responsi mata felicia

46
BAB I STATUS PASIEN 1.1. Identitas Pasien Nama : Ny. M Usia : 40 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jln. Kali Kepiting 3/40 Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal : 16 Oktober 2014 1.2. Anamnesis 1.2.1. Keluhan utama : Kedua mata kabur. 1.2.2. Riwayat penyakit sekarang Kedua mata kabur, sejak 1 minggu yang lalu. Kabur perlahan – lahan, kadang pusing. Pernah pakai kacamata dari umur 30 tahun. Tidak ada mata merah. Tidak melihat kabut/asap, tidak silau. Masih tahu bila ada barang atau orang disebelahnya (jalan tidak nabrak). 1

Upload: anonymous-92hewqyjro

Post on 07-Apr-2016

108 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

kelainan refraksi

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Mata Felicia

BAB I

STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Kali Kepiting 3/40

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal : 16 Oktober 2014

1.2. Anamnesis

1.2.1. Keluhan utama : Kedua mata kabur.

1.2.2. Riwayat penyakit sekarang

Kedua mata kabur, sejak 1 minggu yang lalu. Kabur perlahan –

lahan, kadang pusing.

Pernah pakai kacamata dari umur 30 tahun.

Tidak ada mata merah.

Tidak melihat kabut/asap, tidak silau.

Masih tahu bila ada barang atau orang disebelahnya (jalan tidak

nabrak).

Tidak ada Diabetes Mellitus dan tidak ada Hipertensi.

1

Page 2: Responsi Mata Felicia

1.2.3. Riwayat penyakit dahulu

Tidak memiliki riwayat hipertensi

Tidak memiliki riwayat diabetes mellitus

1.2.4. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada dikeluarga yang sakit sama dengan pasien

1.2.5. Riwayat sosial

Ibu rumah tangga

1.3. Pemeriksaan Fisik

1.3.1. Status present

Keadaan Umum : Postur tubuh ideal

Kesadaran : kompos mentis

Tanda vital : TD/Nadi/Suhu/RR (tidak diperiksa)

Status generalis : Pemeriksaan kepala, THT, jantung, paru-

paru, abdomen, dan ekstremitas (tidak dilakukan).

1.3.2. Status oftalmologi:

1.3.2.1 Pergerakan Bola Mata

OD OS

BSA BSA

2

Page 3: Responsi Mata Felicia

1.3.2.2 Pemeriksaan Segmen Anterior

Pemeriksaan OD OS

Visus

Visus 0,6f 0,9

Koreksi

PD : 65/63 add +1.00C –1.25 x 180 → 1.0 C –0.50 x 160 → 1.0

Kacamata

SebelumnyaS +1.00/C –2.75 x 175 S +0.75/C –1.00 x 160

Segmen Anterior

PalpebraEdema (-) Edema (-)

Hiperemi (-) Hiperemi (-)

Konjungtiva Bulbi Hiperemi (-) Hiperemi (-)

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Dalam Dalam

Iris Warna coklat

Radier

Warna coklat

Radier

Pupil Isokor (+)

Refleks cahaya

langsung (+)

Refleks cahaya tak

Isokor (+)

Refleks cahaya

langsung (+)

Refleks cahaya tak

3

Page 4: Responsi Mata Felicia

langsung (+)

Bulat, ø = 3mm

langsung (+)

Bulat, ø = 3mm

Lensa Jernih

Iris shadow (-)

Jernih

Iris shadow (-)

Segmen Posterior

Fundus reflek FR (+) FR (+)

Papil N. IIWarna orange, batas

tegas, c/d ratio 0,3

Warna orange, batas

tegas, c/d ratio 0,3

Retina

Perdarahan (-),

Eksudat (-),

Mikroaneurisma (-)

Perdarahan (-),

Eksudat (-),

Mikroaneurisma (-)

Vaskuler A:V = 2:3 A:V = 2:3

Makula Reflex fovea (+) Reflex fovea (+)

Vitreous Jernih Jernih

1.4. Resume

Wanita, 40 tahun

Kedua mata kabur perlahan – lahan selama 1 minggu.

