presus decomp
Post on 21-Dec-2015
251 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. AA
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : diketahui
Tanggal masuk : 11 Mei 2014
B. KELUHAN UTAMA
Sesak napas
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan dada terasa sakit, sesak napas saat
beristirahat maupun beraktivitas. Pasien lebih nyaman dalam posisi setengah duduk.
Perut terasa sebah dan mual, sehabis makan terasa ingin muntah. Tidak ada nyeri
telan. Terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah. Nafsu makan menurun. Buang
air besar lancar, buang air kecil lancar. Pasien mengeluh lemas dan mudah lelah jika
beraktivitas seperti biasa.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu dan DM sejak 1 tahun yang lalu.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Terdapat riwayat penyakit DM dalam keluarga, tidak ada riwayat penyakit jantung
dalam keluarga.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : tampak sesak napas
Kesadaran : Sadar penuh
Vital Sign :
Nadi : 72 kali/menit ireguler, isi dan tegangan cukup
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
1
RR : 24 kali/menit
Suhu : 36,5
Kepala : normochepal, rambut tumbuh merata, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada edema
palpebra
Hidung : tidak ada napas cuping hidung, tidak ada epistaksis
Mulut : sianosis perioral negatif, lidah kotor negatif, sariawan positif, faring
hiperemis negatif
Leher : tidak ada perbesaran limfonodi, tidak ada deviasi trakea, tidak ada
perbesaran tiroid, tampak distensi vena leher JVP R+5
Thorax :
Inspeksi : simetris (+), retraksi (-)
Perkusi : sonor (+)
Palpasi : taktil fremitus (+)
Auskultasi : pulmo : vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing negatif
Cor : S1 S2 ireguler, takikardi, bising positif, gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : abdomen supel, tidak ada tanda peradangan maupun massa
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani (+), liver lobus kanan 9cm lobus kiri 6cm
Palpasi : hepar : tepi tidak tumpul permukaan licin. Lien tidak teraba
Ekstremitas : terdapat edema pada kedua tungkai bawah. Akral hangat. CRT<2
detik
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
AL 7,2 x 103/µL
Hb 15,5 g/dL
Ht 45,8 %
AT 157 x 103/µL
GDS 176 mg/dL
2
Elektrokardiografi
3
Ro Thorax
H. ASSESMENT
Decompensatio Cordis
Right ventricular hypertrophy
I. PENATALAKSANAAN
Inf RL + aminophilin drip 2 amp/flash 20 tpm
O2 3 liter/menit
Injeksi ranitidin 2x1 ampul
ISDN 3x5 mg
Digoxin 2x1
Furosemid 2x1
Injeksi ondansetron 3x1 ampul
KSR 1x1
Aptor 1x1
Ulsafat syrup 3x1 cth
Levofloxacin 1x500
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DECOMPENSASI CORDIS
A. Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis komplek, yang didasari oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara
adekuat akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Definisi gagal
jantung menurut European Sociology of Cardiology gagal jantung adalah sindrom
dimana pada pasien akan ditemukan gejala klinis : sesak napas pada saat beristirahat
maupun melakukan aktivitas, dan atau lelah, tanda-tanda dari retensi cairan seperti
kongesti pulmo atau bengkak di pergelangan kaki, dan bukti objektif terdapatnya
struktur dan fungsi yang abnormal pada jantung saat istirahat.
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset atau
adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang
berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. Gagal jantung akut dapat
berupa serangan pertama gagal jantung atau perburukan dari gagal jantung kronik
sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medik seperti edema paru
akut.
Gagal jantung kronik adalah suatu sindrom klinis yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue, baik baik dalam keadaan istirahat atau
latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung menurut European Sociology of Cardiology
New Onset First presentation
Acute or slow onset
Transient Reccurent or episodic
Chronic Persistent
Stable, worsening, decompensated
5
Klasifikasi gagal jantung menurut abnormalitas struktur (American College of
Cardiology/ American Heart Association)
Stage of heart failure based on structure and damage to heart muscle
STAGE A At high risk for developing heart failure. No identified structural or
functional abnormality, no signs or symptoms.
