lapkas sle as
Post on 15-Jan-2016
31 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
Lupus Eritematosus Sistemik
PEMBIMBING : dr. Wirandi
PENYAJI : - Anwar Sholeh
- Tio Prima S
- Ubaidillah Hafidz
- Yosefina Imelda
- Irma Sari Nasution
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Lupus Eritematosus Sistemik”
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Farik Zarmal, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 25 Februari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar isi.............................................................................................................................
Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................
Bab 2 Tinjauan Pustaka ...................................................................................................
2.1. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik..................................................................
2.2. Etiologi dan Klasifikasi Derajat Berat Ringannya Lupus Eritematosus Sistemik
2.3. Faktor Resiko Lupus Eritematosus Sistemik........................................................
2.4. Patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik............................................................
2.5. Gejala Klinis Lupus Eritematosus Sistemik..........................................................
2.6. Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik...............................................................
2.7. Diagnosa Banding.................................................................................................
2.8. Pengelolaan...........................................................................................................
Bab 3 Laporan Kasus........................................................................................................ 22
Bab 4 Penutup.................................................................................................................... 32
Daftar Pustaka
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebarluas, yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan (Isbagio, 2009).
Prevalensi SLE dari berbagai populasi mempunyai angka yang berbeda-bedayaitu
diantara 2,9/100.000 – 400/100.000. SLE lebih sering ditemukan pada ras Cina, negro, dan
Filipina. Penyakit ini lebih banyak mengenai orang pada usia produktif yaitu antara umur 15
– 40 tahun. Dilihat dari penyebaran jenis kelamin, SLE lebih sering ditemukan pada wanita
dari pada laki-laki dengan perbandingan 5,5-9: 1 (Isbagio, 2009).
Insiden tahunan SLE di Amerika Serikat sebesar 5,1/100.000 penduduk dengan rasio
jenis kelamin antara wanita dan laki-laki sebesar 9-14 : 1. Data 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta didapatkan kasus SLE sebesar 1,4% dari total kunjungan
pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung
ada 291 pasien SLE atau 10,5% dari total kunjunganpasien yang berobat di poliklinik
reumatologi selama tahun 2010 (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia).
Manifestasi klinis dari SLE sanga tluas, dapat ditemukan keterlibatan kulit dan mukosa,
mempengaruhi sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat, dan system imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, penyebaran
manifestasi yang diurutkan dari presentase paling banyak adalah arthritis sebesar 48,1%,
ruam malar sebesar 31,1%, nefropati sebesar 27,9%, fotosensitif sebesar 22,9%, neurologic
sebesar 19,4%, dan demam sebesar 16,6%. Manifestasi lain yang jarang ditemukan adalah
mitosis sebanyak 4,3%, ruam diskoid sebanyak 7,8%, anemia hemolitik sebanyak 4,8%, dan
temuan lesi subkutaneus akut sebanyak 6,7% (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan
4
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus / SLE) adalah penyakit
rematik autoimun yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit ini
berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga terjadi kerusakan
jaringan. SLE juga merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam.
Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup
tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam
patofisiologi SLE.
2.2. Klasifikasi Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE dan Etiologi Lupus
Eritematosus Sistemik
Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama menyangkut
obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek samping obat
yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai
kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE.
Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.
Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE
Kriteria untuk dikatakan SLE
ringan
1.Secara klinis tenang
2.Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3.Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru,
jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi,
hematologi dan kulit.
Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.
Kriteria untuk dikatakan SLE
ringan
1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan
II)
2. Trombositopenia (trombosit 20 50x103/mm3)
3. Serositis mayor
6
Penyakit SLE berat atau
mengancam nyawa
a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri
koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi
maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru,
pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis
interstisial, shrinking lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau
melepuh (blister).
f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke,
mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis
optik, psikosis, sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit
<1.000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3 , purpura
trombotik trombositopenia, thrombosis vena atau arteri.
