bahan koefisien partisi

36
Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob. Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembuatan obat. Khusunya untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan harus tepat sasaran dan dengan mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara obat masuk ke dalam liposom. Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampurkan dua zat yang tidak larut apabila di campurkan yaitu minyak dan air serta penambahan zat yang akan di uji koefisien partisinya yaitu asam borat dan asam benzoat Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak

Upload: puty-prianovira

Post on 05-Jan-2016

141 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kimfis

TRANSCRIPT

Page 1: bahan koefisien partisi

                 Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula

dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk

zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam

pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur

yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut

                 Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat

melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembuatan obat. Khusunya

untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan harus tepat sasaran dan dengan

mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara obat masuk ke dalam liposom. Obat

supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak

hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau

topikal, koefisien partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampurkan

dua zat yang tidak larut apabila di campurkan yaitu minyak dan air serta penambahan zat

yang akan di uji koefisien partisinya yaitu asam borat dan asam benzoat

       Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua

fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut

dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. (Anonim, 2013)

                   Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat

kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut

baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak

sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu

ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999  ).

                   Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat

terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi

dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di

tempat lain pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada

distribusi dalam bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui

penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja

yang terarah (Ernest, 1999).

Page 2: bahan koefisien partisi

                   Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik

dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro

molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air

dari obat (Martin, 1999)

                   Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut

sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka

koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh

dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi

sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses

difusi zat aktif (Ansel, 1989)

                   Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari kemampuannya untuk

melewati membran sel adalah koefisien partisi minyak/air dalam sistem-sistem seperti

oktanol/air dan kloroform/air. Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang

tidak terion antar fase organik dan fase air pada kesetimbangan. (Lachman,L.,1986)

                 Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konsentrasi

absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990)

                 Koefisien partisi dari obat juga tergantung pada polaritas dan ukuran dari

molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi, mempunyai

kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit terpenetrasi. Ionisasi bukan saja

mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar tetapi juga menghalangi perlintasan

melewati membran yang bermuatan  Umumnya koefisien partisi lemak / air dari suatu

molekul merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi

pasif (Gandjar, 2007).

                   Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air.

Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara

dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua

pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan

pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu

25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan

pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai

tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan

merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :

Page 3: bahan koefisien partisi

1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap

kenaikan suhu 10oC.

2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi

makin kecil.

3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi

ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan

ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju

distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka

laju distribusinya negatif.

4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis negatif).

Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas denganss mengubah mekanisme reaksi

sehingga kecepatan bertambah.

5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan

penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung

konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.

6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang

diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi

yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul (Cammarata,

1995).

                 Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air

dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis dna juga

merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung

gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen itu koefisien partisi obat-obat ini

pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami

ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih

mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu (Gholib, ibnu, 2007)

                 Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut

dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan

tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam

lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut.

Dengan demikian pengaruh pH sangat besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat

asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).

Page 4: bahan koefisien partisi

2    Pembahasan

       Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa

antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia

antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur

molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat

dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien

partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan :

            K = 

Dimana K adalah koefisien partisi, C1 adalah kadar zat dalam pelarut 1 dan C2 adalah kadar

zat dalm pelarut 2.

Pada percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat

sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan dengan

aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut,  masukkan larutan

tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak kelapa. Setelah itu, dikocok

selama 5 menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua

cairan memisah satu sama lain. Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari

minyak dengan menampung air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein

sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N

sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda, kemudian diambil 25 ml

larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi prosedur kerja

menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya, dengan menggunakan rumus

:

              = 

            Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan menggunakan

partisi, karena, kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel asam borat dapat

larut dalam minyak dan air . Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar

sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar dan karena pada minyak terdapat

karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki

momen dipol.

            Alasan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkanke dalam minyak kelapa

dan air kemudian  dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian seterlah itu di

lakukan  pengocokan, kareana agar zat dapat mengadakan keseimbangan antara yang larut

dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan

selama 5 menit agar gugus polar dan non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat

Page 5: bahan koefisien partisi

dapat bereaksi dengan air dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya

paling besar.

             Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit, karena

agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa yang dilakukan titrasi

hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi

reaksi saponifikasi (penyabunan).

Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang

dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa

akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi

dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda.

          Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi tidak menggunakan minyak

kelapa dan corong pisah, tetapi hanya menggunakan air yang diberikan

indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hal yang di lakukan Pertama-

tama adalah timbang asam borat sebanyak 100 mg, masukkan kedalam erlenmeyer, larutkan

dengan aquadest  hingga 100 ml, ambil 25 ml dari larutan tersebut , masukkan kedalam

erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein  3 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N

sampai warnalarutan berubah dari bening menjadi merah muda.ambil larutan yang telah

dicukupkan dengan aquadest sebanyak 25 ml, lakukan pengerjaan dengan menggunakan

asam benzoate, kemudian hitung koefisien tanpa partisinya, dengan menggunakan rumus:

            = 

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut, volume titran

asam borat sebelum partisi 0,75 dan sesudah partisi 6,5 sedangkan volume titran asam

benzoate yakni, sebelum partisi 2,1 dan sesudah partisi 0,8, konsentrasi(%) asam borat yakni

CA 183,84 dan CB 1593,24 dan konsentrasi(%) dari asam benzoate yakni CA 10,18 dan CB

3,88, koofisien partisi asam borat yakni 7,67 dan asam benzoate  0,62

        Pada percobaan ini terdapat kesalahan dalam penentuan koefisien partisi dari asam borat

dimana hasilnya yakni 7,67 yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan K

dar asam borat harus kurang dari 1. Hal ini mungkin disebabkan karena

Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.

    Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi.

    Kesalahan dalam menitrasi.

    Sampel yang tidak larut sempurna.

BAB V

Page 6: bahan koefisien partisi

PENUTUP

1     Kesimpulan

Dari percobaan dapat disimpulkan

   Koefisien partisi dari asam borat yakni 7,67 hal ini tidak sesuai dengan literature yang

menyatakan koefisien partisi harusnya K<1, hal ini dikarenakan beberapa faktor kesalahan

yakni, Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut, Larutan dalan corong pisah

belum berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi, Kesalahan dalam menitrasi,

Sampel yang tidak larut sempurna.

  Koefisien partisi dari asam benzoate yakni 0,62

2     Saran

                        Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil yang

diperoleh sesuai yang diharapkan.  

Laporan Resmi Kimia Fisika (Koefisien Partisi)

KOEFISIEN PARTISI

(Partition Coefficient)

A.    Tujuan percobaan

Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah

dalam campuran pelarut kloroform air.

B.     Dasar Teori

Koefisien partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase

lipoid dan fase air setelah mencapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat-obat

dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbsi, ekstraksi, dan

kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi. Kecepatan absorbsi obat sangat

dipengaruhi oleh koefisien partisinya. Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang

sebagian besar terdiri dari lipida akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Obat-obat yang

mudah larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air

yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan memiliki koefisien

partisi yang kecil.

Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat-obat

tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan

tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan (unionized) lebih mudah larut

dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak

Page 7: bahan koefisien partisi

larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorbsi obat-obat yang bersifat

asam lemah atau basa lemah sangat besar. Untuk menghitung fraksi obat-obat yang tidak

terionkan dapat digunakan persamaan Henderson – Hasselbach, yaitu :

a.      Untuk asam lemah :

b.      Untuk basa lemah :

Ada dua macam koefisien partisi.

1.      Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition Coefficient)

2.      Koefisien partisi semu atau APC (Apparent Partition Coefficient)

Koefisien partisi atau TPC (True Partition Coefficient)

Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat kondisi sebagai berikut :

a.      Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama lain.

b.      Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau disosiasi.

c.       Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).

d.     Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.

Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku persamaan :

Dengan : C1 = kadar obat dalam fase lipoid.

                 C2 = kadar obat dalam ase air.

Koefisien partisi semu atau APC (Apparent Partition Coefficient)

Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya adalah koefisien partisi semu.

Dalam biofarmasetika dan pada berbagai tujuan yang lain, umumnya memiliki kondisi non

ideal dan tidak disertai koreksinya, sehingga hasilnya adalah koefisien partisi semu. Biasanya

sebagai fase lipoid adalah oktanol, kloroform, sikloheksan, isopropil miristat, dan lain-lain.

Fase air yang biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini berlaku persamaan :

Dengan :

C20       = Kadar obat salam fase air mula-mula.

C2’       = Kadar obat dalam fase air setelah mencapai kesetimbangan.

a          = Volume fase air.

b          = Volume fase lipoid.

