responsi kasus mata
Post on 30-Nov-2015
190 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
RESPONSI KASUS
1.1 Anamnesis
1.1.1 Identitas pasien
Nama : Tn. Sumardi
No. Pasien : 311111
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Ketintang Baru II/ 12A
Unit Pelayanan : Poli Mata
Tanggal Pemeriksaan : 7 Juni 2013 (10.30 WIB)
Pemeriksa : dr. Ratna Muslimah, Sp.M
1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan Utama :
Mata kiri tampak garis putih yang ikut bergerak jika mata bergerak
- Pasien mengeluh mata kiri tampak garis putih yang ikut bergerak jika mata
bergerak sejak 3 bulan yang lalu, tidak ada keluhan apapun di mata kanan
pasien.
2
- Keluhan tersebut tanpa disertai: mata merah, berair, nyeri/kemeng, gatal,
silau/kilatan cahaya, pusing, sakit kepala, ‘ngeres’, keluar kotoran yang
berlebihan, melihat terowongan/tirai.
- Pasien menyangkal jika berjalan menabrak-nabrak atau mengalami kesulitan
jika berada di dalam ruangan gelap. Pasien juga menyangkal mendapatkan
pengobatan penyakit paru maupun penyakit malaria.
1.1.3 Riwayat penyakit dahulu:
- Pasien sudah menggunakan kacamata sejak 3 tahun yang lalu, pernah ganti
ukuran kacamata tetapi lupa ukuran kacamata sebelumnya. Dengan kacamata
sekarang, pasien merasa kurang jelas jika dipakai untuk membaca, namun saat
melihat sekeliling masih bisa.
- Ukuran kacamata lama diperiksa dengan lensometer
OD : S+0,75 C+1,75 axis 10, ADD +3,00
OS : S+2,25 C 0,75 axis 180, ADD +3,00
- Riwayat katarak + 1 tahun, sampai sekarang masih ada katarak di kedua mata
(belum pernah operasi katarak)
- Riwayat DM ± 23 tahun
- Riwayat HT ± 10 tahun
- Riwayat trauma (-)
1.1.4 Riwayat penyakit keluarga:
Istri pasien juga mengalami penglihatan kabur sejak lama tetapi tidak
pernah menggunakan kacamata.
1.1.5 Riwayat sosial : (-)
3
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Status present
- Keadaan Umum : cukup
- Kesadaran/GCS : CM/456
- Tanda vital : TD/Nadi/Suhu/RR (tidak diperiksa)
- Status generalis : Pemeriksaan kepala, THT, jantung, paru-paru,
abdomen, dan ekstrimitas (tidak dilakukan)
1.2.2 Status oftalmologikus:
No.
Pemeriksaan Mata kanan Mata kiri
1.
Visus Visus 6/60 6/60
Koreksi
S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap
ADD +3.00
S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap
ADD +3.00
Distansia pupil 64/62
Kacamata lamaS+0,75 C+1,75 axis 10o, ADD
+3,00
S+2,25 C 0,75 axis 180o, ADD +3,00
Segmen Anterior
2. Kedudukan bola mata
Eksoftalmus (-) Endoftalmus (-) Deviasi (- ) Gerakan bola
mata (baik ke segala arah )
Eksoftalmus (-) Endoftalmus (-) Deviasi (- ) Gerakan bola mata
(baik ke segala arah)
3. Suprasilia Warna hitam Letak simetris
Warna hitam Letak simetris
4.
Palpebra Superior Edema - - Hiperemi - - Enteropion - - Ektropion - - Pseudoptosis/ptosis - - Benjolan - - Trikiasis - -
4
5.
Palpebra Inferior Edema - - Hiperemi - - Enteropion - - Ektropion - - Pseudoptosis - - Benjolan - - Trikiasis - -
6.