VOD = 0,6f VOS = 0,9

Pernah menggunakan kacamata sebelumnya.

1.5. Diagnosis Kerja

ODS Astigmatisma Miopia Simplek + Presbiopia

1.6. Rencana :

4

Page 5: Responsi Mata Felicia

1.6.1. Diagnostik : -

1.6.2. Terapi :

Pemberian Kacamata jarak jauh dekat

1.6.3. Monitoring :

Kontrol 1 tahun

Periksa Visus

Periksa Segmen Anterior

1.6.4. Edukasi :

Kacamata sering dipakai saat beraktivitas kecuali pada saat mandi,

tidur, olahraga, dan lain – lain.

Saat membaca dalam posisi duduk tegak, dan jarak membaca ± 30

– 33 cm dan membaca pada keadaan yang cukup terang.

Mengistirahatkan mata bila lelah.

Banyak makan buah, sayur dan makanan yang bergizi.

1.7. Prognosis

OD OSAd vitam : Bonam Bonam

Ad fungsionam : Bonam Bonam

Ad sanatonam : Bonam Bonam

5

Page 6: Responsi Mata Felicia

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita, ODS Astigmatisma

Miopia Simplek dan Presbiopia

1. Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang :

Mengeluh kedua mata kabur sejak 1 minggu yang lalu, dan

kaburnya perlahan – lahan.

o Keluhan tersebut terdapat dalam kelainan refraksi dimana

terjadi pembiasan sinar sejajar yang masuk ke mata dalam

keadaan istirahat (tanpa akomosai) akan dibiaskan

membentuk bayngan yang tidak jatuh tepat pada retina,

sesuai dengan kelainannya.

Ibu tersebut juga mengeluh kalau pakai kaca mata yang lama tetap

kabur.

o Keluhan tersebut dapat dikeluhkan karena perubahan dari

ukuran kacamata.

Tidak ada mata merah

Tidak merasakan adanya kabut/asap, dan silau.

Jalannya tidak nabrak kanan kiri.

Tidak ada hipertensi dan diabetes mellitus.

Pasien juga mengeluh kadang pusing, tapi tidak disertai mual dan

muntah.

6

Page 7: Responsi Mata Felicia

o Bisa dikarenakan faktor lain seperti faktor tekanan darah,

faktor kadar gula darah, dehidrasi, dan lainnya.

Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada Diabetes mellitus dan tidak ada hipertensi

2. Pemeriksaan Oftalmologis

a. Visus

VOD : 0,6f

VOS : 0,9

Dari hasil pemeriksaan visus natural pada kedua mata pasien

didapatkan hasil bahwa dengan visus natural pada mata kanan

dan kiri tidak dapat mencapai hasil maksimal (tidak bisa

mencapai 6/6 atau 1,00).

Pada pemeriksaan visus, pasien divisus koreksi dengan

menggunakan “Trial and Error” VOD: 0.6f Cc C –1.25 x 180

→ 1.0 dan VOS: 0,9 Cc C –0.50 x 160 → 1.0

7

Page 8: Responsi Mata Felicia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Fisiologi Mata 2,6

Mata, seperti dalam Gambar 3.1 secara optic dapat disamakan dengan

sebuah kamera fotografi biasa. Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura

yang dapat berubah – ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film.

Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi : (1) perbatasan antara

permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara posterior kornea dan

humor aquos, (3) perbatasan antara humor aquos dan permukaan anterior lensa

mata, dan (4) perbatasan permukaan posterior lensa mata dan humor vitreous.

Indeks internal udara adalah 1,00; kornea 1,38; humor aquos 1,33; lensa 1,40; dan

humor vitreous 1,34.

Gambar 3.1 Mata sebagai sebuah kamera. Angka – angka diatas adalah

indeks bias.

