skenario d fix
Post on 13-Jul-2016
34 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SKENARIO
Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena mengalami
kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya,Awi menderita panas tidak tinggi dan
batuk pilek.
Pemeriksaan fisik :
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak
semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif
simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan
peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik
nafas. Berat badan 12 kg, panjang badan 85 cm, temperature 37.6ºC di axilla.
Paru : respiratory rate: 48 kali/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding
dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi:
vesikuler, ronkhi (-).
Jantung : tidak ada kelainan HR: 135 kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis
kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
Panas : peningkatan temperature diatas normal 98,6 ºF / 37 ºC
Batuk :ekspulsi udara tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari
paru-paru
Pilek : kondisi yang ditandai oleh adanya cairan encer atau kental
dalam hidung
Gelisah :gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya
mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai oleh ilusi,
halusinasi, delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan
incoherent.
1
Mengorok : terjadi pada jalan nafas seseorang terdapat obstruksi dan
biasanya terjadi pada saat seseorang dalam keadaan tidak
sadar dan biasanya lidah jatuh kearah belakang
Tampak biru (sianosis): diskolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi berlebihan
dalam darah
Ronki : suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas
yang penuh cairan atau mucus, terdengar saat inspirasi
atau ekspirasi
Nafas cuping hidung : Pernafasan ketika lubang hidung ikut melebar saat
menarik nafas
Retraksi : keadaan tertarik kembali
Vesikuler : bunyi nafas normal pada paru selama ventilasi dengan
frekuensi bunyi rendah
Capillary refill time : tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kukuh untuk
memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan
atau perfusinya.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas
2. Dua hari sebelumnya,Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.
3. Pemeriksaan fisik
- KU
- Vital sign
- Paru
- Jantung
- Ekstremitas
2
III.ANALISIS MASALAH
1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas
a. Apa etilogi dari kesulitan bernafas pada anak usia 2 th ?
Jawab :
- Menelan benda asing
- Asma akut
- Reaksi alergi pada sesuatu
- Reaksi anafilaksis
- Infeksi saluran pernafasan atas: croup, epiglottitis, abses retrofaringeal
- Penyakit saluran pernafasan bawah: bronkiolitis, pneumonia, acute
respiratory distress syndrome
- Laringomalasia
b. Bagaimana mekanisme dari kesuliatan bernafas pada usia 2 th ?
Jawab :
Kesulitan bernapas lebih banyak terjadi pada anak dibandingkan
dewasa. Hal ini dikarenakan anak memiliki saluran pernapasan yang lebih
kecil, kebutuhan oksigen untuk metabolisme lebih tinggi, respiratory
reserve (cadangan udara paru) sedikit, dan mekanisme kompensasi yang
tidak adekuat. Pada kasus, penyebab kesulitan bernapas adalah croup.
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring sekret mucus dan reaksi inflamasi yang
bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,
eritema, edem di dinding laring dan trakea penyempitan saluran nafas
atas obstruksi parsial jalan napas kesulitan bernafas.
3
c. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dengan kesulitan bernafas ?
Jawab :
Croup lebih sering terjadi pada usia 2-4 tahun. Croup merupakan
penyebab tersering obstruksi saluran nafas atas pada anak-anak berusia 6
bulan-6 tahun. Meskipun jarang dijumpai pada anak berusia di atas 6
tahun, croup dapat dialami remaja berusia 12-15 tahun. Laki-laki lebih
sering terjadi dibanding perempuan, dengan rasio 1,5 : 1.
2. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.
a. Apa etiologi dan mekanime dari panas tidak tinggi dan batuk pilek?
Jawab :
Etiologi :
panas tidak tinggi dan batuk pilek: infeksi virus, inflamasi lokal akibat
iritan
Mekanisme:
Demam :
Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen,
tubuh juga memiliki pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti
limfosit, basofil dan neutrofil. Tujuannya adalah untuk memfagosit dan
melisis mikroorganisme dan toksin yang masuk kedalam tubuh.Saat
fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan memicu Interleukin
(IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1.IL-1 memicu
hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase
yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan
memicu keluarnya Prostaglandin (PG). Efek keluarnya prostaglandin akan
mempengaruhi kerja thermostat di hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan
kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah
4
terjadinya demam. Apabila reaksi ini tidak begitu berlebih maka suhu yang
dihasilkan akan lebih rendah. Biasanya terjadi akibat infeksi virus.
