laporan fisiologi blok xviii
Post on 27-Oct-2015
237 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN FISIOLOGI
“PEMERIKSAAN FUNGSI INDERA PENDENGARAN”
Disusun oleh:
Nama : Henryanto Irawan
NIM : 41110041
Kelompok : 2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indera pendengaran merupakan indera mekanoreseptor karena memberikan
respons terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Proses
mendengar ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara
yang kecepatan dan volumenya berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga
telinga luar (auris eksterna), telinga berfungsi untuk merubah gelombang suara menjadi
impuls, yang kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Setiap struktur
dalam indera pendengeran memiliki fungsi masing-masing.oleh karena itu untuk
mengukur kemampuan pendengaran, pada praktikum ini akan di uji seberapa besar
kepekaan dan jenis ketulian yang di derita oleh naracoba.
B. TUJUAN
Meguji kepekaan indera pendegaran
Menguji jenis ketulian indera pendengaran
2
BAB II
DASAR TEORI
Telinga secara anatomis terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga luar dan tengah berperan dalam transmisi suara melalui udara menuju
Telinga luar terdiri dari pinna (telinga), meatus akustikus eksterna dan membrane
timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan kartilago terbalut
kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus
akustikus eksterna. Karena bentuknya, pinna secara parsial membatasi suara yang berasal
dari belakang sehingga timbrenya akan berbeda. Dengan begitu, kita dapat membedakan
apakah suaranya berasal dari depan atau belakang.
Lokalisasi suara yang berasal dari kanan atau kiri ditentukan oleh dua hal. Pertama
adalah gelombang suara mencapai telinga yang lebih dekat terlebih dahulu sebelum
sampai ke telinga yang lebih jauh. Kedua adalah saat mencapai telinga yang lebih jauh,
intensitas suaranya akan lebih kecil dibandingkan telinga yang lebih dekat. Selanjutnya,
korteks auditori mengintegrasikan kedua hal tersebut untuk menentukan lokalisasi
sumber suara. Oleh karena itu, lokalisasi suara akan lebih sulit dilakukan jika hanya
menggunakan satu telinga.
Jalur masuk pada telinga luar dilindungi oleh rambut halus. Kulit yang membatasi kanal
tersebut berisi kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (earwax),
yang akan menangkap partikel-partikel asing yang halus.
Membran timpani (gendang telinga)
Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan tinggi da
rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani bergetar ke dalam
dan ke luar. Supaya membran tersebut dapat secara bebas bergerak kedua arah, tekanan
udara istirahat pada kedua sisi membran timpani harus sama. Membran sebelah luar
terkekspos pada tekanan atmosfer yang melewati meatus akustikus eksterna sedangkan
bagian dalam menghadapi tekanan atmosfer dari tuba eustachius yang menghubungkan
3
telinga tengah ke faring. Secara normal, tuba ini tertutup tetapi dapat dibuka dengan
gerakan menguap, mengunyah dan menelan.
Pada perubahan tekanan eksternal yang cukup signifikan seperti saat dalam pesawat,
membran timpani menonjol dan menimbulkan rasa nyeri ketika tekanan luar telinga
berubah sementara bagian dalam tidak berubah. Pembukaan tuba eustachius dengan
menguap dapat membantu untuk menyamakan tekanan tersebut.
Telinga tengah mengirimkan pergerakan vibratori dari membran timpani menuju
cairan pada telinga dalam. Ada tiga tulang ossicle yang membantu proses ini yaitu
malleus, incus dan stapes yang meluas dari telinga tengah. Malleus menempel pada
membran timpani sedangkan stapes menempel pada oval window yang merupakan
gerbang menuju koklea yang berisi cairan.
Saat membran timpani bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan frekuensi yang
sama , mentransmisikan frekuensi tersebut dari menuju oval window. Selanjutnya, tiap-
tiap getaran menghasilkan pergerakan seperti gelombang pada cairan di telinga dalam
dengan frekuensi yang sama dengan gelombang suara aslinya.
