laporan psg antropometri

47
LAPORAN PRAKTIKUM PENILAIAN STATUS GIZI PENILAIAN STATUS GIZI SECARA ANTROPOMETRI NAMA : HARNA NIM : K 211 09 309 KELOMPOK : VI (ENAM) TANGGAL PERCOBAAN : 3 DESEMBER 2011 ASISTEN : GURUH AMIR PUTRA

Upload: harna

Post on 04-Aug-2015

3.690 views

Category:

Documents


95 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PSG Antropometri

LAPORAN PRAKTIKUMPENILAIAN STATUS GIZI

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA ANTROPOMETRI

NAMA : HARNA

NIM : K 211 09 309

KELOMPOK : VI (ENAM)

TANGGAL PERCOBAAN : 3 DESEMBER 2011

ASISTEN : GURUH AMIR PUTRA

LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2010

Page 2: Laporan PSG Antropometri

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia.

Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering

digunakan adalah berat badan dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh

lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut,

lingkaran perut, lingkaran pinggul. Ukuran-ukuran antropometri tersebut bisa

berdiri sendiri untuk menentukan status gizi dibanding baku atau berupa indeks

dengan membandingkan ukuran lainnyaseperti BB/U, BB/TB. TB/U (Sandjaja,

dkk., 2010).

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat

gizi (Supariasa, dkk., 2001).

Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi

tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan

ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai

terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile

sampai 100 persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam

perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia

yang memakainya (Nugroho, 2002).

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan

status gizi anak balita menggunakan metode antropometri,sebagai cara untuk

menilai status gizi. Di samping itu pula dalam kegiatan penapisan status gizi

masyarakat selalu menggunakan metode tersebut (Supariasa, dkk., 2001).

Penyakit infeksi dan kekurangan gizi terlihat kurang, kemakmuran ternyata

diikuti oleh perubahan gaya hidup. Pola makan terutama di perkotaan bergeser

dari pola makan tradisional yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, sayuran,

Page 3: Laporan PSG Antropometri

makanan berserat ke pola makan masyarakat barat yang komposisinya terlalu

banyak mengandung lemak, protein, gula, garam tetapi miskin serat. Sejalan

dengan itu setahun terakhir ini mulai terlihat peningkatan angka prevalensi

kegemukan/obesitas pada sebagian penduduk perkotaan, yang diikuti pula pada

akhir-akhir ini di pedesaan (Asmayuni, 2007).

Perhatian utama adalah mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

usia kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan serta turut berperan dan

memiliki kemmpuan untuk ikut dalam upaya pembangunan. Salah satu upaya

penting untuk mewujudkan hal tersebut adalah pembangunan di idang kesehatan

dan gizi. Antropometri sebagai teknik yang mula-mula dikembangkan dikalangan

antropolog biologis, kini aplikasinya menyentuh berbagai bidang antara lain

kedokteran, olahraga, antropologigizi, keperawatan, dan pediatric dalam ilmu

pertumbuhan anak. Antropolog seperti Tanner, Bogin, Boucher, Malina, dan

Ulijaszek mengembangkan teknik antropometri yang dihubungkan dengan teori

pertumbuhan manusia dari intra-uterine sampai adolesentia akhir (sekitar 20

tahun) (Barasi, 2008).

Aplikasi antropometri sebagai metode bioantropologi ke dalam kedokteran

manjadi bermakna apabila disertai latar belakang teori yang adekuat tentang

pertumbuhan. Berdasarkan tujuan penelitian pengukuran antropometri, setidak-

tidaknya ada lima hal penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahui

kekern otot, kekekaran tualng, ukuran tubuh secara umum, panjang tungkai dan

lengan, serta kandungan lemak tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalam

pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk

indeks, misalnya berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas

menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).

Karena antropometri sebagai indikator penilaian status gizi yang paling

mudah yang dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain:

umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,

lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Oleh karena itu, untuk mengetahui

status gizi seseorang, maka dilakukan pengukuran antropometri ini.

Page 4: Laporan PSG Antropometri

1.2 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah untuk

menghitung IMT dengan mengukur Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB).

Untuk memperkirakan TB dengan mengukur Tinggi Lutut (TL), untuk mengukur

LiLA, menghitung nilai WHR dengan mengukur Lingkar Pinggang (L.Pi) dan

Lingkar Panggul (L.Pa), menghitung % Body fat dengan mengukur Tricep dan

Subscapular serta mengukur Lingkar Perut.

1.3 Tujuan Percobaan

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk mengetahui

status gizi perseorangan dengan pengukuran antropometri

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari percobaan ini adalah :

1. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan

perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)

2. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan

perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR)

3. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan

perhitungan persentase Body Fat (%BF)

4. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan

pegukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

5. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan dengan

pegukuran lingkar Perut

1.4 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status gizi

seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks Massa

Tubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), persentase Body Fat (%BF), Lingkar

Lengan Atas (LILA), pegukuran lingkar Perut

Page 5: Laporan PSG Antropometri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan

fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

(Supariasa, dkk., 2001).

Pemakaian data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan

kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang

mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting

untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya

kesalahan disain (design-induced error) (Nugroho, 2002).

