adat perkawinan di desa warukin kabupaten tabalong

31
Adat Perkawinan di Desa Warukin Kabupaten Tabalong Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak sekitar 13 KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini ±1858 orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet. Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku-suku lain yang berbaur didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan masyarakat antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali persaudaraan antar suku, agama, dan ras. Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan kaharingan. Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang di kenal dengan sebutan pasar Bajud, sesuai dengan tempatnya. Disinilah terjadi transaksi dan interaksi antar warga. Asal usul Warukin sendiri berasal dari kata Weruken,yang dulunya adalah tempat yang banyak terdapat pohon durian/papaken (ma’anyan, yang disukai oleh binatang sejenis kera yang di sebutnya weruk (ma’anyan). Tempat ini juga konon katanya diberi nama oleh seseorang pengembara yang mencari tempat tinggal, dimana untuknya melanjutkan hidup dan mencari makan. Seorang ini sanagat sakti, Tampan dan Gagah. Dengan Hipet(dayak) yang digunakannya untuk mencari tempat tinggal ia tembakan dan jatuh tepat ditempat yang

Upload: nurie-adhiesta

Post on 22-Oct-2015

104 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

A.

TRANSCRIPT

Page 1: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Adat Perkawinan di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak

sekitar 13 KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini

±1858 orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet.

Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku-suku lain yang berbaur

didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan masyarakat

antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali persaudaraan antar

suku, agama, dan ras.

Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan kaharingan.

Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang di kenal dengan sebutan pasar

Bajud, sesuai dengan tempatnya. Disinilah terjadi transaksi dan interaksi antar warga.

Asal usul Warukin sendiri berasal dari kata Weruken,yang dulunya adalah tempat yang

banyak terdapat pohon durian/papaken (ma’anyan, yang disukai oleh binatang sejenis kera yang

di sebutnya weruk (ma’anyan).

Tempat ini juga konon katanya diberi nama oleh seseorang pengembara yang mencari

tempat tinggal, dimana untuknya melanjutkan hidup dan mencari makan. Seorang ini sanagat

sakti, Tampan dan Gagah. Dengan Hipet(dayak) yang digunakannya untuk mencari tempat

tinggal ia tembakan dan jatuh tepat ditempat yang banyak di tumbuhi pohon papaken, yang amat

disukai oleh weruk. Maka dijadikannyalah tempat itu sebagai tempat tinggalnya yang kemudian

di beri nama Weruken atau dikenal dengan sebutan Warukin (sekarang).

Page 2: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Sebagaimana suku lainnya, suku dayak di daerah ini juga memiliki kebudayaan dan ritual serta upacara adat. Misalnya pada saat perkawinan, kematian, upacara ucapan syukur, pesta panen, dan lain-lain. Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak Manya sepreti di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu. Warga dayak Warukin mempertontonkan tahapan adat dalam perkawinan bagunung perak yang langka karena sudah lebih lima puluh tahun tidak pernah digelar lagi. Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya. Bila dalam garis keturunan tidak pernah ada yang melaksanakan, maka anak cucunya juga tidak boleh atau akan terkena bala. Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki ke rumah mempelai wanita bernama di balai adat desa setempat . Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan sore menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir. Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah diizinkan, mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting tali dari janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan musik tradisional, simbol kebahagiaan. Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga mempelai dikawal penari dan balian bawo masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo lalu berhenti di depan pintu dan menyapa keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum masuk. Dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun pandan. Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala kerbau. Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru hitam bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai simbol kejantanan dan kebangsawanan. Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi hampir selesai. Sebab setelah dilakukan ritual pilah saki atau pemalasan pengantin agar direstui Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi diserahkan oleh keluarga masing-masing. Ritual Pilah Saki “Menyembelih hewan ternak dan menguburkan kepalanya dilokasi tempat kegiatan dan tentunya dengan bacaan mantra-mantra yang disematkan kepada roh-roh penunggu lokasi tersebut”.

Magis memang. Belaian adalah sebutan untuk pemangku adat (dukun, dalam istilah awam) yang menjalankan sekaligus pimpinan acara pemalasan kampung atau pilah saki.

Page 3: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Pemalasan kampung merupakan ritual tolak bala suku dayak Manyan dan dayak Lawangan, khususnya penganut agama Kaharingan.

Dalam ritual pemalasan kampung, pilah saki masih terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama meliputi pemalasan menggunakan hewan ternak berupa satu ekor babi, tiga ayam kampung warna hitam, satu ekor kambing, panganan yang terbuat dari beras ketan dan nasi. Sedang bagian kepala dari hewan ternak yang dikorbankan dikubur dalam suatu lokasi tempat kegiatan akan berlangsung. Untuk panganan yang terbuat dari beras ketan dan nasi serta potongan daging hewan korban ditempatkan disuatu wadah dari anyaman bambu yang nantinya diletakkan diatas pohon dan tak lupa diberi pula dupa beberapa batang rokok, lilin.

Setelah menjalankan ritual tersebut para posesi melakukan acara makan-makan bersama dirumah salah seorang warga setempat yang ditunjuk sebagai panitia pemalasan kampung.

Tahap berikutnya atau tahap kedua adalah pemalasan akbar yang lazimnya dilakukan sebelum suatu kegiatan besar berlangsung disuatu tempat. Ditiap tempat biasanya memiliki peraturan sendiri tentang besar kecilnya acara pemalasan kampung. Secara umum sebelum melakukan suatu kegiatan besar, pilah saki masih menggunakan hewan ternak sebagai media yang dikorbankan. Jumlah hewan yang dikorbankan, panganan dan nasi sama seperti halnya ditahap pertama sedangkan perbedaan hanya terletak pada kambing diganti dengan kerbau jantan.

