laporan psg antropometri
Post on 06-Aug-2015
513 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan
masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu
juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan
keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara
adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan secara tidak langsung
dibagi menjadi tiga, yaitu: survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor
ekologi1.
Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi obesitas umum secara nasional
adalah 19,1% (8,8% BB lebih dan 10,3% obese). Ada 14 provinsi memiliki
prevalensi obesitas umum di atas angka prevalensi nasional. Lima provinsi
yang memiliki prevalensi obesitas umum terendah adalah Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan
Sumatera Selatan. Sedangkan lima provinsi dengan prevalensi obesitas umum
tertinggi adalah: Kalimantan Timur, Maluku Utara, Gorontalo, DKI Jakarta
dan Sulawesi Utara. Secara nasional prevalensi obesitas umum pada laki-laki
lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (masing-masing 13,9% dan
23,8%). Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari
33 provinsi, 17 di antaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka
prevalensi nasional. Menurut kelompok umur, prevalensi obesitas sentral
cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur
menurun kembali. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (29%) lebih
tinggi dibanding laki-laki (7,7%)2.
1 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.
Untuk menilai prevalensi risiko KEK (Kurang Energi Kronik) dilakukan
dengan cara menghitung LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih kecil 1 SD dari
nilai rerata untuk setiap umur antara 15 sampai 45 tahun. Berdasarkan tingkat
pendidikan, gambaran nasional menunjukkan pada tingkat pendidikan
terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), risiko KEK cenderung lebih
tinggi dibanding tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT). Secara nasional,
prevalensi risiko KEK lebih tinggi di daerah perdesaan dibanding perkotaan.
Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita, menunjukkan
risiko KEK cenderung tinggi pada kelompok pengeluaran terendah. Semakin
meningkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan cenderung semakin
rendah risiko KEK. Secara nasional persentase RT dengan konsumsi “energi
rendah” adalah 59,0 % dan konsumsi “protein rendah” sebesar 58,5 %.
Sebanyak 21 provinsi dengan persentase konsumsi “energi rendah” di atas
angka nasional (59,0 %)2.
Prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia
adalah sebesar 31,7%. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%
berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat didiagnosis tenaga
kesehatan hanya ditemukan sebesar 0,9%. Prevalensi penyakit DM di
Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7%
sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%2.
Dari data Riskesdas (2007) memperlihatkan bahwa penyebab kematian
utama untuk semua umur adalah strok (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%),
hipertensi (6,8%) dan cedera (6,5%). Proporsi penyebab kematian pada
kelompok umur 55-64 tahun menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa
pada laki-laki maupun perempuan penyakit tidak menular (strok, diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik) mendominasi sebagai
penyebab kematian2.
Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko
untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada
22Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.
seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan3.
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh1.
Hubungan linear antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dan tekanan darah
ditemukan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, Ethiopia dan
Vietnam. Risiko hipertensi pada orang yang overweight dan obesitas
(IMT≥25.0) lebih tinggi di Indonesia (OR=7.68, 95% CI: 3.88-15.0), di
Ethiopia (OR= 2.47, 95% CI: 1.42-4.29) dan Vietnam (OR=2.67, 95% CI:
1.75-4.08)4.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Dauchet et al. (2007) menyebutkan bahwa peningkatan
konsumsi sayur dan buah serta penurunan konsumsi lemak pangan, disertai
dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan
tekanan darah. Penemuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, the
Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study groups,
yang menemukan bahwa penurunan risiko jantung koroner dan stroke
berhubungan dengan tingginya pola konsumsi buah, sayur, kacangkacangan,
ikan, dan padi-padian tumbuk5.
Dalam Circulation: Journal of the American Heart Association,
mengatakan bahwa kesehatan kardiovaskular yang ideal untuk orang dewasa
dapat ditentukan dari Indeks Massa Tubuh (IMT) ideal adalah antara 18
sampai 256.
I.2 Tujuan Praktikum3 Achadi, Endang L. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.4 Tesfaye dkk. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia.5 Dauchet dkk.. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU.6Donald M. Lloyd-Jones. 2010. Defining and Setting National Goals for cardiovascular Health Promotion and Disease Reduction
I.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk menilai status
gizi secara antropometri.
I.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khsusus kegiatan praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks IMT.
2. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks WHR.
3. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks % Body
fat.
4. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks LILA.
5. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks Lingkar
Perut.
6. Untuk mengetahui estimasi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.
I.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status
gizi seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks
MassaTubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), persentase Body Fat (%BF),
Lingkar Lengan Atas (LILA), dan pegukuran Lingkar Perut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau
lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah
satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
yang disebut dengan Body Mass Index1.
Menurut Pranadji (1997) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat
atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan berat badan berlebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit
degeneratif7.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut7:
Berat badan (Kg)IMT = ---------------------------------------------- Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
Dalam Riskesdas (2007) dibedakan kategori ambang batas IMT untuk
Indonesia seperti Tabel 1 berikut7.
Tabel 1 Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori BMI (kg/m2)
Kurus
Normal
Berat Badan Lebih
Obese
< 18,50
18,50 – 24,99
25,00 – 27,00
≥ 27,00
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2007
Supariasa (2002) menjelaskan bahwa berat badan menggambarkan
jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak
tubuh cenderung meningkat, dan protein ototmenurun. Pada orang yang
71Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi. Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.
edema dan asites terjadi penambahan cairan dalamtubuh. Adanya tumor dapat
menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnyaterjadi pada orang
kekurangan gizi. Pada masa bayi atau balita, berat badan dapat dipergunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat
kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Dapat
digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan
menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada
remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada klien
edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor
dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang
kekurangan gizi1.
Berat badan (BB) menggambarkan masa tubuh (otot dan
lemak). Berat badan menurut umur merupakan ukuran yang baik untuk
mengetahui keadaan gizi anak–anak, terutama anak golongan umur 0-5
tahun (Balita). Ukuran ini juga memberi gambaran yang baik tentang
pertumbuhan anak1.
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat
badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu
yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang relatif lama1.
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk indikator menyatakan
status gizi saat ini, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh
karena itu Indeks BB/TB disebut juga indikator status gizi yang
independent terhadap umur. Karena Indeks BB/TB yang dapat memberikan
gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka
dalam penggunaannya indeks ini merupakan indikator kekurusan1.
II.2 WHR
11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan
tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran
yang umum digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran
lingkar pinggang dan panggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi
pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan
hasil yang berbeda7.
Dari hasil penelitian Lawrence (2007) menyimpulkan hubungan antara
lingkar pinggang, lingkar pinggal-panggul dan rasio lingkar pinggang dan
panggul terhadap risiko kardiovaskuler. Obesitas yang diukur dengan lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul secara signifikan berhubungan
dengan risiko kejadian insiden kardiovaskuler. Kenaikan 1 cm di lingkar
pinggang dikaitkan dengan peningkatan 2% risiko masa depan kardiovaskuler
dan peningkatan 0,01 di rasio lingkar pinggang-panggul dikaitkan dengan
peningkatan 5% dalam risiko. Hasil ini konsisten pada pria dan wanita8.
Hasil penelitian yang dilakukan Esmaillzadeh (2004) yang dilakukan
pada pria dewasa di kota Tahrenian menyimpulkan bahwa semua indikator
antropometrik memiliki hubungan yang signifikan dengan faktor-faktor risiko
kardiovaskular, rasio pinggang-panggul memiliki koefisien korelasi tertinggi
dibandingkan dengan ukuran antropometri lainnya. Untuk semua faktor risiko
di semua kategori usia, kemungkinan tertinggi rasio yang tergolong rasio
pinggang-panggul. Dari empat indikator individu, rasio lingkar pinggang-
panggul memiliki sensitivitas tertinggi, spesifisitas dan akurasi untuk
memprediksi faktor risiko kardiovaskular. Cutoff poin untuk rasio lingkar
pinggang-panggul terlihat memiliki persentase yang lebih tinggi dari prediksi
yang tepat dari BMI, lingkar pinggang dan rasio pinggang terhadap tinggi di
semua kategori usia9.
8 Lawrence. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies.97 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.
