ptk matematika
Post on 22-Jun-2015
6.370 Views
Preview:
TRANSCRIPT
© copyright www.suripno.com
CONTOH PTK Matematika
UPAYA MENINGKATKAN KEBERANIAN BERPENDAPAT MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN TEAMS-ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) BAGI KELAS VII
D SMP NEGERI I BUMIAYU
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Oleh:
SURIPNO
NIP : 19561129 198703 1 004
© copyright www.suripno.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan untuk setiap disiplin ilmu selain membantu siswa berpikir, juga
membantu siswa dapat mempertanggungjawabkan berpikirnya tersebut. Pendidikan
matematika sangat layak menerima tanggung jawab ini, sebab matematika mulai tingkat
SD hingga pendidikan tinggi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Siswapun
berkeyakinan bahwa bila penyelesaiannya benar, maka kebenaran itu bukan karena guru
atau orang lain yang menyatakan benar, melainkan karena penalarannya sangat jelas
membenarkannya.
Matematika dan cara berpikir matematika mendasari bangunan pendidikan
disiplin ilmu yang lain dan bahkan mengembangkan selain mengembangkan
matematika itu sendiri (Flato, 1990: 14). Kriteria sederhana, kapan seseorang dikatakan
siswa, bila orang itu dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya orang itu tidak dapat
mengerjakannya. Oleh karena itu guru dapat menetapkan bahwa siswa itu telah belajar
matematika yang diajarkan bila siswa itu dapat mendemonstrasikan kemampuan atau
keterampilan tertentu dalam matematika yang sebelumnya ia tidak mampu
mengerjakannya (Hudoyo, 1989:30)
Agar terdapat perubahan kompetensi siswa dalam pembelajaran, sorang guru
dituntut untuk memilih dengan tepat, metode, teknik, maupun model pembelajaran yang
relevan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai secara maksimal. Ketepatan memilih
sebuah model juga akan sangat berpengaruh pada cara berpikir siswa. Bermacam-
© copyright www.suripno.com
macam model pembelajaran dapat dipilih oleh seorang guru dalam menyampaikan
proses pembelajaran, meskipun demikian model pembelajaran yang dapat membantu
siswa untuk berpendapat haruslah dicari yang tepat. Banyak guru menjumpai sujumlah
siswa di dalam kelas tidak bisa belajar secara kelompok. Guru akan mengalami
kesulitan manakala menjumpai siswa dalam suatu kelas tidak prestasi belajarnya sangat
renda serat tidak berani mengemukakan pendapat. Guru di daerah pinggiran belum
mendapatkan metode yang jitu untuk dapat menggairahkan siswa dalam hal saling
tukar pendapat, tukar kemampuan, saling mengisi kekurangan dan kelebihan setiap
anggota kelompok belajar.
Inovasi pembelajaran dengan penggunaan strategi atau model pembelajaran
dengan pendekatan student teams-achievement divisions (STAD), diharapkan akan
dapat mendorong siswa untuk bisa belajar secara berkelompok. Banyak model atau
strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru dalam upaya untuk belajar secara
berkelompok. Keberagaman tingkat intelegensia siswa yang tidak merata, sosial
ekonomi orang tua siswa yang homogen menjadi salah satu hambatan dalam
ketercapaian proses pemebelajaran. Keberagaman tersebut bukan berarti rencana
pemebelajaran menjadi terhambat, melainkan harus diupayakan dan dicari solusi yang
cerdas agar tujuan pembelaran menjadi optimal. Dengan demikian kekurangan siswa
dan latar belakang sosial ekonomi orang tua justru menambah semangat dan gairah guru
dalam tugas kesehariannya.
Kekurangan tingkat kecerdasan siswa tersebut menyebabkan berkurangnya rasa
percaya diri, minder dan perasaan gugup jika bertemu dengan kawan yang barangkali
mempunyai masalah sama, tetapi dianggap mempunyai banyak kelebihan dan jauh lebih
pandai. Demikian juga kurang bisa belajar bersosialisasi secara kelompok. Anggapan
© copyright www.suripno.com
seperti ini jika dibiarkan berlarut akan semakin memperparah keadaan siswa secara
keseluruhan. Dengan demikian kegagalan pembelajaran secara keseluruhan siap
menunggu. Sebagai guru jika kondisi ini benar-benar ada, maka penyesalan akan
menjadi berkepanjangan, merasa bersalah terhadap orang tua siswa, terhadap institusi
yang memberi tugas, demikian juga bersalah terhadap negara.
Kondisi siswa yang beragam tingkat kecerdasan dan latar belakang sosial
ekonomi orang tua siswa yang heterogen tersebut justeru menjadi modal semangat guru
untuk menambah inovasi pembelajaran, mencoba dengan keanekaragam model, dan
semangat dalam bertugas. Sebab jika inovasi yang dikembangkan kemudian
membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan, maka ada rasa kepuasan yang tidak
bisa diungkapkan dengan ukuran materi atau kebendaan. Dilain pihak, siswa sendiri jika
dengan menggunakan model teams-achievement divisions (STAD), kemudian merasa
terangkat dan ada keberhasilan yang memadai. Maka keberhasilan tersebut akan
menjadi sejarah yang tidak terlupakan, karena kebersamaan, kekeluargaan dan
keberanian yang semakin meningkat, rasa percaya diri yang tumbuh kembali, hilangnya
sifat nervous dan minder yang berlebihan. Dan yang paling penting adalah siswa merasa
dihargai atas hasil kerja kelompok kecilnya. Dengan demikian jika suasana ini bisa
terwujud, iklim belajar di kelas menjadi sejuk, tidak ada perasaan tertekan, bisa
berpendapat dengan bebas, bisa menerima pendapat orang lain, menghargai pendapat
orang lain, bagaimana etika berpendapat yang baik, tidak egois dan menganggap
pendapatnya sendiri yang paling benar.
© copyright www.suripno.com
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan seperti tersebut di atas
maka masalah - masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kesulitan guru dalam memilih setrategi pembelajaran yang dapat meningkatkan
proses pembelajaran Matematika melalui belajar berkelompok.
2. Banyaknya siswa yang belum berhasil dalam proses pembelajaran Matematika
3. Strategi Pembelajaran dengan model teams-achievement divisions (STAD),
belum banyak digunakan oleh guru dalam rangka usaha untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika
4. Berbagai faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kebersamaan siswa dalam
kelompoknya untuk mengemukakan pendapat dalam proses pembelajaran
Matematika
5. Penggunaan Strategi Pembelajaran model teams-achievement divisions
(STAD) untuk meningkatkan kerja kelompok dalam proses pembelajaran
C. Pembatasan Masalah
Berpijak dari identifikasi masalah yang telah dirumuskan seperti tersebut di atas
maka perlu diadakan pembatasan masalah. Pembatasan masalah dikarenakan adanya
alasan subyektif dan alasan obyektif. Alasan subyektif dalam pembatasan masalah ini
adalah kerena mengingat keterbatasan waktu , tenaga dan dana dari peneliti, maka
peneliti perlu membatasi masalah . Hal tersebut perlu dilakukan dengan maksud untuk
menghindari kesulitan - kesulitan yang timbul di dalam penyusunan laporan Penelitian
Tindakan Kelas yang akan datang . Sedangkan alasan obyektif adalah agar hasil
© copyright www.suripno.com
penelitian ini nanti dapat lebih menunjang keberhasilan guru dalam meningkatkan
keberhaslin siswa dalam belajar belajar berkelompok di dalam proses pembelajaran
Matematika.
Supaya penelitian dapat sesuai dengan sasarannya, maka penelitian ini dibatasi
hanya pada Penggunaan model teams-achievement divisions (STAD) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika bagi siswa kelas VII
D SMP Negeri 1 Bumiayu pada semester Ke dua tahun pelajaran 2008/2009.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah.
Penelitian Tindakan Kelas ini masalah terdiri dari dua vareabel yaitu vareabel terikat (
Y ) dan vareabel bebas ( X ). Yang termasuk vareabel terikat ( Y ) yaitu hasil belajar
siswa , sedangkan yang termasuk vareabel bebas (X ) adalah Model pembelajaran
teams-achievement divisions (STAD) . Masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apakah melalui penggunaan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam Pembelajaran Matematika bagi siswa kelas VII D SMP Negeri 1
Bumiayu pada semester II tahun pelajaran 2008/2009 ?
E. Tujuan Penelitian
Dapat kita ketahui bahwasanya manusia itu di dalam melakukan segala
aktivitasnya pasti mempunyai tujuan. Tujuan manusia melakukan aktivitasnya di
antaranya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Demikian halnya dengan
adanya Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan juga mempunyai tujuan tertentu .
Adapun tujuan diadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Upaya
© copyright www.suripno.com
meningkatkan Prestasi Belajar Matematika melalui Model Pembelajaran Teams-
achievement Devisions (STAD) bagi siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Bumiayu pada
Semester II Tahun Pelajaran 2008/2009 “ adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum :
Untuk meningkatkan efektivitas prses pemelajaran Mata Pelajaran Matematika
2. Tujuan Khusus :
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika dengan
model pembelajaran teams-achievement divisions (STAD) pada siswa kelas VII
D SMP Negeri 1 Bumiayu pada semester II tahun pelajaran 2008/2009
F. Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dengan harapan ada guna dan
manfaatnya . Kegunaan dan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terutama
adalah sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran Mata
Pelajaran Matematika. Adapun manfaat secara khusus yang dapat diambil dari adanya
penelitian ini adalah ada dua macam manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Manfaat teoritis maupun manfaat praktis dapat kami kemukakan sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis adalah sebagai berikut :
a. Penelitian Tindakan kelas dengan penggunaan model pembelajaran
STAD diharapkan akan mampu untuk meningkatkan hasil belajart siswa
pada peroses pembelajaran Matematika .