Dilihat dari penggunaan antropometri yang sangat luas, maka salah satu

keahlian yang harus dimiliki oleh seorang sarjana gizi adalah mampu mengukur status

gizi mengenai konsep pertumbuhan, ukuran antropometri, control kualitas data

antropometri dan evaluasi indeks antropometri, kelemahan dan keunggulan

penggunaan antropometri dalam penilaian status gizi (Supariasa, dkk., 2001).

Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa antropometri gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukura dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis tingkat ukuran tubuh

antara lain berat badan, tiggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah

kulit (Supariasa, dkk., 2001).

Beberapa syarat yang mendasari penggunaan dari antropometri adalah

(Supariasa, dkk., 2001):

a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas,

mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri di rumah.

b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.

Contohnya apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas pada

anak balita.

c. Pengukuran buka hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh

tenaga lain setelah dilatih untuk itu.

Page 6: Laporan PSG Antropometri

d. Biaya relative murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-

bahan lainnya.

e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off points)

dan baku rujukan yang sudah pasti.

f. Secara ilmiah diakui kebenaraya. Hamper semua egara mengguakan antropometri

sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk

penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui

kebearanya secara ilmiah.

Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai

ketidakseimbangan antara asupan protein dan energy. Gangguan ini biasanya terlihat

dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan

jumlah air dalam tubuh (Supariasa, dkk., 2001).

Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi

tubuh manusia. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan

ergonomis dalam proses perencanaan (design) produk maupun sistem kerja yang

memerlukan interaksi manusia. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambil

secara linear (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapat

representatif , maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap

individu (Gibson, 2005).

Indikator antropometri antara lain berat badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar

Lengan Atas (LILA), dan Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK). Dalam pemakaian

untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya

berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) atau berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) dan

sebagainya (Barasi, 2008).

IMT berguna sebagai indikator untuk menentukan adanya indikasi kasus KEK

(Kurang Energi Kronik) dan kegemukan (obesitas). Namun untuk memperoleh

pengukuran TB yang tepat pada usila cukup sulit karena masalah postur tubuh,

kerusakan spinal, atau kelumpuhan yang menyebabkan harus duduk di kursi roda atau

di tempat tidur. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan TB usila sejalan dengan

peningkatan usia dan efek beberapa penyakit seperti osteoporosis. Oleh karena itu,

pengukuran tinggi badan usila tidak dapat diukur dengan tepat sehingga untuk

Page 7: Laporan PSG Antropometri

mengetahui tinggi badan usila dapat dilakukan dari prediksi tinggi lutut (knee height)

(Barasi, 2008).

Tinggi badan adalah salah satu indikator klinik utama dalam menentukan Indeks

Massa Tubuh (IMT) dalam menentukan status gizi individu/populasi. Namun,

pengukuran tinggi badan manusia usia lanjut (manula) cukup sulit dilakukan dan

reliabilitasnya diragukan. Persamaan estimasi tinggi badan dari pengukuran tinggi

lutut untuk memprediksi tinggi badan manula yaitu persamaan Chumlea telah

dikembangkan beberapa tahun lalu, tetapi belum ada studi yang dilakukan di

Indonesia untuk mengembangkan suatu persamaan bagi pengukuran tinggi badan

populasi usia lanjut menurut bermacam-macam kelompok etnis. Oleh karena itu,

suatu cross sectional studi untuk mengembangkan persamaan tinggi badan manula

berdasarkan pengukuran dua parameter yaitu tinggi lutut dan panjang depa (knee

height dan arm span) telah dilakukan pada bulan Desember 2005 lalu. Total 217

manula (usia 60 - 92 tahun) dari 3 kelompok etnik yaitu: Jawa (56,7%), Cina (31,3%),

dan lain-lain (12,0%) berpartisipasi dalam studi ini (Fatmah, 2005).

Pengukuran antropometri termasuk berat badan, tinggi badan, panjang depa, dan

tinggi lutut dilakukan oleh ahli gizi terlatih. Kesalahan inter dan intra observer

dilakukan untuk pengukuran antropometri tinggi lutut dan panjang depa manula.

Temuan utama studi adalah rata-rata usia manula asal Cina adalah tertinggi di antara

suku lainnya; kebanyakan manula mengalami gizi kurang (43%); distribusi rata-rata

tinggi lutut dan panjang depa hampir sama di tiap kelompok etnis (Fatmah, 2005).

IMT dihitung dengan pemberian berat badan (dalam kg) oleh tinggi badan

(dalam m) pangkat dua. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur

status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang

sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di

samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang

berlebihan berat badan atau yang gemuk yang lebih beresiko untuk menderita

penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi dannn beberapa bentuk

penyakit kanker (Hartono, 2006).

Berat untuk rasio tinggi menunjukkan berat badan dalam kaitannya dengan

tinggi dan sangat berguna untuk menyediakan ukuran kelebihan berat badan dan

obesitas dalam populasi orang dewasa. Oleh karena itu jatah ini kadang-kadang

Page 8: Laporan PSG Antropometri

disebut sebagai indeks obesitas. Indeks massa tubuh digunakan dalam preperences

untuk lainnya berat/tinggi indeks, termasuk rasio berat/tinggi, indeks Ponderal, dan

indeks Benn. Hal ini sekarang digunakan secara ekstensif secara internasional untuk

mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa (Gibson,

2005).

