psikologi agama
Post on 15-Jul-2015
99 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 1/20
B. Pandangan Anthropologi dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
1. Pengertian Anthropologi
Anthropologi artinya ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka
warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaanya pada masa lampau. Menurut
Beals sebagaimana yang dikutip oleh Redja Mudyahardjo, anthropologi adalah studi
tentang asal-usul, perkembangan, karakteristik jenis (spesies) manusia atau studitentang ras manusia. Antropologi ilmiah mencakup: antropologi biologis,
antropologi sosial budaya, arkeologi dan linguistic.
Dari pengertian antropologi tersebut dapat dipahami, bahwa manusia dalam
pandangan antropologi merupakan makhluk yang berbudaya dan punnya karya.
Buktinya adalah terbaginya manusia pada berbagai suku bangsa, bahasa, ras dan
berbagai aliran kepercayaan. Keragaman tersebut mesti disikapi dengan bijak,
apalagi di dalam penyusunan program pendidikan serta pelaksanaannya.
1. Antropologi Biologis/Fisik
Antropologi biologi sering pula disebut antropologi fisik, yaitu studi tentang fosil dan
kehidupan manusia sebagai organisme biologis. Dalam pandangan antropologibiologi, manusia mempunyai karakteristik sebagai Homo Sapiens dengan cirri
khasnya:
1. Berjalan tegak
2. Mempunyai otak yang besar dan kompleks.
3. Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan.
4. Periode kehamilan yang panjang dan anak lahir tidak berdaya.
Implikasi dalam Praktek Pendidikan
Konsep-konsep antropologi biologis menjadi landasan pendidikan, yaitu:
1. Keharusan dan kemungkinan Pendidikan
2. Keragaman praktek pendidikan, baik dalam sejarah manusia maupun dalam
bentuk praktek pendidikan dalam suatu zaman.3. Dalam hubungannnya dengan pengembangan teori pendidikan telah lahirnya
ilmu antropologi pendidikan.
2. Antropologi Budaya
Dalam pandangan antropologi budaya, terdapat tiga karakteristik manusia, yaitu:
1. Manusia adalah organisme sosiobudaya
Budaya dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pikiran, akal, budi. Dapat juga
diartikan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Budaya
juga diartikan seperangkat cara hidup (berpikir dan berbuat) yang diperoleh melalui
proses belajar, yang memberi ciri pada setiap keputusan kelompok.
2. Komponen utama budayaa. Sebuah kelompok / masyarakat
b. Sebuah lingkungan dalam kelompok/ masyarakat
c. Sebuah budaya material
d. Sebuah tradisi budaya
e. Kegiatan-kegiatan dan perilaku manusia
Implikasi dalam Praktek Pendidikan
1. Keharusan dan kemungkinan pendidikan
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 2/20
2. Keragaman kegiatan pendidikan
3. Pendidikan adalah proses pemindahan budaya dari generasi ke generasi.
Implikasi dalam pengembangan teori pendidikan
1. Lahir dan berkembangnya antropologi pendidikan yang dipelopori oleh Frans Boa
Margareth Mead
2. Adanya kebutuhan Antropologi Filsafat anak ( pandangan tentang hakekat khulukatau karakteristik anak).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan bersifat dinamis. Setiap perkembangan
kehidupan manusia diwarnai dengan pendidikan yang mereka tempuh. Naik
turunnya budaya dan peradaban suatu bangsa menjadi pertanda bahwa praktek
pendidikan terlaksana dengan baik. Kondisi pendidikan suatu masa tidak dapat
disamakan dengan kondisi pendidikan zaman lainnya. Pendidikan harus
mengakomodir kebutuhan masyarakat dizamannya.
C. Fitrah
a. Konsep Fitrah Manusia
Dalam dimensi pedidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk alllahlainnya, terangkum dalam kata “fitrah”. Secra bahasa fitrah berasal dari kata fathaha yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kataal-fathr yang berarti belahan atau pecahan.
Dalam Al-Qur’an kata-kata yang mengacu pada pemaknaan kata fitrah muncul sebanyak 20 kaliyang tersebar dalam 19 surat. Sehingga secara umum pemaknaan kata fitrah dapat
dikelompokkan kedalam empat yaitu:1. Proses penciptaan langit dan bumi
2. Proses penciptaan manusia
3. Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalammenjalankan tugas dan fungsinya (ma’rifat al-iman)
Para pemikir muslim cendrung memaknai kata fitrah berdasarkan QS:30:30 sebagai potensimanusia untuk beragama. Ada juga yang memaknai bahwa fitrah merupakan bawaan yang telahdiberikan Allah sejak manusia berada dalam alam rahim.
Hasan langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia.Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam Asma’ul Husna.Batasan tersebut memberikn arti, misalnya sifat Allah Al-Ilmu “maha mengetahui” makamanusia pun memiliki potensi untuk bersifat mengetahui dan begitu juga semuanya. Akan tetapikemampuan manusia tentu saja berbeda dengan Allah. Hal ini disebabkan karena berbedahakikat diantara keduanya. Allah memilki sifat kemaha sempurnaan sedangkan manusiamemiliki sifat keterbatasan. Keterbatasan itulah yang menyebabkan manusia membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Keadaan ini menyadarkan manusia
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 3/20
tentang ke-Esaan Allah, sehingga inilah letak fitrah beragama manusia sebagai manifestasimemenuhi kebutuhan rohaniahnya.
Abdurrahman Shaleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikanAllah padanya disaat peciptaan manusia dialam rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, akantetapi merupakan proses. Ia juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim,
meskipun ia berasal dari keluarga muslim. Akan tetapi Allah SWT telah membekalinya dengan potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi seorang Muslim.
Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab mendefinisikan fitrah manusiakepada pengertian “fitrah (makhluk) adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah padasetiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakanAllah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”. Dari pengertiantersebut dapat diartiakan bahwa fitrah merupakan potensi yang diberikan Allah kepada manusiasehingga manusia mampu melaksanakan amanat yang diberiakan Allah kepadanya yang meliputi potensi seluruh dimensi manusia.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya,kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi,
nasrani, atau majusi” (HR Aswad Bin Sari).
Dari makna hadis diatas memberikan pengertian secara teoritis bahwa semakin baik penempatanfitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pulasebaliknya, semakin buruk penempatan fitrah seseorang maka akan semakin buruk sifat dantingkah lakunya. Namun demikian, pendekatan tersebut hanya sebatas teoritis manusia,sedangkan dosa balik itu dalam islam ada kemungkinan lain, yaitu hidayah dari Allah SWTsebagai penentu yang Maha final.[10]
b. Macam-Macam Fitrah Manusia
Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat diambil kata kunci bahwa fitrah adalah potensi manusia. Potensi tersebut bukan saja potensi agama saja. Menurut Ibn Taimiyah
sebagaimana disitir Juhaja S. Praja pada diri manusia juga memiliki setidaknya tiga potensi fitrahyaitu:
1. Daya intelektual (quwwat al-al-‘aql ) yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusiadapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-EsakanTuhannya.
2. Daya ofensif (quwwat al-syahwat ) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang mampumenginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermamfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
3. Daya defensif (quwwat al-ghaddab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkanmanusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya.
Diantara ketiga potensi tersebut, disamping potensi agama, potensi akal menduduki sentralsebagai alat kendali dua potensi lainnya. Ada juga pendapat Ibn Taimiyah yang dikutip NurchalisMajdid yang membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:
1. Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak ialahir. Potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkanmelalui jalur pendididkan.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 4/20
2. Fitrat al-munaazalat merupakan potensi luar manusia. Adapun wujud dari fitrah ini yaituwahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrat al-gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.
Semakin tinggi tingkat interaksi antara keduanya maka akan semakin tinggi kualitas manusia(insan kamil). Akan tetapi sebaiknya, semakin rendah tidak mengalami keserasian, bahkan
berebenturan antara satu dengan yang lainnya maka manusia akan semakin tergelincir darifitrahnya yang hanif.
Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrahmanusia ada beberpa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:
1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan keduakaki.
2. Potensi akliyahnya, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatukesimpulan dari sejumlah premis.
3. Potensi rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang,nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambilkesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
1. Potensi agama
2. Potensi akal yang mencangkup spiritual
3. Potensi fisik atau jasadiah
4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.[11]
Agama dan Fitrah Manusia
Sebelumnya telah dijelaskan pengertian dari al-diin (agama) baik secara leksikal maupun secaragramatikal. Oleh karena itu, dalam pembahasan selanjutnya yang perlu dijelaskan adalah maknadan pengertian fitrah manusia.
Kata fitrah secara leksikal bermakna watak ciptaan suatu maujud, namun dalam istilahnyamempunyai pengertian yang bermacam-macam. Dan yang kita maksudkan dari pada fitrah disiniadalah sisi-sisi universal yang terdapat pada manusia dan mendasari sifat dan kecenderunganhakiki manusia dalam menerima agama dan penyembahan kepada Tuhan.
Adapun mengenai fitrah manusia kepada Tuhan dan agama terdapat tiga pandangan:
1. Membenarkan keberadaan Tuhan merupakan pengetahuan yang bersifat fitrah manusia. Fitrahdalam pengertian ini adalah fitrah akal yang berhubungan dengan sistim pengenalan dan
pengetahuan manusia.2. Manusia secara hudhuri dan syuhudi memiliki pengetahuan kepada Tuhan, dan manusia - berdasarkan potensinya masing-masing - mendapatkan pengetahuan hudhuri dari Tuhan tanpa perantara.
3. Fitrah manusia kepada Tuhan adalah kecenderungan alami dan esensi yang terdapat dalam dirimanusia, yakni kecenderungan dan keinginan kepada Tuhan merupakan hakikat penciptaanmanusia.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 5/20
Syahid Murtadha Muthahari dalam mengomentari pandangan pertama berkata, “Sebagian orangyang berpandangan tentang kefitrahan pengetahuan kepada Tuhan yang mereka maksud dalamhal ini adalah fitrah akal. Mereka berkata bahwa manusia berdasarkan hukum akal yang bersifatfitrah tersebut tidak membutuhkan premis-premis argumentasi dalam menegaskan wujud Tuhan.Dengan memperhatikan tatanan eksistensi dan keteraturan segala sesuatu, maka otomatis dantanpa membutuhkan argumen, manusia mendapatkan keyakinan tentang keberadaan SangPengatur dan Sang Perkasa.”[3]
Pandangan kedua tentang fitrah adalah manusia secara fitrah mempunyai pengetahuan hudhurikepada Tuhan, bukan dengan ilmu hushuli yang diperoleh lewat argumentasi akal. Yaknimanusia mempunyai hubungan yang dalam dan hakiki dengan Penciptanya, dan ketika manusiamemandang ke dalam dirinya, dia akan menemukan hubungan tersebut. Karena kebanyakanmanusia sibuk dengan kehidupan materi, maka dia tidak mendapatkan hubungan denganPenciptanya. Tapi manusia pada saat memutuskan hubungannya dengan kesibukan-kesibukankehidupan dunia, atau saat manusia kehilangan harapan dari sebab-sebab materi, barulahmanusia merasakan hubungan tersebut yang terdapat dalam dirinya.
