillain-Barre syndrome)

Saluran napas atas Tissue enlargement (hiperplasia tonsil

dan adenoid, neoplasma, polip, goiter) Infeksi (epiglotitis, laringotrakeititis Trauma Lain-lain (obstructive sleep apnea,

kelumpuhan pita suara bilateral, edema laring, trakeomalasia, arthritis krikoaritenoid)

Dada trauma (fraktur iga, flail chest, burn

scar) faktor lain (kifoskoliosis, skleroderma,

spondilitis, pneumotoraks, efusi pleura, fibrotoraks, posisi telentang, obesiti, asites, nyeri)

4. Pemeriksaan penunjang

68

Page 97: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

4.1. Umum AGD Foto toraks EKG Sputum gram

4.2. Khusus AGDA serial

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding

7. Terapi7.1. Non medikamentosa Oksigenasi

Fisioterapi7.2. Medikamentosa (tergantung penyakit yang mendasari)

Antibiotik Bronkodilator Steroid Cairan infus Kardiotonika

7.3.Khusus Ventilator mekanik Bronkoskopi (untuk bronchial toilet)

8. Perawatan rumah sakit Rawat inap

9. Penyulit (komplikasi) 9.1.Karena penyakit Henti napas

Penurunan kesadaran Gagal jantung

9.2.Karena tindakan Akibat pemakaian pipa trakea dan ventilator mekanik :

Trauma intubasi Gangguan hemodinamik Pneumonia nosokomial Barotrauma (pneumotoraks, pneumo

mediastinum) Kesulitan penyapihan dari ventilator

mekanik

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu karena pemakaian tindakan intubasi dan pemakaian dukungan ventilasi mekanik

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait Radiologi Laboratorium Anestesi

69

Page 98: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Kardiologi

13.Fasilitas khusus ICU

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

70

Page 99: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J98.2Nama penyakit Pnemomediastinum

1. Definisi pnemomediastinum atau emfisema mediastinum adalah terdapat udara bebas di rongga mediastinum yang disebabkan ruptur alveoli atau penyebab lain di luar paru

2. Diagnosis Nyeri dada substernum yang memberat terutama bila bergerak, bernapas dan perubahan posisi. Sesak napas terjadi tiba-tiba, sianosis distensi vena jugular, empfisema subkutis di leher dan supraklavikula. Foto toraks terdapat gambaran garis radiolusen sepanjang batas jantung kiri

3. Etiologi

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Foto toraks PA dan lateral4.2. Khusus CT-Scan toraks, bronkoskopi

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding Pneumotoraks, pneumoperikardium

7. Terapi7.1. Non medikamentosa Suplementasi oksigen, punksi atau insisi

kulit/subkutis untuk mengurangi emfisema subkutis

7.2. Medikamentosa obat simtomatik seperti analgetik dan antipiretik

7.3. Khusus Pembedahan dengan teknik insisi suprasternum, aspirasi mediastinum, mediastinostomi servikal, terapi hiperbarik dan mengobati kausa penyakit

8. Perawatan rumah sakit Umumnya rawat inap

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Emfisema subkutis, gagal napas9.2. Karena tindakan Perdarahan, tamponade jantung

Page 100: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

10. Informed consent (surat persetujuan)

Diperlukan terutama bila dilakukan tindakan pembedahan

11. Masa pemulihan Tergantung penyebab pneumomediastinum

12. Bidang terkait Radiologi, bedah toraks, anestesi

13. Fasilitas khusus Rumah sakit tipe B dengan fasiliti dokter spesialis paru dan bedah toraks

14. Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

71

72

Page 101: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: I27.9

Nama penyakit Kor Pulmonale Kronik

1. Definisi definisi Kor Pulmonale Kronik menurut WHO adalah hipertensi sentrikel kanan akibat kelainan fungsi dan atau struktur paru, kecuali jika perubahan paru tersebut akibat kelainan jantung bagian kiri dan penyakit jantung kongenital. Pada kor pulmonale, hipertensi hemodinamik yang terjadi akibat kelainan pada system respirasi. Berat ringannya berhubungan erat dengan kelintasan (survival) pada penyakit paru kronik seperti : PPOK,SOPT, bronkiektasis luas, penyakit paru interstisial, keadaan yang menyebabkan hipoventilasi kronik (obesiti, sleep apnea, penyakit neuromuskular, difungsi dinding dada) tekanan pada arteri pulmoner (tumor mediastinum, granulomatous atau fibrosis)

2. Diagnosis Ada faktor-faktor risiko (telah diuraikan diatas)

Pemeriksaan fisis terdapat peningkatan bunyi komponen pulmoner dari bunyi jantung kedua, bila hipertensi pulmoner sangat tinggi terdapat murmur sistolik. Bila gagal jantung kanan timbul pembesaran jantung disertai peningkatan tekanan vena jugular, hepatomegali dan edema tungkai

EKG- Gelombang p pulmonal- Kecenderungan deviasi aksis

kekanan Radiologi toraks

- Jantung tampak rotasi berlawan arah jarum jam dengan segmen aorta menjadi kurang menonjol

- Pelebaran diameter arteri pulmoner kanan 16 mm dan arteri pulmoner kiri > 8 mm

73

Page 102: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

3. Etiologi

4. Pemeriksaan penunjang Laboratorium : analisis gas darah Foto toraks EKG Spirometri

4.1. Umum4.2. Khusus

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding Gagal jantung kiri

7. Terapi Terapi sesuai penyakit yang mendasarinya

Terapi yang efektif harus dilakukan sejak masih dini, sebelum pembuluh darah pulmoner mengalami perubahan ireversibel (terapi suportif)

Terapi suportif Menurunkan pulmonary vascular

resistance (PVR)- oksigen jangka panjang (LTOT)- bronkodilator- vasodilator- calcium channel blocker (CCB)- prostasiklin- nitric oxide- antikoagulan

Meningkatkan curah jantung- inotropik jangka pendek- digoksin bila terdapat takikardi- supraventrikuler

Mengurangi volume berlebih- diet rendah garam- diuretik- plebotomi bila hematokrit > 60%- transplantasi paru

7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus

Page 103: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

8. Perawatan rumah sakit Rawat inap bila gagal jantung kanan atau eksaserbasi akut

9. Penyulit (komplikasi) Gagal jantung Gagal napas Sepsis

9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan

10. Informed consent (surat persetujuan) Bila gagal napas dan membutuhkan ventilator mekanik

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait Kardiologi Penyakit dalam Radiologi Anestesi Ahli bedah toraks

13.Fasilitas khusus NIV (Noninvasive Ventilator) dan ventilator mekanis

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

74

75

Page 104: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Keganasan rongga toraks

76

Page 105: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit Kanker Paru

1. Definisi Tumor primer yang berasal dari jaringan epitel bronkus.

2. Diagnosis Keluhan atau gejala klinis tergantung pada stage penyakit dan keterlibatan organ sekitar tumor. Pada stage awal sering tanpa keluhan. Keluhan respirasi yang sering adalah batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Keluhan non-respirasi adalah lemah, berat badan turun, demam atau keluhan yang berhubungan dengan komplikasi invasi tumor misal suara serak, sulit menelan, gangguan hepar dan ginjalDiagnosis pasti yaitu dengan didapatkan sel kanker paru.

