praktikum koefisien distribusi
Post on 11-Jun-2015
12.361 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB V
KOEFISIEN DISTRIBUSI
5.1. Tujuan Percobaan
1. Menentukan koefisien distribusi.
2. Menetukan pengaruh suhu terhadap besarnya koefisien distribusi.
5.2. Tinjaun Pustaka
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih.
Jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau
antara padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan
persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen
dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
(Tony Bird, “Kimia Fisik untuk Universitas”, hal. 169)
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase.
Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia.
Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara :
a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini
digunakan untuk kesetimbangan kimia yang berisi gas
b. Dengan hukum distribusi nerst, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2
pelarut.
c. Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum.
(Soekarjo, “Kimia Fisika”, hal. 234 )
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan :
1. Pengaruh perubahan konsentrasi
Perhatikan sistem keseimbangan sebagai berikut:
2SO2+ O2 2 SO3
Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan
akan bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
2. Pengaruh tekanan
Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu
mengarah pada pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, maka
volume akan berkurang sehingga akan mengurangi efek kenaikkan
tekanan.
3. Pengaruh perubahan suhu
Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu
dinaikkan, maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, kearah reaksi
yang endotermik sehingga pengaruh kenaikkan suhu dikurangi.
(Tony Bird, “Kimia Fisik untuk Universitas”, hal. 169)
Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan
pembagian suatu spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat
bercampur. Misalkan dua larutan tak tercampur seperti air dan karbon
tetraklorida dimasukkan kedalam bejana. Larutan-larutan ini terpisah
menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah, dalam hal
ini air berada dibagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum
distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi.
(Oxtoby, Gillis, “Prinsip-prinsip kimia modern edisi 4 jilid 1”, hal : 339-340)
Persamaan hukum distribusi :
GA = GAo + RT ln aA
GB = GBo + RT ln aB
Dalam kesetimbangan maka,
GA = GB
GAo + RT ln aA = GB
o + RT ln aB
Dimana :
GA dan GB = Tenaga bebas zat terlarut dalam pelarut A dan B
GAo dan GB
o = Tenaga bebas Gibbs A dan B
R = Konstanta
T = suhu
aA dan aB = konsentrasi A dan B
Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi (a) dapat
diganti C, hingga :
Dimana : K = koefisien distribusi
CA = konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik
CB = konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik
(Sukardjo,”Kimia Fisika”, hal. 242)
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut
dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna
satu sama lain.
(S. K. Dogra & S. Dogra, “Kimia Fisika dan Soal-soal”, hal : 604)
faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka
akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada
perhitungan nilai k.
3. Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau
higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat
tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
(anonymous, http://www.chemicamp.blogspot.com)
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K
tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum
diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi,
hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan
penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai
untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-
pelarut organik yang tidak bercampur seperti eter, CHCl3, CCl4, dan benzene.
Dalam industri ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang
tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng dan
sebagainya.
(Sukardjo,”Kimia Fisika”, hal : 242-245)
Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solut akan
mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,
sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu
tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa
pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam
kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi,
dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang
menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap
fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
(www. FMIPA Universitas Negeri Malang\MIPA\ Distribusi nerst 1998a.mht, 5/27/09,09.35 )
Contoh dalam penggunaan koefisien distribusi dalam teknik kimia yaitu
pada aplikasi sel elektrik (sel daniel). Dimana dapat dilihat pada gambar
berikut:
Pada sel elektrik seperti gambar diatas elektron akan mengalir dari anoda
tembaga ke katoda seng. Hal ini akan menimbulkan perbedaan potensial
antara kedua elektroda. Perbedaan potensial akan mencapai maksimum ini
dinamakan GGL sel atau Ese. Nilai Esel bergantung pada berbagai faktor. Bila
konsentrasi larutan seng dan tembaga adalah 1.0 M dan suhu system 298oK
(25oC), Esel berada dalam keadaan standart dan diberi simbol Eosel.
Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel dalah konsentrasi. Persamaan
yang menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan nernst.
Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Esel = Eosel -
adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
F = konsentrasi faraday
n = jumlah elektron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks.
(Bird Tony,1987, Penuntun Praktikum Kimia Fisik untuk Universitas, Hal: 67-68)
5.3. Alat dan Bahan
Gb.V.2.1. sel elektrik (sel Daniel)
A. Alat-alat yang digunakan :
- batang pengaduk
- beakerglass
- botol aquadest
- buret
- corong kaca
- corong pemisah
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- gelas ukur
- karet penghisap
- labu ukur
- pipet tetes
- pipet volume
- statif dan klem
- termometer
- waterbath
B. Bahan-bahan yang digunakan
- aquadest (H2O)
- asamasetat (CH3COOH)
- asamoksalat (H2C2O4.2H2O)
- indikator phenolphthalein (C20H14O4)
- kloroform (CHCl3)
- natriumhidroksida (NaOH)
5.4. Prosedur Percobaan
A. Menentukan koefisien distribusi.
- Membuat 500 mL NaOH 0,2 N dan menstandardisasinya dengan
asamoksalat.
- Menyediakan 5 buah Erlenmeyer dan masing-masing diisi dengan
asamasetat 1 N sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 mL.
- Memasukkan aquadest ke dalam Erlenmeyer tersebut sebanyak 10, 8, 6,
4, dan 2 mL.
- Menambahkan ke dalam Erlenmeyer, masing-masing 10 mL kloroform
dan mengocoknya selama 3 menit.
- Memasukkan larutan tersebut ke dalam corong pemisah, membiarkannya
hingga membentuk 2 lapisan kemudian memisahkannya.
- Masing-masing lapisan diukur volumenya, kemudian menitrasinya
dengan NaOH yang telah distandardisasi.
B. Pengaruh suhu terhadap koefisien distribusi.
- Membuat 500 mL NaOH 0,2 N dan menstandardisasinya dengan
asamoksalat.
- Menyediakan 5 buah Erlenmeyer dan masing-masing diisi dengan
asamasetat 1 N sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 mL.Memasukkan aquadest ke
dalam Erlenmeyer tersebut sebanyak 10, 8, 6, 4, dan 2 mL.
- Menambahkan ke dalam Erlenmeyer, masing-masing 10 mL kloroform
dan mengocoknya selama 3 menit.
- Memanaskan campuran tersebut dalam waterbath sampai 35C.
- Memisahkan campuran tersebut dengan menggunakan corong pemisah.
- Mengeluarkan masing-masing lapisan dan mengukur volumenya,
menitrasinya dengan NaOH yang telah distandardisasi dengan
menggunakan indikator pp.
5.5. Data Pengamatan
A. Standardisasi NaOH dengan asamoksalat
Tabel 5.5.1. Data standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat
No Volume Asam oksalat
(mL)
Volume NaOH
(mL)
1.
2.
3.
10
10
10
13,1
11,3
11,1
B. Penentuan volume titrasi antara CH3COOH dalam H2O dan
CH3COOH dalam CHCl3
Tabel 5.5.2 Data volume titrasi antara CH3COOH dalam H2O dan
CH3COOH dalam CHCl3 tanpa perubahan temperatur
(25°C)
Vol.
Air
(mL)
Volume
CH3COOH
(mL)
Volume
CHCl3
(mL)
Lapisan atas
(CH3COOH dan H2O)
Lapisan bawah
(CH3COOH dan CHCl3)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
10
8
6
4
2
2
4
6
8
10
10
10
10
10
10
13,5
12,5
12,3
12
11,6
62,3
69,8
74,2
78,3
86,1
8,5
9,5
9,7
10
10,4
1,3
1,8
2,5
3,4
5,1
Tabel 5.5.3 Data volume titrasi antara CH3COOH dalam H2O dan
CH3COOH dalam CHCl3 dengan perubahan temperatur
(35°C)
Vol.