                                                                                                (Anonim, 2012)

Page 8: bahan koefisien partisi

Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi

akan bermanfaat dalam hubungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Secara

sederhana koefisien partisi suatu senyawa (P) dapat ditentukan dengan :

Dengan : Co = Konsentrasi senyawa pada fase organik.

                 Cw = Konsentrasi senyawa dalam air.

Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organik. Nilai P suatu

senyawa tergantung pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk melakukan

pengukuran. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi

air dan n-oktanol.

                                                                                                (Ghalib, 2007)

Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah

larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibanding dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh

lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam

air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan

air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka

kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan semacam itu dikatakan sebagai tak

dapat campur (karbon disulfida dan air) atau setengah campur (eter dan air), bergantung pada

apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut.

Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian

didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan

terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air. Ternyata bila

banyaknya iod diubah-ubah. 

                                                                                                (Vogel, 1985)

Page 9: bahan koefisien partisi

C.    Alat dan Bahan.

Alat     :

1.      Tabung reaksi

2.      Neraca analitik.

3.      Tabung.

4.      Shaking thermostatic waterbath.

5.      Spektrofotometer UV/Vis.

6.      Pipet volume

7.      Kuvet

8.      Labu ukur 10 mL

9.      Rak tabung reaksi

10.  Pipet

Bahan   :

1.      Aquadest

2.      Dapar Salisilat pH 3, 4 dan 5 (fase air)

3.      Kloroform (fase lipoid)

4.      FeNO3 1%

Page 10: bahan koefisien partisi

D.    Metode kerja.

o   Cara kerja skematis

Percobaan koefisien partisi

Diambil masing-masing larutan dapar Salisilat pH 3, 4, dan 5 sebanyak 5 mL dan

dimasukkan dalam tabung percobaan.

 

Ditambahkan pada larutan tersebut 2 mL kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu 370C dan

diaduk.

Setelah kira-kira dua jam, tentukan kadar salisilat dalam fase cair dan diulangi tiap 30 menit.

Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah

konstan.

Dihitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut.

Dibuat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH.

Penetapan kadar salisilat

1 mL fase air pada percobaan koefisien partisi ditambahkan 2 mL larutan FeCl3 1%

diencerkan dengan Aquadest hingga 10 mL.

Didiamkan larutan selama 6-10 menit

Serapannya dibaca pada panjang gelombang 530 nm.

Page 11: bahan koefisien partisi

Ditentukan kadar salisilat dengan menggunakan kurva baku yang tersedia.

Analisa Cara Kerja

Pada percobaan kali ini kami mempraktikan pengujian koefisien partisi pada larutan

dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4, dan 5 yang di tambahkan NaOH. Hal yang pertama

dilakukan adalah memasukkan 5 mL larutan dapar dengan pH 3, 4, dan 5 masing-masing

kedalam 2 tabung, kemudian ditambahkan kloroform sebanyak 2 mL, kloroform dengan

larutan dapar akan terlihat memisah, dengan lapisan bawah adalah kloroform, dan lapisan

atas adalah larutan dapar. Tutup dengan alumunium foil dan diberi label agar tidak tertukar.

Kemudian di shake pada shaking thermostatic waterbath selama 1 jam.

Setelah 1 jam berikutnya adalah mengambil larutan dapar pada bagian atas tabung

sebanyak 1 mL menggunakan pipet volume yang kemudian dimasukkan kedalam labu takar

10 mL, lalu ditambahkan FeNO3 1% sebanyak 2 mL, ditambahkan aquadest sampai 10 mL,

tutup dengan alumunium foil, diamkan selama 6-10 menit, fungsi dari pendiaman selama 6-

10 menit ini adalah agar obat membentuk kompleks warna dengan larutan FeNO3. Setelah 6-

10 menit, kemudian dibaca absorbansinya di Spektrofotometer UV/vis, hal berikut dilakukan

berulang kali sampai semua tabung yang di isi larutan dapar dan kloroform telah dibaca

absorbansinya.