Catatan: Jenis histologis, dipakai klasifikasi menurut WHO

- SCLC =KPKSK= kanker paru jenis karsinoma sel kecil

- NSCLC= KPKBSK= kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil dan yang termasuk dalam KPKBSK adalah adenokarsinoma, karsinoma skuamosa, karsinoma sel besar dan beberapa jenis sel kanker yang jarang ditemukan.

Penderajatan (stage penyakit) digunakan pembagian menurut sistem TNM yang disepakati oleh UICC & AJCC tahun 1997

Tampilan (performance status) dipakai pembagian menurut skala Karnofsky atau WHO

3. Etiologi Etiologi pasti belum diketahui tetapi asap rokok menjadi faktor utama.

4. Pemeriksaan penunjang

77

Page 106: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamanesis : kebiasaan merokok, perokok pasif, paparan dengan bahan karsinogenik (polusi udara, asbes, radon)

Pemeriksaan darah rutin Foto toraks PA dan lateral Sitologi sputum jika lesi di sentral

4.2. Khusus Bronkoskopi, pemeriksaan dengan tujuan diagnostik (stage penyakit) dan prosedur tambahan (bilasan, sikatan bronkus, biopsi intra bronkus, biopsi aspirasi jarum, TBNA, TBLB) untuk dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan atau histopatologi.

TTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa atau dengan tuntunan fluoroskopi atau CT

Punksi pleura jika didapat efusi pleura Biopsi pleura jika didapat efusi pleura Biopsi jarum halus (BJH) pada KGB dan tumor

supervisial. Biopsi Daniels. CT Scan toraks dengan kontras, brain scan

dengan kontras, bone scan, bone survey. Torakoskopi jika dari punksi dan atau biopsi

pleura belum didapat diagnostik pasti Sitologi hasil BJH, TTNA, punksi pleura, bilasan

dan sikatan bronkus, BAJ, TBNA dan atau histopatoli jaringan biopsi.

Video Assisted Thoracoscopy Surgery (VATS) Torakotomi eksplorasi, bila semua upaya

diagnostik tidak dapat memberikan diagnosis pasti.

5. Faktor risiko Laki-laki Umur > 40 tahun Perokok

78

Page 107: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Diagnosis banding Tumor Mediastinum Metastasis Tumor di Paru Mesotelioma Tumor dinding dada Tuberkuloma Abses paru Pneumonia

Catatan Karena keluhan dan temuan amat mirip dengan TB paru atau pneumonia, diagnosis seringkali terlambat, setelah pengobatan untuk TB / pneumonia gagal. Pada kelompok risiko yang dicurigai atau diobati dengan pneumonia dan TB paru tetapi tidak respons atau memburuk dengan pengobatan harus dilakukan prosedur diagnosis untuk kanker paru

7. Terapi Tergantung pada jenis sel kanker dan stage penyakit

Modaliti terapi untuk kanker paru adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi.

Pembedahan o Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil

(KPKBSK): derajat I dan IIo Setelah kemoterapi/radioterapi neoadjuvan

pada KPKBSK derajat IIIAo Khusus : Kanker paru dengan sindroma vena

kava superior berat, efusi pleura masif yang gagal dengan terapi konvensional

Radioterapio Radiasi kepala pada KPKSKo Radioterapi neoadjuvan pada KPBKSK

derajat IIIAo Radioterapi paliatif pada kanker paru dengan

sindroma vena cava superior, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada atau metastasis, lesi metastasis di otak.

o Penderita semua stage yang tidak bersedia dengan modaliti lain.

79

Page 108: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

lanjut (ED-SCLC)

kombinasi dengan radiasi dengan setting konkuren, alternating atau sekuensial

7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simptomatik : analgesik,

steroid, vitamin, dll Kemoterapi, termasuk golongan

targeted therapy

7.3 Khusus Punksi pleura berulang atau pemasangan WSD jika cairan masifPleurodesis untuk mengatasi produksi efusi pleura yang produktif.

Laser dengan atau tanpa pemasangan stent intrabronkus

Brachytherapy Cauter therapy Cryotherapy

8. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk mempercepat prosedur diagnosis

Penderita dengan kegawatan respirasi karena batuk darah masif, obstruksi saluran napas utama, efusi pleura masif, SVCS.

Untuk pemberian kemoterapi Penderita dengan pembedahan Penderita dengan tampilan buruk dan

memerlukan terapi suportif.

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Batuk darah

Sesak napas berat (s/d gagal napas ) karena efusi pleura masif, SVCS atau obstruksi saluran napas utama

Nyeri dan atau hiperkalsemia karena invasi atau metastasis ke tulang

Gangguan neurologis akibat metastasis ke otak dan tulang belakang.

Sindrom paraneoplastik

80

Page 109: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat proses metastasis

Gangguan psikologik (stres, depresi)

9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif

Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD

Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD

Infeksi skunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat

kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,

leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi

Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat

prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk semua tindakan diagnostik invasif dan terapi

11.Masa pemulihan Tergantung perjalanan penyakit dan terapi yang diberikan

12.Bidang terkait Radiologi Patologi anatomi Patologi klinik Bedah toraks Radioterapi Penyakit dalam Rehabilitasi medik Anestesi

13.Fasilitas khusus o Bronkoskopi rigit dan lenturo Torakoskopio VATSo Flouroskopio Stent

81

Page 110: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

o Lasero Sarana untuk brachytherapy dan cauter.