© copyright www.suripno.com
b. Penelitian Tindakan kelas ini daharapkan dapat bermanfaat bagi guru
pengampu mata pelajaran Matematika untuk mengadakan penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis adalah sebagai berikut ;
a. Manfaat bagi siswa :
Penelitian Tindakan Kelas ini bermanfaat bagi siswa yaitu dapat
meningkankan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika
.
b. Manfaat bagi guru :
Penelitian Tindakan Kelas ini juga bermanfaat bagi guru yaitu guru dapat
berinteraksi dengan baik di dalam proses pembelajaran karena siswa ikut
berperan aktif di dalamnya.
c. Manfaat bagi Sekolah :
Penelitian Tindakan Kelas ini akhirnya akan bermanfaat juga bagi
sekolah yaitu dapat meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di
sekolah .
© copyright www.suripno.com
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran Matematika
a. Hakekat Pendidikan
Hakekat pendidikan menurut Cholisin adalah “ pendidikan
merupakan proses budaya untuk mningkatkan harkat dan martabat manusia .
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah. (1996:20) Pendidikan menurut Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegitan bimbingan, pengajaran , dan atau pelatihan bagi
peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan nasional berarti
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang dasar 1945. Usaha sadar untuk
menyiapkan peseta didik yang dikenal secara umum dengan istilah murid atau
siswa memegang peranan sangat penting, sebab murid adalah obyek dan
sasaran dari pendidikan. Murid diharapkan melalui pendidikan ada
transformasi pengetahuan dari guru. Murid dapat diharapkan menjadi
generasi penerus perjuangan bangsa untuk mewujudkan tujuan Negara.
Pendidikan berlangsung seumur hidup mulai dari sejak lahir sampai
mati , oleh sebab itu menimba ilmu atau mencari ilmu itu wajib bagi seorang
muslim baik laki-laki maupun perempuan (Ah-Hadist). Mengapa mencari
© copyright www.suripno.com
ilmu itu diwajibkan bagi semua orang ? , karena ilmu itu memegang penanan
penting bagi manusia, dengan ilmu manusia akan mampu untuk
mengembangkan teknologi . Untuk mentranformasi ilmu dari seorang guru ke
siswa membutuhkan perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak.
Pendidikan itu sendiri menjadi tanggung jawab Pemerintah, orang tua dan
masyarakat. Pemerintah tidak akan mempu mewujudkan tujuan nasional di
bidang pendidikan , apabila tidak mendapatkan dukungan dari orang tua
maupun masyarakat.
Pentingnya pendidikan menyebabkan pemerintah selalu berusaha
untuk memperhatikan bidang pendidikan , agar tujuan nasional dapat tercapai.
Adapun tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea keempat adalah ;
“ Kemudian dari pada itu , untuk membentuk suatu Pemerintahan
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial , maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa , Kemanusian yang adil dan beradab ,
Persatuan Indonesia , dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
© copyright www.suripno.com
Sesuai dengan tujuan nasional tersebut, yang berkaitan dengan
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdasakan berarti
suatu usaha untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang cerdas atau pandai
dalam berbagai bidang . Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut berbagai
cara dilakukan oleh pemerintah, mulai dari perbaikan perangkat kurikulum ,
menyiapkan tenaga pendidik yang tarmpil , penambahan biaya pendidikan
sampai pada perbaikan sarana dan prasarana. Berdasarkan penelitian para ahli
hasil pendidikan di negara kita masih jauh dari harapan dan sangat
memprihatinkan .
Komunikasi antara guru dan murid memegang peranan yang sangat
penting dalam proses pembelajaran Matematika . Berbagai upaya dapat
dilakukan oleh guru selaku pemegang kekuasaan dalam kelas untuk
merangsang keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Proses belajar
mengajar yang hidup akan dapat membantu keberhasilan guru dalam
menyampaikan pengajaran. Keberhasilan guru dalam proses pembelajaran
akan membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional Indonesia yang
sekaligus mendorong terwujudnya tujuan nasional , seperti tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat.
Pendidikan Matematika di tana air saat ini sedang mngalami
perubahan paradigma. Terdapat kesadaran yang kuat, terutama ditingkat
pengambil kebijakan, untuk memperbaharui pendidikan matematika.
Tujuannya adalah agar pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa
dan dapat memberikan hasil kompetensi yang memadai baik untuk stuadi lanjut
maupun untuk memasuki dunia kerja.
© copyright www.suripno.com
b. Pembelajaran Matematika di sekolah
Beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia
selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan
pelajaran dengan metode ceramah atau ekspositori sementara para siswa
mencatatnya pada buku catatan. Dalam proses pembelajaran yang demikian,
guru dianggap berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa
sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan
guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada
siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu menginagt
banyak fakta, dan mampu menyampaikan kembali fakta-fakta tersebut kepada
orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian. Guru
sendiri merasa belum mengajar kalu tidak menjelaskan materi pelajaran
kepada siswa ( Zamroni, 2000: 23). Selanjutnya Zamroni (2000) menjelaskan
lebih lanjut guru yang baik adalah guru yang mmenguasai bahan, dan selama
proses belajar mengajar mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku
pelajaran. Guru yang baik adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat
menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang. Mata pelajaran
sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis di dalam buku paket.
Praktik pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah ternyata
sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang
menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk
mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan pengetahuan lebih
lanjut untuk kepentingan dirinya sendiri. Paradigma baru pendidikan lebih
menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk
© copyright www.suripno.com
belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan
pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tak terbatas pada yang
disampaikan guru (Zamroni, 2000:25). Guru harus mengubah perannya, tidak
lagi sebagai pemegang otoritas terrtinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi
menjadi fasiltator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan
oleh dirinya sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas
siswa aktif dalam belajarr, aktif berdidkusi, berani menyampaikan gagasan dan
menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi
(Zamroni, 2000:26).
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi
dari orang yang mengenal susatu. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif
dimana terjadi proses assilmilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru. Sesorang yang
belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan
terus menerus (Suparno, 1997:12).
Seringkali diungkapkan bahwa menurut paradigma baru pendidikan
peran guru harus diubah, yaitu tidak sekedar menyapaikan materi pelajaran
kepada siswanya, tetapi harus mampu menjadi mediator dan fasilitator. Fungsi
mediator dan fasilitator sebagaimana disebutkan oleh Suparno (1997:13) dapat
dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
© copyright www.suripno.com
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancanagan, proses, dan penelitian. Karena itu
memberi ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
2. Menyediakan atau memberi kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif,
menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses
belajar siswa. Guru harus menyemanagati siswa, buru perlu menyediakan
pengalaman konflik.
3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan
atau tidak, guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan
siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, guru
membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa
c. Keberanian siswa mengemukakan pendapat
Keberhasilan Proses kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan dua
faktor yaitu guru dan murid . Betapa pandainya seorang guru dan lincahnya
seorang guru dalam mengajar , akan tetapi dihadapkan dengan murid yang
kurang bereaksi ketika mengikuti proses pembelajaran , maka kegiatan
pembelajaran itu tidak akan berhasil. Demikian sebaliknya betapapun
pandaianya dan sikap aktifnya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
akan tetapi tidak diimbangan kelincahan guru dalam memilih metode atau
setartegi pembelajaran juga akan berakibat kegiatan pembelajaran tidak akan
berhasil. Penyampaian materi pelajaran Matematika sangat membutuhkan
© copyright www.suripno.com
interaksi antara guru dan murid. Interaksi itu akan terjadi manakala guru dan
murid sama - sama ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran . Guru
harus mampu membangkitkan siswa untuk berani mengeukakan pendapatnya
dan murid harus selalu berusaha untuk bertanya maupun menjawab tanpa
diserta rasa takut.
Siswa yang aktif dalam proses pembalajaran Matematika akan dapat
membantu tercapainya tujuan pengajaran tersebut. Siswa yang diam akan
menimbulkan multi tafsir dari guru seperti ;
1) diam bisa diartikan siswa sudah memahami dan menguasai apa yang
disampaiakan guru dalam proses pembelajaran
2) diam bisa diartikan siswa belum jelas dan belum memahami apa yang
disampaikan guru dalam proses pmbelajran
Berkaitan dengan sikap diamnya siswa ketika mengikuti proses
pembelajaran dan siswa sudah dapat menerima materi pelajaran yang
disampaikan guru maka hal tersebut tidaklah menjadi masalah . Sikap diam
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di mana sisa belum memahami
apa yang disampaikan guru ini akan berakibat fatal. Siswa yang diam ketika
menerima penjelasan yang disampaikan guru dalam proses pembelajaran
mungkin disebabkan karena adanya dua faktor yaitu :
1) faktor dari guru itu sendiri
- guru yang menampakkan wajah yang seram
- guru tidak memberikan peluang kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya
© copyright www.suripno.com
- guru kurang tepat dalam memilih setrategi pembelajaran ketika
menyampaiakn meteri pelajaran
- penyampaiam guru yang kurang menarik
- guru kehabisan waktu
2) faktor dari siswa itu sendiri
- siswa kurang terbiasa bersosialisasi dengan temannya dan tidak bisa
belajar secara berkelompok
- siswa merasa takut untuk mengemukakan pendapatnya
- siswa merasa kurang pede dengan jawaban yang akan dikemukakan
- sikap masa bodoh siswa terhadap proses pembelajaran
- siswa kurang tertarik dengan proses pembelajaran yang disampaikan
guru.
Selanjutnya ditegaskan oleh Herman Hudoyo (1988:103), apabila
seorang guru ingin memberikan tugas kelompok, ia harus mempertimbangkan
soal-soal yang harus diseselaikan secara bersama di dalam kelompok itu, harus
dapat dipahami dan dapat dikerjakan oleh setiap anggota kelompok itu
sehingga setiap anggota kelompok dapat memberikan urunan pendapat yang
konstruktif, karena itu sebaiknya kemampuan matematika dari setiap kelompok
itu homogen.
