penatalaksanaan tuberkulosis.doc
Post on 08-Dec-2015
37 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Yang terutama menyerang parenkim paru.
2.2. Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
2.3. Klasifikasi
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan :
1. Letak anatomi penyakit
a. Tuberculosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening ( termasuk mediastinum / hilus),
abdomen, traktus genitourinarius,kulit,sendi, tulang dan selaput otak.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak dan bakteriologi
a. Tuberculosis paru BTA (+)
a) Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA (+)
b) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA (+)
dan kelainan radiologic menunjukkan gambaran tuberkolosis aktif
c) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA (+)
dan biakan (+)
b. Tuberculosis paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran
klinik dan kelainan radiologic menunjukkan tuberculosis aktif serta
tidak respon dengan pemberian antibiotic spectrum luas
b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan
biakan M. tuberculosis (+)
3. Berdasarkan tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ,
ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh ( relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernha mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh dan pengobatan
lengkap, kmeudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologic
sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
1. Infeksi sekunder
2. Infeksi jamur
3. TB paru kambuh
c. Kasus pindahan
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudianpindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan trsebut harus membawa surat rujukan/ pindah.
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan
berhenti 2 minggu atau lebih. Kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif.
e. Kasus gagal
1. Penderita BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir
pengobatan )
2. Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologic positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan dan atau
gambaran radiologic ulang hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesei pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
a) Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis ( biakan jika ada fasilitas )
negative dan gambaran radiologic paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologic serial menunjukkan gambaran
yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung.
b) Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologic.
2.4. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan menjadi droplet
nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara bebas
selama 1 sampai 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana gelap dan lembab
kuman bisa bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Bila partikel
ini terhisap oleh orang sehat dia akan menempel pada saluran pernapasan atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mm.
Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netorfil, kemudian oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. (Zulkifli
Amin dan Asril Bahar,2009)
Bila kuman menetap di jaringan paru berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
berserang di jaringan paruakan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia dan
disebut sarang primer atau efek primer atau sarang Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru bila menjalar ke pleura maka
terjadilah efusi pleura.Kuman dapat juga masuk melalui saluran
gastrointestinal jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis
maka akan menjalar ke seluruh bagian paru yang menjadi TB millier. (Zulkifli
Amin dan Asril Bahar,2009)
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local ) dan juga diikuti pembesaran kelnjar getah bening
hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer limfangitis local + limfadenitis regional = complex primer
(ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Complex primer ini
selanjutnya menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat. Ini yang banyak terjadi
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic
atau klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang
luasnya >5mm dan kurang lebih 10% diantaranya terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
- Perkontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya
- Bronkogen yakni menyebar ke paru yang bersangkutan sebelahnya,
kuman dapat juga tertelan dan menyebar ke usus
- Limfogen yakni ke organ tubuh lainnya
- Hematogen, ke organ tubuh lainnya. (Zulkifli Amin dan Asril
Bahar,2009)
2. Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, gagal ginjal.TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau
inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus
hiller paru-paru. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Sarang ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel histiosit dan sel datia langhans dikelilingi oleh sel limfosit dan bergbagi
jaringan ikat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi oksogen dari usia umur muda
menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
pasien. Sarang dini ini dapat menjadi :
a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sarang yang mula-mula meluas tetapi segera sembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan
menjadi perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju di batukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas
ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinidngnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas
kronik. Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein
lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag dan poses
berlebihan sitokin dengan TNFnya. Bentuk perkejuan lain yang jarang
adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia
lanjut. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009) Di sini lesi sangat kecil tetapi
berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :
b. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru.
Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri maka akan
terjadi TB millier. Dapat juga masuk ke patu sebelahnya atau tertelan
masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Bisa juga terjadi
TB endobronkial atau TB endotrakeal atau empiema bila rupture terjadi
sampi pleura Memadat dan membungkus diri sehingga terjadi
tuberkuloma.Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat
aktif lagi menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas
adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri menjadi kecil.Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan membentuk seperti bintang disebut stellate
shaped . (Zulkifli Amin dan Asril Bahar, 2009)
2.5. Diagnosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala Klinis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratori dan
gejala sistemik
1. Gejala respiratori:
a. Batuk lebih dari 2 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Geala tuberculosis ekstra
paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadeniting
tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri drai
kelenjar getah bening, pada tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak nafas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi
yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala
neumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberkulosis primer dapat juga
terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih
berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe
infeksi primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat
kesembuhannya berkisar sekita 50 %. (Rab Tabrani 2010)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak pada lobus superior
terutama pada daerah apeks dan segmen posterior (S1S2), serta daerah apeks
lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain:
1. Pasien tampak pucat, lemah dan kurus
2. Pada palpasi stem fremitus mengeras antara kanan dan kiri tidak sama
3. Pada perkusi ditemukan redup dan hipersonor
4. Pada auskultasi suara nafas bronchial, omforik suara nafas melemah, ronki
basah
Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak. Pada
auskultasi suara nafas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat
cairan.
Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjar getah bening tersering
didaerah leher kadang-kadang ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
cold abscess.
Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksaan
Dahak, cairan pleura, liquor serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronko alveolar, urin, feses, dan jaringan biopsy.
2. Cara pengambilan bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
cara:
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Dahak pagi (keesokan harinya)
c. Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
Menurut rekomendasi WHO interpretasi pemeriksaan mikroscopis dibaca
dalam skala internasional union against tuberculosis and lung disiase
(IUATLD)
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negative
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +1
d. Dotemukan 1-0 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +2
e. Ditemukan lebih 10 BTA dakam 1 lapang pandang disebut +3
3. Pemeriksaan biakan kuman
Pemeriksaan identifikasi M. tuberculosi dengan cara:
a. Biakan:
Egg base media: Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh
Agar base media: middle brook
Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT)
BACTEC
b. Uji molecular:
PCR- Based Metods of IS6110 genotyping
Spoligotyping
Restriction fragment length polymorophism (RFLP)
MIRU/VNTR Analysis
PGRS RFLP
Genomic delition Analysis
Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan:
Hain tes (uji kepekaa untuk R dan H)
Molecular beacon tersing (uji kepekaan untuk R)
Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standear adalah foto thoraks PA.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagi lesi TB aktif adalah
a. Bayangan berawan atau segmen nodular di segmen apical dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
b. Kavitas, terutama lebih dari 1, dikelilingi oleh baynagn opak berawan atau
nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran yang dicurigai lesi TB inaktif
a. Fibrotic
b. Kalsifikasi
c. Schuarte atat penebalan pleura
Luluh paru atau distroyet lung
a. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat atau disebut luluh paru.
b. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis. Atau
multikapitas dan fibrosis parenkim paru
Pemeriksaan Penunjang
1. Analisis cairan pleura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
3. Pemeriksaan darah (LED sering meningkat pada proses aktif tetapi laju
endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB.
2.6. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduna obat utama dan tambahan.
1) Obat Anti Tuberculosis ( OAT )
a. Jenis obat utama ( lini 1) yang digunakan adalah :
1. Rifampisin
2. INH
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Etambutol
b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari :
1. Empat obat antituberkulosis dalam 1 tablet yaitu : rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.
2. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
c. Jenis obat tambahan lainnya ( lini 2 )
1. Kanamisin
2. Kuinolon
3. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
4. Derivate rifampisin dan INH
Dosis OAT
1. Rifampisin 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu
a. BB > 60 KG : 600 mg
b. BB 40-60 : 450 mg
c. BB < 40 kg : 300 mg
d. Dosis intermitten 600 mg/kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3x seminggu, 15
mg/kg BB 2 x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa , intermitten : 600
mg/hari
3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kg BB 3x seminggu.
50 mg/kg BB 2x seminggu atau :
a. BB >60 kg : 1500 mg
b. BB 40-60 kg : 1000 mg
c. BB <40 kg : 750 mg
4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB , fase lanjutan 15 mg/ kg BB, 30
mg/kgBB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2x seminggu atau :
a. BB >60 kg : 1500 mg
b. BB 40-60 kg : 1000 mg
c. BB < 40 kg : 750 mg
d. Dosis intermitten 40 mg/ kgBB/kali
5. Streptomisin : 15 mg/kgBB/kali
a. BB >60 kg : 1000 mg
b. BB 40-60 kg : 750 mg
c. BB < 40 KG : sesuai BB
6. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan
dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang
selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
2) Paduan OAT
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi :
a. TB paru ( kasus baru), BTA (+) Atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2RHZE/4RH
Alternative : 2 RHZE/4R3H3/ 2 RHZE/6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
1. TB paru BTA (+) kasus baru
2. TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologic lesi luas
3. Tb diluar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,
denganpaduan 2RHZE /7RH dan alternative 2RHZE/7R3H3 seperti pada
keadaan
1. TB dengan lesi luas
2. Disertai penyakit komorbid ( DM, pemakai oabat imunosupresi/
kortikosteroid
3. Tb kasus berat ( milier )
b. TB paru ( kasus baru) BTA (-)
Paduan obat yang diberikan : 2RHZ/4RH
Alternative : 2 RHZ/4R3H3/6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
1. TB paru BTA negative dengan gambaran radiologic lesi minimal
2. TB di luar paru kasus ringan
c. TB paru kasus kambuh
Pada TB kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan ( bila ada hasil uji resistensi dapat
diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6
bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat
yang diberikan : 3RHZE/6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative
diberikan paduan obat : 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
d. TB paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitive. Dengan lama pengobatan minimal 1-2 tahun . menunggu hasil
uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi.
1. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative
diberikan paduan obat : 2RHZES/1 RHZES/5H3R3E3
e. TB paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan criteria sebagai berikut :
1. Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadwal
2. Penderita menghentikan pengobatannya >2 minggu
a) Berobat > 4 bulan , BTA negative dan klinik, radiologic negative,
pengobatan OAT STOP.
b) Berobat >4 bulan, BTA positif : pengobatan di mulai dari awal
dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
c) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan panduan obat yang sama.
d) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negative, akan
tetapi klinik dan atau radiologic positif: penhgobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
e) Berobat < 4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
f. TB paru kasus kronik
a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi ( minimal terdapat 2 macam
OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun
resisten) di tambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
b) Kasus TB kronik perlu di rujuk ke ahli paru.
Tabel 2.1. Ringkasan Paduan Obat
Kategori Kasus Paduan
Dianjurkan
Bila
streptomisin
alergi,dapat
diganti
kanamisin
I a. TB paru BTA +,BTA
_, lesi luas
b. TB di luar paru kasus
berat
2RHZE/4RH atau
2RHZE/6RH atau
2RHZE/4R3H3
II a. Kambuh
b. Gagal pengobatan
3RHZE/6RH
2RHZES lalu
sesuai hasil uji
resistensi atau
2RHZES/
1RHZE/
5R3H3E3
II a. TB paru lalai berobat Sesuai lama
pengobatan
sebelumnya, lama
berhenti minum
obat dan keadaan
klinik,
bakteriologik dan
radiologic saat ini
atau
2RHZES/
1RHZE/
5R3H3E3
III a. TB paru BTA
negatiflesi minimal
b. TB di luar paru kasus
ringan
2RHZ/4RH atau
6RHE atau
2RHZ/
4R3H3
IV a. Kronik Sesuai uji
resistensi atau H
seumur hidup
IV MDR TB Sesuai uji
resistensi +
kuinolon atau H
seumur hidup
Obat yang digunakan dalam program nasional TB
3) Efek Samping OAT
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping
ringandan dapat diatasi dengan obat simptomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan
a) Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda tanda keracunan pada syaraf
tepi , kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau
dengan vitamin B kompleks. Efek samping berat dapat berupa hepatitis
yang dapat tmbul pada >0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat
atau ikterik. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB
pada keaadaan khusus.
b) Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simptomatik ialah :
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil, dan nyeri tulang
b. Sindrom perut, sakit peut, mual tidak nafsu makan muntah kadang
kadang diare
c. Sindrom kulit, gatal gatal kemerahan.
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT di
stop dulu dan sesuia pedoman TB pada keadaan khusus.
b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal, bila
hal ini terjadi rifampisin harus segera dihentikan, dan jangan
diberikan lagi bila gejala menghilang.
c. Sindrom respirasi , sesak nafas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata, air liur.
c) Pirazinamid
Efek smaping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri sendi juga dapat
terjadi ( beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan
gout arthritis, hal ini kemungkinan disebebkan berkurangnya ekskresi dan
penimbunan asam urat , kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual,kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
d) Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Namun tergantung pada dosis yang dipakai pada keracunan okuler. Terjadi
bila dosis 15-25 mg/kgBB perhari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan.
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Resiko tersebut akan meningkat
pad penderita dengan gangguan fungsi eksresi ginjal. Gejala efek samping
yang terlihat adalah telinga berdenging ( tinnitus)pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan
atau dikurangi dosis 0,25 gr. Streptomisin dapat menembus barier plasenta
sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak
syaraf pendengaran janin.
Tabel 2.2 Efek samping ringan dari OAT
Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan,
mual, sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/
allupurinol
Kesemutans/d rasa
terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6
(piridoksin) 100 mg /
hari
Warna kemerahan
pada iar seni
Rifampisin Beri penjelasan tidak
perlu diberi apa-apa
Tabel 2.3 Efek samping berat dari OAT
Efek samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan pada
kulit
Semua jenis OAT Beri antihistamin &
dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisis
dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Ikterik Hanpir semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik
menghilang
Bingung dan muntah muntah Hampir semua obat Hentikan semua OAT
& lakukan uji fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan
4) Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila kadaaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat
dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/ simptomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala.
a. Penderita rawat jalan
1. Makan makanan yang bergizi , bila dianggap perlu diberikan
vitamin tambahan.
