mulyati supervisi 1
Post on 21-May-2015
1.253 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan satu pilar pokok pembangunan
dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan
sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan kompetetitif sesuai dengan visi
Kementrian Pendidikan Nasional 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut
diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan dari
semua pihak. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional. Salah satunya dengan membuat berbagai langkah
seperti yang dirumuskan berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional (USPN) Nomor 20 Tahun 2003.
Pada USPN telah dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional, yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. USPN juga menegaskan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Sebagai realisasi upaya peningkatan mutu pendidikan pemerintah telah
menetapkan peraturan pemerintah (PP) 19 Tahun 2005 yaitu tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP). SNP ini sangat diperlukan karena akan menjadi
acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan
1
yang antara lain, meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut merupakan standar
nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola,
penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerja dalam
memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
PP No 19 Tahun 2005 tentang SNP menegaskan bahwa Standar
Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Indonesia yang berfungsi sebagai dasar bagi
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan pada setiap satuan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu. SNP berisi
ketentuan tentang delapan standar yang dicita-citakan dapat terwujud di
semua satuan pendidikan pada kurun waktu tertentu, meliputi Standar Isi,
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
Mengingat bahwa kondisi satuan pendidikan pada saat ini masih sangat
beragam, dan sebagian kualitasnya masih berada di bawah SNP, maka perlu
dicari strategi untuk mencapai SNP secara bertahap dengan menetapkan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) melalaui Permendiknas Nomor 15 Tahun
2010 yang merupakan tingkat pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh
setiap satuan pendidikan. Apabila SPM pendidikan telah tercapai maka indikator
tingkat (mutu) layanan akan dinaikkan dari waktu ke waktu, hingga pada
akhirnya mencapai tingkatan yang ditetapkan dalam SNP. Oleh karena itu SPM
pendidikan dapat diartikan sebagai strategi untuk mencapai SNP secara
bertahap dan merupakan sasaran antara untuk menuju pemenuhan SNP.
2
Sehubungan dengan hal tersebut, kepala sekolah mempunyai peran
yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah telah menetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi
kompetensi yang perlu dimiliki kepala sekolah, yaitu: Kepribadian, Manajerial,
Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Salah satu kompetensi yang sangat
berperan langsung terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah dimensi
kompetensi supervisi. Dengan kompetensi itu dapat menunaikan kewajiban
menumbuhkan motivasi diri serta menguasai prinsip-prinsip supervisi sehingga
memiliki tingkat kesiapan yang baik sebagai insan pembina sekolah. Melalui
kompetensi ini kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat penting di dalam
mendorong guru untuk melakukan proses pembelajaran yang berkualitas.
Kepala Sekolah merupakan pembina guru dalam pengelolaan mutu
pendidikan, meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam
melaksanakan tugas pokoknya. Secara akademis kepala sekolah dapat
membimbing guru dalam mengembangkan, melaksanakan, dan melakukan
penjaminan mutu KTSP, mengarahkan pengembangan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran, meningakatkan kinerja dalam mengevaluasi
pembelajaran sehingga dapat menghasilkan standar lulusan yang bermutu.
Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses mengamanatkan
bahwa setiap guru wajib melaksanakan: perencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, melakukan penilaian dan adanya pengawasan
oleh kepala sekolah.
3
Namun pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan Indonesia
terutama proses pembelajaran di kelas saat ini seolah-olah masih merupakan
otoritas sepenuhnya pada guru. Hampir tidak ada pihak luar yang peduli,
memperhatikan serta mencermati pelaksanaan pembelajaran guru di hadapan
peserta didiknya. Bahkan sering dikatakan bahwa pekerjaan guru adalah
merupakan profesi yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, kecuali klien (siswa).
Apabila ada pengawas, kepala sekolah, atau sesama guru yang ingin tahu
bagaimana seorang guru mengajar, hal ini sering dianggap tabu dan dikatakan
tidak percaya pada guru. Kondisi tersebut sering dipengaruhi oleh budaya
tertutup yang melingkupi iklim kerja di sekolah-sekolah selama ini. Oleh karena
itu walau pun kepala sekolah dan pengawas (supervisor) memiliki kewenangan
untuk monitoring dan menilai kinerja guru dalam pembelajaran, namun selama
ini kurang maksimal dilakukan.