2. Proses pembelajaran dengan model STAD
a. Proses pembelajaran
Ragam model pembelajaran Cooperative Learening karya Robert R. Slavin
(cooverative learning-theory, 1995) yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh Prof. Dr. Muhamad Nur (1999) menjelaskan bermacam-macam jenisnya
© copyright www.suripno.com
seperti Student Teams Achivement Division ( STAD), Teams Games Tournament (TGT),
Team Assisted Individualizion (TAI), Jigsaw, Jigsaw II, Cooperatve Integrated and
Composition (CIRC).
Lebih lanjut Muhamad Nur (1999) menjelaskan Student Teams Achivement
Division ( STAD), dapat diterjemahkan sebagai model pembelajaran kooperatif untuk
pengelompokkan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tangung jawab kelompok
untuk pembelajaran individu anggota. Inti kegiatan dalam STAD adalam tim/ kelompok
sebagai berikut : (1) mengajar: guru mempresentasikan materi pembelajaran, (2) belajar
dalam tim: siswa belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/ kelompok mereka dengan
dipandu oleh LKS, untuk menuntaskan materi pelajaran, (3) pemberian kuis: siswa
mengerjakan kuis secara individual dan siswa tidak boleh bekerja sama, (4)
penghargaan: pemberian penghargaan kepada siswa yang berprestasi dan tim/ kelompok
yangmemperoleh skor tertinggi dalam kuis.
Lebih jauh Muhamad Nur (1999) menjelaskan dalam STAD, adalah persiapan
guru sebelum memulai menggunakan model pembelajaran, seperti :
1. Nilai rata-rata harian dari siswa. Nilai ini sebagai acuan untuk membentuk
kelompok siswa yang heterogen dan skor rata-rata suatu kelompok.
2. Guru membentuk kelompok siswa yang heterogen tanpa membedakan
kecerdasan, suku/ bangsa, maupun agama. Jadi dalam setiap kelompok
sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing
siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Setiap kolompok terdiri atas 4
atau 5 siswa.
© copyright www.suripno.com
3. Guru mempersiapkan LKS (Lembar Kerja Siswa). LKS itu untuk belajar dan
bukan sekedar diisi dan dikumpulkan.
4. Kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan siswa (dicek oleh siswa
sendiri). Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk pada akhirnya diberi kunci
jawaban LKS.
5. Kuis, berupa tes singkat untuk seluruh siswa. Kuis berbeda dengan ulangan
harian. Waktu kuis berkisar antara 10 sampai 15 menit saja.
6. Membuat tes/ ulangan untuk melihat ketercapaian hasil belajar yang
diharapkan.
Salah satu kompetensi guru menurut Direktorat Kependdikan
(Detendik) adalah pengelolaan pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut
guru dituntut harus merancang dan mengelola kegiatan pembelajaran yang
efektif dan efisien, interaktif dan menyenangkan. Keterbatasan kompetensi
guru dalam pengelolaan pembelajaran merupakan salah satu faktor penyebab
siswa tidak mampu mencapai kompetensi secara optimal.. Peran guru yang
selama ini sebagai knowledge tarnsformator telah bergeser menjadi knowledge
facilitator. Konsekuwensi dari perubahan paradikma tersenut guru perlu
memperkaya pengetahuan dan meningkatkan keterampilannya terutama teori -
teori belajar dan model - model pembelajaran.
Setrategi belajar secara berkelompok ( cooperative Learning ) telah
menjadi salah satu pilihan para guru dalam mengelola pembelajaran . Namun
dalam penerapannya , proses pembelajaran di kelas kurang efektif karena
pengarahan guru kurang jelas dan memadai, keterbatasan sumber dan bahan
belajar , kesiapan siswa serta pengaturan kelas . Setrategi pembelajaran yang
© copyright www.suripno.com
cocok adalah setrategi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk
berani mengemukakan pendapat pada saat terjadi proses pembelajaran (
Slamet Santoso : 2005:2).
Model - model pembelajaran Cooperative Learning banyak ragamnya
dan sangat menarik perhatian bagi para guru , karena model ini memiliki
banyak kelebihan dibanding dengan model - model pembelajaran yang telah
dikenal selama ini . Di antara model-model tersebut ada yang dapat digunakan
oleh guru untuk meningkatkan meningkatkan prestasi siswa melalui belajar
secara kelompok. Salah satu model pembelajaran Cooperative Learning itu di
antaranya adalah teams-achievement divisions (STAD) . Model pembelajaran
ini digunakan untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat bagi
siswa dalam proses pembelajaran dalam sebuah kelompok kecil, sehingga
muncul kebranian sedikit demi sedikit, yang pada akhirnya akan tumbuh
semangat percaya diri yang tinggi. . Model pembelajaran STAD sangat tepat
apabila digunakan untuk penyampaian materi pelajaran dengan diskusi.
Digunakan pula untuk mengajarkan keterampilan sosial , karena dengan model
ini di samping membantu siswa untuk kebersamaan, kekeluargaan dan berani
mengemukakan pendapat , juga untuk menghindari siswa mendominasi
pembicaraan .
b. Model pembelajaran STAD
Model-model dan setrategi pembelajaran pada saat itu telah berkembang
dengan pesat. Model-model pembelajaran itu di antaranya yang sudah
disebutkan di atas adalah model STAD yang dikenal dengan model yang
dapat membantu guru untuk membangkitkan siswa mau dan berani
© copyright www.suripno.com
mengemukakan pendapat dalam kelompoknya. Model pembelajaran dengan
pendekatan STAD merupakan struktur yang dapat digunakan untuk
mengajarkan keterampilan sosial dan untuk menghindari siswa mendominasi
pembicaraan atau siswa diam sekali dalam proses pembelajaran . Jadi model
pembelajaran STAD juga untuk membatasi siswa yang sering mendominasi
pembicaraan , sehingga tidak memberi kesempatan pada kawan yang lain.
Apabila guru menggunakan model ini maka siswa yang tadinya kurang
bersemangat untuk mengemukakan pendapat akan termotivasi untuk berani
mengemukakan pendapat yang pada akhirnya akan dapat membantu tercapai
tujuan pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran teams-achievement divisions (STAD)
oleh guru dalam proses pembelajaran Matematika dilakukan dengan
perencanaan dan langkah - langkah sebagai berikut :
1) Guru dapat meminta siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang
segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
2) Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dan
mengatur tempat duduk siswa agar setiap kelompok anggota dapat saling
tatap muka.
3) Guru memberikan LKS, setiap kelompok diberi dua set.
4) Menganjurkan dalam setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling
mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan tersebut.
© copyright www.suripno.com
5) Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman satu
tim/kelompok bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bisa tadi.
6) Memberikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri.
7) Apabila ada pertanyaan siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman satu kelompoknya sebelum mengajukan kepada guru.
8) Guru berkeliling mengawasi kinerja kelompok.
9) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam
mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
10) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
11) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator bila diperlukan.
12) Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakan
kuis. Setelah selesai, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
13) Berikan penghargaan kepada yang benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14) Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa tentang
pokok bahasan yang sedang dipelajari.
© copyright www.suripno.com
15) Guru dapat membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
16) Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi
yang ditentukan.
Langkah - langkah model pembelajaran teams-achievement divisions (STAD)
tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang matang . Penggunaan strategi
STAD yang tidak matang akan berakibat pada pelaksanaan yang kurang terarah yang
pada akhirnya tujuan tidak akan tercapai. Perencanaan yang matang akan dapat
membantu suksesnya penggunaan model pembelajaran STAD tersebut , karena nantinya
akan memperlancar dalam pelaksanaan tindakan . Guru pengampu mata pelajaran
Matematika harus mampu mempersiapkan langkah - langkah tersebut . Langkah –
langkah penalaksanaan tindakan tidak lepas dari perencanaan , oleh sebab itu penentuan
rencana tindakan perlu diperhatikan terutama yang berkaitan dengan waktu dan kondisi
kelas. Waktu yang sempit akan mengurangi berhasilan strategi tersebut untuk mencapai
kesuksesan program pembelajaran.
Guru perlu menyadari bahaw peserta didik adalah manusia yang sukar diduga
tindakannya karena sangat komplek kepribadiannya. Karena itu tidak dapat dibenarkan
bila menyampaikan materi matematika kepada peserta didik dengan satu macam metode
ata model saja yang alasannya hanya mendasarkan kepada pengalaman sendiri, uaitu
berhasil memahami materi matematika tersebut dengan metode atau model yang
digunakan itu atau ia berhasil mengajar dengan menggunakan model yang ia
pergunakan ketika menghadapi kelompom peserta didik tretentu. Guru seyogyanya
mengasumsikan tenutang kemampuan peserta didik yang berbeda satu sama lain dan
© copyright www.suripno.com
akan berbeda pula bagaimana mereka itu belajar matemattika (Herman Hudoyo, 1988:
122).
Belajar kooperatif yang dilakukan sekelompok kecil siswa ini tidak sekedar
belajar bersama (kolaboratif), tapi konsep/prinsip yang dipelajari itu menjadi tanggung
jawab bersama sekaligus menjadi tanggung jawab individu ( Herman Hudoyo,
2005:28). Jadi pencapaian hasil belajar itu dimiliki baik oleh kelompok maupun
individu. Dengan demikian antara siswa harus saling membantu, yang pandai harus
membantu si lemah sehingga si lemah menjadi memahami bahan yang dipelajari
tersebut. Antara siswa saling bertanya, mendiskusikan idea, belajar mendenganrkan
orang lain, melakukan kritik membangun, menyimpulkan penemuan mereka dalam
bentuk tulisan. Usaha menginvestigasi, menemukan atau menyelesaikan masalah sangat
cocok digunakan dalam bentuk diskusi senis belajar kelompok tersebut. Apabila belajar
secara kelompok ini dilaksanakan akan melibatkan anak secara emosional dan sesial
selama pelajaran berlangsung sehingga dapat membuat matematika menjadi lebih
menarik dan anak mau belajar.