Hewan-hewan ternak yang dikorbankan harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Ritualnya pun sama, dengan cara mengubur hewan korban dilokasi kegiatan yang akan berlangsung dan panganan yang terbuat dari beras ketan dan nasi serta potongan daging hewan korban ditempatkan disuatu wadah diletakkan diatas pohon dan diberi dupa, rokok serta lilin sebagai pengganti lampu minyak.

Ritual pemalasan kampung atau pilah saki ditiap tempat memiliki peraturan adat sendiri. Hal ini tergantung dari belaian tempat tersebut. Secara garis besar ritual pilah saki adalah riatual tolak bala yang wajib hukumnya secara adat dilakukan sebelum suatu kegiatan berlangsung. Kepercayaan Pilah saki sudah turun temurun dianut oleh masyarakat dayak Manyan dan dayak Lawangan, bahkan masyarakat dayak Kapuas di Kalimantan Tengah juga melakukan hal serupa

Ada juga sebagian warga yang memakai adat Proses Pernikahan nenek moyang mereka

terdahulu seperti

Prosesi tradisi pernikahan Dayak di Desa Warukin dilangsungkan dengan berbagai tahap.

Page 4: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan

dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak

keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman

mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut yang

menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju.

Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga untuk

bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerban.

Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di

depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan uang

logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman,

sejahtera dan sentosa.

Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing

diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang

dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.

Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu

menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang

entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan jandau.

Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus

menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan

bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka

berdua. Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat. Mereka

harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak.

Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan

mereka berdua.

Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu kepada

pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki antara dua

keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.

Sebuah hajatan yang bernilai tinggi. semoga tetap terjaga, dan lestari dan membudidaya adat

istiadat serta kebudayaan asli bangsa Indonesia.

Page 5: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Adat Perkawinan Suku Dayak di Desa Warukin

Seorang gadis Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal

pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku

Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup

bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan

dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang

meminang gadis itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh.

Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas

kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin

dianggap sebagai martabat keluarga wanita.

Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak

wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan

memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria

biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang

mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah

mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut

sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat ini iyalah bahasa ma’anyan, tidak jauh beda dengan

suku dayak yang ada di daerah Bar-tim hanya saja mungkin karena terpengaruh dengan dialeg

sekitar nya maka dialeg dan gaya bicaranya sedikit beda dengan suku dayak yang ada di

Bartim. Setidaknya mungkin karena desa ini adalah satu-satunya pemukiman masyarakat dayak

di daerah tabalong.

Begunung perak adalah prosesi perkawinan adat dayak kalsel yang hampir punah.

Perkawinan adat dayak ini menurut ketua adat setempat diadakan terakhir pada

tahun 1983. Ada juga adat pernikahan “ anak daro mandi keair”. Sebelum melaksanakan

perkawinan biasanya mereka mencari kayu terlebih dahulu sebelum pesta perkawinannya. Kayu

tersebut di gunakan untuk memasak.

Page 6: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serqangan Marajampahit

(Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa subetnis.

Suku terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :

Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara

kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.

Dua speaker di sudut kiri halaman rumah mempelai di RT 3 desa itu berdetak kencang

seiring tempo lagu. Para tamu yang hadir pun tampak larut dalam alunan lagu-lagu yang sedang

ngetop itu.

Ini berbeda dari kebiasaan warga suku itu, yang biasanya menyajikan hiburan saat pesta

pernikahan dengan tarian giring-giring. "Sekarang disesuaikan kemampuan yang punya hajatan,"

kata Ulinawati, Kepala Desa Warukin.

Mencari penari giring-giring di zaman seperti sekarang, menurutnya relatif sulit. Di desa

setempat hanya ada satu grup tari yang kini sedang bertolak mengikuti festival tari Dayak ke

Jakarta.

Ditambah lagi saat ini banyak warga Desa Warukin bekerja di sektor formal seperti di

perusahaan atau pegawai negeri. Karena itu mereka tidak punya banyak waktu dan dana untuk

menggelar hajatan sesuai adat yang biasanya berlangsung sampai tiga hari berturut-turut.

Humas Adat warga Dayak Manyan Warukin, Deny Djohn, mengatakan tak hanya

pakaian pengantin dan hiburan bagi para tamu yang mulai mengalami pergeseran mengikuti tren

zaman. Ada pula sejumlah tahapan adat yang sengaja dipangkas karena bukan keharusan.

"Misalnya, tradisi potong tali banjang sebagai bentuk penerimaan keluarga salah satu

mempelai yang berasal dari luar kampung. Sebagian dari kami tidak menyelenggarakan lagi,

karena sudah cukup prosesi inti, seperti hukum adat," paparnya. Menurutnya prosesi potong tali

banjang-- berupa tali katun yang digantungi aneka buah-buahan dan janur, kini merepotkan

karena harus mengundang balian dari luar kampung. Di kampung setempat tidak ada lagi balian,

karena rata-rata warga telah beragama Kristen.

Page 7: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Dari semua tahapan pernikahan warga Dayak, hanya hukum adat saja yang masih

dipertahankan. Biasanya tahapan simbolis ini dilakukan sehari atau sesaat sebelum kedua

mempelai dipertemukan dan duduk di pelaminan.

Hukum adat adalah tahapan pembicaraan lebih lanjut yang melibatkan seluruh anggota

keluarga besar terhadap lamaran yang diajukan mempelai pria.

Pada kesempatan itu keluarga besar kedua belah pihak juga saling berkenalan,

menyampaikan tanggapan dan persetujuan atas pernikahan yang akan dilaksanakan.