Tidak ada kendala dalam percobaan yang kami lakukan karena kami mendapatkan

hasil yang memasuki range (0,2-0,8) dan hasilnya sesuaidengan pH yang digunakan,

semakintinggi pH maka semakin tinggi pula absorbansinya. Dapat disimpulkan bahwa

pengerjaan menggunakan spektrofotometer UV/vis harus menggunakan blanko awal yang

sama dan tidak boleh berbeda-beda. Karena dapat mempengaruhi hasil yang didapat. Blanko

yang digunakan adalah campuran dari Aquadest dan FeNO3. Penggunaan gelombang pada

percobaan ini adalah 530 nm. Saat menggunakan kuvet hendaklah memegang pada bagian

kaca yang buram, jangan memegang bagian kaca yang bening karena bila kaca yang bening

kotor atau tidak bersih bias mempengaruhi hasil. Penempatan kuvet pada alat

spektrofotometer UV/vis harus kaca bening di hadapkan pada lubang tempat yang tersedia,

apabila kaca buram yang di hadapkan maka spektrofotometer UV/vis tidak bisa membaca

Absorbansi pada larutan.

Page 12: bahan koefisien partisi

E. HASIL PERCOBAAN

Obat : Asam Salisilat

Kadar awal (C20) : 0,01 M

Volume fase air (a) : 5 mL (larutan dapar)

Volume fase lipoid (b) : 2 mL (kloroform)

λ max : 530 nm

Operating Time : 6 – 10 menit

Blanko : 2 mL FeNO3 1% + Aquadest ad 10 mL

Kurva Baku : Y = 1,02 + 0,014

Sampling pada t = 60

pH Abs fp Kadar (mg%) Kadar Rata-rata

(mg%)

Kadar (M)

3 0,382 10x 3,613,45 2,50 x 10-4

0,350 10x 3,29

4 0,470 10x 3,853,80 2,75 x 10-4

0,395 10x 3,74

5 0,526 10x 5,024,96 3,59 x 10-4

0,514 10x 4,96

Perhitungan

Pada pH = 3

1. y = 1,02x + 0,014

0,382 = 1,02x + 0,014

0,382 – 0,014 = 1,02x

x = 0,361

Kadar (mg%) = X  x  fp

= 0,361 x 10

Page 13: bahan koefisien partisi

= 3,61 mg%

2. y = 1,02x + 0,014

0,350 = 1,02x + 0,014

0,350 – 0,014 = 1,02x

X = 0,319

Kadar (mg%) = X  x  fp

= 0,319 x 10

= 3,19 mg%

Mg% rata-rata =

= 3,45 mg%

Kadar (M) =

=

= 2,50 x 10-4 M

Pada pH = 4

1

.

y = 1,02 x + 0,014

0,407 = 1,02x + 0,014

0,407 – 0,014 = 1,02x

X = 0,385

Kadar (mg%0 = X  x  fp

= 0,385 x 10

= 3,85 mg%

2

.

y = 1,02x + 0,014

0,395 = 1,02x + 0,014

0,395 – 0,014 = 1,02x

X = 0,374

Kadar (mg%) = X  x  fp

= 0,374 x 10

= 3,74 mg%

Mg% rata-rata =

= 3,80 mg%

Page 14: bahan koefisien partisi

Kadar (M) =

=

= 2,75 x 10-4 M

Pada pH = 5

1

.

y = 1,02x + 0,014

0,526 = 1,02x + 0,014

0,526 – 0,014 = 1,02x

x = 0,502

Kadar (mg%) = X  x  fp

= 0,502 x 10

= 5,02 mg%

2

.

y = 1,02x + 0,014

0,514 = 1,02x + 0,014

0,514 – 0,014 = 1,02x

x = 0,490

Kadar (mg%) = X  x  fp

= 0,490 x 10

= 4,90 mg%

Mg% rata-rata =

= 4,96 mg%

Kadar (M) =

=

= 3,59 x 10-4  M

Perhitungan APC (apparent partition coefficient)

Pada pH = 3

APC =

=

= 19,75

Pada pH = 4

Page 15: bahan koefisien partisi

APC =

=

= 15,68

Pada pH = 5

APC =

=

= 11,43

Grafik hubungan antara APC dengan pH

F. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi

obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air. Pengertian koefisien

partisi lipida air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air

setelah tercapai kesetimbangan. Dalam bidang farmasi, peranan koefisien partisi obat-obat

juga sangat  penting. Toeri-teori tenteng absorbsi, ekstraksi, dan kromatografi juga banyak

terkait dengan teori koefisien partisi.

                                                                                                (Anonim, 2012)

Pada percobaan ini digunakan fase air berupa larutan dapar asam salisilat, dan yang

berfungsi sebagai fase lipoidnya adalah kloroform. Koefisien partisi sangat mempengaruhi

kecepatan absorbsi obat. Hal ini disebabkan karena kemampuan dinding usus yang sebagian

besar terdiri dari lipid akan sangat sukar dilakukan absorbsi. Semakin besar koefisien suatu

obat, maka semakin cepat pula obat tersebut terabsorbsi, atau dapat pula dikatakan jika obat

mudah larut dalam lipid berarti koefisien partisi lipid-airnya besar.