© copyright www.suripno.com
B. Kerangka Berfikir
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
Guru :
Belum menggunakan
Model pembelajaran
STAD
Siswa :
Presatasi
Belajar siswa
belum baik
MENGGUNAKAN
MODEL
STAD
PRESTASI BELAJAR
SISWA MENINGKAT
SIKLUS II
Waktu
80 menit
SIKLUS I
Waktu
80 menit
© copyright www.suripno.com
C. Hipotisis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dirumuskan di atas maka peneliti
dapat membuat kesimpulan sementara yang lazim disebut hipotesis. Adapun hipotetsis
dalam penelitian ini dapat peneliti rumuskan sebagai berikut
“ Melalui model pembelajaran teams-achievement divisions (STAD) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran Matematika bagi siswa kelas VII D
SMP Negeri 1 Bumiayu pada semester Kedua tahun pelajaran 2008/2009 “
© copyright www.suripno.com
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Peneliian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester kedua tahun pelajaran
2008/2009 , mengapa kami mengambil waktu itu ? karena dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a. Semester kedua merupakan waktu yang tepat untuk mengadakan
penelitian guna menentukan proses pembelajaran pada jenjang kelas
berikutnya
b. Waktunya yang tepat untuk mengembangkan inovasi pembelajaran
seperti melakukan Model pembelajaran STAD .
Pembagian waktu untuk pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai berikut ;
bulan pertama menyusun perencanaan untuk penelitian , bulan kedua untuk
menyusun instrumen penelitian, bulan ketiga untuk melakukan tindakan atau
untuk pengumpulan data , bulan keempat untuk melakukan analisis data ,
bulan kelima untuk melakukan pembahasan dan diskusi hasil analisis silus I
dan siklus II , sedangkan bulan keenam untuk penulisan laporan hasil
penelitian. Pembagian waktu penelitian seperti tersebut diatas lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini ;
© copyright www.suripno.com
Tabel 1.
Alokasi Waktu Penelitian
No Uraian Kegiatan
Bulan
I II III IV V VI
1 Menyusun perencanaan
penelitian
2 Menyusun instrument
penelitian
3 Malakukan tindakan /
pengumpulan data
4 Analisia data
5 Pembahasan dan diskusi
hasil analisa siklus I
dan II
6 Penulisan laporan hasil
penelitian
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilakukan di SMP Negeri 1 Bumiayu , kelas VII
D , yang terletak di desa Kalierang , Kecamatan Bumiayu , Kabupaten Brebes.
Tempat ini kami pilih karena peneliti mengajar di SMP Negeri 1 Bumiayu dan
pada tahun pelajaran 2008/2009 mengajar di kelas VII D , sehingga sangat tepat
dan relevan untuk mengadakan penelitian.
© copyright www.suripno.com
B. Subyek Penelitian
Sejalan dengan hipotesis yang akan diuji , Penelitian Tindakan Kelas tidak
menggunakan populasi dan sampel karena siswa itu sendiri merupakan populasi
dan obyek penelitian . Jadi yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Bumiayu yang berjumlah 36 anak.
G. Sumber Data
Sumber data sangatlah penting dalam suatu penelitian, adapun yang
dimaksud dengan sumber data adalah asal mula data yang diperoleh untuk
mengumpulkan kelengkapan penelitian. Sumber data ada dua macam yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu sumber data yang
didapat secara langsung dari subyek penelitian , adapun sumber data sekunder
adalah sumber dara yang diperoleh secara tidak langsung dari subyeknya.
Penelitian ini menggunakan sumber data premer yaitu langsung dari subyeknya
yaitu siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Bumiayu.
H. Tehnik dan Alat Pengumpul Data
Tehnik dan alat pengumpul data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut ;
1. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ada beberapa macam antara lain tes
dan non tes. Tehnik pengumpulan data tes bisa berbentuk tertulis dan bisa
berbentuk tidak tertulis ( lesan ). Sedangkan tehnik pengumpulan data non tes
bisa berbentuk wawancara, observasi dan skala. Adapun tehnik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan data bentuk
© copyright www.suripno.com
observasi yaitu mengamati subyek penelitian dalam suatu pembelajaran mata
pelajaran Matematika yang berkaitan dengan kepercayaan diri siswa dalam
mengemukakan pendapat dalam kelompok belajar.
2. Alat pengumpulan data
Berdasarkan tehnik pengumpulan data seperti tersebut di atas , maka alat
pengumpulan data yang digunakan dan yang sesuai dengan jenis penelitian ini
adalah berbentuk lembar pengamatan.
I. Validasi Data
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian proses pembelajaran dan
termasuk bentuk penelitian kwalitatif bukan kwantitatif maka data dibutuhkan tidak
dalam bentuk angka . Sehubungan penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan
data dengan observasi serta alat pengumpulan data dengan lembar pengamatan , maka
untuk mengukur validitas datanya melalui triangulasi sumber yaitu dengan sumber
siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Bumiayu yang berjumlah 36 arang siswa.
J. Indikator Kinerja
Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut di atas bahwa harapan akhir
dari penelitian ini adalah adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
Matematika dan bertitik tolak dari kondisi awal bahwa sebagian besar siswa kelas VII
D SMP Negeri 1 Bumiayu , maka dengan penelitian ini diharapkan adanya peningkatan
frekuensi siswa yang dapat menyelesaikan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
KKM adalah 6 orang, kemudian 24 anak pada sikulus pertama dan pada siklus terakhir
dapat menyelesaikan seluruh siswa dalam kelas VII D yang berjumlah 36 siswa.
© copyright www.suripno.com
K. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan
Kelas yang terdiri dari 2 ( dua ) siklus dengan prosedur penelitian senagai nerikut :
1. Metode penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )
2. Langkah-langkah :
a. Seklus I ( pertama )
1) Plaining / perencanaan
- mengkondikan kelas
- menyiapkan materi pembelajaran
- menyiapkan instrument penilaian
- menyiapkan instrumen lembar pengamatan
2) Acting / pelaksanaan
a) Guru dapat meminta siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang
segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
b) Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dalam
empat (4) kelompok dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap
kelompok anggota dapat saling tatap muka.
c) Guru memberikan LKS, setiap kelompok diberi dua set.
© copyright www.suripno.com
d) Menganjurkan dalam setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling
mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan tersebut.
e) Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman satu
tim/kelompok bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bias tadi.
f) Memberikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri.
g) Apabila ada pertanyaan siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman satu kelompoknya sebelum mengajukan kepada guru.
h) Guru berkeliling mengawasi kinerja kelompok.
i) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam
mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
j) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
k) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator bila diperlukan.
l) Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakan
kuis. Setelah selesai, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
© copyright www.suripno.com
m) Berikan penghargaan kepada yang benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
n) Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa tentang
pokok bahasan yang sedang dipelajari.
o) Guru dapat membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
p) Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi
yang ditentukan.
3) Observing / pengamatan
- melakukan pengamatan dengan memakai format observasi
- menilai hasil tindakan dengan menggunakan format pengamatan
4) Reflecting / umpan balik
- melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam tindaan
- melakukan diskusi untuk membahas hasil evaluasi tindakan
- memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi , untuk
digunakan sebagai pedoman pada siklus berikutnya
- evaluasi tindakan I
© copyright www.suripno.com
b. Seklus II ( kedua )
1) Plaining / perencanaan
- identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
- mengkondisikan kelas
- pengembangan program tindakan I
2) Acting / pelaksanaan
a) Guru dapat meminta siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang
segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
b) Di kelas, guru membentuk kelompok belajar yang heterogen dalam
sembilan (9) kelompok dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap
kelompok anggota dapat saling tatap muka.
c) Guru memberikan LKS, setiap kelompok diberi dua set.
d) Menganjurkan dalam setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling
mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan tersebut.
e) Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, tem,an satu
tim/kelompok bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bias tadi.
f) Memberikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri.
© copyright www.suripno.com
g) Apabila ada pertanyaan siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman satu kelompoknya sebelum mengajukan kepada guru.
h) Guru berkeliling mengawasi kinerja kelompok.
i) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam
mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
j) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
k) Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator bila diperlukan.
l) Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakan
kuis. Setelah selesai, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
m) Berikan penghargaan kepada yang benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
n) Guru memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa tentang
pokok bahasan yang sedang dipelajari.
o) Guru dapat membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
p) Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi
yang ditentukan.
© copyright www.suripno.com
3) Observing / pengamatan
- melakukan pengamatan dengan memakai format observasi
- menilai hasil tindakan dengan menggunakan format pengamatan
4) Reflecting / umpan balik
- melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi mutu, jumlah
dan waktu dari setiap macam tindaan
- melakukan diskusi untuk membahas hasil tindakan II
- evaluasi tindakan II untuk dibandingkan dengan kondisi awal dan hasil
tindakan pertama
KONDISI
AKHIR
© copyright www.suripno.com
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Pemiliham strategi pembelajaran yang cocok akan dapat membantu tercapainya
tujuan pembelajaran, terutama sekali mata pelajaran Matematika yang banyak
membutuhkan tanggapan dan masukkan dari siswa. Mata Pelajaran Matematika dalam
penyampaiannya oleh guru banyak menggunakan diskusi, karena termasuk mata
pelajaran yang dinamis dalam arti selalu menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Jadi mata pelajaran Matematika diharapkan tidak monoton apabila disajikan seperti
mata pelajaran sosial. Siswa diharapkan beriterakasi dalam kelompok kecilnya dan
saling bertukar pendapat, saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.
Dewasa ini banyak siswa kurang berhasil dan kurang antusias dalam mengikuti
pembelajaran mata pelajaran Matematika. Siswa yang prestasi belajarnya rendah serta
selalu diam di dalam kelas ketika terjadi proses pembelajaran baik ketika mendengarkan
keterangan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran maupun di dalam diskusi,
akan menimbulkan tanda tanya. Siswa yang selalu diam itu bisa menimbulkan multi
tafsir dari guru , mungkin siswa diam karena sudah menguasai konsep yang
disampaikan guru , mungkin siswa diam karena belum mengetahui konsep yang
disampaikan guru, mungkin siswa diam karena tidak berani mengemukakan pendapat.
