laporan psg antropometri gizi

26
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM GIZI MASYARAKAT PRAKTIKUM I ANTROPOMETRI NAMA : WINA KURNIA S. NIM : 70200110109 KELOMPOK : BUMIL TANGGAL PERCOBAAN : 28 MARET 2013 JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: winaa-kurniaa

Post on 14-Aug-2015

748 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Psg Antropometri Gizi

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM GIZI MASYARAKAT

PRAKTIKUM I

ANTROPOMETRI

NAMA : WINA KURNIA S.

NIM : 70200110109

KELOMPOK : BUMIL

TANGGAL PERCOBAAN : 28 MARET 2013

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: Laporan Psg Antropometri Gizi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Berlakang

Antropometri berasal dari kata antrophos dan metros. Antrophos artinya

tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, antropometri artinya ukuran tubuh.

Ditinjau dari sudut gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Suparasia, dkk., 2001).

Antopometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan (BB), tinggi badan (TB),

lingkar lengan atas (LILA) dan lemak di bawah kulit.

Antropometi secara umum digunakan untuk meihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah

air dalam tubuh (Suparasia, dkk., 2001).

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat,

pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri,sebagai

cara untuk menilai status gizi. Di samping itu pula dalam kegiatan penapisan

status gizi masyarakat selalu menggunakan metode tersebut.

Ukuran tubuh manusia bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, suku

bangsa, bahkan kelompok pekerjaan. Interaksi antara ruang dengan manusia

secara dimensional dapat menimbulkan dampak antropometris, yaitu

kesesuaian dimensi-dimensi ruang terhadap dimensi tubuh manusia.

Pengukuran antropometri, khususnya bermanfaat bila ada

ketidakseimbangan antara protein dan energi. Dalam beberapa kasus,

pengukuran antropometri dapat mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun

parah, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi status

kekurangan (defisiensi) gizi tertentu (Gibson, 2005).

Page 3: Laporan Psg Antropometri Gizi

Pengukuran antropometri memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan,

yaitu mampu menyediakan informasi mengenai riwayat gizi masa lalu, yang

tidak dapat diperoleh dengan bukti yang sama melalui metode pengukuran

lainnya. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan relatif cepat, mudah, dan

reliable menggunakan peralatan-peralatan yang portable, tersedianya metode-

metode yang terstandardisasi, dan digunakannya peralatan yang terkaliberasi.

Untuk membantu dalam menginterpretasi data antropometrik, pengukuran

umumnya dinyatakan sebagai suatu indeks, seperti tinggi badan menurut umur

(Gibson, 2005).

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah

pada percobaan ini yaitu :

Bagaimanakan cara menentukan status gizi perseorangan berdasarkan

IMT, Lingkar Lengan Atas (LiLA) dan Tebal Lipatan Kulit (TLK).

I.3 Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan status gizi

perseorangan dengan menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar

Lengan Atas (LiLA), dan Tebal Lipatan Kulit (TLK).

Page 4: Laporan Psg Antropometri Gizi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Antropometri

Pertumbuhan dan perkembangan mencakup dua peristiwa yang statusnya

berbeda, tetapi saling berkaitan dan susah dipisahkan. Pertumbuhan (growth)

berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkat

sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound,

kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan

metabolik (Suparasia, dkk., 2001).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Pertumbuhan terbagi atas dua

yaitu pertumbuhan linier dan massa jaringan dimana kedua jenis pertumbuhan

tersebut merupakan ukuran antropometri gizi. Pertumbuhan linier misalnya

tinggi badan (TB), lingkar dada, dan lingkar kepala sedangkan pertumbuhan

massa jaringan yaitu berat badan, lingkar lengan atas (LILA) dan tebal lemak

di bawah kulit (TLK). Antropometri sangat umum digunakan utuk mengukur

status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi.

Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Adapun

beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri ini adalah

(Suparasia, dkk., 2001) :

a) Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan

atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di

rumah.

b) Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.

