laporan resmi praktikum teknologi pasca panen: pembuatan dan standardisasi simplisia
Post on 27-Jun-2015
1.943 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PASCA PANEN
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA
Disusun Oleh:
1. Toga Laksana (08/268455/FA/08159)
2. Anisa Rasuna Paramita (08/268462/FA/08161)
3. Normalita Eka S.S. (08/268522/FA/08173)
4. Sumarti (08/268524/FA/08175)
Golongan/kelompok : IV/D
Dosen jaga : Andayana Puspitasari, M. Si., Apt.
Asisten Jaga :
Asisten Koreksi :
BAGIAN BIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2010
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA
I. TUJUAN
Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat membuat simplisia dan parameter
standardisasi simplisia.
II. DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh antara
lain bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia, cara penyimpanan bahan baku
simplisia, dan cara pengepakan simplisia.
Pada perlakuan pasca panen, tahapan – tahapan pembuatan simplisia, yaitu :
1. Pengumpulan bahan
Yang perlu diperhatikan di sin adalah umur tanaman atau bagian tanamn pada waktu
panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran –kotoran atau bahan- bahan asing
lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan
mempengaruhi hasil akhir.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan agar menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada
bahan simplisia. Sebaiknya air yang digunakan adalah air yang mengalir dan sumbernya
dari air bersih seperti air PAM, air sumur atau mata air
4. Perajangan
Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses ini untuk mempermudah
proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil atau tipis, maka proses ini dapat
diabaikan.
5. Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam.
Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven.
6. Sortasi kering
Tujuan sortasi kering yaitu untuk memisahkan bahan – bahan asing seperti bagian tanaman
yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi
simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan. Sedangkan penyimpanan
simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari,
dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.
8. Pemeriksaan mutu
Merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia.
Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan
untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar
yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi terbitan
Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu simplisia
dilakukan pada waktu penerimaan atau pemberiannya dari pengumpul atau pedagang
simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan
umum untuk simplisia.
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi
suatu simplisia yang meliputi kadar abu, susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri,
dan penetapan kadar air.
Kadar abu ditetapkan untuk memberikan gambaran mineral internal dan eksternal.
Parameter ini memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan
gambaran mengenai tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Sedangkan kadar
abu tidak larut asam menggambarkan secara umum mengenai kemungkinan adanya cemaran
logam berat dalam simplisia jika nilainya melebihi rentang yang dipersyaratkan. Susut
pengeringan memberikan gambaran batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang
pada proses pengeringan.
Kadar minyak atsiri ditetapkan dengan tujuan memberikan batasan atau rentang kadar
minyak atsiri yang dipersyaratkan dalam suatu simplisia dalam rangka untuk menjaga
keajegan dari mutu simplisia. Sedangkan penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui
kandungan air dalam simplisia yang diperiksa. Secara umum dapat diambil pedoman bahwa
kadar air dalam simplisia seharusnya tidak lebih dari 5 % bobot bahan simplisia
Metode kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan terdiri dari atas bahan berbutir – butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa
larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan atau dideteksi dengan penampak bercak yang spesifik terhadap
golongan senyawa tertentu.
URAIAN TANAMAN
Sonchus arvensis L.
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Sonchus
Jenis : Sonchus arvensis L.
Nama umum : Tempuyung
Nama daerah : Galing (Sunda) Tempuyung (Jawa Tengah)
b. Deskripsi
Terna semusim, tegak, tinggi 1-2 m. Batang lunak, berlubang, bersegi,
percabangan monopodial, hijau pucat keputih-putihan, bila dipatahkan akan keluar
getah putih, pahit. Daun tunggal, helai daun kasar, berbulu pendek, tepi bertoreh tidak
teratur, pangkal daun membentuk jantung atau anak panah, warna hijau kusam, ibu
tulang daun hijau putih, bagian bawah daun membentuk roset, panjang daun 5-50 cm,
lebar 2-10 cm. Bunga malai, majemuk, kelopak bentuk lonceng, berbulu dan
bertangkai 3-7 cm, bonggol bunga 2-2,5 cm, gagang bonggol 1-8 cm, mahkota bunga
bentuk jarum 2-2,5 cm, pada awalnya berwarna kuning terang lalu menjadi
kecoklatan. Buah kotak, berusuk lima, dengan rambut hitam. Bijinya kecil bentuk
jarum, berusuk lima, panjang papus 1,5 cm, ringan disertai rambut disekelilingnya
hingga mudah terbawa angin. Akar tunggang kuat, putih kotor.