2.3. Etiopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik
Etiopatogenesis dari penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun diduga melibatkan
interaksi yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan, dengan penjabaran sebagai
berikut:
1. Faktor genetik
Banyak gen yang berperan terhadap penyakit ini, pada 95% melibatkan lebih dari
satu gen. Beberapa gen yang paling banyak diteliti diantaranya gen HLA kelas II, yang
juga berhubungan dengan adanya antibodi tertentu seperti anti-Sm (Small nuclear
ribonuclearm-protein), anti-Ro, anti-La, anti –nRNP (nuclear ribonuclear protein), dan
anti-DNA. Selain itu banyak gen yang dilaporkan berhubungan dengan SLE, termasuk
gen yang mengkode TNF-, IL-6,dan reseptor sel T.
2. Faktor Hormonal
SLE adalah penyakit yang lebih banyak dijumpai pada wanita. Dijumpai
metabolisme estrogen abnormal, dimana dijumpai peningkatan hidroksilasi estron
7
sehingga terjadi peningkatan jumlah metabolit yang lebih kuat. Juga ditemukan androgen
plasma yang rendah, termasuk testosteron, dehidrotestosteron,dehidroepiandrosteron
(DHEA), dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS).
3. Autoantibodi
Gangguan imunologis utama pada penyakit SLE adalah produksi
autoantibody.antibodi ini ditujukan kepada self molecules yang berada di nukleus,
sitoplasma, permukaan sel, dan juga terhadap molekul terlarut seperti IgG dan faktor
koagulasi. Antibodi antinuclear adalah yang paling banyak ditemukan pada pasien SLE
(95%). Jenis-jenis autoantibodi yang berperan dalam etiopatogenesis SLE dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Autoantibodi pada pasien SLE
Antigen Spesifik Prevalensi (%) Efek klinik utama
Anti-dsDNA 70-80 Gangguan ginjal, kulit
Nukleosom 60-90 Gangguan ginjal, kulit
Ro 30-40 Gangguankulit, ginjal,
gangguan jantung fetus
La 15-20 Gangguan jantung
fetus
Sm 10-30 Gangguan ginjal
Reseptor NMDA 33-50 Gangguan otak
Fosfolipid 20-30 Trombosis, abortus
-actinin 20 Gangguan ginjal
C1q 40-50 Gangguan ginjal
NMDA = N-Methyl-D-Aspartate
8
4. Faktor Lingkungan
Inisiasi penyakit SLE diduga melibatkan beberapa factor eksogen dan lingkungan.
Agen infeksi (misal: EBV) mungkin menginduksi respons spesifik melalui kemiripan
molekuler dan gangguan regulasi imun; diet mempengaruhi produksi mediator inflamasi;
toksin / obat mempengaruhi respon seluler terhadap self antigen; dan agen fisik/kimia
seperti sinar UV dapat menyebabkan inflamasi, memicu apoptosis dang menyebabkan
kerusakan jaringan.
Tabel: Faktor lingkungan yang mungkin berhubungan dengan pathogenesis SLE
Faktor fisik/kimia
Faktor makanan
Agen infeksi
Hormon dan estrogen lingkungan
2.4. Gejala Klinis Lupus Eritematosus Sistemik
2.5. Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai
terpenuhinya minimum kriteria (de initif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik) yang mengacu
pada kriteria dari the American College of Rheumbatology (ACR) revisi tahun 1997.7,9 Namun,
mengingat dinamisnya keluhan dan tanda SLE dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis,
neuropskiatrik lupus (NPSLE), maka dapat saja kriteria tersebut belum terpenuhi. Terkait dengan
dinamisnya perjalanan penyakit SLE, maka diagnosis dini tidaklah mudah ditegakkan. SLE pada
tahap awal, seringkali bermanifestasi sebagai penyakit lain misalnya artritis reumatoid,
gelomerulonefritis, anemia, dermatitis dan sebagainya. Ketepatan diagnosis dan pengenalan dini
penyakit SLE menjadi penting.