Contohnya apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas

pada anak balita maka dapat dilakukan pengukuran kembali tanpa harus

persiapan alat yang rumit.

Page 5: Laporan Psg Antropometri Gizi

c) Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional,

juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.

d) Biaya relatife murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan

bahan-bahan lainnya.

e) Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off

points) dan baku rujukan yang sudah pasti.

f) Secara ilmiah diakui kebenaraya. Hampir semua negara mengguakan

antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat,

khususnya untuk penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan

antropometri diakui kebearanya secara ilmiah.

Memperhatikan faktor di atas, maka di bawah ini akan diuraikan

keunggulan antropometri yaitu :

a) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel

yang besar.

b) Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan dengan

tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan

pengukuran antropometri.

c) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan, dibuat di

daerah setempat.

d) Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.

e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi masa lampau.

f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi.

g) Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.

h) Digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.

Di samping keunggulan metode antropometri tersebut, terdapat pula

beberapa kelemahan seperti :

a) Tidak sensitif

Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat dan

tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zinc dan fe.

b) Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)

dapat menurukan spesifitas dan sensifitas pengukuran antropometri.

Page 6: Laporan Psg Antropometri Gizi

c) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi

presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.

d) Kesalahan terjadi karena:

1. Pengukuran

2. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan

3. Analisis dan asumsi yang keliru

e) Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:

1) Latihan petugas yang tidak cukup

2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera

3) Kesulitan pengukuran

II.2 Parameter Antropometri

Antropometri sebagai indicator status gizi dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh

manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit

(Suparasia, dkk., 2001).

II.2.1 Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

penentuna umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi

salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat,

menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang

tepat.

Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk

memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh

sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari.

Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur

dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

II.2.2 Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan

paling sering digunakan pada bayi yang baru lahir. Berat badan

Page 7: Laporan Psg Antropometri Gizi

digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan

BBLR apabila berat bayi di bawah 2500 gram atau 2,5 kg. Pada masa

bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju

pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdpat kelainan klinis

seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor.

Berat badan merupakan pilihan utama karena parameternya paling

baik, mudah terlihat perubahannya pada waktu singkat sehingga dapat

menggambarkan status gizi yang sekarang. Berat badan mencerminkan

tatu protein, lemak, air dan massa mineral tulang.

II.2.3 Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan indicator kedua yang penting, karena

dapat menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan. Pengukuran

tinggi badan seseorang pada prinsipnya adalah mengukur jaringan

tulang skeletal yang terdiri kaki, panggul, tulang belakang, dan tulang

tengkorak. Penilaian status gizi pada umumnya hanya mengukur total

tinggi atau panjang yang diukur secara rutin.

Tinggi badan yang dihubungkan dengan umur dapat digunakan

sebagai indicator status gizi masa lalu.

II.2.4 Lingkar Lengan Atas (LILA)

Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena

mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang

susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot

dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas mencerminkan

cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan status KEP pada balita

dan KEK pada ibu WUS dan ibu hamil risiko bayi BBLR. Alat yang

dipergunakan untuk mengukur lingkar lengan atas adalah suatu pita

pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik.

Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara

olekranon dan tonjolan akromion. Ambang batas LILA WUS dengan

risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Cut of point untuk balita

yang menderita KEP adalah <12,5 cm sedangkan risiko KEK untuk

Page 8: Laporan Psg Antropometri Gizi

WUS dan bumil adalah <23,5 cm atau dibagian merah pita LILA,

artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan

melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko

kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan

perkembangan anak (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat

2007).

