kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · a analisis swot (strengths,...
Post on 12-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
Agustus 2017
(terbit setiap triwulan)
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat
semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017 tumbuh melambat meski tetap terjaga mencapai 6,63% (yoy), lebih tinggi dari
pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,01% (yoy). Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan II 2017
tersebut tumbuh dibawah kisaran proyeksi Bank Indonesia. Pendorong perlambatan dari sisi Lapangan Usaha adalah
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan
Komunikasi; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Di sisi perkembangan harga, laju
inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2017 tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 (3,42%, yoy), terutama
karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan jasa
keuangan; dan bahan makanan. Ekonomi Sulsel pada triwulan III 2017 dan keseluruhan tahun 2017 kami perkirakan
sedikit meningkat, masing-masing pada 7,3%-7,7% (yoy) dan 7,5%-7,9% (yoy). Kami mengharapkan ekonomi Sulsel akan
didukung dengan peningkatan harga komoditas andalan ekspor, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal,
perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan produksi bahan baku
industri pangan. Di sisi lain, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi
yang telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan terjaga sehingga pada triwulan II 2017 dan
keseluruhan 2017 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 4±1%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin
rendah, maka daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut
hemat kami, fokus pengendalian harga pada 2017 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara
menjaga ketersediaan pasokannya dan pengendalian harga/tarif yang dikelola oleh Pemerintah daerah.
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, 22 Agustus 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Bambang Kusmiarso Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi iv
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 6
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12
1.2. SISI PENGELUARAN 12
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 20
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 30
1. A Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) Pengembangan Agroindustri Kakao
di Sulawesi Selatan
1. B Pendekatan Konsumsi RT melalui Kunjungan kepada Pusat Perbelanjaan
2. KEUANGAN PEMERINTAH 37
2.1 STRUKTUR ANGGARAN 38
2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 38
2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 41
2.4 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 43
2.A Koordinasi Lintas Sektoral antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, dan Badan Pusat Statistik
3. INFLASI DAERAH 47
3.1. INFLASI UMUM 48
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 48
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 54
3.4. DISAGREGASI INFLASI 56
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 57
4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 61
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 62
4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 69
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 72
5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 73
5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALUTA ASING 76
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 78
6.1 TENAGA KERJA 79
6.2 PENDUDUK MISKIN 80
6.3 RASIO GINI 82
6.4 NILAI TUKAR PETANI 83
6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 84
6.A Tantangan Pengembangan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan
6.B Kondisi Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 90
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 91
7.2 PROSPEK INFLASI 93
7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 94
LAMPIRAN 96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya
Saing Tinggi
Gambaran Umum
Perekonomian Sulsel triwulan II
2017 tumbuh melambat
dibandingkan periode
sebelumnya. Pada triwulan III
2017, pertumbuhan ekonomi
diperkirakan tumbuh
meningkat.
Perekonomian Sulsel triwulan II 2017 tumbuh 6,63% (yoy), melambat dibandingkan
pertumbuhan triwulan I 2017 yang tercatat 7,52% (yoy). Secara lapangan usaha,
melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja usaha primer dan sekunder. Pada
usaha primer disebabkan oleh melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian,
perikanan dan kehutanan, sementara pada lapangan usaha sekunder yaitu usaha
Industri Pengolahan. Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh
menurunnya Kinerja konsumsi pemerintah dan net ekspor luar negeri yang tumbuh
terkontraksi. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan secara umum dalam kondisi
baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem pembayaran menunjukkan
penurunan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat. Pada triwulan
III 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan meningkat, dikarenakan konsumsi
pemerintah yang membaik serta berlanjutnya belanja infrastruktur dan pencairan gaji
ke-13. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan
dari usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian;
Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang meningkat
diperkirakan karena mulai kembali normalnya produksi pertanian khususnya tanaman
bahan makanan (tabama) pasca banjir yang terjadi di sentra produksi seperti Bone,
Soppeng, Wajo, dan Pinrang. Selain itu, pada usaha Pertambangan dan Penggalian
meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel sebesar 80.000 MT/tahun.
Tekanan inflasi pada triwulan II 2017 meningkat. Pada triwulan II 2017 inflasi Sulsel
tercatat 4,49% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang mencapai
3,42% (yoy). Meski terjadi peningkatan, namun inflasi Sulsel masih berada di bawah
rentang sasaran inflasi nasional 4%±1%. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan
meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor,
komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini dikarenakan
sebagai implikasi kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada
daya 900 VA pada bulan Maret dan Mei 2017, yang menaikkan tarif untuk sebagian
kelompok rumah tangga daya 900 VA.
Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berusaha
melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi terutama dalam kaitannya dengan
upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke
berbagai daerah di Sulsel. Pada triwulan III 2017 tekanan inflasi diperkirakan dalam
tren menurun. Aktivitas masyarakat yang kembali normal pasca berakhirnya Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi faktor penyebab terjaganya inflasi
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
kelompok volatile food dan core. Namun demikian, masih tingginya tarif angkutan
udara pada awal triwulan III 2017 menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai.
Pertumbuhan Ekonomi
Net Ekspor luar negeri dan
konsumsi pemerintah menjadi
salah satu faktor perlambatan
pertumbuhan ekonomi Sulsel di
triwulan II 2017. Sementara itu,
secara lapangan usaha,
perlambatan pertumbuhan
terjadi di usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan; dan
industri pengolahan sebagai
dua usaha utama di Sulsel.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2017 terutama disebabkan
oleh menurunnya kinerja net ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah. Pada
triwulan II 2017, net ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah masing-masing
tercatat tumbuh terkontraksi -88,55% (yoy) dan -0,36% (yoy) dari periode sebelumnya -
68,03% (yoy) dan 3,75% (yoy). Meski pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017
mengalami perlambatan, namun tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi Sulsel
yang terjaga didukung oleh menguatnya konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh
6,57% (yoy) di triwulan II 2017, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 5,54% (yoy).
Secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas;
serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Di sisi lain,
kinerja Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian; Konstruksi serta Perdagangan
Besar dan Eceran yang juga merupakan lapangan usaha unggulan Sulsel, tumbuh
menguat di triwulan II 2017
Pada triwulan III 2017 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh terakselerasi. Dari
sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2017 diperkirakan
masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi
PMTB. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan
usaha Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan
Penggalian; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi;
Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial. Faktor-faktor pendorong adalah mulai kembali normalnya produksi
pertanian khususnya tanaman bahan makanan (tabama) pasca banjir yang terjadi di
sentra produksi seperti Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang; serta rencana produksi
nikel sebesar 80.000 MT/tahun.
Inflasi
Tekanan harga dari seluruh
kelompok khususnya volatile
food dan administered price
meningkat. Namun pada
triwulan III tekanan
diperkirakan menurun sejalan
dengan berakhirnya HBKN
Tekanan inflasi dalam tren meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2017
tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 (3,42%, yoy), terutama karena
meningkatnya tekanan harga pada kelompok kelompok perumahan, air, listrik dan gas;
transpor, komunikasi dan jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini
dikarenakan implikasi dari kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi
listrik pada daya 900 VA pada bulan Mei 2017, yang menaikkan tarif untuk sebagian
kelompok rumah tangga daya 900 VA.
Tekanan inflasi hingga triwulan III 2017 diperkirakan menurun seiring dengan telah
berakhirnya HBKN. Pada triwulan III 2017, tekanan inflasidiperkirakan menurun,
khususnya pada kelompok volatile food. Aktivitas masyarakat yang kembali normal
pasca berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi
faktor penyebab terjaganya inflasi kelompok volatile food dan core. Namun
demikian, masih tingginya tarif angkutan udara pada awal triwulan III 2017 menjadi
salah satu faktor yang patut diwaspadai. Berbagai upaya Pengendalian inflasi akan
terus dilakukan agar dapat menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 4 ±1 %.
Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 3
dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Adapun
upaya pengendalian inflasi dalam rangka antisipasi tekanan inflasi ke depan antara
lain melalui implementasi rapat koordinasi TPID Sulsel-Maluku, TPID tingkat KTI
dan Nasional, dimana pada rakor TPID Sulsel-Maluku mendorong kerjasama antar
Provinsi melalui misi dagang dalam rangka Pengendalian inflasi.
Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja APBN APBD
Provinsi/Kab/Kota sampai
dengan triwulan II 2017 masih
berada dibawah Kinerja
triwulan II 2016.
Daya dorong APBN/ APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan
triwulan II 2017 masih perlu ditingkatkan. Realisasi belanja hingga triwulan II 2017
tercatat baru Rp715,68 miliar atau 7,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp9,15 triliun,
lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 13,8%. Sebagian
besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 69,5%)
dan belanja transfer (pangsa 30,4%), sementara yang direalisasikan untuk belanja
modal relatif masih sangat kecil.
Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di
Sulsel menurun. Sampai dengan triwulan II 2017 telah terealisasi sebesar
Rp6,65 triliun atau 37,6% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun.
Penurunan komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali
bantuan sosial.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Intermediasi perbankan tetap
terjaga untuk mendukung
upaya pemulihan ekonomi
Sulsel yang berkelanjutan..
Stabilitas keuangan daerah Sulsel terjaga baik untuk mendukung upaya pemulihan
ekonomi Sulsel yang berkelanjutan pada triwulan II 2017. Hal ini ditunjukkan dengan
stabilnya tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan) di
tengah pertumbuhan kredit yang melambat. Masih terus konsolidasinya korporasi
untuk menyehatkan struktur keuangannya menjadi dasar perlambatan pertumbuhan
kredit. Namun demikian, penyaluran kredit UMKM terus meningkat signifikan sebagai
bentuk kehadiran Bank Indonesia pada ekonomi kelas menengah ke bawah.
Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap memperhatikan
stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan korporasi menghadapi harga
komoditas yang kembali menurun di triwulan II dibandingkan triwulan I. Risiko harga
komoditas tersebut dapat terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi
korporasi maupun rumah tangga.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Kebutuhan uang kartal maupun
transaksi nontunai melalui
kliring pada triwulan II 2017
menurun, sesuai dengan
perlambatan ekonomi di
periode laporan.
