perbaikan pbb ii
Post on 24-Jun-2015
446 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN “QAIT”
MENGGUNAKAN MIND MAP TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA
SISWA KELAS X SMAN 4 PADANG
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang dengan pesat seiring
berjalannya waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidak
lepas dari peranan ilmu fisika sebagai salah satu dasar yang membangun
teknologi. Berbagai produk teknologi yang telah dikonsumsi oleh masyarakat
dihasilkan dari aplikasi ilmu fisika. Oleh karena itu perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi menuntut sumber daya manusia yang
berkualitas terutama sumber daya menusia yang ahli dalam ilmu fisika.
Dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas maka mutu
pendidikan harus ditingkatkan. Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan diantaranya memperbaiki sarana dan
prasarana, mengadakan pelatihan guru serta melakukan sertifikasi guru.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bealajar fisika adalah hal
yang tidak menyenangkan. Belajar fisika dirasakan sebagai beban bagi siswa
karena pelajarannya sulit, hanya mendengarkan penjelasan guru, dan mencatat
rumusan matematis yang diberikan guru. Banyak siswa yang menganggap
bahwa belajar fisika hanyalah rutinitas untuk mengisi absensi di dalam kelas.
Pembelajaran fisika memerlukan waktu latihan yang banyak.
Siswa seharusnya dapat mengulang kembali pelajaran yang telah
dipelajari dirumah dengan berpedoman pada buku cetak ataupun catatan yang
mereka buat. Namun hal tersebut jarang dilakukan oleh siswa karena mereka
tdak mengerti dengan bahasa buku dan juga tidak memahami apa yang telah
mereka catat sendiri. Siswa cenderung malas belajar karena tidak mampunyai
sumber belajar yang dipahami.
Observasi yang dilakukan di SMAN 4 Padang terhadap hasil belajar
fisika ternyata nilai fisika juga menunjukkan hasil yang kurang
1
menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ujian akhir semester
ganjil kelas X Tahun Ajaran 2009/2010 seperti Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata ujian akhir semester ganjil kelas X SMAN 4 Padang
TA 2009/20101
Kelas X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
Nilai Rata-Rata
74,89
75,13
69,68
66,95
67,79
66,78
67,71
67
PersentaseTuntas KKM
87 89 63 62 62,5 65 60 61
( Sumber: Guru Mata Pelajaran Fisika Kelas X SMAN 4 Padang )
Berdasarkan kesepakatan guru mata pelajaran fisika di SMAN 4 Padang,
hasil belajar yang diharapkan bagi siswa untuk mata pelajaran fisika idealnya
melebihi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 73, dan suatu kelas
dinyatakan tuntas belajar jika telah terdapat 70% siswa yang mencapai nilai
ketuntasan klasikal. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak siswa yang tidak
mencapai nilai sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
Tidak tarcapainya nilai yang sesuai dengan Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti guru, sarana, dan
siswa itu sendiri. Kebanyakan guru kurang jelas dalam menyampaikan
instruksi dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak dapat menangkap
informasi yang diberikan dengan baik. Pembelajaran yang berlangsung tidak
dalam situasi yang kondusif untuk belajar, jumlah siswa yang terlalu banyak
menyulitkan guru untuk dapat mengontrol siswa dengan baik. Waktu
pembelajaran yang singkat juga mengakibatkan hasil belajar yang tidak
maksimal.
Guru harus dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Fungsi guru
sebagai fasilitator menuntut guru agar dapat memberikan fasilitas belajar bagi
siswa. Sebagai motivator guru harus dapat memberikan motivasi bagi siswa
agar siswa dapat bersemangat lagi dalam belajar. Salah satu cara yang dapat
2
dilakukan guru untuk memotivasi siswa adalah dengan pemberian reward bagi
siswa yang mempunyai kemampuan lebih.
Guru harus lebih kreatif dalam menciptakan model pembelajaran yang
tepat agar siswa lebih aktif dalam belajar. Guru harus bisa memberikan
instruksi yang jelas dan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Selain itu guru dapat memberikan motivasi yang lebih kepada siswa dengan
cara pemberian penghargaan/ reward terhadap hasil belajar siswa. Guru juga
diharapkan mampu mengkondisikan pembelajaran agar dapat menggunakan
waktu seefektif mungkin.
Untuk melakukan hal ini guru memerlukan model pembelajaran yang
dapat membuat siswa lebih mengerti dengan konsep fisika. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan guru adalah Model “QAIT”. Model ini
merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari empat komponen yaitu
quality of intruction, appropriate levels of instruction, incentive, dan time
(Slavin, 1987:90 dalam Elliot, 1996: 448)
Sebelumnya telah ada yang melakukan penelitian mengenai model
pembelajaran “QAIT” ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Teti (2008) .
Penelitian tersebut telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, namun Teti
sendiri menyatakan akan lebih baik lagi jika siswa dapat mengingat pelajaran
dalam jangka waktu yang lama dan dapat mengaitkan sendiri konsep-konsep
yang ada .
Dari penelitian tersebut peneliti tertarik untuk menggunakan model
“QAIT” yang dipadukan dengan teknik pencatatan yang menuntut siswa dapat
mengaitkan sendiri konsep-konsep yang ada. Untuk mengantisipasi hal
tersebut perlu adanya dilakukan teknik pencatatan yang kreatif yang dapat
membuat siswa menjadi tidak bosan, kreatif dan kritis. Salah satu yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan mind map. Mind map ini adalah teknik
mencatat yang menggunakan kata kunci, warna dan gambar. Siswa dapat
membuat catatan berdasarkan pikiran mereka untuk menyimpulkan pelajaran
yang diberikan. Siswa akan lebih kreatif dalam membentuk peta pikiran dan
mampu menyelesaikan persoalan secara sistematis.
3
Model pembelajaran “QAIT” ini dapat dilengkapi dengan pemakaian
teknik pencatatan yang dapat memberikan suasana yang kondusif dan dapat
membuat siswa belajar dengan aktif. Dengan penggunaan mind map ini siswa
dituntut untuk lebih aktif dan kreatif. Siswa dapat membuat pemetaan materi
dengan caranya masing-masing. Pembuatan mind map ini dapat dilakukan
dalam kelompok- kelompok kecil ataupun secara pribadi.