II.2.5 Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Ketebalan lapisan kulit sedikit banyaknya menunjukkan besarnya

kadar lemak bawah kulit yang disebut juga subcutaneous adipose

tissue. Dengan rumus tertentu, penghitungan ketebalannya dapat

menentukan persentase lemak tubuh yang sesuai atau kurang/berlebih

terhadap usia dan jenis kelamin. Kelebihan lemak merupakan latar

belakang dari banyak gangguan kesehatan yang bisa terjadi, dan tak

hanya kelebihan kadar kolesterol dalam darah, penimbunan lemak

yang dapat terjadi dari konsumsi makanan berkalori tinggi atau

mengandung kadar lemak tinggi secara berlebih juga bisa terjadi di

bawah kulit sehingga menyebabkan tubuh kelihatan lebih gemuk dari

semestinya. Oleh faktor-faktor lain seperti adanya gangguan

pencernaan serta metabolisme abnormal pada tubuh, jaringan-jaringan

di bawah kulit akan dipenuhi timbunan lemak yang bisa terlihat seperti

lipatan-lipatan pada kulit. Lipatan kulit ini juga memperjelek

penampilan dengan tampilan tarikan-tarikan pada kulit serta ketebalan

yang cenderung berlebih, dan pada batas tertentu harus dihubungkan

pada bantuan medis bila sudah terlalu over. Pada beberapa metode

penurunan berat badan termasuk cara tradisional seperti tusuk jarum

(akupunktur), pemberian medikasi pada beberapa kasus yang

diperlukan atau teknik-teknik yang lebih mutakhir seperti liposuction,

mesotherapy atau masih banyak lagi, eliminasi lipatan kulit ini menjadi

salah satu titik tujuan penatalaksanaannya di samping penurunan berat

badan atau ukuran-ukuran lingkar tubuh.

TLK dapat dihitung dengan rumus :

Page 9: Laporan Psg Antropometri Gizi

Laki-Laki 18-27 tahun

Db = 1,0913 – 0,00116 (∑tricep + scapula)

%BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100

Wanita 18-23 tahun

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑tricep + scapula)

%BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100

Klasifikasi Laki-Laki Wanita

Lean < 8% < 13%

Optimal 8 – 15 % 14 – 23 %

Slighly Overfat 16 – 20 % 24 – 27 %

Fat 21 – 24 % 28 – 32 %

Obesitas ≥ 25 % ≥ 33 %

II.2.6 Lingkar Kepala

Lingkar kepal dihubugkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak.

Dalam antropometri gizi rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup

berarti dalam menentukan KEP pada anak. Pengukuran lingkar kepala

biasa digunakan pada kedokteran anak untuk mendeteksi kelaian seperti

hydrosefalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala

kecil).

II.2.7 Lingkar Dada

Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun,

karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan.

Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan

pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio

lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan

akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot

dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator

dalam menentukan KEP pada anak balita. Pada anak yang KEP terjadi

Page 10: Laporan Psg Antropometri Gizi

pertumbuhan dada yang lambat sehingga rasio lingkar dada dan kepala <

1.

II.2.8 Tinggi Lutut

Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi

badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau

lansia. Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi

penurunan masa tulang, bertambah bungkuk, sehingga bertambah sukar

untuk mendapatkan data tinggi badan akurat. Data tinggi badan lansia

dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia

>59 tahun. Untuk mendapatkan data tinggi badan dari berat badan dapat

menggunakan pengukuran dengan menggunakan formula Gibson:

Pria : (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19

Wanita : (1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88

II.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Laporan FAO/UNU/WHO tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat

badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index

(BMI). Di Indoesia diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

merupakan alat yang sederhana untuk menentukan status gizi seseorang,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Penggunaan IMT berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT

tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan

serta tidak bisa diterapkan pada keaadaan khusus penykit seperti edema,

asitesis dan hepatomegali. Berikut adalah formula untuk menghitung

(Suparasia, dkk., 2001) :

IMT =Berat Badan (kg)

Tinggi Badan2 (m)

Page 11: Laporan Psg Antropometri Gizi

Adapun ambang batas IMT untuk Indonesia adalah

Kategori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0

Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 – 18,5

Normal >18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,5 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

Kelebihan ataupun kekurangan berat badan dapat menimbulkan risiko

kejadian penyakit pada seseorang. Apabila berat badan normal maka risiko

kejadian penyakit lebih rendah. Selain itu, penampilan lebih baik dan lincah.