Batuk :
Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat
jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel
tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda
asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran
pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga
terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi.Reseptor batuk dan
medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula
Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor,
kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan
menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi
intercosta pada abdominal.Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena
medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi
inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi.Saat bernafas
paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup
selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai
300cmH20.Fase ini disebut fase kompresi.
Pilek :
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel
APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel
APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
5
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk
IgE.IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk
IgE.Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE
tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang
masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel
dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar
cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma
yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic
Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler
& permeabilitas, sekresi mukus.Sekresi mukus yang berlebih itulah yang
menghasilkan pilek
b. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dengan keluhan utama ?
Jawab :
Panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari sebelumnya dengan kesulitan
bernapas merupakan suatu yang berkesinambungan. Infeksi virus diawali
pada rongga hidung merangsang makrofag (APC: antigen precenting
cell)yang kemudian dipresentasikan ke sell T-helper. T-helper 2 akan
melepas IL-2,4,5,6,10. IL-2 merangsang sel B berproliferasi menjadi sel
plasma sehingga terbentuk Ig E. Ig E akan merangsang mediator inflamasi
6
lain seperti histamine, eosinofil kemotactic factor A, tripase dan kinin,
kemudian mediator tsb merangsang sel mukosa untuk menghasilkan mucus
yang bertujuan untuk mengahambat invasi (masuknya virus lebih dalam ke
sal.pernafasan bagian bawah) dan mengeluarkan virus dari tubuh. Hal iniah
yang menyebabkan terjadinya pilek pada kasus. Apabila virus tidak bisa
dikeluarkan, virus lolos masuk ke dalam laring.Didalam laring terdapat
jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet, tempat reseptor
batuk berada. Virus yang menempel di jaringan epitel tersebut akan
merangsang reseptor batuk kemudian reseptor batuk yang akan merangsang
serabut saraf afferent selanjutnya dikirimkan stimulus ke pusat batuk di
dorsal medulla oblongata dan kemudian merangsang serabut saraf motorik
dan menghasilkan reflek batuk .
Beririangan dengan itu, infeksi virus akanmerangsang makrofag untuk
menghasilkan pirogen endogen dengan tujuan untuk memfagosit dan
melisis mikroorganisme dan eksogen yang masuk kedalam tubuh. Pada saat
fagositosis IL–1 dihasilkan kemudian memicu hypothalamus untuk
mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi
as.arakidonat yang memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan
memicu kenaikan suhu (demam tidak tinggi). Demam bertujuan agar
mikroorgsanisme yang masuk tidak beriplikasi.
Kesulitan bernapas terjdi apabila reaksi inflamasi mencapai laring
dan trakea yang merupakan salah satu saluran napas tersempit terutama di
bagain subglotis. Reaksi inflamasi tersebut akan menyebabkan edem di
dinding laring dan trakea sehingga terjadi penyempitan saluran napas, hal
ini akan menyebabkan Alwi kesulitan bernapas seperti pada kasus.
3. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik :
a. KU :
7
- anak digendong ibu, gelisah, menangis terus, ketika hendak
diperiksa anak semakin geliasah, terus memberontak, keempat
ekstremitas bergerak aktif simetris
Jawab :
interpretasi : agitasi (perasaan tidak nyaman;aktivitas motorik yang
berlebihan terkait dengan perasaan ketegangan dari dalam diri)
Anak yang gelisah dan menangis terus menunjukkan suatu derajat
kesadaran delirium. Hal ini penting untuk menyingkirkan terjadinya
suatu gagal napas dan henti napas.
Pada respiratory distress, kondisi dimana anak hanya dapat
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dalam darah hanya dengan
meningkatkan usaha bernapasnya, kondisi mental anak masih alert,
gelisah dan memberontak. Gelisah terjadi karena kebutuhan oksigen
dalam tubuh berkurang dan terjadi peningkatan usaha bernapas.
Semakin anak menangis maka kebutuhan oksigen akan semakin
banyak dan usaha bernapas akan semakin meningkat. Namun kondisi
anak yang mennagis menunjukkan kondisi yang lebih baik daripada
jika anak diam atau tidak menangis. Sedangkan pada respiratory
failure, kondisi dimana anak tidak bisa mengkompensasi oksigenasi
yang tidak adekuat dan mulai terjadi kolaps pada sistem respirasi dan
sirkulasi anak, kondisi mental anak benar-benar gelisah (extremely
agitated) atau mengantuk. Bentuk mengantuk terjadi karena oksigenasi
otak berkurang. Pada respiratory arrest, kondisi dimana anak menjadi
tidak responsive, penurunan RR bahkan tidak terdeteksi lagi dan tidak
adanya pengembangan dada yang tidak terjadi pada kasus.
