lepto spiros is
Post on 26-Dec-2015
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LeptospirosisSanti Prima Nathasya
102011143
nathasya.pakpahan@gmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna No. 6, Jakarta Barat.
Pendahuluan
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme
Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Pada tahun 1886, Adolf
Weil pertama kali melaporkan penelitiannya tentang penyakit ini. Bentuk yang beratnya
dikenal sebagai Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,
slime fever, cane cutter fever, dan lain-lain.. Infeksi ini dapat ditularkan melalui hewan
peliharaan seperti anjing, babi, sapi dan juga binatang pengerat (tikus) yang akan ditularkan
kepada manusia. Penularan dapat terjadi apabila manusia melakukan kontak dengan binatang-
binatang yang di dalam tubuhnya terdapat Leptospira atau berhubungan dengan air yang
terkontaminasi seperti danau, sungai, maupun genangan air. Di Indonesia, penyebab
terbanyak Leptospirosis adalah banjir yang terkontaminasi dengan air kemih tikus.
Leptospirosis acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan
konfirmasi diagnosa tanpa uji laboraturium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade
terakhir di beberapa negara telah menjadika leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang
termasuk the emerging infectious diseases.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Tujuan dari tindakan anamnesis ini adalah untuk
mengetahui keluhan yang dialami pasien, serta faktor-faktor pencetus yang mengakibatkan
keluhan tersebut terjadi. Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, anamnesis
1
susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan,
obat-obatan, lingkungan).2
Dari hasil anamnesis pada kasus, diketahui beberapa data yaitu laki-laki berusia 40
tahun, mengalami demam tinggi sampai menggigil sejak 5 hari yang lalu, mengalami panas
terus-menerus terutama siang sampai malam hari. Demam juga disertai nyeri kepala, mual
dan muntah 2-3X/ hari, selain itu pasien juga merasakan nyeri tekan pada betisnya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan oleh
dokter atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan fisik pasien
secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita.Teknik pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (inspeksi), periksa raba (palpasi),
pemeriksaan ketok (perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop
(auskultasi), pemeriksaan fisik mulai dari melihat keadaan umum pasien, tanda-tanda vital
(suhu, tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan), pemeriksaan jantung, paru, abdomen, dan
ekstremitas.3
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah, dengan tekanan darah 100/70
mmHg, suhu 39,50C, nadi 92x/menit, frekuensi nafas 18x/ menit, nyeri tekan positif,
konjungtiva anemis, sklera ikterik, subconjungtiva injection, hepar teraba dua jari di bawah
arcus costae.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan suatu pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah
didapatkan hasil pemeriksaan fisik.3 Pemeriksaan penunjang ini dilakukan guna memperkuat
kebenaran diagnosis awal.
Dari hasil pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah rutin), didapatkan data-data
sebagai berikut :
1. Hb : 10 g/dL (kadar normal: 13-18g/dL)
2. Leukosit : 4100 /µL (kadar normal : 4,5-11,0 x 109/L)
2
3. Trombosit : 220.000 /ml (kadar normal : 150-400 x 109/L)
4. Albumin : 3,9 gr/dL (kadar normal :3,9 gr/dL)
5. Globulin : 2,8 gr/dL (kadar normal : S.maclagan < 7)
6. Bilirubin total : 4,5 mg/dL (kadar normal : 0,3-1,1 mg/dL)
7. Ureum : 116 mg/dL (kadar normal : 24-49mg/dL)
8. Kreatinin : 3 mg/dL (kadar normal : 0,6-1,2 mg/dL)
Maka dapat kita ketahui bahwa pasien dalam skenario 2 mengalami penurunan Hb dan
penurunan leukosit. Trombosit, albumin, globulin masih dalam batas normal, namun
bilirubin, ureum, dan kreatinin sudah meningkat.
Working diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang
dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza syndrom syok toksin, demam
yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai
penkreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok resiko tinggi.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
yang termasuk kelompok orang dengan risiko tinggi seperti bepergian di hutan belantara,
rawa, sungai, petani dan gejala klinis berupa demam yang muncul tiba – tiba, nyeri kepala ,
terutama bagian frontal, mata merah / fotofobia, keluhan gastointestinal, dan lain lain. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan demam, brakikardi, nyeri tekan otot, ruam pada kulit,
hepatomegali, dan lain lain. Pada laboratorium darah rutin didapatkan leukositosis,
normal,atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah (LED) yang
meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan sedimen sel torak. Bila terdapat
hematomegali maka bilirubin darah dan tranaminase meningkat, BUN, ureum, dan kreatinin
bisa meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal.1
Differential diagnosis
1. .Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anophelesdengan gambaran penyakit.3
3
2.1 Etiologi
Plasmodium adalah parasit yang termasuk filum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat
empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu :Plasmodium vivax menimbulkan malaria
vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falciparum menimbulkan malaria falsiparum
(malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver.Plasmodium malariae
menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.3
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam
darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim
hati.