Tumbuh pada ketinggian 50-1650 m dpl ditempat-tempat yang cukup
menerima cahaya matahari atau sedikit naungan, tidak terlalu kering. Kebanyakan
ditemukan tumbuh liar secara tersebar (Sudarsono, 1996).
c. Kandungan Kimia
Daun Sonchus arvensis L. mengandung senyawa lipida (diacyl
galactosylglycerol; monoacylgalactocyl glycerol dan diacyl digalactosyl glycerol);
golongan flavonoid; flavon (apigenin-7-glycoside; luteolin-7-glycoside; luteolin-7-
glucuronide; luteolin-7-rutinoside); aesculetin suatu golongan senyawa kumarin
(Sudarsono, 1996).
d. Efek Biologik
Diuretik (merangsang keluarnya air seni) dan litotriptik (melarutkan batu
ginjal) (Sudarsono, 1996).
III. ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Sikat
2. Krus silikat
3. Krematorium
4. Tampah
5. Baskom
6. Timbangan
7. Tampah
8. Penjepit
9. Cawan petri
10. Eksikator berisi kapur tohor
11. Penangas air
12. Labu alas bulat
13. Tabung reaksi
14. TLC scanner
15. Plat KLT
16. Bejana pengembang
17. Ember
18. Pisau
19. Telenan
20. Tambir
21. Kawat strimin
22. Kertas koran
23. Oven
24. Kertas pembungkus
25. Kertas saring
26. Plastik pembungkus
27. Blender
28. Ayakan
29. Rak pengering
30. Kompor listrik
31. Alat destilasi
Ditimbang
Simpan dalam kantong
Diberi etiket
BAHAN
1. Sonchi folium (Sonchus arvensis L.)
2. Air
3. Toluen yang jenuh air
4. Etanol
5. Silika 60F 254
6. Fase gerak etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)
7. Pembanding kuersetin
8. Pereaksi semprot AlCl3
IV. CARA KERJA
1. Pembuatan Simplisia
Sonchi folium
Pengumpulan bahan daun tempuyung
Penimbangan
Pencucian
Ditiriskan
Masukkan dalam oven 50oC, 8 jam
Sortasi kering
Beri etiket pada petri kosong (tutup + alas)
Timbang
Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC, 30 menit
Masukkan dalam eksikator, sampai petri dingin (tiap kali akan penimbangan, ditunggu dalam kurun waktu yang sama)
Timbang petri
Ulangi satu kali lagi
Masukkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit
Ambil dan masukkan petri dalam eksikator
Lakukan (a) berulang hingga bobot tetap
Masukkan 10 gram serbuk simplisia ke dalam petri
Timbang petri
a
2. Standardisasi simplisia
a. Kontrol kualitas susut pengeringan daun tempuyung
Beri label pada krus silikat
Timbang
Masukkan krus silikat dalam krematorium,Tunggu sampai 600oC, panaskan 30 menit
Dinginkan dalam eksikator, sampai dingin(untuk penimbangan selanjutnya, pendinginan dalam kurun waktu yang sama
Timbang
Masukkan 1 gram serbuk daun tempuyung ke dalam krus silikat
Masukkan krus silikat dalam krematorium,Tunggu sampai 600oC, panaskan 30 menit
Dinginkan dalam eksikator
Timbang
Ulangi (b) sampai bobot tetap
b
b. Kontrol kualitas penetapan kadar abu daun tempuyung
Timbang secara seksama 100 gram rajangan daun tempuyung
Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan
Tambahkan 10 mL toluene jenuh air
Hubungkan labu dengan alat