Dengan adanya penerapan model pembelajaran “QAIT” menggunakan
mind map ini diharapkan hasil belajar siswa kan meningkat, karena kualitas
pembelajaran telah meningkat. Bukan hanya peningkatan yang berasal dari
guru seperti pemberian instruksi yang jelas, suasana yang kondusif, pemberian
incentive serta pengaturan waktu yang baik, peran siswa untuk mereka sendiri
akan lebih sempurna dengan pencatatan hasil pembelajaran berdasarkan
pemikiran mereka secara aktif dan kreatif.
Hingga kini belum ada dilakukan penelitian mengenai penerapan model
pembelajaran ”QAIT” menggunakan mind map. Berdasarkan uraian di atas
penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh penerapan
model pembelajaran “QAIT” menggunakan Mind Map terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMAN 4 padang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah: apakah terdapat pengaruh yang berarti
penerapan model pembelajaran “QAIT” menggunakan mind map terhadap
hasil belajar fisika siswa kelas X SMAN 4 Padang.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terpusat dan terarah, maka penulis perlu
membatasi masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Materi yang diberikan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yaitu pada materi listrik yang terdapat pada KD
Memformulasikan besaran-besaran listrik rangkaian tertutup sederhana
4
(satu loop), mengidentifikasi penerapan konsep listrik AC dan DC dapam
kehidupan sehari-hari, dan menggunakan alat ukur listrik.
2. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil tes akhir dari materi
pelajaran yang diteliti pada ketiga aspek (kognitif, afektif dan
psikomotor).
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran “QAIT” menggunakan Mind Map terhadap
hasil belajar fisika siswa kelas X SMAN 4 padang.
E. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1. Sebagai bahan masukan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas.
2. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada jenjang program
S1 Pendidikan Fisika di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang.
3. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti lain.
F. Kajian Teoritis
1. Tinjauan Tentang Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal yang saling
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Setiap ada aktivitas
pembelajaran, pasti akan ada yang melakukan proses belajar. Slameto
(2003: 2) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”. Gulo (2002: 8) menjelaskan bahwa
5
“belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang
yang mengubah tingkah laku, baik tingkah laku dalam berfikir, bersikap,
dan berbuat”. Muliyardi (2003:2) menjelaskan bahwa ada beberapa
karakteristik belajar, diantaranya adalah:
a. Belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan diri individu yang belajar.
b. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan respon terhadap stimulus.
c. Perubahan terjadi secara permanen, maksudnya perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, tetapi dapat bertahan dan berfungsi dalam waktu yang relatif lama.
d. Perubahan tersebut bukan karena proses pertumbuhan atau kematangan fisik, melainkan karena usaha sadar. Artinya, perubahan tersebut terjadi karena usaha individu.
Sagala (2003: 38) menjelaskan bahwa belajar mengacu pada proses
sebagai berikut:
1. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
2. Anak belajar dari mengalami, mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
3. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan (subject matter).
4. Pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
5. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi yang baru.
6. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide mereka.
7. Proses belajar dapat mengubah struktur otak, perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan yang secara sengaja dilakukan oleh
6
individu untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam kurun waktu
yang relatif lama dan berlangsung secara terus menerus. Perubahan
tersebut juga akan bertahan dalam waktu yang relatif lama dan bersifat
pemanen. Anak dapat belajar dari proses mengalami dan mencatat sendiri
pengetahuan yang baru dengan cara sendiri.
Pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang menjadi
penentu utama keberhasilan pendidikan. Menurut Dimyanti dan
Mudjiono (2003:1) ”Pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar”. Selain itu, pembelajaran juga lebih
ditekankan pada bagaimana upaya guru untuk mendorong dan
memfasilitasi siswa belajar, bukan pada apa yang dipelajari.
Sagala (2003: 63) menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai
dua karakteristik, yaitu:
1. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam berfikir.
2. Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas pembelajaran adalah setiap kegiatan
yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis
7
melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks
kegiatan belajar mengajar.
2. Tinjauan Tentang Pembelajaran Fisika Menurut KTSP
Kurikulum Tungkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurukulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/ sekolah. KTSP merupkan seperangkat rencana pendidikan
yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik.
Salah satu komponen penting dari KTSP adalah pelaksanaan
pembelajaran. Pembelajaran yang berbasis KTSP dapat diartikan sebagai
suatu proses penerapan ide, konsep dan kebijakan KTSP dalam suatu
aktivitas pembelajaran sehingga siswa menguasai seperangkat
kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis KTSP tersebut dapat dilihat dari
pendidikan IPA.
Depdiknas (2006: 443) menjelaskan bahwa pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik dapat menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk
mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari
perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam.
8
Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan
pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan
hukum alam.
Implementasi KTSP menuntut kemandirian guru untuk membangun
suasana yang kondusif dalam pembelajaran. Suasana kondusif yang
diharapkan bukan hanya dalam segi fisik tapi juga dalam segi non fisik.
Soedomo dalam Mulyasa (2008:76) menyatakan bahwa:
Semakin menyenangkan tatanan lingkungan fisik, akan memberikan dampak yang positif bagi proses belajar. Para pakar psikologis aliran ekologik telah mendapatkan temuan-temuan penelitian bahwa tata warna secara langsung akan mempengaruhi suasana jiwa, warna-warna cerah akan menyiratkan suasana jiwa yang optimistik.
Pembelajaran fisika yang dianggap membosankan akan bisa lebih
menyenagkan dengan pemakaian warna yang cerah dalam pembelajaran,
misalnya saja dalam pencatatan. Pencatatan dengan menggunakan warna
dan gambar akan memberikan suasana hati yang menyenangkan dalam
pembelajaran.
Depdiknas (2006: 443) menyatakan bahwa tujuan KTSP bagi
peserta didik dalam mata pelajaran fisika adalah :
1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan YME.
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerja sama dengan orang lain.
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, mengelola dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4. Mengembangkan kemampuan bernalar dan berfikir analisis, induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya
9
diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fisika dianggap penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran
tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan
bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan
sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna
untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata
pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah
kemampuan yang menjadi syarat untuk memasuki jenjang pendidikan
yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
Pembelajaran fisika hendaknya dapat memenuhi kriteria
pembelajaran yang berkualitas. Kriteria pembelajaran yang berkualitas
harus memiliki ciri 3M yaitu (jipkendal.2008)
1. Menyenangkan : siswa mengikuti pembelajaran dengan perasaan riang, gembira dan bahagia sehingga siswa terlibat penuh, antusias dan ceria.
