makalah perpajakan
Post on 30-Nov-2014
363 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
NORMA PERHITUNGAN DAN METODE PEMBUKUAN
A. Pendahuluan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Tanpa pajak, sebagian besar
kegiatan Negara tidak dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi: Pembayaran gaji
aparatur negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia, dan Polisi
Negara Republik Indonesia sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan;
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Subsidi Listrik, Subsidi Pupuk, Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) atau sejenisnya, Pengadaan Beras Miskin (Raskin), Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi; Pembiayaan lainnya dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pada dasarnya setiap orang pribadi baik Warga Negara Indonesia/Warga Negara
Asing yang bertempat tinggal di Indonesia dan badan yang didirikan/berkedudukan di
Indonesia merupakan Wajib Pajak, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan
menentukan lain. Mengingat sifatnya yang wajib, maka orang atau suatu badan yang menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan disebut sebagai Wajib Pajak (WP).
Sistem pemungutan pajak ada beberapa macam. Pada awal kemerdekaan, sistem
pemungutan pajak Indonesia berdasarkan Official Assesment System yaitu pihak yang
penentuan jumlah pajak terutang dari Wajib Pajak ditetapkan oleh aparat pajak. Sejak
reformasi perpajakan di Indonesia pada tahun 1984, sistem pemungutan pajak yang baru
diperkenalkan di Indonesia yaitu Self Assessment System. Sistem pemungutan ini
memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, menghitung,
1
memperhitungkan utang pajaknya sendiri, membayar pajak terutang ke bank tempat
pembayaran pajak dan kantor pos serta melaporkan hasil perhitungan pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak. Pada sistem ini aparat pajak bertugas untuk mengawasi, melakukan
pelayanan dan penyuluhan kepada Wajib Pajak.
Undang-Undang yang mengatur tentang pemungutan pajak pusat:
1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang KUP)
2. Pajak Penghasilan (Undang-Undang PPh)
3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang yang tergolong Mewah
(Undang-Undang PPN/PPnBM)
4. Pajak Bumi dan Bangunan (Undang-Undang PBB)
5. Bea Meterai (Undang-Undang Bea Meterai)
6. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Undang-Undang PPSP)
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak yang dikenakan atas setiap penghasilan yang diterima yang diperoleh Wajib
Pajak. Penghasilan dimaksud adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan demikian penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium,
hadiah, hasil sewa rumah, bunga, deviden, royalti, komisi, gratifikasi, bonus dan lain
sebagainya.
2
Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa atau pembukuan
dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan
B. NORMA PERHITUNGAN
Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus. Penggunaan
Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal:
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap,
atau
3
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara
tidak benar.
Norma Penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data
lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Norma Penghitungan akan sangat membantu
Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung
penghasilan neto.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya
kurang dari jumlah Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk
dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto tersebut, Wajib Pajak orang
pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Wajib Pajak orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung
penghasilan neto.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan
pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau
pembukuan; atau
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan
peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui maka
peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan penghasilan
netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
4
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan besarnya batas peredaran bruto dengan
memerhatikan perkembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat Wajib Pajak untuk
menyelenggarakan pembukuan.
Pencatatan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan
lainnya Sedangkan bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar
usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan
penghasil netto yang merupakan objek pajak penghasilan. Disamping itu , pencatatan
meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final. Pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran atau penerimaan
bruto dan atau jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan obyek pajak atau
penghasilan yang dikenakan PPh Final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang
Pencatatan ataupun pembukuan harus :
Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya .
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang rupiah, dan
Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan ( misalnya, Bahasa Inggris ).
Bagi sebagian orang pribadi yang memiliki usaha kewajiban membuat pembukuan
merupakan suatu hal yang sulit dilakukan selain karena kurangnya pengetahuan mengenai
Akuntansi juga mungkin tidak efisien jika harus mempekerjakan karyawan hanya untuk
membuat pembukuan. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak orang pribadi boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sehingga
tidak perlu membuat pembukuan tetapi cukup hanya membuat pencatatan.
Aturan pelaksanaan mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 536/PJ./2000 yang telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007
5
Beberapa peraturan dalam norma perhitungan (UU PPh no 36 th 2008)
(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan
disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan
netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib
menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
(5) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau
tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak
memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
(6) Dihapus.