Untuk obat-obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, jika dilarutkan dalam air

maka sebagian akan terionisasi. Banyaknya fraksi obat yang  terion tergantung pada pH

larutannya. Untuk obat asam lemah apabila pH makin besar, maka fase yang terionisasi juga

makin banyak. Pada pH yang tinggi, obat akan mengalami peristiwa penggaraman dimana

Page 16: bahan koefisien partisi

garam tersebut oleh air akan terurai menjadi bentuk-bentuk ionnya. Hal tersebut dapat terjadi

pada asam salisilat, karena asam salisilat termasuk asam lemah. Maka jika pH semakin tinggi,

asam salisilat akan terionkan, dan dalam fase lipoid akan tidak larut, tetapi pada fase air akan

larut (menunjukkan bahwa pada pH yang tinggi, kadar asam salisilat dalam air tinggi dan

dalam fase lipoid rendah).

Rumus asam salisilat

                BM asam salisilat = 138,12

Dalam praktikum ini digunakan larutan dapar asam salisilat dengan pH yang berbeda-

beda yaitu 3,4 dan 5, masing-masing tabung sebanyak 5,0 ml dan dimasukkan ke dalan 6

tabung, tiap pH dimasukkan dalam 2 tabung. Digunakan larutan dapar bertujuan agar dapat

mempertahankan harga pH larutan. Sedangkan pH yang digunakan dalam percobaan

berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui absorbsi obat dalam usus dan lambung, dimana

umumnya pH pada lambung adalah asam, dan pH dalam usus adalah basa, yang menjadi

ukuran pertama gerakan peristaltik usus sehingga terjadi absorbsi yang besar dengan

bertambah luasnya permukaan usus.

Selanjutnya, pada tiap tabung yang sudah terisi larutan dapar, ditambahkan 2,0 ml

kloroform. Lalu akan terjadi dua lapisan atau dua fase zat cair yang tidak bercampur. Lapisan

kloroform berada dibagian bawah, karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan

berat jenis air pada larutan dapar.

Selain itu karena adanya perbedaan sifat dari kedua fase tersebut dimana kloroform 

bersifat non polar sedangkan dapar salisilat bersifat polar sesuai teori “like dissolve like”

yaitu larutan yang bersifat sama akan saling bercampur atau saling melarutkan.

Selanjutnya keenam tabung tersebut dishaking selama 60 menit pada suhu 37 C⁰

menggunakan alat shaking waterbath. Tujuan dilakukannya shaking adalah agar larutan

menjadi setimbang, dimana dalam suatu reaksi kimia kecepatan reaksi ke kanan sama dengan

kecepatan reaksi ke kiri. Dapat dikatakan pula jika pada temperatur, tekanan dan konsentrasi

tertentu maka reaksi tersebut energinya sama antara produk dan reaktan, sehingga hubungan

konsentrasi dan hasil reaksi tetap. Sedangkan suhu yang digunakan 37 C adalah untuk⁰

menyesuaikan keadaan agar sesuai dengan suhu tubuh, karena setelah obat diminum akan

mengalami fase farmasetik, farmakokinetik (ADME) dan fase farmakodinamik. Penggunaan

kloroform sebagai fase lipoid karena kloroform memiliki sifat yang mirip dengan lipid yang

ada dalam tubuh.

Page 17: bahan koefisien partisi

Setelah 60 menit, semua tabung reaksi diambil. Selanjutnya dilakukan pembacaan

absorbansi menggunakan spektrofotometer. Absorbansi dilakukan terhadap fase air, dengan

cara mengambil 2,0 ml fase air dan ditambahkan dengan 1,0 ml FeNO3 1%, kemudian

ditambah aquadest ad 10,0 ml lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer visibel

pada λ 530 nm dengan OT 6-10 menit. Setelah dibaca absorbansinya kemudian dihitung

kadar asam salisilat dengan kurva baku y=1,02x+0,014, x dalam mg%.