Saat hendak diperiksa anak semakin gelisah dan terus
memberontak karena anak merasa ketakutan. Ketakutan anak ini justru
8
akan semakin meningkatkan kebutuhan oksigen dalam tubuh anak dan
usaha bernapas anak akan semakin meningkat yang membuat anak\
menjadi semakin gelisah dan memberontak.
Dari gelisah, anak digendong ibu, extremitas tonus baik agitasi
mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang
bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,
eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran
nafas atas obstruksi parsial jalan napas kesulitan bernafas
agitasi
- bibir dan sekitarnya tampak biru, nafas terlihat cepat dengan
peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap
kali anak menarik nafas,
jawab :
1. bibir dan sekitarnya tampak biru
Interpretasi : terdapat sianosis sentral
Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam
paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga
serta bagian bawah lidah. Terjadi peningkatan jumlah absolut Hb
tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Penurunan saturasi
oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada
tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi
dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi
tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveoler. Kondisi ini juga akan
9
menyebabkan timbulnya kompensasi untuk peningkatan usaha
bernapas.
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi
yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)
inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan
trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan
napas saturasi oksigen menurun penurunan perfusion oksigen
ke selaput lendir (penerima darah dalam jumlah besar) sianosis
bibir
2. nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas
Interpretasi : peningkatan usaha napas
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi
yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)
inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan
trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan
napas kompensasi peningkatan usaha napas
3. terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas
Interpretasi : stridor inspirasi
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi
yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)
inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan
trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan
10
napas peningkatan resistensi jalan napas turbulensi udara saat
masuk (menggetarkan plica vokalis) stridor inspirasi
Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar
saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan
terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar
juga saat ekspirasi.
- BB 12 kg, panjang badan 86 cm, temp 37,6 C di axilla 1
Jawab :
BB 12 kg, PB 86 cm
BB/U : Pada percentile 0 (normal)
TB/U : Pada percentile antara -2 dan 0 (normal)
BB/TB : Pada percentile antara 0 dan 1 (normal)
Temperatur 37,6 C Axilla
Nilai Normal : 36-37o C (axila)
Interpretasi : Terjadi peningkatan suhu tubuh (subfebris)
b. Pemeriksaan fisik paru :
RR : 48x/menit, nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan, retraksi supra sterna dan sela iga (+) ,
auskultasi : vesikuler, ronki (–)
Jawab :
RR : 48x/menit
N: 24-40 kali/menit Takipneu
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi
mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi
terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen RR meningkat.
11
nafas cuping hidung (+)
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi
mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi
terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen nafas cuping hidung.
gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Normal, menunjukkan kelainan yang dialami Awi berasal dari saluran
pernafasan atas.
Retraksi supra sterna dan sela iga (+)
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi
mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi
terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen retraksi supra sterna dan sela iga.
auskultasi : vesikuler, ronki (–)
Normal, tidak ada gangguan pada saluran pernafasan bawah.
c. Pemeriksaan fisik jantung :
Tidak ada kelainan, HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi
radialis kuat
Jawab :
Interpretasi : normal, gangguan pernafasan Awi tidak mengganggu
kondisi sirkulasinya (tidak ada gangguan sirkulasi).
12
d. Pemeriksaan ekstremitas
Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
Jawab :
Interpretasi: normal. Hal ini menandakan sirkulasi tubuh ke perifer
yang lancar.
4. Bagaimana tanda kegawatdaruratan pada kasus ini ?
Jawab :
Anak yang perlu pemeriksaan dan penanganan yang cepat (T4P3R2MOB)
Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan)
Temperature: sangat panas
Trauma (trauma atau kondisi yang perlu tindakan bedah segera)
Trismus
Pallor (sangat pucat)
Poisoning (keracunan)
Pain (nyeri hebat)
Respiratory distress
R estless , irritable, or lethargic (gelisah,mudah marah, lemah)
Referral (rujukan segera)
Malnutrition (gizi buruk)
Oedema (edema kedua punggung kaki/tungkai)
Burns (luka bakar luas)
Dalam Respiratory Emergencies dikenal tiga keadaan gawat:
• Respiratory distress
Keadaan dimana anak masih memiliki oksigenasi yang adekuat
dengan kompensasi berupa peningkatan usaha nafas.
• Respiratory failure
13
Keadaan ketika anak sudah tidak mampu mengkompensasi oksigenasi
yang inadekuat dan sistem respirasi juga sirkulasi sudah mulai
collapse.
• Respiratory arrest
Keadaan henti nafas total.
Pada kasus tanda kegawatdaruratan berupa central sianosis, obstructed
breathing dan priority sign berupa distress pernapasan.
5. Mengapa terjadi sianosis di bibir dan sekitarnya tetapi kulit
berwarna merah muda dan hangat ?
Jawab :
Sianosis di bibir dan sekitarnya menunjukkan berkurangnya O2
yang masuk ke tubuh akibat obstruksi sehingga Awi mengalami hypoxia,
tetapi kulit berwarna merah muda dan hangat menunjukkan aliran darah di
tubuh Awi tetap baik.
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang
bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,
eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran nafas
14
atas obstruksi parsial jalan napas saturasi oksigen menurun
penurunan perfusion oksigen ke selaput lendir (penerima darah dalam
jumlah besar) sianosis bibir
6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini (assessment
kegawatdaruratan) ?
Jawab :
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan
faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien
bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut,
gawat napas/ respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan
tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup
beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan
penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin
yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor,
masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor
terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.
Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong
karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor
saat istirahat.
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini
menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa
tanda-tanda lain. Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi
juga fitur ditandai dinding dada indrawing.
15
Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan
pernapasan. Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi
menonjol pada tahap ini.
85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit
ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).
Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk
CiriJumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini
0 1 2 3 4 5
Retraksi Dinding
dadaTidak ada Ringan Moderat Parah
Stridor Tidak adaDengan
agitasiDiam
Sianosis Tidak adaDengan
agitasiDiam
Tingkat kesadaran Normal Bingung
Udara masuk Normal PenurunanMenurun
tajam
Pediatric Assessment Triangle
PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang
dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara
cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT :
Appereance, Work of Breathing, Circulation.
1. Appearance
16
Element Yang dinilai
Tonus Otot Gerakan ekstremitasà bergerak spontan atau tidak,
lemah atau tidak
Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian
untuk sekitarnya
Consolability Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi
dan menangis
Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan
menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang,
atau apakah tatapan matanya kosong
Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau serak?
2. Work of breathing
Element Yang dinilai
Suara jalan napas abnormal Altered speech, stridor, wheezing atau grunting
Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing
Retraksi Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,
intercostals atau substernal
Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)
3. Circulation
Element Yang dinilai
Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood
Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,
due to vascular instability
Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus
17
General Impression Appearance Work ofBreathing
Circulation to the skin
Stable Normal Normal Normal
Respiratory Distress Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions
Normal
Respiratory Failure abnormal abnormal Normal/ abnormal
18
Pada kasus terdapat priority sign berupa distress napas dan emergency
sign berupa central sianosis dan obstructed breathing.
7. Apa DD dan WD ?
Jawab :
Differential Diagnosis
Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup Epiglottitis
Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun 1-8 tahun
Gejala prodromal Ada Tidak jelas Ada atau gejala ringan
Stridor Ada Ada Ada
Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari
Tidak
Demam Ada (rendah) Bisa ada, tidak tinggi
Demam tinggi
Onset Perlahan Tiba-tiba, di malam hari
Cepat
Diagnosis kerja : Awi 2 th mengalami distress pernafasan disebabkan
obstruksi akut ec severe croup
8. Bagaimana tatalaksana (algoritma ABC) ?
Jawab :
Penilaian dengan PAT Primary survey ABC
Pediatric Assessment Triangle
PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif
yang dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta
merupakan cara cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen
19
yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of Breathing, Circulation.
General Impression Appearance Work ofBreathing
Circulation to the skin
Stable Normal Normal Normal
Respiratory Distress
Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions
Normal
Respiratory Failure abnormal Abnormal Normal/ abnormal
Pada kasus ini, sirkulasi dan penampilannya normal, namun terdapat
gangguan pada usaha bernapas ditandai dengan adanya nafas cuping hidung
dan retraksi dinding dada
Initial Asessment
o Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.
20
Penilaian : terdapat ngorok obstruksi pada saluran nafas
Management : tempatkan anak pada posisi yang nyaman
Penanganan mengoptimalkan dengan :
Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup):
kepala anak digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin
lift dan jaw thrust.
Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.
Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara
mekanik yaitu oral airways yang dimasukkan secara langsung dan
gentle dengan bantuan spatula lidah. Bisa juga Intubasi orotraceal
untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.
o Breathing Evaluasi pernafasan.
Penilaian : retraksi suprasternal dan sela iga, dan nafas cuping hidung
peningkatan usaha bernapas
Management : berikan oksigen dengan cara blow- by tehnique.
Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan
alami dari cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum
matang untuk mencegah cedera.
o Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan,
penggantian darah, pengontrolan produksi urin, dan panas.
Penilaian : pada kasus ini normal
o Disability
Penilaian : pada kasus ini kesadaran anak baik.
Tatalaksana Lanjutan:
Tentukan derajat ringan, sedang dan berat
21
Derajat berat,
Steroid: missal Diberikan dexamethason dengan dosis 0,15-0,6 mg/kg
diberikan secara inhalasi bila ada preparatnya atau bilatidak ada secara
intravena. atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide
2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh, 0,5 ml/kg nebulized
racemic epinephrine harus observasi setelah 3 jam treatment
terakhir. obat paling baik dan mengandung d dan l polimer
epinephrine.
Diberikan L epinephrine dosis 0,5 ml/kg 1:1000
Pemakaian harus diencerkan dengan NaCl maksimum 5 mg secara
inhalasi karena berefek langsung pada tempatnya dan tidak masuk ke
sistemik.
intubasi
Bila telah distabilkan maka lakukan rujukan dengan syarat :
Pastikan tempat rujukan siap
Pastikan pasien yang dirujuk aman (ABC aman)
Tidak boleh mengirim pasien dengan distress pernafasan berat tanpa
intubasi
Pastikan oksigen
Pastikan ada obat-obatan emergensi
Informed consent
Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan Croup,yaitu:
22
23
Perbaikan
Sebagian
Nebulisasi adrenalin (dosis sama) dan kortikosteroid sistemik (dosis sama)
Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat
Pertimbangkan intubasi Evaluasi diagnosis
Rawat/observasi di IGD Ulangi pemberian
kortikosteroid oral/12 jam Edukasi ortu pasien Sediakan penjelasan tertulis
untuk dokter umum yang akan follow up
Tidakmembaik Evaluasiulang Rawat Hubungikonsulen Evaluasi diagnosis
Membaik Dipulangkan bila tidak ada
stridor saat istirahat Edukasi orang tua pasien
Minimal handling O2 4 lpm dan nebulisasi
adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)
Intubasi
RAWAT RS
Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30 mg/kg atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh
OBSERVASI > 4 JAM
Edukasi orang tua Pertimbangkan
kortikosteroid dosis tunggal (oral)
Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport
DIPULANGKAN
Croup derajat berat Stridor menetap saat
istirahat Trakeal tug dan retraksi
dinding dada terlihat jelas
Apatis dan gelisah Pulsus paradoksus
Croup derajat sedang Stridor saat istirahat Terdapat retraksi dinding
dada minimal Mampu berinteraksi
Croup derajat ringan Batuk menggonggong Tanpa retraksi dada Tanpa sianosis
O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak
YATIDAK
Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa Sianosis Penurunan kesadaran
Diagnosis banding Aspirasi benda asing Abnormalitas kongenital Epiglotitis
CROUP
9. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?
Jawab :
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Radiologis leher posisi postero-anterior
Pemeriksaan radiologi anteroposterior leher kerap dapat membantu,
meskipun tak selalu. Penegakan diagnosis adanya penyempitan
subglotis pada penyakit croup yang disebut steeple sign.
Gambaran normal foto anterior-posterior
c. Pemeriksaan CT-Scan
d. Analisa gas darah
10. Bagaimana pathogenesis ?
- Etiologi
Jawab :
Infeksi virus.Parainfluenza type I.
Infeksi bakteri dan biasanya dengan tingkat keparahan lebih
besar.
Selain dapat disebabkan virus dan bakteri, croup sindrom juga
bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa Candida albican
24
- Epidemiologi
Jawab :
Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun,
dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat
terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka
prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2.
Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur
pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti
indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi
penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup
merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang
berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun
dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran
pernapasan atas. Hampir 15% pasien sindrom croup mempunyai
keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.
- Faktor resiko
Jawab :
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc (Zn), dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk infeksi pernafasan pada
anak. Selain itu juga, riwayat keluarga menderita croup, sering
menderita infeksi respiratori bagian atas dan pada musim dingin, juga
faktor risiko terjadinya croup berkaitan dengan usia.