2. Memuaskan : kebutuhan & rasa ingin tahu dari siswa terpenuhi sehingga mereka mau kembali belajar. Dari sisi guru, indikator pencapaian terpenuhi sehingga juga muncul kepuasan.
3. Membekas : apa yang diajarkan secara kognitif membekas di pikiran siswa sehingga tidak akan lupa. Selain itu secara afektif dan psikomotorik akan membentuk perilaku baru pada siswa menjadi lebih baik.
Pembelajaran yang berkualitas harus didukung oleh guru yang
berkualitas. Guru yang berkualitas harus dapat melaksanakan hal sebagai
berikut:
1. Atraktif, dengan cara mampu menarik perhatian sehingga siswa
mau, senang dan aktif belajar
2. Interaktif , yaitu dapat mengajar dengan kreatif dan efektif sehingga
siswa menguasai ilmu yang dipelajari
10
3. Inspiratif, yaitu dapat menggugah dan memotivasi siswa untuk terus
mencintai, mengembangkan dan menyebarkan ilmunya.
Berdasarkan penjelasan di atas maka jelaslah bahwa dalam
pembelajaran tidak hanya menuntut guru atau siswa saja yang aktif, tapi
keduanya harus dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Guru
harus dapat memberikan pembelajaran yang berkualitas dan siswa dapat
menemukan, mencatat serta mengkomunikasikan dengan baik konsep-
konsep yang telah didapatkan.
3. Tinjauan Tentang Model “QAIT”
Suatu model pembelajaran yang diusulkan oleh Slavin (1987:90)
dalam Elliot (1996:448) menekankan bahwa model “QAIT” terdiri dari
empat komponen yaitu:
a. Quality of intruction
Quality of intruction merupakan derajat dari informasi atau
kecakapan (skill) dari pengajar jadi murid dapat dengan mudah untuk
belajar. Kualitas dalam mengajar termasuk dalam kegiatan-kegiatan
seperti memberi nasehat/ceramah, memanggil siswa, diskusi,
membantu siswa dengan tugas, dan lain-lain. Jika kualitas dari
mengajar baik maka murid semakin tertarik, lebih mudah mengingat
pelajaran dan dapat mengaplikasikannya.
Hal penting agar lebih mudah dalam mengajar, guru harus
mempersiapkan informasi-informasi yang akan diberikan kepada
siswa seperti memberikan contoh-contoh, demonstrasi/peragaan,
gambar-gambar dan diagram. Hal penting lainnya adalah guru harus
memperhatikan waktu/frekuensi dalam mengajar. Guru harus
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk
memperkirakan apakah mereka paham atau tidak dengan pelajaran
yang telah diberikan. Apabila siswa belum paham tidak ada salahnya
11
untuk mereview apa yang sudah dijelaskan sebelumnya (http://
psychemate.blogspot.com)
Menurut Slavin (1987:90) dalam Elliot (1996:448) langkah-
langkah yang harus dilakukan guru untuk membuat siswa mengerti
adalah sebagai berikut:
1) Memberikan informasi yang tepat dan model yang sistematis
2) Menggunakan gambar yang jelas dan contoh yang nyata
3) Memberikan pengulangan dan penguatan
b. Appropriate levels of intruction
Appropriate levels of instruction adalah keadaan dimana guru
dapat memastikan bahwa muridnya siap untuk belajar materi
pelajaran baru dan belum pernah dipelajari. Dengan kata lain, level
pengajaran adalah tepat jika pelajaran tersebut tidak terlalu sulit dan
juga tidak terlalu mudah untuk murid.
Menurut Slavin (1987:90) dalam Elliot (1996:448) langkah-
langkah yang dilakukan sewaktu melakukan pembelajaran adalah:
1) Membuat situasi yang kondusif
2) Pembelajaran tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit
3) Memperhatikan perbedaan individu yaitu memperhatikan
kesulitan belajar individu
c. Incentive
Incentive yaitu derajat dimana guru yakin bahwa muridnya
termotivasi untuk belajar dan mengerjakan tugas. Incentive atau
motivasi datang dari karakteristik atau jenis tugas itu sendiri (seperti
seberapa menariknya materi yang diajarkan), dari karakteristik
muridnya (seperti rasa ingin tahu yang besar dari murid), dan dari
reward yang disediakan oleh guru atau sekolah (seperti naik kelas,
hadiah, pujian, feedback, sertifikat, dan lain-lain)
12
Langkah terbaik yang harus dilakukan guru agar siswa
termotivasi adalah setiap awal pembelajaran kepada siswa deserahkan
kemajuan hasil belajarnya misalnya dengan tugas atau kuis. Dengan
mengetahui hasil yang diperolehnya siswa akan dapat menilai sejauh
mana kemampuan mereka. Hasil tersebut bisa menjadi cermina bagi
mereka untuk pembelajaran selanjutnya.
d. Time
Time adalah derajat dimana murid diberikan waktu yang cukup
untuk mempelajari materi yang diberikan. Waktu yang tersedia untuk
mengajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu jadwal mengajar yang
telah diinstruksikan/diatur dan waktu yang sebenarnya untuk
mengajar. Kedua jenis waktu dipengaruhi oleh pengaturan kelas dan
strategi disiplin. Hal ini terlihat jika murid memiliki perilaku yang
baik, termotivasi, serta punya tujuan & perhatian, kemudian guru
memiliki persiapan yang baik dan mempunyai banyak waktu bagi
murid untuk mempelajari apapun materi yang diajarkan oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah model ”QAIT”
adalah sebagai berikut:
a) Tahapan I (Quality)
(1) Guru memberkan instruksi yang jelas mengenai
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
(2) Guru membagikan bahan ajar yang dilengkapi dengan
informasi materi dan permasalahan yang menyangkut materi
yang dipelajari.
b) Tahapan II (Appropriate)
Membuat situasi kondusif, maksudnya agar pembelajaran lebih
efektif guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang
heterogen.
c) Tahapan III(Incentive)
13
Guru memberikan penghargaan / bonus kepada siswa.
d) Tahapan IV(Time)
Penggunaan waktu dalam pembelajaran harus seefektif
mungkin.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran ”QAIT” ini menuntut adanya pembelajaran yang
berkualitas dari guru, suasana belajar yang kondusif, pemberian reward
kepada siswa yang aktif dan pemakaian waktu yang efektif dalam proses
pembelajaran.