Selain hukum adat tradisi yang masih lestari adalah turus tajak atau pembacaan

sumbangan para tamu undangan. Pada kesempatan ini jumlah sumbangan dan pesan si

penyumbang dibacakan secara langsung oleh penghulu adat atau yang bersangkutan sebagai

kenang-kenangan dan ucapan selamat.

Waktu penyelenggaraan pernikahan juga relatif unik, biasanya menjelang Magrib sampai

dini hari. Hal tersebut sudah dilakukan sejak dulu menyiasati kesibukan tetangga dan handai

taulan di ladang pada siang hari. Sebelum menyelenggarakan perkawinan, biasanya masyarakat

Warukin melakukan upacara Pemalasan. Pemalasan adalah upacara yang bermaksud agar

musibah tidak terjadi lagi.

Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi

masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan

perkawinan,  para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup mereka.

Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yag ditempuh menuju

jenjang perkawinan dapat berupa:

1. Ijari

Pasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu

menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan.

Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk

perencanaan kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan.

Page 8: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Pertemuan tersebut menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai

bukti resmi saat perkawinan dilaksanakan.

2. Peminangan

Acara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris

kedua remaja saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang

mencantumkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula

semua barang bukti peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.

Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat

1. Singkup Paurung Hang Dapur

Tata cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak

Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat)

dan Ahli Waris kedua pengantin.

Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa:

Keagungan Mantir

Kabanaran

Pamania Pamakaian

Tutup Huban (kalau ada)

Kalakar, Taliwakas

Turus Tajak

Pilah Saki tetap dilaksanakan.

2. Adu Bakal

Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah

bersama untuk mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila

perkawinan lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka

pengantin akan dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum

Sapuhirang”.

3. Adu Jari (adu biasa)

Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai.

Perempuan mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin

laki-laki. Setelah upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata

Page 9: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

“Kasianan” yang artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk

meningkatkan penyesuaian antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru.

Dalam perkawinan ini ada hukum “lanyung ume petan gantung”

4. Adu hante

Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu

maupun kurang mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara

perkawinan ini disertai upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar

menjadi pasangan yang berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang

dilapisi 9 susun kain dan diapit 9 orang pemuda.

Acara perkawinan

Naik manau merupakan keterampilan yang dimiliki suku dayak di Desa Warukin , yaitu menaiki sejenis rotan yang ukuraannya cukup besar memiliki banyak duri yang sangat tajam yang disebut rotan manau.

Tarian Kuda Gipang merupakan salah satu kesenian yang ada pada masa Kerajan Banjar. Tarian ini memiliki kesamaan dengan tari kuda Lumping. Tapi, bedanya jika kuda lumping kudanya seperti ditunggangi, sedangkan tari kuda gipang selalu memegang kuda yang terbuat dari anyaman rotan dan dijepit diketiak. Jika sedang menari, maka kuda-kudaan tersebut dikibas-kibaskan. Tarian ini biasanya terdiri dari 7 orang bahkan lebih, 1 orang penari sebagai seorang pemimpin atau raja dan 6 orang lainnya saling berpasangan, mereka sebagai pasukan. Gerakan-gerakan dalam tarian ini adalah gerakan dengan penuh semangat. Musik penggiringnya terdiri dari alat-alat musik gamelan seperti sarun, gong, kanong.  Tarian ini dulunya digelar ketika ada upacara adat perkawinan untuk mengiringi pengantin laki-laki ke rumah mempelai wanita. Namun, kemudian tarian ini berubah menjadi pagelaran atau tari tradisional rakyat di Kalimantan Selatan. Sejalan waktu yang terus berlalu dari tahun ke tahun, kesenian ini mulai menghilang.

Kesenian ini sekarang sudah tidak dipakai lagi dalam acara-acara resmi, bahkan dalam

pagelaran pun jarang menampilkan seni tari ini. Melestarikan kesenian ini. Pemerintah terkesan

tidak peduli, padahal kesenian ini merupakan peninggalan yang sangat berharga. Tidak adanya

usaha untuk melestarikan kesenian ini mengakibatkan generasi muda yang ada tidak mengenal

kesenian ini. Jadi, jangan salahkan jika kelak ada negara lain yang akan mengambil dan

mematenkan kesenian ini menjadi kesenian negaranya. Dan tentunya pada saat itulah kita akan

sadar dan akan mencak-mencak untuk berusaha merebut kembali hak kepemilikan yang sah.

Seperti kasus Reog Ponorogo yang diklaim Negara lain.

Page 10: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Dayak Warukin (Maanyan Tanta) di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong

merupakan bagian dari Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis suku

Maanyan yang terdapat di kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju

Lima. Istilah "benua" berasal dari Bahasa Melayu Banjar.Upacara adat rukun kematian

Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini pada subetnis Maanyan .Benua

Lima pada umumnya disebut marabia. Golongan suku Dayak Maanyan lainnya adalah Dayak

Balangan (Dusun Balangan) di hulu sungai Balangan kecamatan Halong, Balangan dan Dayak

Samihim di desa Betung, di kecamatan Pamukan Utara, Kotabaru yang  memiliki musik yang

khas yaitu kukurung. 

Suku dayak Warukin ( Tabalong-Kalsel) merupakan salah satu subsuku dayak Maanyan yang memiliki upacara balian bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi sebuah atraksi kesenian yang disebut Tari Tandik Balian.