Tabel 1.Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik
Kriteria Batasan Batasan
9
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofi k
Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.
SerositisPleuritisPerikarditis
a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura.
Atau
b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila dak dilakukan pemeriksaan �kuantitatif
ataub. Silinder seluler : - dapat berupa silinder
eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).
ataub. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-
obatan atau gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitikk dengan retikulosisataub. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebihatauc. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebihataud. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatanGangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA
dengan titer yang abnormal
10
ataub. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap
antigen nuklear Smatauc. Temuan positif terhadap antibodi
antifosfolipid yang didasarkan atas:1) kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM,2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standard, atau3) hasil tes serologi positif palsu terhadap sifi lis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan dikonfi rmasi dengan test imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorpsi antibodi treponema.
Antibodi annuklear positif (ANA) Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalan penyakit tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.
Keterangan:a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan spesitifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan.
Pemeriksaan Penunjang Minimal Lain yang Diperlukan untuk Diagnosis danMonitoring
1. Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)*2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan
kreatinin urin.3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, proil lipid)*4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid5. Serologi ANA§, anti-dsDNA†, komplemen †(C3,C4))6. Foto polos thorax
§ pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untukmonitoring.
* Setiap 3-6 bulan bila stabil† Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.
ANA, antibodi antinuklear; PT/PTT, protrombin time/partial tromboplastin time
11
Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi SLE. Waktu pemeriksaanuntuk monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien.
RekomendasiDiagnosis SLE di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis ACR 1997 revisi.Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria ACRuntuk SLE
Pemeriksaan Serologi pada SLE
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal.Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan, tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan. Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibody terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai pro il ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang bukan SLE.27 Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15% -30% pasien SLE, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesi ik untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesi ik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis.
Rekomendasi- Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesi!ik untuk SLE- Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE- Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
menyingkirkan diagnosis SLE
2.6. Diagnosis Banding Lupus Eritematosus Sistemik
Beberapa penyakit atau kondisi di bawah ini seringkali mengacaukan diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang serupa, yaitu:a. Undifferentiated connective tissue diseaseb. Sindroma Sjögrenc. Sindroma antibodi antifosfolipid (APS)
12
d. Fibromialgia (ANA positif)e. Purpura trombositopenik idiopatikf. Lupus imbas obatg. Artritis reumatoid dinih. Vaskulitis
2.7. Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik
Perjalanan penyakit SLE yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan pemantauan yang ketat akan aktivitas penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit iniberguna sebagai panduan dalam pemberian terapi. Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score, dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAI. MEX-SLEDAI lebih mudah diterapkan pada kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas laboratorium canggih.
Batasan operasional pengelolaan SLE dapat diartikan sebagai digunakannya/ diterapkannya prinsip-prinsip umum pengelolaan SLE yang bukan hanya terbatas pada pemakaian obat saja, namun perlu pendekatan yang lebih holistik yaitu berlandaskan pendekatan bio-psiko-sosial.
TujuanMeningkatkan kesintasan dan kualitas hidup pasien SLE melalui pengenalan dini dan pengobatan yang paripurna. Tujuan khusus pengobatan SLE adalah a). mendapatkan masa remisi yang panjang, b). menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin,c). mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pilar Pengobatan Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan strategi pengobatanatau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini seyogyanya dilakukan secarabersamaan dan berkesinambungan agar tujuan pengobatan tercapai. Perlu dilakukanupaya pemantauan penyakit mulai dari dokter umum di perifer sampai ke tingkatdokter konsultan, terutama ahli reumatologi.Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus SistemikI. Edukasi dan konselingII. Program rehabilitasiIII. Pengobatan medikamentosaa. OAINSb. An malaria�. Steroidd. Imunosupresan / Sitotoksike. Terapi lain11I. Edukasi / KonselingPada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungandari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akanperjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuanakan masalah aktivitas isik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antaralain melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai
13
tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harusmemperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihanberat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akanpengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas penyakitataupun akibat pemakaian obat-obatan. Butir-butir edukasi pada pasien SLEterlihat pada tabel 2.