4. Tinjauan Tentang Mind Map
Tony Buzan (2007),menyatakan bahwa Mind Map adalah teknik
mencatat atau mengingat sesuatu dengan bantuan gambar dan warna,
sehingga kadua bagian otak manusia dapat digunakan secara maksimal.
Menurut Buzan, dengan memanfaatkan gambar dan teks pendek
(kata kunci) ketika kita mencatat atau mengungkapkan ide yang ada
dalam pikiran kita, maka kita telah menggunakan kadua belah otak
secara sinergis. Apalagi kalau kita menambahkan warna-warni cerah
untuk teks pendek dalam catatan itu. Karena menurut penelitian, otak
dapat lebih mudah menerima teks pendek daripada teks panjang.
Mind map bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual
dan grafis yang akhirnya yang dapat membantu merekam, memperkuat
dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari (Jansen dalam
Mispawati 2008:9). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Buzan dalam Mispawati (2008:9) bahwa mind map merupakan peta
pelajaran yang hebat bagi ingatan, dengan memberikan kemudahan dalam
mengatur segala fakta dan hasil pemikiran sehingga cara kerja alami otak
akan dilibatkan dari awal, ini berarti bahwa upaya untuk mengingat
(remembering) dan menarik kembali (recalling) informasi akan lebih
mudah dan lebih dapat diandalkan daripada menggunakan pencatatan
tedisional.
14
Gegesik (2009) menyatakan ada beberapa manfaat Mind Map untuk
pengembangan diri, diantaranya adalah untuk:
a. Memperkaya kegiatan brainstorming, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun perorangan. Cocok dengan teknik pemetaan pikiran yang strukturnya mengalir bebas.
b. Untuk mengefektifkan waktu, pemetaan pikiran dapat menjadikan waktu lebih efektif dan produktif.
c. Menyusun daftar tugas, pemetaan pikiran dapat membantu dalam menyusun daftar tugas yang dapat memotivasi kita untuk menyelesaikannya.
d. Melakukan presentasi yang dinamis. Dengan pemetaan pikiran, materi presentasi akan dapat diingat lebih mudah dan membuat para pendengar mendapatkan materi yang kaya dan bervariasi.
e. Membuat catatan yang memberdayakan diri. Metode pencatatan pemetaan pikiran yang menggabungkan teks dan gambar ini akan membantu seseorang dalam mengelola informasi, menambahkan kaitan dan asosiasi, serta menjadikan informasi lebih bertahan lama dalam ingatan.
Pemakaian Mind Map akan memberikan berbagai manfaaat, mulai
dari pengefektifan waktu sampai dengan pemberdayaan diri secara
maksimal. Informasi yang diterima akan tersimpan dalam jangka waktu
yang lama dengan pemakaian Mind Map ini.
Mind map adalah diagram yang dibuat untuk mengekspresikan kata,
ide dan tugas atau hal-hal lain yang terkait dan dikelola seputar kata
kunci/ide sentral. Mind map dipakai untuk membangkitkan,
memvisualisasikan, menstruktur dan mengklasifikasikan ide, dan sebagai
alat untuk membantu dalam: belajar, menulis, organisasi, penyelesaian
masalah, pengambilan keputusan.( http://en.Wikipedia.org.apa-itu-mind-
map.html)
Buzan (2007:15) mengemukakan langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam pembuatan mind map adalah:
a. Mulailah dari bagian tengahkertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar.
b. Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral.
15
c. Gunakan berbagai warna karena bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar.
d. Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua.
e. Gunakan garis-garis lengkung dan alur yang nyaman buat Anda. Tidak ada aturan khusus dalam membuat mind mapping sebab pembuatannya berdasarkan pemikiran masing-masing individu.
f. Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis.
Dalam membuat Mind Map juga disarankan menggunakan warna.
Cara ini akan mempermudah kita untuk menyusun pokok pikiran yang
berbeda serta memperkuat efek asosiasi yang dibentuk oleh kata kunci-
gambar-warna. Dengan demikian Mind Map menjadi cara mencatat yang
mengakomodir cara kerja otak secara natural. Berbeda dengan catatan
konvensional yang ditulis dalam bentuk daftar panjang ke bawah, maka
mind map memberikan kesan suatu subjek sebagai satu kesatuan yang
saling berhubungan.
Menggunakan catatan berupa outline tradisional akan menyebabkan
kebosanan karena harus membaca deretan kata yang panjang. Sedangkan
dengan mind map akan lebih menarik karena hanya berupa kata kunci
yang dilengkapi warna dan gambar. Hal tersebut akan membuat
informasi akan dapat diterima dengan baik dan dapat diingat dalam
jangka waktu yang lama.
5. Tinjauan Tentang Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh oleh siswa setelah
melaksanakan proses pembelajaran, baik dalam bentuk prestasi ataupun
dalam bentuk perubahan tingkah laku dan sikap siswa. Hasil belajar dapat
dijadikan tolak ukur untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam
memahami dan menguasai pelajaran. Pengamatan serta penilaian
senantiasa dilakukan selama proses pembelajaran dalam usaha
memperbaiki prestasi dan tingkah laku peserta didik.
16
Pada saat ini kurikulum IPA di Sekolah Menengah Atas (SMA)
telah dirancang sebagai pembelajaran yang berdimensi kompetensi.
Kompetensi tersebut terdiri dari Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD merupakan arah atau landasan
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam
merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan
standar proses dan standar penilaian.
Hasil belajar dapat dilihat dari tes atau evaluasi hasil belajar yang
dilakukan oleh guru.
Depdiknas (2006: 18) menyatakan bahwa :
“Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan”.