Untuk pembacaan absorbansinya hanya menggunakan fase airnya saja, karena fase air

dalam tabung merupakan campuran dari obat salisilat dengan ionnya dan untuk

mempermudah pengambilan cairan. Tujuan penambahan FNOl3 1% adalah untuk membentuk

kompleks warna agar dapat dilakukan pembacaan absorbansi pada spektrofotometer visibel.

Sebelum dibaca absorbansinya terlebih dahulu didiamkan selama 6-10 menit sebagai

operating time, tujuannya agar asam salisilat dapat membentuk kompleks seluruhnya dengan

FeNO3 1%. Terbentuk reaksi kompleks warna antara asam salisilat dengan FeNO3 1%

sehingga muncul warna ungu.

Dari hasil percobaan diperoleh kadar untuk masing-masing pH dan waktu, serta APC

yang dihitung pada saat setimbang, yaitu pada suhu setelah 60 menit, kemudian dibuat grafik

hubungan kadar vs waktu pada masing-masing pH. Asam salisilat merupakan asam lemah,

biasanya dalam bentuk tak terion, sehingga mudah larut dalam lipid.

Kadar rata-rata pada masing-masing pH adalah pH 3 sebanyak 2,50x10-4 mg%, pH 4

sebanyak 2,75x10-4 mg%, dan pH 5 sebanyak 3,59x10-4 mg%. sedangkan untuk menghitung

APC = . maka diperoleh APC pada pH 3 = 19,75, pH 4 = 15,68, pH 5 = 11,43.

G. KESIMPULAN

         Larutan dapar salisilat berperan sebagai fase air.

         Kloroform berperan sebagai fase lipoid.

         Yang digunakan sebagai blangkonya yaitu FeNO3 1% 2 ml dan aquadest ad 10 ml.

         Kadar rata-rata pH 3 = 2,50x10-4 M, pH 4 = 2,75x10-4 M, pH 5 = 3,59x10-4 M.

         APC masing-masing pH 3 = 19,75, pH 4 = 15,68, pH 5 = 11,43

         Untuk kadar rata-rata, semakin besar pH maka semakin besar kadar rata-rata.

         Untuk APC, semakin besar pH juga semakin kecil jumlah APCnya.

Absorpsi obat di dalam tubuh terjadi setelah obat dibebaskan dari bentuk

sediaannya. Selain itu, faktor utama yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sifat fisika

kimia, yaitu koefisien partisi. Koefisien partisi suatu obat merupakan perbandingan kadar

obat dalam dua fase setelah mencapai kesetimbangan.

Page 18: bahan koefisien partisi

Koefisien partisi terbagi menjadi dua seperti koefisien partisi sejati dan koefisien

partisi semu. Syarat koefisien partisi sejati, antara lain: (1) Antara kedua pelarut benar-benar

tidak bercampur satu sama lain; (2) Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi atau disosiasi;

(3) Kadar obatnya relatif kecil; dan (4) kelarutan solut dalam masing-masing pelarut kecil.

Koefisien partisi semu merupakan suatu hasil apabila persyaratan koefisien partisi sejati tidak

terpenuhi. Oleh karena itu, Percobaan ini merupakan keadaan koefisien partisi semu.

Pada percobaan kali ini kita menggunakan dapar salisilat karena dapar salisilat ini

memiliki sifat yang mampu mempertahankan pH, meskipun ditambahkan asam ataupun basa.

pH yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pH 3, pH 4, dan pH 5. Hal tersebut

dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi.

Absorbansi merupakan banyaknya cahaya yang diserap oleh larutan tetapi larutan

yang diserap tersebut hanyalah larutan yang khusus mempunyai warna. Absorbansi

berbanding lurus dengan konsentrasi karena semakin besar absorbansi semakin banyak

cahaya yang bisa diserap tetapi absorbansi berbanding terbalik dengan koefisien partisi. Dari

percobaan kali ini didapatkan nilai absorbansi dari pH 3 sebanyak 0,018, pH 4 sebanyak

0,026 sedangkan pada pH 5 sebanyak 0,044. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi pH suatu

zat maka semakin rendah absorbansinya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pH suatu

zat maka semakin tinggi absorbansinya. pH larutan juga berpengaruh dengan koefisien partisi

zat tersebut. 

Koefisien partisi juga berpengaruh pada pH karena beberapa obat yang mengandung

gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Jika melibatkan lebih dari satu gugus yang

mengalami ionisasi maka koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi.