Sebaliknya, kejadian penyakit lebih berisiko pada kelompok dengan IMT

yang tidak normal serta penampilan yang kurang baik.

Page 12: Laporan Psg Antropometri Gizi

BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital seca

untuk mengetahui berat badan, microtoice digunakan untuk mengukur tinggi

badan, pita LiLA digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas dan

skinfold caliper digunakan untuk mengukur tebal lipatan kulit.

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Berat Badan

a. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian

yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.

b. Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka

0,0.

c. Subjek berdiri di atas timbangan dengan berat yang tersebar

merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus

ke depan. Usahakan tetap tenang.

d. Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.

III.2.2 Tinggi Badan

a. Subjek tidak mengenakan alas kaki. Posisikan subjek tepat berada

dibawah mikrotoice.

b. Kaki rapat, lutut lurus. Tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding

vertikal.

c. Subjek dengan pandangan yang lurus ke depan, kepala tidak perlu

menyentuh dinding vertikal. Tangan lepas ke samping badan

dengan telapak tangan menyentuh paha.

d. Mintalah subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak

tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang

belakang. Usahakan bahu tetap santai.

Page 13: Laporan Psg Antropometri Gizi

e. Tarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara

horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik

nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat

penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Catat

tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

III.2.3 Lingkar Lengan Atas (LILA)

III.2.3.1 Menentukan titik mid point pada lengan

a. Subjek diminta untuk berdiri tegak

b. Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang

menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan

lengan kanan).

c. Tekukkan subjek membentuk 900, dengan telapak tangan

menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang subjek

dan menentukan titik tengan di antara tulang atas pada

bahu kiri dan siku.

d. Tandailah titik tengah tersebut dengan pena.

III.2.3.2 Mengukur LILA

a. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus

disamping badan, telapak tangan menghadap ke bawah.

b. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point

dengan pita LILA menempel pada kulit. Jangan sampai

pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.

c. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.

III.2.4 Tebal Lipatan Kulit (TLK)

III.2.4.1 Petunjuk Umum

a. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan

untuk mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak

subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang

diukur.

b. Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang

tegak lurus arah garis kulit.

Page 14: Laporan Psg Antropometri Gizi

c. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.

d. Caliper dipegang oleh tangan kanan.

e. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan

kulit oleh kapiler dilepas.

III.2.4.2 Mengukur TLK pada Tricep

a. Subjek berdiri dengan kedua lengan tergatung bebas

pada kedua sisi tubuh.

b. Pengukuran dilakukan pada mid point (sama seperti

LILA).

c. Pengukur berdiri dibelakang subjek dan meletakkan

telapak tangan kirinya pada bagian lengan yang paling

atas ke arah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari dan

jari telunjuk menghadap ke bawah. Tricept skinfold

diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal pada

titik tengah tadi.

d. Tricept dkinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm.

III.2.4.3 Mengukur TLK pada Subscapular

a. Subjek berdiri dengan kedua lengan tergatung bebas

pada kedua sisi tubuh.

b. Letakkan tangan kiri ke belakang.

c. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa

meraba scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral

sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut

bawah scapula.

d. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-

lateral) kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit.

Titik scapula terletak pada bagian bawah sudut scapula.

e. Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dan ibu jari dan

jari telunjuk yang megangkat kulit dan subkutan dan

ketebalan kulit diukur mendekati 0,1 mm.

Page 15: Laporan Psg Antropometri Gizi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Tabel Pengukuran

No. Nama BB

(kg)

TB

(cm) LILA

TLK %BF IMT

Tricep Scapula

1 Fadillah 43,75 156 22,5 12 12 21,9 18,0

2 Fitriani 39,40 149,5 23 9 12 20,3 17,5

3 Ida

Mudzkirah 48,50 147,5 25,5 22 24 34,8 22,5

4 Maulani 57,20 155,3 29 26,5 32 42,4 23,8

5 Ratih

Faramita 51,60 150 28 23,5 21 33,9 22,9

6 Wina

Kurnia S. 49,70 161 27 19,5 21 31,5 19,2

IV.1.2 Perhitungan Manual

IV.1.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

𝐼𝑀𝑇 =BB (kg)