Fitrah dalam pandangan ketiga juga bukan fitrah akal atau pengetahuan hushuli yang sederhana,
tetapi yang dimaksud adalah fitrah qalbu. Syahid Muthahari berkata, “Fitrah qalbu adalahmanusia secara khusus diciptakan berkecenderungan dan berkeinginan kepada Tuhan. Dalam dirimanusia telah diletakkan suatu bentuk instink pencarian Tuhan, kecenderungan kepada Tuhan,cinta dan penyembahan kepada Tuhan, sebagaimana instink kerinduan kepada ibu dalam watak seorang anak.[4]
Anak-anak yang baru dilahirkan meskipun belum memahami makna kesadaran riil tetapiterdapat dalam dirinya apa yang tidak disadarinya berupa kecenderungan kepada ibu dankerinduan padanya. Dalam wujud manusia terdapat kecenderungan seperti ini, suatukecenderungan agung dan tinggi, yakni kecenderungan penyembahan dan kecenderungan kepadaTuhan. Kecenderungan inilah yang membawa manusia ingin berhubungan dengan suatu hakikatyang tinggi dan ingin dekat kepada hakikat tersebut serta mensucikannya. Fitrah manusia yang
telah diciptakan Tuhan dan diletakkan pada diri manusia dalam bentuk tabiat penciptaan, dengantabiat tersebut manusia menerima agama dan menyembah dan menyintai Tuhan.
Fitrah Manusia
OPINI | 28 January 2011 | 19:40 1499 0 1 dari 1 Kompasianer menilai Inspiratif
Moment perhelatan yang terjadi seputar dunia pendidikan sepertinya tidak akan pernah usai,
sepanjang manusia tetap berpendidikan. Hal ini berarti bahwa pendidikan adalah satu-satunya
sarana atau media atau fasilitas yang dimiliki manusia yang berguna untuk membentuk
pribadinya menjadi lebih baik lagi. Pernyataan ini selaras dengan Arifin yang mengatakan bahwa
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 6/20
pendidikan dapat diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang bisa menghasilkan
manusia berbudaya tinggi dengan personalitas dan tanggungjawabnya.[1]
Secara filosofis manusia terdri atas rohani dan jasmani dimana jasmani merupakan bentuk fisik
dari manusia itu sedangkan rohani merupakan jiwa manusia yang merupakan prinsip hidup
manusia. [2] prinsip hidup itulah yang menjadi pendukung dan pendorong semua tindakan pun
tindakan berfikir dan berkehendak.
Pendidikan dikatakakan sebagai sarana yang membentuk manusia menjadi baik. Secara filosofis
pengertian manusia menjadi baik ialah baik secara kepribadian yang ditampilkan dalam tingkah
lakunya. Tindakan yang ditampilkan dalam bentuk perbuatan seutuhnya merupakan ekspresi
mental dalam diri manusia. Dengan demikian maka yang disebutkan bahwa pendidikan
merupakan sarana yang diperuntukan untuk membentuk manusia menjadi baik dalah manusia
yang baik secara mental dimana mental merupakan kondisi kejiwaan manusia.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada
manusia lain dengan harapan agar mereka ini, berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi
manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa
yang tidak patut dilakukannya.[3]
Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya
dan tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu
menyembah-Nya dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak
tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap
potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya
kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-
Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.[4]
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 7/20
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang,sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.[5]
fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim.
Potensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan berkembang
dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar itu lebih berdaya guna,
berfungsi secara wajar dan manusiawi.
Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi
“fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak
ternoda.[1]
Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang
dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya terkandung berbagai komponen
psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi
hidup manusia.[2]
Seiring dengan lajunya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di
samping kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang
berkualitas (khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari
lajunya perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.[3]
Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber ajaran
Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya,
baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari prihidup kemanusiaan sampai menerobos
keberbagai bidang ilmu pengetahuan.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 8/20
Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor
fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam
kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah
sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal Allah
dan Rasulnya.
Sebagaimana Fazlur Rahman pernah menyatakan dalam bukunya, Al-Quran mengajarkan bahwa
kemajuan beragama terjadi melalui proses belajar dan amat menekankan pada pentingnya proses
belajar.[4]
Dalam al-Quran terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah
Lukman ayat 12 sampai dengan ayat 19. cerita itu mengariskan prinsip-prinsip
materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak, ibadat, sosial dan ilmu
pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan
dan amal saleh, itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan
hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran
sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan
Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran
yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan
perubahan dan pembaharuan.[5]
Dengan memakai dasar al-Quran ini, maka pendidikan Islam harus mengarah
kepada terciptanya manusia yang seimbang antara kehidupan didunia dan akhirat,
dalam rangka beribadah kepada Allah SWT sebagaimana yang telah Dia gariskan
kembali dalam al-Quran “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 9/20
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”. (Q.S al-Qashash: 77)[6] .
Untuk membina kepribadian yang sejalan dengan fitrah manusia sebagaimana ditunjukkan oleh
al-Quran dan Sunnah, diperlukan proses pendidikan yang terarah dan bertujuan yaitumengarahkan manusia kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dansosial serta hamba Allah yang mengabdikan diri kepada-Nya.
2. ANTROPOLOGI
Fitrah manusia yang senantiasa menginginkan kesempurnaan dan kebahagiaan merupakan dasar
utama yang akan memunculkan persoalan lain dalam benaknya. Persoalan tersebut adalah persoalan
yang berkaitan dengan dirinya ; Apakah kebahagiaan dan kesempurnaan diriku akan terpenuhi di
alam materi ini atau ada alam lain yang akan memenuhi kebagiaan dan kesempurnaan diriku? Jika ada
alam lain apakah ada jalan untuk sampai di alam sana? Jika ada jalan untuk sampai di sana, bagian
manakah dalam diriku yang menjadi perantara untuk sampai disana? Apakah ada yang lain dalam
diriku selain dimensi materi yang tidak akan punah di alam materi ini dan akan menghubungkan diriku
dengan alam lainnya? Apakah manusia hanya memiliki dimensi materi dan tidak memiliki dimensi lain
yang disebut dengan ruh? Jika kita mengasumsikan bahwa manusia tersusun dari jismani dan ruh,
persoalan lainnya yang muncul adalah yang manakah yang lebih substansi diantara keduanya dan
yang manakah yang akan membentuk hakikat manusia? Terletak pada manakah hakikat
kesempurnaan dan kebahagiaan manusia? Apakah kesempurnaan akhir manusia adalah memenuhi
kebutuhan jismaninya? Ataukah kebahagiaan dan kesempurnaan akhir manusia adalah memenuhi
kebutuhan ruhaniahnya?
