problema keimanan dalam perspektif psikologi agama

14
MAKALAH PROBLEMA KEIMANAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI AGAMA Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama Dosen: Iqbalul Ulum, S.Psi. Disusun Oleh: Eka Lusiandani Koncara Semester 6 Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN - PURWAKARTA 2007/2008

Upload: eka-l-koncara

Post on 11-Jun-2015

6.797 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi AgamaTugas Mata Kuliah Psikologi AgamaLebih lanjut di [email protected]

TRANSCRIPT

Page 1: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

MAKALAH

PROBLEMA KEIMANAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI AGAMA

Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen: Iqbalul Ulum, S.Psi.

Disusun Oleh:

Eka Lusiandani Koncara

Semester 6 Jurusan Pendidikan Agama Islam

STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN - PURWAKARTA

2007/2008

Page 2: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

i

KATA PENGANTAR

Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah

kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh

keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada

umumnya.

Yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama,

perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang

dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi

agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku

keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku

keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan

lainnya.

Guna meningkatkan kemampuan penulis dalam menyusun suatu karya

tulis ilmiah, serta demi memperluas wawasan kami tentang Psikologi Agama,

penulis pada makalah ini akan berusaha mengulas tentang apa dan bagaimana

problematika keimanan menurut perspektif psikologi agama. Karena itu, semoga

makalah yang berjudul “PROBLEMA KEIMANAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

AGAMA” ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Purwakarta, Juni 2008

Penyusun

Page 3: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. PSIKOLOGI AGAMA .......................................................................... 3

B. TUHAN/GOD/ALLAH ........................................................................ 5

C. KEIMANAN ....................................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 11

Page 4: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

1

BAB I

PENDAHULUAN

“Psikologi” secara etimologi berasal dari kata “phsyco” dan “logy” berarti

“ilmu tentang jiwa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa

psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa.

Dalam Bahasa Arab psikologi disebut “ulumun-nafs” atau “ulumur-ruh”. Menurut

Plato dan Aristoteles, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Sedangkan menurut Wilhem

Wundt, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-

pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti pengunaan panca indera,

pikiran, perasaan, dan kehendak. Sumadi Suryabrata menyatakan bahwa

psikologi mempersoalkan aktifitas manusia, baik yang dapat diamati maupun

yang tidak.

“Agama” berarti “kewajiban”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

agama adalah kepercayaan kepada tuhan/dewa dengan ajaran kebaktian dan

kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Dalam

Encyclopedia of Philosophy, James Martineau menyebutkan bahwa agama adalah

kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yang mengatur alam semesta dan

mempunyai hubungan moral dengan umat manusia. Agama adalah pengalaman

dunia seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan kepribadian. Agama

bersifat batiniah, subyektif, dan individualistis. Bozman menyatakan bahwa

agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap aturan-aturan dari

pada kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Terdapat 4 ciri agama yang dapat

kita kemukakan yaitu:

1. Adanya kepercayaan terhadap yang ghaib, kudus dan Maha Agung dan

pencipta alam semesta (Tuhan).

2. Melakukan hubungan dengan berbagai cara seperti dengan mengadakan

upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan do'a.

Page 5: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

2

3. Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap

penganutnya.

4. Ajaran Islam ada Rasul dan kitab suci yang merupakan ciri khas daripada

agama.

5. Agama tidak hanya untuk agama, melainkan untuk diterapkan dalam

kehidupan dengan segala aspeknya.

Psikologi Agama merupakan bagian dari ilmu psikologi yang mempelajari

masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan

beragama. Psikologi agama meneliti seberapa besar pengaruh agama terhadap

sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri

seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan

bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan

itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya. Hampir semua ahli jiwa sependapat,

bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu

bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun

kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil riset dan observasi mereka

mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan

dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-

kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk

mencintai dan dicintai Tuhan, dan itulah yang dinamakan agama.

Page 6: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PSIKOLOGI AGAMA

Psikologi Agama sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sudah

barang tentu memiliki lapangan garapannya sendiri yang menjadi objek

penelitiannya. Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji

kehidupan secara umum tapi juga masalah-masalah khusus. Pembahasan

tentang kesadaran beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the

Religious Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang.

Perkembangan beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama.

Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas

tentang perkembangan jiwa keberagamaan.

Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy

misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan

remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku

yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut

pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita.

Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi

agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama

oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia

(1961), Islam dan Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi

Beragama oleh Nico Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan

Kesehatan Jiwa oleh Dadang Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut

terakhir misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran

jiwa, akan tetapi membahas pula aspek- aspek agama atau spiritual dalam

kaitannya dengan jiwa seseorang.

Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut

gejala-gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah)

dan mekanisme antara keduanya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah

Page 7: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

4

Daradjat, psikologi agama membahas tentang kesadaran agama (religious

counciousness) dan pengalaman agama (religious experience).

Kehidupan beragama adalah bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap

atau tindakan seseorang dalam hidupnya tidak lain dari pantulan pribadinya yang

bertumbuh dan berkembang sejak lahir, bahkan telah mulai sejak dalam

kandungan, mempunyai pengaruh terhadap pembinaan pribadi, bahkan diantara

ahli jiwa ada yang berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain dari kumpulan

pengalaman pada umur-umur pertumbuhan (dari nol sampai dengan masa

remaja terakhir), terutama pengalaman pada tahun-tahun pertama dari

pertumbuhan, pengalaman yang didapat melalui pendengaran, penglihatan atau

perlakuan yang diterima sejak lahir. Perkembangan kehidupan beragama pada

manusia sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya,

terutama pada masa pertumbuhan yang pertama.

Manusia memiliki beberapa kebutuhan mendasar, yaitu:

1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang

2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual

yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh

orang lain

4. Kebutuhan akan rasa bebas

5. Kebutuhan akan rasa sukses

6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal), kebutuhan yang

menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.

Gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang

memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat

disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik, maka kebutuhan

akan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan

rasa ingin tahu akan terpenuhi.

Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan para ahli yang beraliran

teori fakulti (Faculty Theory) yang dikutip oleh Jalaludin (2001: 56-58) bahwa

Page 8: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

5

tungkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal, tetapi

terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan

penting adalah, Fungsi Cipta (Reason), Rasa (Emotion) dan Karsa (Will). Demikian

pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditemukan

oleh tiga fungsi tersebut.

Dalam hal ini Aunur Rahim Fakih (2001: 57) mengemukakan bahwa setiap

orang menurut ajaran Islam, pada dasarnya telah dikarunia kecenderungan

bertauhid, mengesakan Tuhan, dalam hal ini Allah swt.

B. TUHAN/GOD/ALLAH

Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang

berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung: Very

personal nature and an irresistible influence, I call it God. Thomas Van Aquino

mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir,

manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemampuan berfikirnya.

Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu

sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga

sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang

menjadi sumber agama.

Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber

keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend).

Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya

lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan

suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini

timbullah konsep tentang Tuhan.

Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak percaya adanya Tuhan,

ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang bernama Nietscshe

yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan Sudah Mati. Paul Vitz yang

menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche (theory of

unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar, anda tidak

Page 9: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

6

percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agama itu

hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alasan

rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak

Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.

Kematian ayahnya di usia 36 tahun membawa kesedihan yang mendalam pada

diri Niersche.

Tidak berbeda dengan Nietsche, maka Freud menulis dalam Future Of An

Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama

seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari desakan

untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan

menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan

manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita

ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak

membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh

sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih

menentramkan ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada

waktu kecil anak mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika

posisi anak tidak berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan

kekuatan yang maha perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi

tentang Tuhan yang seperti ayahnya, untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah

ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan,

tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra manusia.

Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis berpendapat

unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri seksual).

Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara keagamaan

setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang

menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus

membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah

(sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah

membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide

Page 10: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

7

membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka

bunuh. Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara

keagamaan.

Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan

kebencian setiap agama terhadap dosa. Seperti Nietscshe , Freud memandang

ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang

menyimpang, Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang

tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan

sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah irasional dan

patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak terduga dan

pemuasan keinginan kekanak-kanakan.

Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-

sendiri:

1. Id, adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah

pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan.

2. Ego (pribadi), tugasnya menghindari ketidaksenangan dan rasa nyeri

dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar

sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip

kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah

pindah, rasionalisasi dan lainlain. Ego mulai terbentuk ketika anak

berumur 1 tahun.

3. SuperEgo, ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang

tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang

selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun

orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk

umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan

impuls id, mengadung moral, hati nurani, dan rasa salah.

Page 11: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

8

C. KEIMANAN

Dalam iman, seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan

dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. Maka dari

itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide

mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia,

Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang

yang beriman dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman,

Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus

penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya.

Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks.

Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan

cinta kasih.

Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata

percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif

terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok

akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap

kepercayaan itu. Lain dengan iman yang bersikap dinamis, kata iman

menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan

atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman

kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga

mengandung kesetiaan, kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin.

Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit.

W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4

level:

1. Stimulus response verbalism, pada level ini keimanan hanyalah di bibir

(anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka

mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan

kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa

aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa

aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak

Page 12: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

9

dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat

pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan

hidup.

2. Intelectual comprehension, terlihat pada masa remaja, lebih

memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kompleks dari

pada respons bersyarat saja, pikiran dan logika berperan dalam setiap

proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan,

kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight

baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan.

3. Behavioral demonstration, pada level ini sebagai akibat kepercayaan

yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah

laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar

ucapan-ucapan saja, behavior demonstration contohnya pada

sufi/mistikus yang teguh imannya.

4. Comprehensive integration, hal-hal yang termasuk ketiga level diatas

merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan .

Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya

menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di

integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu.

KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti pada

kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark bekerja

sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama.

Page 13: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

10

BAB III

KESIMPULAN

Demikian, dari pembahasan di atas penulis dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut:

Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang

positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.Lain dengan iman yang

bersikap dinamis, kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan

mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat

adanya keimanan.

W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4

level:

1. Stimulus response verbalism,

2. Intelectual comprehension,

3. Behavioral demonstration,

4. Comprehensive integration,

Page 14: Problema Keimanan Dalam Perspektif Psikologi Agama

11

DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Tim Penyusun P3B, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, DEPDIKBUD: Balai

Pustaka

Penyusun, Tim, 2004. Pengantar Studi Islam, Surabaya : IAIN Sunan Ampel

Surabaya

Fauzi, Ahmad, 2004, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia

Rahmat, Jalaludin, 2004, Psikologi Agama Sebuah Pengantar, Bandung:

Mizan

Ahmadi, Abu, 1991, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta

Sujanto, Agus, 1991, Psikologi Umum, Jakarta: Aksara Baru

Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam,

Jogjakarta: LPPAI, Pusat Penerbitan UII Press

Mapiare, Andie, 1982, Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional

B. Harlock, Elizabeth, 1991, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan

sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga

E. Usman Effendi & Juhaya S. Praja, 1993, Pengantar Psikologi, Bandung:

Angkasa

Jalaludin, 2001, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada

W.S Winkel, 1987, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: FKIP Sanata Darma

Daradjat, Zakiah, 1970, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang

Daradjat, Zakiah, Dkk, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Manshur, Faiz, Manusia dan Kebutuhan Agama, 15 Oktober 2006

Zada, Khamami, Orientasi Studi Islam di Indonesia, 27 Oktober 2006

Sholhu, Psikologi Agama Sebagai Disiplin Ilmu, , 15 Januari 2008