Sistem osikular mengamplifikasikan tekanan dari gelombang suara pada udara dengan
dua mekanisme untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pertama adalah karena
permukaan area dari membran timpani lebih besar dari oval window, tekanan
ditingkatkan ketika gaya yang mempengaruhi membran timpani disampaikan oleh ossicle
ke oval window (tekanan=gaya/area). Kedua adalah kerja dari ossicle memberikan
keuntungan mekanis lainya. Kedua hal tersebut meningkatkan gaya pada oval window
sampai 20 kali. Tambahan tekanan tersebut penting untuk menghasilkan pergerakan
cairan pada koklea.
Beberapa otot tipis di telinga tengah dapat berkontraksi secara refleks terhadap suara
keras (70dB) menyebabkan membran timpani menebal dan menyebabkan pembatasan
gerakan pada rangkaian ossicle. Pengurangan pergerakan pada struktur telinga tengah
akan mengurangi transmisi dari suara yang keras tersebut ke telinga dalam guna
melindungi bagian sensoris dari kerusakan. Refleks tersebut berlangsung relatif lambat,
terjadi setidaknya sekitar 40 msec sesudah pajanan terhadap suara keras. Oleh karena itu,
4
hanya bisa melindungi dari suara yang berkepanjangan, bukan suara yang sangat tiba tiba
seperti ledakan.
Telinga dalam terdiri dari serangkaian rongga-rongga tulang dan saluran
membranosa yang berisi cairan.Saluran-saluran membranosa membentuk labirin
membranosa dan berisi cairan endolimfe, sedangkan rongga-rongga tulang yang di
dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa).Labirin
tulang berisi cairan perilimfe.Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu
vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah
lingkaran).
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula.
Berbentuk seperti rumah siput.Penampang melintang kokhlea menunjukkan bahwa
kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan.Tiga saluran tersebut adalah:
1. Saluran vestibular (skala vestibular): di sebelah atas mengandung perilimfe,
berakhir pada tingkap jorong.
2. Saluran tympani (skala tympani): di sebelah bawah mengandung perilimfe
berakhir pada tingkap bulat.
3. Saluran kokhlear (skala media): terletak di antara skala vestibular dan skala
tympani, mengandung endolimfe.
Skala media dipisahkan dengan skala vestibular oleh membran vestibularis
(membran reissner), dan dipisahkan dangan skala tympani oleh membran basilaris.
Pada membran basilaris inilah terdapat indra pendengar, yaitu organ corti. Sel reseptor
bunyi pada organ ini berupa sel rambut yang didimpingi oleh sel penunjang.Akson-akson
dari sel-sel rambut menyusun diri membentuk cabang kokhlear dari saraf
vestibulokokhlear (saraf kranial ke VIII) yang menghantarkan impuls saraf ke pusat
pendengaran/ keseimbangan di otak.
(Sherwood, 2012)
Proses Mendengar
Proses mendengar dimulai ketika getaran udara yang merupakan gelombang suara
ditangkap oleh daun telinga dan masuk melewati saluran telinga hingga menggetarkan
membrane tympani.Getaran ini diteruskan ke Maleus, Inkus dan Stapes.Getaran pada
Stapes menimbulkan tekanan pada fenestra ovale dan berlanjut dengan menghasilkan
gelombang tekanan pada saluran vestibular menuju saluran timpani melewati membran 5
basilar.Akibatnya, membran basilar bergerak naik turun sehingga sterosilia (mikrovili)
dari sel-sel rambut melekat pada membran tektorial (suatu gelatin).Selanjutnya impuls-
impuls saraf mengalir melalui saraf koklea menuju batang otak dan menyebar pada
daerah auditori dari korteks serebral.Kemudian otak mengolah dan menerjemahkannya
sebagai suatu suara.
(Guyton ,2007)
Pemeriksaan indera pendengar
Uji kepekaan indera pendengaran dilakukan untuk mengukur kemampuan
pendengaran dalam menangkap percakapan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas
sosial pendengaran. Ada berbagai cara untuk melakukan hal tersebut seperti penggunaan
audiometri, tes bisik dan juga tes arloji / jam weker.
Tes Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne
yang kita lakukan, yaitu :
1. Normal. Jika tes Rinne positif.
2. Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif.
3. Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif
Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo
negatif.Hal ini dapat terjadi manakala telinga probandus yang tidak dites menangkap
bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga
probandus yang kita periksa.Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala
tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu
talamengenai aurikulum probandus. Kesalahan dari probandus misalnya probandus
lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala.
Tes Weber
Tujuan melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga probandus.Jika telinga probandus mendengar atau mendengar lebih
keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut.Jika kedua telinga
probandus sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak
ada lateralisasi.Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
1. Normal. Jika tidak ada lateralisasi.
6
2. Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
3. Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Tes Schwabach
Tujuan melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara pemeriksa dengan probandus.Setelah naracoba tidak mendengarnya, segera garpu
tala pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach
normal.Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach
memendek.Pemeriksa dianggap normal.Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang
lakukan, yaitu :
1. Normal. Schwabach normal.
2. Tuli konduktif. Schwabach memanjang.
3. Tuli sensorineural. Schwabach memendek.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi.Misalnya tangkai
garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat
memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.
Tes Bing (Tes Oklusi)
Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu
tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.Interpretasi :
1. Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut
normal.
2. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif.
(Soedjak, S. dkk.2000)
7
BAB III
METODOLOGI
I. Alat dan Bahan
1. Garpu Tala 288 Hz
2. Jam untuk di meja
3. Pita ukur
II. Cara Kerja
A. Pemeriksaan kepekaan indera pendengar
Dua anggota kelompok di minta menjadi naracoba, biodata dicatat pada lembar kerja.
Telinga kanan naracoba ditutup dengan jari dan kedua matanya juga ditutup
Penguji menggerakkan jam mendekati telinga kiri naracoba 1 sampai naracoba 1
mendengar suara tersebut untuk pertama kalinya, ukur jarak tersebut kemudian catat
pada lembar kerja. Ulangi percobaan sampai 3 kali
Lakukan juga demikian untuk telinga kanan naracoba 1 dan bandingkan hasilnya.
Demikian juga lakukan percobaan tersebut pada naracoba 2 dan bandingkan hasil untuk
naracoba 1 dan 2.
B. Pemeriksaan Jenis ketulian
Gunakan hanya 1 naracoba dan catat hasilnya pada lembar kerja
1. Percobaan Rinne
Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan di prosesus Mastoideus
naracoba. Naracoba akan mendengar suara garpu tala itu. Beberapa saat kemudian
suara yang terdengar oleh naracoba akan menghilang.
8
Setelah suara garpu tala menghilang, naracoba diminta memberitahu penguji dan
penguji kemudian memindahkan garpu tala ke depan lubang telinga sehingga terjadi
dua kemungkinan yaitu naracoba mendengar suara lagi (Rinne positif) atau tidak
mendengar lagi (Rinne negatif)
Lakukan percobaan di kedua telinga naracoba dan diulangi 3 kali.Hasil dicatat dilembar
kerja.
2. Percobaan Weber
Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala (os.
Frontalis)
Naracoba memperhatikan intensitas suara di kedua telinga sehigga ada 3 kemungkinan
yaitu suara terdengar sama keras di kedua telinga, terdengar lebih keras di telinga kiri
(lateralisasi kiri) atau terdengar lebih keras di telinga kanan (lateralisasi kanan).
Catat hasilnya di lembar kerja.
3. Percobaan Schwabah
Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada prosesus
mastoideus kanan/kiri
Naracoba akan mendengar suara garpu tala tersebut yang makin lama semakin
melemah hingga akhirnya hilang.
Sesudah itu naracoba memberitahu penguji dan penguji memindahkan garpu tala ke
prosesus mastoideusnya sendiri (pembanding) sehingga ada dua
kemungkinan yaitu pembanding mendengar suara atau tidak mendengar suara.
Percobaan dilakukan 3 kali dan hasilnya dicatat di lembar kerja.
9
4. Percobaan Bing
Penguji meletakkan garpu tala yang digetarkan di puncak kepala naracoba
Naracoba memperhatikan kerasnya suara yang terdengar di telinga kanan dan kemudian
telinga kanan ditutupi jari tangan sehingga terjadi dua kemungkinan yaitu suara
bertambah keras (bing positif) atau suara tetap seperti itu (bing indifferent) ulangi
sampai tiga kali.