Sekilas tentang Dayak Waang disekitarnya Warukin

Orang Dayak Warukin adalah suku maanyan yang terdapat di Desa Haus, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong atau enclave yang disekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar. Hal ini bisa terjadi karena dahulu kala daerah di sekitar lembah Tabalong pada umumnya adalah wilayah tradisional suku Maanyan, tetapi akhirnya mereka terdesak oleh perkembangan kerajaan Negara Dipa yang menjadi cikal bakal suku Banjar. Selanjutnya suku Maanyan terkonsentrasi disebelah Barat yaitu wilayah Barito Timur, Kalimantan Tenga, dan sebagian terdapat disebelah timur yaitu di Kabupaten Kota Baru yang disebut Dayak Samihim.

Dayak Warukin di Desa Warukin di Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Maanyan Banua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di Kecamatan Benua Lima, Barito Timur, nama asalnya adalah Maanyan Paju Lima istilah “ Benua“ berasal dari bahasa Melayu Banjar. Sebenarnya banyak versi sejarah tentang Kerajaan Tanjungpuri yang merupakan cikal bakal kota Tanjung (pusat pemerintahan Kabupaten Tabalong) Tabalong.. Menurut salah satu sumber, Kerajaan Tanjungpuri ini didirikan oleh orang2 Melayu yang bermigrasi dari Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera pada sekitar abad ke-4 M.. Para imigran yang memiliki budaya lebih tinggi daripada penduduk lokal (suku Dayak) pada saat itu, mendirikan pemukiman di daerah pesisir Sungai Tabalong..

Mereka kemudian berbaur dan melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, perpaduan dari Suku Melayu dan Suku Dayak inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Suku Banjar di Kalimantan Selatan. Semakin lama perkampungan mereka semakin ramai dan kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil bernama Kerajaan Tanjungpuri di pesisir sungai Tabalong, Tanjung Tabalong. Sementara itu sumber lain menyebutkan, Kerajaan Tanjungpuri adalah kerajaan yang sama dengan Kerajaan Kuripan atau Kerajaan Nan Serunai (atau Kerajaan Nan Serunai berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tanjungpuri) di Kalimantan

Page 11: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Selatan.. Kemudian kekuasaan yang semula dipegang oleh orang lokal diambil alih oleh dinasti baru dari Kerajaan Dipa yang berdarah Majapahit.

Pada saat Kerajaan Tanjungpuri mulai berkembang pesat dan merupakan daerah perdagangan yang ramai dan rakyatnya hidup dalam kemakmuran bahkan konon menurut cerita, dinding2 istana kerajaan berlapis emas saking makmurnya, pada saat yang sama Kerajaan Majapahit di Jawa sedang berusaha menancapkan kekuasaan ke seluruh Nusantara.. Adalah Maha Patih Gajah Mada (1313-1364 M) dari Kerajaan Majapahit bertekad untuk mempersatukan Nusantara dan dikenal dengan sumpahnya Sumpah Palapa.

Pada tahun 1356 M Majapahit melakukan serangan pertamanya ke Kerajaan Tanjungpuri, tapi gagal karena Kerajaan Tanjungpuri bekerjasama dengan Kerajaan Nan Serunai menghadapi serangan itu.. 2 tahun kemudian pada tahun 1358 M, Majapahit kembali menyerang Kerajaan Tanjungpuri, tapi karena sama2 kuat akhirnya kedua Kerajaan memutuskan untuk tidak meneruskan peperangan (peace man!).. Tapi Kerajaan Tanjungpuri mengalami kehancuran yg cukup parah, infrasrtuktur kerajaan banyak yang rusak.. Akibatnya Kerajaan Tanjungpuri menjadi lemah dan sepi dari perdagangan.. Dan pusat pemerintahan yang tadinya di Tanjung dipindah ke daerah Kuripan (Amuntai) dan kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kuripan dan kemudian menjadi Kerajaan Dipa..

 Suku Dayak Maanyan, Cikal Bakal Suku Banjar di Tabalong

Suku Dayak Maanyan

Mungkin sebenarnya tidak semua orang dari Suku Dayak Maanyan sudah memeluk agama Islam, tapi perkembangan Islam yang sangat pesat di wilayah Kalimantan Selatan dan kedatangan suku2 lain seperti Bugis dari luar Kalimantan yang juga beragama Islam sedikit banyak telah mempengaruhi pandangan masyarakat Suku Dayak tentang Islam. Suku Dayak Maanyan atau Dayak Warukin adalah penduduk asli daerah Tabalong..Jauh sebelum Islam dan agama yang lain datang, mereka memeluk agama Kaharingan (Kehidupan), yaitu aliran kepercayaan Suku Dayak Kalimantan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.. Tuhan dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying..

Salah satu bukti diterimanya Islam oleh Suku Dayak di Kabupaten Tabalong adalah didirikannya Masjid Pusaka Banua Lawas sekitar tahun 1600an, di Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong.. Konon di lokasi tepat berdirinya Masjid ini, dulunya merupakan pesanggrahan atau tempat pemujaan Suku Dayak Maanyan.. Bahkan di Masjid ini masih terdapat 2 buah tajau (gentong tempat menampung air yang digunakan orang Dayak untuk memandikan bayi yang baru lahir) peninggalan orang Dayak Maanyan yang telah berumur 400 tahun.

Masjid Pusaka Banua Lawas

Seiring masuknya agama Islam ke wilayah Tabalong sebagian dari orang Dayak Maanyan yang tidak bisa menerima Islam memilih meninggalkan Banua Lawas.. Mereka memilih masuk ke pedalaman2 hutan di wilayah Kalimantan Tengah. Sebagian besar orang Suku Dayak yang telah memeluk agama Islam tidak lagi menyebut diri mereka sebagai orang Dayak

Page 12: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

melainkan orang Banjar dan bermukim di wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, bahkan salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak Maanyan.