Persoalan–persoalan di atas atau persoalan–persoalan semacamnya yang berhubungan dengan
hakikat manusia dibahas dalam pembahasan antropologi. Pembahasan tentang manusia merupakan
pembahasan kedua dalam pembahasan pandangan dunia akan tetapi persoalan ini akan berujung
pada pembahasan ma’ad dimana pembahasan tentang ma’ad merupakan salah satu pembahasan
penting dalam pembahasan pandangan dunia.
Beragama Sebagai Fitrah Manusia
Friday, 14 May 2010 06:50 | Written by ikmalonline | | |
Oleh : Ngabdullah Akrom
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 10/20
Salah satu tema paling mendasar dalam teologi adalah agama itu sendiri. Logikanya adalah, bagaimana kita
mengetahui ushul (prinsip) sebuah agama tanpa kita mengetahui apa itu agama sebelumnya?. Dan kenapa manusia
harus beragama? Apakah beragama merupakan sebuah kebutuhan primer (mendasar) bagi setiap manusia?.
Agaknya, lebih elegan jika kita membahas apa itu agama terlebih dahulu, sebelum kita membahas kenapa manusia
beragama.
Menghampiri Makna Agama
Salah satu tema paling mendasar dalam teologi adalah agama itu sendiri. Logikanya adalah, bagaimana kita
mengetahui ushul (prinsip) sebuah agama tanpa kita mengetahui apa itu agama sebelumnya?. Dan kenapa manusia
harus beragama? Apakah beragama merupakan sebuah kebutuhan primer (mendasar) bagi setiap manusia?.
Agaknya, lebih elegan jika kita membahas apa itu agama terlebih dahulu, sebelum kita membahas kenapa manusia
beragama.
Secara leksikal, kata din (agama) berasal dari bahasa Arab yang berarti ketaatan dan balasan. Sedangkan secara
teknis, din berarti iman kepada pencipta manusia dan alam semesta serta hukum praktis yang sesuai dengan
keimanan tersebut. Seperti disabdakan Nabi, “Segala sesuatu menjadi dapat dibedakan melalui kebalikannya”.Begitu halnya dengan din. Dari kata din-lah maka muncul kata al-ladin, yakni orang yang tidak beragama atau orang
yang tidak mengimani adanya Wujud Pencipta alam secara mutlak. Apa pun definisi yang diberikan kepada konsep
agama, pasti dimengerti bahwa “kepercayaan kepada sesuatu kekuatan Mutlak atau kehendak Mutlak sebagai
kepedulian tertinggi” adalah hakikat esensial konsep ini dalam semua budaya dan dalam semua variasinya.
Di dalam agama, terdapat dua dimensi yang saling berintegrasi satu dengan lainnya, yaitu; ushul dan furu’. Ushul
merupakan prinsip dalam agama dan furu’ berarti cabang merupakan bagian dari hukum-hukum dalam sebuah
agama. Kemudian dimensi yang ada dalam agama terejawantah dalam bentuk aqidah dan hukum-hukum yang
merupakan konsekuensi logis dari aqidah.
Pencarian adalah Fitrah
Manusia adalah makluk yang memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk lainnya. Keistemawaan tersebut
berwujud fitrah untuk mengenal hakikat dan mengetahui realitas. Kata fithrah dijelaskan sebagai (baca;
kecenderungan alamiah kepada) keyakinan tauhid. Sebagaimana telah Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat ar-
Ruum ayat 30
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Ayat tersebut di atas, hendak menjelaskan kepada kita apa itu fitrah. Secara eksplisit ayat tersebut menjelaskan
“fitrah sebagai agama”, yakni jalan lurus yang menghantarkan manusia kepada tauhid atau penyaksian kepada
Ketunggalan. Dalam hal ini, fitrah adalah sesuatu yang universal bagi manusia. Tidak ada satu pun manusia yang
dapat menyangkalnya. Ia tidak hanya terbatas pada keyakinan akan ke-Esa-an Tuhan, melainkan juga mencakup
seluruh ajaran dan prinsip yang benar. Kalau benar fitrah itu bersifat universal bagi manusia, lantas mengapa masih
saja kita temukan orang yang mengaku tidak bertuhan ataupun beragama?
Fitrah adalah keswasenyataan yang paling jelas, karena tidak ada satu permasalahan pun yang melebihi
kejelasannya. Tidak seorang pun mengingkarai hal ini. Oleh karenanya fitrah adalah salah satu yang paling jelas dan
paling nyata dari sekian banyak prinsip yang pasti benarnya. Dalam ayat yang sama tersebut di atas menjelaskan,
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 11/20
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya
Dalam sebuah hadist populer (ahl ul-bait) mengatakan; “Setiap anak dilahir-kan dalam keadaan fitrah.” Ia lebih
dikenal dengan kuriositas (rasa ingin tahu). Rasa keingintahuan manusia mampu mendorong manusia untuk mencari
agama yang benar dan memikirkan berbagai persoalan yang esensial dalam hidupnya.