Sekitar dua pertiga dari daya bias mata 59 dioptri dihasilkan oleh

permukaan anterior kornea (bukan oleh lensa mata). Alasan utama dari pemikiran

ini ialah karena indeks bias kornea sangat berbeda dari indeks bias udara,

8

Page 9: Responsi Mata Felicia

sedangkan indeks bias lensa mata tidak jauh berbeda dengan indeks bias humor

aquos dan humor vitreous.

Lensa internal mata, yang secara normal bersinggungan dengan cairan

setiap prmukaannya, memiliki daya bias total 20 dioptri, kira – kira sepertiga dari

daya bias total. Namun, lensa internal ini penting karena sebagai respon terhadap

sinyal saraf dari otak, lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga

memungkinkan terjadinya akomodasi.

Akomodasi adalah kemampuan mata mengubah – ubah daya bias untuk

menetapkan focus pada objek dekat melalui proses yang disebut akomodasi.

Pada anak – anak, daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20 dioptri

menjadi kira – kira 34 dioptri; ini berarti terjadi “akomodasi” sebesar 14 dioptri.

Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastik yang kuat dan berisi

cairan kental yang mengandung banyak protein namun transparan. Dalam keadaan

relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya, lensa dianggap berbentuk hampir

sferis, terutama akibat retraksi elastik dari kapsul lensa. Namun, terdapat kira –

kira 70 ligamen suspensorium yang melekat disekeliling lensa menarik tepi lensa

ke arah lingkar luar bola mata. Ligamen ini secara konstan diregangkan oleh

perlekatannya pada tepi anterior koroid dan retina. Regangan pada ligament ini

menyebabkan lensa tetap relatif dalam keadaan mata istirahat.

Walaupun demikian, tempat pelekatan lateral ligamen lensa pada bola

mata juga dilekati oleh otot siliaris, yang memiliki dua set serabut otot polos yang

terpisah. Serabut meridional membentang dari ujung perfier ligamen

suspensorium sampai peralihan kornea sclera. Kalau serabut oto ini berkontraki,

bagian perifer dari ligamen lensa tadi akan tertarik secara medial kearah tepi

9

Page 10: Responsi Mata Felicia

kornea, sehingga regangan ligamen terhadap lensa akan berkurang. Serabut

sirkuler tersusun melingkar mengelilingi perlekatan ligament, sehingga pada

waktu berkontraksi terjadi gerak sfingter, mengurangi diameter lingkaran

perlekatan ligament; hal ini juga menyebabkan regangan ligament terhadap kapsul

berkurang.

Jadi kontraksi salah satu set serabut otot polos dalam otot siliaris akan

mengendurkan ligament kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung,

seperti balon, akibat sifat elastisitas alami kapsul.

Pembelokan sebuah berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas

cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium

dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Dikenal beberapa titik di dalam bidang

refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang

masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana

seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang

yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia,

pungtum remotum terletak di depan mata.

Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari

kedua media transparan dan derajat kemiringan antara bidang peralihan dan

permukaan gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung seperti

lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan

semakin kuat lensa. Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung)

menyebabkan konvergensi atau penyatuan berkas–berkas cahaya, yaitu

persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian,

10

Page 11: Responsi Mata Felicia

permukaan refraktif mata bersifat konveks. Lensa dengan permukaan konkaf

(cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkas–berkas cahaya.

Cahaya merambat melalui udara kira-kira dengan kecepatan 300.000

km/detik, tetapi perambatannya melalui benda padat dan cairan yang transparan

jauh lebih lambat. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang

lebih tinggi densitasnya, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya).

Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya ketika melalui permukaan medium

baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus.

Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang

diamati ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina

(makula). Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang

diteruskan ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan.

Kemampuan seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam

penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata.

Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang

terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak

terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang

terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu

sebagai keadaan normal.

Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,

pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang

berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humor aquosus,

lensa, dan humor vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi

11

Page 12: Responsi Mata Felicia

cembung atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.

Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di

retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang

terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi

mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,

pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua

bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran

depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai

daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat

benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,

mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola

mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.

Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan

terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada

jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat

akomodasi, daya pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan

meningkat sesuai dengan kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus

berakomodasi (mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar.

Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan

meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat

dekat.

12

Page 13: Responsi Mata Felicia

Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi

trias akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula

Zinii mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat

difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul

konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil

dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan

jelas.

3.2. Kelainan refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.

Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar

pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik

yang fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada

mata sihingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi dikenal

dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.

Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding mata

normal. Normalnya, seseorang akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit, jika kurang

mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling. Seseorang dengan kelainan

refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit lain. Penderita

dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai berikut: sakit kepala

13

Page 14: Responsi Mata Felicia

terutama di daerah tengkuk atau dahi; mata berair; cepat mengantuk; mata terasa

pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur. Untuk mencegah terjadinya

penyulit diusahakan memberikan istirahat pada mata dan mencegah pupil

berkontraksi. Tajam penglihatan penderita kelainan refraksi kurang dari normal.

Gambar 3.2 Pembiasaan cahaya pada mata normal dan mata dengan

kelainan refraksi.

3.3. MIOPIA

3.3.1 Definisi 3

Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang

datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata

tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas

bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien

miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang

dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan

menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap

maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

14

Page 15: Responsi Mata Felicia

Gambar 3.3 Perbedaan mata normal dengan myopia.

3.3.2. Etiologi 5

1. Axial miopi:

Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola

mata, ini penyebab yang paling banyak.

2. Kurvatural miopi

Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.

3. Positional miopi

Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.

4. Index myopia

Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada

nuclear sclerosis.

5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.

3.3.3. Klasifikasi 5

Klasifikasi miopia dibagi menurut derajat dan perjalanan penyakitnya.

Berdasarkan derajat beratnya, miopia dibagi dalam:

a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri

b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

15

Page 16: Responsi Mata Felicia

Sedangkan menurut perjalanan penyakitnya, miopia dikenal dalam bentuk:

a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata

c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat

mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini dapat juga disebut miopia

pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif. Disebut miopia

degeneratif atau miopia maligna, bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan

fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai membentuk stafiloma

postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi

korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan

kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan

rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi

bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris

retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.

3.3.4. Manifetasi klinik 3

Pasien miopia akan melihat jelas bila dalam jarak pandang dekat dan

melihat kabur apabila pandangan jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit

kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu,

penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah

aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia

mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam keadaan

konvergensi. Hal ini yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila

16

Page 17: Responsi Mata Felicia

kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau

esotropia.

3.3.5. Pemeriksaan 4

Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri

dari:

1. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan

jarak dekat (Jaeger)

2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam

pemakaian kacamata

3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan

kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan

4. Uji gerakan otot-otot mata

5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata

6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata

7. Pemeriksaan retina

3.3.6. Tata laksana 4,5

Koreksi Miopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa

kontak atau dengan bedah refraktif. Prinsip pemberian kacamata pada myopia

adalah diberikan lensa sferis negate atau minus terkecil yang memberikan tajam

penglihatan terbaik.

17

Page 18: Responsi Mata Felicia

Beberapa hal yang perlu diperhatiakn pada pemberian koreksi pada

miopia:

1. Miopia kurang dari 2 – 3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu

dikoreksi, karena umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2

tahun. Selain itu biasanya hanya berinteraksi dengan obyek yang dekat.

2. Miopia 1 – 1,5 dioptri pada anak usia pra sekolah sebaiknya dikoreksi

karena anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda - benda atau

orang dengan jarak yang lebih jauh dibanding bayi. Namun, jika

diputuskan untuk tidak memberikan koreksi, pasien harus diobservasi

dalam 6 bulan.

3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu

dikoreksi. Namun pasien harus di evaluasi dalam 6 bulan.

4. Untuk dewasa koreksi diberikan sesuai kebutuhan pasien.

Selain itu, dikenal istilah “Visual hygiene”, pedoman dalam upaya

mengendalikan laju miopia yang antara lain terdiri atas beberapa langkah berikut:

1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap 30

menit. Selama istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling

ruangan dan melihat keluar jendela.

2. Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca, dan

duduklah pada kursi dengan sandaran tegak.

3. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca.

4. Jarak membaca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku.

5. Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi.

18

Page 19: Responsi Mata Felicia

6. Batasi waktu yang dihabiskan untuk menoonton televisi atau bermain

game.

7. Olahraga teratur.

Dan dapat dikoreksi dengan:

a. Kacamata

Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan

lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa

cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias

terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini

dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa

cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,

dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

Gambar 3.4 Lensa sferis minus (concave) digunakan untuk koreksi

miopia.

b. Lensa Kontak

Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia

tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata.

Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi

19

Page 20: Responsi Mata Felicia

kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan

kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa

kontak.

3.4. Astigmatisma

3.4.1 Definisi 2

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur

kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya

tidak difokuskan pada satu titik.

Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin

lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap

orang memiliki astigmat yang ringan.

3.4.2 Etiologi 2

Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya

berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi

perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang

bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut

astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada

bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek

disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.

Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau

indeks refraksi.

Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering

pada kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik

menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih

20

Page 21: Responsi Mata Felicia

besar dari sumbu horizontal (sekitar 0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme

direk dan diterima sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya

mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini didapatkan pada

68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.

3.4.3 Jenis Astigmatisma 3

1. Astigmatisma Reguler

Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan

kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari

satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang

teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat

jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik

dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat di rumuskan

sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.

Gambar 3.5 Simple myopic astigmatism

21

Page 22: Responsi Mata Felicia

Gambar 3.6 Simple hypermetropic astigmatism

b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di

retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi

kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound

hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.

Gambar 3.7 Compound miopic astigmatism

c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan

yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada

satu arah dan miop pada yang lainnya.

22

Page 23: Responsi Mata Felicia

Gambar 3.8 Mixed Astigmatism

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-

sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme

ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya

bias yang lebih besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the

rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian

horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda

dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.

2. Astigmatisma irregular

Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.

Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang

sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau

orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.

Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan

distrofi atau akibat kelainan pembiasan.

3.4.4 Gejala Klinis 5

Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata

lalah khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada jark

23

Page 24: Responsi Mata Felicia

yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang

hilangdengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal. Astigmtisme against

the rule menimbulkan keluhan lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis ini

lebih sukar diterima oleh pasien.

Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan

asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah

pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala (tilting of the

head), umumnya pada stigmatisme oblik; memutar kepala (turning od the head)

biasanya pada astigmastisme yang tinggi; memicingkan mata seperti miopia untuk

mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat dilakukan saat melihat jauh dan

dekat; dan pendertia astigmatisme sering mendekatkan bahan bacaan ke mata

dengan tujuan mendapatkan bayangan lebih besar meskipun kabur.

3.4.5 Diagnosis 3

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien

akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan

fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen.

Periksa kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam

penglihatan.

Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam

yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih

merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat

astigmat.

Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di

temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea.

24

Page 25: Responsi Mata Felicia

Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata.

Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami

perubahan bentuk.

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan

mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat

dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa

sferis saja.

3.4.6 Penatalaksanaan 3

Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D

atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat

dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.10

1. Kacamata Silinder

Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif

dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif

dengan sumbu horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with

the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150

derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120

derajat).

Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal,

yaitu :

a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule

dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang

ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.

25

Page 26: Responsi Mata Felicia

b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule

dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang

ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.

2 Lensa Kontak

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat

menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.

3.5 PRESBIOPIA

3.5.1 Definisi 5

Presbiopia yang berarti “mata tua” berasal dari bahasa yunani yang

menggambarkan kondisi refraksi yang berhubungan dengan usia tua, yang

kompleks lensa dan muskulus siliaris kehilangan fleksibilitasnya untuk

mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan dekatnya.

Jadi presbiopia adalah suatu kondisi normal berhubungan dengan peningkatan

usia dan hilangnya akomodasi secara gradual.