TB m 2

No. Nama Perhitungan IMT

1 Fadilla 𝐼𝑀𝑇 =43,75

1,562

= 18,0

2 Fitriani 𝐼𝑀𝑇 =39,40

1,492

= 17,74

3 Ida Mudzkirah 𝐼𝑀𝑇 =48,50

1,472

= 22,45

4 Maulani 𝐼𝑀𝑇 =57,20

1,552

= 23,83

Page 16: Laporan Psg Antropometri Gizi

5 Ratih Faramita 𝐼𝑀𝑇 =51,60

1,502

= 22,93

6 Wina Kurnia S. 𝐼𝑀𝑇 =49,70

1,612

= 19,18

IV.1.2.2 Persentase Body Fat (%BF)

Laki-Laki 18-27 tahun

Db = 1,0913 – 0,00116 (∑tricep + scapula)

%BF = [(4,97/Db) – 4,52] x 100

Wanita 18-23 tahun

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑tricep + scapula)

%BF = [(4,76/Db) – 4,28] x 100

1. Fadillah

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑12 + 12)

= 1,0897 – 0,00133 (24)

= 1,0897 – 0,03192

= 1,05778

%BF = [(4,76/1,05778) – 4,28] x 100

= [(4,499) – 4,28] x 100

= [0,219] x 100

= 21,9 %

2. Fitriani

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑9 + 12)

= 1,0897 – 0,00133 (21)

= 1,0897 – 0,02793

= 1,06177

%BF = [(4,76/1,06177) – 4,28] x 100

= [(4,483) – 4,28] x 100

= [0,203] x 100

Page 17: Laporan Psg Antropometri Gizi

= 20,3 %

3. Ida Mudzkirah

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑22 + 24)

= 1,0897 – 0,00133 (46)

= 1,0897 – 0,06118

= 1,02852

%BF = [(4,76/1,02852) – 4,28] x 100

= [(4,628) – 4,28] x 100

= [0,348] x 100

= 34,8 %

4. Maulani

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑26,5 + 32)

= 1,0897 – 0,00133 (58,5)

= 1,0897 – 0,077805

= 1,011895

%BF = [(4,76/1,011895) – 4,28] x 100

= [(4,704) – 4,28] x 100

= [0,424] x 100

= 42,4 %

5. Ratih Faramita

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑23,5 + 21)

= 1,0897 – 0,00133 (44,5)

= 1,0897 – 0,059185

= 1,030515

%BF = [(4,76/1,030515) – 4,28] x 100

= [(4,619) – 4,28] x 100

= [0,339] x 100

= 33,9 %

6. Wina Kurnia S.

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑19,5 + 21)

= 1,0897 – 0,00133 (40,5)

Page 18: Laporan Psg Antropometri Gizi

= 1,0897 – 0,053865

= 1,035835

%BF = [(4,76/1,035835) – 4,28] x 100

= [(4,595) – 4,28] x 100

= [0,315] x 100

= 31,5 %

IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IV.2.1.1 Subjek Pertama

Subjek pertama atas nama Fadillah memiliki BB = 43,75 kg

dan TB = 156 cm. Apabila dihitung dengan menggunakan rumus

IMT, maka diperoleh IMT = 18,0 dengan pengukuran secara

manual dan dengan menggunakan timbangan digital seca.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia, IMT =

17,0 – 18,5 termasuk dalam kategori kekurangan berat badan

tingkat ringan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek pertama

tergolong dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan

(kurus ringan) karena berada pada ambang batas tersebut.