25
- Mekanisme
Jawab :
26
Demam
Set point di hypothalamus
Mengeluarkan prostaglandin
Memicu hypotalamus mengeluarkan fosfolipase
(fosfolipid as.arakidonat)
Batuk
Merangsang reseptor batuk
untuk mengeluarkan
mucus
Secret mucus menjadi lebih banyak
Pilek Merangsang sel mukosa penghasil
mukus
Mediator inflamasi histamine, eosinophil,
tripase, kinin
Terbentuk IgE yang diikat oleh mastosit dan basophil
Merangsang sel B berproliferasi
Makrofag dan produksi sitokin(IL-1, IL-6, TNF-α)
Imunitas non spesifik Respon inflamasi
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi virus
HR 135x/menit
Jaringan kekurangan suplai darah
Tachypneu (45x/menit)
Retraksi supra sternal dan sela
iga
Nafas cuping hidung
Peningkatan usaha nafas
Dysfungsi dari vocal cord dan obstruksi subglotis
Inflamasi, spasme pada epithelium larynx (region subglotis) dan trachea
Infeksi Virus
Kontak langsungDropletudara
- Manifestasi klinis
Jawab :
Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-
kadang muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien
istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan teradapat
retraksi dada ringan.
Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering
timbul, Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau
tidak aktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa
gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory distress).
Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering
timbul, Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau
kurang istirahat, akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien
beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi,
retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan.
11. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini ?
Jawab :
Komplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi
antara lain:
Respiratory failure
Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain
seperti telinga tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru (jarang
terjadi).
27
Pneumonia
Tracheitis bacterial
12. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Jawab :
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
13. Bagaimana pencegahan pada kasus ini ?
Jawab :
Tindakan pencegahan diutamakan pada sanitasi lingkungan serta
kebiasaan sehat seperti mencuci tangan, menghindarkan anak dari orang
dewasa atau keluarga yang sedang mengalami infeksi saluran nafas. Untuk
mencegah terjadinya penularan, biasakan juga ajarkan kepada anak untuk
menutup hidung dan mulut ketika sedang bersin atau batuk. Untuk
pencegahan infeksi yang lebih berat, lengkapi imunisasi seperti pemberian
vaksin difteri dan Haemophilus influenzae type b (HiB).
Pencegahan primer : meningkatkan sistem imunitas dengan pemberian
nutrisi yang baik dan lingkungan yang bersih
Pencegahan sekunder : menatalaksana dengan baik gejala demam dan
batuk pilek
14. Apa SKDI pada kasus ini ?
Jawab :
3b
28
IV. HIPOTESIS
Awi 2 th mengalami distress pernafasan disebabkan obstruksi akut ec severe
croup
V. LEARNING ISSUE
ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN PADA ANAK
HIDUNG
Hidung adalah suatu network dari sel epitel yang didukung oleh bony plates yang
disebut turbinasi. Hidung selalu dibasahi oleh sekresi cairan yang berfungsi
menangkap foreign bodies yang ikut terhirup saat inspirasi. Hidung juga berfungsi
meningkatkan kelembaban udara yang diinspirasi.
FARING
29
Faring terbagi menjadi nasofaring yang terdiri dari tonsila adenoid dan tuba
eustachii ; dan orofaring yang berfungsi sebagai pintu masuk laring dan
esophagus. Epiglotis adalah struktur penting dari orofaring yang berada di dasar
lidah dan berfungsi mencegah laring membuka saat menelan, dan mencegah
masuknya material dari mulut ke trakea. Anak-anak memiliki epiglottis yang
memanjang, posisinya di faring, sangat dekat dengan palatum molle, membentuk
direct pathway ke paru.
30
31
Efek akibat penyempitan jalan nafas. Resistensi aliran udara yang
masuk akan semakin meningkat jika lumennya semakin kecil. Karena anak-anak
mempunyai jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, walaupun
ukuran penyempitannya sama (contoh: 1 mm) namun resistensi yang dihasilkan
berbeda. (Adapted with permission from Cote CJ, Todres ID. The pediatric
airway. In: Cote CJ, Ryan JF, Todres ID, et al., eds. A Practice of Anesthesia for
Infants and Children. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1993.)
32
Trakea dimulai dari dasar leher sampai ke costae 2, di mana trakea
akan bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Percabangan ini disebut carina.