Asal Mula Desa Warukin dan Sejarah Tari Bulat

 Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang lelaki bernama Nawuraha yang konon berasal dari Kalimantan Tengah, bermaksud mencari dan membuka lahan pemukiman baru. Usaha Nawuraha tersebut tidaklah mudah, karena ia harus berhadapan dengan hutan belantara yang belum pernah terjamah oleh tangan manusia. Dengan berbekal peralatan seadanya seperti busur, sumpit dan mandau, Nawuraha bersama temannya terus berjalan mencari pemukiman baru. Sampai di satu tempat, Nawuraha mendapat firasat gaib bahwa untuk mendapatkan tempat bermukim yang baik, ia harus membidikkan anak panahnya ke satu tempat.

Nawuraha pun menarik busur dan melepaskan anak panahnya. Kemudian ia berjalan lagi menuju ke arah anak panah tersebut. Setelah ditelusuri, Nawuraha mendapati anak panahnya tersangkut di atas pohon “Lelutung” yang biasa menjadi tempat bersarangnya “wanyi” (tawon). Maka ia pun mulai membuka lahan dan membuat pemukiman di sekitar tempat itu seperti bisikan gaib yang diterimanya. Tempat itulah yang sekarang dikenal sebagai Desa warukin atau Waruken, yang merupakan paduan dari kata “Weruk”  atau Beruk (kera) dan “Papaken”  atau buah Pepakin (sejenis duren tetapi isinya berwarna kuning). Satu saat, seorang warga Desa Warukin mengalami kegamangan hati. Di tengah kesulitan hidup ia kemudian menyepi ke hutan belantara untuk mencari pencerahan dan makna hidup yang sebenarnya. Tiba-tiba muncul sosok legenda penjaga kampung mereka yang tidak lain adalah Nawuraha, memberikan kepadanya buah semangka yang harus dihabiskannya saat itu juga.

Setelah buah itu dimakannya tak bersisa, tanpa sadar tubuhnya bisa melingkar bulat elastis seperti buah semangka. Itulah asal tarian bulat yang dikenal sekarang. Maknanya adalah bahwa dalam menghadapi kehidupan ini, seseorang harus memiliki pendirian dan keyakinan yang bulat kepada yang maha Kuasa.

Suku Dayak Maanyan merupakan salah satu dari bagian sub suku Dayak dan juga merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan rumpun Ot Danum, salah satu rumpun suku Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan.Suku Maanyan mendiami bagian timur Kalimantan Tengah terutama di kabupaten Barito Timur dan sebagian kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Maanyan juga mendiami bagian utara Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II.

Suku Maanyan merupakan suku baru yang muncul. Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan

Page 13: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.

Suku ini terbagi menjadi 7 subetnis, di antaranya:

Maanyan Patai Maanyan Paku Maanyan Paju Epat (murni) Maanyan Dayu Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar) Maanyan Jangkung (ada pengaruh Banjar) Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar) Maanyan Warukin (ada pengaruh Banjar) dan lain-lain.

. Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.

Dayak Maanyan sebagaimana Dayak Lainnya di Kalimantan Tengah pada awalnya menganut kepercayaan (Agama) Kaharingan yang sampai saat ini sangat mempengaruhi kebudayaan yang diwariskan kepada generasi baru yang menganut Agama Samawi (kebanyakan Kristen dan Katolik). Dibanyak daerah misionaris Kristen dan Katolik baru mencapai desa dan dusun pedalaman tahun 1970, otomatis sebelum kebanyakan Masyarakat Dayak Maanyan Benua Lima di daerah terpencil menganut kepercayaan (sekarang Agama) Kaharingan, yang oleh pemerintah waktu itu “dipaksa” menjadi Hindu Kaharingan. Oleh karena itu beberapa upacara adat kematian. Dayak Maanyan adalah warisan budaya yang dijiwai Agama Kaharingan yang dipeluk oleh leluhur Dayak Maanyan. Pada dasarnya, secara hukun adat Dayak Maanyan terbagi tiga wilayah hukum adat yaitu wilayah Banua Lima, Paju Empat dan Paju Sepuluh (kampung sepuluh) terdapat bentuk-bentuk upacara kematian yang beragam. namun karena pengetahuan saya terbatas, maka saya hanya akan menjelaskan yang masuk hukum Adat Benua Lima :Masyarakat Dayak Maanyan dulu menggambarkan bahwa kematian adalah sebuah awal perpindahan atau perjalanan roh (adiau atau amirue) ke kemuliaan dunia baru (tumpuk adiau) yang subur, damai, tenteram, kaya raya dimana di sana ada kesempurnaan, kesehatan, awet muda dan kehidupan yang abadi. Seorang Belian orang mati (wadian matei) menggambarkan amirue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring, wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mekum maringin, arai hewu (Roh yang meninggal kan di bimbing perjalanannya oleh belian menuju tempat/ perkampungan yang subur, kelapa dan pinang menghijau indah, bertaburkan intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup sejahtera, selalu sehat dan gembira). Pada dasarnya Upacara (adat) kematian merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari kematian sampai beberapa upacara untuk mengantar adiau/ roh ke tumpuk adiau/ dunia akhirat.Berikut beberapa upacara yang pernah saya hadiri :

Page 14: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

1. Ijambe, (baca : Ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati. Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. dan membutuhkan biaya yang sangat besar, dengan hewan korban kerbau, babi dan ayam. Karena mahal Upacara ini dilakukan oleh keluarga besar dan untuk beberapa Orang (tulang yang udah meninggal) atau untuk beberapa Nama, dulu sering dilakukan di desa nenek saya di desa Warukin, kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

2. Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.