IV.2.1.2 Subjek Kedua

Subjek kedua atas nama Fitriani memiliki BB = 39,40 kg dan

TB = 149,5 cm. Apabila dihitung dengan menggunakan rumus

IMT, maka dengan pengukuran secara manual diperoleh IMT =

17,74 sedangkan dengan menggunakan timbangan digital seca

diperoleh IMT = 17,5. Perbedaan hasil pengukuran tersebut

dipengaruhi oleh penggunaan tanda koma (,) pada proses

perhitungan.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia IMT

17,0 – 18,5 termasuk dalam kategori kekurangan berat badan

tingkat ringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek kedua

Page 19: Laporan Psg Antropometri Gizi

tergolong dalam kategori kekurangan berat badan ringan (kurus

ringan) karena berada pada ambang batas tersebut.

IV.2.1.3 Subjek Ketiga

Subjek ketiga atas nama Ida Mudzkirah memiliki BB = 48,50

kg dan TB = 147,5 cm. Apabila dihitung dengan menggunakan

rumus IMT, maka dengan pengukuran secara manual diperoleh

IMT = 22,45 sedangkan dengan menggunakan timbangan digital

seca diperoleh IMT = 22,5. Perbedaan hasil pengukuran tersebut

dipengaruhi oleh penggunaan tanda koma (,) pada proses

perhitungan.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia IMT

18,5 – 25,0 termasuk dalam kategori normal. Hal tersebut

menunjukkan bahwa subjek ketiga tergolong dalam kategori

normal karena berada pada ambang batas tersebut.

IV.2.1.4 Subjek Keempat

Subjek keempat atas nama Maulani memiliki BB = 57,2 kg

dan TB = 155,3 cm. Apabila dihitung dengan menggunakan

rumus IMT, maka dengan pengukuran secara manual diperoleh

IMT = 23,83 sedangkan dengan menggunakan timbangan digital

seca diperoleh IMT = 23,8. Perbedaan hasil pengukuran tersebut

dipengaruhi oleh penggunaan tanda koma (,) pada proses

perhitungan.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia IMT

18,5 – 25,0 termasuk dalam kategori normal. Hal tersebut

menunjukkan bahwa subjek keempat tergolong dalam kategori

normal karena berada pada ambang batas tersebut.

IV.2.1.5 Subjek Kelima

Subjek kelima atas nama Ratih Faramita memiliki BB =

51,60 kg dan TB = 150 cm. Apabila dihitung dengan

menggunakan rumus IMT, maka dengan pengukuran secara

manual diperoleh IMT = 22,93 sedangkan dengan menggunakan

Page 20: Laporan Psg Antropometri Gizi

timbangan digital seca diperoleh IMT = 22,9. Perbedaan hasil

pengukuran tersebut dipengaruhi oleh penggunaan tanda koma

(,) pada proses perhitungan.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia IMT

18,5 – 25,0 termasuk dalam kategori normal. Hal tersebut

menunjukkan bahwa subjek kelima tergolong dalam kategori

normal karena berada pada ambang batas tersebut.

IV.2.1.6 Subjek Keenam

Subjek keenam atas nama Wina Kurnia S., memiliki BB =

49,7 kg dan TB = 161 cm. Apabila dihitung dengan

menggunakan rumus IMT, maka dengan pengukuran secara

manual diperoleh IMT = 19,18 sedangkan dengan menggunakan

timbangan digital seca diperoleh IMT = 19,2. Perbedaan hasil

pengukuran tersebut dipengaruhi oleh penggunaan tanda koma

(,) pada proses perhitungan.

Menurut Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia IMT

18,5 – 25,0 termasuk dalam kategori normal. Hal tersebut

menunjukkan bahwa subjek keenam tergolong dalam kategori

normal karena berada pada ambang batas tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, subjek pertama dan kedua berada pada

kategori kurus ringan sedangkan subjek ketiga sampai subjek keenam

berada pada kategori normal. Kekurangan atau kelebihan berat badan akan

menimbulkan risiko terhadap berbagai macam penyakit serta

mempengaruhi penampilan dan frekuensi gerak tubuh. Dengan demikian,

dianjurkan untuk menjaga pola makan yang menerapkan PUGS dan

berperilaku hidup sehat dan bersih.