Konjungtiva Palpebra
Superior
Secret (-) Hiperemi (-) Folikel (-) Papil (-) Sikatriks (-) Benjolan (-)
Secret (-) Hiperemi (-) Folikel (-) Papil (-) Sikatriks (-)
Benjolan (-)
Inferior
Secret (-) Hiperemi (-) Folikel (-) Papil (-) Sikatriks (-) Benjolan (-)
Secret (-) Hiperemi (-) Folikel (-) Papil (-) Sikatriks (-)
Benjolan (-)
7.
Konjungtiva Bulbi CVI - - PCVI - - Subconjunctival
bleeding- -
Pterigium - - Pingueculae - -
8.System Lakrimalis
Punctum lakrimalis Terbuka Terbuka
Tes anel Tidak
dilakukan Tidak dilakukan
9. ScleraWarna putih (+) (+)
10.
Kornea
Jernih Permukaan Infiltrate Ulkus Arkus senilis Edema Tes
placido
(+) Cembung (-) (-) (+) (-) Tidak
dilakukan
(+) Cembung (-) (-) (+) (-) Tidak
Dilakukan
Bilik Mata Depan Jernih (+) (+)
5
11. Kedalaman normal Hifema/hipopion (-)
Normal (-)
Normal (-)
12.Iris
Warna Regular
Coklat (+)
Coklat (+)
13.
Pupil
Bulat Diameter Reflek cahaya langsung
dan tidak langsung (+)
(+) 3 mm (+)
(+) 3 mm (+)
14.
Lensa
Keruh Shadow test
(+) (+)
(+) (+)
15. Tonometri17,3 mmHg 14,6 mmHg
16.
Segmen Posterior Fundus reflek + +
Papil N. II
Warna normal Batas tegas Bentuk bulat C/D rasio 0,3
Warna normal Batas tegas Bentuk bulat C/D rasio 0,3
Retina
Perdarahan (-) Eksudat (-) Mikroaneurism
a (-)
Perdarahan (-) Eksudat (-) Mikroaneurisma (-)
Rasio arteri vena 2:3 2:3 Reflek makula + +
1.3 Resume
Seorang laki-laki, berusia 66 tahun datang ke poliklinik mata RSU Haji
dengan keluhan mata kiri tampak garis yang ikut bergerak jika mata bergerak
timbul sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat pemakaian kacamata sejak 3 tahun yang
6
lalu, dengan kacamata sekarang, pasien merasa kurang jelas jika dipakai untuk
membaca. Riwayat katarak + 1 tahun, belum pernah operasi katarak.
Riwayat DM ± 23 tahun, riwayat HT ± 10 tahun, riwayat trauma (-). Ukuran
kacamata lama diperiksa dengan lensometer,:
OD : S+0,75 C+1,75 axis 10, Add: +3,00
OS : S+2,25 C 0,75 axis 180, Add: +3,00.
Pada pemeriksaan oftalmologikus didapatkan:
Visus:
VOD: 6/60 cc S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap, ADD +3.00.
VOS: 6/60 cc S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap, ADD +3.00.
Pemeriksaan slit lamp didapatkan ODS: arkus senilis +/+, lensa keruh/keruh,
shadow test +/+.
Pemeriksaan tonometri didapatkan TODS dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk ditemukan ODS dalam batas normal.
1.4 Diagnosis Kerja
- ODS: Katarak senilis imatur
- ODS: Astigmat hypermetropia compositus
- ODS: Presbiopia
1.5 Diagnosis Banding: -
1.6 Usulan Pemeriksaan: -
1.7 Penatalaksanaan:
a. Terapi :
1) Operasi ekstraksi katarak + Intra ocular lens (IOL)
7
b. Monitoring :
1) Keluhan pasien
2) Visus
3) Segmen anterior
4) Segmen posterior
c. Edukasi:
1) Kabur pada mata bisa disebabkan oleh kelainan refraksi serta
kataraknya.
2) Pemberian kacamata dengan refraksi terbaik bukan pilihan utama
karena kelainan refraksi bisa berasal dari kataraknya.
3) Kontrol untuk katarak 3 bulan sekali dan apabila ada rasa tidak
nyaman pada mata atau semakin kabur,langsung datang kontol.