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti pola tahunannya. Nilai
transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
penurunan. Penurunan tersebut terjadi sejalan dengan perlambatan ekonomi triwulan
II 2017. Selain itu, faktor musiman adanya Ramadhan dan Idul Fitri memengaruhi aliran
uang kartal yang mengalami penurunan net inflow, sehingga jumlah uang yang
diedarkan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa
terus mendorong clean money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui
perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja
hingga Februari 2017 terdapat
sedikit perbaikan yang
diharapkan dapat menurunkan
angka kemiskinan. Sejalan
dengan itu, kesenjangan di
Sulsel juga sedikit membaik.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2017 tercatat 4,77%, lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya 5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan
petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2017 masih cukup
baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan IV 2016.
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan
dengan provinsi lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan
kedua terendah (9,38%) setelah Sulawesi Utara (8,10%) (Tabel 6.4). Sedangkan
persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65%
terdapat di Provinsi Gorontalo.
Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik. Rasio
gini pada September 2016 menjadi 0,40 dibanding tahun sebelumnya (0,43). Upaya
pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terpantau membaik,
dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional.
Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Sulsel pada
triwulan IV 2017 diprakirakan
tetap kuat dengan inflasi yang
terjaga.
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV 2017 diperkirakan tetap kuat pada kisaran
7,5% - 7,9% (yoy). Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus
membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan. Dari sisi permintaan, perekonmian
Sulsel masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Investasi diperkirakan stabil,
dan ekspor impor yang meningkat seiring dengan membaiknya faktor cuaca sehingga
mendorong subusaha perkebunan dan perikanan. Sementara dari sisi lapangan usaha,
diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha pertanian diperkirakan akan tumbuh
signifikan seperti tahun sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang
kondusif.
Tekanan harga di triwulan IV 2017 diperkirakan masih dalam kisaran inflasi nasional
4,0%±1,0%. Pertimbangan tersebut didukung oleh minimnya potensi pemerintah
menaikkan harga gas elpiji sehingga inflasi kelompok administered price terjaga.
Rekomendasi Kebijakan
Melakukan identifikasi dan
mencari sumber-sumber dan
diversifikasi ekspor serta
memperkuat industri agribisnis
menjadi kunci pertumbuhan
perekonomian Sulsel 2017.
Selain itu,
juga perlu diiringi dengan
pengendalian harga terutama
untuk komoditas penyumbang
inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang
dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel: (a). Strategi diversifikasi ekspor
yang mengarah pada negara non mitra dagang utama, (b). Konsistensi reformasi
struktural melalui penguatan industri agribisnis, (c). Memperluas program peremajaan
tanaman dan pemenuhan bibit berkualitas, penguatan kelembagaan komoditas
spesifik, dan monitoring pemenuhan standar kualitas komoditas, (d). Mempersiapkan
sekolah vokasi dan teknis kejuruan yang sesuai dengan sektor yang menjadi potensi
daerah, (e). Penguatan kelembagaan petani dan peternak sehingga memiliki daya saing
yang tinggi, (f). Memantau secara berkala risiko terhadap pelaku korporasi dan rumah
tangga, yang didukung dengan hasil survei (SK, SKDU) dan liaison, (g). Meningkatkan
pembinaan UMKM dan penyediaan database/informasi UMKM di daerah yang telah
bankable, agar dapat ditindaklanjuti oleh perbankan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 5
Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel
dapat dilakukan melalui beberapa hal: (a). Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di
Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian komoditas
volatile food, (b). TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap
Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian
Inflasi Provinsi Sulsel, (c). Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin
ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di
kabupaten/kota, (d). Penggunaan bibit unggul yang tahan cuaca buruk, pengaturan
pola tanam serta manajemen persediaan.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
MAKRO
- Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 123.65 124.78 125.71 127.84 129.20
- Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 124.31 124.02 125.64 128.79 128.77
- Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 121.65 120.98 121.78 123.79 126.14
- Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 125.53 126.24 127.09 129.46 132.10
- Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96 120.72 123.74 121.68 123.06 128.17
- Sulawesi Barat 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 125.52 127.24 128.92
- Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42 4.49
- Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28 0.35 3.93 3.59
- Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 4.89 2.77 1.30 2.73 3.69
- Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 4.21 4.08 1.49 4.05 5.23
- Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75 4.37 3.28 3.07 2.40 6.17
- Sulawesi Barat 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 2.23 4.10 4.19
55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868 71,915
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 15,191 10,602 12,743 14,548 16,004 10,776 12,856 15,167 16,874 13,541 14,602 15,833
Pertambangan dan Penggalian 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,760 4,229 4,281 3,605 3,929 4,296 4,125 3,892 4,261
Industri Pengolahan 7,649 8,164 8,505 8,974 8,192 8,727 8,823 9,814 9,270 9,515 9,769 9,901 9,685 9,852
Pengadaan Listrik, Gas 51 57 59 66 54 54 56 65 60 64 66 67 65 66
Pengadaan Air 75 77 77 73 75 77 75 76 78 81 80 81 82 87
Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,888 8,161 8,330 8,142 8,593
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,939 9,572 10,313 9,537 9,592 10,553
Transportasi dan Pergudangan 2,061 2,087 2,166 2,245 2,129 2,239 2,394 2,380 2,418 2,440 2,614 2,386 2,449 2,590
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 817 808 829 849 884 887 903 924 942 944 1,002
Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 4,408 4,440 4,564
Jasa Keuangan 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,351 2,438 2,459 2,595 2,443 2,567
Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 2,485 2,511 2,549
Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 291 294 295 305
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,568 2,690 2,764 2,640 2,750 2,940 3,007 2,784 2,921 2,715 2,797 2,810 2,919
Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 3,714 3,664 3,818
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 1,401 1,346 1,398
Jasa lainnya 707 728 747 761 773 788 808 839 849 866 888 919 907 958
1. Konsumsi 35,247 37,827 38,883 42,135 37,145 39,722 41,032 44,881 39,034 42,105 42,787 45,978 41,136 44,413
2. Investasi 20,532 23,010 23,194 22,003 22,896 25,139 26,517 27,071 25,370 26,415 27,396 27,919 26,838 27,985
3. Ekspor 15,088 14,532 16,051 14,644 14,134 13,878 14,737 10,692 8,436 9,906 9,987 7,624 10,715 10,382
4. Impor 15,301 17,498 16,061 20,299 15,333 16,303 15,560 19,889 9,718 10,985 8,919 13,997 10,821 10,866
55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868 71,915
8.38 6.37 7.57 7.87 5.90 7.89 7.50 7.30 7.27 8.02 6.78 7.60 7.52 6.63
360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37 276.31 325.41 336.67 261.13 267.31
167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02 187.21 226.87 247.29 178.55 302.04
139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 122.68 210.55 150.13 270.62 200.95 210.17
221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.74 329.06 275.21 407.15 291.66 391.26
221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 106.69 65.76 175.28 66.04 60.18 57.15
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
Indeks Harga Konsumen
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) **
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
2017**INDIKATOR
2014 2016*2015
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 7
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 130,863 130,564 - -
58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025 82,396 81,891 85,232
Giro 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802 10,388 12,434 12,532
Tabungan 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800 44,994 41,400 43,973
Deposito 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 27,014 28,057 28,726 - - -
75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890 104,798 108,154
- Modal Kerja 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653 39,952 40,620 42,311
- Investasi 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204 20,221 19,830 19,946
- Konsumsi 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917 43,718 44,347 45,898
130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94% 123.78% 125.30% 126.09% 127.97% 126.89%- -
75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
- Pertanian 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998 3,280 3,279 3,514
- Pertambangan 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399 372 336 340 333
- Industri pengolahan 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104 7,582 7,494 7,555
- Listrik, Gas, dan Air 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277 267 248 255 222
- Konstruksi 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305 6,698 6,305 6,602
- Perdagangan 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555 32,970 33,787
- Pengangkutan 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730 2,627 2,420 2,508
- Jasa Dunia Usaha 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234 4,278 4,715 4,889
- Jasa Sosial Masyarakat 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518 2,640 2,819
- Lain-lain 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 43,767 44,378 45,926 - - -
24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 33,233 36,798 34,306 - - -
4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698 8,993 9,050 9,277 9,234 9,800
- Modal Kerja 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707 6,841 6,711 7,211
- Investasi 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 2,436 2,523 2,589
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - -
10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433 12,687 12,549 12,695 13,070 13,409
- Modal Kerja 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713 7,817 8,341 9,116
- Investasi 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 4,878 4,729 4,293
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - -
10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979 10,476 11,336 11,260 14,495 11,097
- Modal Kerja 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 8,568 8,013 7,965
- Investasi 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795 2,692 6,481 3,132
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - -
3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.05% 3.00% 2.29% 2.43% 2.45%- - -
4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43% 4.14% 4.07% 3.78% 3.70% 3.93%- - -
- BANK UMUM SYARIAH
5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703 6,708 - - -
2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,630 3,872 3,972 3,967 3,921
Giro 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390 429 366 357 326
Tabungan 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 2,020 2,008 2,037
Deposito 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557 1,587 1,601 1,558
4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851 5,911 5,994
- Modal Kerja 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 1,594 1,616 1,594
- Investasi 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1,034 970 1,096 1,081 1,094
- Konsumsi 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079 3,162 3,213 3,306
162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43% 158.23% 146.38% 147.30% 149.00% 152.85%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara***** Angka sangat sementara
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2017*****2016****20152014
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 130,863 130,564 - -
58,003 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640 81,971 81,536 84,852
Giro 7,984 9,714 9,681 7,975 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788 10,376 12,420 12,519
Tabungan 32,314 33,024 34,652 37,212 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544 44,678 41,157 43,702
Deposito 17,705 18,489 19,797 20,661 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309 26,917 27,959 28,632
80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723 111,780 115,158
- Modal Kerja 28,996 31,057 31,697 33,125 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590 40,842 41,856 43,281
- Investasi 17,088 17,232 18,030 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771 23,079 23,597 23,931
- Konsumsi 34,752 35,865 36,523 37,195 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040 45,802 46,327 47,945
139.37% 137.45% 134.49% 135.09% 137.16% 137.54% 133.13% 129.70% 131.13% 131.78% 132.78% 133.86% 137.09% 135.72%