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 59.17.25
14
Nama Lengkap : Nurhaida
Tanggal Lahir : 21 Januari 1955 Umur : 48 Thn Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun 1 suka rende kecamatan kutalim
No. Telepon : 081396245260
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status: Kawin
Pendidikan : SMU Jenis Suku :Melayu Agama : Islam
ANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Deskripsi : Hal ini dialami penderita secara perlahan-lahan. Tidak ditemukan kejang, muntah dan adanya trauma kepala. Dijumpai sesak napas pada pasien ini. Borok di kaki kanan dialami kurang lebih satu bulan yang lalu dan ditemukan darah (+) dan pus (+). Awalnya luka kecil, lama-kelamaan membesar. Riwayat DM (+) dan sudah dialami sejak 3 tahun, dengan kadar gula darah tertnggi sekitar 395 mg/dl. Saat gula darah yang diukur normal, pasien menghentikan minum obat DM nya. Dijumpai sesak napas pada pasien ini. Riwayat batuk-batuk disangkal. OS demam sejak 1 minggu ini, pada malam hari, awalnya demam tidak terlalu tinggi, tetapi lama kelamaan suhu tubuhnya meningkat lebih tinggi dan turun dengan obat Novalgin riwayat menderita hipertensi, adanya keringat dingin, pandangan kabur disangkal. BAK (+) volume 100cc/jam, BAB (+). Keadaan umum buruk dan keadaan gizi sedang.
Seo RPT : Os pernah didiagnosa menderita diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu
RPO : Obat anti diabetes Diamikron
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum : Keadaan umum somnolent
Abdomen :Asites (-)
15
Dokter Muda : Grace Noviyanthi Dokter : dr. Andri SyahrezaTanggal Masuk: 21 Februari 2014 : 22:08
Automentesis √ Alloanamnese
Kulit: ada keluhan pada dorsum pedis dextra
Alat kelamin perempuan: Normal, tidak ada keluhan
Kepala dan leher:Tidak ada keluhan
Ginjal dan saluran kencing :Tidak ada keluhan
Mata: Edema palpebra (-)
Hematologi: Tidak ada keluhan
Telinga: Tidak ada keluhan
Endokrin/metabolik:Penurunan berat badan
Hidung: Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal :Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan: Tidak ada keluhan
Sistem saraf:Tidak ada keluhan
Pernapasan :ada keluhan
Emosi :Terkontrol
Jantung :Tidak ada keluhan
Vaskuler :Tidak ada keluhan
DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Gizi BB : 55 Kg, TB : 155 cm
IMT = 22,8 (normoweight)
16
Ringan
Sedang Berat √
TANDA VITAL
Kesadaran Somnolent Deskripsi: Tidak dapat berkomunikasi
Nadi Frekuensi 105 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darahBerbaring:Lengan kanan : 120/60 mmHgLengan kiri : 120/60 mmHg
Duduk:Lengan kanan : 120/70 mmHgLengan kiri : 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 39,9°C Rektal : tdp
PernafasanFrekuensi: 22 x/menit, kesan normal
Deskripsi: Abdominal torakal
KULIT : pada dorsum pedis extra terdapat luka borok, namun selebihnya dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER : simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB(-)
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : dalam batas normal
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-), sclera ikterik (-),odema palpebra (-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm
THORAX
17
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III Sinistra
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm medial LMCS, ICR V
Jantung : HR : 120x/i, reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : Soepel
Perkusi : pekak beralih (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: edema (-), pucat (-)
Inferior : edema (-), pucat (-)
ALAT KELAMIN:
Dalam batas normal
18
Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiformis Simetris fusiformis
Palpasi SF Ki = Ka SF Ki = Ka
Perkusi Sonor pada kedua paru Sonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Vesikuler pada kedua lapangan
paru
SP: Vesikuler pada kedua lapangan
paru
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
dapat berkomunikasi baik
19
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan Temuan Positif)
Nama Pasien : NURHAIDA No. RM : 59.17.25
1. KELUHAN UTAMA :Penurunan Kesadaran
2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.) Perempuan 48 tahun dengan keluhan utama penurunan kesadaran hal ini dialami pasien kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS HAM. Penurunan kesadaran ini secara perlahan-lahan. Tidak ditemukan riwayat kejang dan riwayat trauma kepala. Status present dijumpai somnolent, TD 120/60 mmHg, nadi 105x/ menit, RR 22 x/menit, 39,9 ºC.