STAGE B Developed structural heart disease that is strongly associated with the
development of heart failure, but without signs or symptoms.
STAGE C Symptomatic heart failure associated with underlying structural heart
disease.
STAGE D Advanced structural heart disease and marked symptoms of heart failure
at rest despite maximal medical therapy.
Klasifikasi derajat gangguan kapasitas fungsional dari gagal jantung menurut
New York Heart Association (severity based on symptoms and physical activity)
CLASS I No limitation of physical activity. Ordinary physical activity does not
cause undue fatigue, palpitation, or dyspnoea.
CLASS II Slight limitation of physical activity. Comfortable at rest, but ordinary
physical activity results in fatigue, palpitation, or dyspnoea.
CLASS
III
Marked limitation of physical activity. Comfortable at rest, but less than
ordinary activity results in fatigue, palpitation, or dyspnoea.
CLASS
IV
Unable to carry on any physical activity without discomfort. Symptoms
at rest. If any physical activity undertaken, discomfort is increase.
Selain klasifikasi di atas, terdapat beberapa istilah dalam gagal jantung, antara
lain :
a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatigue, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
b. Low output dan High output Heart Failure
Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan
perikard. High output HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik
seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri, dan penyakit paget.
6
c. Gagal jantung Akut dan Kronik
Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan lahan.
d. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung
kanan terjadi jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
C. Etiologi
Tidak ada kesepakatan dalam menentukan etiologi gagal jantung karena
banyaknya kemungkinan yang terjadi, contoh : dilatasi dari kardiomiopati mungkin
salah satu karena idiopatik, genetik, karena infeksi virus, atau hasil dari konsumsi
alkohol baik dahulu maupun sekarang.
Myocardial disease
Coronary artery disease
Hypertension
Immune/inflammatory (viral myocarditis, chagas’ disease)
Metabolic/ infiltrative (thiamin deficiency, haemochromatosis, amyloidosis)
Endocrine (thyrotoxicosis)
Toxic (alcohol, cytotoxics, negative inotropic drugs e.g calcium channel
blocker)
Idiopathic (cardiomiopathy)
Valvular disease
Mitral stenosis/ regurgitation
Aortic stenosis/ regurgitation
Pulmonary stenosis/ regurgitation
Tricuspid stenosis/ regurgitation
Pericardial disease
7
Effusion
Constriction
D. Tanda dan Gejala
Pasien dengan gagal jantung harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
Gejala-gejala (symptoms) dari gagal jantung berupa sesak napas yang spesifik
pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenaga.
Tanda-tanda (signs) dari gagal jantung berupa retensi air seperti kongesti paru,
edema tungkai.
Dan objektif, ditemukannya abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung
E. Patofisiologi
8
Gagal jantung adalah gangguan multisistem yang ditandai dengan kelainan
jantung, otot rangka, dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatik dan kompleks
pola perubahan neurohormonal.
Myocardial sistolik disfunction
Kelainan utama pada gagal jantung non katup adalah penurunan fungsi
ventrikel kiri, yang mengarah ke penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal yang
bertujuan meningkatkan keadaan mekanik jantung. Pengaktivan dari sistem simpatik
misalnya, bertujuan untuk mempertahankan cardiac output dengan meningkatkan
denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi perifer
(meningkatkan katekolamin). Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) juga
menghasilkan vasokonstriksi (angiotensin) dan meningkatkan volume darah dengan
mengurangi garam dan air (aldosteron). Konsentrasi vasopressin dan peptida
natriuretik meningkat. Selain itu mungkin ada perbesaran jantung yang progresif atau
perubahan dalam struktur jantung maupun keduanya.