Apabila siswa dapat membiasakan mengemukakan pendapat dan mempunyai
keberanian untuk angkat bicara dalam proses prmbelajaran , akan dapat membantu guru
dalam mewujudkan tujuan pembelajaran.
Guru sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan hasil belajarnya. Jadi siswa yang kurang prestasi belajar matematika
berangkali disebabkan oleh guru yang belum menemukan setrategi pembelajaran yang
cocok . Berbagai macam model pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru untuk
mengekfektifkan proses pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran yang cocok
oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran yang berkaitan dengan upaya
peningkatan keberanian mengemukakan pendapat dan membentuk kelompok kecil
belum banyak dilakukan .
© copyright www.suripno.com
Sehubungan dengan pemilihan setrategi pembelajaran yang tepat untuk
membantu siswa berani mengemukakan pendapat yaitu dengan model STAD . Guna
membuktikan keakuratan setrategi tersebut , pada kesempatan ini peneliti mencoba
untuk menggunakan strategi pembelajaran STAD dalam proses pembelajaran
Matematika. Peneliti mencoba penggunaan model STAD pada Kompetensi Dasar
Memahami pengertian dan notasi himpunan serta penyajiannya melalui penggunaan
model pembelajaran STAD diharapkan guru yang tadinya belum mendapat respon dari
siswa dan hasil belajarnya masih rendah , maka setelah dilakukan tindakan prestasi siwa
menjadi lebih baik. Demikian halnya siswa , yang tadinya prestasi belajarnya masih
rendah pada Kompetensi Dasar ini, maka dengan adanya tindakan ini prestasi belajar
pendidikan Matematika secara umum juga semakin meningkat.
Gambar 1
Peneliti sedang mengadakan pembelajaran sebelum tindakan
Penggunaan model pembelajaran STAD merupakan solusi untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Peneliti berusaha untuk membuktikan model pembelajaran tersebut
dengan mengadakan Penelitan Tindakan Kelas terhadap 36 siswa kelas VII D SMP
Negeri 1 Bumiayu pada semester dua , tahun pelajaran 2008/2009. Sebelum peneliti
menggunakan model pembelajaran STAD, hasil belajar siswa yang telah selesai Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) nya baru ada 6 siswa saja dari sejumlah 36 anak kelas VII
D pada waktu terjadi proses pembelajaran dengan waktu 80 menit (2 jam pelajaran).
© copyright www.suripno.com
Jumlah 6 siswa yang selesai KKM tersebut terdiri dari 3 anak perempuan dan 3 anak
laki-laki . Sebagai gambaran tentang hasil belajar siswa tampak lebih jelas peneliti
kemukakan dalam tebel 3 di bawah ini ;
Tabel . 3
Kondisi Awal
No Jumlah siswa KKM Terlampui KKM Belum
Terlampui
1 L P J L P L P
16 20 36 3 3 13 17
Berdasarkan tabel di atas , kalau diprosentasi siswa yang berhasil mencapai
KKM hanya 16,67 % yakni 6 orang siswa dari 36 orang jumlah siswa kelas VII D.
Dengan demikian siswa yang belum berhasil atau belum terlampui KKM nya sejumlah
30 orang siswa atau 83,33 %. Banyaknya siswa yang belum terlampui dalam KKM
tersebut , kemungkinan adanya beberapa faktor seperti yang telah peneliti uraikan di
atas. Jumlah siswa yang terlampui KKM yang hanya 16,67 % tersebut sangatlah
memprihatinkan dalam suatu proses pembelajaran , terlebih lagi mata pelajaran
Matematika. Kondisi seperti ini jika dibiarkan berlajnut, dikhawatirkan akan semakin
merosot prestasi belajar matematika pada kelas ini. Apabila dibandingkan antara jumlah
anak yang terlampui KKM dengan yang belum terlampui KKM nya akan tampak
dalam gambar diagram batang di bawah ini :
© copyright www.suripno.com
Gambar 1 .
Diagram Batang Prosentase Perbandingan Siswa yang Terlampui KKM
Keterangan : = siswa yang Terlampaui KKM 16,67 %
= siswa yang belum Terlampaui KKM 83,33 %
Keadaan tersebut sangat memprihatinkan dan perlu adanya model pembelajaran yang
tepat. Guru harus mampu memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
B. Deskripsi Hasil Siklus I
Berdasarkan kenyataan pada deskripsi kondisi awal seperti tersebut di atas
dimana sebagian besar siswa belum terlampui KKM nya. Siswa yang belum terlampui
KKM diantaranya diakibatkan oleh faktor guru itu sendiri . Faktor guru itu terutama
sekali adalah karena guru belum menemukan setertegi pembelajaran yang cocok.
1
2
0
20
40
60
80
100
1 2
© copyright www.suripno.com
Menurut Direktorat Tenaga Kependidikan ( Detendik ) salah satu kompetensi guru
adalah pengelolaan pembelajaran . Sehubungan dengan hal tersebur guru dituntut untuk
mampu merancanag dan mengelola kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien,
interaktif dan menyenangkan. Keterbatasan kompetensi guru dalam pengelolaan
pembelajaran merupakan salah satu faktor penyebab siswa tidak mampu mencapai
kompetensi secara optimal.
Gambar 2
Peneliti sedang mengadakan pembelajaran padan Tindakan Pertama
Paradigma guru sebagai knowledge transfarmator telah bergeser menjadi
knowledge facilitator . Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut guru harus
mampu untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan keterampilannya, terutama
teori - teori belajar dan model - model pembelajaran. Model pembelajaran yang juga
disebut dengan istilah setrategi pembelajaran telah berkembang dengan pesat untuk
menjawab tantangan dan mengantisipasi tuntutan perkembangan sosial , ekonomi dan
teknologi informasi yang telah mengglobal. Setrategi pembelajaran secara
© copyright www.suripno.com
berkelompok ( cooperative Learning ) telah menjadi salah satu pilihan para guru dalam
mengelola pembelajaran . Namun dalam penerapannya , proses pembelajaran di kelas
kurang efektif karena pengarahan guru kurang jelas dan memadai, keterbatasan sumber
dan bahan belajar , kesiapan siswa serta pengaturan kelas . Setrategi pembelajaran yang
cocok adalah setrategi pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk berani
mengemukakan pendapat pada saat terjadi proses pembelajaran . Strategi pembelajaran
tersebut banyak ragamnya , guru tinggal memilih mana yang paling cocok dan ekektif
serta efisien ( Slamet Santoso : 2005:2).
Model - model pembelajaran Cooperative Learning banyak ragamnya dan
sangat menarik perhatian bagi para guru , karena model ini memiliki banyak kelebihan
dibanding dengan model-model pembelajaran yang telah dikenal selama ini. Di antara
model-model tersebut ada yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan
keberanian siswa mengemukakan pendapat. Pada kesempatan ini peneliti mencoba
menerapkan salah satu model pembelajaran Cooperative Learning yang disebut STAD .
Model pembelajaran ini digunakan untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran. Model atau setrategi pembelajaran teams-achievement
divisions (STAD) sangat tepat apabila digunakan untuk penyampain materi pelajaran
dengan diskusi dalam kelompok kecil. Digunakan pula untuk mengajarkan
keterampilan sosial karena dengan model ini di samping membantu siswa untuk
meningkatkan hasil belajar, juga untuk meningkatkan rasa kerjasama dan jiwa sosial
seluruh anggota diskusi.
Peneliti mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan penerapan model
pembelajaran STAD terhadap siswa kelas VII D SMP Negri 1 Bumiayu jumlah 36
orang siswa pada semester kedua tahun pelajaran 2008/2009. Pelaksanaan Penelitian
© copyright www.suripno.com
Tindakan Kelas sesuai dengan jadwal waktu penelitian telah kami lakukan pada bulan
Januari 2009. Penelitian dilakukan dengan dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus
kedua. Siklus pertama dilakukan pada awal bulan Maret 2009 ( minggu pertama)
sedangkan siklus kedua dilaksankan pada akhir bulan Maret 2009 ( minggu ketiga ).
Penelitian dilakukan dengan penggunaan Model pembelajaran STAD pada mata
pelajaran Matematika dengan pelaksanaan sebagai berikut ;
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas : VII D
Semester : Kadua
Standar Kompetensi : Aljabar: Memahami hubunagan garis dengan garis, garis
dengan sudut, suudut dengan sudut serta menentukan
ukurannya.
Kompetensi Dasar : Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan
jenis sudut.
Indikator : 1.1. Menjelaskan kedudukan dua garis yang saling sejajar
melalui benda konkrit.
1.2. Menjelaskan kedudukan dua garis yang saling berimpit
melalui benda konkrit.
1.3. Menjelaskan kedudukan dua garis yang saling
berpotongan melalui benda konkrit
© copyright www.suripno.com
1.4. Menjelaskan kedudukan dua garis yang saling
bersilangan melalui benda konkrit
Metari Pembelajaran : 1. Garis
2. Kedudukan dua garis
Model Pembelajaran : Teams-Achievement Divisions (STAD)
Langkah-langkah :
1 Perencanaan tindakan
a. Apersepsi
- kelas dikondisikan untuk pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
model STAD
- membagi dalam empat kelompok sesuai aturan STAD
- menyiapkan LKS`dan kuncinya
- menyiapkan soal untuk tugas rumah
- menyiapkan instrument lembar pengamatan
- menyiapkan lembar evaluasi
b. Inti
Belajar di rumah apa yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang,
membentuk kelompok, LKS dan kuncinya, tugas rumah, tes formatif
© copyright www.suripno.com
c. Penutup
Sesuai dengan perencanaan bahwa berdasarkan pengamatan atau opservasi
maka akan dihasilkan data yang dapat ditarik kesimpulan. Data yang didapat dari hasil
pengamatan akan diketahui bahwa prestasi belajar siswa akan meningkat setelah guru
menggunakan model pembelajaran STAD.