1.8 Prognosis
OD OS
Ad vitam : Bonam Bonam
Ad fungsionam : Bonam Bonam
Ad sanatonam : Bonam Bonam
8
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita ODS astigmat myopia
compositus, ODS presbiopia, dan ODS katarak senilis imatur, berdasarkan:
1. Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki usia 66 tahun datang ke Poli Mata RSU Haji Surabaya
dengan keluhan mata kiri tampak garis putih yang ikut bergerak jika mata
pasien bergerak dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan pasien mengakui
bahwa penglihatannya mengalami penurunan sejak lama dan karena itu
pasien menggunakan kacamata untuk membaca saja. Pasien menyangkal
adanya keluhan mata merah, gatal, dan nyeri/kemeng, dan keluar kotoran
mata yang berlebihan. Keluhan ini dapat dimasukkan dalam kelompok
mata tenang visus turun perlahan dimana kelompok ini terdiri dari
kelainan refraksi, katarak, glaucoma kronik, ataupun kelainan macula dan
retina.
Pasien menyangkal apabila berjalan tersandung-sandung dan
menabrak sesuatu atau seperti melihat terowongan, serta pasien juga
menyangkal melihat pelangi di sekitar lampu. Keluhan yang disangkal
oleh pasien ini merupakan ciri-ciri dari penderita glaucoma kronik.
Pasien mengakui menggunakan kacamata, ini menunjukkan adanya
kelainan refraksi. Pasien mengakui tidak ada kesulitan melihat saat
berpindah ruangan dari gelap ke terang ataupun sebaliknya. Hal ini dapat
9
menyangkal adanya kelainan macula dan retina berupa retinitis
pigmentosa, namun pasien mengakui memiliki hipertensi dan kencing
manis sudah sejak lama. Hal ini dapat mengarahkan kecurigaan adanya
kelainan macula dan retina yaitu retinopati diabetika maupun retinopati
hipertensi, sehingga perlu dibuktikan dengan pemeriksaan fisik melalui
pemeriksaan oftalmoskop. Pasien tidak pernah menjalani pengobatan paru
maupun malaria. Hal ini dapat menyangkal adanya kelainan macula dan
retina yaitu intoksikasi seperti etambutol ataupun kina.
2. Pemeriksaan oftalmologikus
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang menunjukkan
diagnosis, yaitu:
a. Visus :
Tajam penglihatan OD 6/60
Tajam penglihatan OS 6/60
b. Koreksi:
VOD: 6/60 cc S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap, ADD +3.00.
VOS: 6/60 cc S+3.00 / C+0.75 ax 180o 0.9 ph tetap, ADD +3.00.
c. Lensa: ODS keruh
d. Iris shadow: ODS positif
e. Fundus okuli: tidak ditemukan kelainan
1) Visus
Pada pasien ini kedua mata memiliki kelainan refraksi ODS adalah astigmat
myopia compositus dan presbiopia, dimana setelah dilakukan pemeriksaan
10
visus dengan pinhole, hasilnya maju, hal ini membuktikan adanya kelainan
pada media refraksi.
2) Kornea, lensa, dan fundus okuli:
Pada pasien ini pemeriksaan pada kornea didapatkan adanya arkus senilis
pada kedua mata, arkus senilis adalah garis berwarna putih pada bagian perifer
pada kornea di daerah limbus, dimana kemampuan sel sudah mulai menurun.
Pada pasien ini pada saat pemeriksaan lensa didapatkan hasil yaitu adanya
kekeruhan lensa di kedua mata, dimana hal ini dapat mengarah pada diagnosis
katarak, lalu pada pemeriksaan shadow test hasil yang didapatkan adalah
positif pada kedua mata, dimana pada shadow test didapatkan pada kedua
lensa mata terdapat bayangan seperti bulan sabit dimana bentuk bayangan ini
adalah khas pada katarak imatur.