(7) Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
6
Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan yang ternyata tidak atau
tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Besarnya Norma penghitungan Penghasilan Neto
(1) Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai
berikut :
a. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b ibukota propinsi lainnya;
c. daerah lainnya.
( KepDirjenPajak No.536/PJ/2000 )
(2) Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Keputusan ini .
7
Berikut ini merupakan tabel beberapa persentase perhitungan penghasilan dengan
menggunakan norma :
NO.
URUT
KODE
URUT
JENIS USAHA WAJIB PAJAK PERSEORANGAN
10 IBUKOTA
PROPINSI
IBUKOTA
PROPINSI
LAINNYA
DAERAH
LAINNYA
1 12111 KELAPA DAN KELAPA
SAWIT
11,5 11 10
2 12113 KOPI 11,5 11 10
3 12131 TEMBAKAU 11,5 11 10
4 33100 INDUSTRI KAYU DAN
BARANG DARI KAYU,
BAMBU, ROTAN DAN KAYU
15 13,5 12,5
5 32200 INDUSTRI PAKAIAN JADI
KECUALI UNTUK KAKI
13,5 13 12,5
6 32300 INDUSTRI KULIT & BARANG
DARI KULIT KECUALI
UNTUK KAKI
17,5 16,5 16
7 32400 INDUSTRI BARANG
KEPERLUAN KAKI
17 16 15
8 34200 INDUSTRI PERCETAKAN
DAN PENERBITAN. SEPERTI
USAHA PERCETAKAN
SECARA STENSIL, OFFSET,
LITHOGRAFI UNTUK
SEGALA JENIS CETAKAN,
TERMASUK PENJILIDAN
BUKU DAN PENERBITAN
14,5 13 12
8
HASIL/BARANG CETAKAN.
9 62200 PERDAGANGAN ECERAN
BARANG-BARANG
KELONTONG,SUPERMARKE
T DAN WARUNG LANGSAM.
YAITU PERDAGANGAN
ECERAN MACAM-MACAM
HASIL INDUSTRI UNTUK
KEPERLUAN RUMAH
TANGGA, KANTOR,
SEKOLAH, MAUPUN
KEPERLUAN PERORANGAN
SEPERTI TOKO KELONTONG,
TOKO SERBA ADA,
SUPERMARKET DAN
WARUNG LANGSAM
30 25 20
10 62420 PERDAGANGAN ECERAN
TEKSTIL, PAKAIAN JADI,
HASIL PENGOLAHAN KULIT
TERMASUK BARANG
KEPERLUAN KAKI
30 25 20
11 62422 PERDAGANGAN ECERAN
BARANG ELEKTRONIK
30 25 20
12 62920 JASA AKUNTANSI DAN
PEMBUKUAN
36 35 35
13 93213 DOKTER 45 42,5 40
14 97110 REPARASI KENDARAAN
BERMOTOR
20 18,5 17,5
15 97400 PEMANGKAS RAMBUT DAN
SALON KECANTIKAN.
30 28 27
9
YAITU JASA
PEMELIHARAAN
RAMBUT DAN KECANTIKAN
TERMASUK KURSUS
MENATA RAMBUT/RIAS
DAN KECANTIKAN
Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas
1. Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis
usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan
memperhatikan pengelompokan wilayah di atas.
2. Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah
penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas
yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Menghitung Penghasilan Neto
1. Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka
persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau
penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
2. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang
pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung
Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Sesuai dengan UU PPh yang baru tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak telah
berubah. Lihat perubahaannya pada TARIF, dan PTKP.
10
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan,
menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari
Tahun Pajak Ybs. Apabila tidak memberitahukan, di anggap memilih Pembukuan
Wajib menyelenggarakan Pencatatan
Menghitung penghasilan neto bukan dari penghasilan dikurangi biaya tetapi
menggunakan tarif tertentu dari bruto
Penghasilan neto = Bruto X tarif Norma
Mengajukan permohonan tertulis
Tetap wajib catatan atas peredaran usaha
Apabila semua syarat tidak dipenuhi maka WP Wajib Pembukuan
Tarif Perkiraan neto/Norma telah ditentukan oleh Dirjen Pajak menurut bidang
usahanya
C. METODE PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan
laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
a. Wajib Pajak (WP) Badan;
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang
dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
11
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
Pembukuan kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yg terutang.