3. Miya, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam. kuburan dihiasi dan lewat upacara ini keluarga masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya kepada “adiau” yang sudah meninggal.

4. Bontang, adalah level tertinggi dan “termewah” bentuk penghormatan keluarga yang masih hidup dengan yang sudah meninggal, upacara ini cukup lama 5 hari lima malam, dengan biaya luar bisa, “memakan korban “puluhan ekor babi jumbo dan ratusan ekor ayam kampung esensinya adalah memberi/ mengirim “kesejahteraan dan kemapanan” untuk roh/ adiau yang di”bontang”, upacara ini bukan termasuk upacara duka, tapi sudah berbentuk upacara sukacita.

5. Nuang Panuk, yaitu upacara mambatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja, di antar kue sesajen khas Dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai jenis kue lainnya dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit

6. Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Mia yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Mia untuk menjadi pangantu pangantuhu, atau “sahabat” bagi keluarga yang belum meninggal.

Yang menarik dari upacara tersebut adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian tarian khas jaman dulu misalnya giring-giring atau nampak maupun nandrik.

Selama pelaksanaan ritual pemakaman tersebut, ada proses yang unik, kerbau yang dikorbankan harus terlebih dahulu ditombak sebelum akhirnya disembelih. Menombak kerbau ini diyakini sebagai bentuk ekspresi bahwa seseorang harus berusaha atau bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu.

Dayak Maanyan di Desa Warukin termasuk dalam kelompok Lima Banua yang memiliki perbedaan tertentu (meskipun tidak signifikan) dengan dua kelompok lainnya.

Meskipun banyak suku Dayak Maanyan telah memeluk agama Islam dan Kristen atau tidak lagi menganut kepercayaan leluhur 'Kaharingan', serangkaian ritual kuno masih dilaksanakan dalam upacara pemakaman hingga hari ini. Suku Dayak Maanyan percaya bahwa setiap orang yang meninggal berarti kembali ke asal mereka, tanah kesempurnaan (atau serupa surga atau nirwana). Untuk mencapai kesempurnaan hidup setelah mati, serangkaian ritual khusus harus dilakukan oleh keturunan dan kerabat yang ditinggalkan. Rangkaian ritual ini

Page 15: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

adalah sebuah proses pembersihan jiwa orang yang sudah meninggal dari setiap kesalahan atau dosa yang mungkin akan menghalangi jalan mereka ke surga.

Masyarakat Dayak memiliki banyak tarian ritual yang sifatnya sakral. Setiap ada kegiatan, tarian-tarian tersebut selalu mengiringi, baik itu untuk keperluan upacara adat menyambut panen, perkawinan, hingga upacara yang berkaitan dengan kematian.

Selain sifatnya sakral, tarian Dayak juga memiliki ciri khas yang membedakan dengan tarian lain, yakni umumnya dimainkan dalam waktu lama. Tak jarang, dalam sebuah upacara (aruh), para pemimpin spiritual masyarakat Dayak (balian) menari semalam suntuk dengan jeda istirahat hanya sejenak.

Ritual ini pun dilakukan berhari- hari, bahkan ada yang sampai tujuh hingga sembilan hari, seperti pada aruh ganal (upacara menyambut panen), maupun aruh buntang (ritual menaikkan arwah orang yang sudah meninggal dari alam kubur ke alam roh).

Fenomena yang sudah berlangsung turun-temurun sejak leluhur ini menggelitik benak Andreas Buje. Bersama warga lainnya, pada tahun 1992 ia berusaha membuat kreasi baru. Tarian yang semula hanya dipentaskan pada waktu-waktu tertentu kemudian ”disulap” menjadi tontonan masyarakat yang siap pentas setiap waktu. Alhasil, sejumlah tarian, seperti gelang dadas, gelang bawo, giring-giring, bahalai (selendang), hingga tarian mandau (perang), diadaptasi menjadi gerakan baru yang bisa disuguhkan untuk penyambutan tamu, pentas hajatan, hingga diikutsertakan dalam festival tari. Tak ada masalah dengan filosofi tarian karena ada perbedaan mendasar antara hasil kreasi dan tarian yang disuguhkan untuk upacara adat. Perbedaan itu terletak pada gerakan tari dan kelengkapannya.

Pada tarian untuk upacara adat, gerakan penari biasanya tak tertata, mengikuti hasil ”kontak batin” penari dengan Yang Di Atas. Bahkan, tak jarang mereka kesurupan. Sementara pada tarian kreasi, semua gerakan dan musiknya diatur sedemikian rupa. Selain itu, tari kreasi tak membutuhkan sesaji yang menjadi unsur utama pada tarian untuk kegiatan adat. Meski ia mengakui tak membicarakan masalah ini secara khusus dengan para tokoh adat.

Memang tak semua tarian Dayak bisa dikreasi dan ditampilkan untuk umum, seperti tarian bunser untuk aruh buntang.

Halaman rumah

Di halaman rumahnya yang tak terlalu luas di Desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong, Kalimantan Selatan, inilah Andreas melatih anak muda suku Dayak Maanyan menekuni tari di Sanggar Batung Mira Putut. Sanggar yang ia dirikan tahun 2002 itu memiliki arti menggabungkan pohon-pohon bambu menjadi satu rumpun. Batung berarti bambu, mira adalah rumpun, dan putut itu pohon. Nama sanggar itu bermakna ”dalam”, yakni berusaha merangkul potensi masyarakat yang belum terolah menjadi sebuah kesatuan dan bermanfaat.