Pada pasien ini pada saat pemeriksaan fundus okuli menggunakan
oftalmoskop direk tidak ditemukan adanya kelainan, hal ini dapat menyangkal
adanya kelainan macula dan retina seperti retinopati diabetes mellitus dan
retinopati hipertensi.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Astigmatisma
3.1.2 Definisi
Astigmatisma (dari bahasa Yunani "a" berarti tidak ada dan "stigma" yang
berarti titik) adalah kesalahan bias (ametropia) yang terjadi ketika sinar paralel
cahaya memasuki (mata tanpa akomodasi) tidak terfokus pada retina.(1) Dengan
kata lain, astigmatisma terjadi jika kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda
tidak sama. Sinar cahaya paralel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke
titik fokus yang berbeda.(1,4,6,7)
3.1.3 Epidemiologi
42 % manusia memiliki astigamtisma lebih besar atau sama dengan 0,5
dioptri. Rata-rata 20% astigmatisma yang dimiliki lebih besar dari 1 dioptri dan
memerlukan koreksi optik.(7)
3.1.4 Etiologi
Selain idiopatik sebagai penyebab umum dari astigmatisma, secara klinis,
mata astigmat terdeteksi sebanyak 95%.(8) Sekitar 44% dari populasi umum
memiliki lebih dari 0,50 D, 10% memiliki lebih dari 1,00 D, dan 8% memiliki
1,50 D atau lebih.(8) Penyebab lain dari astigmatisma adalah iatrogenik yang dapat
terjadi akibat pasca berbagai jenis operasi mata, termasuk ekstraksi katarak,
penetrating keratoplasty, operasi lainnya di daerah kornea dan segmen anterior,
serta trabekulektomi.(1) Astigmatisma minimal 1.00 D sering merupakan hasil
setelah ekstra kapsular ekstraksi katarak (ECCE) dan minimal 3.00 D terjadi
12
sebanyak 20% kasus dengan 10 mm sayatan dari ECCE.(10) Bahkan prosedur
fakoemulsifikasi dengan menggunakan teknik kornea jelas, dilaporkan
menyebabkan astigmatisma pasca operasi, sehingga membimbing ahli bedah
katarak dengan pendekatan berupa penempatan kornea yang tepat.(10)
Astigmatisma yang tinggi biasanya hasil setelah memasukkan keratoplasty.(10)
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea.(4) Lensa
kristalina juga dapat berperan, dalam terminology lensa kontak, astigmatisma
lentikular disebut astigmatisma residual karena dapat dikoreksi dengan lensa
kontak sferis yang keras, yang dapat mengoreksi astigmatisma kornea.(4)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh asimetri berbagai struktur di mata, seperti
kornea anterior (paling umum), kornea posterior, lensa atau retina. Struktur
asimetris kemudian mengubah optik mata sehingga menciptakan distorsi visual.
Sebagian besar asimetri ini dibuat oleh variasi normal pada jaringan okular, dan,
secara umum, variasi ini diterjemahkan menjadi astigmatisma reguler.
Astigmatisma juga bisa disebabkan oleh patologi dari struktur atau oleh
perubahan sebagai akibat dari trauma. Sebuah contoh yang relatif umum dari
patologi kornea yang menginduksi banyaknya astigmatisma regular dan ireguler
adalah keratoconus. Ketidakteraturan lenticular yang dihasilkan dari perubahan
yang berhubungan dengan perkembangan katarak juga dapat menciptakan
astigmatisma.(8)
3.1.5 Klasifikasi
Astigmatisma dapat diklasifikasikan sebagai berikut(7):
a. Silindris eksternal: silindris dari permukaan anterior kornea.
b. Silindris internal: jumlah komponen astigmatik dari media lainnya.