Lakukan juga demikian untuk telinga kiri dan catat hasilnya pada lembar kerja.
10
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
1. Hasil
A. Tes kepekaan indera pendengar
Data naracoba
1. Nama : Henryanto Irawan,
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : pria
tinggi :174 cm
Berat badan : 59 kg
Jam didekatkan dari belakang kepala terdengar mulai dari jarak
Telinga kiri (cm) Telinga kanan (cm)
123 230
144 176
162 114
2. Nama : Lingkan O.A Langi
Umur : 19 tahun
Jenia Kelamin : wanita
tinggi : 159 cm
berat badan : 51 kg
Jam didekatkan dari belakang kepala terdengar mulai dari jarak
Telinga kiri (cm) Telinga kanan (cm)
198 179
193 172
191 181
B. Pemeriksaan Jenis Ketulian
1. Percobaan Rinne
11
Naracoba: Edwina Naomi S., 19 thn, wanita, tinggi 158 cm, berat badan 55 kg.
Telinga kanan Telinga kiri
Hantaran tulang Hantaran udara Hantaran tulang Hantaran udara
Tulang sudah
tidak mendengar
suara
mendengar Tulang sudah
tidak mendengar
suara
mendengar
mendengar mendengar
mendengar mendengar
Kesimpulan normal, frekuensi garpu tala 426,5 Hz
2. Percobaan Weber
Telinga kiri dan kanan mendengar suara
sama keras atau tidak
Lateralisasi ke telinga
kiri kanan
Sama keras - -
Kanan - +
Kanan - +
Kesimpulan normal, frekuensi garpu tala 426,5 Hz
3. Percobaan Schwabach
Naracoba sudah tidak mendengar
suara sama sekali
Orang pembanding
Mendengar suara atau tidak
Tidak mendengar
Tidak mendengar
Tidak mendengar
Kesimpulan normal, frekuensi garpu tala 512 Hz
4. Percobaan Bing
Telinga Sebelah liang telinga ditutup,
Kiri Mendengar lebih keras
Mendengar lebih keras
Mendengar lebih keras
kanan Mendengar lebih keras
Mendengar lebih keras
Mendengar lebih keras
Kesimpulan normal, frekuensi garpu tala 426,5 Hz
2. Pembahasan
12
Praktikum kali ini akan membahas mengenai uji kepekaan dan uji jenis ketulian
pada indera pendengaran. Pada uji kepekaan, digunakan jam weker sebagai sumber suara.
Dari percobaan yang di lakukan didapatkan hasil yang beragam. Baik antara telinga kiri
dan kanan salah satu naracoba, maupun perbandingan antara kedua naracoba. Pada
telinga kiri naracoba 1 di dapatkan jarak rata-rata 143 cm dan telinga kanan 173cm.
sedangkan naracoba 2 didapatkan jarak rata-rata telinga kiri 194 cm dan telinga kanan
177cm. hal ini menunjukkan bahwa kepekaan tiap orang berbeda-beda, selain kepekaan
pendengaran tiap orang yang berbeda-besda, suasana pada waktu melakukan percobaan
pun turut menjadi faktor penyebab didapatkan hasil yang berbeda. Suasana ruangan yang
gaduh dapat mengganggu proses pemeriksaan, sehingga dari hasil percobaan tidak
sepenuhnya dikatakan valid.
Pada pemeriksaan jenis ketuliaan, dilakukan 4 percobaan. Yakni tes Rinne, weber,
schwabach dan Bing. Pada pemeriksaan Rinne, Weber dan Bing digunakan garpu tala
dengan frekuensi 426,5 Hz.
Pada tes Rinne didapatkan hasil yang positif, yakni dimana naracoba masih dapat
mendengarkan bunyi garpu tala didepan telinga yang sebelumnya sudah tidak lagi
mendengar suaranya pada procesus mastoideus.hal ini menyimpulkan bahwa
pendengaran naracoba normal, namun bisa dikatakan tuli sensorineural apabila pada tes
schwabach (yang akan kita bahas nanti) di perpendek. Kesalahan pada pemeriksaan
rinne dapat terjadi oleh karena kelalaian dari naracoba maupun praktikan. Kesalahan dari
naracoba adalah lambat memberikan isyarat kepada praktikan, dan kesalahan pada
praktikan adalah kesalahan dalam meletakan garpu tala pada procesus mastoideus
sehingga naracoba tidak merasakan getaran garpu tala.
