nomor 4- profesionalisme ptk
Post on 22-Oct-2015
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional merupakan salah satu pilar
penyangga terwujudnya pendidikan yang bermutu.
Pendidikan ibarat membangun sebuah rumah. Untuk membangun sebuah rumah
diperlukan bahan, alat serta sumber daya untuk membangunnya. Jika semua alat dan
bahan pembangunan rumah tersedia namun tidak ada arsitek yang merancang, tidak ada
tukang/kontraktor yang melaksanakan pembangunan, maka alat/bahan tersebut tidak
berarti. Sama halnya dengan melaksanakan pendidikan membutuhkan alat/bahan
berupa sarana dan prasarana, pembiayaan, kurikulum, dan segala kebutuhan fisik
(hardware) pendidikan. Namun yang terpenting adalah memiliki sumber daya manusia
yang mendedikasikan dirinya di bidang pendidikan, yang akan menggerakkan roda
pembangunan pendidikan. Orang-orang tersebut tidak lain adalah pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK). Sama seperti peran arsitek dan tukang dalam membangun rumah,
peran pendidik dan tenaga kependidikan sangat strategis dalam pendidikan, yaitu
mempunyai andil terbesar dalam menciptakan SDM Indonesia sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Secara umum, pengembangan profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK) sangat penting. Karena PTK adalah ujung tombak dunia
pendidikan. Saya mengutip kalimat salah satu tokoh pendidikan, bapak Anies
Baswedan bahwa “mendidik adalah tugas dari orang terdidik”, artinya penyelenggara
pendidikan adalah “orang terdidik”, untuk menjadi orang terdidik butuh upaya
pengembangan diri PTK secara terus menerus. Selain itu, pendidikan bertugas
menyiapkan generasi muda untuk menghadapi berbagai tantangan, oleh karena itu
dibutuhkan PTK yang berkualitas pula. Secara sederhana, bagaimana kita
menginginkan outcome pendidikan yang berkualitas, tetapi proses pendidikan tidak
ditunjang dengan PTK yang berkualitas pula.
Di bawah ini akan saya paparkan secara spesifik pentingnya pengembangan
profesionalisme PTK. Berkaitan dengan posisi saya saat ini sebagai guru dan
mahasiswa calon pengawas maka dalam pembahasan ini, secara spesifik tenaga
kependidikan yang saya bahas adalah pengawas sedangkan pendidik lebih saya
khususkan pada pengembangan profesionalisme guru.
Penjelasan rasional pentingnya pengembangan profesionalisme PTK
sebagai pilar peningkatan mutu pendidikan
a. Pentingnya pengembangan profesionalisme guru
Guru harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai untuk menjadi
guru yang profesional. Guru profesional inilah yang diharapkan dapat
membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat yang melek ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan sangat kompetitif. Jika guru tidak mengusai
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat membantu dan
membimbing peserta didiknya mengarungi dunia pengetahuan dan teknologi
tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan seorang guru
untuk terus menerus belajar. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai ilmu
pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer dan tidak
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan
berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya.
Pengembangan diri guru sebagai profesional kependidikan dapat membantu
guru bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan
tidak setengah-setengah tetapi tidak kalah pentingnya untuk membantu anak
didik memiliki kepribadian yang matang dan terus berkembang karena profesi
guru merupakan suatu profesi untuk membantu dan membimbing
perkembangan anak didik (manusia).
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengembangan profesionalisme guru
dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan. Pertama, kebutuhan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi serta
melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua,
kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff pendidikan dalam
rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Ketiga, kebutuhan untuk
mengembangkan dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya membantu
siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi
tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya.