Panaskan sampai terkumpul air dan tidak bertambah lagi
Catat volume air yang tertampung pada buret
Hitung kadar air
Timbang secara seksama 20 gram rajangan daun tempuyung
Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan
Tambahkan 500 mL aquadest
Hubungkan labu dengan alat
Panaskan sampai terbentuk minyak atsiri dan tidak bertambah lagi
Catat volume minyak atsiri yang tertampung pada buret
Hitung kadar minyak atsiri
c. Kontrol kualitas penetapan kadar air daun tempuyung
d. Kontrol kualitas penetapan kadar minyak atsiri daun tempuyung
e. Profil KLT daun tempuyung
1 mg serbuk
+ 10 mL metanol
Gojog 15 menit
Panaskan dalam penangas sampai kering
Dinginkan
Cuci dengan metanol ad 2 mL
Totolkan 10 µL
Elusi dengan fase gerak
Deteksi
V. DATA DAN PERHITUNGAN
Nama simplisia : Sonchi folium (daun tempuyung)
Tanaman asal : Sonchus arvensis L.
Bagian yang digunakan : daun
1. Sortasi basah
Berat awal :
Jenis pencemar : tanah, abu vulkanik,
2. Pencucian
Berat awal :
Berat setelah dicuci : 1,36 kg
Masalah yang dihadapi : tanah dan abu vulkanik yang masih menempel sulit
untuk dibersihkan.
3. Perajangan
Jenis alat : mekanik
Tebal :
Hasil : akar dan lembaran daun
4. Pengeringan
Jenis : oven, suhu 50oC, 8 jam
Bobot basah bahan : 1,8 kg
Bobot kering simplisia : 0,57 kg
Perhitungan rendemen : 0,57 kg1,8 kg
×100 %=31,67 %
Pengujian simplisia
1. Makroskopik
Daun tunggal, tidak bertangkai. Helai daun berbentuk lonjong atau lanset, berlekuk
menjari atau berlekuk tak teratur. Pangkal daun menyempit atau berbentuk panah
sampai berbentuk jantung, pinggir daun bergerigi tak teratur. Permukaan daun sebelah
atas agak kasar dan berwarna lebih pucat.
2. Organoleptik
Simplisia daun masih kurang kering, berjamur, warna hitam, bau apek.
KONTROL KUALITAS SIMPLISIA
1. Susut pengeringan
Nama bahan : Sonchi folium
Jenis simplisia : kering
Bobot : 10 gram
Bobot wadah kosong : 76,748 gram
Kondisi Bobot (gram) Selisih bobot (gram)Persentase susut
pengeringan
Wadah+simplisia 86,566
Setelah dipanaskan suhu 105oC, 1 jam
Penimbangan 1 83,973 2,593
Penimbangan 2 83, 742 0,231 3,2%
Penimbangan 3 83,754 0,012 0,17%
Penimbangan 4 83, 701 0,053 0,76%
Penimbangan 5 83,697 0,004 0,06%
Perhitungan
Persentase susut pengeringan=(1− ( penimbangan 2−bobot wada hkosong)( penimbangan 1−bobot wada hkosong) )× 100 %
persentase susut pengeringan 1=(1−83 ,742−76,74883,973−76,748 )×100 %=3,2 %
persentase susut pengeringan 2=(1−83,754−76,74883,742−76,748 )×100 %=0,17%
persentase susut pengeringan 3=(1−83,701−76,74883,754−76,748 )× 100 %=0,76%
persentase susut pengeringan 4=(1−83,697−76,74883,701−76,748 )×100 %=0,06 %
rendemen= bobot simplisia tetapbobot simplisia awal sebelum dioven
×100%
¿ 83,697−76,74886,566−76,748
×100 %
¿70,78 %
susut pengeringan=bobot sebelumdioven−bobot tetapbobot simplisia tanpa petri
×100 %
¿ 86,566−83,69786,566−76,748