Catatan tersebut di atas terdiri data yang dikumpulkan secara teratur tentang ;
peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek
pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Buku, catatan, dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Biaya yang dapat dikurangkan, seperti :
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ( 3M ) ,
yaitu biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang
penghasilannya merupakan objek pajak
- Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, sepanjang harta yang
disusutkan atau diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan (objek pajak).
- Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
- Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
- Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
- Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
12
- Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan dengan memperhatikan kewajaran
dan kepentingan perusahaan
- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
- Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu (maksimum 5 tahun).
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi
Biaya yang tidak bisa dikurang dalam penghasilan, seperti :
- Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (wajib
dipotong PPh Pasal 21).
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura dan kenikmatan
- Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan
- Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas
penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk
agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
- Pajak Penghasilan
- Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib
pajak atau orang yang menjadi tanggungannya
- Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
- Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan
- Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan karena
tidak sesuai dengan ketentuan
13
- Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final,
pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan
Norma Penghitungan Khusus
- PPh yang ditanggung pemberi penghasilan, kecuali PPh Pasal 26, sepanjang
PPh tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan PPh
PPh Pasal 26 tersebut
- Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan
dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Obyek Pajak
-
Untuk wajib pajak badan, besarnya Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) sama dengan
penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya biaya yang
diperkenankan oleh Undang – Undang PPh. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ). Untuk menhitung Penghasilan Kena
Pajak dapat dirumuskan sebagai berikut :
14
Penghasilan Kena Pajak ( WP Orang Pribadi )
= Penghasilan netto – PTKP
= ( Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh ) - PTKP
STATUS KELUARGA
PTKP 2013
PTKP
WAJIB PAJAK SENDIRI ( TK/0 ) RP 24.300.000
WAJIB PAJAK KAWIN ( K ) + RP 2.025.000
ISTRI PUNYA PENGHASILAN DIGABUNG
( K/I)
+ RP 24.300.000
TANGGUNGAN + RP 2.025.000
MAKSIMAL TANGGUNGAN 3 ( TIGA ) Orang
WP Tidak Kawin Mulai 1 Januari 2013
0 Tanggungan TK/0 Rp 24.300.000
1 Tanggungan TK/1 Rp 26.325.000
2 Tanggungan TK/2 Rp 28.350.000
3 Tanggungan TK/3 Rp 30.375.000
WP Kawin Mulai 1 Januari 2013
0 Tanggungan K/0 Rp 26.325.000
1 Tanggungan K/1 Rp 28.350.000
2 Tanggungan K/2 Rp 30.375.000
3 Tanggungan K/3 Rp 32.400.000
15
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK(PTKP)
Penghasilan Istri Digabung Mulai 1 Januari 2013
0 Tanggungan K/I/0 Rp 50.625. 000
1 Tanggungan K/I/1 Rp 52.650.000
2 Tanggungan K/I/2 Rp 54.675.000
3 Tanggungan K/I/3 Rp 56.700.000
Contoh : Kawin Anak 2 (K/2)
Penghitungan PTKP :
+ PTKP Dia Sendiri = Rp 24.300.000
+ Kawin = Rp 2.025.000
+ Tanggungan
= 2 x Rp 2.025.000 = Rp 4.050.000
Jumlah PTKP = Rp 30.375.000
TARIF
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
1 s.d. Rp 50.000.000,00 5%
2 di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15%
3 di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25%
4 di atas Rp 500.000.000,00 30%
Contoh Penghitungan PPh Terutang:
Misalnya penghasilan kena pajaknya Rp 77.743.000,
maka PPh terutang:
Rp 50.000.000 X 5% = Rp 2.500.000
Rp 27.743.000 X 15% = Rp 4.161.400 +
16
Jumlah = Rp 6.661.400
Contoh perhitungan dan perbandingan memakai norma perhitungan dan pembukuan :
Contoh 1
1. Bpk. Santos Budiman (K/3) bertempat tinggal di semarang, beliau menjalankan usaha
industry dibidang kerajinan dari bahan kayu dan rotan. Menurut penbukuan yang dicatat
bahwa penjualan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 1.600.000.000. harga pokok
penjualan ( HPP ) sebesar Rp 700.000.000. Adapun biaya biaya untuk memproduksi
seperti biaya operasional sebesar Rp 400.000.000 dan biaya administrasi sebesar Rp
250.000.000. Ia juga menerima penghasilan lain yaitu dari sewa mesin miliknya yaitu
sebesar Rp 85.000.000. Hitunglah berapa pajak penghasilan tahun 2012 yang terutang
jika masih terdapat sisa kerugian ditahun 2011 sebesar Rp 90.000.000 ?