Bronkus kanan lebih besar daripada bronkus kiri. Inilah alasan mengapa benda
asing yang teraspirasi akan lebih mudah masuk ke bronkus kanan. Bronkus kanan
memiliki 10 segmen, dan bronkus kiri memiliki 9 segmen.
Dinding trakea akan tetap terbuka karena disokong oleh kartilago
berbentuk C di bagian anterior, dan jaringan fibrosa di bagian posterior. Saluran
nafas akan bertambah panjang dan diameternya sesuai dengan pertambahan usia.
Sampai usia 5 tahun, anterior portion dari saluran nafas, akan tumbuh lebih cepat
dibandingkan segmen distal. Akibatnya adalah penyempitan relative di segmen
distal saluran nafas.
CROUP (Viral Laryngotracheobronchitis)
Definisi
Croup (laryngotracheobronchitis) adalah penyakit peradangan akut di daerah
subglotis laring, trakea,dan bronkus.Biasanya ditandai dengan suara serak, batuk
kering seperti menggonggong, dan stridor inspirasi
33
Etiologi
Penyakit ini biasanya menyebar melalui pernafasan dari percikan yang
mengandung virus di udara atau berhubungan langsung dengan penderita yang
terjangkit melalui percikan dahak.
A. Virus
Parainfluenza virus tipe I,II,III (50-75% kasus), Virus influenza tipe A dan B,
Adenovirus, Enterovirus, Respiratory syncytial
virus (RSV), Measles, Coxsackievirus, Rhinovirus, Echovirus, Reovirus,
Metapneumovirus.
B. Bakteri (jika terjadi infeksi sekunder)
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae,, Moraxella catarrhalis, Mycoplasma pneumoniae.
Epidemiologi
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun,
tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun.
Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa.Insidensinya lebih
tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan Dalam penelitian
Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis menderita
croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari
4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit).
Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala:
Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan
berdasarkan 4 derajat beratnya gejala:
1) Ringan
34
Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor
saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan
suprastrenal dan/atau interkostal.
2) Sedang
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang
dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat
istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi.
3) Berat
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol
dan –kadang-kadang – stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan
adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang signifikan.
4) Kegagalan pernapasan terjadi segera
Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat
(kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas),
letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak
kegelapan.
Patogenesis / Patofisiologi
Patogenesis
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis,
laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai pada
nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus,
eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya
mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan
suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori
atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi
dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak
35
teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.
Manifestasi Klinis
Biasanya dimulai dengan gejala pernafasan non spesific seperti :
Demam (biasanya 38-390C)
Batuk
Rhinorhea
sore throat
Dalam 1-2 hari gejalanya berkembang menjadi :
Suara serak
Barking cough
Stridor inspiratory
Gejala-gejala ini akan memburuk pada malam hari. Ketika usaha untuk
bernafasnya mulai meningkat maka anak akan mulai stop untuk makan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit
yang tipikal yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga,
foto lateral dan anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu
dalam mengklarifikasi diagnosis pada anak dengan gejala serupa croup.
Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan
daerah subglotis yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal.
Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak
dengan croup derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala
croup bukan derajat beratpun memiliki saturasi oksigen yang rendah,
berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.
36
Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin,
khususnya selama periode epidemik
Tatalaksana
Terapi suportif
Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua
yang merasa khawatir dengan penyakit ini, sehingga meningkatkan kunjungan ke
unit gawat darurat.Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua
tentang penyakit yang secara alami dapat sembuh sendiri ini.
Oksigen
Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia.
Gabungan Oksigen-Helium
Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena
potensinya sebagai gas dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam
menurunkan turbulensi udara pada penyempitan saluran pernapasan.
Farmakoterapi
Analgesik/Antipiretik
Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik atau
antipiretik pada anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat ini karena
membuat anak lebih nyaman dengan menurunkan demam dan nyeri.
Antitusif dan Dekongestan
Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial dalam
menunjukkan keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada anak
dengan croup.Lagipula, tidak ada dasar yang rasional dalam penggunaannya, dan
karena itu tidak diberikan pada anak yang menderita croup.
Antibiotik
37
Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada anak
dengan croup.Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi virus,
sehingga secara empiris terapi antibiotik tidak rasional.Lagipula, jika terjadi
super infeksi –paling sering bacterial tracheitis dan pneumonia- merupakan
kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga pemakaian antibiotik untuk
profilaksis juga tidak rasional.