Sudjana (2002: 3) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut dapat berupa keterampilan,
nilai, dan sikap setelah siswa mengikuti dan mengalami proses belajar
yang pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan
dari proses belajar dan pembelajaran dalam SK dan KD.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun instruksional menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Bloom dalam Arikunto (1999: 115) yang secara garis besar
terbagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Sudjana (2002: 22) menyatakan bahwa ketiga ranah tersebut adalah:
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu:a. Pengetahuan (knowledge)
Siswa dituntut untuk mengetahui dan mengenal satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.
b. Pemahaman (comprehension)
17
Siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.
c. Aplikasi (apllication) Dalam aplikasi ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menyeleksi atau memilih suatu konsep, hukum, aturan, gagasan, dan cara tertentu secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya dengan benar.
d. Analisis (analysis) Siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.
e. Sintesis (synthesis) Dengan sintesis diminta untuk melakukan generalisasi.
f. Evaluasi (evaluation)Mengevaluasi dalam aspek kognitif ini menyangkut masalah benar atau salah yang didengarkan atas dalil, hukum, prinsip dan pengetahuan.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ada enam aspek psikomotor yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Guru sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan belajar harus
mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar
dengan sebaik-baiknya. Guru harus dapat memanfaatkan dan
mengorganisasikan semua aspek yang ada dengan baik demi tercapainya
hasil belajar yang optimal. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar sehingga pada
akhirnya guru dapat menentukan metode dan pendekatan yang tepat
untuk proses pembelajaran selanjutnya.
G. Kerangka Berpikir
Menurut KTSP dalam proses pembelajaran harus dapat melibatkan
siswa secara aktif dengan didampingi guru sebagai fasilitator dan
motivatornya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dalam proses
18
Siswa
Hasil Belajar Siswa
KTSP dan Pembelajaran Fisika
Penggunaan mind map dalam pembelajaran Model “QAIT”
Guru
pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yangs sesuai dengan
satuan pendidikannya. Dengan menerapkan model pembelajaran “QAIT”
menggunakan mind map diharapkan siswa akan lebih aktif dalam
pembelajaran dan guru dapat menjalankan perannya sesuai dengan tutuntan
KTSP. Dengan demikian diharapkan nantinya akan berdampak yang baik
terhadap hasil belajar siswa. Diharapkan hasil belajar siswa akan lebih
meningkat. Secara diagram dapat dilihat dari Gambar 1 berikut:
Gambar 1: Kerangka Berpikir
H. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang masih harus diuji kebenarannya. Berdasarkan kajian teoritis, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian (Hi) yaitu: ”terdapat pengaruh yang berarti
penerapan model pembelajaran “QAIT” menggunakan Mind Map terhadap
hasil belajar fisika siswa kelas X SMAN 4 Padang.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian eksperimen semu
(quasi eksperimental research), yang bertujuan untuk memperoleh
informasi yang nerupakan perkiran bagi informasi dalam keadaan yang
19
memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang
relevan. Pada penelitian ini digunakan dua kelas sampel, yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan
berupa penerapan model pembelajaran “QAIT”, menggunakan mind map
sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran model “QAIT”
saja. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control
Group Only Design. Suryabrata (2006: 105) menyatakan desain penelitian
Randomized Control Group Only Design dapat digambarkan seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2. Rancangan Penelitian
Group Treatment PosttestEksperimen X T
Kontrol - TKeterangan :
X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu penerapan
model pembelajaran “QAIT” menggunakan mind map
T = Tes akhir yang diberikan pada kelas kontrol dan eksperimen.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Sugiyono (2006: 117) mengatakan bahwa “populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X SMAN 4 Padang selain kelas khusus,
yaitu X1 dan X2.
20
b. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diambil
sebagai sumber data dan dapat mewakili populasi tersebut. Sampel yang
diambil harus menggambarkan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, maka dalam
penelitian ini dapat digunakan teknik Purposive Random Sampling.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah
sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data hasil ulangan harian kelas X untuk mata
pelajaran fisika pada seluruh kelas populasi.
2) Menganalisis skor hasil ulangan harian dengan menghitung nilai
rata-rata (X̄ ) populasi dan standar deviasi.
3) Menghitung nilai rata-rata (X̄ ) tiap kelas.
4) Mengambil dua kelas sampel yang nilai rata-ratanya sama dengan
nilai populasi secara stasistik.
5) Melakukan uji kesamaan dua rata-rata terhadap kedua kelas
menggunakan uji t dengan syarat penggunaan uji t adalah sampel
harus berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan
homogen, untuk itu dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
6) Setelah didapatkan dua kelas yang berasal dari populasi yang
terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan pemilihan
kelas eksperimen dan kelas kontrol secara acak.
3. Variabel dan Data
a. Variabel
Sugiyono (2006: 60) menyatakan bahwa variabel penelitian
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Sesuai dengan defenisi
21
diatas dan untuk kepentingan penelitian,maka penelitian ini
mempunyai tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan
variabel kontrol.
1) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran “QAIT” menggunakan mind map.
2) Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa
pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor setelah diberikan
perlakuan.
3) Variabel kontrol papa penelitian ini adalah guru, mata pelajaran,
materi pelajaran, dan alokasi waktu yang sama.
b. Data
Data diperoleh secara langsung dari hasil perlakuan terhadap
sampel penelitian. Data ini berupa hasil belajar siswa untuk dinilai
aspek kognitifnya dan hasil observasi sikap siswa selama proses
belajar mengajar untuk aspek afektifnya. Dari segi psikomotor adalah
dengan menilai skil siswa dalam proses kegiatan laboratorium.
Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
SMAN 4 Padang tahun pelajaran 2009/2010 yang terpilih sebagai
sampel untuk memperoleh data penelitian.
4. Prosedur Penelitian
Secara umum pelaksanaan penelitian dibagi atas tiga tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan
1) Menetapkan jadwal penelitian
2) Mempersiapkan materi penelitian
3) Menentukan populasi dan sampel
4) Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan
silabus.
5) Mempersiapkan instrumen
22
b. Tahap pelaksanaan
Pembelajaran yang diterapkan pada kedua kelas yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan KTSP, tetapi model
pembelajaran yang digunakan berbeda. Skenario pembelajaran pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah
ini:
Tabel 3. Skenario pembelajaran
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
1
2
Pendahuluan (15 menit)
a. Siswa berdo’a dan membaca asmaul husna
b. Guru mengabsen kehadiran siswa
c. Guru memberikan apersepsi dan motivasi
d. Menyampaikan indikator yang harus dicapai
Kegiatan inti (100 menit)
a. Guru memberikan intruksi mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan jelas ( Quality)
b. Guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan heterogen (appropriate)
c. Guru membagikan LKS yang dilengkapi informasi materi dan permasalahan yang akan didiskusikan dalam kelompok
d. Siswa mendiskusikan permasalahan yang ada dalam kelompok masing-masing dan membuat mind map dari permasalahn yang ada
e. Setiap kelompok akan dipilih secara acak untuk mempresentaikan hasil diskusi
Pendahuluan (15 menit)
a. Siswa berdo’a dan membaca asmaul husna
b. Guru mengabsen kehadiran siswa
c. Guru memberikan apersepsi dan motivasi
d. Menyampaikan indikator yang harus dicapai
Kegiatan inti (100 menit)
a. Guru memberikan intruksi mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan jelas ( Quality)
b. Guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan heterogen (appropriate)
c. Guru membagikan LKS yang dilengkapi informasi materi dan permasalahan yang akan didiskusikan dalam kelompok
d. Siswa mendiskusikan permasalahan yang ada dalam kelompok masing-masing
e. Setiap kelompok akan dipilih secara acak untuk
23
3
mereka dalam bentuk mind map.
f. Melakukan diskusi kelas yang dibimbing oleh guru.
g. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh hasil diskusi terbaik dan membuat mind map yang paling kreatif serta nilai tertinggi (Incentive)
h. Waktu untuk diskusi kelompok dibatasi (time)Penutup (20 menit)
a. Siswa dibawah bimbingan guru menyimpulkan materi pembelajaran
b. Memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi yang telah dibahas
c. Guru memberikan kuis mengenai materi yang telah dibahas
d. Guru memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan materi selanjutnya
mempresentaikan hasil diskusi mereka
f. Melakukan diskusi kelas yang dibimbing oleh guru.
g. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh hasil diskusi terbaik serta nilai tertinggi (Incentive)
h. Waktu untuk diskusi kelompok dibatasi (time)Penutup (20 menit)
a. Siswa dibawah bimbingan guru menyimpulkan materi pembelajaran
b. Memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi yang telah dibahas
c. Guru memberikan kuis mengenai materi yang telah dibahas
d. Guru memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan materi selanjutnya
c. Tahap Penyelesaian
Pada tahap akhir penelitian ini,maka peneliti akan melakukan:
1) Melaksanakan tes akhir pada kedua kelas sampel.
2) Mengolah data yang diperoleh dari kedua kelas sampel.
3) Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat dengan teknik analisis
data yang digunakan.
5. Instrumen Penilaian
Instrumen adalah alat pengumpul data yang merupakan prosedur
yang sistematik dengan memperhatikan aturan yang telah ditentukan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
24
yang merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur
perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran. Instrumen ini mencakup pada tiga aspek,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
1. Instrumen Ranah Kognitif
Instrumen dalam penelitian ini adalah item tes objektif yang
dilaksanakan di akhir penelitian. Agar tes menjadi alat ukur yang
baik, maka perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Membuat kisi-kisi soal tes akhir berdasarkan KD dan indikator
b. Menyusun item tes akhir berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
c. Melakukan uji coba soal.
d. Melakukan analisis soal untuk mengetahui apakah soal tersebut
reliabel, valid, memiliki daya beda dan bagaimana tingkat
kesukarannya.
e. Dari hasil uji coba yang telah dianalisis diperoleh soal-soal tes
akhir yang baik.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menganalisis
soal adalah sebagai berikut:
1) Tingkat Kesukaran Soal (D)
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sulit. Bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya soal disebut Tingkat Kesukaran (D). Tingkat kesukaran
ini dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk menentukan
adanya perbedaan kemampuan peserta tes. Untuk menentukan
tingkat kesukaran soal dapat digunakan perumusan seperti yang
diungkapkan oleh Slameto (1999: 219), yaitu :
D=RU +R L
NU +N L … (1)
Keterangan :
D : proporsi menjawab benar / tingkat kesukaranRU : Right Upper = jumlah jawaban benar dari kelompok atas
25
RL : Right Lower = jumlah jawaban benar dari kelompok bawahNU : Number Upper = jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3%
kelompok atasNL : Number Lower = jumlah siswa yang termasuk 27%-33,3%
kelompok bawah
Tingkat kesukaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal (D)
No Tingkat Kesukaran Klasifikasi1.2.3.
0,00<D≤0,300,30<D≤0,700,70<D≤1,00
SukarSedangMudah
(Sumber: Slameto, 1999)
2) Daya Beda Soal (V)
Arikunto (2005 : 211) menyatakan bahwa “daya pembeda
soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang
berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah”.
Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes
yang berkemampuan tinggi dengan yang berkemampuan rendah
adalah indeks daya pembeda (item discrimination).
Rumus untuk menghitung daya beda berdasarkan Slameto (1999:
223) adalah :
V=RU−RL
NU … (2)
Keterangan :
V : indeks daya pembeda RU : Right Upper = jumlah jawaban benar dari kelompok
atas RL : Right Lower=jumlah jawaban benar dari kelompok
bawah NU : Number Upper=jumlah sisa yang termasuk 27%-33,3%
kelompok atas
26
Klasifikasi indeks daya beda soal seperti berikut :
Tabel 5. Klasifikasi Indeks daya beda soal
No. Indeks Daya Beda (V) Klasifikasi1.2.3.4.
0,00 <V ≤ 0,200,20 <V ≤ 0,400,40 <V ≤ 0,700,70 <V ≤ 1,00
JelekCukupBaik
Baik sekali (Sumber: Slameto, 1999)
3) Validitas Soal
Suatu soal dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari
segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik,
isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap
keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.
4) Reliabilitas Soal
Nunnaly, Allen dan Yen, serta Anastasi dalam Surapranata
(2004: 89) mengatakan bahwa reliabilitas adalah kestabilan skor
yang diperoleh orang yang sama ketika diuji dengan tes yang sama
pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran lainnya. Untuk
menentukan reliabilitas tes digunakan rumus KR-21 yang
dikemukakan oleh Slameto (1999: 216) yaitu :
r11=( nn−1 )(1−
M (n−M )nS 2 )
… (3)
dimana dan M=
∑ XN
dan S=N ∑ X 2−( X )2
N ( N−1 )
… (4)
Keterangan :
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhanN : jumlah butir soal tesM : rata-rata skor tesN : jumlah pengikut tes
27
S2 : varians totalX : skor pengikut tes
Untuk menentukan tingkat reliabilitas soal digunakan skala
yang dikemukakan oleh Slameto (1999: 215) pada tabel berikut:
Tabel 6. Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal
No. Indeks Reliabilitas (r11) Klasifikasi1.2.3.4.5.