Penilaian kinerja guru sering hanya diukur dari administrasi pembelajaran
yang ditulis. Kunjungan kelas seakan masih merupakan formalitas, atau bahkan
hanya dilakukan bila seorang guru dianggap bermasalah. Kondisi demikian tentu
tidak mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan, yang ruhnya terletak
pada interaksi antara guru dan siswa di kelas. Akuntabilitas guru menjadi
rendah, dan hanya terfokus pada bagaimana membuat siswa dapat
mengerjakan soal-soal ujian. Pada mata pelajaran tertentu yang tidak termasuk
materi ujian nasional, bahkan dikesankan lebih santai lagi. Pembelajaran yang
aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna bagi kehidupan siswa, masih
jauh dari harapan.
4
Akiibat kondisi semacam itu permasalahan rendahnya kualitas
pembelajaran di kelas tidak kunjung usai. Kualitas pembelajaran di kelas sering
bersumber dari beberapa hal pokok berikut: ketidaklengkapan administrasi
pembelajaran guru (pengembangan silabus, RPP, dan administrasi penilaian)
rendahnya kemampuan guru melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), rendahnya kemampuan dan motivasi
guru meningkatkan pengetahuannya.
Banyak guru masih menggunakan Silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) hasil copy paste. Hanya beberapa guru yang
mengembangkan silabus dan menyusun RPP sendiri. Administrasi penilaian
masih lemah dalam hal teknik dan instrumen penilaian, kisi-kisi dan analisis
butir soal, serta program remidial dan pengayaan. Daftar nilai masih sebatas
nilai tugas dan ulangan harian dalam bentuk kognitif. Lembar penilaian afektif
(pengamatan) dan psikomotor juga belum nampak. Penentuan KKM belum
mempertimbangkan berbagai aspek. Banyak guru belum paham
komponen/dasar penentuan kriteria ketuntasan minimal (KKM) meski sudah
mempunyai daftar KKM.
Rendahnya kemampuan guru melakukan pembeljaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif, menyenangkan, gembira dan berbobot (PAIKEM GEMBROT)
juga masih jauh panggang dari api. Dari hasil pengamatan, observasi dan
diskusi beberapa guru antara lain: banyak guru-guru mengajar masih
menggunakan pola lama dengan mendominasi kelas dengan ceramah, belum
menerapkan pembelajaran inovatif seperti memanfaatkan model-model
pembelajaran kooperatif, CTL atau lainnya.
5
Guru yang sudah secara sadar membawakan pembelajarannya inovatif
merasa kekurangan waktu, karena proses persiapannya terlalu lama dan siswa
juga cenderung lambat dalam hal mengubah posisi tempat duduk. Guru juga
kurang mengeksplorasi siswa untuk mengembangkan keterampilan kooperatif
dan berkolaborasi (eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi), meski di dalam RPP
dicantumkan guru jarang yang benar-benar menerapkannya di kelas. Guru
belum sepenuhnya memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran, meski
dari penelusuran RPP yang dibuat memang ada ada rencana guru
memanfaatkan sumber-sumber belajar dan media yang beragam.
Adanya pemahaman yang keliru bahwa pemanfaatan multimedia
pembelajaran semata-mata menggunakan teknologi canggih (komputer)
padahal untuk beberapa mata pelajaran tertentu justru pemanfaatan lingkungan
bisa lebih mengembangkan daya pikir dan nalar siswa, karena siswa
berinteraksi langsung dengan sumber belajar (alam takambang). Selain itu guru
yang telah memanfaatkan multimedia (komputer) hanya sebatas memindahkan
papan tulis dengan menayangkannya dalam bentuk power poin sehingga justru
mematikan kreatifitas siswa (pembisuan siswa) karena siswa hanya melihat,
tidak melakukan aktifitas apapun. Jika berlarut-larut ini akan membuat siswa
cepat bosan.