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

82

Page 111: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit Nodul Paru Soliter

1. Definisi Lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi oleh jaringan paru yang normal.

2. Diagnosis Gambaran radiologik

3. Etiologi Belum diketahui

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamnesis untuk menyingkirkan

kanker paru, tuberkuloma, mikosis paru. Laboratorium rutin Foto toraks PA dan lateral Sputum BTA dan kultur Mtb Uji Mantoux

4.2. Khusus CT-scan toraks dengan kontras, brain scan dengan kontras, bone scan, bone survey.

Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB) Transthoracal Needle Aspiration (TTNA) dengan

tuntunan fluoroskopi atau CT Torakotomi eksplorasi bila diagnosis

pasti tidak dapat ditegakkan dengan prosedur lain.

5. Faktor risiko -

6. Diagnosis banding Tuberkuloma Mikosis paru (fungus ball) Tumor paru jinak Hemangioma Kanker paru Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler

7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa Terapi sesuai penyebab, misal :

OAT untuk tuberkuloma Antifungal untuk mikosis

83

Page 112: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

7.3. Khusus Torakotomi diindikasikan untuk : tuberkuloma dengan diameter > 3 cm, fungus ball (aspergiloma) tumor paru jinak lainnya

8. Perawatan rumah sakit Rawat inap untuk mempercepat diagnosis Jika dilakukan pembedahan

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit -9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif

Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif Infeksi skunder akibat prosedur invasif Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat pembedahan.

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, untuk tindakan invasif

11.Masa pemulihan Tergantung jenis dan tindakan

12.Bidang terkait Radiologi Patologi anatomi Patologi klinik Mikrobiologi Parasitologi Bedah toraks Anestesi

13.Fasilitas khusus Bronkoskopi

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

84

Page 113: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit Tumor Metastasis di Paru

1. Definisi Penyebaran tumor organ lain ke paru

2. Diagnosis Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas permaringan paru (multiple nodule) atau efusi pleura yang masif. Keluhan yang paling sering adalah sesak napas dan batukDiagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi dan tidak terbukti tumor primer paru.

3. Etiologi Kanker dari organ lain atau luar paru

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk

mengetahui ada tidaknya tumor primer di luar paru

Laboratorium rutin Fototoraks PA dan lateral

4.2. Khusus CT Scan torak dan abdomen dengan kontras, brain scan dengan kontras, bone survey dan USG abdomen.

Punksi pleura jika ada efusi pleuraBiopsi jarum halus (BJH) pada KGB atau tumor supervisial

Biopsi Pleura jika ada efusi pleuraTTNA (transthoracal needle aspiration) tanpa atau dengan tuntunan flouroskopi atau CT.

Sitologi cairan pleura, spesimen BJH, TTNA dan atau histoplatologi jaringan biopsi pleura.

Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi pleura belum didapat diagnosis pasti

Tumor marker tergantung kecurigaan asal tumor primer, misalnya CEA dan Ca 12.5 pada perempuan, CEA dan PSA pada laki-laki dewasa, status tiroid, CEA dan Ca 19.9 untuk kecurigaan tumor colon.

Page 114: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

5. Faktor risiko Riwayat tumor di organ lain, pada perempuan misalnya carcinoa payudara, cervix, ovariumSedangkan pada laki-laki, misalnya carcinoma nasofaring, colon, prostat. Pada usia muda misalnya carcinoma tulang, limfoma

6. Diagnosis banding Tumor paru Tumor mediastinum TB paru

7. Terapi Terapi simptomatik atau paliatif hanya untuk mengatasi masalah respirasi

Terapi utama tergantung pada tumor primer

7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik untuk

mengatasi gejala yang timbul, misalnya analgesik untuk mengatasi nyeri.

Steroid Obat-obat suportif,

misalnya vitamin.

7.1. Khusus Punksi pleura dan bila carian cukup banyak dilakukan pemasangan WSD

Dilakukan pleurodesis bila produksi cairan pleura masif

Pleurektomi untuk paliatif

8. Perawatan rumah sakit Untuk mempercepat prosedur diagnostik. Jika dilakukan pemasangan WSD akibat

efusi pleura masif Keadaan umum buruk dan perlu terapi

suportif.

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat

Nodul multiple, penekanan organ organ di mediastinum akibat efusi pleura masif

Gangguan aktiviti sehari-hari Gangguan Psikologi (stres, depresi)

9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis

7985

Page 115: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

invasif Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis

invasif atau pemasangan WSD

Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD

Infeksi skunder akibat prosedur invasif

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi

11.Masa pemulihan Tegantung jenis penyakit dan pengobatan yang diberikan.

12.Bidang terkait Radiologi Patologi klinik Patologi anatomi Bedah toraks THT Bedah Onkologi Penyakit Dalam Kebidanan

13.Fasilitas khusus o Bronkoskopio Fluoroskopio Torakoskopi

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

87

86

Page 116: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X:

D.38.3Nama penyakit Tumor Mediastinum

1. Definisi tumor atau massa dalam rongga mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri.

2. Diagnosis Gejala klinik kadang-kadang tidak ada tetapi bila ukuran tumor besar atau tumor ganas dapat timbul keluhan sesak napas, nyeri dada, sindrom vena kava superior, disfagi dan suara serak.Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi

catatan Tumor mediastinum terdiri dari 2 kelompok

yaitu neoplastik dan non-neoplastik

Tumor mediastinum neoplastik, antara lain:o Timomao Sel germinal o Seminomao Nonseminomao Teratomao Neurogenik tumoro Limfomao Tumor jinak

Page 117: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Tumor mediastinum non-neoplastik, antara lain:

o Mediastinal TBo Aneurisma aortao Lain-lain: kista, abses

3. Etiologi Belum diketahui

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisis dan anamnesis terutama

untuk riwayat ada tidaknya tumor tiroid, tb paru, limfadenistis TB, myesthenia gravis.

Laboratorium rutin Foto toraks PA & lateral

4.2. Khusus CT-scan toraks dengan kontras, USG abdomen

Bronkoskopi Biopsi jarum halus untuk KGB atau tumor

superfisial Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)

tanpa atau dengan tuntunan fluoroskopi atau CT

Biopsi KGB Petanda tumor (tumor marker) anatar lain;

CEA, AFP, ALP, LDH dan beta-HCG EMG bila ada miastenia gravis Punksi tulang belakang (khusus untuk

limfoma) Torakotomi eksplorasi jika prosedur lain tidak

memberikan diagnosis pasti histopatologi

5. Faktor risiko -

6. Diagnosis banding Kanker paru

7. Terapi7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik

Steroid, terutama dengan kegawatan respirasi

88

Page 118: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

atau nyeri. (Untuk kecurigaan limfoma steroid hanya diberikan untuk mengatasi kegawatan sehingga prosedur diagnosis dapat segera dilakukan)

OAT untuk mediastinal TB

7.3 Khusus Tergantung pada jenis sel kanker neoplastin atau non-neoplatik.

Modaliti terapi untuk tumor mediastinum neoplastik adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi. Khusus untuk timoma dan limfoma pilihan terapi juga tergantung pada stage penyakit.