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya borok di kaki kanan dialami kurang lebih satu bulan yang lalu dan ditemukan darah (+) dan pus (+). Awalnya luka kecil, lama-kelamaan membesar. Riwayat DM iakui oleh keluarga pasien dan sudah dialami sejak 3 tahun lalu, gula darah sering diukur. Saat gula darah yang diukur normal, pasien menghentikan minum obat DM nya. Dijumpai sesak napas pada pasien ini. Riwayat batuk-batuk disangkal. Keluarga mengatakan pasien sudah mengalami demam sejak 1 minggu ini, awalnya demam tidak terlalu tinggi, tetapi lama kelamaan suhu tubuhnya meningkat lebih tinggi. Riwayat menderita hipertensi, adanya keringat dingin, pandangan kabur disangkal. BAK (+) volume 100cc/jam, BAB (+). Keadaan umum buruk dan keadaan gizi sedang.
Seorang wanita, 42 ta
20
RENCANA AWAL
No. RM 5 9 1 7 2 5
Nama Penderita : Nurhaida
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnose, penatalaksanaan dan edukasi)
No
MasalahRencanaDiagnosa
RencanaTerapi
RencanaMonitoring
RencanaEdukasi
1 Sepsis ec. Ulkus diabetikum grade 2 regio pedis dextra
- Darah lengkap
- Urinalisa
- Albumin
- KGD N/2 jam
- HBA 1C
- HST Ulang
- Feses Rutin
- PCT
- Kultur darah
- Lipid Profile
- Anemia Profile
- Konsul bedah vaskular
- Hematologi
- Endokrin
- PTI
- Kultur pus
- Funduskopi
- Foto pedis AP/lateral
- Perbaikan assesment
- Tirah Captopril 3 x 6,25 mg
- Furosemid 2 x 40 mg
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Methylprednisolon 5-5-5
- Balance cairan – 500 cc
- Klinis
- Laboratorium
Menerangkan dan menjelaskan keadaan, penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada pasien dan keluarga
21
Tanggal S O A PTerapi Diagnostik
21/02/14
Lemas Sens : Compos MentisTD : 110/60 mmHgPols : 88 x/iRR : 28 x/iT : 37,60C
PD: sama seperti sebelumnya
-Hipoglikemia-Sepsis ec. Ulkus diabetikum grade II o/t regio pedis dextra -DM Tipe 2-AKI Std Failure
- Tirah Baring- Diet ginjal
2500 kkal rendah garam + 60 gram protein
- Methylprednisolon 5-5-5 (H1)
- Captopril 3 x 6,25 mg
- Furosemid 2 x 40 mg
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Balance cairan – 500 cc
-KGD et random saat ini 213 mg/dl. Saat ini dengan D 10 % 20 gtt/mnt-Cek ulang 1 jam lagi, jika KGD et random < 50 j/u, bolus 40, 2 Flc + D 10 %, per 6 jam 50-100 j/u, bolus D40, 1 FLC + D 10% per 6 jam > 100 j/u, IVFD D 10 % per 6 jam-cek ulang KGD ad random 2 jam lagi, jika KGD:< 100 j/U maka berikan D 40 % 1 flc+ IVFD D 10% per 6 jam 100-200 j/u maka berikan IVFD D 10 % per 6 jam, > 200 j/u turunkan drip kecepatan D 10 %