× 100 %
¿29,22 %
2. Penetapan kadar abu
Nama bahan : Sonchi folium
Jenis simplisia : kering
Bobot : 1 gram
Bobot wadah kosong : 24,1115 gram
Kondisi Bobot (gram) Selisih bobot (gram) Presentase kadar abu
Wadah+simplisia 25,0364
Setelah penimbangan suhu 105oC, 1 jam
Penimbangan 1 24,2401
Penimbangan 2 24,2387 0,0014 1,09%
Penimbangan 3 24,2425 0,0038 2,99%
Penimbangan 4 24,2399 0,0026 1,99%
Penimbangan 5 24,2421 0,0022 1,71%
Penimbangan 6 24,2391 0,0030 2,30%
Penimbangan 7 24,2398 0,0007 0,55%
Perhitungan
presentase kadar abu=( penimbangan 1−bobot wada hkosong )−( penimbangan 2−bobot wadah kosong)
( penimbangan 1−bobot wada hkosong )× 100 %
presentase kadar abu 1=(24,2401−24,1115 )−(24,2387−24,1115 )
(24,2401−24,1115 )×100 %=1,09%
presentase kadar abu 2=(24,2387−24,1115 )−(24,2425−24,1115 )
(24,2387−24,1115 )×100 %=2,99 %
presentase kadar abu 3=(24,2425−24,1115 )−(24,2399−24,1115)
(24,2425−24,1115)× 100 %=1,99 %
presentase kadar abu 4=(24,2399−24,1115 )−(24,2421−24,1115 )
(24,2399−24,1115 )×100 %=1,71 %
presentase kadar abu 5=(24,2421−24,1115 )−(24,2391−24,1115)
(24,2421−24,1115)×100 %=2,30 %
presentase kadar abu 6=(24,2391−24,1115)−(24,2398−24,1115)
(24,2391−24,1115)× 100 %=0,55%
kadar abu= penimbangan bobot tetap−bobot wada h kosongbobot wadah+simplisia−bobot wada h kosong
×100 %
¿ 24,2398−24,111525,0364−24,1115
×100%
¿13,87 %
3. Penetapan kadar air
Nama bahan : Sonchi folium
Jenis simplisia : kering
Bobot : 9,99 gram
Lama destilasi : 3 jam
Hasil : 1,9 mL
kadar air= 1,9 mL9,99 gram
×100 %=19 %vb
4. Penetapan kadar minyak atsiri
Nama bahan : Sonchi folium
Jenis simplisia : kering
Bobot : 20 gram
Lama destilasi : 3 jam
Hasil : -
5. Profil Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam : silika gel GF 254 nm
Fase gerak : etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)
Jarak pengembangan : 8 cm
Deteksi : a. AlCl3
b. UV 254 nm
c. UV 366 nm
Pembanding : kuersetin
Sampel : ekstrak metanol tempuyung pengeringan 8 jam di oven
Rf Sebelum semprot Sesudah semprot
UV 254 Tampak UV 366 Tampak
0,3
8
P,A,B,E,F :
Pemadaman
- -
KeteranganP : pembanding kuersetinA : sampel kelompok AB : sampel kelompok BC : sampel kelompok CD : sampel kelompok DE : sampel kelompok EF : sampel kelompok F
0,6
3
- - P :
fluoresensi
hijau
A,B,E,F:
fluoresensi
biru
0,6
9
A,B,E,F :
pemadaman
A,B,E,F:
coklat muda
- A,B,E,F: coklat tua
0,7
9
A,B,E,F:
pemadaman
E,F: coklat
muda
-
0,8
1
- - - E,F: coklat
0,9
4
pemadaman hijau jingga P : coklat,
A,B,C,D,E,F: hijau
VI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan dan standardisasi simplisia dari daun
tempuyung (Sonchi folium, Sonchus arvensis L.). Tanaman tempuyung yang diproses
menjadi simplisia ditanam di Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman dan berumur kurang
lebih dua bulan. Tanaman tempuyung dipanen seluruh bagiannya pada pagi hari.