Pembedahan untuk tumor mediastinum :o Timoma stage I, II dan III dan pasca

kemoradioterapi stage IVo Nonseminoma pasca radikemoterapio Teratomao Neurogenik tumoro Tumor mediastinal jinak (aneurisma aorta

perlu penatalaksanaan khusus)

Radioterapi untuk tumor mediastinum :o Timoma stage IV kombinasi dengan

kemoterapio Seminoma kombinasi dengan kemoterapio Limfoma kombinasi dengan kemoterapio Radiasi cito untuk tumor mediastinum

dengan kegawatan respirasi pada terutama pada SVCS (meskipun diagnosis pasti belum didapat dengan batasan maksimal 1000 cGy).

Kemoterapi untuk tumor mediastinum :o Timoma stage IV kombinasi dengan

radioterapio Sel germinalo Seminoma kombinasi dengan radioterapio Non-seminoma kombinasi dengan

radioterapio Teratoma pascabedah (jika masih didapat

sisa tumor)

89

Page 119: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

o Limfoma kombinasi dengan radioterapi

8. Perawatan rumah sakit Perlu untuk mempercepat prosedur diagnosis Penderita dengan kegawatan respirasi (sesak

napas berat) akibat obstruksi saluran napas utama, SVCS, efusi pleura masif.

Penderita dengan tampilan umum buruk, untuk pemberian terapi suportif

Pemberian kemoterapi Pembedahan

,

90

Page 120: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gagal napas

Gangguan menelan Sindrom vena cava superior Miastenia gravis Efusi pleura masif

9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif

Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD

Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD

Infeksi skunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat

kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,

leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi

Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat

prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan invasive dan terapi

11.Masa pemulihan Tergantung prosedur tindakan yang diberikan

12.Bidang terkait Radioterapi Patologi klinik Patologi Anatomi Bedah Toraks Radioterapi Penyakit dalam (terutama untuk limfoma) Neurologi (untuk miastenia gravis) Anestesi

13.Fasilitas khusus Bronkoskopi

Flouroskopi91

Page 121: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

VATS

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

92

Page 122: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Nama penyakit Mesothelioma (Tumor Primer Pleura)

1. Definisi Tumor primer pleura yang dapat bersifat jinak atau ganas.

2. Diagnosis Keluhan atau gejala: pada stage awal tidak menimbulkan gejala. Gejala nyeri dan atau sesak napas timbul setelah tumor melibatkan lebih luas permukaan pleura dan atau menyebabkan timbulnya efusi pleura. Secara umum gejala yang timbul adalah nyeri dada yang ditimbulkan nonpleuretik dan sering menjalar ke perut bagian atas, sesak napas demam, kedinginan, berkeringat, lemah, tidak enak badan. Lebih dari 50% kasus terdapat efusi pleura.Diagnosis pasti didapat dari hasil sitologi dan atau histopatologi jaringan tumor di pleura.

3. Etiologi Etiologi pasti tidak diketahui tetapi paparan asbes menjadi faktor utama.

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum Pemeriksaan fisik dan anamanesis untuk

mengetahui ada tidaknya paparan asbes Fototoraks PA dan lateral Laboratorium rutin

4.2. Khusus CT Scan toraks dengan kontras Punksi pleura jika ada cairan Biopsi pleura jika ada cairan Transthoracal Needle Aspiration (TTNA)

tanpa dengan tuntunan flouroskopi atau CT Torakoskopi jika dari punksi dan biopsi

pleura tidak didapat diagnosis pasti Sitologi cairan pleura, TTNA dan atau

histopatologi jaringan biopsi Pewarnaan (immunohistochemistry) pada

sediaan sitologi atau histopatologi.

5. Faktor risiko Paparan Asbes

93

Page 123: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Diagnosis banding 1. Tumor paru2. Metastasis tumor di paru3. Pleuritis TB

7. Terapi Terapi tergantung pada jenis mesotelioma jinak atau ganas.

Terapi untuk mesotelioma jinak adalah bedah.

Terapi untuk mesotelioma ganas tergantung pada stage penyakit.

Modaliti untuk mesotelioma ganas adalah bedah, kemoterapi dan radioterapi.

7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simtomatik untuk

mengatasi gejala yang timbul, misalnya analgesik untuk mengatasi nyeri.

Obat-obat suportif, misalnya vitamin.

Kemoterapi untuk mesotelioma ganas

7.2. Khusus Punksi pleura dan bila carian cukup banyak dilakukan pemasangan WSD

Dilakukan pleurodesis bila produksi cairan pleura masif

Pleurektomi untuk paliatif

94

Page 124: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

8. Perawatan rumah sakit Untuk mempercepat prosedur diagnostik.

Jika dilakukan pemasangan WSD akibat efusi pleura masif

Pembedahan Kemoterapi Keadaan umum buruk dan perlu terapi

suportif.

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Gangguan fungsi paru (gagal napas) akibat

Atelektasis paru luas, penekanan organ organ di mediastinum akibat efusi pleura masif

Syok akibat nyeri Gangguan aktiviti sehari-hari Gangguan Psikologi (stres, depresi)

9.2. Karena tindakan Batuk darah masif akibat prosedur diagnosis invasif

Pneumotoraks akibat prosedur diagnosis invasif atau WSD

Empiema akibat prosedur diagnosis invasif, punksi pleura, WSD

Infeksi sekunder akibat prosedur invasif Gangguan fungsi hepar dan ginjal akibat

kemoterapi Gangguan sistem hematopoetik (anemia,

leukopenia, trombositopenia, perdarahan) akibat kemoterapi

Neutropenia fever akibat kemoterapi Mikosis dan infeksi sistemik lain akibat

prosedur diagnosis invasi, kemoterapi, pemberian steroid yang lama dan atau keadan umum yang buruk dan pembedahan.

