makna perkawinan menurut adat dan budaya aceh

Post on 30-Jun-2015

2.212 Views

Category:

Documents

2 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

FITRIANI (10061020100RINI SUSANTI (0906102010068)TARA ASTIKA BANGUN (1006102010049)

Makna Perkawinan Menurut Adat dan Budaya Aceh

Perkawinan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial (Wikipedia, 2012).

Pengertian Perkawinan

1. Nikah gantung, yaitu pernikahan gadis yang masih kecil belum cukup umur atau masih dalam pendidikan, mereka dinikahkan terlebih dahulu dan akan diresmikan beberapa tahun kemudian.

2. Nikah langsung, yaitu pernikahan dilakukan seperti biasa, langsung diresmikan (wo linto).

Macam-Macam Nikah

Jadi dapat dikatakan bahwa perkawinan menyangkut dua hal yaitu:

1. Norma adat dan agama yang melarang pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.

2. Norma adat Aceh yang memberikan tekanan kepada orang tua untuk mengawinkan anaknya, bila anaknya sudah sampai waktunya (kematangan seksual) yang dalam bahasa Aceh disebut tro’ umu.

Peralatan dan Bahan-Bahan Upacara

Bahan dan peralatan yang diperlukan yaitu:

a. Mas kawin

b. Uang hangus

c. Makanan, pakaian, perhiasan

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penentuan waktu upacara peresmian perkawinan (resepsi) dilakukan oleh linto baro dan dara baro melalui perantara.

Biasanya upacara peresmian perkawinan dilaksanakan setelah masa panen.

Pesta perkawinan dilaksanakan di dua tempat, yaitu di rumah orang tua linto baro dan orang tua dara baro. Namun, upacara “bersanding dua” dilaksanakan di rumah mempelai perempuan.

TAHAPAN UPACARA

Menurut Cut Intan Elly Arby (1989: 5-6), beberapa tahap perkawinan adat Aceh adalah sebagai berikut:

1. Persiapan menuju perkawinan

a. Jak Keumalen (mencari calon istri/suami)

b. Jak Ba Ranub (tahap melamar)

c. Jak Ba Tanda (tahap pertunangan)

2. Upacara menjelang perkawinan

a. Malam Peugaca

b. Memotong atau Meratakan Gigi (Koh Gilo)

c. Memotong Rambut Halus Bagian Dahi (Koh Andam)

d. Upacara Peumano

e. Khatam Al-Qur’an

Tahapan Upacara

3. Pelaksanaan perkawinan

Ini adalah upacara mengantarkan linto baro ke rumah orang tua dara baro.

Mempelai perempuan dibimbing oleh dua pendamping di kanan dan kiri yang disebut peunganjo. Ketiganya berjalan menghadap kedua orang tua untuk sungkem (semah ureung chik), kemudian peunganjo membimbing dara baro ke pelaminan untuk menunggu kedatangan linto baro dan rombongan.

Tahapan Upacara

Selama perjalanan menuju rumah dara baro, rombongan melantunkan shalawat.

Setelah memasuki pintu gerbang, linto baro diserahkan kepada orang tua adat dari pihak dara baro.

Kedua mempelai disandingkan sebentar di pelaminan sebelum dibimbing menuju suatu tempat khusus untuk bersujud kepada kedua orangtua mempelai.

Prosesi dimulai dari dara baro bersujud kepada orang tua kemudian kepada kedua mertua. Linto baro mengikuti apa yang dilakukan mempelai wanita. Lalu mereka dibimbing ke pelaminan untuk dipeusijuek oleh keluarga.

Mulai dari keluarga linto baro yang memberikan uang dan barang berharga lainnya. Begitu juga sebaliknya. Jumlah anggota keluarga yang melakukan  peusijuek tidak boleh genap.

Setelah pelaksanaan upacara selesai, linto baro langsung pulang ke rumahnya. Setelah hari ke tiga atau ke tujuh barulah linto baro diantar kembali ke rumah dara baro untuk melaksanakan upacara hari ketiga (peulhe) atau ketujuh (peutujoh).

Upacara ini diawali dengan penanaman bibit kelapa yang dilakukan oleh woe linto bersama dara baro. Selanjutnya, linto baro melakukan sujud kepada mertua dan diberi pakaian ganti, cincin emas, dan lain-lain.

Tahapan Upacara

4. Upacara setelah perkawinan

Setelah perkawinan masih ada upacara, yaitu upacara Tueng Dara Baro.

Upacara Tueng Dara Baro merupakan upacara untuk mengundang dara baro beserta rombongannya ke rumah mertua.

Pada upacara ini, dara baro menginap di rumah orang tua linto baro selama tujuh hari dengan ditemani oleh satu atau dua peunganjo

Nilai-nilai yang Terkandung dalam Perkawinan Adat Aceh

1) Nilai tradisi Upacara adat yang dilaksanakan dalam

perkawinan bagi masyarakat Aceh merupakan salah satu bentuk pelestarian tradisi.

2) Nilai religi Implementasi nilai-nilai ajaran agama dalam

membangun keluarga yang baik (sakinah) dapat dilakukan melalui perkawinan.

Perkawinan juga dapat menjadi sarana untuk mengimplementasikan nilai Islam dalam membina hubungan antarsanak kerabat.  

3) Nilai sosial Perkawinan merupakan suatu cara di mana ikatan

antara laki-laki dan perempuan diakui oleh masyarakat.

Salah satu tujuan perkawinan bagi masyarakat Aceh adalah untuk memperluas kaum kerabat dan mempererat hubungan yang sudah ada.

Sekian Dan

Terima Kasih

top related