13
Pada astigmatisma regular, didapatkan dua bidang utama, dengan daya
pembiasan terkuat dan terlemah. Kedua bidang itu jalannya melalui dua meridian
kornea. Meridian-meridian kornea dinyatakan dengan meridian derajat. Misalnya
meridian 90o adalah meridian vertikal.(4) Biasanya daya pembiasan melalui bidang
90o adalah terkuat dan dinamakan astigmatisma with the rule, sedangkan bidang
180o adalah terlemah yang d€inamakan astigmatisma against the rule.(4)
Berhubungan dengan letaknya 2 titik pembiasan utama tersebut, astigmat dapat
dibagi dalam (4):
a. Astigmat myopicus compsitus (compound myopic astigmatism)
b. Astigmat myopicus simplex (simple myopic astigmatism)
c. Astigmat hypermetropicus composites (compound hyperopic astigmatism)
d. Astigmat hypermetropicus simplex (simple hyperopic astigmatism)
e. Astigmat mixtus (mixed astigmatism)
Pada astigmatisma ireguler, daya atau orientasi meridian-meridian
utamanya berubah di sepanjang lubang pupil.(4) Pada bentuk ini, didapatkan tiitk
fokus yang tidak beraturan.(4) Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti
sikatriks kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa seperti katarak
imatur.(10). Permukaan kornea yang tidak teratur dapat dilihat dengan cakram
placid, dimana lingkaran-lingkarannya dicerminkan sebagai lingkaran-lingkaran
yang tidak teratur. Mungkin suatu lensa kontak dapat memperbaiki ketajaman
penglihatannya, sedangkan terhadap turunnya tajam penglihatan oleh kekeruhan
lapisan dalam kornea dapat dipertimbangkan keratoplasty.(10)
14
3.1.6 Diagnosis
Adapun untuk menegakkan diagnosis astigmatisma berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Karena astigmatisma adalah suatu kondisi dimana bias
permukaan kornea tidak bulat, dapat menurunkan ketajaman visual dengan
membentuk gambar yang terdistorsi karena gambar cahaya fokus pada 2 titik
terpisah di mata.(7) Maka manifestasi klinis astigmatisma adalah penglihatan yang
kabur. Gejala lain yang umum adalah fenomena streak atau sinar di sekitar titik
sumber cahaya, yang paling nyata dalam lingkungan gelap. Jika besarnya
astigmatisma tinggi, hal itu dapat membayangi atau mencoreng tulisan; dalam
jumlah yang sangat tinggi, dapat menyebabkan diplopia.(8) Pasien dengan
astigmatisma, melihat segala sesuatu terdistorsi. Upaya untuk mengimbangi
kesalahan bias oleh akomodasi dapat menyebabkan gejala asthenopic seperti
sensasi terbakar di mata atau sakit kepala.(10)
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
astigmatisma antara lain:
a. Cara subyektif dengan pemeriksaan tajam penglihatan, dipakai kartu Snellen
yang berisikan berbagai huruf atau angka. Untuk anak kecil yang belum bisa
membaca digunakan kartu Snellen berbentuk huruf “E” atau gambar-gambar
benda/binatang yang mudah dikenal. Kartu Snellen ini ditempatkan pada jarak
6 meter di depan penderita dengan pencahayaan yang cukup tetapi tidak
menyilaukan.(4)
15
Adapun pemeriksaan tajam penglihatan lainnya untuk astigmatisma, meliputi:
1) Uji lubang kecil (pin hole test)
Untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang disebabkan oleh
kelainan refraksi atau bukan. Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan
dengan menggunakan pin hole berarti ada kelainan refraksi; sebaliknya
bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan pada
media penglihatan.(4)
2) Cara coba-coba (trial and error technique)
Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan menggunakan kartu
Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita. Mata diperiksa satu
persatu. Ditentukan visus masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa silinder negatif/positif dengan axis diputar 0o
sampai 180o. Kadang-kadang perlu kombinasi dengan lensa sferis negative
atau positif.(3), sampai tercapai tajam penglihatan yang lebih baik, bila
mungkin sampai 5/5.(4)
3) Uji pengkabutan (fogging test)
Pemeriksaan ini menggunakan lensa positif untuk mengistirahatkan
akomodasi. Dengan mata istirahat, pasien melihat ke arah juring astigmat
(gambar ruji-ruji), bila garis vertikal terlihat jelas berarti garis ini
terproyeksi dengan baik di retina dan diperlukan koreksi bidang vertikal
menggunakan lensa silinder negatif dengan sumbu (axis) 180o; kekuatan
lensa silinder ditambahkan hingga garis-garis pada juring astigmat tampak
sama jelas.(4)
16
4) Uji celah stenopik
Untuk mengetahui adanya astigmat, sumbu koreksi, serta ukuran astigmat,
digunakan celah selebar 1 mm yang terdapat pada lempeng uji.(4)
5) Uji silinder silang (cross-cylinder Jackson)
Dua lensa silinder yang sama tetapi dengan kekuatan yang berlawanan
misalnya silinder - 0.25 dan + 0.25 diletakkan dengan sumbu saling tegak
lurus sehingga ekivalen sferisnya nihil. Digunakan untuk melihat koreksi
silinder pada kelainan astigmatisma sudah cukup atau belum.(4).