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu untuk tindakan diagnostik atau terapi

11. Masa pemulihan Tegantung jenis (jinak atau ganas), stage penyakit dan pengobatan yang diberikan.

12. Bidang terkait Radiologi Patologi klinik

Page 125: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Patologi anatomi Bedah toraks Radioterapi

13. Fasilitas khusus o Bronkoskopio Torakoskopi

14. Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

93

95

Page 126: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: C.34

Nama penyakit Nodul Paru Soliter

1. Definisi Ialah lesi radiologik berbentuk bulat soliter dikelilingi oleh jaringan paru yang normal.

2. Diagnosis Gambaran radiologikDapat dengan atau tanpa gejala klinis seperti batuk-batuk, batuk berdarah

3. Etiologi Tidak diketahui

4. Pemeriksaan penunjangUmum Anamnesis untuk mencari etiologi : riwayat tb paru,

jamur paru, kebiasaan merokok. Pada pemeriksaan fisis tidak didapat kelainan Foto toraks PA dan lateral Uji Mantoux

4.2. Khusus CT-Scan toraks Bronkoskopi + biopsi transbronkial (TBLB) Transthorakal Needle Aspiration (TTNA) dengan

tuntunan fluoroskopi atau CT Scanning toraks Petanda tumor (tumor marker) Torakotomi ekspolasi bila diagnosis pasti tidak dapat

ditegakkan

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding Tuberkuloma Kanker paru Hemangioma Mikosis paru Lain-lain : Pneumonia eosinofilik, Sindrom Loeffler

7. Terapi7.1. Non medikamentosa -7.2. Medikamentosa Terapi simptomatik

Terapi sesuai dengan penyakit7.3. Khusus Bedah

96

Page 127: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

8. Perawatan rumah sakit Pada keadan tertentu untuk prosedur diagnostik invasif, misalnya bronkoskopi, torakotomi eksplorasi.

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit Tidak ada

9.2. Karena tindakan Batuk darah Pneumotoraks Pneumonia

10. Informed consent (surat persetujuan)

Perlu, karena banyak dilakukan tindakan invasif

11.Masa pemulihan Tergantung tindakan yang diberikan

12.Bidang terkait Radiologi Patologi Klinik Patologi anatomi Bedah toraks Anestesi Mikologi

13.Fasilitas khusus o Bronkoskopio Flouroskopi untuk TBLB

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

97

Page 128: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

IMUNOLOGI

98

Page 129: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: L51.1Nama penyakit Sindrom Stevens Johnson akibat alergi

obat (rifampisin)

1. Definisi Sindrom yang mengenai kulit dandiakibatkan oleh pemakaian obat OATmisalnya : rifampisin

2. Diagnosis Kriteria diagnosis :Gejala berupa demam tinggi, malese, nyerikepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok. Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan-kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orificium dan kelainan mata.Kelainan kulit : eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula memecah sehingga terjadi erosi yang luas.Di samping itu juga terjadi purpura kelainan selaput lendir yang tersering pada mukosa mulut. Kelainan pada mata berupa conjungtivitis katanalis

3. Etiologi

4. Pemeriksaan penunjang4.1. Umum4.2. Khusus

5. Faktor risiko

6. Diagnosis banding

7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan

10. Informed consent (surat persetujuan)99

Page 130: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait

13.Fasilitas khusus

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

100

Page 131: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Paru Kerja

101

Page 132: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.60-64, J.66

Nama penyakit Penyakit Paru Kerja

1. Nama penyakit / diagnosis : Penyakit paru akibat kerja meliputi antara lain : Pneumokoniosis pekerja tambang batu bara

(J60) Asbestosis (J61) Silikosis (J62) Pneumokoniosis lain (J63-J64) Bisinosis (J66) Pneumonitis hipersensitiviti Asma kerja Kanker paru akibat kerja Bronkitis industri

2. Definisi : Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pajanan bahan / zat di lingkungan tempat kerja. Tergantung bahan/zat penyebab, masing-masing mempunyai nama penyakit tersendiri.

3. Kriteria diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat yang akurat dan terinci

Keluhan tergantung berat ringannya penyakit, mulai dari batuk, sesak napas, penurunan berat badan sampai pada kecacatan yang menetap

Pemeriksaan faal paru tergantung berat ringannya penyakit, mulai dari yang ringan reversible sampai pada yang berat dan irreversible

Gambaran radiologi tergantung berat-ringannya penyakit. Untuk pneumokoniosis dinilai berdasarkan klasifikasi ILO tentang gambaran radiologis.

4. Diagnosis banding : Dapat berupa berbagai kelainan paru seperti: Bronkitis kronik Asma bronkial Tuberkulosis paru Penyakit paru interstitial Dan lain-lain

5. Pemeriksaan penunjang102

Page 133: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

4.1. Umum : Foto toraks Uji faal paru (peakflow meter dan

spirometri)

4.2. Khusus : Uji provokasi bronkus CT Scanning toraks Uji kapasiti difusi Uji imunologi BAL (bronkoalveolar lavage) Biopsi paru

6. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

7. Perawatan rumah sakit : Pada kasus berat dan atau dengan kasus-kasus komplikasi kardiopulmoner dan komplikasi lain

8. Terapi : Penanganan pada dasarnya meliputi penanganan keluhan paru sesuai dengan kelainan yang ada, termasuk penanganan kardiopulmoner dan komplikasi lainnyaCatatan: Pemeriksaan kesehatan berkala termasuk

pemeriksaan fungsi paru memegang peranan utama untuk deteksi sedini mungkin dan mencegah kecacatan tetap

Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja perlu selalu ditaati

9. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B / C

10. Penyulit (komplikasi) : 10.1. Karena penyakit Korpulmonal

Gangguan paru dan pernapasan yang menetap

Mesotelioma dan kanker paru pada pajanan debu asbes

Tuberkulosis paru pada pajanan debu silica

Kecacatan paru

10.2. Karena tindakan Bronkospasme Pneumotoraks

103

Page 134: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Pneumonia11. Informed consent (tertulis) : Diperlukan pada tindakan-tindakan khusus

12. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru, untuk penanganan khusus di bidang masalah paru