80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723 111,780 115,158
- Pertanian 1,388 1,510 1,454 1,530 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 2,852 2,858 3,110
- Pertambangan 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431 402 390 397 381
- Industri pengolahan 4,063 4,592 5,153 5,501 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398 8,039 7,844 8,145
- Listrik, Gas, dan Air 1,554 1,031 1,886 2,022 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203 2,239 2,835 2,823
- Konstruksi 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 6,522 6,629 6,812
- Perdagangan 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399 33,784 34,449 35,080
- Pengangkutan 2,522 2,584 2,517 2,420 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414 2,314 2,152 2,224
- Jasa Dunia Usaha 4,613 4,374 4,043 3,976 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022 5,165 5,570 5,725
- Jasa Sosial Masyarakat 1,867 1,890 2,031 2,160 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412 2,567 2,690 2,882
- Lain-lain 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064 45,851 46,358 47,976
23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433 31,909 38,572 33,612
4,560 5,026 5,281 5,866 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788 8,999 8,978 9,563
- Modal Kerja 3,811 4,067 4,224 4,452 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671 6,805 6,717 7,227
- Investasi 750 959 1,056 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118 2,194 2,261 2,336
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -
9,489 9,821 10,172 10,394 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732 11,883 12,307 12,641
- Modal Kerja 5,789 6,106 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 7,744 8,238 9,006
- Investasi 3,700 3,715 3,841 3,775 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082 4,139 4,069 3,636
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -
9,790 11,304 10,829 10,599 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914 11,027 17,288 11,407
- Modal Kerja 6,831 8,106 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200 8,321 8,105 7,778
- Investasi 2,959 3,198 2,881 2,837 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 2,706 9,183 3,629
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - -
2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19% 2.54% 2.64% 2.67%
4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 4.15% 3.98% 3.56% 4.04%
BANK UMUM SYARIAH
5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703 6,708 - -
2,750 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462 3,569 3,794 3,865 3,870 3,829
Giro 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387 428 364 356 324
Tabungan 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864 1,967 1,979 2,011
Deposito 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 1,533 1,535 1,494 - -
5,631 5,585 5,446 5,405 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359 6,522 6,628 6,605
- Modal Kerja 1,522 1,656 1,673 1,624 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252 2,192 2,192 2,012
- Investasi 1,027 582 654 768 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145 1,313 1,300 1,352
- Konsumsi 3,082 3,347 3,119 3,014 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962 3,017 3,136 3,241
204.73% 200.67% 189.86% 181.46% 185.07% 199.56% 192.19% 165.59% 191.98% 189.94% 167.61% 168.77% 171.27% 172.51%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara***** Angka sangat sementara
INDIKATOR
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
LDR
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
2016****2015
BANK UMUM :
2014
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
2017*****
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%)
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%)
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 9
D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
I II III IV I II III IV I II III IV*** I II
KAS
Inflow (Rp Miliar) 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 4,295 4,612 3,343
Uang Kertas 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 4,294 4,612 3,332
Uang Logam 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.00 0.00 0.00 0.06 0.06 0.11 0.11
Outflow (Rp Miliar) 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 2,086 1,293 3,181
Uang Kertas 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 2,081 1,289 3,177
Uang Logam 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45 6.43 3.54 5.24 3.46 3.85
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 748 620 269 403 925 943 719 790 1,310 2,694 1,289 1,350 1,058 781
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217 - - - - - -
To / Incoming (Rp Miliar) 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378 - - - - - - -
From - To (Rp Miliar) 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478 - - - - - - -
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 15,754 14,879 11,360
Volume Kliring* (Lembar) 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867 360,788 327,989 336,182 328,450 278,619
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 6,579 6,540 5,926
Volume Kliring Kredit (Lembar) 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841 151,191 132,118 129,169 137,126 131,837
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167 112 104 104 94
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178 2,400 2,097 2,050 2,177 2,093
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 9,175 8,339 5,434
Volume Kliring Debet (Lembar) 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026 209,597 195,871 207,013 191,324 146,782
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144 140 150 137 89
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 3,394 3,136 2,406
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314 394 982 320 224
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 6,421 5,925 5,644
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5 6 16 5 4
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104 102 105 97 93
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245 274 853 235 162
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 5,013 4,673 3,942
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 14 4 3
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79 78 82 77 65
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
INDIKATOR2015***2014
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
2017***2016***
TABEL INDIKATOR EKONOMI
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
E. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: PDRB TD 2010 ; KTI adalah Kaimantan, Sulampua, Balinusra; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
Keterangan: Data Februari 2017; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Data September 2016; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
% yoy
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015* 2016** 2017**
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
6,63%
5,01%
% yoy
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
Net Ekspor Perubahan StokInvestasi (PMTB) Konsumsi PemerintahKonsumi LNPRT Konsumsi Rumah TanggaPDRB
% yoy
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
Lainnya Perdagangan KonstruksiIndustri Pengolahan Pertambangan PertanianPDRB
% yoy
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
*) Data Hingga Juli 2017
4,49%
4,37%
4,75%
100%
110%
120%
130%
140%
150%
160%
170%
180%
190%
200%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7200
7400
7600
7800
8000
8200
8400
8600
8800
9000
9200
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
0
200
400
600
800
1000
1200
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 11
1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi1
1Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan I 2017 (data realisasi BPS) dan Triwulan II 2017 (data proyeksi Bank Indonesia).
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2017 bila diukur berdasarkan PDRB
nilainya masing-masing mencapai Rp103.599 milyar (ADHB) atau Rp71.915
milyar (ADHK), tumbuh 6,63% (yoy) di triwulan II 2017, lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan I 2017 (7,52%; yoy).
Pada triwulan II 2017, perlambatan pertumbuhan terjadi akibat pertumbuhan
konsumsi pemerintah dan net ekspor luar negeri yang tercatat tumbuh
terkontraksi. Meski demikian, perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dapat
ditahan oleh kinerja domestik, dimana daya beli masyarakat tetap terjaga baik
di triwulan II 2017.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2017 terjadi pada
sebagian besar lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat
dikarenakan kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan;
Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib.
Dengan realisasi pada triwulan II 2017 tersebut, diperkirakan pada triwulan III
2017 pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan kisaran 7,3%-7,7% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) melambat di triwulan II 2017. Pada triwulan laporan, ekonomi Sulsel
tumbuh 6,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,52% (yoy) pada triwulan I 2017. Perlambatan
pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa lapangan usaha antara lain Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Dari sisi pengeluaran, menurunnya Net Ekspor Luar Negeri dan konsumsi
pemerintah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan pada triwulan II 2017.
Pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan III 2017 di perkirakan meningkat. Peningkatan tersebut terjadi di sejumlah
lapangan usaha, yaitu Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri
Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estate; serta
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang
meningkat diperkirakan karena mulai kembali normalnya produksi pertanian khususnya tanaman bahan makanan
(tabama) pasca banjir yang terjadi di sentra produksi seperti Bone, Soppeng, Wajo, dan Pinrang. Selain itu, pada usaha
Pertambangan dan Penggalian meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel sebesar 80.000 MT/tahun. Sementara
itu, dari sisi pengeluaran, konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat karena berlanjutnya belanja infrastruktur dan
pencairan gaji ke-13. Kinerja ekspor juga diperkirakan meningkat sebagai dampak dari jumlah hari kerja yang lebih
banyak.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara P : Prediksi Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017 yang melambat terutama disebabkan oleh net ekspor
luar negeri dan konsumsi pemerintah. Pada triwulan II 2017, net ekspor luar negeri tercatat tumbuh terkontraksi -
88,55% (yoy) dari periode sebelumnya -68,03% (yoy). Meski pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017 mengalami
perlambatan, namun tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang terjaga didukung oleh menguatnya konsumsi
rumah tangga yang tercatat tumbuh 6,57% (yoy) di triwulan II 2017, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 5,54% (yoy). Selain itu, pertumbuhan investasi (PMTB) yang tercatat tumbuh positif mencapai 8,25% (yoy) dapat
menopang pertumbuhan Sulsel di periode laporan.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017 diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut didorong
konsumsi pemerintah yang diperkirakan membaik seiring dengan berlanjutnya belanja infrastruktur dan pencairan gaji
ke-13, serta net ekspor luar negeri yang meningkat sebagai dampak dari jumlah hari kerja yang lebih banyak. Selain itu,
kinerja ekspor juga diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya harga komoditas utama Sulsel di awal triwulan III
2017, seperti kopi arabica serta membaiknya negara ekspor utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok dan USA yang terlihat
dari peningkatan PMI diawal triwulan. Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III 2017 diperkirakan berada pada
kisaran 7,3%-7,7% (yoy).
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18 5.02 4.94 5.01 5.01
10.34
8.50 8.648.11
6.02
7.01
9.25
8.06 8.38
6.39
7.73 7.70
5.90
7.897.50 7.30 7.27
8.02
6.78
7.60
7.526.63
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP IVP
2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
% yoy
yoy Nasional yoy Sulsel
7,5-7,97,3-7,7
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 13
Tabel 1.1. Pertumbuhan (%, yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka Sangat Sementara
Dilihat dari andilnya terhadap PDRB, komponen konsumsi
RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan II 2017. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50%
dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai di atas
35% pada triwulan II 2017. Kelompok pengeluaran lain yang
memiliki share cukup tinggi (di atas 5%) adalah konsumsi
pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang
memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor,
konsumsi LNPRT, dan perubahan inventori (1%).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif yang didorong seluruh komponen konsumsi. Total konsumsi
triwulan II 2017 tumbuh 5,48% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,38% (yoy). Konsumsi rumah tangga
tumbuh 6,47% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,54% (yoy), sementara konsumsi LNPRT tercatat
tumbuh 7,35% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 6,58% (yoy). Disisi lain, pertumbuhan pengeluaran
pemerintah menurun signifikan, dimana pada triwulan II 2017 tumbuh terkontraksi -0,36% (yoy) dari periode sebelumnya
3,75% (yoy).