2. Pelaksanaan tindakan
a. Apersepsi
- guru menjelaskan tehnik pelaksanaan pembelejaran dengan model STAD
agar prestasi belajar siswa meningkat
- guru membagi kelompok sesuai dengan aturan STAD
- mempersiapkan LKS dan kuncinya
- tes formatif dan tugas rumah
- waktu pelaksanaan 60 menit
b. Inti
1) Peneliti meminta siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang
segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
2) Di kelas, guru membentuk dalam empat kelompok belajar yang
heterogen dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap kelompok
anggota dapat saling tatap muka.
3) Peneliti memberikan LKS, setiap kelompok diberi dua set.
© copyright www.suripno.com
4) Menganjurkan dalam setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling
mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan tersebut.
5) Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, teman satu
tim/kelompok bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bias tadi.
6) Memberikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri.
7) Apabila ada pertanyaan siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman satu kelompoknya sebelum mengajukan kepada guru.
8) Peneliti berkeliling mengawasi kinerja kelompok.
9) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam
mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
10) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
11) Peneliti bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator bila diperlukan.
12) Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakan
kuis. Setelah selesai, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
© copyright www.suripno.com
13) Berikan penghargaan kepada yang benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14) Peneliti memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa
tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
15) Peneliti dapat membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
16) Peneliti dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi
yang ditentukan.
c. Penutup
Sesuai dengan perencanaan bahwa berdasarkan pengamatan atau observasi
maka akan dihasilkan data yang dapat ditarik kesimpulan. Data yang didapat dari hasil
pengamatan akan diketahui bahwa prestasi belajar siswa akan meningkat setelah guru
menggunakan model pembelajaran STAD
3. Pengamatan tindakan
Berdasarkan hasil pengamatan yaitu selama proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan model STAD pada seklus pertama dalam waktu 60
menit maka didapat data sebagai berikut ; siswa yang terlampui KKM nya ada sejumlah
24 anak, sedangkan siswa yang belum terlampui KKM nya ada sejumalah 12 anak.
Prosentase anak yang terlampui KKM nya 66,67 % , sedangkan anak yang belum
berani terlampui KKM nya adalah 33,33 % . Perbandingan prosentase anak yang telah
© copyright www.suripno.com
terlampui dengan yang belum terlampui pada siklus I ini seperti tampak lebih jelas pada
gambar diagram batang di bawah ini :
Gambar 2 .
Diagram Batang Prosentase Hasil Siklus I
Keterangan : = siswa yang Terlampui KKM 66,67 %
= siswa yang belum Terlampui KKM 33,33 %
Keterangan tersebut dapat diperjelas pada tabel berikut di bawah inii :
Tabel 3
Frekuensi siswa yang terlampui KKM setelah Tindakan Pertama
No Jumlah siswa KKM Terlampui KKM Belum
Terlampui
1 L P J L P L P
16 20 36 11 13 5 7
1
2
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2
© copyright www.suripno.com
4. Reflekssi
Dibandingkan dengan kondisi awal maka pembelajaran dengan model STAD
terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sebelum guru menggunakan
strategi STAD dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa yang terlampui KKM
nya hanya 6 anak saja (16,67 %) dan masih terdapat 30 anak ( 83,33 % ) yang belum
terlampui KKM nya. Setelah guru menggunakan strategi STAD dalam proses
pembelajaran dengan waktu 60 menit pada siklus pertama ada peniningkatan. Siswa
yang terlampui KKM nya ada 24 anak ( 66,67 % ) , sedangkan siswa yang belum
terlampui KKM nya ada 25 anak ( 33,33 %) . Perbandingan antara kondisi awal
dengan tindakan pada siklus pertama dapat dilihat pada gambar diagram batang di
bawah ini .
Gambar 3
Diagram Batang Perbandingan Kondisi Awal Dengan Tindakan Siklus I
Keterangan : = kondisi awal = 16,67 % terlampui
= 83,33 % belum terlampui
1
0
20
40
60
80
100
1 2
© copyright www.suripno.com
= tindakan siklus I = 66,67% terlampui
= 33,33 % belum terlampaui
Perbandingan antara deskripsi kondisi awal dengan deskripsi hasil tindakan
siklus pertama nampak dengan jelas bahwa ada peningkatan yang cukup tajam.
Perbadingan tersebut kalau di buat secara kuantitatif antara siswa yang terlampui
KKMdketika belum ada tindakan dengan dibandingkan setelah tindakan siklus I dapat
digambarkan dalam diagram batang seperti tersebut dalam gambar 4 di bawah ini .
Gambar 4 .
Diagram Batang Perbandingan kuantitatif Kondisi Awal dengan Siklus I
Keterangan : = kondisi awal = 6 siswa yang terlampui KKM
= tindakan sikuls I = 24 siswa yang terlampui KKM
2
1
2
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2
© copyright www.suripno.com
C. Deskripsi Hasil Seklus II
Berdasarkan kenyataan pada hasil deskripsi kondisi awal dan hasil deskripsi
seklus pertama ternyata siswa yang terlampui KKM nya meningkat setelah guru
menggunakan model pembelajaran STAD. Tampak bahwa pada deskripsi kondisi awal
siswa yang berani mengemukakan pendapat dalam kelompok hanya 6 anak (16,67 %) ,
akan tetapi setelah guru menggunakan setrategi pembelajaran STAD jumlah siswa yang
terlampui KKM nya meningkat menjadi 24 orang ( 66,67 % ). Masih terdapat 12 anak
yang belum terlampui KKM nya. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut peneliti berusaha
untuk melanjutkan Penelitian Tindakan Kelas dengan penggunaan model pembelajaran
STAD untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada siklus kedua . Pada siklus yang
kedua ini perencanaan dan pelaksanaannya hampir sama , hanya sedikit perbedaan
terutama pada pembagian kelompok, indikator dan waktu pelaksanaan.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas pada siklus kedua ini sesuai dengan
jadwal waktu dan telah peneliti lakukan pada bulan keempat yaitu pada akhir bulan
April 2009 ( minggu ketiga ) . Penelitian dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran STAD pada mata pelajaran Matematika dengan perencanaan sebagai
berikut ;
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas : VII D
Semester : Kadua
© copyright www.suripno.com
Satandar Kompetensi : Aljabar ; Memahami hubungan garis dengan garis, garis
dengan sudut, sudut dengan sudut serta menentukan
ukurannya
Kompetensi Dasar : Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis
sudut
Indikator : 1.1 Mengenal satuansudut yang sering digunakan
5. Mengubah satuan sudut ke satuan lain
6. Menjumlahkan dan mengurangi satuan sudut
Meteri Pembelajaran : 1. Sudut
Model Pembelajaran : Dengan pendekatan STAD
Langkah-langkah :
1 Perencanaan tindakan
a. Apersepsi
Kelas dikondisikan untuk pembelajaran dengan model STAD. Berpijak pada
hasil tindakan siklus pertama untuk dijadikan dasar pelaksanaan tindakan pada siklus
kedua. Materi yang dibahas sama hanya indikatornya yang berbeda .
b. Inti
Perencanakan untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan strategi
pembelajaran STAD guna meningkatkan prestasi belajar siswa dengan alokasi waktu
pelaksanaan yang berbeda. Kalau pada siklus pertama waktu yang digunakan adalah
60 menit , maka pada siklus yang kedua ini waktu yang digunakan adalah 80 menit ( 2
© copyright www.suripno.com
jam pelajaran ) . Penambahan waktu dimaksudkan untuk memberi kesempatan lebih
banyak bagi siswa yang diskusi kelompoknya masih belum optimal agar lebih dalam
lagi. Disamping itu pula, ketika pada tindakan pertama anggota kelompok terdiri dari
sembilan (9) siswa, tetapi pada tindakan ke dua ini tiap kelompok hanya terdiri dari
empat (4) siswa.
Gambar
Siswa berlatih mengemukakan pendapat dalam kelompok pada tindakan kedua
c. Penutup
Berdasarkan pengamatan atau observasi pada siklus pertama, bahwa ada
peningkatan prestasi belajar siswa setelah guru menggunakan stretegi pembelajaran
STAD. Akan tetapi masih terdapat 12 siswa yang belum terlampui KKM nya pada
siklus pertama. Peneliti mencoba untuk melanjutkan penelitiannya dengan harapan
siswa yang belum terlampui KKM nya akan segera menyelesaikannya. Waktu diskusi
kelompok yang lebih lama bila dibandingkan dengan tindakan siklus pertama dengan
harapan siswa belum terlampui KKM nya dapat menenmukan kompetensinya secara
mandiri.
© copyright www.suripno.com
2. Pelaksanaan tindakan
a. Apersepsi
- guru menjelaskan tehnik pelaksanaan pembelejaran dengan model STAD
agar prestasi belajar siswa meninkat
- guru membagi kelompok dalam sembilan kelompok sesuai dengan
aturan STAD
- mempersiapkan LKS dan kuncinya
- tes formatif dan tugas rumah
- waktu pelaksanaan 80 menit
b. Inti
1) Peneliti meminta siswa untuk mempelajari suatu pokok bahasan yang
segera akan dibahas, di rumah masing-masing.
2) Di kelas, guru membentuk dalam sembilan kelompok belajar yang
heterogen dan mengatur tempat duduk siswa agar setiap kelompok
anggota dapat saling tatap muka.
3) Peneliti memberikan LKS, setiap kelompok diberi dua set.
4) Menganjurkan dalam setiap siswa dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau tiga-tiga. Kemudian saling
mengecek pekerjaannya diantara teman dalam pasangan tersebut.
© copyright www.suripno.com
5) Bila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan LKS, tem,an satu
tim/kelompok bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bisa tadi.
6) Memberikan kunci LKS agar siswa dapat mengecek pekerjaan sendiri.
7) Apabila ada pertanyaan siswa, mintalah mereka mengajukan pertanyaan
itu kepada teman satu kelompoknya sebelum mengajukan kepada guru.
8) Peneliti berkeliling mengawasi kinerja kelompok.
9) Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya atau melapor
kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya dalam
mengisi LKS. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
10) Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan LKS yang diberikan guru.
11) Peneliti bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator bila diperlukan.