Neurohormonal activation
Gagal jantung kronis dikaitkan dengan aktivasi neurohormonal dan perubahan
dalam kontrol syaraf otonom. Meskipun mekanisme kompensasi neurohormonal
meyediakan dukungan yang berharga untuk jantung dalam keadaan fisiologis normal,
mereka juga memiliki peranan penting dalam pengembangan dan perkembangan
selanjutnya dari gagal jantung kronis.
Renin angiotensin aldosteron system
Stimulasi dari sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) menyebabkan
peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II
adalah vasokonstriktor kuat dari ginjal dan sirkulasi sistemik, dimana akan
merangsang pelepasan noradrenalin dari saraf simpatis terminal, menghambat tonus
nervus vagus, dan merangsang pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi
natrium dan air dan peningkatan ekskresi kalium. Selain itu angiotensin II memiliki
efek penting pada miosit jantung dan dapat berkontribusi pada disfungsi endotel yang
diamati pada gagal jantung kronis.
Symphatetic nervous system
Sistem saraf simpatik diaktifkan pada gagal jantung melalui baroreseptor
tekanan rendah dan tinggi, sebagai kompensasi awal mekanisme yang memberikan
dukungan inotropik dan memelihara curah jantung. Aktivasi simpatik kronis
9
bagaimanapun memiliki efek merusak, meyebabkan kerusakan lebih lanjut pada
fungsi jantung.
Systolic vs dyastolic disfunction
Disfungsi sistolik dan diastolik adalah suatu keadaan untuk mendeskripsikan
apakah kelainan utama dari miokardium adalah ketidakmampuan dari ventrikel untuk
berkontraksi dan mengeluarkan darah atau untuk mengisi darah dengan normal.
Disfungsi sistolik adalah hasil dari berkurangnya sarkomer dimana ini merupakan
akibat dari pengurangan kontraksi secara keseluruhan maupun sebagian atau akibat
peningkatan impedansi ke ejeksi ventrikel kiri. Peningkatan di preload dapat
menyebabkan short-term kompensasi untuk mengurangi kontraktilitas yang akan
meningkatkan impedansi. Meskipun begitu, kompensasi jangka panjang biasanya
memicu hipertrofi dari miokardium, yang merupakan hasil dari penempatan sarkomer
baru yang akan meningkatkan ukuran dari miosit. Remodeling juga memicu
pengurangan dari pemendekan rantai sarkomer. Semua faktor ini menyebabkan
pemendekan serat dan juga memicu berkurangnya fraksi ejeksi dari ventrikel kiri.
Karenanya, end sistolik volume akan meningkat.
F. Penegakan diagnosis
10
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG atau foto
thorax, ekokardiografi doppler dan kateterisasi. Kriteria framingham dapat pula
dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria mayor
a. Paroksismal nokturnal dispnoea
b. Distensi vena jugularis
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnoea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardi (>120 kali/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
G. Penatalaksanaan
11
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupaka ujung tombak pengobatan
gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor
atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik
sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah
diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (atrial fibrilasi atau SVT
lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.
Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi apabila fungsi ginjal menurun (ureum
creatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3.5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien
dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian obat jenis ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain Natriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac
Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-
Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun non iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan
untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
BAB III
12
PEMBAHASAN
Decompensatio cordis atau gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala) yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Umumnya gejala dari gagal jantung
berupa sesak napas yang spesifik pada saat istirahat atau beraktivitas dan atau rasa lemah,
tidak bertenaga. Serta tanda-tanda dari gagal jantung berupa retensi air seperti kongesti paru,
edema tungkai, dan objektif ditemukan abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung atau
decompensatio cordis karena terdapat 3 kriteria mayor yaitu : distensi vena jugularis, ronki
paru, dan kardiomegali. Kriteria minor didapatkan edema ekstremitas, dispnea d’effort, dan
hepatomegali. Dari hasil lab tidak didapatkan kelainan.