Konsumsi rumah tangga tetap kuat pada triwulan II 2017 sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Bulan Ramadhan
dan Idul Fitri yang jatuh bersamaan di akhir periode laporan, inflasi yang terjaga selama Ramadhan dimana inflasi
merupakan yang terendah dibandingkan rata-rata Ramadhan 3 tahun terakhir dapat menjaga tetap kuatnya daya beli
rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang kuat tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) yang tumbuh positif 4,1% (yoy) atau 129,42 di triwulan II 2017.
Realisasi belanja pemerintah daerah yang tumbuh terkontraksi pada triwulan II 2017 menahan pertumbuhan
pengeluaran konsumsi untuk terakselerasi lebih tinggi. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel hingga triwulan II 2017
sebesar Rp2,96 triliun atau 32,3% dari target Rp9,15 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih rendah dari posisi
yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,3% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Penurunan tersebut
dikarenakan komponen belanja mengalami penurunan realisasi dari yang ditargetkan di tahun 2017 dibandingkan tahun
2016. Penurunan komponen belanja operasional dikarenakan belanja pegawai yang menurun akibat pemerintah
memisahkan realisasi gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) di bulan Juni dan Juli 2017, dimana pada tahun 2016
realisasi tersebut terjadi di triwulan II 2017. Sementara itu, belanja modal yang turun dikarenakan jumlah hari kerja yang
lebih singkat di triwulan laporan, sehingga memperlambat realisasi proyek yang sedang berjalan.
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 5.92 5.30 5.50 5.02 5.34 5.29 5.28 5.62 5.73 5.29 5.48 5.54 6.47
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 11.26 (2.49) (2.13) 2.90 6.28 1.13 4.66 4.48 3.98 0.16 3.26 6.58 7.35
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 1.88 7.83 3.17 8.69 10.92 8.09 3.42 8.37 (3.52) (7.43) (1.34) 3.75 (0.36)
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 8.82 5.13 6.02 10.06 10.73 8.08 9.33 9.84 6.63 2.96 7.02 7.36 8.25
5 Perubahan Inventori (26.91) (124.47) 193.14 76.37 201.48 132.85 (579.81) 64.13 (54.29) (49.80) 10.52 (28.52) (32.02) (63.22)
6 Ekspor 2.24 14.10 (6.32) (4.50) (8.18) (26.99) (11.40) (40.31) (28.62) (32.23) (28.70) (32.72) 27.01 4.80
7 Impor 0.31 1.80 0.21 (6.83) (3.12) (2.02) (3.00) (36.62) (32.62) (42.68) (29.62) (34.98) 11.35 (1.08)
PDRB 7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41 7.52 6.63
No Komponen 20132015 2016*
20142017**
Konsumsi RT, 54.0%
Konsumsi LNPRT,
1.2%
Konsumsi Pemerintah,
9.1%
PMTB, 37.3%
Perubahan Persediaan,
0.5%
Net Ekspor, -2.1%
Share PDRB Tw II 2017
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Penyaluran kredit Kepemilikan Rumah/Apartemen
meningkat. Pertumbuhan kredit Kepemilikan
Rumah/Apartemen (KPR/A) meningkat dari 5,4% (yoy) di
triwulan I 2017 menjadi 6,5% (yoy) atau mencapai
Rp13,80 triliun di triwulan laporan. Selain itu,
pertumbuhan kredit Kendaraan Bermotor (KKB) juga
membaik meski masih dalam fase terkontraksi dari
-6,6% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi -2,4% (yoy)
atau sebesar Rp4,08 triliun. Meski demikian, secara
keseluruhan kredit konsumsi tumbuh melambat menjadi
10,5% (yoy) atau Rp47,95 triliun dari periode sebelumnya
yang tumbuh 13,4% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh meningkat di triwulan II 2017. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari
kegiatan investasi tumbuh 8,25% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2017 (7,36%; yoy). Peningkatan
investasi terlihat dari meningkatnya nilai proyek yang dijalankan oleh pemerintah. Menurut data BCI, proyek pemerintah
yang dimulai pada triwulan II 2017 mencapai Rp1,76 triliun atau tumbuh 1.530,7% (yoy) dari triwulan II 2016. Proyek
pemerintah yang dibangun pada triwulan laporan seperti pembangunan jalan batas Kota Parepare hingga Kabupaten
Enrekang, Rumah Sakit, power plant di Kab. Selayar sebesar 439 KWP, dan jembatan Kab. Barru – Kota Parepare. Meski
investasi meningkat, namun tidak terlihat dari realisasi belanja modal APBN maupun APBD yang cenderung melambat di
triwulan II 2017 masing-masing 27,1% atau Rp1,22 triliun dan 5,9% atau Rp1,06 triliun dibandingkan dengan triwulan II
2016 yang mencapai masing-masing 28,5% dan 9,3%. Pembayaran proyek yang dilakukan di akhir tahun diperkirakan
menjadi salah satu penyebab realisasi belanja modal APBN maupun APBD masih minim.
129
105
(25)
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
*) Data hingga Juli 2017
% yoy
125.90127.91
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Penjualan Eceran
gIndeks - Skala Kanan
Indeks %, yoy
*) Data hingga Juli 2016
46.33
47.95
0
5
10
15
20
25
30
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
3.98
4.08
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
13.50
13.80
(10)
0
10
20
30
40
50
-
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 15
Di sisi lain, penyaluran kredit investasi dan kinerja impor barang modal menunjukkan tren penurunan di triwulan II
2017. Penyaluran kredit investasi di periode laporan tumbuh 2,2% (yoy) atau sebesar Rp23,93 triliun dari triwulan
sebelumnya sebesar 4,8% (yoy). Impor barang modal tumbuh terkontraksi -55,9% (yoy) atau mencapai USD25,81 juta di
periode laporan. Menurut informasi anekdotal perlambatan impor barang modal sebagai imbas dari pelemahan pada
industri di triwulan II 2017.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel menurun. Komponen perubahan inventori di
periode laporan tercatat -531,8% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 159,0% (yoy) di
triwulan I 2017, yang disebabkan oleh shutdown yang terjadi di triwulan I 2017 sehingga produksi yang turun dipenuhi
dari stock yang dimiliki oleh perusahaan.
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port (MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP
Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.
Selain itu, terdapat beberapa tahapan MNP dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun, yaitu:
Sumber: berbagai sumber, diolah
54.7
25.8
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
23.6023.93
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp TriliunKredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
1,755
-14.4 (500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Nilai Proyek Infrastruktur BaruPertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
Rp Milyar % yoy
137 129
(1,000)
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyUS$ Juta
Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
*) Angka Prakiraan
Tahap IA
•2015-2018
•Panjang Dermaga 320 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha
•Kapsitas 50.000 TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC
•2019-2025
•panjang dermaga IB 330 m
•Panjang Dermaga IC 350 m
•Kapasitas 1 juta TEUs
•Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II
•2026-2030
•Panjang Dermaga 1.000 m
•Luas 112 ha
•Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare mencapai 20 Km dan masih terkendala
pembebasan lahan dan pembiayaan. Menurut informasi anekdotal, pemerintah pusat telah menganggarkan proyek
Kereta Api Makassar – Parepare sebesar Rp500 miliar di tahun 2017, atau mencapai Rp5 triliun di tahun 2017-2019.
Sementara itu, pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 2016
meski masih tertahan hingga pertengahan tahun 2017, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity)
Rencana pembangunan 18 bulan
Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
Juli 2017: PLTU beroperasi (dari target November-Desember 2017)
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Semester II 2017
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Semester II 2017
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : Semester II 2017
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap.
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Target selesai: 2018
7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi: Rp175 Miliar
Underpass: 1.050 M
Progress terakhir : Pengeboran Underpass
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Road Segmen I
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek
multiyear yang bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 17
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara
Target : Desember 2015 – Desember 2019
APBN : ±200 Miliar
Progres terakhir: Pembangunan fisik 41,92% (data per April 2017)
Agts 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa
Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±397,24 Miliar
Progres terakhir: Pembangunan fisik <20% (data per April 2017)
2014: Groundbreaking
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo
Target : Juni 2015 – Desember 2019
APBN : ±701,47 Miliar
Progres terakhir : Pembangunan Fisik 53,8% (data per April 2017)
Estimasi Pembangunan: 2016
Estimasi selesai: Juli 2018
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa
Target : Desember 2015 – Desember 2017
APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembangunan fisik proyek dan pembebasan lahan (data per Maret 2017)
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan yang terdeselerasi. Nilai ekspor dengan tujuan luar negeri
(LN) tumbuh kontraksi -13,70% (yoy), menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang tercatat tumbuh 14,08% (yoy).
Ekspor dengan tujuan Dalam Negeri (DN) juga tumbuh melambat menjadi 13,55% (yoy) di periode laporan, setelah
sebelumnya tumbuh 32,80% (yoy). Menurunnya ekspor LN ditengarai disebabkan oleh pembukaan ekspor mineral
mentah oleh pemerintah sehingga membanjiri pasokan nikel di pasar internasional. Selain itu, penurunan ekspor luar
negeri seiring dengan melambatnya Negara mitra dagang terutama Jepang. Dampaknya adalah penurunan harga nikel
yang membuat ekspor nikel mengalami penurunan. Selain penurunan harga nikel, ekspor perikanan dan udang
mengalami penurunan disebabkan faktor cuaca yang tidak kondusif sehingga mengakibatkan nelayan sulit melaut. Selain
faktor cuaca, beberapa informasi anekdotal menyatakan bahwa kebijakan pelarangan cantrang membuat nelayan tidak
bisa melaut. Sementara itu, ekspor DN yang melambat sejalan dengan turunnya volume bongkar barang dalam negeri
yang tercatat di pelabuhan Makassar pada periode laporan mencapai 958 ribu ton lebih rendah dibandingkan volume
bongkar triwulan sebelumnya yang tercatat 1,37 juta ton.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Menurunnya kinerja ekspor (LN) tidak terlepas dari menurunnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa
ekspor Nikel menyumbang 55,3% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan II 2017. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami
pertumbuhan 7,4% (yoy) melambat dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 32,4%
(yoy). Penurunan nilai ekspor ini tidak terlepas dari menurunnya pertumbuhan harga komoditas nikel di pasar
internasional. Sepanjang triwulan II 2017, harga nikel mencapai USD9.232/mt atau tumbuh 4,7% (yoy), dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 20,78% (yoy).