Air
(mL)
Volume
CH3COOH
(mL)
Vol.
CHCl3
(mL)
Lapisan atas
(CH3COOH dan H2O)
Lapisan bawah
(CH3COOH dan CHCl3)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
10
8
6
4
2
2
4
6
8
10
10
10
10
10
10
12,5
12,5
14,5
14
13,5
10,6
18,4
30,6
36,5
39,5
9
9
9
8,5
9
0,6
1,05
1,65
1,7
2,9
5.6. Hasil Perhitungan
A. Membuat larutan NaOH 0,2 N sebanyak 500 mL
0, 2 N =
W = 4 gram
Jadi, untuk membuat larutan NaOH 0,17 N sebanyak 500 mL adalah
dengan menimbang 4 gram NaOH, kemudian melarutkannya dengan
aquadest hingga volumenya 500 mL dalam labu ukur.
B. Membuat larutan asamoksalat 0,2 N sebanyak 50 mL
N =
0,2 N =
W = 0,63 gram
Jadi untuk membuat larutan asamoksalat 0,2 N sebanyak 50 mL dengan
menimbang 0,63 gram asamoksalat, kemudian melarutkannya dengan
aquadest hingga volumenya 50 mL dalam labu ukur.
C. Membuat larutan asamasetat 1 N sebanyak 250 mL
dimana :
= 1,049 gr/mL
V2CH3COOH = 250 mL
N2CH3COOH = 1 N
BECH3COOH = 60 gr/mol
Konsentrasi = 99,9 %
N =
=
=
N =
V1 N1 = V2 N2
V1 17,4658 = 250 1
V1 = 14,2891 mL
Jadi, untuk membuat larutan asamasetat 1 N sebanyak 250 mL dengan
cara memipet 14,2891 mL asamasetat kemudian melarutkannya dengan
aquadest hingga volumenya 250 mL dalam labu ukur.
D. Standardisasi NaOH dengan asamoksalat
Vtitrasi rata-rata =
Menentukan konsentrasi larutan NaOH
(V . N)NaOH = (V . N)H2C2O4
11,83 mL x NNaOH = 10 x 0,2
NNaOH = 0,1691 N
Jadi normalitas NaOH hasil standardisasi adalah 0,1691 N
E. Menentukan normalitas larutan CH3COOH
V1 x N1 = V2 x N2
dimana :
V1 = volume lapisan atas
V2 = volume titrasi lapisan atas
N1 = normalitas lapisan atas
N2 = normalitas NaOH
V1 x N1 = V2 x N2
13,5 x N1 = 62,3 x 0,1691
N1 = 0,7804 N
Dengan cara yang sama diperoleh normalitas untuk lapisan atas dan
lapisan bawah baik dengan perubahan suhu (25oC) maupun dengan
perubahan suhu (35oC) pada tabel berikut :
Tabel 5.6.1. Data rata-rata normalitas antara CH3COOH dalam H2O dan
CH3COOH dalam CHCl3 tampa pemanas ( 25oC)
Lapisan atas
(CH3COOH dan H2O)
Lapisan bawah
(CH3COOH dan CHCl3)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Normalitas
(N)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Normalitas
(N)
13,5
12,5
12,3
12
11,6
62,3
69,8
74,2
78,3
86,1
0,7804
0,9442
1,0201
1,1034
1,2551
8,5
9,5
9,7
10
10,4
1,3
1,8
2,5
3,4
5,1
0,0259
0,0320
0,0436
0,0575
0,0829
Tabel 5.6.2. Data rata-rata normalitas antara CH3COOH dalam H2O dan
CH3COOH dalam CHCl3 dengan perubahan suhu ( 35oC)
Lapisan atas
(CH3COOH dan H2O)
Lapisan bawah
(CH3COOH dan CHCl3)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Normalitas
(N)
Vlapisan
(mL)
Vtitrasi
(mL)
Normalitas
(N)
12,5
12,5
14,5
14
13,5
10,6
18,4
30,6
36,5
39,5
0,1434
0,2489
0,3569
0,4409
0,4948
9
9
9
8,5
9
0,6
1,05
1,65
1,7
2,9
0,0113
0,0197
0,0310
0,0338
0,0545
F. Menentukan harga koefisien distribusi