Kategori Ambang batas IMT untuk Indonesia yaitu (Gibson, 2005) :

Kategori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0

Kekurangan BB tingkat Ringan 17,0 – 18,5

Normal >18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan >25,0 – 27,0

Kelebihan BB tingkat Berat >27

Berat badan yang kurang ataupun berlebih akan menimbulkan risiko penyakit

terhadap penyakit, seperti yang terdapat pada table berikut (Sirajuddin, 2011) :

Berat badan Kerugian

Kurang (kurus)

1. Penampilan kurang baik (ceking)

2. Mudah letih

3. Risiko penyakit, antara lain penyakit infeksi,

depresi, anemia, diare

4. Pada wanita usia subur yang hamil mempunyai

risiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR

5. Produktivitas rendah

Berlebihan (Gemuk)

1. Penampilan kurang menarik

2. Gerakan lamban

3. Risiko sakit, antara lain jantung, kencing manis

(Diabetes Melitus), hipertensi, gangguan sendi

dan tulang, gangguan ginjal

4. Pada wanita usia subur, dapat mengganggu siklus

menstruasi dan faktor penyakit pada persalinan

Page 9: Laporan PSG Antropometri

Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat badan anak akan kurang

dan kurus – mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik

pertumbuhan dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Gizi kurang yang kronik lebih

sulit diidentifikasi oleh suatu komunitas – anak akan tumbuh lebih lambat daripada

yang diharapkan – baik dari segi berat badan maupun tinggi badan, dan tidak

kelihatan terlalu kurus, namun pemeriksaan berat dan tinggi badan akan menunjukan

bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada grafik pertumbuhan anak – misalnya

kerdil. Gizi kurang kronik dapat mempengaruhi perkembangan otak dan psikologi

anak dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Perempuan yang kurang makan

(kurang gizi) punya kecenderungan untuk melahirkan anak dengan berat badan

rendah, yang punya resiko lebih besar terkena infeksi (Gibson, 2005).

Jumlah lemak tubuh yang normal untuk pria dewasa berkisar 10-20% dari berat

badannya, dan untuk perempuan dewasa sekitar 25%. Untuk mengetahui dengan cepat

apakah Anda menyimpan lemak berlebih, cobalah mencubit daging di perut Anda

tepat di atas pusar. Bila jarak antara ibu jari dengan telunjuk lebih dari 2,5 cm, maka

Anda termasuk obesitas. Atau, untuk menentukan apakah Anda mengalami besar di

sekitar perut, ukur lingkar pinggang dengan mencari titik tertinggi di tulang pinggang,

lalu ukur lebarnya. Seorang pria yang berlingkar pinggang lebih dari 102 cm

(Indonesia 90 cm) dan perempuan lebih dari 88 cm (Indonesia 80 cm), menunjukkan

faktor risiko tinggi kena penyakit. Apalagi, bila IMT-nya (Indeks Masa Tubuh) adalah

25 atau lebih (Asmayuni, 2007).

Kegemukan disebabkan oleh ketidak imbangan kalori yang masuk dibanding

yang keluar. Kalori diperoleh dari makanan sedangkan pengeluarannya melalui

aktivitas tubuh dan olah raga. Kalori terbanyak (60-70%) dipakai oleh tubuh untuk

kehidupan dasar seperti bernafas, jantung berdenyut dan fungsi dasar sel. Besarnya

kebutuhan kalori dasar ini ditentukan oleh genetik atau keturunan. Namun aktifitas

fisik dan olah raga dapat meningkatkan jumlah penggunaan kalori keseluruhan

(Asmayuni, 2007).

Alat yang digunakan adalah alat ukur tinggi lutut terbuat dari kayu. Subyek

yang diukur dalam posisi duduk atau berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki

kiri subyek antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90 derajat. Alat

Page 10: Laporan PSG Antropometri

ditempatkan di antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platela. Pembacaan

skala dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm (Gibson, 2005).

Hasil penguluran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan

rumus (Gibson, 2005):

TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dlm cm)

TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dlm cm)

Beberapa peneliti menyarankan untuk menerapkan tekanan lembut dengan

proses mastoid untuk meregangkan tulang belakang dan meminimalkan efek yang

dihasilkan oleh variasi diurnal. Pengukuran ketinggian diambil di inspirasi maksimal,

dengan tingkat mata pemeriksa dengan kepala tempat tidur untuk menghindari

kesalahan paralaks. Tinggi tercatat milimeter terdekat, atau bahkan lebih tepat dengan

peralatan modem digital. Oleh karena itu, jika berdiri tinggi daripada data referensi

berbaring panjang digunakan. Dilaporkan sendiri tinggi cenderung menghasilkan

perkiraan sedikit lebih tinggi dari tinggi dan harus dihindari (Gibson, 2005).

WHR adalah suatu metode sederhana untuk mengetahui obesitas sentral pada

orang dewasa dengan mengukur distribusi jaringan lemak pada tubuh terutama bagian

pinggang dengan menmbandingkan antara ukuran lingkar pinggang disbanding

dengan lingkar perut. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat

kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif (Sandjaja, 2010).