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
%; yoyRibu Ton
Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala KanangNilai Ekspor - Skala Kanan
1,051941
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan nilai ekspor
komoditas rumput laut, olahan kakao, dan udang terkontraksi masing-masing -39,9% (yoy), -14,5% (yoy) dan -8,8% (yoy)
dari triwulan sebelumnya yang tumbuh -25,0% (yoy), 17,7% (yoy) dan 33,7% (yoy). Menurunnya permintaan dari Negara
mitra dagang menjadi salah satu penahan Kinerja ekspor komoditas ini. Selain itu, jumlah hari kerja yang berkurang
karena terdapat libur panjang juga menjadi salah satu faktor menurunnya Kinerja ekspor. Sementara itu, pertumbuhan
nilai ekspor biji kakao mengalami peningkatan meski masih dalam fase kontraksi.
Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum pulih sepenuhnya. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Jepang, Tiongkok dan Amerika Serikat mengalami penurunan di triwulan II 2017. Untuk arah pada
awal triwulan III 2017, kinerja lapangan usaha manufaktur Jepang, Tiongkok dan Eropa menunjukkan peningkatan, meski
Amerika serikat dan Korea Selatan mengalami penurunan. PMI Negara mitra dagang Sulsel masih berada diatas 50,
kecuali Korea Selatan berada dibawah 50, yang mengindikasikan bahwa industri manufaktur Negara tersebut masih
berada dalam fase ekspansi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Trading Economics, Markit Survey
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan yang terkontraksi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Impor di triwulan II 2017 tercatat tumbuh -1,08% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 11,35% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari perlambatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh
komponen impor non migas. Nilai impor LN tercatat 13,1% (yoy), melambat dari Kinerja periode sebelumnya yang
tercatat 72,8% (yoy). Impor Dalam Negeri yang melambat tercermin dari kegiatan bongkar barang dalam negeri di
pelabuhan Makassar yang tumbuh terkontraksi -34,9% (yoy) atau mencapai 958 ribu ton, lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan di triwulan I 2017 yang tumbuh 8,62% (yoy).
(80)(60)(40)(20)020406080100120
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyJuta USD
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan
9,232
9,491
(50)
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy$/mtNikel
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2017
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
Rumput Laut Udang Biji Kakao Olahan Kakao - skala kanan
YOY YOY
46
48
50
52
54
56
58
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
*) Data hingga Juli 2017
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 19
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan mesin-mesin/pesawat mekanik menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan II 2017. Pangsa nilai
ekspor komoditas nikel matte mencapai 55,34% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ikan
dan udang, biji coklat dan coklat olahan dengan pangsa masing-masing 12,0% dan 8,3%. Untuk impor luar negeri, pangsa
nilai impor mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 20,4% dari total impor Sulsel di triwulan II 2017. Disusul kemudian
gula dan kembang gula (14,6%) dan kapal terbang dan bagiannya (13,9%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan II 2017, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 60,0% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (11,1%), dan Malaysia (7,1%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 35,4% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Singapura (14,8%) dan Rusia (14,2%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyJuta Ton
Total Volume Impor
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
1,378
1,383
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
Nilai Ekspor
Triwulan II 2017
(USD)
1 Nikel 147,942,247 55.34%
2 Ikan dan Udang 32,004,707 11.97%
3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 22,254,577 8.33%
4 Biji-bijian berminyak dan Obat 13,059,560 4.89%
5 Buah-Buahan 12,427,976 4.65%
6 Kayu, Barang dari Kayu 11,661,356 4.36%
7 Garam, belerang, kapur 8,840,420 3.31%
8 Daging dan Ikan Olahan 5,741,187 2.15%
9 Sisa Industri Makanan 3,658,388 1.37%
10 Kopi,teh, rempah-rempah 2,129,067 0.80%
11 Lainnya 7,593,412 2.84%
267,312,898 100.00%
No Komoditas (HS) Pangsa
TOTAL EKSPOR
Nilai Impor
Triwulan II 2017
(USD)
1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 42,909,047 20.42%
2 Gula dan Kembang Gula 30,703,287 14.61%
3 Kapal Terbang dan Bagiannya 29,161,008 13.88%
4 Gandum 26,969,956 12.83%
5 Sisa Industri Makanan 21,647,417 10.30%
6 Mesin dan Peralatan Listrik 16,428,551 7.82%
7 Pupuk 9,916,896 4.72%
8 Produk Keramik 3,908,965 1.86%
9 Biji Coklat dan Coklat Olahan 3,897,115 1.85%
10 Besi dan Baja 3,088,789 1.47%
11 Lainnya 21,534,841 10.25%
210,165,870 100.00%TOTAL IMPOR
No Komoditas (HS) Pangsa
Total Ekspor
FOB (USD)
1 Jepang 160,307,467 59.97%
2 Amerika Serikat 29,577,271 11.06%
3 Malaysia 18,988,488 7.10%
4 Tiongkok 16,668,323 6.24%
5 Vietnam 5,566,896 2.08%
6 Australia 3,688,291 1.38%
7 Taiwan 2,707,496 1.01%
8 Jerman 2,488,096 0.93%
9 Belanda 2,455,096 0.92%
10 Filipina 2,147,862 0.80%
11 Lainnya 22,717,611 8.50%
267,312,898 100.00%
PangsaNo Negara Tujuan
TOTAL EKSPOR
Total Impor
CIF (USD)
1 Tiongkok 74,324,880 35.36%
2 Singapura 31,066,964 14.78%
3 Rusia 29,776,397 14.17%
4 Argentina 17,931,542 8.53%
5 Australia 16,266,935 7.74%
6 Kanada 12,425,774 5.91%
7 Amerika Serikat 5,873,428 2.79%
8 India 3,586,096 1.71%
9 Jepang 2,953,733 1.41%
10 Thailand 2,822,741 1.34%
11 Lainnya 13,137,381 6.25%
210,165,870 100.00%TOTAL IMPOR
No Negara Asal Pangsa
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan II 2017 mencapai Rp2,2
triliun, lebih tinggi dari defisit pada periode sebelumnya yang tercatat Rp689 miliar. Defisit yang semakin meningkat pada
neraca perdagangan tersebut terutama karena menurunnya kinerja ekspor luar negeri. Kinerja ekspor yang tidak optimal
berada pada komponen pertambangan dan industri pengolahan masing-masing tumbuh dari 28,0% (yoy) dan 21,6% (yoy)
di triwulan I 2017 menjadi masing-masing 4,1% (yoy) dan 4,5% (yoy) di triwulan II 2017.
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.21. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat di triwulan II 2017 terutama disebabkan oleh melambatnya lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan; serta Industri Pengolahan. Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan, serta Industri Pengolahan sebagai usaha utama di Sulsel melambat masing-masing dari 13,58%
(yoy) dan 4,48% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi masing-masing 4,39% (yoy) dan 3,54% (yoy) di triwulan II 2017. Usaha
lain yang mengalami perlambatan adalah Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas (3,50%; yoy); Informasi dan
Komunikasi (9,44%; Yoy); Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-0,06%; yoy).
Di sisi lain, kinerja Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian; Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran
merupakan lapangan usaha unggulan Sulsel yang tumbuh menguat di triwulan II 2017. Peningkatan pertumbuhan di
tiga lapangan usaha unggulan tersebut dapat menopang perekonomian Sulsel untuk tetap tumbuh kuat. Lapangan Usaha
Pertambangan dan Penggalian, Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran tumbuh meningkat dari masing-masing
7,96% (yoy), 6,99% (yoy) dan 7,31% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 8,45% (yoy), 8,93% (yoy) dan 10,25% (yoy) di triwulan
II 2017. Lapangan usaha lain yang tumbuh meningkat yaitu Lapangan Usaha Pengadaan Air, pengelolaan sampah, limbah
dan daur ulang dari 5,58% (yoy) menjadi 7,30% (yoy); Transportasi dan Pergudangan dari 1,26% (yoy) menjadi 6,15%
(yoy); Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum dari 6,35% (yoy) menjadi 11,04% (yoy); Jasa Keuangan dan Asuransi dari
3,88% (yoy) menjadi 5,29% (yoy); Jasa Perusahaan dari 6,81% (yoy) menjadi 8,73% (yoy); Jasa Pendidikan dari 7,13% (yoy)
menjadi 9,46% (yoy); dan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dari 7,42% (yoy) menjadi 9,54% (yoy).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2017 diperkirakan dalam tren meningkat. Peningkatan tren tersebut
di sebabkan oleh meningkatnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian;
dan Industri Pengolahan. Meningkatnya Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan diperkirakan karena mulai
kembali normal pasca banjir melanda kawasan tanaman bahan makanan (tabama) di daerah utama penghasil komoditas
(Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo). Sementara itu, Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian diperkirakan meningkat
sejalan dengan rencana produksi nikel tahun 2017 sebesar 80 ribu MT (produksi hingga triwulan II 2017 mencapai 37,3
ribu MT). Lapangan Usaha Industri Pengolahan diperkirakan tumbuh lebih tinggi pasca melambat pada triwulan II 2017
untuk mengisi inventori dan memenuhi permintaan domestik dan Luar Negeri.
(16,000)
(14,000)
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
2,000
(25,000)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
(100)
0
100
200
300
400
500
600
700
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
US$ JutaUS$ Juta
Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 21
Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Dilihat dari andil terhadap PDRB, lapangan usaha Pertanian
masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan II 2017.
Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB di periode
pelaporan mencapai 23,6%. Usaha lainnya yang menjadi
tumpuan perekonomian Sulsel adalah usaha Industri
Pengolahan, Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing
memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara
untuk lapangan usaha pertambangan memiliki pangsa di kisaran
5%. Lapangan usaha lainnya merupakan gabungan usaha non
utama.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.22. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.
Banjir yang terjadi pada triwulan laporan menyebabkan Kinerja Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
melambat. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh melambat mencapai 4,39% (yoy) dari periode
sebelumnya tumbuh 13,58% (yoy). Perlambatan tersebut dikarenakan (1) terdapatnya bencana banjir di sentra pertanian
tanaman bahan makanan dengan ancaman gagal panen di masing-masing di wilayah Kab. Bone (1.000 ha), Soppeng
(3.975 ha), Wajo (1.000 ha) dan Pinrang (5.000 ha); dan (2) Harga komoditas perkebunan seperti kopi jenis Arabica dan
kakao menurun. Kopi Arabica dan kakao secara berturut-turut menurun dari USD 3,64/kg dan USD 2,10/kg pada triwulan I
2017 menjadi masing-masing USD3,30/kg dan USD1,98/kg di triwulan II 2017 atau tumbuh terkontraksi -5,39% (yoy) dan -
36,08% (yoy).
Selain itu, melambatnya pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan juga bersumber dari
melambatnya kinerja di sub usaha kehutanan (perkebunan). Volume ekspor komoditas kakao dan produk olahannya
sebagai salah satu indikator sub usaha perkebunan tumbuh terkontraksi dari 3,1% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi -2,7%
(yoy) di triwulan II 2017 atau 8,93 juta ton. Secara nilai, total ekspor kakao dan produk olahannya juga tercatat tumbuh
terkontraksi -33, 1% (yoy) atau USD22,25 juta dari periode sebelumnya yang tumbuh 0,7% (yoy).
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 10.02 3.66 11.78 5.35 1.64 5.81 0.88 4.26 5.44 25.65 8.08 13.58 4.39
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 11.11 2.40 7.51 11.49 7.80 7.42 2.04 4.50 1.58 (3.63) 0.97 7.96 8.45
C Industri Pengolahan 9.22 9.00 7.09 6.89 3.73 9.36 6.80 13.16 9.03 10.72 0.89 8.15 4.48 3.54
D Pengadaan Listrik, Gas 8.04 16.98 5.75 (5.16) (5.08) (0.33) (1.38) 10.11 17.35 17.33 2.82 11.52 8.63 3.50
E Pengadaan Air 5.50 2.13 0.58 (0.26) (2.54) 3.74 0.34 3.46 4.72 6.93 6.65 5.44 5.58 7.30
F Konstruksi 10.57 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 9.74 6.13 2.48 6.75 6.99 8.93
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 8.86 11.00 9.65 9.93 9.87 7.31 10.25
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.36 1.24 3.34 7.28 10.50 6.04 6.82 13.57 8.99 9.21 0.24 7.84 1.26 6.15
H Transportasi dan Pergudangan 6.76 7.82 5.60 3.99 5.45 8.13 5.81 9.79 8.93 8.72 6.60 8.47 6.35 11.04
J Informasi dan Komunikasi 14.07 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05 7.92 8.35 8.13 9.48 9.44
K Jasa Keuangan 8.88 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.65 17.38 12.10 15.44 13.63 3.88 5.29
L Real Estate 8.98 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93 5.40 6.16 6.37 4.15 4.35
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73 8.07 7.81 7.88 6.81 8.73
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 2.32 5.19 7.08 9.29 8.78 7.64 5.48 6.23 (7.66) (6.99) (1.06) 0.91 (0.06)
P Jasa Pendidikan 7.72 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19 8.00 2.99 6.86 7.13 9.46
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38 7.53 8.43 8.45 7.42 9.54
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 9.97 9.98 9.58 9.81 6.84 10.65
7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41 7.52 6.63PRDB
2016*2014
2015 2017**Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2013
Pertanian, 23.6%
Industri Pengolahan,
13.4%
Konstruksi, 12.7%
Perdagangan , 13.9%
Pertambangan, 5.4%
Lainnya, 31.0%
Share PDRB Tw II
2017
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.23. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao
Di sisi lain, kinerja sub usaha perikanan juga menjadi salah satu faktor melambatnya pertumbuhan yang lebih dalam.
Salah satu indikator yang menunjukkan penurunan kinerja di subusaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas
perikanan, baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor terkontraksi -8,4% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih
rendah dari periode sebelumnya (11,0% yoy), sementara secara nominal nilai ekspor juga melambat, dengan
pertumbuhan triwulan II 2017 mencapai -11,0% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 3,7% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.25. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.26. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel juga tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha
pertanian. Di triwulan II 2017, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 18,89% (yoy) atau mencapai Rp3,11
triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 20,66% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.27. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Juta
To
n
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
YOY
1.98
1.99
(40.00)
(30.00)
(20.00)
(10.00)
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy$/kgKakao gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2017
-120%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
JutaTon YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
2.863.11
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Pertanian gKredit Pertanian - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 23
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,45% (yoy),
lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 7,96% (yoy). Produksi nikel matte yang meningkat diperkirakan
mendorong usaha pertambangan di triwulan laporan. Total produksi Nikel Matte mencapai 20.107 metrik ton atau
tumbuh 3,85% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode sebelumnya sebesar 1,95% (yoy). Produksi nikel yang
meningkat disebabkan oleh pasca pemeliharaan tanur di triwulan sebelumnya serta perusahaan nikel mengejar produksi
akhir tahun sebesar 80.000 ton MT. Meski demikian, pertumbuhan yang meningkat pada usaha ini tidak terlihat dari
penjualan nikel matte yang melambat. Perlambatan yang terjadi pada penjualan nikel dikarenakan jumlah hari kerja yang
singkat karena terdapat libur panjang saat Idul Fitri.
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel
Grafik 1.28. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.29. Penjualan Nikel dalam Matte
Pertumbuhan usaha pertambangan dan penggalian tidak sejalan dengan penyaluran kredit di usaha ini. Di triwulan II
2017, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang terkontraksi lebih dalam menjadi -
11,70% (yoy) atau 380,68 miliar, dari triwulan sebelumnya -2,55% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa pembiayaan
sektor pertambangan dan penggalian tidak menggunakan fasilitas perbankan sebagai sumber pendanaannya.
Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah Grafik 1.30. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.31. Kredit Lapangan usaha Pertambangan
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh melambat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan II 2017
tumbuh 3,54% (yoy), melambat dari triwulan I 2017 yang mencapai 4,48% (yoy). Kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK)
dan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang turun di triwulan II 2017 ditengarai menjadi salah satu alasan perlambatan di
usaha industri pengolahan. Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) masing-masing turun di
triwulan II 2017 menjadi -11,23% (yoy) dan 5,37% (yoy) dibanding periode sebelumnya tumbuh 12,3% (yoy) dan 6,2%
(yoy).
(30)(20)(10)010203040506070
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rib
u
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017R
ibu
Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
4.7
17.9
35.325.8
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Nikel Timah Seng Timah Hitam
(%; YOY)
*) Data hingga Juli 2017
0.40
0.38
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Pertambangan gKredit Pertambangan - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri Grafik 1.33. Nilai Ekspor Hasil Industri
Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang
menurun, kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan
usaha ini juga menurun. Kredit yang disalurkan ke
industri pengolahan tercatat tumbuh negatif -6,10% (yoy)
atau Rp8,15 triliun menurun dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh -1,75% (yoy). Kinerja usaha industri
pengolahan tertahan oleh kinerja perusahaan semen
yang menurun akibat over supply semen. Menurut
informasi anekdotal, 30% penjualan semen dipergunakan
untuk pembangunan proyek pemerintah, sementara
sisanya yaitu 70% merupakan penjualan ritel.
Sumber: LBU Grafik 1.34. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri juga mengalami perlambatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan II 2017 melambat
dari 21,6% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 4,5% (yoy) atau sebesar USD212,35 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas terdeselerasi. Lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan
3,50% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 8,63%
(yoy). Hal ini seiring dengan adanya penyesuaian subsidi listrik di bulan Maret dan Mei yang memengaruhi penggunaan
listrik golongan 900 VA khususnya bagi masyarkat. Perlambatan lapangan usaha ini tidak sejalan dengan kredit yang
disalurkan kepada lapangan usaha listrik, gas dan air sebesar Rp2,82 triliun atau tumbuh 31,35% (yoy), lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang tumbuh 23,82% (yoy).
Sumber: LBU
Grafik 1.35. Kredit Lapangan usaha Listrik, Gas, dan Air
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy
IMK IBS
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
050
100150200250300350400450500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyJuta USD
Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan
7.848.15
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan - Skala Kanan
2.842.82
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 25
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang
Lapangan Usaha Pengadaan Air tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 7,30% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,58% (yoy). Peningkatan ini tercermin dari
pertumbuhan kredit pada listrik, gas dan air sebesar Rp2,82 triliun atau tumbuh 31,35% (yoy), lebih tinggi dari periode
sebelumnya yang tumbuh 23,82% (yoy).
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan II 2017, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan realisasi beberapa infrastruktur di Sulsel. Pada triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 8,93% (yoy) lebih
tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 6,99% (yoy). Peningkatan usaha konstruksi dikarenakan
terdapat beberapa proyek pemerintah yang dimulai pada triwulan laporan. Sesuai dengan BCI Asia, nilai proyek pada
triwulan II 2017 mencapai Rp1,76 triliun atau tumbuh 1.530,7% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp326,97
miliar.
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.36. Penjualan Eceran Semen
Peningkatan Lapangan Usaha Konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan
Eceran (IPE) semen tumbuh meningkat dari 18,49% (yoy) menjadi 23,56% (yoy) di triwulan laporan. Diperkirakan
penjualan semen yang meningkat akibat terdapat proyek pembangunan jalan batas Kota Parepare hingga Kabupaten
Enrekang, Rumah Sakit, power plant di Kab. Selayar sebesar 439 KWP, dan jembatan Kab. Barru – Kota Parepare.
Penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat di angka 7,06% (yoy), dari triwulan I 2017 yang
tercatat 5,86% (yoy).