Di samping itu, rasa ingin tahu manusia untuk mengetahui berbagai hakikat adalah rasa ingin memenuhi berbagai
kebutuhan yang ada hubungannya dengan satu atau beberapa fitrah selain fitrah rasa ingin tahu. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan (baca: fitrah akan kesempurnaan), manusia memerlukan beragam teori atau pengetahuan
tertentu untuk menggapainya. Dan bila agama bisa dijadikan ‘alat pemuas’ akan kebutuhan manusia atau terdapat
kekayaan terpendam di dalamnya, tentu saja manusia akan berbondong-bondong menuju agama.
Sebut saja teori gambling Pascal. Dalam upayanya menjelaskan kepada orang-orang ateistik tentang kebertuhanan
dan keberagamaannya, ia berargumentasi setidaknya demikian; “Anda harus bertaruh apakah agama—dalam hal ini
jelas, Kristen—benar atau salah, meskipun ‘menurut akal, anda tidak dapat mempertahankan proposisi-proposisi
semacam itu.” Anda pun menerima tantangan dan menetapkan pilihan. “Mari kita timbang untung rugi dalam taruhan
tentang Tuhan,” kata Pascal. “Mari kita perhitungkan kedua peluang itu. Jika Anda menang, Anda medapat
segalanya; jika Anda kalah, tidak akan kehilangan apa-apa.”
Menurut M.T Misbah yazdi, sebagian ahli psikologi bahwa beragama dan beribadah kepada Allah itu sebenarnya
satu kecenderungan fitrah tersendiri, yang basisnya disebut sebagai rasa beragama, mereka menempatkan rasa
beragama sebagai naluri keempat manusia, disamping naluri rasa ingin tahu (kuriostika), rasa ingin berbuat baik
(etika), dan rasa ingin keindahan (estetika). Para sejarawan dan arkeolog menemukan fakta bahwa rasa beragama
dan beribadah Allah adalah fenomena yang merata dan umum pada setiap generasi manusia sepanjang sejarah.
Fenomena ini adalah salah satu bukti kuat bahwa religiusitas adalah fitrah yang bersifat universal.
Maka tidak salah, dari fenomena religiusitas setiap peradaban, melahirkan sebuah istilah umum, “Agama adalah
jantung peradaban.” Setiap peradaban mempunyai pandangan dunia holistik, dimana dimensi metafisik, filosofis danteologis termasuk di dalamnya.
Urgensi Mencari Agama
Dari berbagai uraian di atas menjelaskan bahwa dorongan naluri untuk mengetahui sesuatu, memeproleh
keuntungan, dan perlindungan, menjadi alasan kuat bagi seseorang untuk berpikir dan memperoleh beragam
keyakinan.
Sebagaimana teori gambling yang kita sampaikan di atas, menunjukkan adanya upaya manusia untuk memenuhi
kuriositasnya. Mungkin untuk sebagian manusia, kegiatan atau usaha untuk mencari agama adalah sebuah kesia-
siaan. Karena menurut mereka, agama adalah sebuah pseudo-reality. Tidak mendatang sebuah keuntungan yang
nyata atau bisa langsung dinikmati. Dengan demikian, mereka yang bergelut dengan agama adalah orang-orangyang membuang-buang waktu dalam ketidakjelasan.
Nampaknya alasan orang-orang yang enggan mengkaji agama di atas tidaklah relevan. Dalam sejarah
perkembangan teknologi, para ilmuwan pada zamannya sering kali dipandang gila, karena menurut orang-orang
yang sezaman dengannya mereka adalah orang-orang yang mebuang-buang energinya untuk sebuah kebodohan.
Mari kita renungkan kembali justifikasi ini. Pada zamannya, Thomas alfa edision (penemu bola lampu pijar)
dipandang gila dengan gagasan-gagasannya. Ia menghabiskan paruh usianya untuk melakukan eksperimen-
eksperimen di laboratorium. Tidak hanya satu-dua kali ia gagal dalam eksperimentasinya. Bahkan puluhan, ratusan,
ribuan kali. Hingga orang-orang di sekelilingnnya menganggap bahwa dia sudah gila. Namun apa yang terjadi ketika
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 12/20
dia berhasil dalam uji laboratoriumnya? Seantero jagad memujinya dan Thomas alpha edision tak lagi dikenal
dengan orang yang bodoh atau melakukan kesiaan.
Fenomena ini, tidak jauh berbeda ketika Einstein menemukan teori grafitasinya, orang berpikir bahwa tingkah orang
jenius ini adalah sebuah kesiaan. Namun apa yang terjadi ketika ia mampu merumuskan grafitasi, yang kemudian
diikuti dengan temuan applied science lainnya? Einstein tak lagi dikenal dengan orang yang bodoh atau melakukan
kesiaan dengan segala lamunannya.
Beragam fenomena tersebut menunjukkan bahwa, kita tidak bisa melakukan justifikasi begitu saja terhadap agama
atau apa pun itu. Sesungguhnya nilai kemungkinan tidak bisa diukur lewat satu indikiasi saja, yaitu kuantitas dari
kemungkinan (qadr al-ihtimal). Tetapi ada indikasi lain yang patut dipertimbangkan, yaitu kualitas hal yang
dimungkinkan (qadar al-muhtamal).
Mengingat bahwa keuntungan yang dimungkinkan dari pencarian agama tidak terbatas, maka—meskipun tingkat
kemungkinan hasilnya itu lebih kecil—besar nilai dan pentingnya sebuah pencarian dan membutuhkan energi yang
lebih daripada usaha-usaha yang memiliki hasil terbatas. Dan ada pun orang yang menyadari bahwa ketidak perluan
pada agama atau ia merasa bahwa masalah-masalah agama tidak mungkin dapat diselesaikan.
Sebuah ungkapan menarik dari M. T. Misbah Yazdi dalam menanggapi justifikasi di atas. “Pasal, darimana orang
bisa mengatakan kita tidak memerlukan agama atau masalah-masalah agama tidak mungkin dapat diselesaikan, jika
tanpa penelitan atau pencarian terlebih dahulu?”