0,80 ≤ r11 < 1,000,60 ≤ r11 < 0,800,40 ≤ r11 < 0,600,20 ≤ r11 < 0,400,00 ≤ r11 < 0,20
Sangat tinggiTinggiSedangRendah
Sangat rendah(Sumber: Slameto, 1999: 215)
2. Instrumen Ranah Afektif
Instrumen penilaian yang efektif adalah berupa lembar observasi
yang bertujuan untuk melihat sikap dan minat siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Observasi aspek afektif ini dilakukan setiap
pertemuan. Yang dinilai pada ranah afektif ini yakni sikap menerima,
merepon (menanggapi), menghargai , dan sikap melibatkan diri pada saat
pembelajaran (BINTEK :2008). Maksud dari sikap menerima disini
adalah mau mendengarkan serta mau bekerjasama, sikap menanggapi
adalah mau mengajukan pertanyaan, mau menjawab, dan mau mencatat,
sikap menghargai adalah dengan menghargai pendapat orang lain, serta
menunjukan perhatian yang sungguh-sungguh dalam belajar, dan sikap
melibatkan diri adalah aktif dalam belajar, serta menerima tanggung
jawab. Format penilaian ranah afektif ini dapat dilihat pada Tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Lembar Pengamatan Ranah Afektif
1) Sikap mau menerima yaitu dengan indikator mau mendengarkan
serta mau bekerjasama
28
2) Sikap menanggapi yaitu dengan indikator mau mengajukan
pertanyaan, mau menjawab, dan mau mencatat
3) Sikap menghargai yaitu dengan indikator menghargai pendapat
orang lain, serta menunjukan perhatian yang sungguh-sungguh
dalam belajar
4) Sikap melibatkan diri dalam pembelajaran yaitu aktif dalam
kelompok dan menerima tanggung jawab.
Pada ranah ini yang dinilai adalah sikap atau perilaku siswa selama
pembelajaran berlangsung. Penilaian yang dilakukan dalam ranah ini
dibuat dalam bentuk format penilaian aspek afektif.
3. Instrumen Ranah Psikomotor
Penilaian pada ranah psikomotor dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung ketika melakukan praktikum dengan mengacu
pada rubrik penskoran, di akhir pembelajaran dengan mengacu pada
laporan kerja ilmiah, dan di akhir praktikum mengacu pada ujian praktek.
Rubrik penskoran berisi kriteria penilaian langkah-langkah kerja sistematis
yang harus dilakukan siswa saat unjuk kerja. Depdiknas (2003)
menyatakan :
”Pengisian rubrik penskoran tersebut memiliki pedoman penskoran:
A (bobot 4) : kriteria sangat tepat
B (bobot 3) : kriteria tepat
C (bobot 2) : kriteria kurang tepat
D (bobot 1) : kriteria tidak tepat
E (bobot 0) : kriteria tidak tahu apa-apa
Selanjutnya penilaian terhadap mind map yang dibuat siswa dapat
dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
29
a. Kelengkapan isi
b. Hierarki
c. Keindahan
d. Kejelasan isi
Skala penilaian disamakan dengan penilaian dalam aspek psikomotor
yaitu berdasarkan bobot/ skor yang didapatkan.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menguji apakah hipotesis yang diujikan
dalam penelitian diterima atau ditolak.
a. Penilaian Ranah Kognitif
Analisis data yang digunakan adalah uji kesamaan dua rata-rata
dengan melakukan uji t. Sebelum melaksanakan uji tersebut maka harus
dipenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sampel berasal dari populasi diambil secara acak dan terdistribusi
normal.
b. Kedua kelas mempunyai varians yang homogen.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan
uji homogenitas.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal
dari suatu populasi yang terdistribusi normal, digunakan uji Lilieford
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Data x1, x2, x3,..........xn yang diperoleh dari data yang terkecil
hingga data yang terbesar.
b) Data x1, x2, x3,..........xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,
Z3,...........Zn dengan rumus:
Zi=
xi−x
S
… (6)
Keterangan :
xi : skor yang diperoleh siswa ke-1
30
x : skor rata-rata
S : simpangan baku
c) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian
dihitung dengan peluang F ( Zi ) = ( Z < Zi ).
d) Dengan menggunakan properti Z1, Z2, Z3,..........Zn yang lebih
kecil dari atau sama dengan Zi, properti ini dinyatakan dengan S (
Zi ), maka :
S(Zi) … (7)
e) Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi) yang kemudian ditentukan harga
mutlaknya.
f) Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih
tersebut yang disebut L0
g) Membandingkan nilai Lo dengan Ltabel yang terdapat pada taraf
nyata, α = 0,05 kriteria diterimanya yaitu hipotesis tersebut
normal jika Lo < Ltabel.
2) Uji homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel
mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk mengujinya
dilakukan uji F. Uji ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Menentukan varians masing-masing data kemudian dihitung
harga F dengan rumus :
F=S1
2
S22 … (8)
Keterangan :
F : varians kelompok data
S12 : varians hasil belajar kelas eksperimen
31
S22
: varians hasil belajar kelas kontrol
b) Jika harga sudah didapat maka bandingkan Fhitung tersebut dengan
harga F yang terdapat dalam daftar distribusi F tabel dengan taraf
signifikasi 5% dan dk pembilang = n1 – 1 dan dk penyebut = n2 –
1. bila harga Fhitung yang didapat dari perhitungan lebih kecil dari
harga Ftabel maka kedua kelompok data mempunyai varians yang
homogen, demikian juga sebaliknya.