Epinephrine
Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak dengan
croup berat, dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan. Epinephrine
dapat mengurangi distres pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan dalam
waktu 2 jam setelah penggunaan. Beberapa penelitian retrospektif dan prospektif
menyarankan pasien yang mendapat terapi epinephrine dapat dipulangkan selama
gejalanya tidak timbul kembali setidaknya dalam 2-3 jam setelah terapi.
Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien croup;
epinephrin 1:1.000 memiliki efek yang sebanding dan sama amannya dengan
bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 5,0 ml
epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa menghiraukan berat
badan.
Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan epinephrine
secara berulang.Pemberian epinephrine yang kontinyu dilaporkan telah
digunakan dibeberapa unit perawatan intensif anak.
Glucocorticoids
Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan durasi pemakaian
intubasi, reintubasi, angka dan durasi dirawat di rumah sakit, dan angka
kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta menurunkan durasi gejala
pada anak yang menderita gejala derajat ringan, sedang dan berat.
38
Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau parenteral.
Dexamethasone dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang umumnya
digunakan. Pemberiannya dapat diulang dalam 6 sampai 24 jam. Terdapat
beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis rendah 0,15 mg/kg
BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis dengan kontrol,
yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi, memberikan respon klinis
yang baik pada sebagian besar pasien.
Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan
dexamethasone oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan lebih mahal
sehingga tidak secara rutin digunakan. Pada pasien dengan gejala gagal napas
yang berat, pemberian budesonide dan epinephrine secara bersamaan adalah
logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian epinephrine saja.Pada pasien
dengan gejala muntah-muntah juga merupakan alasan untuk memberikan inhalasi
steroid.
ASSESSMENT KEGAWATDARURATAN PADA ANAK
Periksa tanda kegawatdaruratan dalam 2 tahap:
Tahap 1 : Periksa jalan napas dan pernapasan, bila terdapat masalah segera
berikan tindakan untuk memperbaiki jalan napas dan berikan napas
bantuan.
Tahap 2 : Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak sadar,
kejang, atau diare dengan dehidrasi berat.
Bila didapatkan tanda kegawatdaruratan:
39
Panggil tenaga kesehatan profesional terlatih bila memungkinkan, tetapi
jangan menunda penanganan. Tetap tenang dan kerjakan dengan tenaga kesehatan
lain yang mungkin diperlukan untuk membantu memberikan pertolongan, karena
pada anak yang sakit berat seringkali memerlukan beberapa tindakan pada waktu
yang bersamaan. Tenaga kesehatan profesional yang berpengalaman harus
melanjutkan penilaian untuk menentukan masalah yang mendasarinya dan
membuat rencana penatalaksanaannya.
Lakukan pemeriksaan laboratorium kegawatdaruratan (darah lengkap, gula
darah, malaria).Kirimkan sampel darah untuk pemeriksaan golongan darah dan
cross-match bila anak mengalami syok, anemia berat, atau perdarahan yang cukup
banyak.
40
Setelah memberikan pertolongan kegawatdaruratan, lanjutkan segera
dengan penilaian, diagnosis dan penatalaksanaan terhadap masalah yang
mendasarinya.
Bila tidak didapatkan tanda kegawatdaruratan, periksa tanda prioritas
(konsep 4T3PR MOB):
Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan)
Temperature (anak sangat panas)
Trauma (trauma atau kondisi yang perlu tindakan bedah segera)
Trismus
Pallor (sangat pucat)
Poisoning (keracunan)
Pain (nyeri hebat)
Respiratory distress (distres pernapasan)
Restless, irritable, or lethargic (gelisah, mudah marah, lemah)
Referral (rujukan segera)
Malnutrition (gizi buruk)
Oedema (edema kedua punggung kaki)
Burns (luka bakar luas)
Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dengan segera (tanpa menunggu
giliran). Pindahkan anak ke depan antrean. Bila ada trauma atau masalah bedah
yang lain, segera cari pertolongan bedah.
41
42
43
44
45
Anak usia 2 tahun
Terinfeksi virus
reaksi inflamasi yang bersifat diffuse
Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6)
↑ set point di hipotlamus
Demam tidak terlalu tinggi
Edema subglotis, inflamasi mukosa,
KompensasiRR↑Nasal flaringRetraksi (+)
↑ resistensi jalan nafas
Turbulensi udara saat masuk (menggetarkan plika vokalis
Stridor inspirasi
Hipoksia
agitasi
Penyempitan jalan nafas
Batuk dan pilek
VI. KERANGKA KONSEP
46
top related