Tanaman tempuyung kemudian diambil bagian daunnya dan disortasi basah untuk
memisahkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan asing lainnya yang dapat membuat kualitas
simplisia tidak baik atau tidak memenuhi standar. Kotoran yang ada di tanaman tempuyung
berupa tanah dan abu vulkanik. Selain itu juga dipilih daun yang yang masih baik sedangkan
daun yang tidak baik, misal karena busuk atau layu, dibuang.
Setelah disortasi basah, daun tempuyung kemudian dicuci dengan air mengalir dari
ledeng untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang masih melekat pada daun
tempuyung. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah tinggi. Oleh karena
itu pembersihan dau tempuyung dari tanah yang melekat dapat mengurangi jumlah mikroba
awal. Mengurangi jumlah mikroba menjadi penting karena simplisia standar mempunyai batas
tertentu cemaran mikroba. Pencucian dilakukan dengan air mengalir karena dengan air
mengalir diharapkan pengotor yang telah terbuang tidak kembali melekat pada daun
tempuyung.
Daun tempuyung yang telah dibersihkan ditiriskan kemudian ditimbang dan didapat
berat 1,36 kg. Daun tempuyung kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 500C selama
delapan jam. Dalam praktikum ini, diamati pengaruh cara dan lama pengeringan pada kualitas
simplisia. Selain pengeringan dengan oven selama delapan jam, juga dilakukan pengeringan
dengan oven pada suhu 500C selama dua puluh jam dan pengeringan dengan sinar matahari.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga simplisia tidak mudah rusak dan
dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada
kadar lebih dari 10 %, dapat menjadi media pertumbuhan mikroba. Selain itu, dengan adanya
air, akan terjadi reaksi enzimatis yang dapat menguraikan zat aktif sehingga mengakibatkan
penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Dari hasil pengeringan didapat berat simplisia kering sebesar 0,57 kg (rendemen 31,67
%). Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian disortasi kering untuk memisahkan bahan-
bahan asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada
dan tertinggal di simplisia kering. Simplisia yang dikeringkan dengan oven selama delapan
jam belum cukup kering, sedangkan simplisia yang dikeringkan dengan oven selama dua
puluh jam dan sinar matahari sudah kering. Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian dipak
dengan kertas. Pengepakan bertujuan melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah
adanya kerusakan. Simplisia yang sudah dipak kemudian disimpan di laboratorium hingga
saat standardisasi simplisia. Simplisia disimpan di tempat yang kelembapannya rendah,
terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.
Selama penyimpanan, simplisia daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven
selama delapan jam terkontaminasi jamur karena belum cukup kering. Daun tempuyung
menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi jamur berwarna putih. Bau simplisia menjadi apek
dan lembap serta daun menjadi liat.
Simplisia kemudian distandardisasi. Standardisasi simplisia mempunyai pengertian
bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi
standar mutu. Sebagai perameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang terdapat
dalam monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia seperti Materia
Medika Indonesia.
PENETAPAN KADAR ABU
Pengertian dan prinsip parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
tertentu dimana senyawa organik dan turunannya akan terdestruksi dan menguap. Tujuan
penetapan kadar abu adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal seperti silika yang merupakan salah satu kandungan tempuyung. Parameter ini
memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Prinsip kerja dari penetapan kadar abu
adalah satu gram serbuk daun tempuyung ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke
dalam krus silika yang telah dipijarkan dalam krematorium pada suhu 600º C selama tiga
puluh menit hingga bobot krus tetap yaitu 24,1115 gram.
Krus silika yang telah berisi serbuk daun tempuyung kemudian dipijarkan pada suhu
6000C selama setengah jam. Krus kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit.