Dan pada zaman sekarang ini, terdapat tanda-tanda bahwa agama-agama akan memainkan peran besar dalam
mewujudkan hidup bersama sebuah masyarakat dunia ketiga. Sejarah sampai hari ini menunjukkan bahwa agama
dapat mengangkat manusia pada keluhuran tertinggi, akan tetapi dapat juga disalahpahami manusia dan menjadi
dasar tindakan-tindakan yang jahat.
Fitrah manusia dalam Islam
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah
Khaliknya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar
mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin.
Manusia diciptakan Allah selain menjadi hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas
bumi. Selaku hamba dan ‘khalifah’ manusia telah diberi kelengkapan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah
(mental psikologis). Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain, yang dinamakan juga
dengan fitrah atau potensialnya yang harus dikembangkan secara optimal. Untuk mengembangkan
potensi (fitrah) itu memerlukan pendidikan untuk mengarahkannya. Untuk lebih jelasnya akan dibahas
dalam bab berikut.
Pengertian Fitrah (Potensi) Manusia
Secara etimologi fitrah berasal dari kata fathara yang artinya ‘menjadikan’, secara terminologi
fitrah adalah mencipta/menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan merupakan pola dasar yang
perlu penyempurnaan. Menurut Shanminan Zain (1986) bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan
yang terpendam yang ada dalam diri manusia dibawah sejak lahir. Menurut Al Auzal (1976) fitrah adalah
kesucian dalam jasmani dan rohani. Menurut Ramayulis : fitrah adalah : kemampuan dasar bagi
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 13/20
perkembangan manusia yang dianugrahkan oleh Allah SWT yang tidak ternilai harganya dan harus
dikembangkan agar manusia dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
Dalam Al-Qur’an, dalam surat Ar-Rum ayat 30 dijelaskan, yaitu :
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli)
itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah
ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah
yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan
manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan
rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain.
Jadi menurut permakalah fitrah adalah suatu kemampuan dasar yang ada pada tiap-tiap diri
manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan
dan latihan.
Hakekat Fitrah (Potensi) Manusia Dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok untuk menyembahkhaliknya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar
mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Untuk melaksanakan fungsinya sebagai khalifah
Allah membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan Islam
merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara
maksimal. Sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam artian berkemampuan menciptakan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan lingkungan. Sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya sebagai khalifah.
Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia, namun
kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk Ilahi, pikiran dan
penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan latihan yang bersifat kependidikanyang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya dalam pola keseimbangan dan
keserasian yang ideal.
Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan dimana
sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam pada
hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah
dalam kitab suci Al-Qur’an
Artinya : “Wahai orang mukmin, masuklah ke dalam Islam secara total menyeluruh dan
berkebulatan. (QS. Al-Baqarah : 208)
Makna Fitrah
Makna fitrah menurut Hasan Langgulung (1986 : 5) menyatakan bahwa, ketika Allah
menghembuskan/meniupkan ruh pada dirinya manusia (pada proses kejadian manusia secara fisik
maupun nonfisik) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai sebagian sifat-
sifat ketuhanan yang tertuang dalam Al-Asmahusna. Hanya saja kalau Allah serba maha, sedangkan
manusia hanya diberi sebagiannya, sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan
dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 14/20
Misalnya, Al-Alim (maha mengetahui), manusia hanya diberi kemampuan untuk mendapatkan
pengetahuan. Al-Rahman dan Al-Rahim (maha pengasih maha penyayang) manusia juga diberi
kemampuan untuk mengasihi dan menyayangi, Al-Afuw Al-Ghafar (maha pema’af maha pengampun),
manusia juga diberi kemampuan untuk mema’afkan dan mengampuni kesalahan orang lain. Al Khalik
(maha pencipta) manusia juga diberi kemampuan untuk mengkrerasikan sesuatu, membudayakan alam.
Macam-Macam Fitrah
1. Potensi Fisik (Psychomotoric)
Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Potensi Mental Intelektual (IQ)
Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk
menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
3. Potensi Mental Spritual Question (SP)
Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan
dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.
4. Potensi Sosial Emosional
Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta
bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Hubungan Fitrah Dengan Pendidikan
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari segi pengertian.
a. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus dikembangkan secara
optimal.
b. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan hidup secara
optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai religius dan
sosial sebagai pengarah hidupnya.Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang ada
atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut. Pendidikan merupakan
sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-kemampuan tersebut untuk
mencapainya.
Dalam sebuah hadits dapat juga dijelaskan yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu :
Artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dirinya beragama
Yahudi atau Nasrani dan Majusi”
Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek
individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut
kepada pola hidup yang ukhawi. Oleh karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.
Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh dan
meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah pendidikan yang menjangkau
pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah pendidikan yang demikian itu bercorak menyeluruh
dimana iman melandasarinya. Sehingga proses pendidikan yang berwatak keagamaan mampu
mengarahkan kepada pembentukan manusia yang mukmin, atau dengan filsafat pendidikan Islam bisa
memikirkan perkembangannya secara mendasar, sistematik, dan rasional yang berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadits agar berkembang secara optimal dan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 15/20
Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka pendidikan
dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan yang antara lain :
1) Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’ yaitu makhluk yang
harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang lain. Jadi disini pendidikan berfungsi
memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang
sebenarnya.
2) Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’ yaitu makhluk yang
memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia
mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.
3) Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk
hidup bermasyarakat.