Rumus Waist to Hip Ratio (WHR) (Sirajuddin, 2011)

WHR ¿Lingkar Pinggang(LPi)Lingkar Panggul (LPa)

Klasifikasi Waist to Hip Ratio (WHR) (Sirajuddin, 2011)

Jenis

kelamin

Kelompok

umur (thn)

Resiko

Low Moderate High Very high

Laki-laki 20 – 29 < 0.83 0.83 - 0.88 0.89 – 0.94 > 0.94

30 – 39 < 0.84 0.84 – 0.91 0.92 – 0.96 > 0.96

40 – 49 < 0.88 0.89 – 0.95 0.96 – 1.00 > 1.00

Perempuan 20 – 29 < 0.71 0.71 – 0.77 0.77 – 0.82 > 0.82

30 – 39 < 0.72 0.73 – 0.78 0.79 – 0.84 > 0.84

40 – 49 < 0.73 0.74 – 0.79 0.80 – 0.87 > 0.87

Page 11: Laporan PSG Antropometri

Lingkar pinggang adalah ukuran antropometri yang dapat digunakan untuk

menentukan obesitas sentral, dan kriteria untuk Asia Pasifik yaitu ≥ 90 cm untuk pria,

dan ≥ 80 cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna

untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait. Lingkar

pinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral dan risiko kardiovaskular. Lingkar

pinggang terbukti dapat mendeteksi obesitas sentral dan sindroma metabolik dengan

ketepatan yang cukup tinggi dibandingkan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar

panggul. Bila lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma

metabolik, ditemukan lingkar pinggang ≥ 90 cm dikombinasikan dengan kadar

trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metabolik.

Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan sebagai

pemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan berguna untuk mendeteksi sindroma

metabolic (Karina, 2010).

Pengerdilan hasil dari perpanjangan masa asupan makanan tidak memadai,

berdasarkan kekurangan makanan, morbiditas meningkat, atau kombinasi dari faktor-

faktor. Hal ini umumnya ditemukan di negara kondisi ekonomi yang miskin. Di

beberapa negara berpendapatan rendah, yang populasinya rendah tinggi-untuk-usia

pada anak-anak bisa sangat tinggi, mulai dari 18% di Amerika Selatan menjadi 60%

di Asia Selatan. Dalam keadaan seperti itu, kebanyakan anak pendek dapat

diasumsikan akan terhambat.Namun, ketika prevalensinya jauh lebih rendah dan

mendekati tingkat yang diharapkan, maka mereka dengan rendah tinggi-untuk-usia

cenderung secara genetik pendek (Gibson, 2005).

Seorang peneliti dari Swedia menemukan bahwa lingkar pinggang dapat

digunakan untuk mengukur resistensi insulin, dan dapat menjadi indikator yang baik

untuk melihat apakah seseorang berisiko untuk terkena diabetes. Resistensi insulin

merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara baik.

Bila dilakukan pemeriksaan darah, dapat ditemukan kadar gula darah yang lebih

tinggi dari normal tetapi belum sampai menjadi diabetes. Keadaaan ini disebut

sebagai pra-diabetes (Karina, 2010).

Pengukuran lingkar perut (Waist Circumference) kini menjadi metode paling

popular kedua (seudah IMT) untuk menetukan status gizi. Cara pengukuran lingkar

perut ini dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android)

Page 12: Laporan PSG Antropometri

dan perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas obdominal yang merupakan

factor risiko untuk berbagai penyakit metabolic, vaskuler, dan generatif memiliki

lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal,

lingkaran perut bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm

(Hartono, 2006)

Penilaian persentase lemak tubuh pada anak tidak mudah karena komposisi kimia

massa lemak bebas pada anak berbeda dengan pada orang dewasa dan komposisi

kimia tersebut akan mengalami perubahan selama masa pertumbuhan. Oleh karenanya

asumsi yang digunakan untuk menghitung komposisi tubuh pada dewasa yang

berdasarkan densitas tubuh tidak dapat diterapkan pada anak yang sedang tumbuh.

Beberapa usaha telah dilakukan untuk memperkirakan massa lemak tubuh sebagai

index obesitas, karena jaringan adiposa adalah bagian utama tempat penyimpanan

lemak yang mengandung lebih dari 90% jumlah total simpanan kalori. Namun tidak

ada satupun metode yang dapat menetapkan dengan tepat komposisi tubuh yang

hidup. Persamaan Deurenberg merupakan salah satu formula untuk memprediksi

lemak tubuh sesuai dengan umur, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (Hartono,

2006).

Pengukuran lipatan triceps dimaksudkan untuk menentukan status lemak tubuh

sementara pengukuran LILA dan LOLA untuk mengetahui status protein otot. Kurang

lebih separuh jaringan adiposa tubuh terdapat dalam jaringan adiposa tubuh terdapat

dalam jaringan bawah kulit (subkutan) sehingga pengukuran status lemak tubuh dapat

dilakukan pada lipatan kulit triceps, subskapular, abdominal, panggul, serta paha.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penilaian lemak subkutan lewat pengukuran

lipatan kulit merupakan cara yang cukup akurat. Pengukuran lipatan triseps dilakukan

dengan menggunakan caliper oleh para ahli gizi atau perawat yang sudah terlatih

dalam teknik pengukuran antropometri (Hartono, 2006).