6) Keratometer
Karena sebagian besar astigmat disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga
setelah dipasang lensa silinder yang sesuai hanya dibutuhkan tambahan
lensa sferik saja, untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik.(4)
b. Cara obyektif, dapat ditentukan dengan:
1) Retinoskopi garis (streak retinoscopy)
Dengan lensa sferis + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila
berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi
dengan lensa sferis negatig, sedangkan bila searah dengan gerakan
retinoskop (with movement) dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian
yang netral dikoreksi dengan lensa silinder positif sampai tercapai
netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.(7)
2) Autorefraktometri (7)
17
c. Pemeriksaan bola mata
Terutama pemeriksaan segmen anterior yakni pada kornea. Diameter kornea
normal adalah 12 mm. Kornea normal adalah jernih, dengan permukaan licin
dan rata diyakini dengan melakukan uji placid; lingkaran konsentris berarti
permukaan kornea licin dan regular, lingkaran lonjong menunjukkan adanya
astigmat kornea, garis lingkaran tidak beraturan dapat terjadi pada astigmat
irregular akibat infiltrate atau parut kornea.(4)
3.1.7 Penatalaksanaan
Pada astigmatisma regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang
didapatkan, yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau
tanpa kombinasi lensa sferis. Pada astigmatisma ireguler, bila derajat ringan bisa
dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi bila berat, maka dilakukan
transplantasi kornea.(7)
3.2 Presbiopia
3.2.1 Definisi
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan
merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang
disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik
akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan
tepat sehingga mata tidak bisamelihat yang dekat. Biasanya terjadi diatas usia 40
18
tahun, dan setelah umur itu, umumnyaseseorang akan membutuhkan kaca mata
baca untuk mengkoreksi presbiopianya.
3.2.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan
hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya
berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena
onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi
pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan
106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia.
Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain
seperti trauma, penyakit sistemik, penyakitkardiovaskular, dan efek samping obat
juga bisa menyebabkan presbiopia dini.
3.2.3. Etiologi
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut.
b Kelemahan otot-otot akomodasi.
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.
3.2.4 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karenaadanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnyaumur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
19
3.2.5 Klasifikasi
a. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kacamata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolakpreskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketika diperiksa.
c. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali
d. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhungan denganlingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
e. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan
oleh peningkatan diameter pupil.
3.2.6 Gejala
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan matadan sakit kepala jika membaca terlalu lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik
dekat mata makin menjauh).
20
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
3.2.7 Diagnosis
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus
Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan
menggunakan Snellen Chart.
b. Refraksi
Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan
kalimat terkecil yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada
huruf sebesar 20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi, termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dantes tutup-buka, tes
Hirschberg, amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan
presbiopia.
e. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi,
penglihatan warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan
menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari
mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan
21
ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen
media dan posterior
3.2.8. Penatalaksanaan
1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah
untuk mengkompensasiketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-
objek yang dekat.
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger 20/30.
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak
melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan
yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3.00 D.
Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yangdibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D
4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa
lain yang digunakan untukmengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang
ada bersamaan dengan presbiopia.
22
Ini termasuk:
a. Bifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya.
d. Monovision kontak
Lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk
melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya
adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil
foto.
e. Monovision modified
Lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa kontak untuk
melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk melihat
jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif.
23
3.3 Katarak
3.3.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan
ketajaman visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif.