3.5.2 Etiologi 1

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

- Kelemahan otot akomodasi

- Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat

sklerosis lensa.

3.5.3 Klasifikasi 5

Presbiopia dibagi menjadi dua, yaitu presbiopia borderline atau presbiopia

insipient dan presbiopia fungsional. Disebut presbiopia borderline bila pasien

memerlukan koreksi lensa sferis positif untuk melihat dekat yang timbulnya hanya

26

Page 27: Responsi Mata Felicia

kadang – kadang saja, sedangkan yang dimaksud dengan presbyopia fungsional

adalah bila pasien selalu mengeluh kabur untuk melihat dekat, dan dengan

pemberian lensa sferis positif keluhan akan hilang dan membaik,

3.5.4 Patofisiologi 2

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya

refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks

lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur

maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk

menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

3.5.5 Gejala Klinis 5

Gejala klinis presbyopia dimulai setelah usia 40 tahun, biasanya antara 40

– 45 tahun dimana tergantung pada kelainan refraksi sebelumnya, “depth of focus”

(ukuran pupil), kebutuhan visus dari pasien dan variabel yang lain.

Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sebagai berikut.

1. Kabur melihat dekat

Pasien sering mengatan “Lengan saya terlalu pendek” atau “Jika membaca

saya harus menjauhkan bahan bacaan”. Hal ini terjadi karena penurunan

akomodasi sehingga pasien tidak bisa mempertahankan penglihatan dekatnya.

2. Kabur melihat Jauh

3. Astenopia

Pasien akan mengeluh matanya seperti menonjol keluar, mata lelah, mata

berair dan sangat tidak nyaman stetlah pemakaian mata untuk melihat dekat dalam

waktu yang lama. Hal ini terjadi karena adanya pemakaian akomodasi yang

berlebihan.

27

Page 28: Responsi Mata Felicia

4. Sakit sekitar mata dan sakit kepala.

5. Kemampuan membaca yang lebih baik pada siang hari dibanding malam

hari.

3.5.6 Pemeriksaan 4

a. Alat

- Kartu Snellen

- Kartu baca dekat

- Seuai set lensa coba

- Bingkai percobaan

b. Teknik

- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan

diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif

ataupun astigmatismat)

- Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)

- Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat

- Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai

terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini

ditentukan

- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu4

c. Cara penentuan addisi 5

1. Tes subyektif

Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna

merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan

lensa addisi dan umur biasanya:

28

Page 29: Responsi Mata Felicia

40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri

45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri

50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri

55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri

60 tahun – 3.0 dioptri

2. Penggunaan amplitudo akomodasi

Amplitudo akomodasi adalah perbedaan kekuatan refraksi tanpa

akomodasi atau dalam keadaan istirahat dengan akomodasi penuh. Sebagai bahan

pertimbangan adalah pemberian addisi yang masih menyisakan setengah dari

amplitude akomodasi untuk cadangan. Misalnya jarak baca 40 cm memberikan

akomodasi 2,5 Dioptri. Seorang pasien yang memiliki amplitude akomodasi 2,0

Dioptri maka cadangan akomodasi pasien tersebut 1,0 Dioptri (setengah dari 2,0

D). Total amplitude akomodasi 2,5 D dikurangi 1,0 D. jadi 1,5 D adalah perkiraan

pemberian lensa adisi yang diperlukannya agar terasa lebih enak.

3.5.7 Penatalaksanaan 5

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur

40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun

diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:

1. kacamata baca untuk melihat dekat saja

2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain

3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,

penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah

29

Page 30: Responsi Mata Felicia

4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh,

tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

30

Page 31: Responsi Mata Felicia

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology (AAO), 2006, Lens and Cataract,

United States of America

2. Guyton, A.C, 2007, Buku Ajar Fisologi Kedokteran, Jakarta: EGC

3. Khurana A. K., 2007, Comprehensive Ophtalmology, Fourth edition

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dr. Soutomo 2006. Surabaya RSU Dr.Soetomo

5. Sjamsu Budiono dkk : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata 2012

6. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika

31