12) Setelah selesai mengerjakan LKS secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakan
kuis. Setelah selesai, langsung dikoreksi untuk melihat hasil kuis.
13) Berikan penghargaan kepada yang benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14) Peneliti memberikan tugas/PR secara individual kepada para siswa
tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari.
© copyright www.suripno.com
15) Peneliti dapat membubarkan kelompok yang dibentuk dan para siswa
kembali ketempat duduknya masing-masing.
16) Peneliti dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi
yang ditentukan.
c. Penutup
Sesuai dengan perencanaan bahwa berdasarkan pengamatan atau opservasi
pada tindakan siklus kedua maka akan dapat dibandingkan dengan deskripsi awal ,
deskripsi siklus pertama dan diskripsi siklus kedua . Hasil tersebut digunakan untuk
menarik kesimpulan tentang peningkatan keberanian siswa untuk mengemukakan
pendapat .
3. Pengamatan Tindakan
Pengamatan tindakan ini didasarkan pada hasil pengamatan selama proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model STAD pada seklus kedua
dalam waktu 80 menit . Hasil pengamatan selama 2 jam pelajaran , maka diperoleh
data sebagai berikut ; siswa yang terlampui KKM nya ada sejumlah 36 anak ,
sedangkan siswa yang belum terlampui KKM nya tidak ada sama sekali, seperti tampak
dalam gambar 5 di bawah ini ;
© copyright www.suripno.com
Gambar 5
Diagram Batang Hasil Tindakan Siklus II
Keterangan : = siswa yang belum terlampui KKM = 0 anak
= siswa yang telah Terlampui KKM = 36 anak
Dilihat dari banyaknya siswa yang terlampui KKM nya ; siswa yang telah
terlampui sejumlah 36 siswa , sedangkan siswa tidak terlampui KKM nya sama sekali
tidak ada atau 0 anak. Gambaran hasil siklus kedua untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam tabel di bawah ini ;
1
2
0
20
40
60
80
100
1 2
© copyright www.suripno.com
Tabel 6
Frekuensi siswa yang terlampui KKM setelah Tindakan kedua
No Jumlah siswa KKM Terlampui KKM Belum
Terlampui
1 L P J L P L P
16 20 36 16 20 0 0
Dengan model STAD siswa yang terlampui KKM nya pada siklus kedua ini
mencapai 100 % atau 36 siswa dari 36 siswa.
7. Reflekssi
Dibandingkan dengan hasil deskripsi seklus pertama maka pembelajaran
dengan strategi STAD pada siklus kedua , keberhasilan siswa dalam menyelesaikanan
KKM nya meningkat sangat tajam, dari 24 siswa yang terlampui pada siklus pertama
menjadi 36 siswa setelah tindakan kedua. Atau dari 66,67 % menjadi 100 %.
Perbandingan siswa yang telah terlampui KKM pada siklus pertama dan siklus kedua
dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini
© copyright www.suripno.com
Diagram 5 .
Perbandingan Hasil Deskripsi Siklus I dengan Siklus II
Keterangan : = = Hasil deskripsi siklus pertama = 66,67 %
= Hasil eskripsi siklus kedua = 100 %
D. Pembahasan Tiap siklus dan Antar Siklus
1. Penggunaan strategi pembelajaran STAD untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Proses pembelajaran materi pelajaran Matematika sangat membutuhkan
seorang guru yang inovatif dan kreatif. Banyak terjadi di sekolah - sekolah manapun
1
2
0
20
40
60
80
100
1 2
© copyright www.suripno.com
bahwa pelajaran Matematika kurang banyak peminatnya. Guna mengatasi sikap anak
yang kurang berminat tersebut guru dapat menggunakan setrategi pembelajaran STAD
dalam proses pembelajaran materi pelajaran Matematika. Model pembelajaran STAD
ini di samping akan dapat mengatasi siswa yang kurang berhasil prestasi belajar
matematikanya juga untuk membatasi siswa yang sering mendominasi pembicaraan.
Siswa yang sering mendominasi menyampaikan pendapat itu juga akan menimbulkan
masalah. Masalah dari siswa yang suka mendominasi pembicaraan tersebut akan
berdampak pada siswa yang lain . Dampak tersebut di antaranya adalah siswa yang lain
akan enggan untuk mengemukakan pendapat karena merasa minder dan mungkin
waktu sudah habis karena dihabiskan oleh kawan yang suka mendomonasi pembicaraan
. Tindakan pembelajaran dengan model STAD yang peneliti lakukan dengan dua siklus
seperti tampak pada tabel di bawah ini;
Tabel 9
Tindakan siklus pertama dan siklus kedua
Tindakan
Siklus I Siklus II
1)Peneliti meminta siswa untuk
mempelajari suatu pokok bahasan
yang segera akan dibahas, di rumah
masing-masing.
2)Di kelas, guru membentuk
kelompok belajar dalam empat
1)Peneliti meminta siswa untuk
mempelajari suatu pokok bahasan
yang segera akan dibahas, di rumah
masing-masing.
2)Di kelas, guru membentuk
kelompok belajar dalam sembilan
© copyright www.suripno.com
kelompok yang heterogen dan
mengatur tempat duduk siswa agar
setiap kelompok anggota dapat saling
tatap muka.
3)Peneliti memberikan LKS, setiap
kelompok diberi dua set.
4)Menganjurkan dalam setiap siswa
dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau
tiga-tiga. Kemudian saling mengecek
pekerjaannya diantara teman dalam
pasangan tersebut.
5)Bila ada siswa yang tidak dapat
mengerjakan LKS, teman satu
tim/kelompok bertanggungjawab
untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bisa tadi.
6)Memberikan kunci LKS agar siswa
dapat mengecek pekerjaan sendiri.
7)Apabila ada pertanyaan siswa,
mintalah mereka mengajukan
yang heterogen dan mengatur tempat
duduk siswa agar setiap kelompok
anggota dapat saling tatap muka.
3)Peneliti memberikan LKS, setiap
kelompok diberi dua set.
4)Menganjurkan dalam setiap siswa
dalam kelompok dapat mengerjakan
LKS secara berpasangan dua-dua atau
tiga-tiga. Kemudian saling mengecek
pekerjaannya diantara teman dalam
pasangan tersebut.
5)Bila ada siswa yang tidak dapat
mengerjakan LKS, teman satu
tim/kelompok bertanggungjawab
untuk menjelaskan kepada teman yang
tidak bisa tadi.
6)Memberikan kunci LKS agar siswa
dapat mengecek pekerjaan sendiri.
7)Apabila ada pertanyaan siswa,
© copyright www.suripno.com
pertanyaan itu kepada teman satu
kelompoknya sebelum mengajukan
kepada guru.
8)Peneliti berkeliling mengawasi
kinerja kelompok.
9)Ketua kelompok, melaporkan
keberhasilan kelompoknya atau
melapor kepada guru tentang
hambatan yang dialami anggota
kelompoknya dalam mengisi LKS.
Jika diperlukan, guru dapat
memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
10)Ketua kelompok harus dapat
menetapkan bahwa setiap anggota
telah memahami, dan dapat
mengerjakan LKS yang diberikan
guru.
11)Peneliti bertindak sebagai nara
sumber atau fasilitator bila diperlukan.
12)Setelah selesai mengerjakan LKS
secara tuntas, berikan kuis kepada
mintalah mereka mengajukan
pertanyaan itu kepada teman satu
kelompoknya sebelum mengajukan
kepada guru.
8)Peneliti berkeliling mengawasi
kinerja kelompok.
9)Ketua kelompok, melaporkan
keberhasilan kelompoknya atau
melapor kepada guru tentang
hambatan yang dialami anggota
kelompoknya dalam mengisi LKS.
Jika diperlukan, guru dapat
memberikan bantuan kepada
kelompok secara proporsional.
10)Ketua kelompok harus dapat
menetapkan bahwa setiap anggota
telah memahami, dan dapat
mengerjakan LKS yang diberikan
guru.
11)Peneliti bertindak sebagai nara
sumber atau fasilitator bila diperlukan.
12)Setelah selesai mengerjakan LKS
© copyright www.suripno.com
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh
bekerjasama dalam mengerjakan kuis.
Setelah selesai, langsung dikoreksi
untuk melihat hasil kuis.
13)Berikan penghargaan kepada yang
benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah
pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14)Peneliti memberikan tugas/PR
secara individual kepada para siswa
tentang pokok bahasan yang sedang
dipelajari.
15)Peneliti dapat membubarkan
kelompok yang dibentuk dan para
siswa kembali ketempat duduknya
masing-masing.
16)Peneliti dapat memberikan tes
formatif, sesuai dengan
TPK/kompetensi yang ditentukan.
17) Waktu 60 menit
secara tuntas, berikan kuis kepada
seluruh siswa. Para siswa tidak boleh
bekerjasama dalam mengerjakan kuis.
Setelah selesai, langsung dikoreksi
untuk melihat hasil kuis.
13)Berikan penghargaan kepada yang
benar, dan kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, berilah
pengakuan/pujian kepada prestasi tim.
14)Peneliti memberikan tugas/PR
secara individual kepada para siswa
tentang pokok bahasan yang sedang
dipelajari.
15)Peneliti dapat membubarkan
kelompok yang dibentuk dan para
siswa kembali ketempat duduknya
masing-masing.
16)Peneliti dapat memberikan tes
formatif, sesuai dengan
TPK/kompetensi yang ditentukan.
17) Waktu 80 menit
© copyright www.suripno.com
2. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan selama melakukan tindakan maka
penggunaan setrategi pembelajaran STAD pada siklus pertama menunjukkan adanya
peningkatan prestasi belajar siswa. Peningkatan tersebut tampak lebih jelas bila
dibandingkan dengan kondisi awal. Hasil pengamatan tindakan siklus kedua juga
menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa apabila dibandingkan dengan
siklus pertama. Jadi tindakan siklus pertama maupun siklus kedua menunjukkan
adanya peningkatan yang cukup tajam.