4) Aspek FilosofisAspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang mempunyai
kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Kesimpulan
Fitrah (potensi) adalah : kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia dan perlu pengembangan
ke arah yang lebih sempurna. Hakekat fitrah manusia dalam pandangan filsafat pendidikan Islam,
manusia yang mempunyai potensi untuk berkembang, maka menghendaki pembinaan yang mengacu
kearah perkembangan tersebut yang memerlukan pendidikan untuk mengembangkan yang optimal
sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Makna fitrah, Manusia telah dianugrahkan oleh Allah yaitu memiliki potensi yaitu potensi ilmu
pengetahuan, saling mengasihi dan menyayangi antara sesama. Macam-macam fitrah : Fitrah (potensi)fisik, Fitrah (potensi) IQ, Fitrah (potensi) EQ dan Fitrah (potensi) SP.
Hubungan fitrah dengan pendidikan.Potensi adalah kemampuan dasar yang ada pada diri
manusia dan memerlukan perkembangan maka alat untuk mengembangkan itu adalah pendidikan.
Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut.
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah.
Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang
ada.
b. Sikap Individualistik
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 16/20
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi
membutuhkan orang lai n dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk
sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai
menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja ,
dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti
arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan
individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial .
Kecerdasan spiritualDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Deskripsi orang yang memiliki semangat hidup sebagai bagian dari SQ
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ ( bahasa Inggris: spiritual quotient )adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuhmelalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif .[1]
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 17/20
SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamaidengan persoalannya itu.[2] Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.[1]
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengankemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapipenderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatukegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat
keterkaitan antara berKecerdasan Spiritual ( Spiritual Quotient )etelah beberapa lama “Kecerdasan Intelektual “ yang lebih dikenaldengan IQ menjadi peranan penting, muncul “Kecerdasan Emosional”( EQ ) yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman. Orang mulai menyadaribahwa kesuksesan dapat dicapai bila ada keseimbangan antara“Kecerdasan Intelektual” dan “Kecerdasan Emosional” .Kemudian Psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall memunculkanQ yang ketiga yaitu SQ yang merupakan landasan untuk memfungsikan IQ danEQ secara efektif. Sependapat dengan mereka, SQ lebih tepat disebut“Kecerdasan Spiritual” karena quotient adalah angka dari hasil pembagian.Buku mereka yang berjudul “SQ: Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence”memuat bahwa Kecerdasan Spiritual tidak bisa dihitung karenapertanyaan yang diberikan semata-mata merupakan latihan perenungan(hal 243).Menurut mereka, kita hidup dalam budaya yang “bodoh secara spiritual”.Maksudnya, kita telah kehilangan pemahaman terhadap nilai-nilai mendasar.Kehidupan yang “ bodoh secara spiritual” ini ditandai dengan materialisme,egoisme, kehilangan makna dan komitmen (hal 14). Bahkan dikatakan,kekeringan spiritual terjadi sebagai produk dari IQ manusia yang tinggi(hal 20). Oleh karena itu, penting sekali kita meningkatkan SQ.Apakah SQ itu ? Danah dan Ian dalam bukunya edisi Indonesia “SQ :Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistikuntuk Memaknai Kehidupan” tidak memberikan batasan secara definitif. Mereka
S Jurnal Pendidikan BPK PENABUR 135R E S E N S I B U K U
menekankan pada aspek nilai dan makna sebagai unsur penting dari“Kecerdasan Spiritual”.SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah maknadan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks maknayang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseoranglebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.Selanjutnya berlandasan pada beberapa ahli psikologi ( Sigmund Freud,C.G. Jung ), neurolog ( Persinger, Ramachandran ) dan filosof ( Daniel Dennett,
Rene Descartes ), Danah dan Ian membahas lebih dalam mengenai “KecerdasanSpiritual”. “Kecerdasan Spiritual” disimbolkan sebagai Teratai Diri yangmenggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia ( rasional, emosional, danspiritual ), tiga pemikiran ( seri, asosiatif, dan penyatu ), tiga jalan dasarpengetahuan ( primer, sekunder, dan tersier ) dan tiga tingkatan diri ( pusattranspersonal,tengah-asosiatif & interpersonal, dan pinggiran-ego personal). Dengan demikian SQ berkaitan dengan unsur pusat dari bagian dirimanusia yang paling dalam menjadi pemersatu seluruh bagian diri manusialain.SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 18/20
berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. SQ menjadikanmanusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual.SQ adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantumanusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.Namun, pada zaman sekarang ini terjadi krisis spiritual karena kebutuhanmakna tidak terpenuhi sehingga hidup manusia terasa dangkal dan hampa.
(hal 16) Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secaraspiritual, yaitu tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendirisama sekali, telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidakproporsional, dan bertentangannya / buruknya hubungan antara bagian-bagian.Apa usaha kita untuk mengatasinya ? Danah dan Ian memberikan “Enam
Jalan Menuju Kecerdasan Spiritual yang Lebih Tinggi” dan “Tujuh LangkahPraktis Mendapatkan SQ Lebih Baik”. Enam Jalan tersebut yaitu jalan tugas,
jalan pengasuhan, jalan pengetahuan, jalan perubahan pribadi, jalanpersaudaraan, jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian.(hal 197)Sedangkan Tujuh Langkah Menuju Kecerdasan Spiritual Lebih Tinggi adalah(1) menyadari di mana saya sekarang, (2) merasakan dengan kuat bahwasaya ingin berubah, (3) merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apakahmotivasi saya yang paling dalam, (4) menemukan dan mengatasi rintangan,
(5) menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju, (6) menetapkanhati saya pada sebuah jalan, (7) tetap menyadari bahwa ada banyak jalan.
136 Jurnal Pendidikan BPK PENABUR
R E S E N S I B U K U
Bila SQ seseorang telah berkembang dengan baik, maka tanda-tanda yangakan terlihat pada diri seseorang adalah (1) kemampuan bersikap fleksibel,(2) tingkat kesadaran diri tinggi, (3) kemampuan untuk menghadapi danmemanfaatkan penderitaan, (4) kemampuan untuk menghadapi dan melampauirasa sakit, (5) kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, (6)keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, (7) kecenderunganuntuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik), (8)kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika?” untukmencari jawaban yang mendasar, (9) memiliki kemudahan untuk bekerjamelawan konvensi.