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.37. Pengadaan Semen Grafik 1.38. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran tercatat tumbuh meningkat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 10,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 7,31% (yoy).
Pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk
penjualan produk di kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan komunikasi di toko; serta barang
budaya dan rekreasi yang masih tumbuh tinggi. Meningkatnya aktivitas masyarakat saat Hari Besar Keagamaan Nasional
23.56
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% YOY Semen
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)
gRealisasi - Skala Kanan
6.63
6.81
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
(HBKN) dan libur sekolah pada triwulan laporan disinyalir mendorong kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya dan
rekreasi. Selain itu, pencairan THR baik pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan swasta mendorong penjualan peralatan
komunikasi. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit ke lapangan usaha ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke
lapangan usaha perdagangan tercatat mencapai Rp35,08 triliun atau tumbuh 2,79% (yoy), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan di triwulan I 2017 yang tumbuh 6,06% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.39. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.40. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan Usaha Transportasi Dan Penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat
tumbuh 6,15% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 1,26% (yoy). Hal ini sejalan dengan penyaluran kredit ke
lapangan usaha pengangkutan yang tercatat -8,58% (yoy) atau Rp2,22 triliun di triwulan laporan, membaik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi lebih dalam -13,94% (yoy).
Aktivitas pergudangan mengalami perlambatan. Volume bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, volume bongkar muat mencapai 2,07 juta ton, atau tumbuh
-14,15% (yoy), jauh menurun dari periode sebelumnya yang tumbuh 0,23% (yoy).
DI sisi lain, pertumbuhan penumpang mengalami perbaikan meski masih dalam fase kontraksi. Pada triwulan II 2017,
pertumbuhan penumpang laut sebesar -2,96% (yoy) atau 154,83 ribu orang, membaik dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh -10,28% (yoy). Meningkatnya jumlah penumpang transportasi laut dikarenakan HBKN yang terjadi pada periode
akhir triwulan, sehingga turut mendorong penggunaan transportasi.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I
Grafik 1.41. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.42. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
34.4535.08
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Perdagangan gKredit Perdagangan - Skala Kanan
-18.77
0.13
12.09
(40)
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
2.15
2.22
(20)(10)0102030405060708090
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan - Skala Kanan
955957
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rib
u
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Skala Kanan% yoy
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 27
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.43. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.44. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh lebih tinggi. Di triwulan laporan lapangan usaha ini
tumbuh 11,04% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,35% (yoy). Pertumbuhan yang
meningkat di usaha ini terkonfirmasi dari hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hasil
Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman menunjukkan pertumbuhan yang
meningkat menjadi 4,45% (yoy) atau sebesar 118,23 di periode laporan dari sebelumnya yang tumbuh 3,29% (yoy). Jika
dirinci pada subkelompok SPE, subkelompok bahan makanan memiliki pertumbuhan 4,74% (yoy) menjadi 199,69 dari
periode sebelumnya tumbuh 1,92% (yoy). Selain itu, subusaha akomodasi yang meningkat terlihat dari rata-rata tingkat
penghunian kamar hotel berbintang mengalami peningkatan dari 45,60% menjadi 44,74%.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.45. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.46. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
Di sisi lain, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 3.476 orang atau tumbuh 11,88% (yoy) dari periode
sebelumnya yang tumbuh 55,07% (yoy)
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.47. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
050
100150200250300350400450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
4,362
3,476
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
44.7445.60
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
TPK Sulsel
%
115.03
118.23
(20)
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
-48
2
52
102
152
202
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks (%, yoy)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi tumbuh stabil. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,44% (yoy) di periode
laporan, stabil dari triwulan I 2017 yang tumbuh 9,48% (yoy). Stabilnya usaha informasi dan komunikasi diperkirakan
karena masih tingginya aktivitas masyarakat di hari raya Ramadhan dan idul fitri.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan Usaha Jasa Keuangan tumbuh 5,29% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 3,88% (yoy).
Peningkatan kinerja Lapangan Usaha Jasa Keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami
peningkatan pertumbuhan dari triwulan sebelumnya. Indikator utama yang tumbuh yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
berhasil dihimpun. Total DPK mencapai Rp85,20 triliun atau tumbuh 4,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan total DPK
triwulan I 2017 yang mencapai Rp81,54 triliun.
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan Usaha Real Estate tercatat terakselerasi. Pada periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 4,35% (yoy) lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 4,15% (yoy). Peningkatan di lapangan usaha ini
sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI Sulsel. Pertumbuhan Indeks Harga
Properti Residensial (IHPR) pada tipe rumah kecil dan menengah mengalami peningkatan, sementara IHPR pada tipe
rumah besar bernilai stabil.
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah
Grafik 1.48. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan Usaha Jasa Perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 8,73%
(yoy) di triwulan II 2017, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat 6,81% (yoy). Peningkatan usaha ini tidak
tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang sedikit menunjukkan perlambatan menjadi
19,18% (yoy) atau sebesar Rp5,72 triliun, dari periode sebelumnya yang tumbuh 20,11% (yoy).
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
UMUM KECIL MENENGAH BESAR
%, yoy
*) Angka Perkiraan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 29
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.49. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib
Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan tumbuh terkontraksi pada periode laporan. Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintah tumbuh -0,06% (yoy) di triwulan II 2017, menurun dari periode sebelumnya yang tumbuh 0,91% (yoy).
Menurunnya lapangan usaha administrasi pemerintahan akibat kinerja keuangan pemerintah yang belum optimal di
periode laporan. Realisasi belanja APBN di triwulan II 2017 mencapai Rp6,65 triliun atau 37,58% dari yang ditargetkan
sebesar Rp17,68 triliun atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan II 2016 yang mencapai 38,22%.
Realisasi belanja APBD di triwulan II 2017 mencapai Rp2,96 triliun atau 32,33% dari target Rp9,15 triliun, lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang mencapai 34,28%. Meski realisasi APBD rendah pada triwulan laporan, namun
upaya percepatan realisasi belanja pemerintah diperkirakan akan terus dilakukan oleh pemerintah daerah.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan Usaha Jasa Pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,46% (yoy) di triwulan II
2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 7,13% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha jasa pendidikan
terjadi seiring dengan Ujian Nasional (UN) tahun 2017 yang terjadi di triwulan laporan untuk sekolah tingkat
SD/SMP/MTs/SMA/MA. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas,
karton dan cetakan meningkat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,54% (yoy)
di triwulan II 2017, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 7,42% (yoy). Peningkatan tersebut
diperkirakan berasal dari penurunan jasa dokter umum dan check up terhadap keseluruhan jasa kesehatan. Hal ini
5.575.72
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha - Skala Kanan
102.70105.11
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks (%; yoy)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
dikonfirmasi dari kredit yang disalurkan ke jasa sosial masyarakat yang meningkat dari 9,85% (yoy) menjadi 11,98% (yoy)
atau Rp2,88 triliun.
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.51. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan
Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi non tambang tercatat tumbuh 6,52% (yoy) melambat dibandingkan periode
sebelumnya yang mencapai 7,49% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan
merupakan salah satu faktor pendorong perekonomian Sulsel dapat tetap tumbuh tinggi. Perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi non pertambangan utamanya disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian,
Perikanan Dan Kehutanan; Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintahan. Namun demikian, Lapangan Usaha Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran yang mengalami akselerasi
mampu menahan laju perlambatan lebih dalam.
Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian,
Perikanan Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 23,6%, diikuti dengan Industri
Pengolahan sebesar 13,4%, Perdagangan Besar dan Eceran 13,92% dan Konstruksi 12,69%. Pada Lapangan Usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan yang melambat karena terdapat banjir yang terjadi pada sentra tanaman bahan
makanan (tabama) di wilayah Bone, Sopeng, dan Wajo. Sementara itu, pertumbuhan usaha industri pengolahan juga
melambat disebabkan oleh kegiatan ekspor yang lebih lambat dan kecenderungan menggunakan inventori yang ada. Hal
ini juga terindikasi dari realisasi penjualan semen dan produksi tepung terigu yang menurun di triwulan II 2017. Di sisi lain,
Kinerja lapangan usaha unggulan lain pada periode laporan mengalami peningkatan seperti Lapangan Usaha
Pertambangan dan Penggalian, Konstruksi dan Perdagangan besar dan Eceran.
Pada triwulan III 2017, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan dapat tumbuh terakselerasi berada pada
kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Akselerasi tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan;
Pertambangan dan Penggalian; dan Industri Pengolahan. Lapangan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang
diperkirakan akan mengalami akselerasi akibat kembali normalnya usaha ini pasca banjir di kawasan utama penghasil
tanaman bahan makanan (tabama) di Kab. Bone, Soppeng, dan Wajo. Selain itu, Lapangan Usaha Pertambangan dan
Penggalian yang meningkat sejalan dengan rencana produksi nikel tahun 2017 sebesar 80 ribu MT (produksi hingga
triwulan II 2017 mencapai 37,3 ribu MT). Lapangan Usaha Industri Pengolahan yang lebih tinggi pasca melambat untuk
mengisi inventori dan memenuhi permintaan domestik dan Luar Negeri.
2.69
2.88
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 31
Sumber: BPS, diolah BI
Grafik 1.52. Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017
PDRB PDRB Non Tambang LU Pertambangan dan Penggalian
% yoy
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Boks 1.A. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats)
Pengembangan Agroindustri Kakao di Sulawesi Selatan
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan di Indonesia. Tanaman kakao sudah berkembang di Indonesia sejak tahun 1980-an. Hal ini terbukti dari jumlah produksi kakao yang dihasilkan di Indonesia mencapai pada kisaran pangsa 10,4 % dunia di tahun 2012-2013. Meski Indonesia termasuk dalam peringkat ketiga Negara produsen kakao setelah Pantai Gading dan Ghana, namun pangsa tersebut berangsur menurun. Pada tahun 2014-2015, Indonesia hanya menyumbang pada kisaran pangsa 7,7% dari total produksi kakao dunia.