22/2/2014
Luka borok
Sens: Compos mentisTD : 120/70 mmHg
-Sepsis ec ulkus
- Tirah Baring- O2 2-4 L/
- Protein urin 24
22
di kaki kanan
HR : 92 x/iRR : 40 x/iTemp : 38,2oC KGD 110 jam 6 pagiKGD 305 jam 8.45 pagi
Hasil Lab PK Tgl 22-02-2014Hematologi:Hb Tot: 10 g %, Leukosit 20,57 x 10 3/mm3, eritrosit 3,58x 10 6/mm3, hematokrit 27,20 % Urinalisis:Keton :+, Protein 1, nitrit (+), darah (+)Bil Dir: 0.26, ALP :60, AST : 18, ALT : 18, Protein Total 3.0, Albumin 1.1, Globulin :1.9Lemak: Kol Tot: 642,
Trigliserida 784, Kol HDL : 54, Kol LDL : 464
Ginjal : Ureum 57, Kreatinin 3.03 , As Urat 5.4
diabetikum grade 2 regio pedis dextra, ---AKI stadium failure- Anemia ec penyakit kronis dd perdarahan -DM tipe 2-Post hipoglikemia
menit- IVFD D 10
% 10 gtt/i 50 mg/macro
- Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam(H-3)
- Metronidazole drip 500 mg/8 jam (H-3)
- Ranitidin - Methylpred
nisolon 5-5-5 @ 4mg (H2)
- Captopril 3 x 6,25 mg
- Furosemid 2 x 40 mg
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Balance cairan – 500 cc
jam- Lipid
profile- Albumin- USG
ginjal- Urinalisa
per hari
Tanggal S O A PTerapi Diagnostik
23-25/02/14
Penurunan Kesadaran, NGT Keluar cairan hitam.
Sens: SoporTD : 130/90 mmHgHR : 104 x/iRR : 36 x/iTemp : 37,6oC
Hasil Lab PK Tgl 6 April 2012Kimia Klinik : Hati : Bil Tot: 0.96, Bil Dir:
0.26, ALP :60, AST : 18, ALT : 18, Protein Total 3.0, Albumin 1.1,
Gagal nafas type II, Penurunan kesadaran ec sepsis ec ulkus diabetikum grade III o/t right pedis, AKI std Failure, anemia ec. Penyakit
- Tirah Baring- NGT
terpasang, kateter terpasang
- Diet sondeNGT Keluar darah puasa 6-8 jam
-O2 6-8 l/I Rebreathing mask
- Konsul anestesi
- Perawatan ICU
- Pantau Urin outpur
- Cek HST , DL
23
Globulin :1.9Lemak: Kol Tot: 642,
Trigliserida 784, Kol HDL : 54, Kol LDL : 464
Ginjal : Ureum 57, Kreatinin 3.03 , As Urat 5.4
kronik, dermatitis alergi, hipoalbumin, hiponatremia
+ IVDF Nacl 0,9 %/ gtt makro-Injk transamin 500 mg/diam iv-inj ceftriaxone 2 gr/24 jam IV (H-4)- Injk. Metronidazole 500 mg/ 8 jam (H-4)-Drips ciprofloxacin 400 mg / 24 jam (H-2)- Injk. Ranitidine 50 mg/ 24 jam iv- Inj . novalgin bila T 39 oC
- PCT 3x 500 mg-GV 2x/ hari
24
Tanggal
S O A PTerapi Diagnostik
26/02/14
Luka borok di kaki kruris dekstra.