Pemijaran dilakukan beberapa kali hingga diperoleh bobot tetap atau selisih dua kali
penimbangan bobot simplisia setelah dipijarkan berturut-turut tidak memberikan perbedaan
lebih dari 0,05 %. Menurut literatur, kadar abu untuk tempuyung seharusnya tidak lebih dari
17 % .
Pengukuran kadar abu ini tidak dapat dilakukan hingga diperoleh bobot tetap karena
neraca yang digunakan hanya memiliki ketelitian empat angka di belakang koma. Pada neraca
yang memiliki ketelitian hingga empat angka di belakang koma, agar diperoleh bobot tetap,
dua kali penimbangan setelah dipijarkan berturut-turut harus diperoleh bobot simplisia yang
sama karena perbedaan 0,0001 gram saja masih memberikan perbedaan bobot lebih dari 0,05
%, sehingga walaupun dipijarkan berkali-kali tidak akan didapat bobot tetap karena bobotnya
terus menurun. Agar didapat bobot tetap, paling tidak neraca yang digunakan harus memiliki
ketelitian hingga lima angka di belakang koma. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,1234 gram dan bobot
simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,1233 gram, maka persentase selisih bobot
0,1234 gram−0,1233 gram0,1234 gram
×100 %=¿0,08 %
Sedangkan jika digunakan neraca dengan ketelitian hingga lima angka di belakang
koma, misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,12345 gram dan bobot
simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,12344 gram, maka persentase selisih bobot
0,12345 gram−0,12344 gram0,12345 gram
×100 %=¿0,01 %
Dari praktikum, didapat kadar abu untuk simplisia daun tempuyung yang dikeringkan
dengan oven selama delapan jam adalah 13,87 %. Dilihat dari kadar abunya, maka simplisia
daun tempuyung yang dibuat memenuhi syarat kadar abu yang dipersyaratkan untuk simplisia
daun tempuyung. Kadar abu yang dimiliki oleh simplisia kelompok lain juga memiliki kadar
abu yang tidak berbeda jauh walaupun metode pengeringannya berbeda karena semua
mendapat perlakuan yang sama yaitu diabukan. Tetapi ada satu kelompok yang kadar abu
simplisianya agak berbeda dengan yang lain yang berada di kisaran 13 %. Kelompok yang
melakukan metode pengeringan dengan oven selama delapan jam tersebut memiliki kadar abu
15,12 %, padahal kelompok yang melakukan pengeringan dengan metode yang sama, kadar
abunya hanya 13,87 %. Perbedaan kadar abu ini bisa disebabkan karena pencucian yang
kurang bersih sehingga masih ada kotoran yang ikut terabukan.
Karena kadar abu yang diperoleh tidak didapat bobot tetap, maka tidak dapat
dilanjutkan ke kadar abu tidak larut asam.
PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN
Parameter susut pengeringan digunakan untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pengukuran sisa zat
dilakukan dengan pengeringan pada temperature 105°C selama 30 menit atau sampai berat
konstan dan dinyatakan dalam persen. Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri
dan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. Menurut Farmakope Indonesia,
bobot tetap suatu simplisia adalah ketika presentase selisih bobot simplisia sebelum
pengeringan dengan setelah pengeringan terhadap sebelum pengeringan kurang dari 0,25% .
bobot tetap=( pemanasan awal−bobot petri )−( pemanasan ak hir−bobot petri )
( pemanasan awal−bobot petri)x100%
Untuk mengawali percobaan susut pengeringan dilakukan penaraan pada petri yang
akan digunakan sebagai wadah. Prinsip penaraan sama dengan penaraan krus pada penetapan
kadar abu, hanya saja alat yang digunakan untuk memanaskan adalah oven dengan suhu
105°C selama 30 menit. Bobot petri kosong setelah pemanasan adalah 76,748 gram.