WHR (Waist to Hip Ratio) merupakan salah satu pengukuran untuk
menentukan status gizi perorangan. WHR ini diperoleh dengan membagi
antara lingkar pinggang dan lingkar panggul3. Rumus Waist to Hip Ratio
(WHR)7:
WHR=Lingkar pinggang (LPi)Lingkar panggul(LPa)
Tabel 2 Interpretasi hasil pengukuran lingkar pinggang dan panggul
Jenis
kelamin
Kelompok
umur
(thn)
Risiko
Low Modferate highVery
high
Laki-laki 20 – 29
30 – 39
40 – 49
< 0.83
<0,84
<0,88
0,83 – 0,88
0,84 – 0,91
0,88 – 0,95
0,89 – 0,94
0,92 – 0,96
0,96 – 1,00
>0,94
>0,96
>1,00
Perempuan 20 – 29
30 – 39
40 – 49
<0,71
<0,72
<0,73
0,71 – 0,77
0,72 – 0,78
0,73 – 0,79
0,78 – 0,82
0,79 – 0,89
0,80 – 0,87
>0,82
>0,84
>0,87
Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
Dalam pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul subjek harus
menggunakan pakaian yang tidak terlalu menekan sehingga alat ukur dapat
diletakkan secara sempurna. Kemudian subjek berdiri tegak alat ukur
diletakkan melingkar di pinggang secara horizontal pada bagian paling kecil.
Sedangkan pada pengukuran lingkar panggul alat ukur dilingkarkan secara
horizontal sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat7.
II.3 Lingkar Perut Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau risiko kegemukan adalah
dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitu tidak
Esmaillzadeh, dkk. 2004. Waist-to-hip ratio is a better screening measure for cardiovascular risk factors than other anthropometric indicators in Tehranian adult men7
lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80- cm untuk perempuan.
Menurut Gotera (2006) pengukuran lingkar perut lebih memberi arti
dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut
(obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari
meningkatnya lingkar perut7.
Tabel 3 Nilai ambang batas lingkar perut menurut berbagai negara
Negara Male female
USA (ATP III)
Europeans
Middle eastern, eastern european, nort african
Sub-saharan africans
Asian
Ethnic south and central american
102 (90)
94
94
94
90
90
88 (85)
80
80
80
80
80
Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
II.4 % Body Fat
Tabel 4 Klasifikasi persen body fat berdasarkan umur dan jenis kelamin
Sex Under fatHealthy
rangeoverweight obese
Women (Years)
20-40 < 21 % 21-33% 33-39% >39%
41-60 < 23 % 23-35% 35-40% >40%
61-79 < 24 % 24-36% 36-42% >42%
Men (years)
20-40 < 8% 8-9% 19-25% >25%
41-60 < 11% 11-22% 22-27% >27%
61-79 < 13% 13-25% 25-30% >30%
Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah
kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misal lengan atas
(tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di
tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal),
suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertngahan tungkai bawah
(medial calv)7.
II.5 Lingkar Lengan Atas
Menurut Supariasa (2002), lingkar lengan atas dewasa ini memang
merupakan salah satu pilihan untu penentuan status gizi, karena mudah
dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga
yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi1.
Ambang batas LILA (Lingkar Lengan Atas) wanita usia subur dengan
risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari
23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai
risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(BBLR)1.
Prosedur kerja pengukuran lingkar lengan atas adalah sebagai berikut7.
1. Tentukan titik mid point pada lengan dengan menekuk lengan subjek
membentuk 90°, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur
berdiri di belakang subjek dan menetukan titik tengah antara tulang atas
pada bahu kiri dan siku. Tandailah titik tengah tersebut.
2. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA
menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau
ada rongga antara kulit dan pita.
3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
Tabel 5 Klasifikasi lingkar lengan atas adalah sebagai berikut7.
Klasifikasi Batas ukur
Wanita Usia Subur
11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.77 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.
KEK <23,5 cm
Normal ≥ 23,5 cm
Bayi usia 0-30 hari
KEP < 9,5 cm
Normal ≥ 9,5 cm
Balita
KEK < 12,5
Normal ≥ 12,5
Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri
(kecuali orang kidal diukur pada lengan kanan). Lengan harus dalam posisi
bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.
Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-
lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata1.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada pengukuran ini adalah1:
1. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum
mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) yang cukup
berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat badan menurut
umur atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di
pihak lain, sekalipun dengan LILA.
2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan
pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, megingat
batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada
tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada
LILA dibandingkan dengan tinggi badan.
11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.
3. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah)
tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak
demikian halnya dengan berat badan.
II.6 Tinggi badan terhadap tinggi lutut
Menurut Gibson, alat yang digunakan untuk mengukur tinggi lutut
terbuat dari kayu. Subyek yang diukur dalam posisi duduk atau
berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri subyek antara tulang
tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90 derajat. Alat ditempatkan di
antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platela. Pembacaan skala
dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm10.