Sekitar 16 juta orang di seluruh dunia terkena efek dari katarak,
dengan teknik bedah modern menghasilkan 100.000-200.000 kebutaan mata
irreversible. Data yang dipublikasikan menunjukkan bahwa 1,2% seluruh
populasi afrika buta, dengan penyebab katarak 36% dari seluruh kebutaan
ini. Pada suatu survey yang dilakukan di 3 distrik di dataran Punjab,
jumlah seluruh insiden katarak senilis sekitar 15,3% dari 1269 orang yang
diperiksa.
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan
protein, perubahan proliferasi dan kerusakan kontinuitas serat serat lensa.
Secara umum udema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.
Katarak imatur hanya sedikit opak. Katarak matur yang keruh total mengalami
sedikit edema. Apabila kandungan air maksimum dan kapsul meregang, katarak
disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur
relative mengalami dehidrasi dan kapsul mengkerut akibat air keluar
dari lensa dan meninggalkan kekeruhan.
Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan
katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada
24
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder
3.3.2 Gejala klinis
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan
penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.
a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien
dengan katarak senilis.
b. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau
ketika endekat ke lampu pada malam hari.
c. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik
lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya,
pasien presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.
d. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi
pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah
darilensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau
lensa kontak.
e. Noda, berkabut pada lapangan pandang.
25
f. Ukuran kaca mata sering berubah.
3.3.3 Diagnosis
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata.
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai
menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan.
Namun, katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini, dapat
diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca
pembesar, atau slitlamp.
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium
ini katarak biasanya telah matang dan pupil mungkin tampak putih. Pemeriksaan
yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-lamp),
funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada
pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada
kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit yang berat berupa
panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.
3.3.4 Penatalaksanaan katarak
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi
jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-
obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase
inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah
memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada
hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen
26
yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang
dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir
bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan
lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul
lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan
dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
a. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
27
massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular
edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
c. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehni kini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-
3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan
katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan
incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
28
d. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Miller KM, Albert DL, Asbell PA, Atebara NH Clinical Optics, Astigmatism. Amaerican Academy of Opthalmology; 2006; p. 116-119.
2. Miller KM, Albert DL, Asbell PA, Atebara NH Clinical Optics, Presbyopia. Amaerican Academy of Opthalmology; 2006; p. 147.
3. Miller KM, Albert DL, Asbell PA, Atebara NH Clinical Optics, Cataract. Amaerican Academy of Opthalmology; 2006; p. 115.
4. PERDAMI. Astigmat. Dalam: Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, eds. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto;2002. hal 49-55.
5. PERDAMI. Katarak. Dalam: Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, eds. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto;2002. hal 232-316.
6. PERDAMI. Presbiopia. Dalam: Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, eds. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto;2002. hal 48.
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata. Astigmatism. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata.. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo; 2006. hal.179-180.
8. Vaughan AT. Kelainan refraksi. Dalam: Suanto D, editor. Oftalmologi umum. Edisi -17. Jakarta: EGC;2009. Hal. 394-395.
9. Vaughan AT. Katarak. Dalam: Suanto D, editor. Oftalmologi umum. Edisi -17. Jakarta: EGC;2009. Hal. 169-175.
10. Christoph W S, Lang GK. Optics and Refractive Errors. Dalam: Lang GK, editor. Ophtalmology a Short Textbook. Newy York: Thieme; 2000; p. 440-444.
11. James B, Chew C, Bron A. Optika klinis. Dalam: Safitri A, editor. Lecture note oftalmologi. Edisi-9. Jakarta: Erlangga; 2006. hal 35.
12. James B, Chew C, Bron A. Katarak. Dalam: Safitri A, editor. Lecture note oftalmologi. Edisi-9. Jakarta: Erlangga; 2006. hal 195.
13. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes, Fourth Edition. London: BMJ Publishing Group; 2004. p. 15-20.
14. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata. Katarak Senilis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo; 2006. hal.47-48.
top related