Sedangkan untuk perhitungan susut pengeringan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
susut pengeringan=bobot simplisia−(bobot tetap simplisia−bobot tetap petri)
bobot simplisiax100 %
Simplisia kelompok kami dikeringkan dengan metode menggunakan oven selama 8
jam. Hasilnya susut pengeringan 29,22% sedangkan rendemen mencapai 70,78 %. Hal ini
menunjukkan bahwa bobot simplisia setelah pengeringan dengan oven selama 8 jam sebesar
29,22% dari bobot sebelum pengeringan. Hal ini menyimpang 9 %. Simplisia yang
dikeringkan dengan oven selama 8 jam seharusnya memiliki susut pengeringan sebesar ±20%.
Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi simplisia ketika dimasukkan oven masih dalam
keadaan basah pasca pencucian sehingga pengeringan kurang optimal. Kondisi ini
ditunjukkan dengan tumbuhnya jamur yang tumbuh ketika dalam kemasan penyimpanan.
Jika dibandingkan dengan kelompok lain, yaitu kelompok yang menggunakan metode
pengeringan menggunakan oven selama 20 jam dan menggunakan sinar matahari selama 7
hari, hasil kelompok kami memiliki susut pengeringan yang paling tinggi. Hasil kelompok
lain tersebut memiliki susut pengeringan berkisar 15%. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa
metode pengeringan menggunakan oven selama 8 jam belum menghasilkan susut pengeringan
yang optimal.
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI
Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak
kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat
dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara
minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada
simplisia tersebut.
Cara kerja dari destilasi air adalah sebanyak 20 gram rajangan simplisia ditambah
dengan 500 mL air suling kemudian didestilasi selama tiga jam. Untuk penetapan kadar
minyak atsiri, digunakan simplisia dalam bentuk rajangan untuk mempermudah proses
penyulingan minyak atsiri.
Dari hasil destilasi, tidak ada minyak atsiri yang keluar dari semua metode
pengeringan simplisia yang dilakukan. Menurut literatur, daun tempuyung tidak mengandung
minyak atsiri sehingga tidak ada minyak atsiri yang terdestilasi.
PENETAPAN KADAR AIR
Kadar air dalam suatu simplisia merupakan salah satu pengukuran yang perlu
dilakukan. Adanya air di dalam simplisia akan mempengaruhi daya tahan simplisia terhadap
mikroba. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk
memperpanjang daya tahan simplisia selama penyimpanan. Simplisia dinilai memenuhi
standar bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Hal ini dikarenakan pada kadar tersebut
sebagian besar mikroba tidak dapat hidup dan enzim pada simplisia juga tidak aktif, sehingga
tidak akan menghidrolisis kandungan senyawa aktif simplisia.
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang barada di dalam bahan,
dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri. Tujuan dari penetapan kadar air
adalah untuk mengetahui besarnya kandungan air di dalam simplisia.
Pada praktikum penetapan kadar air pada daun tempuyung dilakukan dengan metode
azeotropi (destilasi toluen). Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi
penyulingan berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah
adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh
kelembaban. Sebelum menggunakan toluen, toluen dijenuhkan dengan air terlebih dahulu. Hal
ini akan mempengaruhi jumlah air yang akan terukur. Jika toluen belum dijenuhkan maka
toluen akan mengikat air, dan kadar air akan menjadi lebih sedikit dari hasil yang sebenarnya.
Pada prinsipnya kadar air dapat terdeteksi dengan menggunakan destilasi toluen karena air
tidak dapat bercampur dengan toluen dengan syarat toluen telah jenuh dengan air.
Dari pengukuran kadar air, diperoleh hasil 19 % v/b. Dari angka tersebut dapat
disimpulkan bahwa kadar air yang terdapat pada daun tempuyung yang dikeringkan dengan
oven pada suhu 500C selama delapan jam belum dapat memberikan kadar air simplisia yang
memenuhi syarat karena kadar air simplisia masih di atas 10 %.