Meskipun demikian, seringkali salah satu gugus dalam suatu molekul obat lebih mudah

mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu. Sehingga dapat kita lihat dari

percobaan kali ini semakin tinggi  pH maka akan semakin tinggi pula nilai absorbansinya,

sehingga dikatakan pH dan absorbansi berbanding lurus.   

Koefisien partisi sangat penting dalam bidang farmasi. banyak obat-obat yang

mudah larut dalam fase air dalam air tetapi larut dalam fase lipoid. Sebagian besar obat

bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan

terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya.

Page 19: bahan koefisien partisi

G. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap

nilai koefisien partisi suatu obat karena semakin besar pH suatu larutan semakin kecil

koefisien partisinya sebaliknya semakin besar pH suatu larutan semakin besar absorbansinya

(berbanding lurus).

Spektrofotometri derivatif adalah suatu teknik analisis dengan kemampuan

memisahkan campuran obat yang memiliki spektra tumpang tindih. Selain itu, telah

digunakan pula untuk penetapan kadar obat yang tercampur dengan hasil peruraiannya.

Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas pada analisis bahan anorganik,

penentuan konstanta ionisasi senyawa kimia, koefisien partisi obat antara lapisan lipid dan

air, analisis klinis, analisis makanan, dan penetapan kadar di bidang farmasi (Nurhidayati,

2007).

Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem

dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien

partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Selain itu, organisme

terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat

rendah maka hal tersebut akan menjadi hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).

Penentuan koefisien partisi secara eksperimen dilakukan dengan cara pendistribusian

senyawa dalam jumlah tertentu ke dalam sistem keseimbangan termodinamik antara dua

pelarut yang berbeda kepolaran yaitu pelarut n-oktanol dan air (Tahir, 2001).

Dalam pembuatan obat luar atau topikal, terdapat dua tahapan kerja obat topikal agar

dapat memberikan efeknya yaitu obat harus dapat lepas dari basis dan menuju ke permukaan

kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui membran kulit untuk mencapai tempat aksinya.

Faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah koefisien partisi. Oleh karena itu,koefisien

partisi juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan (Aprhyanthy, 2012).

Untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membran kulit, dapat digunakan

senyawa-senyawa peningkat penetrasi. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh

koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam

pembawa, koefisien partisi antara obat dan stratum corneum dan tebal lapisan membrane

(Sukmawati, 2010).

1. LANDASAN TEORI

Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul

obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada

reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat.

Page 20: bahan koefisien partisi

Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak

bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing

menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang

tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua

lapisan dengan perbandingan konsentrasi tertentu. Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi

kesetimbangan zat dalam pelarut1 dan pelarut2, persamaan kesetimbangan menjadi :

 

Tetapan kesetimbangan K dikenal sebgai perbandingan distribusi, koefisien distribusi atau

koefisien partisi. Persamaan yang dikenal dengan hukum distribusi, jelas hanya dapat dapakai

dalam larutan encer dimana koefisien keaktifan dapat diabaikan (Martin, 1993).

Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu

ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan

itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut.

Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut

tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC,

merupakan pelaruit yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut

yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan

dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan

pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :

1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu

10oC.

2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.

3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik

diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0.

Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan

tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya

negatif.

4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat

juga menurunkan energi aktivitas denganss mengubah mekanisme reaksi sehingga

kecepatan bertambah.

Page 21: bahan koefisien partisi

5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam

atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion

hidrogen atau hidroksi.

6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk

terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan

diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul (Cammarata, 1995).

Koefisien partisi terlarut dari organik-ke-air, K≡Corg / Caq, ditentukan secara eksperimen

dengan menggunakan perunut radioaktif. Sevolume yang sama fasa organik dan air

disetimbangkan dalam tabung terbuat dari teflon. Kedua cairan tersebut dipaksa-kontakkan

dengan cara mengocoknya menggunakan pengaduk magnetik selama sekitar 24 jam.

Kuantitas AA dalam kedua fasa ditentukan setelah sebelumnya disentrifugasi. Koefisien

aktivitas AA kemudian dihitung dengan ungkapan :

 

bila K dan Kref  masing-masing adalah koefisien partisi AA pada konsentrasi tertentu garam,

Cs, dan untuk Cs = 0 (rujukan) (Hendrawan, 2002).

Koefisien distribusi  atau koefisien partisi (partition coefficient),  K  didefinisikan sebagai

perbandingan antara fraksi berat  solute dalam  fase ekstrak,   dibagi dengan  fraksi berat

solute dalam fase rafinat,   pada keadaan kesetimbangan.