Beberapa peneliti menyarankan untuk menerapkan tekanan lembut
dengan proses mastoid untuk meregangkan tulang belakang dan
meminimalkan efek yang dihasilkan oleh variasi diurnal. Pengukuran
ketinggian diambil di inspirasi maksimal, dengan tingkat mata pemeriksa
dengan kepala tempat tidur untuk menghindari kesalahan paralaks. Tinggi
tercatat milimeter terdekat, atau bahkan lebih tepat dengan peralatan modem
digital. Oleh karena itu, jika berdiri tinggi daripada data referensi berbaring
panjang digunakan10.
Dilihat dari penggunaan antropometri yang sangat luas, maka salah satu
keahlian yang harus dimiliki oleh seorang sarjana gizi adalah mampu
mengukur status gizi mengenai konsep pertumbuhan, ukuran antropometri,
control kualitas data antropometri dan evaluasi indeks antropometri,
kelemahan dan keunggulan penggunaan antropometri dalam penilaian status
gizi1.
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan dari antropometri adalah1:
10 Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assessment11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.
1. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan
atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri
di rumah.
2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
Contohnya apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas
pada anak balita.
3. Pengukuran buka hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional,
juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
4. Biaya relatie murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan
bahan-bahan lainnya.
5. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off
points) dan baku rujukan yang sudah pasti.
6. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara mengguakan
antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat,
khususnya untuk penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan
antropometri diakui kebearanya secara ilmiah.
Keunggulan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu1:
1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
2. sampel yang besar
3. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh tenaga
yang sudah dilatih dalam waktu singkat
4. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di
daerah setempat
5. Metode tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
6. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau
7. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi
buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas
8. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya
9. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.
Kelemahan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu1:
1. Tidak sensitif, sebab metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam
waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat
gizi tertentu seperti zink dan Fe.
2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi
presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antorpometri gizi.
4. Kesalahan ini terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran
baik fisik maupun komposisi jaringan, dan analisis dan asumsi yang
keliru.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.I Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin pada hari Kamis, tanggal 08 November
2012, pukul 09.00 WITA sampai selesai.
III.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital
Seca untuk berat badan, microtoice untuk tinggi badan, alat ukur tinggi
lutut, pita LiLA, penggaris siku-siku, pita circumference, dan skinfold
caliper.
III.3 Prosedur Kerja
a. Pengukuran Barat Badan (BB)
1. Responden mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian
yang minimal). Responden tidak menggunakan alas kaki.
2. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka
0,0.
3. Responden diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar
merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang
tetapi tidak menutupi jendela baca.
4. Diperhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang,
usahakan agar responden tetap tenang dan kepala tidak menunduk
(memandang lurus kedepan).
5. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan ditunggu
sampai angka tidak berubah (statis).
6. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 cm
terdekat.
7. Responden diminta turun dari alat timbang.
b. Pengukuran Tinggi Badan (TB)
1. Responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup
kepala). Posisikan responden tepat di bawah microtoice
2. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.
3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit
menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
4. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas
dan menghadap paha.
5. Responden diminta menarik nafas panjang untuk membantu
menegakkan tulang rusuk. Usahakan bah tetap santai.
6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.
Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam
keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada
dinding.
7. Dibaca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih
besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala)
pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus
berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. Catat tinggi
badan pada skala 0,1 cm terdekat.
c. Pengukuran Tinggi Lutut
1. Responden duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk
sudut 900 proximal hingga patella.
2. Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki
responden membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada
tiang alat ukur.
3. Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat
berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Catat tinggi badan
pada skala 0,1 cm terdekat.
d. Pengukuran Lingkar Pinggang
1. Responden menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita
pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan
2. Responden berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks
3. Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar
pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari
tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang
pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat
4. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat
ukur tidak menekn kulit
5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat
e. Pengukuran Lingkar Panggul
1. Responden mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan
2. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi
tubuh dan kaki rapat
3. Pengukur jongkok di samping responden sehingga tingkat maksimal
dari penggul terlihat
4. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.
Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan
tepat
5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat
f. Pengukuran Lingkar Perut
1. Mintalah dengan cara yang santun pada responden untuk membuka
pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba
tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran
2. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
3. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
4. Ditetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir
titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik
tengah tersebut dengan alat tulis.
5. Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).
6. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
7. Pengukuran juga dapat dilakukan pada bagian atas dari pusar lalu
meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara horizontal
8. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada
titik tengah tersebut lagi.
9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang
mendekati angka 0,1 cm.
g. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
1. Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan
1. Responden diminta berdiri tegak
2. Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup
lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan)
3. Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan
menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan menentukan
titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku
4. Ditandai titik tengah tersebut dengan pena
2. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
1. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan,
telapak tangan menghadap ke bawah
2. Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita
LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada
lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada
rongga antara kulit dan pita
3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat
h. Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1. Petunjuk Umum
1. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm
proximal dari daerah yang diukur
2. Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus
arah garis kulit
3. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai
4. Caliper dipegang oleh tangan kanan
5. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh
caliper dilepas
2. Pengukuran TLK Pada Tricep
1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh
2. Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA)
3. Pengukur berdiri di belakang responden dan meletakkan telapak
tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat
dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold
diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah
tadi.
4. Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm
3. Pengukuran TLK Pada Subscapular
1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh
2. Tangan diletakkan kiri ke belakang
3. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba
scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas
vertebrata samapi menentukn sudut bawah scapula
4. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral)
kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak
pada bagain bawah sudut scapula
5. Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk
yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur
mendekati 0,1 mm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1. Hasil Pengkuran Antropometri Kelompok B1
No Nama J.K UmurBB (kg)
TB (cm)
TL (cm)
LPi (cm)
LPa (cm)
Lp (cm)
Tricep (cm)
Subscapu-lar (cm)
Lila (cm)
1. Florina Yulinda P 19 54,5 157,3 49 69,5 87,5 74 25 16 252. Rukayah P 19 43,5 148 46,3 61 80 69 11,8 11 22,53. Trisna Awaliah P 19 36,1 146 44,9 60 76 63,5 17 9 19,34. Widya Ayu Putri P 19 51 160,5 49,3 65,3 82 70 22 12 23,75. Andi Isna Arianti P 19 45,7 152 47,8 66 80,5 72 18,5 16 23,26. Dian Anggraeni H P 19 49,9 148,2 46,5 68 84,4 70 25 20 24,97. Irna Dewi Yuningsi P 19 47,5 163 48,7 63,1 84 71 19 9 21,68. Nazla M Albar P 19 55,3 150,4 47 70,5 89 70,4 27 26 30,29. Nur Sakinah P 19 63,5 148,5 46 81 78 93 25 35 32
Sumber: Data Primer 2012
Keterangan:
J.K = Jenis Kelamin = Laki-laki / Perempuan LPi = Lingkar Pinggang
BB = Berat Badan LPa = Lingkar Panggul
TB = Tinggi Badan Lp = Lingkar perut
TL = Tinggi Lutut Lila = Lingkar Lengan Atas
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Antropometri Kelompok B1
No Nama IMT WHR Lingkar Perut % Body Fat LILA TB/TLNilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Selisih
1. Florina Yulinda 22,02 Normal 0,79 High 74 Normal 31,82 H R 25 Normal 162,41 0,12. Rukayah 19,85 Normal 0,76 Moderate 69 Normal 21,32 H R 22,5 KEK 156,956 1,5
3. Trisna Awaliah M 16,93Under weight
0,78 High 63,5 Normal 23,13 H R 19,3 KEK 154,128 1,56
4. Widya Ayu Putri 19,79 Normal 0,79 High 70 Normal 27,72 H R 23,7 Normal 163,016 -0,465. Andi Isna Arianti 19,78 Normal 0,81 High 72 Normal 28,01 H R 23,2 KEK 159,986 -1,46. Dian Anggraeni H 22,71 Normal 0,80 High 70 Normal 34,20 OW 24,9 Normal 151,36 0,8
7. Irna Dewi Yuningsi 17,85Under weight
0,75 Moderate 71Norma
l24,27 H R 21,6 KEK 164,79 1,97
8. Nazla M Albar 24,44 At risk 0,83 Very High 70,4 Normal 39,02 Obese 30,2 Normal 158,37 5,16
9. Nur Sakinah 28,79 Obese I 1,03 Very High 93Obes
Sentral43,33 Obese 32 Normal 156,35 -5,36
Sumber: Data Primer 2012
Keterangan:
IMT = Indeks Massa TubuhWHR = Waist Hip to Rasio TB/TL = Tinggi Badan Berdasarkan hasil perhitungan tinggi lutut H R = Healthy RangeOW = OverweightKEK = Kurang Energi Kronis
4.2 Pembahasan
A. IMT
Seperti diketahui, berat badan ideal perempuan bisa dihitung
berdasarkan BMI nya, yaitu perbandingan antara berat dan tingginya. BMI
adalah angka yang cukup dapat diandalkan sebagai indikator body fatness
untuk sebagian besar orang, meskipun BMI tidak mengukur secara
langsung kandungan lemak tubuh. Namun demikian, penelitian-penelitian
terdahulu dapat menyimpulkan bahwa BMI berkorelasi secara langsung
dengan lemak tubuh11.