Pada tes weber yang di ulangi sebanyak 3 kali didapatkan hasil yang berbeda.
Pada pemeriksaan pertama kali, intesitas getaran telinga kiri dan kanan naracoba sama.
Namun pada pemeriksaan kedua dan ketiga mengalami laterisasi telinga kanan. Hal ini
dapat simpulkan adanya kelainan penghantaran getaran oleh tulang sebelah kanan yang
lebih dominan/berlebihan. Sebab tidak dapat di simpulkan sebagai tuli konduksi kanan
karena pada tes rinne didapatkan hasil positif dan pada tes schwabach tidak di perpendek.
Selain itu juga mungkin ada kesalahan pemeriksaan oleh praktikan pada waktu
pemeriksaan ataupun kesalahan persepsi dari naracoba. ada 5 kemungkinan yang bisa
terjadi pada telinga pasien jika mengalami laterisasi kanan, yaitu:13
1. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal
2. Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan
lebih parah.
3. Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
4. Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri
lebih parah.
5. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli
sensorineural.
Pada tes schwabach didapatkan hasil dimana pemeriksa tidak mendengar lagi
suara garpu tala setelah naracoba mengatakan tidak mendengar lagi suara garpu tala, hali
ini menunjukkan tidak terjadi pemendekan suara .ataupun naracoba tidak mendengar lagi
suara garpu tala setelah pemeriksa mengatakan tidak mendengar lagi suara garpu tala
(pemanjangan suara). Jika tes schwabach memanjang di curigai naracoba mengalami tuli
konduktif sedangkan jika memendek di curigai naracoba mengalami tuli sensorisneural.
Pada tes Bing, didapatkan hasil yang sama antara telinga kiri dan kanan naracoba.
Dimana hasil didapatkan setelah liang telingan ditutup bunyi garpu tala lebih keras
dibandingkan pada saat telinga terbuka. Hal ini di sebut tes Bing positif (Lebih keras)
sendangkan jika bunyi garpu tala sama pada saat telinga dibuka maupun di tutup disebut
tes Bing Indifferent maka dicurigai naracoba mengalami tuli konduktif.
Dari keempat tes jenis ketulian saling berhubungan satu sama lain. Yakni untuk
mengetahui apakah naracoba mengalami tuli konduksi atau tuli sensorineural. Sehingga
perlu dilakukan serangkain percobaan ini untuk dapat mendiagnosis. dari setiap hasil
yang didapatkan dari tes jenis ketulian dapat disimpulkan pendengaran naracoba baik
(normal) namun ada beberapa hasil yang menunjukkan beberapa perbedaan misalnya
pada tes weber yang mengalami laterisasi kanan. Ini bisanya terjadi kerusakan atau
kelaianan pada telinga naracoba yang bisa saja diakibatkan oleh karena kebiasaan / hobi
naracoba, misalnya terlalu sering mendengarkan musik dengan headset dalam volume
yang besar maupun ada kebiasaan lain yang dapat menurunkan kemampuan telinga
dalam mendengar.
BAB V
14
KESIMPULAN
Pada pemeriksaan uji kepekaan indera pendengaran didapatkan hasil yang beragam, ini
dikarenakan kepekaan pendengaran tiap orang berbeda dan suasana ruangan pemeriksaan
yang harus mendukung pemeriksaan
Dari serangkaian tes uji jenis ketulian ( Rinne,Weber,Schwabach dan Bing), kita dapat
menyimpulkan apakah pendengaran naracoba normal atau mengalami tuli Konduksi /
Sensorineural
15
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A. C. &Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Ed 11.EGC. Jakarta.
Sherwood, Laurale.2012.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Ed 6.EGC. Jakarta.
Soedjak, S. dkk.2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.EGC. Jakarta
16
top related