b. Pentingnya pengembangan profesionalisme pengawas
Pertama, pentingnya pengembangan profesionalisme pengawas adalah
karena posisi pengawas sebagai supervisor baik supervisor bidang akademik
maupun manajerial. Artinya, pengawas adalah orang yang harus lebih
menguasai/memahami tugas “orang yang diawainya”, yaitu guru dan kepala
sekolah. Tidak lucu, jika guru dan kepala sekolah harus diawasi oleh seorang
pengawas yang memiliki kompetensi lebih rendah dari mereka. Karena itu,
kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas lebih banyak dibandingkan dengan
kompetensi yang dimiliki oleh guru dan kepala sekolah. Seperti yang digambarkan
dalam bagan berikut:PENGAWAS SEKOLAHKEPALA SEKOLAHGURU
KOMPETENSI KEPALA SEKOLAHKepribadianSosialManajerialSupervisiKewirausahaan
KOMPETENSI PENGAWAS
SEKOLAHKepribadian
SosialSupervisi
ManajerialSupervisi
AkademikEvaluasi
PendidikanPenelitian dan
Pengembang
an
KOMPETENSI GURUKepribadianSosialPedagogikProfesional
*Sumber: Materi pembekalan penerima beasiswa kepengawasan Dikmen, oleh Surya Dharma, MPA,
Ph.d
Kedua, sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
pengawas menurut UU Nomor 12 Tahun 2007 maka tugas kepengawasan bukanlah
suatu tugas yang ringan. Oleh karena itu sudah menjadi suatu keharusan bahwa
pengawas sekolah harus menjadi seorang yang profesional dalam bidangnya, dan
untuk mencapainya diperlukan upaya untuk meningkatkan profesionalisme
pengawas ini.
Ketiga, pengembangan profesionalisme pengawas berkaitan dengan
standardisasi kompetensi pengawas sekolah sebagai jaminan kesamaan penguasaan
kompetensi yang diperlukan dalam hal pengawasan sekolah sehingga sekolah
dapat lebih dilayani dan dibina secara efektif, efisien dan produktif.
Keempat, salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pengawas
adalah kompetensi sosial. Hal ini menuntut pengawas perlu mengembangkan
networking dan collaboration dengan masyarakat maupun para stakeholder
pendidikan lainnya dalam upaya meningkatkan produktivitas, efektivitas dan
efisiensi pendidikan di sekolah. Sehingga, pengawas tidak hanya memerlukan
upaya pengembangan dalam hal pengetahuan kepengawasannya saja tetapi
berkaitan kompetensi kepribadian, sosial, dan kemampuan kepemimpinan.
Persoalan mengenai PTK disini secara spesifik yang akan saya angkat adalah
terkait pengembangan profesionalisme pengawas di kabupaten Belu, tempat kerja saya.
Selama ini, informasi yang berkembang luas di masyarakat terkait dengan pengawas
sekolah adalah bahwa pengangkatan pengawas sekolah hampir di semua
kabupaten/kota tidak sesuai dan tidak mengikuti ketentuan dan peraturan yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baik dari segi kualifikasi
maupun kompetensi. Terlebih lagi, diklat fungsional calon pengawas sekolah hampir
tidak pernah ada. Pengangkatan pengawas sekolah selama ini sangat tergantung kepada
bupati/walikota sebagai penguasa di daerahnya. Siapa yang diangkat pengawas sekolah
tergantung pada keinginan penguasa tersebut berdasarkan masukan dari kepala dinas
Analisis persoalan yang mengemuka terkait dengan profesionalisme
PTK
pendidikan. Sayangnya yang diangkat adalah justru tenaga-tenaga apkiran yakni tenaga
yang akan habis masa jabatannya seperti kepala sekolah yang sudah dua periode,
pejabat struktural dinas pendidikan yang akan memasuki pensiun pada usia 55-56 tahun
ataupun pendidik dan tenaga kependidikan yang bermasalah (Sudjana, 2012:129).
Informasi tersebut sesuai dengan apa yang terjadi di kabupaten Belu. Mulai dari
persoalan pengangkatan pengawas sampai siapa yang menjadi pengawas tidak jauh
berbeda dengan apa yang saya alami sendiri. Sejak menjadi guru dan ditempatkan di
SMA Negeri 1 Atambua April 2009, saya tidak pernah mengenal siapa pengawas yang
bertugas pada unit kerja saya. Pasalnya, pengawas yang bertugas tidak pernah terlihat
datang ke sekolah, apalagi sampai melakukan supervisi akademik maupun pembinaan
bagi guru. Bukti lain yang menguatkan pernyataan Sudjana adalah beberapa pengawas
sekolah menengah yang saya kenal, diangkat menjadi pengawas karena lebih pada
kepentingan “mengamankan” orang tersebut dari permasalahan yang dilakukan.