Secara garis besar, saya sependapat dengan Danah dan Ian bahwa manusiaharus meningkatkan “Kecerdasan Spiritual” untuk mengatasi krisis spiritualyang melanda dunia, khususnya di dunia barat. Namun, bagaimana hubunganantara SQ dan Agama ? Karena sebagai orang beragama kita selalu berpegangpada Firman Allah.Danah dan Ian berpendapat bahwa SQ tidak mesti berhubungan denganagama. Banyak orang Humanis dan Ateis yang memiliki SQ sangat tinggi.(hal 8)Agama formal hanya seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibebankansecara eksternal. Sedangkan SQ adalah kemampuan internal bawaan otakdan jiwa manusia, yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri.Dikatakan pula, SQ tidak bergantung pada budaya maupun nilai,tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri.
SQ membuat agama menjadi mungkin ( bahkan mungkin perlu ), tetapi SQtidak bergantung pada agama. (hal 9)Muncul pertanyaan bagi saya, kalau SQ sebagai kecerdasan jiwa tidakbergantung pada agama, di mana agama diletakkan ? Karena bagi orangKristen, agama sebagai iman kepada Allah merupakan basis dari semuakehidupan.SQ memang dapat membantu orang untuk menguatkan kehidupankeagamaannya, tapi tanpa dilandasi agama maka orang tersebut menjadi“humanis”. Di sinilah letak perbedaan antara SQ dan ajaran agama Kristen.
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 19/20
SQ memandang manusia sebagai manusia psikologis sedangkan ajaran agamaKristen menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang segambardengan Allah.Dalam agama Kristen ada yang disebut Spiritus. Seperti juga SQ yangmemerlukan latihan, maka organ spiritus ( kebajikan teologal, imanpengharapan-kasih, karunia roh kudus ) perlu dilatih supaya berkembang. Orang
yang spiritusnya hidup, pada suatu hari akan menyadari karya Allah dalam Jurnal Pendidikan BPK PENABUR 137R E S E N S I B U K U
dirinya. Orang itu akan mengalami “Terang Allah, cinta, dan damai-Nya”.Mungkinkah ini yang dimaksud Danah dan Ian dengan Kecerdasan Spiritualseperti cerita nelayan Meksiko dan pengusaha Amerika ?Diceritakan bahwa seorang pengusaha Amerika mencemooh gaya hidupseorang nelayan Meksiko. “Saya tidur larut, memancing sebentar, bermaindengan anak-anak saya, tidur siang bersama istri saya, Maria, jalan-jalan kedesa setiap malam untuk menyesap anggur dan bermain gitar bersama kawankawansaya. Saya mempunyai kehidupan yang lengkap dan sibuk, Senor,” katanelayan Meksiko. Pengusaha Amerika itu mengatakan bahwa Ia seorang MBAlulusan Harvard dapat menolong nelayan tersebut menjadi pengusaha besardalam waktu 15 s.d. 20 tahun dan pindah ke Los Angeles atau NewYork. Tapi
sang nelayan menanyakan apa yang dilakukan setelah itu. Sang pengusahamenjawab bahwa ia dapat menjual perusahaannya, menjadi kaya dan pindahke desa untuk melakukan seperti apa yang dilakukan nelayan itu sekarang.(hal 250)Danah dan Ian melihat bahwa sang nelayan merupakan contoh seseorangyang cerdas secara spiritual. Ia memiliki pemahaman yang cerdas mengenaitujuan hidupnya sendiri yang dianggapnya penting, ia merasa damai. Sangnelayan terlihat tidak berambisi untuk mendapatkan sesuatu lebih banyak. Iamerasa sudah cukup dengan apa yang didapatkan setiap harinya. Apakah dapatdikatakan bahwa sang nelayan bersikap “pasrah kepada Tuhan” seperti yangtertulis dalam Matius 6:34 yaitu “Sebab itu janganlah kamu khawatir akan haribesok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan seharicukuplah untuk sehari” ?
Danah dan Ian memang tidak berlandaskan agama dalam membahas“kecerdasan spiritual”. Dengan latar belakang pendidikan mereka, Danahmempunyai pendidikan di bidang fisika, filsafat, psikologi dan teologi dan Ianadalah seorang psikiater yang meraih gelar di bidang psikologi dan filsafat,mereka menempatkan agama sebagai salah satu cara memperoleh kecerdasanspiritual yang tinggi. Mereka mengajak kita untuk memahami pentingnyakecerdasan spiritual sebagai landasan IQ dan EQ, mengingat krisis maknayang sedang melanda dunia. Mereka berpendapat bahwa kecerdasan spiritualberkaitan dengan makna hidup, nilai-nilai dan keutuhan diri. Orang dapatmenemukan makna hidup dari bekerja, belajar, berkarya bahkan saatmenghadapi masalah atau penderitaan.Mungkin terjadi, seorang ateis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggikarena seperti IQ dan EQ, maka SQ pun merupakan potensi manusiawi. Oleh
karena itu, lebih baik ketiga potensi tersebut dilandasi oleh agama. Merekamasih perlu melengkapi kajian mengenai kecerdasan spiritual dalam bentuk138 Jurnal Pendidikan BPK PENABUR
R E S E N S I B U K U
penerapannya dalam hidup sehari-hari. Selain itu sejauh mana keberadaanSQ yang ada dalam diri manusia masih perlu dikaji mengingat mereka berasaldari kultur yang berbeda dengan kita.
Daftar Pustaka :
5/12/2018 psikologi agama - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/psikologi-agama-55a75094ad09b 20/20
Zohar, Danah dan Ian Marshall. SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam bagai hal, mandiri,serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.[1] [2]
top related