2.2 Manifestasi klinik
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode dingin
(15-60 menit) mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti
dengan meningkatnya temperature, diikuti dengan periode panas, yaitu muka penderita merah,
nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat,
kemudian periode berkeringat , yaitu penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium vivax,
pada plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.5
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya malaria ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis
sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediatedimmune complex,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.Splenomegali
sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi
akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ
retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit.
Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.5
2.Hepatitis A
Hepatitis merupakan peradangan luas pada jaringan hati disertai dengan nekrosis dan
degenerasi sel yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta selular yang
khas.4
3.1 Etiologi
4
Hepatitis A, disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) yang merupakan virus RNA
dari famili enterovirus yang berdiameter 27mm.4
3.2 manifestasi klinik
Beberapa manifestasi klinis yang terjadi pada penderita hepatitis A yaitu dapat terjadi ikterik
maupun tanpa gejala ikterik, yang muncul biasanya berupa infeksi saluran nafas atas yang
ringan seperti flu dengan panas yang tidak begitu tinggi, anoreksia merupakan gejala dini dan
biasanya berat, warna urine seringkali berubah menjadi gelap, gejala dispepsia dapat terjadi
dalam berbagai derajat yang ditandai dengan rasa nyeri epigastri, mual, nyeri ulu hati dan
flatulensi4
Gejala-gejala klinis di atas dapat menghilang pada puncak ikterik yaitu 10 hari setelah
kemunculan awal penyakit. Selain itu, dapat terjadi juga gejala klinik yang berat seperti
splenomegali dan hepatomegali.
Gejala Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinis
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2. Gambaran Klinis pada Leptospirosis.1
Sering : demam, menggigil, sakit kepala terutama bagian frontal, meningismus,
anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual/muntah, nyeri abdomen,
ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobi
Jarang : Pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, spleennpmegali,
artralgia, gagal ginjal, pankreatitis, parotitis, dll.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase
imun. Fase leptospiraemia ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai nyeri
tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil,
juga didapati mual dengam atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25%
5
kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif,
dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan
fotofobia. Pada kulit dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria.
Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini
berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang erlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah
onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua
atau fase imun.1
Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapt timbul demam yang
mencapai suhu 40OC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat perdarahan berupa
epistaksism gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas
terlihat pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epstaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi
perdarahan yang paling sering. Terjadi meningitis merupakan tanda pada fase ini selama
beberapa minggu, tetapi biasanya menghilag setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat
dijumpai dalam urin.1
Leptospirosis dilihat dari sisi berat tidaknya gejala, dapat dibedakan menjadi:5
1.Leptospirosis anikterik
Manifestasi klinik sebagian besar leptospirosis adalah anikterik. Diperkirakan
mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.Bila ditemukan satu kasus
leptospirosis berat, diperkirakan 10 kasus leptospirosis anikterik atau ringan. Manifestasi
klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga
sering tidak terdiagnosis.Leptospirosis pada cairan cerebrospinal ditemukan pada 80% pasien,
meskipun hanya 50% yang menunjukkan tanda dan gejala klinik meningitis aseptik.5
Pada leptospirosis anikterik jarang diberi obat. Karena keluhan ringan, gejala akan
hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3minggu. Manifestasi klinik menyerupai penyakit –
penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus
selalu dipikirkan leptospirosis anikterik sebagai salah satu diagnosis bandingnya terutama
didaerah endeminya. Pada tes pembendungan didapat hasil positif sehingga leptospirosis
anikterik pada awalnya diduga sebagi pasien dengan infeksi dengue.5
2.leptospirosis ikterik
Pada leptospirosis ikterik demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas
6
atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia.Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh
jenis serovar dan jumlah kuman leptospirosis yang meninfeksi, serta status gizi pasien dan
kesempatan memperoleh terapi yang tepat. Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular,
bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat. Fungsi hati
kembali normal setelah pasien sembuh.Komplikasi yang terjadi pada leptospirosis
merefleksikan leptospirosis sebagai suatu penyakit multi sistem.Leptospirosis sering
menyebabkan gagal ginjal akut. Ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan
gambaran klinik khas penyakit weil.5
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel,
panjangnya 5-15 mikrometer, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 mikrometer.
Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat rotasi aktif
tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam
mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Leptospira
membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan
waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif. 1
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.interrogans yang
patogen dan L.biflexa yang non patogen. Tujuh spesies dari leptospira patogen sekarang ini
telah diketahui dasar ikatan DNA nya, namun lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi
menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis. Saat ini telah ditemukan
lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. Menurut beberapa peneliti, yang
tersering menginfeksi manusia ialah L.icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus,
L.canicola dengan reservoir anjing dan L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.1
Epidemiologi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika,
namun terbanyak didapati didaerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmot atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti
tupai, musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Didalam tubuh binatang tersebut, leptospira
hidup di dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vector yang utama dari
7
L.icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira
akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal
tikus dan secara terus menerus dan ikut mengalir dalam liltrat urine. Penyakit ini bersifat
musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan
musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
leptospira. sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.3
Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies mamalia. Ada berbagai jenis
pejamu dari leptospira, mulai dari mamalia yang berukuran kecil di mana manusia dapat
kontak dengannya. misalnya landak. kelinci, tikus sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai
dengan reptil (berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing, dan anjing. Binatang pcngerat
terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan
simbiosis dengan pejamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Beberapa serovar berhubungan dengan binatang tertentu, seperti L.
icterohaemoragiae/copenhageni dengan tikus, L. gripporypliosa dengan voles (sejenis tikus),
L. Hardjo dengan sapi, L canicola dengan anjing dan L. Pomona dengan babi.International
Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis
tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.3
Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Di
Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan TImur, dan Kalimantan Barat. Pada
kejadian banji besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis
dengan 20 kematian. Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis berupa kesulitan
dalam melakukan diagnostic awal. Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai
mikroskop biasa dapat diditeksi adanya gerakan leptospira dalam urine. Diagnostik pasti
ditegakkan dengan ditemukannya leptospirosia pada daerah atau urine atau ditemukannya
hasil serologi positip. Untuk dapat berkembang biaknya leptospira memerlukan lingkungan
opotimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, pH air/tanah yang netral, dimana
kondisi ini ditemukan sepanjang tahun di daerah tropis.3
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospiri. Infeksi tersebut terjadi jika
terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini.
8
bahkan air deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit terjadi akibat gigitan binatang
yang sebelumnya terinfeksi leptospira. atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium.
Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga
menularkan leprospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini
adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, penternakan, pekerja tambang.
pekerja di rumah potong hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan,
dokter hewan.3
Patogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.1 Kuman leptospira
masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris pada kulit, konjunctiva atau mukosa utuh yang
melapisi mulut, faring, osophagus, bronchus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksi dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang dilaporkan penetrasi kuman
leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir juga dapat menjadi salah satu
cara masuknya Leptospira ke dalam tubuh.3
Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh
sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari terinfeksi. Organisme virulen
mengalami multiplikasi di darah dan jaringan dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah
dan cairan cerebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit.3
Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel.Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular.13Dan aktifitas lainnya yaitu
stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit. Sehingga terjadi agregasi
trombosit disertai dengan trombositopenia.3
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikulo endoteliel serta mekanisme
pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi
spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieliminasi dari semua organ kecuali mata,
tubulus proksimal ginjal dan mungkin otak. Dimana kuman leptospira dapat menetap selama
beberapa minggu atau bulan.3
Kuman ini dengan cepat akan lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah
fase leptospiremia, 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal
9
dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat dalam
patogenesis leptospira adalah: invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan
reaksi imunologi.3
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksik yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patalogis pada beberapa organ. Lesi yang muncul
akibat kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara
derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional
yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur. Lesi inflamasi menunjukkan adanya edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan
sel plasma. Selain diginjal, leptospira bisa bertahan di otak dan mata. Bakteri ini bisa masuk
ke cairan serebrospinal dan terjadi meningitis yang sering menjadi komplikasi. 1
Kelainan spesifik terdapat pada organ :1
1.Kerusakan hati akibat nekrosis sentribular yang disertai proliferasi sel kupffer. Sering
ditemukan adanya disosiasi sel-sel hati, degenerasi sitoplasma, inti sel –sel parenkim
mengecil dan infiltrasi mononukleus pada daerah portal
2.Kerusakan ginjal lebih nyata dibandingkan dengan kerusakan hati yaitu edema dan
perdarahan dimedula. Adanya gambaran nefritis intersisial yang berlanjut menjadi nekrosis
tubulus pada kasus berat. Silinder protein , pigmen darah, eritrosit dan sisa sel tubulus dapat
ditemukan di medula tubulus.