3. Hasil refleksi
Deskripsi kondisi awal yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum
terlampui KKM nya ( 83,33 % ). Pada kondisi awal anak yang terlampui KKM ny 6
siswa ( 16,67 % ) sedangkan yang belum terlampui KKM nya ada 30 siswa . Setelah
guru menggunakan pendekatan setrategi pembelajaran STAD pada siklus pertama
dengan waktu 60 menit menunjukkan adanya peningkatan . Peningkatan pada siklus
pertama bila dibandingkan dengan kondisi awal dari 6 anak ( 16,67 % ) yang telah
terlampui KKM nya menjadi 24 anak. Peningkatan pada siklus pertama itu sebesar 24
anak ( 66,67 % ) . Jadi pada deskripsi siklus pertama ini siswa yang telah terlampui
KKM nya ada 24 siswa dari 36 siswa.
Tindakan pada siklus kedua juga menunjukkan adanya peningkatan dari jumlah
siswa yang telah terlampui KKM nya setelah guru menggunakan model pembelajaran
STAD. Pada siklus kedua ini tindakan dilaksanakan dengan waktu 80 mmenit.
Berdasarkan pengamatan pada tindakan siklus kedua jumlah siswa yang telah terlampui
KKM nya ada sejumlah 36 anak. Jadi ada peningkatan sejumlah 24 orang anak yang
© copyright www.suripno.com
pada siklus pertama belum terlampui KKM nya. Dibandingkan dengan deskripsi
kondisi awal , maka deskripsi hasil tindakan siklus pertama dan deskripsi hasil
tindakan siklus kedua akan tampak lebih jelas dalam tabel di bawah ini ;
Tabel 10
Perbandingan Deskripsi Kondisi Awal , Siklus I dan siklus II
Deskripsi Kondisi siswa
Terlampui KKM Belum Terlampui KKM
1. Kondisi awal
2. Siklus pertama
3. Siklus kedua
6 anak
24 anak
36 anak
30 anak
12 anak
0 anak
Perbandingan deskripsi kondisi awal dengan deskripsi hasil tindakan
silus pertama dan hasil tindakan siklus kedua kalau dibuat prosentase akan nampak
seperti namap dalam di bawah ini.
© copyright www.suripno.com
Tabel 11
Perbandingan Prosentase Deskripsi Kondisi Awal , Siklus I dan siklus II
Deskripsi Kondisi siswa
Terlampui KKM Belum Terlampui KKM
1. Kondisi awal
2. Siklus pertama
3. Siklus kedua
16,67 %
66,67 %
100 %
83,33 %
33,3 %
0 %
Berdasarkan tabel 10 di atas dapat dipahami bahwa terlampui KKM nya
antara deskripsi kondisi awal, hasil deskripsi siklus pertama dan hasil deskripsi siklus
ke dua seperti nampak dalam tabel 11 di atas, kalau digambarkan dalam diagram batang
akan nampak seperti di bawah ini ;
Diagram 6 .
Perbandingan Deskripsi Kondisi Awal, Deskripsi Siklus I dan Siklus II
Yang terlampaui KKM
0
20
40
60
80
100
1 2 3
Series1
© copyright www.suripno.com
Keterangan : = = Hasil deskripsi kondisi awal 16,67 %
= Hasil eskripsi siklus pertama 66,67 %
= Hasil siklus kedua 100 %
Perbandingan dari kondisi awal sampai pada hasil tindakan siklus kedua
tersebut menunjukkan adanya peningkatan. Perbandingan anatara kondisi awal,
tindakan siklus pertama dan kedua yang belum terlampaui KKM juga tampak seperti
gambar 7 di bawah ini .
Diagram 6 .
Prosentase Deskripsi Kondisi Awal, Deskripsi Siklus I dan Siklus II
Yang belum terlampaui KKM
1
2
3
0
20
40
60
80
100
1 2 3
© copyright www.suripno.com
Keterangan : = = Hasil deskripsi kondisi awal, 66,67 %
= Hasil deskripsi siklus I : 33,33 %
= Hasil siklus II, 0 %
E. Kesimpulan dari Hasil Penelitiann
Berdasarkan hasil penelitian dengan penggunaan setrategi pembelajaran
STAD dalam proses pembelajaran Matematika dapat meningkataan prestasi belajar
siswa. Peningkatan prestasi belajar siswa tampak dalam hasil penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada deskripsi kondisi awal anak yang terlampui KKM
nya ada 6 siswa. Hasil tindakan pada siklus pertama siswa yang terlampui KKM nya
meningkat menjadi 24 anak dan hasil tindakan pada siklus kedua meningkat menjadi 36
anak.
1
2
3
© copyright www.suripno.com
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Seperti yang telah peneliti uraikan di muka bahwa tujuan khusus Penelitian
Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan presatasi belajar siswa dalam proses
pembelajaran Matematika dengan Model pembelajaran STAD pada siswa kelas VII D
SMP Negeri 1 Bumiayu. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran STAD dapat meningkatakan prestasi belajar siswa. Penelitian ini
dilakukan dengan dua siklus , hasil penelitian siklus pertama maupun siklus kedua
menunjukkan bahwa masing-masing siklus ada peningkatan.
Simpulan tersebut diperoleh melalui pengamatan atau observasi terhadap
tindakan yang dilakukukan oleh peneliti dalam proses pembelajaran. Hasil
pengamatan pada siklus pertama menunjukkan adanya peningkatan terlampui KKM
nya sebesar 24 anak . Tindakan Siklus kedua siswa yang terlampui KKM nya menjadi
36 anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pada BAB II yang berbunyi
melalui Model pembelajaran STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran Matetatika bagi siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Bumiayu pada
semester Kadua tahun pelajaran 2008/2009 dapat diterima. Jadi berdasarkan hasil
penelitian pada Bab IV seperti tersebut di atas maka peneliti dapat menyajikan suatu
simpulan sebagai berikut ;
© copyright www.suripno.com
1. Penggunaan model pembelajaran STAD dalam proses pembelajaran
Matetmatika dengan waktu 60 menit pada siklus pertama terlampui KKM
nya meningkat bila dibandingkan dengan kondisi awal. Peningkatan itu
sebesar 24 aanak ( 66,67% ).
2. Pada siklus kedua dengan waktu 80 menit siswa yang terlampui KKM nya
meningkat menjadi 36 anak ( 100 % ).
B. Implikasi
Hasil dari Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran Matetamtika. Penerapan hasil penelitian tersebut akan dapat
membantu tercapainya tujuan pembelajaran terutama untuk peningkatan prestasi
belajar siswa. Hasil penelitian ini penerapannya dapat dimanfaatkan oleh :
1. Diri pribadi peneliti.
Penggunaan model pembelajaran STAD yang telah dilakukan oleh peneliti dan
hasilnya menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa. Berpijak dari hasil
penelitian tersebut , kemudian oleh peneliti diterapkan dalam proses pembelajaran
Matematika . Jadi hasil penelitian tersebut sangat bermaanfaat khususnya pada diri
peneliti untuk mengefektifkan proses pembelajaran .
3. Guru Pengampu Mata Pelajaran Matematika
Sehubungan dengan hasil penilitian yang menunjukkan adanya peningkatan
presatasi belajar siswa dalam proses pembelajaran Matematika maka penerapannya
tidak hanya dapat dilakukan oleh peneliti sendiri akan tetapi dapat juga diterapkan oleh
guru lainnya. Guru pengampu mata pelajaran Matematika pada umumnya yang telah
© copyright www.suripno.com
membaca hasil penelitian ini dapat menerapkan model pembelajaran STAD untuk
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa dalam melakukan proses pembelajaran .
C. Saran – saran
Dari simpulan yang sudah dinyatakan berdasarkan hasil penelitia , maka
peneliti dapat mengajukan saran-saran kepada guru pengampu mata pelajaran
Matematika sebagai berikut ;
1. Berdasarkan hasil penelitian yang membuktikan bahwa model pembelajaran
STAD dalam proses pembelajaran Matematika terbukti dapat meningkatkan presatsi
belajar siswa, maka model pembelajaran STAD ini dapat dijadikan salah satu acuan
bagi guru dalam pembelajaran Matematika
2. Guna meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran Matematika maka
hasil penelitian ini dapat dijadikan langkah awal bagi guru Matematika untuk
mendadakan penelitian tindak lanjut dengan materi yang sejenis.
© copyright www.suripno.com
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Yasin . 1987 . Pembaharuan Kurikulum . Jakarta : PT. Balai Pustaka
C. Asri Budiningsih. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Rineka Cipta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1998. Petunjuk Administrasi Sekolah
Lanjutan Pertama edoman Penyususnan Karya Ilmiah di Bidang Pendidikan
. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1998. Pedoman Penyususnan Karya Ilmiah
di Bidang Pendidikan . Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Model - model Cooperative Learning.
Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Departemen Pendidikan Nasional . 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta : Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama
Flato. 1990. The Power of Mathematics. New York: McGraw Hill.
Herman Hudoyo. 1988. Mangajar Balajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti
Herman Hudoyo. 1989. Tes Obyetif dalam Kaintannya dengan Hasil Belajar dan
Proses Belajar Matematika: Studi Terbatas. Terdapat dalam forum penelitian
© copyright www.suripno.com
Imam barnadib. 1996. Dasar-dasar Kependidikan. Yogyakarta : Ghalia Indonesia
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara
Mary Leonhardt. 2003. 99 Ways to get your kids to do their home bork. New
York : Tree Rivers Prees
Masnur Muslich. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Malang : Bumi Aksara
Pemerintah Kabupaten Magelang . 2006 . Modul Pembelajaran . Kota Mungkid :
Badan Kepegawaian Daerah
Rochiati Wiraadmadja. 2006 . Metode Penelitian Tindakan Kelas . Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
Slamet Santosa. 2005. Model – Modul TOC Model Pembelajaran Inovative. Semarang
: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah
Suharsimi Arikunto ; Suhardjono ; Supardi . 2006 . Penelitian Tindakan Kelas
Jakarta : PT. Bumi Aksara
Suparno, P. 1997. Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
top related