2. Bila demam berikan obat penurun panan
3. Bila perlu berikan obat untuk mengatasi gejala batuk.
b. Penderita rawat inap
Indikasi rawat inap TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
1. Batuk darah ( profus)
2. keadaan umum memburuk
3. pneumotoraks
4. empiema
5. efusi pleura massif
6. sesak nafas berat
5) Terapi Pembedahan
Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak
tetap positif.
b. Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
Indikasi relative
a. Penderita dengan dahak negative dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
Tindakan invasive ( selain pembedahan )
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD ( water sealeddrainage )
Criteria sembuh
a. BTA mikroskopis negative dua kali ( pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapat pengobatan yang adekuat.
b. Pada foto toraks, gambaran radiologic serial tetap sama/perbaikan
c. Bila ada fasiliti biakan, maka criteria ditambah biakan negative
6) Evaluasi Pengobatan
Meliputi :
a. Evaluasi Klinik
1. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : resspon pengobatan dan tidak adanya efek samping obat
serta komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.
b. Evaluasi bakteriologik ( 0-2-6/9)
1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
2. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis ( sebelum
pengobatan dimulai , setelah 2 bulan pengobatan setelah fase intensif,
pada akhir pengobatan)
3. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0-2-6/9)
c. Evaluasi radiologic (0-2-6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan
3. Pada akhir pengobatan
2.6 Komplikasi
Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan mauapun setelah selesai
pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Batuk darah
2. Pneumotoraks
3. Gagal nafas
4. Gagal jantung
BAB III
Pengobata TB pada keadaan khusus
1. TB milier
a. Rawat inap
b. Panduan obat : 2RHZE / 4 RH
c. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai dengan 7 blan 2RHZE / 7 RH
d. Pemberian kortiosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
e. Kortikosteroid : prednison 30 – 40 mg/hari, dosis diturunkan 5 – 10 mg setiap 5 – 7 hari, lama pemberian 4 – 6 minggu.
2. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)
Panduan obat : 2 RHZE / 4 RH
a. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita dan berikan kortikosteroid
b. Dosis steroid : prednison 30 – 40 mg/hari, diturunkan 5 – 10 mg setiap 5 – 7 hari, pemberian selama 3 – 4 minggu
c. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan
3. TB DILUAR PARU
Panduan obat : 2 RHZE / 10 RH
Prinsip pengobatan sama dengan TB parru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi ddan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :
Mendapatkan bahan atau spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)
Pengobatan : 1. Perikarditis kontruktiva
2. Kompresi medulla spinalis pada penyakit Pott’s
Pemberian kortikosteroid diperuntukkan pada perikarditid TB untuk mencegah konstriksi jantung, dan pada mengitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik.
4. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)
a. Panduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol
b. Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH
c. DM harus dikontrol
d. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata ; sedangkan penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
e. Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
f. Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
TB PARU DENGAN HIV / AIDS
a. Panduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
b. Menurut WHO panduan obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS
c. Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit
d. Obat suntik sebisa mungkin dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin
e. Jangan melakukan desensisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (misal : INH, Rifampisin) karena mengakibatkan toksik yang serius pada hati
f. INH diberikan terus menerus seumur hidup
g. Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi
TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
a. Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan
b. OAT dapat tetap diberikan kecuali streptomisin karena efek samping Streptomisin pada pendengaran gangguan janin
c. Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid untuk wanita hamil
d. Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walau pun beberapa OAT dapat masuk kedalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
e. Wanita yang menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan
f. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan Rimfapisin dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.
TB PARU dan GAGAL GINJAL
a. Jangan menggunakan OAT Streptomisin, Kanamisin dan Capreomisin
b. Sebaiknya hindari penggunaan Etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi Etambutol. Dalam keadaan sangan diperlukan, Etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin
c. Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, kreatinin)
d. Rujuk ke ahli paru
TB PARU DENGAN KELAINAN HATI
a. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
b. Pada kelainan hati Pirazinamid tidak boleh digunakan
c. Panduan obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6 RH atau 2 SHE / 10 HE
d. Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal
3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
e. Sebaiknya dirujuk ke ahli paru
HEPATITIS IMBAS OBAT
a. Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik
b. Pentalaksanaan :
- Bila klinik (+) (ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) maka OAT stop
- Bila klinis (-), labolatorium mengalami kelainan :
Bilirubin > 2 maka OAT stop
SGOT< SGPT ≥ 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (-) maka teruskan pengobatan dengan pengawasan
Panduan OAT yang Dianjurkan :
a. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
b. Setelah itu, monitor klinik dan labolatorium, bila klinis dan labolatorium normal kembali (billirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) disensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan periksa labolatorium saat INH dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga panduan obat menjadi RHES
c. Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi
top related