 

Koefisien distribusi dapat  juga dinyatakan dalam fraksi mol :

 

Dimana x°,y° masing-masing adalah fraksi mol solut dalam fase rafinat dan fase ekstrak

(Kasmiyatun, 2008).

Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum distribusi

digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau

molekul sederhana dari zat tersebut (Martin, 1993).

1. PEMBAHASAN

Koefisien partisi merupakan suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua

pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada

suhu tertentu. Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa

Page 22: bahan koefisien partisi

antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia

antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul. Berdasarkan

hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan

bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan

terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana

pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa

itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbandingan

konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur

tetap.

Pada percobaan kali ini, kita menggunakan senyawa organik yaitu asam salisilat. Hal ini

dikarenakan asam salisilat merupakan senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik

daripada larut dalam air, sehingga senyawa tersebut mudah dipisahkan dari campurannya

yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam salisilat

dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam salisilat baik yang ada dalam fasa air maupun

fasa organik. Pada penentuan partisi harus dilakukan dengan air dan pelarut organik dalam

jumlah yang sama. Pelarut yang kita gunakan yaitu kloroform dan air. Pelarut kloroform dan

air tidak dapat saling campur, tetapi kedua pelarut ni dapat melarutkan sampel. Hal ini

disebabkan air merupakan pelarut yang bersifat polar, artinya H2O memiliki

keelektronegatifan yang besar dan kemampuannya yang besar untuk membentuk awan

elektron sehingga mengimbas menjadi polar.  Sedangkan kloroform merupakan pelarut

organik dan termasuk dalam pelarut non polar, dikarenakan didalamnya terdapat atom C yang

akan menyebabkan ikatan menjadi simetris. Ikatan yang simetris tersebut akan menyebabkan

momen dipol yang kecil. Sementara kepolaran suatu senyawa sangat tergantung pada besar

kecilnya momen dipol.

Larutan yang akan dipisahkan fase air dan fase organiknya dipanaskan didalam inkubator

yang berupa water bash. Pada proses pemisahan antara dua fase tersebut disertai dengan

pengadukan. Hal ini dilakukan agar larutan mengalami pemanasan yang merata dan agar

larutan tidak mengalami jumping di dalam water baths. Pada proses pengukuran absorbansi

menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer hanya dapat membaca zat yang

memiliki warna. Sehingga diperlukan zat FeCl3. Hal ini dikarenakan pemberian

FeCl3 menghasilkan warna saat mencapai kesetimbangan atau titik ekivalen. Pemberian

FeCl3 dihentikan pada saat larutan berwarna ungu. Serapan atau absorbansi pada masing –

masing pH tersebut terbaca pada spektrofotometer pada panjang gelombang 525 nm. Nilai

absorbansi yang kita peroleh pada pH 3 yaitu 0,255 A, pada pH 4 yaitu 0,196 A, dan pada pH

Page 23: bahan koefisien partisi

5 yaitu 0,256 A. Absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi

nya maka makin tinggi pula absorbansinya.

Berdasarkan hasil percobaan yang kita lakukan, kita memperoleh nilai konsentrasi asam

salisilat dan natrium salisilat disetiap pH. Konsentrasi (kadar) asam salislat pada pH = 3, pH

= 4 dan pH = 5 ialah berturut – turut yaitu 6,3 × 10-3 M, 8,62 × 10-4 M, 9,34 × 10-5 M. Dari

hasil yang diperoleh dari nilai konsentrasi asam salisilat, maka dapat dihitung pula kadar

garam natrium salisilat. Dari kurva perbandingan pH dan natrium salisilat terlihat bahwa

semakin rendah pH suatu sampel maka semakin rendah konsentrasi natrium salisilatnya.

Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama

dengan 1. Hal ini bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase

minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut

cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya. Semakin kecil

koefisien distribusi (Kd) yang dihasilkan semakin kecil akan diperoleh massa zat sisa terlarut

pada pelarut air yang lebih besar.

Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan sampel yang digunakan yaitu asam salisilat

mempunyai kecenderungan untuk menuju ke salah satu fase yaitu fasa air. Dimana kita

ketahui bersama bahwa air merupakan pelarut yang polar dan pelarut yang ideal untuk

senyawa-senyawa tertentu (kecuali yang tidak dapat larut dalam pelarut air tapi larut dalam

pelarut organik lainnya).