Berdasarkan tujuan pengukuran antropometri, setidak-tidaknya ada lima hal

penting yang mewakili tujuan pengukuran yaitu mengetahui kekern otot, kekekaran

tualng, ukuran tubuh secara umum, panjang tungkai dan lengan, serta kandungan

lemak tubuh di ekstremitas dan di torso. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,

antropometri disajikan dalam bentuk indeks, misalnya berat badan menurut umur

Page 13: Laporan PSG Antropometri

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) atau berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) dan sebagainya (Barasi, 2008).

Klasifikasi persentase Body Fat (Sirajuddin, 2011)

Klasifikasi Laki-laki Wanita

Lean < 8 % < 13 %

Optimal 8 % - 15 % 14 % - 23 %

Slightly overfat 16 % - 20 % 24 % - 27 %

Fat 21 % - 24 % 28 % - 32 %

Obesitas 25 % 33 %

Pengukuran lingkar lengan atas dapat memberikan gambaran tentang keadaan

jaringan otot dan lapisan bawah kulit. Lingkar lengan atas biasanya digunakan untuk

mengidentifikasi adanya malnutrisi pada anak-anak. Pada ibu hamil lingkar lengan

atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan berat badan

lahir rendah (Hartono, 2005).

Klasifikasi LiLA (Sirajuddin, 2011)

Klasifikasi Batas ukur

Wanita usia subur

KEK < 23,5

Normal ≥ 23,5

Bayi umur 0 – 30 hari

KEP < 9,5

Normal ≥ 9,5

Balita

KEP < 12,5

Normal ≥ 12,5

Pengukuran lingkar lengan atas dapat menentukan apakah seseorang

menderita KEK atau tidak. Jika, berada < 23,5 maka beresiko terkena KEK.

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita

mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau

menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja

putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Kurang gizi akut

Page 14: Laporan PSG Antropometri

disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau

makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk

mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret

(muntaber) dan infeksi lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak

mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau makanan yang baik dalam

periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan kalori dan protein dalam jumlah

yang cukkup, atau juga disebabkan menderita muntaber atau penyakit kronis lainnya

(Hartono, 2006).

Indeks seperti lingkar kepala-untuk usia, berat badan-untuk-umur, berat

badan-untuk-tinggi dan tinggi-untuk-usia dan rasio berat, tinggi berasal dari

pengukuran. Dari jumlah tersebut, tinggi untuk-usia dan berat badan-untuk-tinggi

badan telah direkomendasikan oleh organisasi kesehatan dunia untuk digunakan di

negara-negara berpenghasilan rendah. Dalam kombinasi, mereka dapat membedakan

antara pengerdilan dan wasting. Indeks massa tubuh (BMI) digunakan dalam studi

epidemiologi sebagai indikator yang direkomendasikan untuk mendefinisikan

kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa, anak-anak, dan usia lanjut. Di

rumah sakit, indeks antropometri ukuran tubuh yang digunakan terutama untuk

mengidentifikasi kekurangan gizi atau kelebihan gizi dan obesitas, dan untuk

memantau setelah intervensi gizi (Gibson, 2005).

Lingkar perut adalah parameter penting untuk menentukan resiko terjadinya

penyakit jantung. Semakin besar lingkar perut seseorang, resiko terjadinya penyakit

jantung pada orang tersebut lebih besar. Pengukuran Lingkar Perut, dengan

menggunakan pita ‘meteran’. Caranya pertama tentukan letak tulang rusuk terbawah

dan tulang panggul. Kemudian tempatkan pita meteran pada jarak pertengahan antara

kedua tulang tadi, dan harus sejajar dengan lantai tanpa memperhatikan letak pusar

(Asmayuni, 2007).

BAB III

Page 15: Laporan PSG Antropometri

METODOLOGI PERCOBAAN

III.I Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital Seca,

microtoice, alat ukur tinggi lutut, pita LiLA, pita circumference, dan skinfold

caliper.

III.2 Peserta Praktikum

Adapun peserta praktikum yaitu mahasiswa program studi Ilmu Gizi

angkatan 2009.

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1 Pengukuran Barat Badan (BB)

1. Responden mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian

yang minimal). Responden tidak mengguakan alas kaki

2. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka

0,0

3. Responden diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar

merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang

tetapi tidak menutupi jendela baca

4. Diperhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang,

usahakan agar responden tetap tenang dan kepala tidak menunduk

(memandang lurus kedepan)

5. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan ditunggu

sampai angka tidak berubah (statis)

6. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1

terdekat

7. Responden diminta turun dari alat timbang

III.3.2 Pengukuran Tinggi Badan (TB)

Page 16: Laporan PSG Antropometri

1. Responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), topi

(penutup kepala). Posisikan responden tepat di bawah microtoice

2. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.

3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit

menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.

4. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas

dan menghadap paha

5. Responden diminta menarik nafas panjang untuk membantu

menegakkan tulang rusuk. Usahakan bah tetap santai

6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.

Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam

keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada

dinding.

7. Dibaca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang

lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka

(skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.

8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus

berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. Catat tinggi

badan pada skala 0,1 cm terdekat

III.3.3 Pengukuran Tinggi Lutut

1. Responden duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk

sudut 900 proximal hingga patella

2. Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki

responden membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada

tiang alat ukur

3. Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat

berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Catat tinggi

badan pada skala 0,1 cm terdekat

III.3.4 Pengukuran Lingkar Pinggang

Page 17: Laporan PSG Antropometri

1. Responden menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)

sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita

pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan

2. Responden berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks

3. Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar

pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari

tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang pembantu

diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat

4. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat ukur

tidak menekn kulit

5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat

III.3.5 Pengukuran Lingkar Panggul

1. Responden mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan

2. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi

tubuh dan kaki rapat

3. Pengukur jongkok di samping responden sehingga tingkat maksimal

dari penggul terlihat

4. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.

Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat

5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat

III.3.6 Pengukuran Lingkar Perut

1. Mintalah dengan cara yang santun pada responden untuk membuka

pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan

raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik

pengukuran

2. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

3. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

4. Ditetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir

titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik

tengah tersebut dengan alat tulis.

Page 18: Laporan PSG Antropometri

5. Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal

(ekspirasi normal).

6. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah

kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut

kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.

7. Pengukuran juga dapat dilakukan pada bagian atas dari pusar lalu

meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara horizontal

8. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah,

pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada

titik tengah tersebut lagi.

9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang

mendekati angka 0,1 cm.

III.3.7 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)

1. Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan

1. Responden diminta berdiri tegak

2. Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup

lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan)

3. Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan

menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan menentukan

titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku

4. Ditandai titik tengah tersebut dengan pena

2. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)

1. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan,

telapak tangan menghadap ke bawah

2. Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita

LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada

lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada

rongga antara kulit dan pita

3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat

III.3.8 Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Page 19: Laporan PSG Antropometri

1. Petunjuk Umum

1. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk

mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm

proximal dari daerah yang diukur

2. Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah

garis kulit

3. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai

4. Caliper dipegang oleh tangan kanan

5. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh

caliper dilepas

2. Pengukuran TLK Pada Tricep

1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas

pada kedua sisi tubuh

2. Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA)

3. Pengukur berdiri di belakang responden dan meletakkan telapak

tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat

dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold

diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah

tadi.

4. Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm

3. Pengukuran TLK Pada Subscapular

1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas

pada kedua sisi tubuh

2. Tangan diletakkan kiri ke belakang

3. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba

scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas

vertebrata samapi menentukn sudut bawah scapula

4. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral)

kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak

pada bagain bawah sudut scapula

Page 20: Laporan PSG Antropometri

5. Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk

yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur

mendekati 0,1 mm

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 21: Laporan PSG Antropometri

IV.I Hasil Pengamatan

IV.I.I Tabel

Nama BB

(kg)

TB

(cm)

IMT L.Pa

(cm)

L.Pi

(cm)

WHR

Sri Hardiyanti 46,9 157,5 18,91 81,2 65,8 0,81

Wahyuni Pradipta 45,4 163,5 17 83,7 59,5 0,71

A.Reski Amalia 49,2 152,7 21,3 90,8 63,5 0,70

Fadlia Hidaya Sesaria 50,4 155,5 20,9 89 67 0,75

Harna 43,1 147,2 19,9 83,5 65 0,78

Muchlisa 37,6 156 16,35 78,5 58,6 0,75

Nikmah Saro 43,4 150,3 19,20 83 63 0,76

Munzia 55,5 147 25,6 95 72,5 0,76

Barre Allo 46,8 147,9 21,5 86,9 65,5 0,75

Asfa Indrawan O. 63,4 153,5 26,9 98,5 78,5 0,80

Sidratulmuntaha J. 45,3 171,8 17,4 79,2 62,7 0,79

2. Tabel untuk %BF, LiLA, TB/TL dan Lingkar Perut

IV.1.2 Perhitungan

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berat Badan = 43,1 kg

Tinggi badan = 147,2 cm 1,472 m

Page 22: Laporan PSG Antropometri

IMT = Berat Badan (kg)Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

= 4 3 ,1 kg1,472 m x 1,472 m

= 43,1 kg2,166

= 19,89 dibulatkan 19,9 (Normal)

2. Waist to Hip Ratio (WHR)

Lingkar Pinggang (LPi) = 65 cm

Lingkar Pnggul (LPa) = 83,5 cm

WHR = Lingkar Pinggang (LPi)Lingkar Panggul (LPa)

= 65 cm83,5 cm

= 0,78 (High)

3. Persentase Body Fat (%BF)

Tebal tricep = 11 mm

Tebal subscapular = 15 mm

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑ tricep + scapula)

= 1,0897 – 0,00133 ( 11 mm + 15`mm)

= 1,0897 – 0,00133 (26 mm)

= 1,0897 – 0,03458

= 1,05512

%BF = (4,76/Db) – 4,28 x 100

= (4,76/1,05512) – 4,28 x 100

= ( 4,511– 4,28 ) x 100

= 0,231 x 100

= 23,1 % (Optimal)

4. Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut

Perempuan = (1,91 x TL) – (0,17 x U) + 75

= (1,91 x 45,5) – (0,17x 20) + 75

= 86,905 – 3,4 + 75

= 158,5 cm (Lebih 9,4 cm dri TB aktual)

Page 23: Laporan PSG Antropometri

IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, subjek memilki BB = 43,1

kg dan TB = 147,2 cm. Jika, dihitung dengan menggunakan rumus IMT

maka didapat IMT = 19,9. Menurut Asia Pasific Perspertive, IMT

dengan ambang batas 18,5-22,9 termasuk dalam golongan normal. Hal

ini menunjukkan bahwa subjek tergolong status gizi normal karena

berada diantara ambang batas tersebut. Dengan status gizi normal yang

dimiliki, subjek diharapkan agar tetap menjaga intake gizi sehingga

terhindar dari berbagai penyakit.

Tinggi badan (TB) merupakan komponen beberapa indikator status

gizi sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat sangatlah penting

untuk menentukan nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). Berat badan kurang

dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, depresi, anemia,

dan juga diare sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko

terhadap penyakit degenerative seperti jantung, diabetes mellitus,

hipertensi, dan gangguan sendi.

IV.2.2 Status Gizi Berdasarkan Waist to Hip Ratio (WHR)

WHR adalah suatu metode sederhana untuk mengetahui obesitas

sentral pada orang dewasa dengan mengukur distribusi jaringan lemak

pada tubuh terutama bagian pinggang dengan menmbandingkan antara

ukuran lingkar pinggang disbanding dengan lingkar perut. Obesitas

sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan

beberapa penyakit degenerative.

Dari hasil perhitungan WHR dengan jenis kelamin perempuan dan

berumur 20 tahun diperoleh nilai WHR subjek sebesar 0,78. Nilai ini

diperoleh dari perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul.

Dengan lingkar pinggang = 65 cm dan lingkar panggul = 83,5 cm.

Berdasarkan teori dari buku ataupun referensi lain menyebutkan bahwa

wanita dengan umur 20-29 tahun dengan nilai WHR antara 0,78-0,82

Page 24: Laporan PSG Antropometri

berada pada klasifikasi high. Jadi, subjek dengan tingkat resiko high

berarti tingkat resiko terkena penyakit high yang berarti bahwa subjek

beresiko terkena penyakit jika pola makan ataupun aktivitas yang tidak

teratur. Pola makan yang tidak teratur jelas akan mempengaruhi

kesehatan seseorang terlebih lagi makan yang dimakan tidak

memperhatikan kandungan nilai gizi.

Untuk mencapai tingkat moderate atau low, subjek harus menjaga

pola makan, rajin berolahraga dan memperhatikan diet yang diterapkan.

Misalnya, mengurangi konsumsi lemak ataupun karbohidrat. Intake gizi

harus diseimbangkan dengan kebutuhan fisiologis tubuh.

IV.2.3 Status Gizi Berdasarkan Persentase Body Fat (%BF)

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai tricep yaitu

11 mm dan subscapular yaitu 15 mm. Persentase Body fat (%BF)

diperoleh dari hasil pengukuran ketebalan tricep dan subskapular.

Setelah diperoleh data dari ketebalan tricep dan subskapular, maka nilai

tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk menentukan %BF. Maka

diperoleh nilai %BF yaitu 23,1. Yang artinya berada pada klasifikasi

optimal yaitu berada diantara 14%-27%.

IV.2.4 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA)

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan diperoleh data LiLA yaitu

24,4. Artinya, subjek dalam keadaan normal. Hal ini disebabkan karena

subjek memiliki status gizi yang baik. LILA Memberikan gambaran

tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulitStatus gizi

seseorang berdasarkan lingkar lengan atas (LILA) dibagi berdasarkan

tingat umur yaitu wanita usia subur, bayi, dan balita.. Berdasarkan

referensi kalisifikasi wanita usia subur terbagi dua yaitu KEK

(kekurangan Energi Kronis) dengan batas ukur < 23,5 dan normaldengan

batas ukur ≥ 23,5. Bagi yang berada dibawah < 23,5, memiliki resiko

KEK dimana, kek ini disebabkan karena kurangnya intake energy atau

zat gizi makro.

Page 25: Laporan PSG Antropometri

IV.2.5 Status Gizi Berdasarkan Lingkar Perut

Penimbunan lemak dalam perut yang dikenal dengan obesitas

sentral. Berdasarkan standar Asia wanita dengan lingkar perut ≥ 80 cm

dan pria dengan lingkar perut ≥ 90 cm berarti menderita obesitas.

Berdasarkan teori tersebut, maka disimpulkan bahwa subjek dengan

jenis kelamin wanita yang diukur lingkar perutnya normal karena

pengukuran lingkar perutnya menunjukkan angka 64,5 cm.Lingkar perut

merupakan salah satu pengukuran antropometri yang digunakan untuk

mendeteksi apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak. Obesitas

adalah keadaan ditemukannya kelebihan lemak dalam tubuh, terbagi

menjadi obesitas umum dan obesitas sentral. Penimbunan lemak dalam

perut yang dikenal dengan obesitas sentral atau obesitas viseral.