3.Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya pembengkakan,
vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit netrofil dan sel plasma misalnya pada
otot gastroknemius
4.Kerusakan pada jantung ditandai denganptekie di endokardium dan epikardium, serabut
otot sembab, disertai vakuolisasi degenerasi dan infiltrasi sel radang. Pada beberapa kasus
terjadi miokarditis toksik atau endokarditis akut.
5.Kerusakan pada paru bervariasi dari inflamasi interstisial setempat disertai ekstravasasi
hingga infiltrasi brokopneumonia.
6.leptospira akan menyebabkan uveitis pada mata karena bertahan selama beberapa bulan
walaupun terbentuk antibodi yang tinggi.
10
7. terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan akibat sehingga perubahan pada
pembuluh darah.
8.leptospira yang masuk ke dalam cairan serebrospinal dapat dikaitkan dengan terjadinya
meningitis.
9. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai
perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam kontinu.
Penularan
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan melalui hewan yang terinfeksi oleh
kuman leptospira. Hospes definitive yaitu sebagai tempat kuman bertumbuh, dewasa dan
berkembang biak secara seksual adalah hewan peliharaan seperti babi, lembu, kambing,
kucing, anjing serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing dan ular. Tapi hospes reservoar
yang menjadi sumber infeksi bagi manusia adalah tikus.Kuman Leptospira dikeluarkan saat
berkemih oleh hewan-hewan yang bertindak sebagai hospesnya.1
Manusia dapat terinfeksi dengan Leptospira apabila mengalami kontak dengan
tanah,air, maupun tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang membawa kuman
Leptospira. Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara
langsung terjadi apabila darah,urin,atau cairan tubuh yang mengandung kuman Leptospira
masuk ke dalam tubuh manusia.Selain itu, penularan secara tidak langsung dapat terjadi pada
orang-orang yang bekerja dipeternakan yang dapat terkena dari hewan peliharaan mereka
yang terinfeksi oleh kuman Leptospira. Tak hanya itu, meskipun jarang tapi penularan dari
manusia ke manusia lain dapat terjadi dengan hubungan seksual maupun dari ibu kepada
janinnya.1
Selain penularan secara langsung, terdapat pula penularan tidak langsung yang terjadi
dengan perantara genangan air, sungai, danau, selokan air, bahkan lumpur yang tercemar
dengan air seni ataupun cairan tubuh yang sudah terinfeksi kuman Leptospira. Saat banjir,
kontak dengan air yang terkontaminasi urin tikus dapat menyebabkan seseorang menderita
leptoprisosis. Tidak hanya itu, kebiasaan untuk mencuci atau mandi di sungai juga dapat
menjadi penyebabnya. Petani,pekerja potong hewan, pembersih selokan, pekerja tambang,
pemancing ikan, pekerjaan tukang perahu,anak-anak yang bermain di genangan air hujan
sangat rentan terhadap penyakit leptosiprosis. 1
11
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrsi, hipotensi, perdarahan, dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan
fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik seiring membaiknya keadaan pasien.
Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4
hari setelah onset cukup efektif. Adapun beberapa antibiotik yang dapat digunakan dapat
dilihat melalui tabel berikut: 1
Tabel.2. Pengobatan pada leptospirosis1
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis sedang /berat Penisilin G 1,5juta unit / 6jam (i.v)
Ampisilin 1 gr / 6jam (i.v)
Amoksisilin 1gr / 6jam (i.v)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu
Pada kasus ringan masih diberikan melalui oral, sedangkan dalam kasus berat
diberikan melalui intravena. Sampai saat ini, penisilin masih merupakan antibiotik pilihan
utama. Perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika masih berada dalam darah (fase
leptospiremia). Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi
yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada
penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi uremia berat, sebaiknya dilakukan
dialisis. 1
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah mempercepat pulih ke keadaan normal,
mempersingkat lamanya demam, mempersingkat lamanya perawatan, mencegah komplikasi
seperti gagal ginjal (leptospiruria), menurunkan angka kematian.3
12
Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapatdigunakan Tetracycline,
Streptomicyn,Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau Amoxicillin. Pengobatan dengan
Benzyl Penicillin6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7 hari. Atau Procain Penicillin4-5
MU/harikemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah demam hilang, biasanya
lama pengobatan 5-6 hari.3
Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracyclinedengan dosis awal 500 mg,
kemudian 250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam peroral selama 6
hari. AtauErythromicyndengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari. Tetracycline dan
Erythromycinkurang efektif dibandingkan dengan Penicillin.3
Ceftriaxone,dosis 1 g iv selama 7 hari hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengobatan
menggunakan penicillin. Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g peroral,dilanjutkan
dengan 0.6 g tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat
mencegah terjadinya komplikasi hati dan ginjal.3
Sampai saat ini, penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiraemia).
Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan komplikasi berupa reaksi Jarisch-
Herxheimer. Komplikasiini biasanya timbul dalam beberapa waktu sampai dengan 3jam
setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam,malaise dan nyeri kepala; pada kasus
berat dapat timbul gangguan pernafasan.3
Komplikasi
Jika diobati selagi masih dini, prognosis leptospirosis umumnya baik. Bisa lain nasib
pasien jika terapi terlambat diberikan. Sudah disebut komplikasi leptospirosis paling jelek jika
sudah merusak ginjal , selain hati, dan otak. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada
kasus ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut
mencapai 30-40%. Pada leptospirosis, komplikasi yang sering terjadi ialah iridosiklitis, gagal
ginjal, miokarditis, meningitis aseptik dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila
terjadi selalu menyebabkan kematian.3
13
Pencegahan
1. Higien Perorangan
Pekerjaan maupum aktivitas dengan risiko tinggi untuk tertular leptospira diperlukan
pakaian pelindung sesuai pekerjaan atau aktivitasnya, seperti sepatu, sarung tangan,
masker, dan lain-lain.3
2. Kebersihan Lingkungan
Sebaiknya tempat tinggal tidak digunakan untuk tempat tinggal hewan perantara.
Lantai yang dilewati hewan perantara didesinfektan dengan sodium hipoklorit 1/100
atau detergen, mencegah selokan buntu dan jangan digunakan untuk populasi tikus.3
3. Vaksinasi
Di beberapa negara seperti Kuba, Rusia, Cina vaksinasi untuk mencegah leptospirosis
pada manusia telah diberlakukan. Bahkan di Kuba pemberian vaksinasi dapat
mencegah 100%. Sampai saat ini belum ada publikasi tentang studi efikasi jangka
panjang vaksin anti-leptospira, nampaknya vaksinasi hanya mempunyai efikasi jangka
pendek. Vaksinasi pada binatang piaraan dapat menurunkan kejadian leptospirosis,
sehingga membantu pencegahan.3
Beberapa masalah yang muncul pada pemberian vaksin untuk mencegah leptospirosis pada
manusia: 3
Sering adanya laporan efek samping yang tidak dapat diterima dari vaksin bakteri
yang dimatikan.
Vaksin dengan bakteri yang dimatikan nampaknya hanya memberikan proteksi jangka
pendek dan kemungkinan proteksinya tidak komplit, demikian juga vaksinasi pada
binatang.
Belum adanya vaksin yang secara umum dapat mencegah berbagai macam leptospira
yang bersifat lokal.
Vaksinasi secara teori berpotensi untuk menginduksi penyakit autoimun seperti
uvcitis.
Belum ada pengetahuan yang lengkap mengenai mekanisme kekebalan melawan
infeksi leptospira.
Pengobatan pencegahan
Penisilin 2juta unit perhari selama 7 hari, diberikan pada orang berisiko tinggi bila
menderita demam, tetapi jangan lupa mengambil spesimen sebelumnya.
14
Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjadinya
leptospirorsis.3
Prognosis
Tergantung keadaan umum pasien, umur, virulensi leptospira, dan ada tidaknya
kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat sekunder dari faktor pemberat
seperti gagal ginjal, atau perdarahan dan terlambatnya pasien mendapat pengobatan.1
Penutup
Laki-laki yang mengalami panas tinggi menggigil sejak 4 hari yang lalu secara terus
menerus disertai nyeri tekan pada betis dan ikterus menderita leptospirosis, fase
leptospiremia. Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh saat banjir terjadi. Bila ditangani
dengan cepat dan tepat, prognosis baik.
15
Daftar Pustaka
1. Zein U. Leptospirosis. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing; 2010.
2. Abdurrahman, dkk. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005.
3.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009.
4. Mansjoer A, Triyanti K. Kapita selekta kedokteran. Ed ke-3. Jakarta : Media Aesculapius; 2009. h. 425-7.
5. gueirreiro H.et al. Leptospiral proteins recognized during the humoral immune response to leptospirosis in humans. America: American Society; 2003.
16
top related