Dari hasil perlakuan yang bervariasi terhadap daun tempuyung didapatkan kadar air
rata-rata terendah secara berurutan adalah pada perlakuan pemanasan oven selama dua puluh
jam, pengeringan matahari, kemudian pemanasan oven selama delapan jam. Hal ini
dikarenakan pemanasan menggunakan oven (dengan waktu yang sesuai) lebih optimal
menghilangkan air, suhu untuk mengeringkan lebih stabil, dan proses pengeringan yang lebih
cepat. Meskipun demikian tidak dipungkiri juga bahwa senyawa yang mudah menguap seperti
minyak atsiri akan dapat menguap secara berlebih jika pemanasan menggunakan oven.
Sedangkan pemanasanan dengan oven selama delapan jam memberikan kadar air yang paling
besar dan mengakibatkan kualitas simplisia yang diperoleh tidak baik karena ditumbuhi
jamur.
Kromatografi Lapis Tipis
Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dilakukan uji kromatografi lapis
tipis. Pada uji kromatografi lapis tipis ini digunakan fase diam silika gel 60F254 dengan fase
gerak asam formiat-etil metil keton-etil asetat-air (1:3:5:1) menunjukkan hasil negatif untuk
kandungan senyawa pada sampel kami (Sonchus arvensis). Hasil KLT pada sinar tampak, UV
254 nm maupun UV 366 nm menunjukkan bahwa totolan A, B, E dan F menunjukkan adanya
3 bercak yang sama pada masing-masing totolan. Sedangkan totolan kelompok kami, totolan
D, serta kelompok C yang sama-sama menggunakan oven 8 jam dan berjamur, hanya
menunjukkan satu bercak pada Rf= 0,94 berwarna hijau. Semua totolan memiliki bercak
dengan Rf 0,94 ini, sehingga diperkirakan bercak ini adalah klorofil.
Hasil negatif pada totolan sampel kami diduga karena pengaruh jamur yang tumbuh
pada waktu penyimpanan. Kondisi simplisia kami pasca pengeringan dengan oven selama 8
jam masih basah kemudian dikemas. Diduga jamur yang tumbuh pada simplisia kami inilah
yang memetabolisme senyawa dari simplisia kami (Sonchus arvensis) sehingga pada KLT
tidak menunjukkan bercak yang sama dengan totolan yang lainnya. Perlu diketahui bahwa
simplisia pada golongan kami memiliki kesamaan tinggi dalam proses budidayanya. Tempat
budidaya, perlakuan, unsur hara semuanya sama. Tentunya memiliki metabolit yang sama
juga. Namun diduga karena faktor jamur itulah yang mengakibatkan metabolit sampel kami
hilang (berubah).
Dugaan yang kedua adalah karena faktor kandungan air pada simplisia kami yang
masih banyak, sehingga terjadi proses hidrolisis enzimatik pada metabolit tanaman.
VII. KESIMPULAN
1. Cara pengeringan untuk daun tempuyung yang paling optimal dibanding cara
pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama
dua puluh jam.
2. Analisis KLT menunjukkan simplisia dengan pengeringan oven selama delapan
jam hanya menunjukkan bercak klorofil di Rf 0,94.
3. Kadar air yang masih tinggi pada simplisia dapat membuat simplisia ditumbuhi
jamur dan merusak metabolit sekunder yang dikandungnya.
4. Simplisia memenuhi persyaratan kadar abu (13,87 %) tetapi tidak memenuhi
persyaratan kadar air (19 % v/b).
5. Simplisia tidak mengandung minyak atsiri.
6. Simplisia dengan pengeringan oven selama delapan jam merupakan metode
pengeringan yang paling tidak efektif dibanding yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2, Depkes RI, Jakarta
Anonim1. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta; Depkes RI
Anonim2, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Edisi Pertama. Jakarta :
Depkes RI
Anonim3. 2004.Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1.Jakarta : BPOM RI
Wagner, Hildebert. 1983. Plant Drug Analysis. Jerman : Springer-Verlag
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit ITB
Sudarsono, dkk, 1996, Tumbuhan Obat, PPOT-UGM, Yogyakarta
top related