Berdasarkan standar Asia wanita dengan lingkar perut ≥ 80 cm dan pria

dengan lingkar perut ≥ 90 cm berarti menderita obesitas.

Berdasarkan pengukuran antropometri yang dilakukan (IMT,

LiLA, %BF, WHR dan Lingkar Perut) maka dapat dibandingkankan

antara semua objek yang diukur. Jika, dilihat dari hasil pengukuran IMT

dan LiLA tidak terjadi kesenjangan atau berjalan searah karena

pengukuran IMT normal dengan nilai 19,9 sedangkan LiLA 24,4 (tidak

beresiko KEK). Jika, seseorang yang memiliki IMT normal, memang

seharusnya memiliki LiLA normal. Intake zat gizi dari subjek sudah

terpenuhi, hal ini dilihat dari selarasnya IMT dengan LiLA. Perhitungan

%BF juga optimal yaitu 23,1 %. Terjadi keselaran antara 3 aspek

pengukuran, yaitu IMT, LiLA dan %BF. Tapi jika dibandingkan dengan

WHR, dengan hasil pengukuran yaitu 0,78 (High). Meskipun IMT, %BF

dan LiLA nya normal tapi subjek tinggi terhadap resiko terkena

penyakit. Hal ini disebabkan karena subjek sering mengkonsumsi

makanan yang berlemak. Tapi timbunan lemaknya, tidak berpusat pada

perut si subjek. Hal ini ditandai dengan pengukuran lingkar perut 64,5

cm (Normal). Meskipun, WHR nya tinggi tapi belum beresiko terkena

obesitas sentral yang ditandai dengan nilai LP normal.

Page 26: Laporan PSG Antropometri

BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan

1. Berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), subjek memiliki status

gizi normal dengan niali IMT 19,9

Page 27: Laporan PSG Antropometri

2. Berdasarkan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR), subjek berada pada

resiko high terkena penyakit degeneratif dengan nilai WHR 0,78.

3. Berdasarkan perhitungan persentase Body Fat (%BF), resonden berada pada

klasifikasi optimal dengan nilai 23,1 %.

4. Berdasarkan pegukuran Lingkar Lengn Atas (LILA), status gizi subjek

normal dengan ukuran LILA 24,4 cm.

5. Berdasarkan pengukuran lingkar perut dengan hasil pengukuran 64,5 cm,

responden tidak mengalami obesitas karena lingkar perutnya < 80 cm

V.2 Saran

1. Sebaiknya peralatan lebih diperbanyak lagi karena dibandingkan dengan

jumlah praktikum, alat yang disediakan sangat minim.

2. Sebaiknya asisten lebih menjelaskan secara rinci tentang mekanisme

pengukuran antropometri agar praktikan tidak kewalahan dalam melakukan

pengukuran.

3. Dosen Penilaian Status Gizi sudah bagus tapi kiranya kehadiran dalam

mengajar lebih ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Asmayuni. 2007. Kegemukan (Overweight) pada perempuan umur 25-50 tahun (di kota Padang Panjang Tahun 2007). Kesehatan Masyarakat. II : 14-38

Barasi, Mary E. 2008. At A Glance Imu Gizi. Jakarta: Erlangga

Page 28: Laporan PSG Antropometri

Fatmah. 2005. Persamaan (Equation) tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula) Berdasarkan Usia dan etnis pada 6 Panti terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang tahun 2005. Jurnal UI. X :ISSN 1693-6728

Gibson, Rosalind S. 2005. Principles Nutritional Assesment. Oxford: University Press

Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC

Karina, Esa. 2007. Besar Resiko Lingkar pinggang Pinggul dan Asupan Natrium Terhadap Kejadian Hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran. XXI : 239-298

Nogroho, Adi. 2002. Pengaruh Faktor Usia, Status Gizi dan Pendidikan Terhadap International Prostat Symptom pada Penderita Hiperplasia. Cermin Dunia Kedokteran. XI : 678-745

Sandjaja, dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas

Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin

Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

\

LAMPIRAN

1. IMT (Berat Badan dan Tinggi Badan)

Pengukuran Berat Badan dengan menggunakan alat digital seca

Page 29: Laporan PSG Antropometri

2. Pengukuran Tinggi Lutut

3. WHR (Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul)

Pengukuran Tinggi Badan dengan menggunakan alat ukur microtoice

Pengukuran Tinggi lutut dengan menggunakan alat ukur yang dirancang khusus

Page 30: Laporan PSG Antropometri

4. Pengukuran Lingkar Perut

5. Pengukuran LiLA

Pengukuran Lingkar Pinggang dengan menggunakan pita circumference

Pengukuran Lingkar Panggul dengan menggunakan pita circumference

Pengukuran Lingkar Panggul dengan menggunakan pita circumference

Pengukuran mid point sebelum menentukan ukuran LiLA menggunakan pita circumference

Page 31: Laporan PSG Antropometri

6. %BF (Pengukuran Tricep dan Sunscapular)

Pengukuran LiLA dengan menggunakan pita circumference

Pengukuran tricep dengan menggunakan tricep skinfold

Pengukuran tricep dengan menggunakan subscapular skinfold