Akhirnya, tugas kepengawasan yang sebenarnya apabilai dilakukan secara benar akan
berimplikasi positif terhadap kinerja guru maupun perbaikan dalam pembelajaran tidak
terjadi. Guru dalam melaksanakan tugas pun cenderung “biasa-biasa” saja, karena tidak
mendapatkan motivasi eksternal dari lingkungan sekolahnya, apalagi bagi guru yang
memang motivasi internal dari dalam dirinya kurang. Dalam melaksanakan tugas,
seorang guru memang dituntut memiliki performa yang maksimal, performa ini dapat
ditimbulkan jika guru tersebut mendapat binaan dari pengawasnya. Paling tidak, jika
guru tersebut merasa “diawasi” maka ia akan cukup berhati-hati dalam melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya, misalnya kesesuaian materi
yang diajarkan dengan kurikulum, ketepatan waktu yang telah dialokasikan pada
program semester dan program tahunan yang ada, maupun kecocokan strategi
pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang di RPP. Karena
seringkali perangkat-perangkat ini hanya bersifat administratif saja, tidak sesuai dengan
pelaksanaannya di kelas.
Dengan adanya UU Nomor 12 tahun 2007, berbagai upaya dari pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah mulai digalakkan untuk membekali pengawas/calon
pengawas sekolah. Selain itu, pemerintah daerah melalui dinas pendidikan mulai
memahami siapa dan apa tugas pokok dan tanggang jawab pengawas sekolah, sehingga
telah muncul itikad baik dari pemerintah daerah untuk mengoptimalkan peran
pengawas dalam pendidikan. Meskipun kualifikasi pengawas belum sesuai dengan
ketentuan karena disesuaikan dengan sumber daya manusia yang tersedia di kabupaten
Belu namun pemerintah daerah tidak menutup diri terhadap upaya pengembangan,
nyatanya, saya diberi kesempatan untuk mengikuti program magister kepengawasan
ini.
Peningkatan kinerja pengawas harusnya juga diimbangi dengan pengembangan
profesionalisme pengawas. Salah satunya adalah menjadi tanggung jawab Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) propinsi, dalam hal ini LPMP NTT. Hal yang agak
merisaukan hati adalah kegiatan pelatihan bagi pengawas, bagi guru maupun bagi
kepala sekolah pun sangat kurang memadai. Berikut adalah data wadah pengembangan
profesi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah yang telah dibina LPMP NTT
sampai Oktober 2012.
Data wadah pengembangan profesi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah
(yang telah dibina LPMP NTT)KKG TK 13KKG SD 221MGMP 196
K3TK/MKKTK 14K3S 62
MKKS 69KKPS 27MKPS 48
Jumlah 609*jumlah ini masih 1/5 dari jumlah wadah yang seharusnya ada. Sumber: http://www.lpmpntt.com/portal/index.php/berita/artikel/127-data-wadah-pengembangan-profesi-guru-kepsek-pengawas-sekolah-yang-telah-dibina-lpmp#top
Dari data di atas menunjukkan bahwa upaya pengembangan tenaga pengawas
masih rendah. Dinyatakan juga bahwa jumlah di atas baru 1/5 dari jumlah wadah
keseluruhan yang seharusnya dibina. Sehingga Jadi 4/5 bagian yang lain adalah
merupakan jumlah guru lainnya belum membentuk wadah KKG/MGMP. Salah satunya
di SMAN 1 Atambua. MGMP pernah berjalan, namun karena saat itu ada dukungan
dana untuk pelaksanaannya. Ketika tidak lagi mendapat suntikan dana maka kegiatan
ini pun tidak lagi diselenggarakan. Sampai saat ini, KKG dan MGMP yang berjalan di
Kabupaten Belu adalah pada tingkat SD dan SMP.