Beberapa kondisi secara umum di atas juga terjadi di SMP 11
Surakarta, apalagi selama ini guru jarang dipantau lewat program supervisi.
Padahal idealnya, menurut Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, kepala sekolah melakukan
supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam
setiap semester.
6
Dalam kondisi demikian, maka peran kepala sekolah sebagai pembina
guru sangat diharapkan. Kepala sekolah harus berfungsi sebagai kontrol
kualitas dalam proses pendidikan, khususnya pembelajaran/bimbingan.
Kualitas tidak hanya pada dimensi ketercapaian target materi dan nilai ulangan
siswa, namun juga kebermaknaan proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Demi mendukung peran kepala sekolah/madrasah dalam meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah/madrasah maka dibutuhkan kepala sekolah yang
mempunyai kompetensi kuat dalam kontrol kualitas pembelajaran yang
dilakukan guru. Oleh karena itu kompetensi supervisi kepala sekolah sangat
diperlukan dalam mewujudkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka pada kesempatan ini
sebagai tindak lanjut dari kegiatan On the Job Learning (OJL) Diklat Peningkatan
Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah tahun 2012, maka kepala sekolah
berusaha melakukan upaya awal dengan malakukan kajian berupa pelaksanaan
Supervisi Akademik sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di
SMP Negeri 11 Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka pada kesempatan ini maka
kepala sekolah berusaha melakukan upaya awal dengan melakukan kajian
berupa pelaksanaan Supervisi Akademik. Oleh karena itu rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Apakah Supervisi Akademik dapat meningkatkan Upaya Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di SMP Negeri 11 Surakarta.
7
C. Tujuan
Kegiatan supervisi akademik ini bertujuan:
1. Meningkatkan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah yang meliputi:
konsep supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru,
membuat rencana program supervisi akademik dengan pendekatan dan
teknik supervsi yang tepat, dan melaksanakan tindak lanjut supervisi
akademik.
2. Memberikan kesempatan kepada kepala sekolah untuk mendapatkan
pengalaman dan pembelajaran melalui praktik supervisi akademik dengan
paradigma, pendekatan dan teknik-teknik yang telah diperoleh selama
kegiatan diklat In Service Learning.
3. Meningkatkan kepekaan kepala sekolah terhadap pengelolaan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru sehingga dapat
menumbuhkembangkan keterampilan guru mengelola proses pembelajaran
yang inovatif, kreatif, pemecahan masalah, dan menumbuhkan naluri
kewirausahaan.
4. Membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam
memahami kegiatan akademik, kegiatan pembelajaran di kelas,
mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan
kemampuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
5. Mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-
tugas mengajarnya, pengembangan kemampuannya sendiri, serta
mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh
(komitmen) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
,
8
D. Manfaat
Manfaat kegiatan supervisi akademik adalah:
1. Bagi Kepala sekolah:
a. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan kepala sekolah dalam
mempengaruhi, menggerakkan, mengembangkan dan memberdayakan
guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada.
b. Sebagai upaya kepala sekolah untuk lebih mendekatkan hubungan kepala
sekolah dengan guru sehingga terjalin hubungan yang harmonis melalui
supervisi akademik dan supervisi klinis sehingga guru mampu
mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
2. Bagi guru:
a. Membantu guru dalam meningkatkan kompetensinya khusunya dalam
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian
pembelajaran.
b. Sebagai wahana peningkatan kemampuan guru dalam memanfaatkan
sumber belajar, alat bantu, dan media pembelajaran yang kreati dan
inovatif, sehingga proses pembelajaran dapat efektif.
c. Sebagai upaya meningkatkan komitmen terhadap tugas dan fungsinya
serta pengembangan karakter pribadi lainnya.
3. Bagi Sekolah:
a. Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah .
b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
9
c. Sebagai kontrol kualitas atau penjaminan mutu pembelajaran
4. Bagi Siswa:
a. Sebagai jaminan mendapatkan pelayanan pembelajaran yang optimal
b. Sebagai upaya membina perilaku belajar siswa yang lebih baik.
10
top related