IV.2.2 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA)

IV.2.2.1 Subjek Pertama

Subjek Pertama atas nama Fadillah memperoleh hasil

pengukuran LILA = 22,5 cm. Menurut Kategori Ambang Batas

Page 21: Laporan Psg Antropometri Gizi

LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya,

subjek pertama mempunyai risiko KEK karena hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm.

IV.2.2.2 Subjek Kedua

Subjek kedua atas nama Fitriani memperoleh hasil pengukuran

LILA = 23 cm. Menurut Kategori Ambang Batas LILA WUS

dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran LILA < 23,5

cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya, subjek kedua

mempunyai risiko KEK karena hasil pengukuran LILA < 23,5

cm.

IV.2.2.3 Subjek Ketiga

Subjek ketiga atas nama Ida Mudzkirah memperoleh hasil

pengukuran LILA = 25,5 cm. Menurut Kategori Ambang Batas

LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya,

subjek ketiga tidak mempunyai risiko KEK karena hasil

pengukuran LILA > 23,5 cm.

IV.2.2.4 Subjek Keempat

Subjek keempat atas nama Maulani memperoleh hasil

pengukuran LILA = 29 cm. Menurut Kategori Ambang Batas

LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya,

subjek keempat tidak mempunyai risiko KEK karena hasil

pengukuran LILA > 23,5 cm.

IV.2.2.5 Subjek Kelima

Subjek kelima atas nama Ratih Faramita memperoleh hasil

pengukuran LILA = 28 cm. Menurut Kategori Ambang Batas

LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya,

Page 22: Laporan Psg Antropometri Gizi

subjek kelima tidak mempunyai risiko KEK karena hasil

pengukuran LILA > 23,5 cm.

IV.2.2.6 Subjek Keenam

Subjek keenam atas nama Wina Kurnia S., memperoleh hasil

pengukuran LILA = 27 cm. Menurut Kategori Ambang Batas

LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia, hasil pengukuran

LILA < 23,5 cm menunjukkan adanya risiko KEK. Artinya,

subjek keenam tidak mempunyai risiko KEK karena hasil

pengukuran LILA > 23,5 cm.

Jadi, berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa terdapat

dua subjek yakni subjek pertama dan kedua berisiko KEK. KEK

disebabkan kurangnya asupan energi makro sehingga dianjurkan kepada

wanita dengan risiko KEK agar mencukupi konsumsinya dengan

menerapkan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) menunda kehamilan,

dan tetap berperilaku hidup sehat. Selanjutnya, subjek ketiga sampai

subjek keenam berada pada kategori tidak berisiko KEK. Oleh karena itu,

sangat dianjurkan untuk mempertahankan kondisi kesehatan, hidup sehat

dan apabila hamil, harus memeriksakan kehamilan secara rutin.

IV.2.3 Status Gizi Berdasarkan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan dengan memasukkan nila

tricep dan subcular ke dalam rumus dan menghitung nilai %BF, maka

diperoleh hasil :

IV.2.3.1 Subjek Pertama

Subjek pertama atas nama Fadillah dengan nilai %BF = 21,9

% menunjukkan bahwa subjek pertama berada dalam kategori

optimal.

IV.2.3.2 Subjek Kedua

Subjek kedua atas nama Fitriani dengan nilai %BF = 20,3 %

menunjukkan bahwa subjek kedua berada dalam kategori

optimal.

Page 23: Laporan Psg Antropometri Gizi

IV.2.3.3 Subjek Ketiga

Subjek ketiga atas nama Ida Mudzkirah dengan nilai %BF =

34,8 % menunjukkan bahwa subjek ketiga berada dalam kategori

obesitas.

IV.2.3.4 Subjek Keempat

Subjek keempat atas nama Maulani dengan nilai %BF = 42,4

% menunjukkan bahwa subjek keempat berada dalam kategori

obesitas.

IV.2.3.5 Subjek Kelima

Subjek kelima atas nama Ratih Faramita dengan nilai %BF =

33,9 % menunjukkan bahwa subjek kelima berada dalam

kategori obesitas.