Melihat gambaran keadaan di kabupaten Belu yang telah saya uraikan di atas,
memang amat jauh dari keadaan ideal. Masih banyak kekurangan terkait langsung
dengan profesionalisme PTK. Tidak heran, output pendidikan dari daerah ini secara
rata-rata keseluruhan* lebih rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia
(*selalu ada anak-anak berprestasi tetapi persentasenya masih rendah). Keadaan ini bisa
menjadi lebih baik atau bahkan semakin parah, bergantung pada pribadi PTK yang
bersangkutan untuk tetap optimis dan berbuat yang terbaik sesuai dengan posisinya
masing-masing. Tentunya dukungan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
untuk terus berupaya mengembangkan potensi yang terbatas ini demi kemajuan
pendidikan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di kabupaten Belu.
Berbagai upaya dan strategi peningkatan profesionalisme pendidik dan kependidikan telah dilakukan oleh pemerintah melalui
kebijakan-kebijakan dan regulasi yang ada. Program-program yang dapat dilakukan adalah :
No Bentuk Pelaksana Sasaran Deskripsi, metode dan strategi
1 Program peningkatan
kualifikasi akademik
pendidik
Pemerintah pusat
dan pemerintah
daerah, seluruh
stakeholder
pendidikan
Pendidik dan
tenaga
kependidikan
Pemerintah perlu tetap melakukan program-program yang
menunjang kualifikasi akademik dari PTK. Misalnya melalui
pemberian beasiswa. Hal ini juga perlu didukung oleh Pemda
dalam hal memberikan ijin/tugas belajar bagi PTK yang
melanjutkan pendidikan. Tentunya, upaya ini harus disertai
dengan evaluasi program untuk melakukan perbaikan kontinu.
2 Program peningkatan
kompetensi pendidik
dan tenaga kependidikan
Pemerintah pusat
(Direktorat Profesi
Pendidik), PGRI,
LPMP, P4TK
pemerintah daerah,
Pendidik dan
tenaga
kependidikan
Program peningkatan kompetensi ini dapat berupa pelatihan,
lokakarya, bimbingan teknis. Salah satu diklat bagi pengawas
adalah diklat fungsional, dan salah satu model diklat yang
dapat digunakan adalah Inservice learning-On the job
learning-Inservice learning atau yang dikenal dengan model
In-On-In, yaitu model pelatihan yang tidak sekedar menerima
pengetahuan secara teoritis tetapi juga berkesempatan
mempraktekannya pada situasi nyata.
2 Program sertifikasi PTK Perguruan tinggi, pendidik/ Program sertifikasi yang sekarang telah dilaksanakan dapat
Analisis operasional (bentuk, metode, strategi, pelaksana, sasaran)
solusi untuk mengatasi isu profesionalisme PTK
No Bentuk Pelaksana Sasaran Deskripsi, metode dan strategi
lembaga
independen
penjamin mutu
pendidikan.
pengawas ditingkatkan lagi meniru program keahlian dari bidang ilmu
yang lain. Misalkan program keahlian konseling bagi konselor
atau semacam program spesialis dokter. Sehingga
guru/pengawas yang terjun ke dunia pendidikan adalah mereka
yang telah memegang sertifikat profesi. Program ini tidak
seperti pendikan dan pelatihan biasa, tetapi perlu dirancang
lebih maksimal. Pelaksana adalah lembaga independen yang
melaksanakan program sertifikasi secara baik bukan dengan
sistem “kejar target”
3 Program pribadi Pribadi PTK
sendiri
Pribadi PTK
sendiri
Program pengembangan diri ini perlu dilakukan oleh setiap
PTK. PTK harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk
tetap berkarya secara maksimal di bidang pendidikan. Cara
yang dapat ditempuh adalah dengan memiliki sikap suka
belajar, mencintai prestasi tinggi, memiliki etos kerja produktif
dan kreatif, puas terhadap kesuksesan yang dicapai dan
berusaha meningkatkannya serta memiliki karakter
ketauladanan bagi peserta didik maupun orang-orang di
sekitarnya.
top related