3) Uji hipotesis
Hasil uji normalitas dan homogenitas menimbulkan beberapa
kemungkinan. Untuk menguji hipotesis maka dilakukan uji kesamaan
rata-rata dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan
mempunyai variansi homogen, dengan σ 1=σ2 (varian homogen)
dan σ tidak diketahui maka dilakukan uji t dengan rumus:
t=x1−x2
S √ 1n1
+1n2
… (9)
S=√(n1−1 )S12+(n2−1 )S2
2
n1+n2−2 … (10)
Keterangan :
x1 : nilai rata-rata kelas eksperimen
x2 : nilai rata-rata kelas kontrol
S1 : simpangan baku kelas eksperimen
S1 : simpangan baku kelas kontrol
n1 : jumlah siswa kelas eksperimen
32
n2 : jumlah kelas kontrol
Harga thitung dibandingkan dengan ttabel yang terdapat dalam tabel
distribusi t. Kriteria pengujian adalah terima Ho jika :
−t1−1
2α< t<t
1−12
α pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan untuk
harga lainnya Ho ditolak.
b) Jika sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan
variansi tidak homogen, maka digunakan rumus uji t’:
t '=X1−X2
√ S12
n1
+S
12
n2 … (11)
Dalam hal ini kriteria pengujian ditolak H0 jika
t ' >W 1 t1+W 2 t2
W 1+W 2 … (12)
Dimana: W 1=
S12
n1
;W 2=S
22
n2
t1=t (1−α )(n1−α )
t2=t (1−α )(n2−α )
c) Jika sampel tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
dan kedua kelompok data tidak mempunyai varians yang
homogen, maka uji yang digunakan adalah uji U sebagai
berikut:
U =n1 n2+n1(n1+1)
2−∑ R1
… (13)
33
U =n1 n2+n2(n2+1 )
2−∑ R2
… (14)
Keterangan:
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelas kontrol
R1= Jumlah rangking pada kelompok siswa yang belajar melalui penerapan model ”QAIT” menggunakan Mind map
R2= Jumlah rangking pada kelompok siswa yang belajar melalui pembelajaran model ”QAIT”
Untuk data dengan jumlah n1 dan n2 kecil dari 20 harga U
pada daerah penerimaan Hi dapat dilihat pada tabel U dan
kriteria penerimaan adalah terima Hi jika Uhitung ¿ Utabel. Karena
sampel tidak terdistribusi normal dan jumlah n1 dan n2 besar dari
20 maka digunakan uji U Mann Whitney dengan analisis
berdasarkan statistik z dengan mengambil harga U minimum
dimana:
z=Umin−
12
n1n2
√112
n1n2(n1+n2+1 )… (15)
Dengan kriteria pengujian terima H0 jika –z12(1−α )
≤z≤z 12(1−α )
b. Penilaian Ranah Afektif
Aspek afektif kesimpulan diambil bukan dengan melakukan uji
statistik, sebab pada aspek afektif nilai pada akhirnya akan disajikan
dalam bentuk kualitatif berdasarkan kriteria yang telah ditentukan,
34
sehingga kesimpulan pun diambil berdasarkan perbandingan kualitas
kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Slameto (2001: 115) menyatakan ”Analisis data hasil observasi
dapat dilakukan menjumlahkan item-item dari tiap aspek yang dicek (√)
kemudian ditentukan persentasenya, selanjutnya dikonversikan dalam
bentuk huruf.” Sesuai dengan pendapat tersebut, lembar observasi ranah
afektif dalam penelitian ini diisi dengan cara mencek skor yang
diperoleh siswa untuk setiap aspek pengamatan selama pembelajaran
berlangsung. Penilaian afektif ini dilakukan selama 5 kali pertemuan
dengan 5 aspek pengamatan dan skor maksimum setiap aspek adalah 4,
sehingga skor maksimum lembar pengamatan = 4 (skor maksimum tiap
aspek) x 5 (jumlah aspek pengamatan) x 5 (jumlah pertemuan) = 100.
Oleh karena itu, proporsi afektif yang diperoleh siswa selama
pembelajaran berlangsung adalah:
SA=
SPSM
x 100 % … (16)
Keterangan:
SA : Proporsi skor akhir (%)S : Jumlah skor perolehan siswa sesuai dengan tanda cek yang
diberikanSM : Jumlah skor maksimum lembar pengamatan
Adapun kriterianya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 9. Kriteria Penilaian Afektif
Rentangan Kriteria
0 – 20 Sangat Kurang
35
21 – 40 Kurang
41 – 60 Cukup61 – 80 Baik81 – 100 Sangat Baik
Teknik analisis data yang digunakan untuk ranah afektif
adalah menaksir proporsi. Sesuai dengan Depdiknas (2003)
”Penilaian ranah afektif yang menggunakan skala bertingkat dari 1
sampai 5 misalnya, dapat dikonversikan menjadi huruf sesuai
dengan jumlah kategori yang diinginkan peneliti”. Oleh karena itu,
proporsi skor siswa dikonversikan dalam bentuk kualitatif dengan
menggunakan kriteria pada Tabel di atas.
c. Ranah Psikomotor
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
untuk ranah psikomotor adalah sama dengan teknik analisis data
pada ranah kognitif.
36
DAFTAR PUSTAKA
Buzan, Tony. 2007. Buku Pintar Mind Map. Jakarta : Gramedia
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 SMA: Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Dirjen Dikdakmen.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran IPA SMP & MTs. Fisika SMA & MA. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Elliot, SN.et.ui.1996. Educational Psycologi: Effective Teaching, Effective Learning. Sidney Brown daan benchmark Publishing.
Gegesik.2009.Bagaimana Mind Mapping Bekerja. www.gegesik.blogspot.com/teknik-mencatat-kreatif-dengan-mind.html
Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.
Mispawati. 2008.”Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Biologi Melalui Penggunaan Mind Map (Peta Pikiran) Di Kelas XI IPA 1 MAN Tambilahan”. Tesis. UNP. Padang
Muliyardi. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Padang: FMIPA UNP
Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
37
Ngalim Purwanto. 2001. Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran . Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Robert E. Slavin.1987. A Model of Effective Instruction http://www.succesforall.net/_images/pdfs/ modeleffect.html
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
Slameto. 1998. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Sugiyono. 2006. Cetakan kedua. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sumadi Suryabrata. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sumarna Surapranata. 2004. Analisis Validitas, Reliabelitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya
Syaiful Sagala. 2003. Konsep Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta
Teti Mataria Sari.2008. Pengaruh Penerapan Model ”QAIT” Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MAN 2 Padang.Skripsi. FMIPA UNP. Padang
http://psychemate.blogspot.com/2007/12/suatu-pengajaran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_mind_map
38
top related