a. Penghitungan dengan cara pembukuan :
Peredaran Usaha Rp 1.600.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 700.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 900.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 650.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 250.000.000
Penghasilan Lain-lain Rp 85.000.000 +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 335.000.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0 +
Penghasilan Netto Rp 335.000.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp 90.000.000 -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 245.000.000
PTKP Rp 32.400.000 -
PKP Rp 212.600.000
Pajak Penghasilan Terhutang :
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 162.600.000 = Rp 24.390.000 +
Total Rp 26.890.000
17
b. Perhitungan dengan cara norma perhitungan penghasilan netto
Industry kayu dan rotan 15% xRp 1.600.000.000 = Rp 240.000.000
Persewaan mesin 49% x Rp 85.000.000 = Rp 41.650.000 +¿
Total penghasilan netto = Rp 281.650.000
PTKP = Rp 32.400.000 –
PKP = Rp 272.4000.000
Pajak penghasilan terhutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 222.400.000 = Rp 33.360.000 +
Total Rp 35.860.000
Berdasarkan contoh diatas bisa dilihat, jika menggunakan metode pembukuan, Tuan Santos
harus membayar pajak sebesar Rp 26.890.000 , namun jika menggunakan metode norma
perhitungan pajaknya sebesar Rp 35.860.000. Terlihat jelas lebih menguntungkan
menghitung pajaknya jika menggunakan metode pembukuan.
18
Contoh 2
Bp Herlambang (K/2) menjalankan usaha di industri roti dengan omset setahun Rp
550.000.000 dan di industri es dengan omset Rp 435.000.000 di Semarang. Norma untuk
industri roti 15 dan untuk es 17. Kemudian diketahui HPP untuk keduanya adalah Rp
600.000.000 dan total biaya adalah Rp 127.000.000 (operasional dan administrasi )
a. Perhitungan dengan metode norma penghasilan netto
Penghasilan netto setahun dari industry :
Roti 15% x Rp 550.000.000 = Rp 82.500.000
Es 17% x Rp 435.000.000 = Rp 73.950.000 +¿
Total Penghasilan neto = Rp 156.450.000
PTKP = Rp 30.375.000 −¿
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp126.075.000
Maka pph 21 yang harus disetor
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 76.075.000 = Rp 11.411.200 +¿
Total Rp 13.911.200
b. Penghitungan dengan cara pembukuan :
Peredaran Usaha Rp 985.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 600.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 385.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 127.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 258.000.000
Penghasilan Lain-lain Rp +
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 258.000.000
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp 0 +
Penghasilan Netto Rp 258.000.000
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp -
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 258.000.000
19
PTKP Rp 30.375.000 –
PKP Rp 227.625.000
Pajak Penghasilan Terhutang :
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 177.625.000 = Rp 26.643.700 +
Total Rp 29.143.700
Berdasarkan contoh diatas bisa dilihat, jika menggunakan metode pembukuan, Tuan
Herlambang harus membayar pajak sebesar Rp 29.143.700, namun jika menggunakan
metode norma perhitungan pajaknya sebesar Rp 13.911.200. Terlihat jelas lebih
menguntungkan menghitung pajaknya jika menggunakan metode norma perhitungan.
Kesimpulan
Cara menghitung pajak penghasilan dengan menggunakan metode norma perhitungan
dan metode pembukuan mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Seperti kedua
contoh diatas, hal ini disebabkan oleh perbedaan biaya dan HPP yang dalam pembukuan yang
selalu mengalami perubahan. Jadi, untuk menghitung pajak penghasilan lebih ringkas dan
mudah jika menggunakan cara norma perhitungan , namun adakalanya cara ini bisa
merugikan ,serta adakalanya bisa juga menguntungkan .
20
REFERENSI MAKALAH
1. Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Pajak ( www.pajak.go.id)
E-book KUP edit 2013 E-book PPh E-book Lebih dekat dengan pajak
2. Direktorat Jenderal Pajak, UU KUP no. 16 tahun 2000 3. Buku Perpajakan Edisi Revisi 2011, Prof. DR. Mardiasmo,
MBA, Ak.4. Lampiran I Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP -
536/PJ./2000 Tanggal : 29 Desember 2000
21
top related