Sebelum ada Batung Mira Putut, di Warukin sebenarnya ada Sanggar Matunen (nama salah satu tokoh setempat) yang berdiri tahun 1970-an. Andreas juga salah satu pelopor

Page 16: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

berdirinya sanggar itu. Namun, dalam perkembangannya, Sanggar Matunen kembang kempis, tak ada kreativitas, dan banyak dikritik.

”Kembang kempisnya Matunen karena banyak masalah, seperti penari ada yang kawin, ada yang tak mau belajar, dan ada yang sekolah. Generasi penerus tak ada, mereka tak tertarik karena tariannya itu-itu saja. Kalau tampil di mana-mana sering dikritik,” tuturnya.

Sanggar Batung Mira Putut baru berkembang pesat tiga tahun terakhir. Sebelumnya, Andreas berguru ke luar daerah menimba ilmu bagaimana menata manajemen sanggar yang baik. Salah satu tempat yang ditujunya adalah Padepokan Tari Bagong Kussudiardjo di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta..

Hasil pentas

Untuk berlatih tari tak ada kendala khusus yang dihadapi Sanggar Batung Mira Putut, kecuali tempat latihan yang lebih representatif.

PENIRUAN BUNYI HEWAN

Adat istiadat Suku Dayak Warukin selalu terkait dengan ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya. Terutama dalam hal mencari makanan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan perburuan bisa persediaan makanan masih banyak. Mereka hanya akan berburu selepas musim panen dan jika akan melaksanakan upacara tradisi atau pesta.

Suku Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami merambah hutan-hutan yang lebat. Untuk mendapat daging, mereka suka berburu. Karena telah terlatih secara turun-temurun, mereka mempunyai cara unik dalam berburu binatang. Sehingga mereka tidak perlu mencari binatang buruannya, melainkan binatang buruan yang mereka inginkan datang dengan sendirinya. Suku Dayak memiliki keahlian khusus untuk memanggil binatang yang diinginkannya untuk datang mendekati mereka. Caranya tergantung dari binatang apa yang mereka buru. Jika berburu rusa mereka akan menggunakan sejenis daun serai yang dilipat melintang dan ditiup untuk menirukan suara anak rusa. Hasil tiupannya akan muncul suara seperti suara anak rusa. Secara insting seekor rusa akan mendatangi suara ini, karena mengira anaknya membutuhkan pertolongan. Jika yang diburu adalah Celeng atau Babi hutan yang suka sekali diambil kutunya oleh Beruk (monyet besar), maka si pemburu akan menepuk pantat mereka berulang kali sehingga muncul suara seperti Beruk menepuk badannya. Atau menangkap beruk lalu ditepuk tubuhnya agar mau mengeluarkan suaranya untuk memanggil celeng.

Suku Dayak hanya menggunakan tombak atau sumpit yang dalam bahasa dayak disebut sipet sebagai alat berburu. Bagi suku Dayak, sumpit merupakan senjata berburu yang paling efektif. Dengan bahan dari kayu, senjata sumpit bisa tersamar di antara pepohonan. Sumpit juga tidak mengeluarkan bunyi ledakan seperti senapan, sehingga binatang buruan tidak bakal lari. Selain itu, dari jarak sekitar 200 meter, anak sumpit masih efektif merobohkan hewan buruan.

Page 17: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Karena sumpit mereka panjang, biasanya sumpit tersebut bisa juga digunakan sebagai tombak. Jarum sumpit yang digunakan berburu diolesi dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan. Mereka juga membawa anjing peliharaan karena anjing mempunyai penciuman yang tajam dan berfungsi untuk mengejar binatang buruan yang lari setelah terkena racun sumpit.

Mereka juga menghitung waktu dan arah angin selama berburu. Perhitungan waktu berkaitan dengan aktivitas binatang buruan sementara arah angin untuk membantu mereka menentukan posisi untuk menyembunyikan diri. Kewaspadaan binatang buruan saat mendekati sumber bunyi yang ditirukan para pemburu, sangat dipengaruhi oleh bau asing yang dibawa angin. Meski mereka memiliki keahlian khusus dalam berburu, hal yang bisa diambil dari kehidupan suku Dayak adalah kearifan tradisional sangat melekat. Yakni tetap memerhatikan keselarasan dan keseimbangan alam alam beserta sirkulasi rantai makanan. Sehingga mereka hanya berburu pada saat-saat tertentu ketika persediaan lauk mereka sudah mulai menipis atau mereka akan mengadakan pesta.

  Suku Dayak Warukin sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam memberikan mereka semua kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan mengelolanya. Maka mereka tidak pernah menjual daging hewan buruan mereka. Setaip hewan buruan yang mereka dapatkan akan segera dibagi sesuai kebutuhan orang-orang yang turut berburu. Karena pelaksanaan berburu mereka secara berkelompok.

SENI TARI SUKU DAYAK WARUKIN

Yaitu tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan.dan tari balean dadas yang merupakan sebagai permohonan kesembuhan dari sakit

RUMAH ADAT SUKU DAYAK WARUKIN Yaitu rumah betang yang biasanya di huni oleh 20 kepala keluarga.Rumah betang terdiri atas kamar perang,kamar gadis,kamar upacara adat,kamar agama dan kamar tamu.