Dari hasil pengukuran diperoleh BB dan TB subjek masing-masing
adalah 47,5 kg dan 163 cm. Sehingga IMT subjek adalah 17,88.
Berdasarkan Riskesdas (2007), individu yang memiliki IMT < 18,50 kg/m2
tergolong kategori kurus (underweight). Dapat disimpulkan subjek
tergolong kurus (underweight).
Agar mendapatkan IMT normal subjek perlu memperbaiki asupan gizi
yang cukup dan seimbang. Subjek perlu memperbanyak mengonsumsi
makanan tinggi kalori (karbohidrat, protein, dan lemak) seperti beras, roti,
daging, ikan, telur, dan susu.
B. WHR
Indeks massa tubuh adalah ukuran yang umum digunakan untuk
mengidentifikasi obesitas. Namun, dibandingkan dengan indeks massa
tubuh, lingkar pinggang (WC) merupakan indeks yang lebih baik untuk
menyelidiki kelainan metabolik seperti hipertensi dan gangguan glukosa
puasa. Maffeis et al. Menyarankan bahwa WC sangat membantu dalam
mendeteksi resiko metabolik dan risiko penyakit kardiovaskular pada
anak-anak yang kelebihan berat badan. Meskipun peningkatan WC
didefinisikan sebagai faktor risiko pada orang dewasa, penelitian tersebut
11 Mei Z dkk. 2002. Validity of body mass index compared with other body -composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. American Journal of Clinical Nutrition
pada anak-anak jarang dilakukan. Beberapa studi telah meneliti hubungan
antara lingkar pinggul dan tekanan darah tinggi12.
Dari hasil pengukuran diperoleh lingkar pinggang subjek sebesar 63,1
cm. Sedangkan lingkar panggung subjek adalah 84 cm. Sehingga dari hasil
penngukuran diperoleh WHR subjek adalah 0,75. Interpretasi dari hasil
pengukuran tersebut adalah moderate yang berarti belum memiliki risiko
kardiovaskuler.
Makanan yang dapat dikonsumsi agar terhindar dari risiko
kardiovaskuler adalah oatmeal. Oatmeal kaya akan omega 3, asam lemak,
folat, dan kalium. Ini super kaya serat dapat menurunkan kadar LDL (atau
buruk) kolesterol dan membantu menjaga arteri tetap bersih dan sehat.
C. Lingkar Perut
Lemak menyebabkan kebuncitan pada perut. Banyak penelitian-
penelitian in vivo (penelitian secara langsung pada mahluk hidup baik pada
hewan maupun manusia) selama lebih dari satu dekade belakangan ini
menunjukkan bahwa peningkatan asam lemak bebas baik secara akut
maupun secara kronis dalam darah terkait erat dengan memburuknya kerja
insulin dalam tubuh. Asam lemak bebas telah diketahui menyebabkan
resistensi insulin di otot dan hati yang merupakan faktor penyokong
terjadinya diabetes mellitus13.
Cara yang dapat dilakukan untuk memantau risiko kegemukan adalah
dengan mengukur lingkar perut. Berdasarkan standar Asia wanita dengan
lingkar perut ≥ 80 cm dan pria dengan lingkar perut ≥ 90 cm berarti
menderita obesitas.
Berdasarkan teori tersebut, maka disimpulkan bahwa subjek memiliki
lingkar perut normal karena pengukuran lingkar perutnya menunjukkan
angka 71 cm.
12 Choy, dkk., 2011. Waist circumference and risk of elevated blood pressure in children: a cross-sectional study13 Guenther, Boden. 2002. Interaction between free fatty acids and glucose metabolism.
Agar perut tidak buncit dan memperoleh lingkar perut tetap normal,
subjek harus tetap memperhatikan gizi seimbang. Batasi konsumsi lemak
trans yang terdapat pada makanan cepat saji, makanan ringan, dan
gorengan.
D. % Body Fat
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness
(tebal lipatan kulit), bila tebal lipatan kulit triceps > 85 persentil
merupakan indikator obesitas. Epidemi obesitas sebenarnya sebuah
fenomena global, yang mempengaruhi usia sekolah dan prasekolah anak-
anak di setidaknya dari 60 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia14.
Berdasarkan pengukuran diperoleh tebal lemak trisep subjek adalah 19
mm dan tebal lemak subscapular adalah 9 mm.dapat disimpulkan % body
fat subjek adalah 24,2% yang berarti healthy range.
Agar % body fat tetap normal, subjek perlu mengonsumsi serat setiap
harinya misalnya apel dan mengurangi konsumsi lemak jenuh misalnya
pada junk food.
E. LILA
Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat
mencerminkan status KEP pada balita, KEK pada ibu WUS dan ibu hamil
dengan risiko bayi BBLR7.
Pengukuran LILA sebenarnya hanya diperuntukan bagi wanita dan
balita. LILA bagi wanita dapat memberikan arti apakah wanita itu dapat
disarankan hamil atau tidak, sebab jika pangukuran LILA dilakukan pada
wanita usia subur dan mendapatkan bahwa wanita tersebut KEK maka
sangat beresiko untuk melahirkan bayi dengan BBLR15.
14 Wang, Y., & Lobstein, T. (2006). Worldwide trends in childhood overweight and obesity.77 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.15 Chomtho, Sirinuch., Mary S. Fewtrell, Adam Jaffe, dkk. 2006. Evaluation of Arm Antrhropometri for Assessing Pediatric Body Composition: Evidence from Health and Sich Children.
Dari hasil pengukuran, diperoleh Lila subjek sebesar 21,6 cm yang
berarti subjek mengalami KEK. Untuk mengatasi masalah tersebut, subjek
perlu mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi, makan makanan yang
bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk makanan
pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung proteinseperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu
sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat
ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori.
F. TB/TL
Perkiraan parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi
bergantung pada pengukuran yng akurat tidak hanya berat badan tetapi
juga tinggi badan. Namun, sejumlah penyakit dapat menyebabkan
kesulitan dalam pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu,
berbagai rumus berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah
dikembangkan. Tinggi lutut digunakan untuk individu yang ≥ 60 tahun
atau tidak dapat berdiri atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang.
Dari hasil pengukuran diperoleh TB subjek adalh 163 cm dan TL
subjek adalah 49,7. Dari hasil perhitungan prediksi TB subjek terhadap TL
adalah 164,79 dengan selisih TB adalah 1,97.
Kebutuhan kalsium paling tinggi terjadi pada masa remaja dibanding
tahapan usia yang. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang
dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, PBM (peak bone mass)
tidak akan terbentuk secara optimal. Asupan kalsium yang rendah pada
masa remaja berhubungan dengan berkurangnya kepadatan tulang panggul
sebesar 3 persen16.
Kalsium dapat diperoleh dari keju, yogurt, dan susu. Oleh karena itu
subjek perlu memperhatikan asupan kalsium agar pertumbuhan tulang
tetap optimal.
16 Kalkwarf HJ dkk. 2003. Milk intake during childhood and adolescence, adult bone density, and osteoporotic fractures in US women.
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), subjek tergolong
underweight dengan niali IMT 17,85
2. Berdasarkan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR), subjek berada pada
resiko moderate dengan nilai WHR 0,75.
3. Berdasarkan perhitungan persentase Body Fat (%BF), subjek berada pada
klasifikasi healthy range dengan nilai 24,2%.
4. Berdasarkan pegukuran Lingkar Lengn Atas (LILA), status gizi subjek
KEK dengan ukuran LILA 21,6 cm.
5. Berdasarkan pengukuran lingkar perut dengan hasil pengukuran 71 cm,
responden tidak mengalami obesitas karena lingkar perutnya < 80 cm.
6. Berdasarkan pengukuran tinggi lutut untuk memprediksi tinggi badan
diperoleh tinggi lutut subjek 48,7 dengan selisih tinggi badan 1,79 cm.
V.2 Saran
a. Kepada Dosen
Sebaiknya para dosen masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
b. Kepada Asisten
Sebaiknya asisten selalu bersahabat dengan praktikan sehingga proses
praktikum yang akan dilakukan dapat berjalan dengan baik.
c. Laboratorium
Sebaiknya laboratorium diperbesar lagi agar praktikum yang dilakukan
lebih maksimal dan efektif.
d. Kegiatan PraktikumSebaiknya praktikum dilakukan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi. Jakarta: EGC.
2. Achadi, Endang L. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakt UI.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
4. Tesfaye dkk. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia. Journal of Human Hypertension Volume 21, 28–37 hlm.
5. Dauchet dkk.. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU. Amj Clin Nut Vol 85 (6): 1650-6 hlm.
6. Donald M. Lloyd-Jones. 2010. Defining and Setting National Goals for cardiovascular Health Promotion and Disease Reduction. American Hearth Association vol 121, 586-613 hlm.
7. Sirajuddin, Saifuddin dkk. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
8. Lawrence. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies. European Heart Journal vol 28 (7): 850-6 hlm
9. Esmaillzadeh, dkk. 2004. Waist-to-hip ratio is a better screening measure for cardiovascular risk factors than other anthropometric indicators in Tehranian adult men. International Journal of Obesity, vol 28 (10);1325-32 hlm.
10. Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press.
11. Mei Z dkk. 2002. Validity of body mass index compared with other body -composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. American Journal of Clinical Nutrition. vol. 75 (6) 978-985 hlm.
12. Choy, dkk., 2011. Waist circumference and risk of elevated blood pressure in children: a cross-sectional study. BMC Public Health, Vol. 11: 613 hlm.
13. Guenther, Boden. 2002. Interaction between free fatty acids and glucose metabolism. Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care, vol 5 pp 545-549.
14. Wang, Y., & Lobstein, T. (2006). Worldwide trends in childhood overweight and obesity. International Journal of Pediatric Obesity, 1(1), 11–25 hlm.
15. Chomtho, Sirinuch., Mary S. Fewtrell, Adam Jaffe, dkk. 2006. Evaluation of Arm Antrhropometri for Assessing Pediatric Body Composition: Evidence from Health and Sich Children. International Pediatric Research Foundation, vol 59, No. 5.
16. Kalkwarf HJ dkk. 2003. Milk intake during childhood and adolescence, adult bone density, and osteoporotic fractures in US women, vol 77(1):257-65 hlm.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENILAIAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI(IMT, WHR, %BODY FAT, LILA, LINGKAR PERUT)
OLEH :
IRNA DEWI YUNINGSI
K21111011
KELOMPOK B1
PROGRAM STUDI ILMU GIZIFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2012
Lampiran Perhitungan
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Berat Badan = 47,5 kg
Tinggi badan = 163 cm 1,63 m
IMT = Berat Badan (kg)Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
= 4 7,5 kg1,63 m x 1,63 m
= 4 7,5 kg2,66
= 17,85 (Under weight)
2. Waist to Hip Ratio (WHR)
Lingkar Pinggang (LPi) = 63,1 cm
Lingkar Pnggul (LPa) = 84 cm
WHR = Lingkar Pinggang (LPi)Lingkar Panggul (LPa)
= 6 3,1 cm8 4 cm
= 0,75 (Moderate)
3. Persentase Body Fat (%BF)
Tebal tricep = 19 mm
Tebal subscapular = 9 mm
Db = 1,0897 – 0,00133 (∑ tricep + scapula)
= 1,0897 – 0,00133 ( 19 mm + 9`mm)
= 1,0897 – 0,00133 (28 mm)
= 1,0897 – 0,03724
= 1,05246
%BF = (4,76/Db) – 4,28 x 100
= (4,76/1,05246) – 4,28 x 100
= ( 4,523– 4,28 ) x 100
= 0,2427 x 100
= 24,27 % (Health Range)
4. Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut
Perempuan = (1,91 x TL) – (0,17 x U) + 75
= (1,91 x 48,7) – (0,17x 19) + 75
= 93,017 – 3,23 + 75
= 164,79 cm (Lebih 1,79 cm dri TB aktual)
top related