IV.2.3.6 Subjek Keenam

Subjek keenam atas nama Wina Kurnia S., dengan nilai %BF

= 31,5 % menunjukkan bahwa subjek keenam berada dalam

kategori fat.

Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa ada dua subjek yaitu

subjek pertama dan kedua dengan nilai %BF masing-masing 21,9% dan

20,3% , termasuk dalam kategori optimal sehingga dianjurkan untuk

mempertahankan kondisi tersebut dan mengoptimalkan pola hidup sehat.

Berbeda dengan subjek ketiga sampai subjek keenam dengan nilai %BF

berturut-turut 34.8%, 42,4 %, 33,9 %, dan 31,5% menunjukkanbahwa

subjek tersebut berada pada kategori fat dan obesitas di mana kategori fat =

28 – 32% sedangkan obesitas = ≥ 33%.

Hasil perhitungan yang melewati batas normal dipastikan bahwa

persentasi lemak tubuhnya berada pada keadaan berlebih dan perlu

diwaspadai dalam penjagaan kesehatan secara keseluruhan.

Keadaan obesitas sering dihubungkan dengan kejadian penyakit jantung

koroner (PJK). Orang dengan obesitas lebih cenderung disertai dengan

hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidema, gangguan pernapasan, dan

Page 24: Laporan Psg Antropometri Gizi

komplikasi ortopedik. Oleh karena itu, seseorang dengan obesitas harus

memperbaiki pola hidup agar dapat memperoleh nilai normal pada

pengukuran.

Page 25: Laporan Psg Antropometri Gizi

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, adapun kesimpulan laporan ini yaitu :

1. Pada pengukuran status gizi berdasarkan IMT diperoleh hasil yaitu

terdapat 4 subjek tergolong dalam kategori normal dengan nilai IMT

berada pada ambang batas 18,5 – 25,0 yaitu subjek tiga sampai enam

dengan IMT masing-masing 22,5; 23,8; 22,9; 19,2; dan dua subjek

diantaranya tergolong dalam kategori kekurangan berat badan tingkat

ringan (kurus ringan) dengan nilai IMT berada pada ambang batas 17,0 –

18,5 yaitu subjek pertama dan kedua dengan IMT masing-masing 18,0 dan

17,5.

2. Pada pengukuran status gizi berdasarkan LILA diperoleh hasil yaitu subjek

empat sampai enam termasuk subjek yang tidak mempunyai risiko KEK

dengan hasil pengukuran LILA >23,5 dan subjek pertama dan kedua

mempunyai risiko KEK karena hasil pengukuran LILA < 23,5.

3. Pada pengukuran status gizi berdasarkan TLK maka diperoleh hasil yaitu

subjek pertama termasuk dalam kategori optimal dengan nilai %BF yaitu

21,9 %, subjek kedua termasuk dalam kategori optimal dengan nilai %BF

= 20,3 %, subjek ketiga termasuk dalam kategori obesitas dengan nilai

%BF = 34,8 %, subjek keempat termasuk dalam kategori obesitas dengan

nilai %BF = 42,4 %, subjek kelima termasuk dalam kategori obesitas

dengan nilai %BF = 33,9 % dan subjek keenam termasuk dalam kategori

fat dengan nilai %BF = 31,5 %.

Page 26: Laporan Psg Antropometri Gizi

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2010. Menghitung Tebal Lipatan Kulit. http://www.waspadamedan.com.

Diakses pada tanggal 28 Maret 2013

Andriyani, Metti. 2010. Indeks Massa Tubuh. http://mettyandriyani.blogspot.com.

Di akses pada tanggal 28 Maret 2013

Auliya. 2012. Pengukuran Antropometri. http://auliya-0210.blogspot.com.

Diakses pada tanggal 28 Maret 2013

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2011. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Fatmasari, Irma. 2012. Mengukur Status Gizi dengan LILA.

http://www.irmafatmasari.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013

Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

**masih dalam proses belajar, jika ada yang kurang sesuai mohon dimaklumi