AGAMA ASLI DAYAK

Sebuah situs keramat yang disebut Pamadol, merupakan tempat pemujaan agama asli Dayak Kodatn yang ada di Desa Sanjan. Berbicara tentang kepercayaan yang di anut oleh suku dayak,terlebih dahulu kita mengenal istilah agama adat yaitu bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu sub-suku Dayak; kerohanian khas; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Di dalam Agama Adat ada kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa, yang disembahnya itu. Berbagai sub-suku Dayak memberikan nama bagi Penguasa Tertinggi,

Page 18: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Pribadi yang mempunyai kuasa dan kekuatan itu dalam bahasanya masing-masing, misalnya Jubata di Dayak Kanayatn, Petara di Dayak Mualang dan Dayak Desa, Duataq di Dayak Jalai-Kendawangan, Duato di Dayak Pesaguan, Duata di Dayak Krio, Tapang di Dayak Kayaan, Alatala di Dayak Taman, Penompa Petara di Dayak Jangkang, Ponompa di Dayak Pompakng.

Di dalam masyarakat adat Dayak, Agama Adat berada dan dilaksanakan dalam tatanan adat dan tradisi. Agama Adat dalam budaya Dayak secara lahiriah akan nampak ketika masyarakat adat melaksanakan upacara adat. Agama Adat merupakan salah satu unsur kebudayaan Dayak yang keberadaannya hadir diekspresikan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk ritual adat pada sub-suku Dayak. Ritual Agama Adat berlangsung dalam berbagai bentuk upacara adat yang secara lahiriah menampakan diri dalam berbagai upacara adat atau ritual adat, seperti ritual adat : Kematian (Arwah), Perladangan, Pesta Tahunan, Menolak Bencana, Perkawinan, Syukur, Panen Buah, Menjaga Keseimbangan Alam dan bahkan Pengobatan.

Di dalam Agama Adat Dayak, terdapat unsur-unsur utama, yaitu :

1.Kepercayaan : kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi yang disembahnya itu. 2. Ritual atau upacara diadakan menyangkut : tujuan yaitu untuk apa diadakan, tempat upacara diadakan, peralatan atau benda-benda upacara, orang yang memimpin dan yang melakukan upacara. 3. Doa, Mantera 4. Tokoh / Imam 5. Pantang, Larangan dan Puasa 6. Peralatan dan Simbol : seperangkat peralatan yang dianggap suci dalam bentuk simbol.

Bagi Agama Adat, ketika upacara ritual diadakan maka secara khusus mengandung emosi khusuk yang dieksperesikan oleh para pesertanya. Suasana emosi kejiwaan seperti ini terbangun sangat tergantung dari berbagai aspek yang ada dan berhubungan dengan ritual saat dilangsungkan, yaitu : Tempat upacara dilakukan; Ketika atau Saat-saat upacara dijalankan; Benda-benda dan alat-alat upacara; dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Pelaksanaan Upacara Ritual itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:

   1. Persembahan, kurban : berbagai macam persembahan baik bentuk dan jenis serta jumlahnya ditentukan oleh jenis dan tujuan upaca ritual yang diadakan.   2. Puasa, pantang : ada yang diberlakukan sebelum upacara, pada saat upacara ataupun setelah upacara. Adapun lama waktu yang harus dijalani untuk melaksanakan pantang sangat tergantung pada tujuan dari upacara dilakukan. Bahkan siapa saja yang dikenai ketentuan untuk melaksanakan pantang juga demikian.   3. Doa; dilakukan oleh pemimpin upacara dan para pelaksana upacara   4. Propesi atau berpawai; menari tarian suci; menyanyi nyanyian suci;

Page 19: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

   5. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan do’a; acara ini berlangsung setelah upacara ritual selesai dilaksanakan.

SISTEM KEPERCAYAAN SUKU DAYAK WARUKIN

Penduduk Dayak memiliki dasar kepercayaan Kaharingan.Istilah Kaharingan diambil dari kata Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan.Orang Dayak percaya bahwa di dunia ini banyak terdapat roh-roh halus. Mereka percaya akan : Sangiang (roh yangtinggal di tanah dan udara) ; Timang (roh yang tinggal di batu keramat) ; Tondoi (rohyang tinggal di bunga) ; Kujang (roh yang tinggal di pohon) ; Longit (roh yang tinggal di mandau-mandau). Roh nenek moyang Suku Dayak sangat berpengaruh pada kehidupan. Beberapa istilah :roh nenek moyang = Liu dunia roh = Ewu Liu (negeri kaya raya) Dewa tertinggi = Ranying Proses bagi yang meninggal Upacara pembakaran mayat :- Tiwah : Ngaju- Ijambe : Ma ‘anyan- Daro : Ot Danum Peti mayat disebut lesung, yang merupakan kuburan sementara. Sandung / tambak : tempat untuk menyimpan tengkorak yang tidak dibakar dan abu yang berasal dari yang dibakar.            Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan. Agama Kaharingan diturunkan dan diatur langsung oleh Ranying Hatalla. Ranying Hatalla adalah Allah yang Mahakuasa. Keyakinan tersebut hingga saat ini tetap dianut dan ditaati oleh pemeluknya secara turun-temurun. Kaharingan tidak mempunyai buku pedoman atau tokoh panutan sebagai pendiri yang merupakan utusan Ranying Hatalla.Agama Kaharingan percaya pada satu Tuhan yang disebut dengan nama Ranying Hattalla (Tuhan Yang Maha Esa). Tempat pertemuan atau berfungsi semacam tempat ibadah disebut dengan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Ibadah rutin Kaharingan yang dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat. Sejumlah buku suci yang memuat ajaran dan juga seperangkat aturan adalah :·         Panaturan, sejenis kitab suci·         Talatah Basarah, kumpulan doa·         Tawar, petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras·         Pemberkatan Perkawinan, dan·         Buku Penyumpahan/Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan.Sedangakan untuk hari raya atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Tiwah yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah, Kaharingan berasal dari bahasa Sangen (Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan. Pohon Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan.

Page 20: Adat Perkawinan Di Desa Warukin Kabupaten Tabalong

Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau.