kti reza-1.doc
Post on 08-Jul-2016
248 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering di dapatkan dalam klinik, walaupun
istilah sakit ini tampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda – beda,
karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan
pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan
nyeri akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat
membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.
Ada banyak rasa nyeri yang kita alami salah satunya adalah nyeri abdomen. Perut
adalah organ yang berongga, jadi didalamnya terdapat bermacam-macam organ yang terletak
pada posisinya masing-masing, pada perut sebelah kanan dibagian atas terdapat organ hati,
kandung empedu, ginjal, usus kecil dan usus besar, sedangkan pada sebelah kanan di bagian
bawah terdapat usus besar dan appendix, saluran kencing, dan pada wanita terdapat saluran
indung telur.
Nyeri perut muncul mendadak kadang banyak penyebab yang berbeda. Kita harus
menentukan letaknya, radiasi, keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor pemicu dan
mengurangi gejala lain yang berhubungan. Nyeri perut dapat dikenali penyebabnya
berdasarkan lokasi dan karakteristik nyeri yang timbul.
Nyeri perut yang hebat dan mendadak kadang merupakan gejala yang sering membawa
pasien datang ke unit gawat darurat dan merupakan keluhan utama yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan kasus pembedahan pada gangguan perut. Dalam kondisi
tertentu dan jarang nyeri perut menyebabkan komplikasi yang serius bahkan hingga kematian
jika diagnosis dan terapi yang tepat terlambat diberikan.
1.2 Identifikasi Masalah
1.Apa definisi dari penyakit Peritonitis Akut?
1
2. Apa etiologi Peritonitis Akut?
3. Bagaimana anatomi dan dinding peritoneum?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Peritonitis Akut?
5. apa saja manifestasi klinis dari penyakit Peritonitis Akut?
6. Bagaimana diagnosa dari penyakit Peritonitis Akut?
7. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit Peritonitis Akut?
8. Bagaimana pencegahan dari penyakit Peritonitis Akut?
9. Bagaimana komplikasi dari penyakit Peritonitis Akut?
10. Bagaimana prognosa dari penyakit Peritonitis Akut?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan dari uraian yang ada pada latar belakang dan identifikasi masalah maka
batasan masalah adalah Peritonitis Akut
1.4 Tujuan
1. Dapat memahami tentang defenisi, penyebab, patofisiologi, gejala klinis diagnose,
pengobatan serta pencegahan dari penyakit Peritonitis Akut.
2. Dapat memahami dan melakukan anamnesa serta pemeriksaan fisik yang terkait
dengan penyakit Peritonitis Akut.
1.4 Manfaat
1. Untuk mengetahui bagaimana penanganan yang dilakukan terhadap
penderita Peritonitis Akut
2. Untuk menambah wawasan pembaca mengenai penyakit Peritonitis Akut.
1.5 Metode Penelitian
Karya tulis Ilmiah ini dibuat dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan
dengan mengacu kepada beberapa referensi.
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 DefinisiPeritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput
peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen4,5,6. Peritonitis seringkali
disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering
adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat
juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh
infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks
atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu
juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi
ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Padawanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
2.2 EtiologiPenyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke
dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,
intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat
disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus
yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana
vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).
3
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar.
2.3 Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian
belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke
dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial
(fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m.oblikus abdominis eksternus, m.oblikus
abdominis internus, dan m.tranversus abdominis; dan akhirnya lapis preperitoneal, dan
peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan
dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang
aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa
superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini
memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan
4
pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII
dan n.lumbalis
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap
yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran
yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang
meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan
ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di
tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian
peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus.
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat
pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat
pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di
sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,
menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama olentum majus. Bangunan
ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih
kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.
Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah
terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan 3 cara:
1. Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma
Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri kearah stomata. Oleh
karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran
dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindroma Fitz-Hugh-Curtis, yaitu
nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii (Evans,
2001).
Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intravaskuler dan intersisiel ke rongga
peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu, asam lambung, dan enzim pancreas
memperbesar pergeseran cairan ini (Heemken, 1997).
5
2. Penghancuran bakteri oleh sel imun
Bakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesothel, netrofil, makrofag, sel mast, dan
limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi (Iwagaki, 1997).
Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi zat vasoaktif yang
mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast
dan makrofag menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh
peritoneum sehingga menimbulkan eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor
pembekuan, dan fibrin (Marshall, 2003).
Sudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan respon mediator pro-
inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti-
inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya
keseimbangan fungsi antara respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu
dapat terjadi ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu: pro-inflamasi atau anti-inflamasi
atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. Dalam keadaan
ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga
terjadi kegagalan organ (Marshall, 2003).
3. Lokalisasi infeksi sebagai abses
Pada peningkatan permeabilitas venula terjadi eksudasi cairan kaya protein yang
mengandung fibrinogen. Sel rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah protrombin
menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menangkap bakteri dan
memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran
bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin
dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi (Evans,
2001).
2.4 Klasifikasi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan
dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang
terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi intaabdomen dapat dibagi menjadi lokal
(localized) atau umum (generalized), dengan atau tanpa pembentukan abses.
6
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi
ini. Bakteriianaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri
aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
· Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
· Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahankimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
· Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
C. Peritonitis tersier, misalnya:
-Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
-Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
7
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
getah lambung, getah pankreas, dan urine.
D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
2.5 Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang
kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-
organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebutmeninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
8
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus abdominalis
adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh
manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita
yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise
yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot
karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam
lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
9
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada
apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalamibendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga
udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan
akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan
kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula
tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untukberkembang biak baru
setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah
pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi
mengalami tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke
area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan
dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan
kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen yang
meninggikan diafragma.
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
10
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karenairitasi peritoneum.
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari
lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
paraplegia dan penderita geriatric. Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang
tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral). Kemudian lama kelamaan
menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit
tertentu, misalnya : perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat/ iskemia.
2.7 Diagnosis
2.7.1 Ananmnesis
Anamnesis (Markum, 1999; Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).
• Usia: Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5-14 tahun.
• Jenis kelamin: Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang
dibandingkan laki-laki (5:3).
• Riwayat sakit perut.
11
a. Lokalisasi.
Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya dirasakan di
daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah perut
kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis
lokalisasinya sukar ditentukan.
b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang berasal dari
spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris, biasanya berupa kolik yang
sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak dipengaruhi oleh adanya batuk
atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal dari iritasi peritoneum akan terasa
menetap di tempat iritasi dan menghebat bila penderita batuk atau ditekan perutnya.
c. Waktu timbul.
Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh apa saja.Misalkan dapat
dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan lainnya.
d. Lama sakit perut.
Lamanya anak mengalami sangat perut juga sangat berpengaruh kepada hasil
diagnosis nantinya.
e. Frekuensi.
Begitu pula dengan freukensi, kadar seringnya terjadi nyeri perut juga dapat
menentukan hasil diagnosa dan pentalaksanaan yang dapat diberikan dengan segera
kepada anak.
f. Gejala yang mengiringi.
- Pola defekasi
- Pola kencing
- Siklus Haid
g. Akibat sakit perut pada anak:
a) Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut?
b) Bagaimana nafsu makan anak?
h. Gejala / gangguan traktus respiratorius
Adanya gangguan pada respiratori, bisa menyebabkan terjadinya nyeri perut pada
anak.
i. Gangguan muskuloskeletal
12
Nyeri perut ini, juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan ataupun kelainan pada
muskuloskeletal.
j. Aspek psikososial:
a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan, penggunaan
toilet.
b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah, persaingan
sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu kaku.
c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi stress di masa
lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif, depresi kronik, sulit diatur
k. Trauma.
Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun pankreatitis
l. Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga.
Adakah di antara− keluarga yang menderita kista fibrosis, pankreatisis,ulkus
peptikum, kolon irritable. Adakah faktor stress dalam keluarga.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam
dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala
hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,
pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang,
dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
Inspeksi : Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya
distensi dari abdomen. Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak
menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari
perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi
abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik (Cole et al,1970).
13
Gambar 2
Auskultasi : Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.
Palpasi : Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak
dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri
dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan
adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans
yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi
berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Test laboratorium
1.Leukositosis
2.Hematokrit meningkat
14
3.Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan
PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
4.X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Gambar 4
2.8 PenatalaksanaanPrinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan
pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.7
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol infeksi
yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4)
mengontrol proses inflamasi.Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan
akut peritonitis.
Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:
15
1. Pre Operasi
Resusitasi cairan
Oksigenasi
NGT, DC
Antibiotika
Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
Kontrol sumber infeksi
Pencucian rongga peritoneum
Debridement radikal
Irigasi kontinyu
Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
Balance cairan
Perhitungan nutrisi
Monitor vital Sign
Pemeriksaan laboratorium
Antibiotika
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari peritonitis adalah sebagai berikut :
- Eviserasi Luka.
- Pembentukan abses.
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.
1. Septikemia dan syok septic.
2. Syok hipovolemik.
16
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4. Abses residual intraperitoneal.
5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
1.Adhesi.
2.Obstruksi intestinal rekuren.
2.10 Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis,
antara lain:
1. jenis infeksinya/penyakit primer
2. durasi/lama sakit sebelum infeksi
3. Keganasan
4. gagal organ sebelum terapi
5. gangguan imunologis
6. usia dan keadaan umum penderita
Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%.
Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang
berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor, fistula intestinal
mengakibatkan prognosis yang jelek.
BAB III
17
PENUTUP
Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Penyebab peritonitis sekunder paling sering
adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, serta perforasi
kolon. Tanda-tanda peritonitis yaitu demam tinggi dan mengigil, bisa menjadi hipotermia,
takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat, dinding perut akan
teras tegang karena iritasi peritoneum.
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol
operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik. Komplikasi postoperatif sering terjadi
dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan
kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien.
Saran
Setiap peritonitis harus ditangani secermat mungkin bila tidak ingin penyakit berjalan
terus. Source control harus dilaksanakan sebaik mungkin. Pemeriksaan kultur dan resistensi
harus diulang terutama pada mereka yang menunjukkan perjalanan penyakit yang panjang dan
berat. Awasi terjadinya perubahan organisme penyebab infeksi dan gunakan obat yang sesuai
resistensi dan tidak lagi menggantungkan pada antibiotik spektrum luas.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. M Qureshi, Abrar, ...[et al.], 2005. Predictive Power Of Mannheim Peritonitis Index.
Original Article.
2. Principles of Surgery/ editor, Seymour I. Schwartz . . . [et al.], —7th ed. McGraw-Hill, A
Division of The McGraw-Hill Companies. An Enigma Electronic Publication, 1999.
3. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta: EGC, 2004.
4. The Merck Manual (Seventeenth Edition), Copyright © 1999 by Merck & Co., Inc.
The Merck Manual of Geriatrics (Second Edition), Copyright © 1995 by Merck & Co., Inc.
5. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus
http://medlineplus.gov/
6. Anonim, 2003. Peritonitis. The Merck Manuals.
http://www.merck.com/
7. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit =
Pathophysiology.clinical concepts of disease processes/Sylvia Anderson Price, Lorraine
McCarty Wilson; alih bahasa, Peter Anugerah; editor, Caroline Wijaya. –Ed.4.- Jakarta: EGC,
1994.
8. Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Genuit, Thomas,...[et al], 2004. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine Instant
Access to The Minds of Medicine
http://www.emedicine.com/.
19
top related