sp tbc paru kronis
Post on 27-Oct-2015
90 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TBC Paru Kronis
Ferdina Maria Ginting
10 2008 225
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Ferdinamaria_ginting@ymail.com
SKENARIO 1
Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri
Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak
perempuannya (R, 9 tahun) saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda,
karena ketiadaan uang hanya minum obat dari took obat dan jamu. Keluarga Bapak M
tinggal di sebuah rumah semi permanen 4x11 meter di pemukiman yang padat penduduk.
I. PENDAHULUAN
Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah
india dan cina yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak
diobati, tiap satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai
15 orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai factor.
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian
bawah. Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan
oleh mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika
seseorang sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC
akan mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan
berat-badan, haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai
darah, nafas bunyi crakles (gemercik), Wheezing (mengi). Keringat banyak malam hari,
kedinginan.
1
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut
Alsagaff (2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita),
penurunan daya tahan tubuh (pasien infeksi HIV, pengguna obat-obat terlarang atau
alkohol), faktor lingkungan (pemukiman yang penuh, kumuh), virulensi tinggi dan
jumlah basil banyak (perilaku buang dahak sembarangan), faktor imunologis, faktor
psikologis, dan kelompok sosio ekonomi rendah (nutrisi dan sebagainya).
Penatalaksanaan TBC meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Penatalasanaan secara promotif yaitu Peningkatan kesehatan diberikan pada individu dan
keluarga baik yang kontak dengan penderita TBC maupun tidak, adapun cara-cara untuk
meningkatkan kesehatan terkait dengan TBC meliputi hal-hal : menghindari factor
resiko, mengelola stress, menjaga kebersihan diri (Personal higiene), nutrisi yang
seimbang, imunisasi, pemeriksaan rutin (laboratorium).
Pengetahuan penderita TBC dan keluarga pada tingkatan tahu adalah mengingat
penyebab kambuhnya batuk, tertarik menjadi tahu setelah melihat iklan obat batuk dan
dengan obat batuk tersebut gejala batuk bisa reda. Contoh dari pengetahuan tingkat
kedua (memahami) adalah mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit TBC, ataupun
penyakit lainya. Pengetahuan yang terkait pada aplikasi misalnya adalah seorang
penderita atau keluarga yang mampu memilih berobat secara rutin ke puskesmas atau
Balai Paru untuk pengobatan sakit TBC.1
II. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
A. Etiologi
Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculocis, yang masih keluarga besar genus Mycrobacterium. Dari anggota
keluarga Mycrobacteriumyang diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal
bermasalah dengan kesehatan masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium
tuberculocis, M.bovis yang terdapat pada susu sapi yang tidak dimasak,
dan M.leprae yang menyebabkan penyakit kusta.
Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron
dan tebal 0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut
dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak
dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain
2
adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen terutama pada bagian
apical posterior. 1, 2, 3
B. Cara Penularan
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara
dalam rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung
pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara langsung,
menghirup udara bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita TB, tidak
demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam timbulnya kejadian TB pada
seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang mengandung kuman.
Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB
batuk, berbicara atau bersin, maka ribuan bakteri TB akan berhamburan bersama
”droplet” nafas penderita yang bersangkutan, khususnya pada penderita TB aktif dan
luka terbuka pada parunya.
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta lamanya
seseorang menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman TB sangat
sensitif terhadap cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan dalam
membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat penting
dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan. 1,2,3
C. Periode Prepatogenesis
Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem
serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.
3
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi kongenital yang jarang terjadi. 4
Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran
sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial
yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan
dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah,
eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya
tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi
penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang
dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
1. paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita,
2.paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita,
3. puncak sedang pada usia lanjut.
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak
berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel
usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali
pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang
menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada
populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
4
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga
secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan
sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya
ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan
fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga
berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
D. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi
dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta,
kemudian berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti
penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi
dari Agent, Host dan Lingkungan. 2,4
5
Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung dan
pada manusia yang pertama kali kemasukan disebut primary infection. Infeksi
pertama (primer) terjadi ketika seseorang pertama kali kemasukan basil atau kuman
TB umumnya tidak terlihat gejalanya. Dan sebagian besar orang, berhasil menahan
serangan kuman tersebut dengan cara melakukan isolasi dengan cara
dimakanmacrophages, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus paru.
Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri
di paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh sebab itu, kemudian
disebut sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga
pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui
dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.2
6
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun.
Apabila gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk melalui aliran
darah dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB milier.
Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang disebut meningitis
radang selaput otak yang sering menimbulkan sequele gejala sisa yang permanen.2
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita
AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di
negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh lebih besar.
Ada ukuran Annual Risk of Tubercolosis Infection (ARTI). Indonesia tercatat
memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada
ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 orang penduduk akan ada 10
orang yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu berkembang menjadi
TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1% maka
diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya,
dimana 100 orang diantaranya adalah BTA positif.2
Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru orang-
orang yang tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul bila kondisi
tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS
(Achmadi, 2005). TB secara teoritis menyerang berbagai organ, namun terutama
menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai atau
tempat yang sering terkena adalah apical pasterior. Hal ini disebabkan
karenaMycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan pada daerah tersebut
adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.2
E. Manifestasi Klinis
Gejala Sistemik Tuberkulosis
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam
berlangsung pada sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun tanpa
aktifitas, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan
kemudian seperti demam, influenza biasa, dan kemudian seolah-olah sembuh tidak
ada demam.
Gejala lain adalah malaise (perasaan lesu) bersifat berkepanjangan kronis,
disertai rasa tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu, pegal-pegal, nafsu makan
7
berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik ini
terdapat baik pada TB Paru maupun TB yang menyerang organ lain. 1
Gejala Respiratorik Tuberkulosis
Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk
bisa berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini terjadi
apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif
sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau sputum.
Dahak ini kadang bersifat purulent.
Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini
disebabkan karena pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah
lanjut. Batuk darah inilah yang sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila
kerusakan sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka
disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.
III. PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, integrative, holistic, koordinatif, dengan
mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta
pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis
kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap Dokter Keluarga secara garis besarnya ialah :
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga.
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam pelayanan
kedokteran keluarga.
c. Menguasai keterampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan professional
dokter-pasien untuk:
Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan
perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga.
Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama
menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan
8
penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan
keluarga.
Dapat bekerjasama secara professional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaran pelayanan kedokteran/ kesehatan.
Karakteristik Dokter keluarga menurut IDI (1982) adalah :
a. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat.
b. Pelayanan menyeluruh dan maksimal
c. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan
d. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
e. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya.
Tugas Dokter Keluarga, meliputi :
a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu
guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.
b. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit.
d. Memberikan pelayanan kedokteran kepada nidividu dan keluarganya.
e. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
f. Menangani penyakit akut dan kronik.
g. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.
h. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS.
i. Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan
j. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
k. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien.
l. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar
m.Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus. 5
Rangkaian kegiatan yang diberikan oleh kedokteran keluarga:
9
1. Penyembuhan penyakit (kuratif)
2. Pemulihan kesehatan ( rehabilitatif)
3. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif)
4. Pencegahan dan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit (preventif
dan protektif).
IV. KESEHATAN LINGKUNGAN
Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari factor
risiko terjadinya TBC, meliputi :
1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan
dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang.
Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang
lainnya minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang,
kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara
yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa
maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60
lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
10
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat
dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan
pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi
udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,
misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga
diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.
Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang
lebih 60%.
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
5. Kelembaban udara
11
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. 6
V. UPAYA PREVENTIF
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan
standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa
Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan
adalah rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk
mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB
banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan
penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta
masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
12
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.
Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat
penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan
ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani
pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat
menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari
penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa
dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah
persepsi masyarakat tentang TB-dari “suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat
disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan
penderita secara pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan
PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain
dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk
kalangan media massa. 2, 4, 7
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung
perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina
hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan
penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas, posyandu, dan
lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi dengan penderita
bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat
dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai
masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan
lancar, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat,
penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan
perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian,
penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha
13
memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta
pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia
yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik. 2, 4, 7
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok
orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya.
Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat
berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap isi pesan
yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (gambar atau symbol) maka
isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti gunakan alat Bantu
penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan jelas. 2, 4, 7
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita,
tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar,
radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama
pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan
kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana
laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak mengecewakan
masyarakat yang dating untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang
tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi “bumerang” (counter productive).2, 4,
7
Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
14
Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada
orang lain.
Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru
bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti
halnya penyakit lain.
Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya
sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader. 2, 4, 7
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada
bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun
kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,
kontak, suspect, perawatan.
Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan
pasteurisasi air susu sapi. 2, 4, 7
15
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
a. Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis
pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun,
pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila
diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit pelayanan kesehatan
memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya
untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB
berdasarkan pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3
kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai
menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang
diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika
penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu,
disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen
SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut, yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam
pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah
kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil
radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak
SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya
dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila
tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya
tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur
terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS
16
positif, maka yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila
dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi
mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi
positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif,
maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada
orang dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan
BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi
dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7
hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang
baik.
2. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik dengan memadai.
3. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai
keringat malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran
napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
4. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran
ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
6. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan
adanya tanda-tanda cairan abdomen.
17
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan
( yakni di dalam kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU
( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan
diukur diameter dari peradangan atau indurasi yang dinyatakan dalam
milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm pada anak dengan
gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi
modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi
maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak
yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan.
Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting
untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. 2, 4, 7
b. Penatalaksanaan TB
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan
tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya
kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-
orang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniasid, maka isoniasid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi
baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin);
adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi;
abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan TB lama,
18
diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau
pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang
menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan
diberi pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi
samping yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas,
jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi
dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan
memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu
terhadap semua penderita; terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih
dan terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan.
Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat
efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk
diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem
DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi
dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT
kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk
penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6
bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide
(PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan.
Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan
streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan
prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes
sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi
sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa
kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi.
Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan
tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila
tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana
bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai
menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau
rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya
pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551
19
Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang,
WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2
bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH
dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi
secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan
EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam
obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit
dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka
pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada
anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari
penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan
limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan.
Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup
selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan
yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen
dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil.
Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.
Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi
untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem
(DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan
preventif untuk kontak.
Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum
biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah
Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang
secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru
dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam
ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu
20
agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang
memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung
pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi
tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya
negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang
mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan
sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap
pengobatan).Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa.
Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang
diberikan kepada penderita.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
1. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin,
Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang
tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
2. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin,Amikasin,Kapreomisin, Kanamisin. 2, 4, 7
3. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara
psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi
cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. 2, 4, 7
KESIMPULAN
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu problem
utama epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor
penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik
21
periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan dalam
Bagan “Segitiga Epidemiologi TBC”.
Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya
karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti
ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang
menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga juga
disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti
kebiasaan membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita. Faktor lain yang
berpengaruh adalah pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit TBC seperti
penyebab, akibat dan komplikasinya, sehingga menyebabkan keluarga dan penderita TBC
kurang termotivasi untuk berobat yang berakibat terjadinya penularan dalam keluarga. Akibat
lebih jauh dari hal tersebut adalah terjadinya penularan penderita TBC dalam keluarga dan
masyarakat yang kemudian akan berdampak pada masalah pembangunan kesehatan
kesehatan di Indonesia karena meningkatnya angka penderita TBC.
Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang terdiri
dari pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas. 2005.
2. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Jakarta: Infomedika. 2006.
3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
2006.
22
4. Universitas Indonesia (FKUI). 2004. Kuliah Tuberculosis. Diunduh dari http://ui.org/
fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 24 februari 2013.
5. Soetono, Sadikin, & Zanilda. Membangun Praktek Dokter Keluarga Mandiri.
Jakarta : Pengurus Besar IDI. 2006
6. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2001.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2002
23
top related