K =
= 0,0332
Dengan cara yang sama diperoleh harga K untuk CH3COOH dalam CHCl3
dan CH3COOH dalam H2O dengan pemanasan ataupun tanpa perubahan
suhu (25oC) maupun dengan perubahan suhu (35oC) pada tabel 5.6.3 dan
5.6.4
Tabel 5.6.3. Harga K rata-rata antara lapisan organik dan lapisan
anorganik tanpa pemanasan 25oC
Lapisan Organik Lapisan anorganik K
0,0259
0,0320
0,0436
0,0575
0,0829
0,7804
0,9442
1,0201
1,1034
1,2551
0,0332
0,0339
0,0427
0,0521
0,0660
Tabel 5.6.4. Harga K rata-rata antara lapisan organik dan lapisan
anorganik tanpa pemanasan 35oC
Lapisan Organik Lapisan anorganik K
0,0113
0,0197
0,0310
0,0338
0,0545
0,1434
0,2489
0,3569
0,4409
0,4948
0,0788
0,0791
0,0869
0,0767
0,1101
5.7. Grafik
00.010.020.030.040.050.060.070.080.09
0 0.5 1 1.5
N Lapisan Organik
Koe
fisi
en D
istr
ibu
si
Suhu 25 C
Suhu 35 C
Grafik 5.7.1. Hubungan antara lapisan organik dengan lapisan anorganik
pada suhu 25 oC.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0 0.2 0.4 0.6
N Lapisan Organik
Koe
fisi
en D
istr
ibu
si
Suhu 35 C
Suhu 25 C
Grafik 5.7.2. Hubungan antara lapisan organik dengan lapisan anorganik
pada suhu 35 oC.
5.8. Pembahasan
Dalam buku Perry’s Chemical Hand book edisi 5 pada tabel 15.5 diperoleh
harga K pada suhu 25 oC adalah 0,0865 sedangkan pada percobaan didapatkan
harga K sebesar 0,0456. Harga K percobaan yang kami peroleh lebih kecil
dibanding dengan harga K secara teori, hal ini disebabkan karena kurangnya
ketelitian dalam menimbang zat yang yang akan dianalisis, memipet volume
larutan yang diambil dalam analisa tersebut, volume titran yang banyak keluar
pada saat titrasi berlangsung serta penyimpanan zat yang mudah menguap karena
tutup yang kurang rapat.
Dalam buku Perry’s Chemical Hand book edisi 5 pada tabel 15.5 diperoleh
harga K pada suhu 35 oC adalah 0,1088 sedangkan pada percobaan harga K yang
kami peroleh sebesar 0,0863. Untuk harga Krata-rata pada suhu 35 oC ini belum
sesuai dengan teori. Harga K percobaan yang kami peroleh lebih kecil dibanding
dengan harga K secara teori, penyimpangan ini disebabkan karena kurangnya
ketelitian dalam menimbang zat yang yang akan dianalisis, memipet volume
larutan yang diambil dalam analisa tersebut, volume titran yang banyak keluar
pada saat titrasi berlangsung serta penyimpanan zat yang mudah menguap karena
tutup yang kurang rapat.
Pada grafik 5.7.1. diperoleh harga K tanpa pemanasan (25 oC) lebih kecil
daripada harga K dengan pemanasan (35 oC). Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa semakin tinggi temperatur, maka harga koefisien distribusi
yang di dapat semakin besar.
5.9. Kesimpulan
1. Harga Krata-rata dari hasil percobaan pada suhu 25 oC adalah 0,0456 dan
pada suhu 35 oC adalah 0,0863.
2. Semakin tinggi suhu maka koefisien distribusinya semakin besar.
top related