Dokter Kesehatan kerja untuk penanganan umum dan lingkungan kerja

Dokter Spesialis Radiologi untuk pembacaan foto toraks sesuai Standar ILO

13. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

15. Output : Sembuh Kelainan menetap

Pada keadaan yang berat (komplikasi) dapat terjadi kematian

16. PA : Tergantung jenis pajanan dan penyakit

17. Autopsi / risalah rapat : -

18. Bidang terkait : Radiologi Kesehatan kerja

19. Fasilitas khusus : Laboratorium khusus analisis material Laboratorium uji provokasi bronkus dengan bahan spesifik

104

Page 135: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

1. Nama penyakit / definisi : Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara dalam ruangan

Penyakit paru akibat inhalasi polusi udara dalam ruangan adalah penyakit paru yang diakibatkan inhalasi bahan polutan dalam ruangan seperti asap hasil pembakaran (rokok, kompor, dll), gangguan sirkulasi udara di gedung, bahan yang mudah menguap, serat-serat inorganic dengan kadar yang tinggi di atas nilai normal

2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan/pajanan yang akurat dan terinci, keluhan dapat asimptomatik sampai gejala batuk, sesak napas, demam dan mengi

3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Bronkitis kronik Asma Tuberkulosis paru Pneumonia

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru

Khusus : Analisis gas darah, CT-scan toraks

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi

7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen

Terapi medikamentosa : Obat simptomatik, antibiotik bila terjadi infeksi

Terapi khusus : Menghindari penyebab, menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja

8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C

105

Page 136: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

9. Penyulit (komplikasi) : Karena penyakit : Infeksi, gangguan paru dan

pernapasan yang menetap, kanker paru

Karena tindakan : Bronkospasme

10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru Dokter Spesialis Perawatan Intensiv

12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal

15. PA : -

16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Radiologi, kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan dan kadar polutan

106

Page 137: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J 66

1. Nama penyakit / definisi : Bisinosis (J66)

Bisinosis adalah penyakit yang timbul akibat inhalasi debu kapas di lingkungan kerja. Bisinosis disebut juga brown lungdisease, cotton bract atau cotton lung disease.

2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat

yang mengandung kapas, hemp atau flax Gejala berupa rasa berat atau sempit di

dada (chest tighness), batuk dan sesak napas saat hari pertama kembali masuk kerja setelah istirahat akhir pekan.

Gejala yang timbul seperti batuk kering, millfever, weavercough bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.

Klasifikasi WHO untuk bisinosis secara klinis : - Derajat B1 : Rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja- Derajat B2 : Rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali bekerja dan pada hari-hari bekerja selanjutnya

3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Bronkitis kronik Asma Asma akibat kerja

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus : Uji provokasi bronkus dengan debu kapas

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru107

Page 138: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi

7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen

Terapi medikamentosa : Obat simptomatik, bronkodilator

Terapi khusus : Menghindari penyebab, menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja

8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C

9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan yang menetap

Karena tindakan : Bronkospasme

10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal

15. PA : -

16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Dokter Kesehatan Kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab

108

Page 139: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: Z.00 – Z.13

1. Nama penyakit / diagnosis : Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check-up)

2. Indikasi : Pemeriksaan kesehatan berkala Pemeriksaan prasyarat bekerja

3. Diagnosis banding : -

4. Pemeriksaan penunjangAnamnesis : Keluhan yang ada

Riwayat penyakit paru yang pernah diderita atau yang masih diderita saat ini

Riwayat penyakit lainnya yang pernah atau masih diderita

Riwayat kebiasaan pribadi: merokok, minuman keras, NAPZA

Riwayat pekerjaan: jenis pekerjaan, lama bekerja, zat pajanan, keluhan akibat pekerjaan

Riwayat lingkungan: tempat tinggal, tempat bekerja

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

6. Perawatan fisik / jasmani : Bisa tidak ditemukan kelainan

7. Pemeriksaan penunjang : Rontgen toraks PA, jika perlu lateral Uji faal paru (Spirometri)

Catatan:Selain pemeriksaan umum dapat dilakukan uji faal paru yang bersifat khusus sesuai kebutuhan.

Pemeriksaan lain jika ditemukan kelainan- Dahak ◈ BTA 3 kali dengan biakan dan uji resistensi bila perlu ◈ Pulasan gram (pada dugaan infeksi bakterial)

◈ Jamur (pada dugaan infeksi jamur, namun harus dikonfirmasi

109

Page 140: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

dengan pemeriksaan lain)◈Sitologi (pada kecurigaan keganasan paru dan saluran napas)

- Radiologi lain (seperti fluoroskopi, USG, CT Scanning toraks dll)

- Pemeriksaan lain yang dianggap terkait langsung dengan kelainan di paru

8. Output : Tidak ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dapat bekerja biasa dan melakukan semua aktiviti

Ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dapat bekerja dan melakukan aktiviti dengan pembatasan

Ditemukan gangguan atau penyakit pada saluran napas dan paru, pasien dianjurkan untuk tidak bekerja atau beraktiviti untuk sementara waktu atau seterusnya

110

Page 141: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J.67

1. Nama penyakit / definisi : Pneumonitis hipersensitiviti

Pneumonitis hipersensitiviti adalah penyakit paru kerja yang terjadi akibat inhalasi suatu bahan terutama organik. Pneumonitis hipersensitiviti sering disebut extrinsic allergic alveolitis, merupakan penyakit imunologi terjadi karena terinhalasi antigen (termasuk partikel organik) dengan berat molekul yang rendah, tidak bersifat atopi dan tidak berhubungan dengan kenaikan IgE atau eosinofil.

Bergantung pada agen penyebab pneumonitis hipersensitiviti diberi nama berbeda. Bila bahan penyebab jamur tanaman atau jerami pada petani sering disebut farmer’ lung disease, agen penyebab residu gula disebut bagassosis, penyebab plastik disebut plastic workers lung, penyebab logam cobalt disebut hard metal lung disease dll

2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat

yang akurat Pada yang akut akan timbul gejala sesak,

batuk nonproduktif, nyeri otot, rasa dingin, diaforesis, sakit kepala dan lemas yang terjadi dua sampai sembilan jam setelah terpajan antigen. Gejala akan meningkat setelah 6 sampai 24 jam dan akan menghilang setelah 1 sampai 24 jam tanpa pengobatan. Pada pneumonitis hipersensitiviti kronik akan timbul gejala sesak yang lebih berat, batuk produktif, nafsu makan menurun dan berat badan menurun.

Kriteria diagnosis pneumonitis hipersensitiviti :Kriteria mayor

111

Page 142: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Riwayat pajanan antigen atau terdapat serum antibodi

Gejala sesuai dengan pneumonitis hipersensitif

Terdapat kelainan pada foto toraks atau high resolution CT scan

Antigen dapat dibuktikan

Kriteria minor Ronki basah di kedua basal Penurunan kapasiti difusi Hipoksemia saat istirahat dan latihan Limfositosis pada BAL

Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi semua kriteria mayor dan paling sedikit empat kriteria minor serta menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala yang sama

3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit al : Asma Sarkoidosis Demam inhalasi Infeksi virus & mikoplasma Tuberkulosis Infeksi jamur Penyakit interstitial lain Penyakit berilium kronik Limfoma/leukemia Inhalasi gas toksik

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Pemeriksaan darah tepi, foto toraks,

uji faal paru (spirometri)

Khusus : CT Scan toraks Uji kapasiti difusiBAL (Bronkoalveolar lavage)

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi

7. Terapi :112

Page 143: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Umum :Terapi Nonmedikamentosa : Oksigen

Terapi medikamentosa : SimptomatisKortikosteroid seperti prednisolon 60 mg/hari selama 4 minggu.

Terapi khusus : Menghindari penyebab, prinsip-prinsip kesehatan kerja

8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C

9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan yang menetap

Karena tindakan : -

10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Output : Sembuh total, kelainan menetap, komplikasi, meninggal

15. PA : -

16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab

113

Page 144: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X : J611. Nama penyakit / definisi : Asbestosis (J61)

Asbestosis adalah penyakit paru yang timbul akibat inhalasi debu serat asbes yang ditandai dengan fibrosis interstitial difus pada paru

2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan/zat

yang mengandung serat asbes Diagnosis asbestosis ditegakkan bila

terdapat fibrosis parenkim paru difus dengan atau tanpa penebalan pleura dan terdapat riwayat pajanan serat asbes. Riwayat pajanan meliputi lama, awitan, tipe dan intensiti pajanan yang diterima penderita

Gambaran radiologis dinilai dengan penderajatan menurut ILO. Beberapa gambaran khas adalah perselubungan halus ireguler, tersebar di daerah posterior, basal paru dan subpleura. Plak pleura, sangat spesifik untuk mengetahui riwayat pajanan serat asbes dan digunakan sebagai petanda pajanan serat asbes.

Diagnosis mikroskopis asbestosis ditegakkan bila terdapat fibrosis interstisial difus dan asbestos body. Asbestos body adalah serat asbes dengan selaput protein dan besi yang terbentuk setelah serat asbes terdeposit.

3. Diagnosis banding : Berbagai penyakit pneumokoniosis lain Tuberkulosis

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus : Kapasiti difusiCT Scan toraksUji imunologiBronkoskopi ( Biopsi)

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru114

Page 145: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi

7. Terapi :Umum : Menghindari pajanan lebih lanjutTerapi Nonmedikamentosa :Terapi medikamentosa : Bersifat simptomatisTerapi khusus : Menghindari penyebab, prinsip-prinsip

kesehatan kerja

8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C

9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan

yang menetap, Kanker Paru Mesotelioma

Karena tindakan : -

10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga : Dokter spesialis paru

12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Output : Kelainan menetap, komplikasi, meninggal15. PA : -

16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Radiologi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab

115

Page 146: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-X: J62

1. Nama penyakit / definisi : Silikosis (J62)

Silikosis merupakan penyakit parenkim paru akibat kerja yang diakibatkan inhalasi silikon dioksida atau silika. Silikosis dapat timbul akibat inhalasi debu yang mengandung kristal silika yang tersebar secara luas di permukaan bumi.

Berdasarkan waktu pajanan, konsentrasi pajanan dan perkembangan penyakitnya, silikosis dibagi atas : Silikosis akut Silikosis terakselerasi Silikosis kronik

2. Kriteria Diagnosis : Riwayat pekerjaan / pajanan bahan / zat

yang mengandung silika seperti pertambangan, penggalian granit, pasir, batu tulis, tukang batu, pabrik keramik, penuangan logam, semen dan proyek bangunan dll.

Silikosis kronik timbul akibat pajanan terhadap debu silika dengan konsentrasi rendah selama 15 tahun atau lebih. Gejala berupa sesak napas awalnya terlihat pada waktu kerja kemudian pada saat beristirahat. Sesak napas makin lama makin memberat. Periode terakhir pasien silikosis adalah kegagalan kardiorespirasi.

Silikosis akut terjadi akibat pajanan silika bebas konsentrasi tinggi dan berlebihan dalam waktu singkat yaitu dalam beberapa minggu sampai 5 tahun. Riwayat penyakit yang khas yaitu sesak napas progresif, demam, batuk dan penurunan berat badan sesudah pajanan singkat terhadap silika konsentrasi tinggi.

116

Page 147: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Silikosis terakselerasi terjadi karena pajanan silika selama 5-10 tahun. Progresiviti penyakit tetap berlangsung meskipun pekerja telah dihindarkan dari pajanan. Gejala, gambaran foto toraks serta gambaran patologi mirip dengan silikosis kronik tetapi terjadi lebih cepat dan perburukan terjadi progresif sering disertai infeksi mikobakterium tipikal dan atipikal

Gambaran radiologis dinilai dengan penderajatan menurut ILO. Beberapa gambaran khas adalah nodul silikosis pada parenkim dan kelenjar getah bening dan akhirnya terjadi fibrosis masif progresif (FMP) ditandai penggabungan perselubungan halus menjadi lesi lebih besar menjadi lesi kategori A sampai C menurut penderajatan ILO.

3. Diagnosis banding : Penyakit pneumokoniosis lain Tuberkulosis

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Foto toraks, uji faal paru (spirometri)

Khusus : Kapasiti difusiCT Scan toraksUji imunologiBronkoskopi ( Biopsi)

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

6. Perawatan rumah sakit : Rawat jalan dan rawat inap bila sesak atau terdapat komplikasi

7. Terapi :Umum :Terapi Nonmedikamentosa : -

Terapi medikamentosa : Bersifat simptomatis

117

Page 148: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Terapi khusus : Menghindari penyebab, menjalankan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja

8. Standar rumah sakit : Rumah sakit tipe B/C

9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Gangguan paru dan pernapasan

yang menetap, infeksi tuberkulosis Kanker Paru Pneumotoraks

Karena tindakan : -

10. Penjelasan dengan persetujuan : Bila dilakukan tindakan khusus

11. Standar tenaga : Dokter Spesialis Paru

12. Lama perawatan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

13. Masa pemulihan : Tergantung berat penyakit dan respons terhadap pengobatan

14. Output : Kelainan menetap, komplikasi, meninggal

15. PA : -

16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Radiologi, dokter kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium khusus analisis bahan penyebab

118

Page 149: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

1. Nama penyakit / definisi : Asma kerja

Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran jalan napas yang bervariasi dan atau hipereaktiviti bronkus nonspesifik disebabkan oleh penyebab dan keadaan di lingkungan pekerjaan tertentu dan rangsangan tersebut tidak dijumpai di luar tempat kerja.