Sens: Compos mentisTD : 100/70 mmHgHR : 90 x/iRR : 30 x/iTemp : 37oC KGD pagi: 126Urin output: 2000cc/24 jam
Hasil Lab PK Tgl 25 Februari 2014Kimia Klinik : HB/L/T: 10,2/15,190/466.000Mcv= 75,3MCHC=37,1LED: 45MCH=27,9Retikulosit count: 3,82PT= 1,96INR=2,11APTT=1,125TT=1,31UR/CR/As. urat=196/3,13/11,37Na/K/CL:150/3,4/3,24; Albumin: 1,7
-Sepsis cc. ulkus diabetikum grade II o/t pedis dextra-AKI std. Failure-HipoalbuminHiponatremia-status hipokoagulasi-demam alergi-DM tipe 2
- Tirah Baring- O2 2-4
L/menit nasal canule-diet ginjal 1900 kkal dengan 36 gr proteinIVFD Nacl 0,9 % 20 gtt/mnit makroInjeksi ceftriaxone 2 gr/24 jam (H-7)Drips cifrofloxacin 400 mg/ 24 jam (H-5)Drips Metronidazole 300 mg/24 jam ( H-7)-Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam IV-Injeksi Novalgin- Injeksi humulin
- -cek ulang DL, HST, Albumin
25
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Masalah kaki yang diawali dengan adanya hiperglikemia pada ibu Nurhaida sebagai
penyandang DM selama 3 tahun menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pembuluh darah
sehingga terjadi ulkus pada dorsum pedis dextra, dan menimbulkan manifestasi klinis yang berat.
Berdasarkan temuan klinis yang ada didapati ulkus diabetikum pada cruris dorsum pedis dextra
os ini digolongkan dalam grade 2 menurut Wagner. Os yang pada awalnya datang dalam
keadaan hipoglikemia dan hasil temuan klinis menyatakan os dikategorikan dalam keadaan
sepsis dengan adanya focal infection, suhu > 39 o C, dan denyut nadi diatas 90 x/menit.
Setelah beberapa hari dilakukan terapi dan analisa serta diagnostik hasil laboratorium, maka
didapati os saat ini sudah berada dalam keadaan stabil dan dapat dilanjutkan terapi empiris lanjut
untuk memperbaiki kondisi klinis yang ada.
26
DAFTAR PUSTAKA
Ahlqvist, E., Ahluwalia, T.S., & Groop, L., 2011. Genetics of Type 2 Diabetes. Clinical Chemistry 57:2 : 241–254.
Aksu, H., Pala, K., & Aksu, H., 2006. Prevalence and associated risk factors of type 2 diabetes mellitus in Nilufer District, Bursa, Turkey. Int J Diabetes & Metabolism 14 : 98-102.
Alfiyah, S.W., 2010. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus pada Pasien Rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat DR. Kariadi Seamarang Tahun 2010. Availaible from : http://lib.unnes.ac.id/2721/ [Accessed 6 Juni 2011]
ADA, 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care vol. 35 : 64-71.
Biswas A., 2009. Prevention of Type 2 Diabetes - Life style modification with diet and physical activity Vs physical activity alone, Karolinka Institutet. Available From: http://ki.se/content/1/c6/04/90/19/AnimeshBiswas.pdf [ Accessed 2009]
Benett, P.H., Rewers, M.J., & Knowler, W.C., 2005. Epidemiology of Type 2 Diabetes Mellitus. In : Inzucchi, S.E. The Diabetes Mellitus Mannual A Primary Care Companion to. 6th ed. USA : McGraw-Hill Companies, Inc., 15-28.
Granner, D.K., 2006. Keragaman Sistem Endokrin. In : Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta : EGC, 455-477.
Manaf, A., 2009. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simardibrata M., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing, 1896-1899.
PERKENI, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011.
Powers, A.C., 2005. Diabetes Mellitus. In : Jameson J.L. Harrison Endocrinology. 1st ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc., 283-330 .
Pratiknya, A.W., 2011. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. 1st ed. Jakarta : Rajawali Pers.
Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simardibrata M., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing, 1880-1883.
27
Singh, A., Phratilba, E.M., Amrit, N., Prajanna, S., & Nihal, T., 2012. Awareness and Attitude Towards Diabetes in the Rural Population of Arunachal Pradesh, Northeast, India. IJEM Vol. 16 : 83-86.
Suyono, S., 2009. Diabetes Mellitus di Indonesia. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simardibrata M., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing, 1877-1879
28
top related