Dari EKG tampak irama sinus aritmia. Frekuensi tidak dapat ditetapkan karena pada
aritmia seharusnya lead II diperpanjang. Axis menunjukkan ekstrim right axis deviation
karena pada lead I didapatkan kompleks QRS yang negatif dan pada AVF juga didapatkan
kompleks QRS yang negatif. Terdapat gambaran hipertrofi ventrikel kanan karena terdapat
defiasi aksis ke kanan, aksis listrik kompleks QRS yang biasanya terletak diantara 0º dan
+90º, kini menyimpang menjadi di antara +90º dan +180º. Hal ini menggambarkan dominasi
listrik baru yang dipegang oleh ventrikel kanan yang biasanya kalah secara elektrik.
Kemudian pada V1 didapatkan rasio R/S terbalik >1 dan rasio R/S terbalik di V6 <1.
Terdapat Q patologis pada lead II, AVF, V2, V3, V4, dan V5.
Pada foto thorax tampak gambaran kardiomegali. Untuk menentukan kardiomegali
menggunakan teknik perhitungan CTR (Cardio Thorax Ratio) dengan rumus CTR = A+B/C
dimana :
A. Jarak mediastinum dengan dinding kanan jantung terjauh
B. Jarak mediastinum dengan dinding kiri jantung terjauh
C. Jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri
Jika CTR > 0,5 maka dapat dikatakan sebagai kardiomegali. Pada pasien ini didapatkan
A 6cm, B 13cm, dan C 30 cm. Sehingga didapatkan hasil CRT 0,63 dimana CRT>0,5
sehingga pada pasien ini terdapat kardiomegali.
Pasien mendapatkan terapi infus RL + aminophilin drip 2 ampul 20tpm, O2 3
liter/menit, injeksi ranitidin 2x1 ampul, ISDN 3x5 mg, Digoxin 2x1, Furosemid 2x1, injensi
ondansetron 3x1, KSR 1x1, Aptor 1x1, Ulsafat syrup 3x1 cth, dan levofloxacin 1x500mg.
Infus RL dan aminophilin
13
Aminophilin merupakan golongan xantin yang termasuk dalam golongan metilxantin.
Aminophilin bekerja sebagai antispasmodic. Aminophilin di dalam lambung akan
terhidrolisa menjadi teofilin, efek bronchodilator diperlihatkan dengan merelaksasikan
otot bronchus. Pada pasien ini aminophilin digunakan sebagai obat yang dapat
memperingan sesak napas.
Injeksi ranitidin
Ranitidin ialah suatu histamin antagonis reseptor H-2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Pada pasien ini mengeluh perut sebah dan mual sehingga diberikan ranitidin.
ISDN
Isosorbid dinitrate yaitu suatu obat golongan nitrat yang digunakan secara
farmakologis sebagai vasodilator, khususnya pada kondisi angina pectoris dan CHF
(Chronic Heart Failure) yakni ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Digoxin
Digoxin merupakan golongan digitalis yang memiliki efek kardiovaskular langsung
dan tidak langsung. Digoxin pada tingkat molekular menghambat Na+/K+ ATPase.
Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoxin terhadap aktivitas saraf otonom dan
sensitivitas jantung terhadap neurotransmitter. Digoxin terutama digunakan untuk
meningkatkan kemampuan kontraksi jantung dalam keadaan gagal jantung.
Furosemid
Merupakan golongan diuretik kuat yang efektif terhadap pengobatan edema akibat
gangguan jantung, hati, atau ginjal serta hipertensi. Diuretik adalah satu-satunya agen
farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada penyakit jantung dan
sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien
dengan gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema).
Ondansetron
Suatu antagonis 5-HT3, telah disetujui untuk mencegah mual dan muntah yang terjadi
akibat kemoterapi kanker. Dosis efektif 0,1 dan 0,2 mg/kg intravena. Obat ini juga
digunakan untuk mual dan muntah sesudah operasi, ansietas, dan psikogenik lain.