2. Kriteria Diagnosis : Menurut ACCP (American College of Chest Physician), kriteria diagnosis untuk asma kerja harus memenuhi semua 4, A sampai D sebagai berikut :

A. Diagnosis asma oleh dokter dan atau ada bukti secara faal paru terjadi hipereaktiviti saluran napas.

B. Pajanan di tempat kerja mendahului awitan gejala asma

C. Ada hubungan antara gejala dengan pekerjaan

D. Ada pajanan dan atau ada bukti secara faal paru, hubungan antara asma dengan lingkungan kerja (diagnosis asma kerja membutuhkan satu atau lebih dari D2-D5, pada umumnya asma kerja membutuhkan hanya D1).

D1. Pajanan di tempat kerja terhadap bahan yang dilaporkan dapat meningkatkan asma Kerja

D2. Perubahan VEP1 dan atau APE yang berhubungan dengan tempat kerja

D3. Perubahan hipereaktiviti bronkus nonspesifik secara serial yang

berhubungan dengan kerjaD4. Uji provokasi bronkus spesifik

positifD5. Onset asma secara jelas ber-

hubungan dengan gejala akibat pajanan bahan iritan di tempat kerja (umumnya pada RADS)

3. Diagnosis banding : Asma yang diperberat di tempat kerja

119

Page 150: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

PPOK SOPT

4. Pemeriksaan penunjangUmum : Darah lengkap

Foto toraksKhusus : APE atau VEP1 serial selama 2 minggu

Uji provokasi bronkus spesifik dan Nonspesifik Uji kulit

5. Konsultasi : Dokter Spesialis Paru

6. Perawatan rumah sakit : Bila eksaserbasi

7. Terapi :Umum : Hindarkan pajanan Terapi Nonmedikamentosa :

Terapi medikamentosa : Bronkodilator Steroid

Terapi khusus :

8. Standar rumah sakit :

9. Penyulit (komplikasi) Karena penyakit : Karena tindakan : -

10. Penjelasan dengan persetujuan :

11. Standar tenaga :

12. Lama perawatan :

13. Masa pemulihan :

14. Output :

15. PA : -16. Autopsi/risalah rapat : -

17. Bidang terkait : Kesehatan kerja

18. Fasiliti khusus : Laboratorium faal paru dan uji provokasi bahan spesifik

120

Page 151: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

Faal Paru

121

Page 152: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

No. ICD-IX-CM: 89.37 dan 89.38Nama penyakit Faal Paru (Spirometri)

1. Definisi Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi paru

2. Diagnosis Pemeriksaan faal paru dilakukan pada semua pasien yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum indikasi pemeriksaan faal paru pada :1. Penderita yang mempunyai riwayat kelainan

paru2. Penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk

tindakan anestesi/bedah seperti perokok, obesitas dan usia diatas 60 tahun

3. Penderita yang akan menjalani tindakan bedah abdomen dan toraks Pemeriksaan faal paru berguna untuk

menentukan risiko anestesi dan atau pembedahan, bukan menentukan indikasi dan indikasi kontra tindakan bedah

Risiko anestesi/pembedahan dibagi dalam tiga tingkat yaitu, risiko ringan, risiko sedang dan risiko tinggi

Nilai faal paru dalam menentukan risiko anestesi/pembedahan a. Pembedahan diluar abdomen dan toraks

- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 > 60%

- Risiko sedang bila : KV > 30% VEP1 > 30 %

- Risiko tinggi bila : KV < 30% VEP1 < 30%

b. Pembedahan abdomen bagian bawah- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 >

60%- Risiko sedang bila : KV > 35% VEP1 >

60%- Risiko tinggi bila : KV < 35% VEP1 <

60%c. Pembedahan abdomen bagian atas

- Risiko ringan bila : KV > 60% VEP1 > 60%

- Risiko sedang bila : KV > 40% VEP1 > 60%

- Risiko tinggi bila : KV < 40% VEP1 < 60%

122

Page 153: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

d.Pembedahan toraks tanpa pengangkatan jaringan paru risiko tindakan sama dengan pembedahan abdomen bagian atas

e. Reseksi paru- Risiko ringan :

1. Pneumonektomi KV paru kontra lateral lebih dari

45% VEP1 > 60% 2. Pembedahan nilateral

KV > 60% 3. Pembedahan bilateral

KV > 75% VEP1 > 60%- Risiko sedang : 1. Pneumonektomi KV paru kontra lateral lebih dari 35% VEP1 > 60% 2. Pembedahan unilateral KV > 60%, KV paru kontra lateral > 20% VEP1> 60% 3. Pembedahan bilateral KV > 50% VEP1 > 60% - Risiko tinggi, keadaan ini berbahaya

bahkan pembedahan mungkin tidak dapat dilakukan apabila nilai faal paru kurang dari batas bawah nilai faal paru pada risiko sedang

3. Etiologi

4. Pemeriksaan penunjang Spirometri4.1. Umum4.2. Khusus

5. Faktor risiko

123

Page 154: Standar Pelayanan Medis RSUD EF

6. Diagnosis banding

7. Terapi7.1. Non medikamentosa7.2. Medikamentosa7.3. Khusus

8. Perawatan rumah sakit Rawat jalan Rawat inap

9. Penyulit (komplikasi) 9.1. Karena penyakit9.2. Karena tindakan

10. Informed consent (surat persetujuan)

11.Masa pemulihan

12.Bidang terkait

13.Fasilitas khusus

14.Prognosis14.1. Ad fungsionam14.2. Ad sanasionam14.3. Ad vitam

124

Page 155: Standar Pelayanan Medis RSUD EF
Page 156: Standar Pelayanan Medis RSUD EF
Page 157: Standar Pelayanan Medis RSUD EF