KSR
14
Potassium adalah kation utama dari cairan intraseluler dan menginduksi impuls syaraf
di jantung, otak, otot rangka, otot halus, memelihara fungsi normal ginjal,
keseimbangan asam basa, metabolisme karbohidrat, dan sekresi gastrointestinal.
Potassium chloride merupakan terapi yang efektif untuk mencegah dan mengobati
hipokalemi.
Aptor
Kandungan asam asetil salisilat atau nama lain dari aspirin, sangat efektif dalam
meredakan nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Aspirin menghilangkan
nyeri dari berbagai penyebab seperti yang berasal dari otot, pembuluh darah, gigi,
keadaan pasca persalinan, artritis, dan bursitis. Aspirin bekerja secara perifer melalui
efeknya terhadap peradangan, tetapi mungkin juga menekan rangsang nyeri di tingkat
subkorteks. Dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan angina.
Ulsafat syrup
Ulsafat termasuk dalam golongan sukralfat atau alumunium sukrosa sulfat, adalah
disakarida sulfat yang dikembangkan untuk digunakan dalam penyakit ulkus
peptikum.
Levofloxacin
Levofloxacin adalah suatu antibakterial golongan kuinolon generasi ketiga yang
merupakan isomer S dari ofloxacin. Levofoxcin digunakan untuk mencegah efek
samping ineksi nosokomial pada pasien.
Gagal jantung adalah gangguan multisistem yang ditandai dengan kelainan jantung,
otot rangka, dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatik dan kompleks pola perubahan
neurohormonal. Disfungsi sistolik dan diastolik adalah suatu keadaan untuk mendeskripsikan
apakah kelainan utama dari miokardium adalah ketidakmampuan dari ventrikel untuk
berkontraksi dan mengeluarkan darah atau untuk mengisi darah dengan normal. Disfungsi
sistolik adalah hasil dari berkurangnya sarkomer dimana ini merupakan akibat dari
pengurangan kontraksi secara keseluruhan maupun sebagian atau akibat peningkatan
impedansi ke ejeksi ventrikel kiri. Peningkatan di preload dapat menyebabkan short-term
kompensasi untuk mengurangi kontraktilitas yang akan meningkatkan impedansi. Meskipun
begitu, kompensasi jangka panjang biasanya memicu hipertrofi dari miokardium, yang
merupakan hasil dari penempatan sarkomer baru yang akan meningkatkan ukuran dari miosit.
Remodeling juga memicu pengurangan dari pemendekan rantai sarkomer. Semua faktor ini
menyebabkan pemendekan serat dan juga memicu berkurangnya fraksi ejeksi dari ventrikel
kiri. Karenanya, end sistolik volume akan meningkat.
15
Pada pasien ini dalam kriteria New York Heart Association termasuk dalam gagal
jantung derajat 4 karena sudah tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa adanya rasa tidak
nyaman. Gejala sudah mulai dirasakan pada saat istirahat, dan apabila melakukan kegiatan
fisik maka rasa tidak nyaman semakin bertambah.
BAB IV
16
KESIMPULAN
Kesimpulan pada kasus ini adalah :
1. Berdasarkan gejala klinis, pasien ini sesuai dengan gejala pada gagal jantung yaitu
terdapat 3 kriteria mayor distensi vena jugularis, ronki paru, dan kardiomegali. Serta
terdapat 3 kriteria minor yaitu : edema ekstremitas, dispnea d’effort, dan hepatomegali.
2. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya right ventricular hypertrophy.
3. Pada pasien ini berdasarkan kriteria New York Heart Association termasuk dalam gagal
jantung stage 4.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
17
Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC:287-305.
Fauci. 2008. Harrison’s Principle of internal Medicine. 17th Edition. McGraw Hill Company:
USA.
Katzung. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. 11th Edition. MmcGraw Hill Company:
China.
Panggabean. 2009. Gagal Jantung. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Intern
Publishing: Jakarta.
Price, Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Dalam :
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC. Jakarta. 582 – 593.
18
top related