Tabel 1.A.1 Produksi Biji Kakao Dunia
Keterangan: Dalam Ribu Ton Sumber : Annual Report of the International Cocoa Organization (ICCO) 2014/2015
Berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan, sentra produsen utama coklat berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sentra produksi kakao di Indonesia berada di Sulawesi Tengah (23%), Sulawesi Tenggara (16%), Sulawesi Selatan (15%), Sulawesi Barat (10%), Sumatera Barat (8%), Lampung (5%) dan Sumatera Utara (3%)2. Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan provinsi penghasil kakao terbesar ketiga di Indonesia mempunyai sebaran kakao di enam kabupaten. Kabupaten Luwu merupakan produsen utama kakao dengan produksi sebesar 22,62 ribu ton atau 19% dari produksi kakao Sulawesi Selatan. Produsen terbesar kedua adalah Kabupaten Luwu Utara dengan produksi 13,44 ribu ton dengan pangsa 17% dan Kabupaten Bone memproduksi 10,22 ribu ton dengan pangsa 11%.
Grafik 1.A.1 Pangsa Produksi Biji Kakao di Indonesia Tahun 2016
Grafik 1.A.2 Pangsa Produksi Biji Kakao di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Sumber: Kementerian Pertanian (Outlook Komoditas KakaoTahun 2016)
Industri kakao di Sulawesi Selatan kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan Sulawesi Selatan memiliki keterkaitan yang luas baik
2 Outlook Komoditas Kakao tahun 2016
(2014-2015)
perkiraan
Afrika 2,836 71.9 3,199 73.1 3,073 72.5
Pantai Gading 1,449 36.7 1,746 39.9 1,796 42.4
Ghana 835 21.2 897 20.5 740 17.5
Lainnya 552 14.0 556 12.7 537 12.7
Amerika 622 15.8 727 16.6 736 18.0
Asia & Oseania 485 12.3 447 12.3 400 9.4
Indonesia 410 10.4 375 8.6 325 7.7
Lainnya 75 1.9 72 1.6 75 1.8
Total 3,943 100 4,373 100 4,236 100
Negara 2012 - 2013 % 2013 - 2014 % %
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 33
ke hulu maupun ke hilirnya. Pada tahun 2016, ekspor biji kakao dan coklat olahan mencapai USD155,80 ribu atau mencapai 13,34% pangsa ekspor Sulsel. Selain itu, menurut data bea cukai, sebagian besar kakao yang diekspor keluar negeri adalah dalam bentuk biji kering (cocoa beans) sebagai bahan mentah untuk membuat berbagai macam produk kakao olahan. Meski memiliki potensi yang masih cukup besar, namun pengembangan kakao masih memiliki beberapa tantangan. Melalui pendekatan SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats) dari hasil focus group discussion dan informasi anekdotal, terdapat beberapa kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang dihadapi tanaman kakao seperti (1) umur tanaman yang sudah tua; (2) terdapat serangan hama dan penyakit yang berdampak pada menurunnya produktivitas, volume produksi dan kualitas biji kakao; (3) Alih fungsi lahan kakao ke komoditas perkebunan/pertanian lainnya.
Gambar 1.A.1 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) Pada Komoditas Kakao
Sumber: Dinas Perkebunan Sulsel dan Informasi Anekdotal Lainnya
Melihat tantangan pengembangan komoditas kakao, pemerintah daerah bersama-sama dengan stakeholders memiliki berbagai upaya dan kebijakan. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan antara lain (1) Mendorong gerakan nasional (gernas) kakao dalam rehabilitasi tanaman yang sudah berumur tua; (2) Mendorong penggunaan pupuk dan tata cara memelihara tanaman kakao; (3) Memberikan insentif bagi petani yang tidak mengalihfungsikan lahannya; (4) Mendorong kelembagaan petani; dan (5) Meningkatkan pemasaran serta penggunaan media komunikasi dan akses terhadap informasi.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Boks 1.B. Pendekatan Konsumsi RT melalui Kunjungan kepada Pusat Perbelanjaan
Konsumsi Rumah Tangga (RT) memiliki peran yang cukup dominan dalam pertumbuhan ekonomi nasional maupun Sulsel. Besarnya peran konsumsi tersebut dapat terlihat dari pangsanya yang mencapai hampir 50% dari produk domestik bruto. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, diperlukan data akurat yang merepresentasikan posisi ekonomi terkini. Dalam beberapa riset Bank Indonesia dan dunia akademis, topik mengenai nowcasting cukup banyak menjadi alat bantu pengambil kebijakan dalam menentukan langkah selanjutnya. Hal ini disebabkan terdapatnya jeda (lag) rilis data pertumbuhan ekonomi dan posisi waktu pengambilan keputusan sehingga terdapat kebutuhan memperkirakan kondisi ekonomi terkini berdasarkan data yang ada.
Pengembangan promt indicator menjadi penunjang di samping penggunaan model ekonometrika. Beberapa promt indicator yang umum digunakan adalah konsumsi semen sebagai promt indicator dari kegiatan investasi, khususnya investasi bangunan. Namun demikian, ekonomi Indonesia maupun Sulawesi Selatan masih didominasi oleh konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga Non Profit Rumah Tangga dengan porsi lebih dari 40%, diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi, transaksi bersih perdagangan dengan luar daerah dan luar negeri atau net ekspor, dan konsumsi pemerintah (Grafik 1). Dengan menggunakan pendekatan pareto optimum3 (Grafik 2), maka konsumsi RT dan PMTB merupakan komponen utama dalam pembentukan PDRB sehingga dengan mengindentifikasi konsumsi RT dan PMTB, pergerakan PDRB sudah dapat tergambarkan.
Grafik 1.B.1 Pangsa Komponen Permintaan terhadap PDRB Sulawesi Selatan
Grafik 1.B.2 Pangsa Komponen Permintaan terhadap PDRB Sulawesi Selatan
Riset yang dilakukan oleh lembaga riset lainnya menunjukkan bahwa jumlah tiket parkir dapat menggambarkan konsumsi RT Indonesia. Dalam risetnya, jumlah tiket parkir pada pusat perbelanjaan di beberapa kota besar secara umum diyakini menggambarkan konsumsi RT. Dalam risetnya, perkembangan pengunjung pusat perbelanjaan di beberapa kota besar menunjukkan penurunan cukup signifikan. Lebih jauh lagi, penurunan terjadi pada kategori belanja makanan dan minuman serta shopping center dilihat dari tujuan ke pusat perbelanjaan tersebut.
Grafik 1.B.3 Perkembangan Pengunjung pusat Perbelanjaan
Grafik 1.B.4 Tujuan Berbelanja pada 10 Hari Pertama Ramadhan
3 Pareto optimum adalah konsep yang diperkenalkan oleh Pareto untuk melakukan prioritas permasalahan berdasarkan besarnya pangsa atau frekuensi munculnya permasalahan tersebut.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 35
Berdasarkan data yang dihimpun dari jasa pengelola parkir pusat perbelanjaan, pertumbuhan pengunjung pusat perbelanjaan yang menggunakan kendaraan pribadi dapat menjadi indikator penuntun konsumsi RT. Namun demikian berdasarkan data yang telah dikelola, terjadi perlambatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Perlambatan tersebut setidaknya terjadi sampai dengan bulan Mei 2017 atau satu bulan sebelumnya festive season dimulai. Secara grafis, pergerakan pengunjung pusat perbelanjaan, baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat terlihat bergerak searah dengan konsumsi RT Sulawesi Selatan.
Grafik 1.B.5 Konsumsi RT dan Pengunjung Pusat Perbelanjaan
Secara statistik, pengunjung pusat perbelanjaan dengan menggunakan sepeda motor lebih mempengaruhi konsumsi RT dibandingkan dengan pengunjung yang menggunakan mobil. Hal ini teridentifikasi dari statistik deskriptif yang menunjukkan koefisien korelasi pengguna kendaraan roda dua terhadap konsumsi RT lebih tinggi dibandingkan pengguna kendaraan roda empat. Dari sisi signifikansi pengaruh berdasarkan uji t statistik, pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda dua berpengaruh signifikan terhadap konsumsi RT sedangkan pengunjung dengan kendaraan roda empat tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi RT. Namun demikian, hubungan antara pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda empat tetap memiliki hubungan positif terhadap konsumsi RT. Jika kedua variable tersebut digabungkan, kedua variabel tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap konsumsi RT namun konsumsi RT tidak dipengaruhi signifikan oleh jumlah pengunjung pusat perbelanjaan dengan kendaraan roda empat. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa pengunjung pusat perbelanjaan dapat menjadi prompt indicator untuk konsumsi RT.
Tabel 1.A.1. Statistik Deskriptif Data Parkir Pengunjung dan Konsumsi RT
Perbedaan arah antara realisasi konsumsi RT dan indikator kunjungan ke pusat perbelanjaan pada triwulan II dapat disebabkan oleh faktor pergeseran selera ataupun data Juni yang belum terhimpun. Hal ini ditengarai oleh munculnya transportasi online yang sangat mungkin menjadi preferensi baru RT dalam menuju pusat perbelanjaan. Faktor ekonomis dan kepraktisannya menjadi indikasi kemungkinan RT menggunakan transportasi on line ketimbang kendaraan pribadi. Selain transportasi online, faktor penyebab pergeseran selera lainnya adalah munculnya perbelanjaan online. Dengan perbelanjaan online, kencenderungan RT mengunjungi pusat perbelanjaan menjadi sedikit sangat dimungkinan karena sifatnya yang subtitusi. Di samping itu, data yang berhasil dihimpun adalah data sampai dengan bulan Mei atau satu bulan sebelum Ramadhan dan Idul Fitri terjadi dimana konsumsi RT umumnya meningkat tajam. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan konsumsi RT melalui indikator yang ada dan terus berkembang.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 37
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan
triwulan II 2017 relatif rendah. Realisasi belanja hingga triwulan II 2017
tercatat mencapai Rp2,96 triliun atau 32,3% dari pagu anggaran sebesar
Rp9,15 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2016 yang
mencapai 34,3%. Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk
belanja operasional (pangsa 77,8%) dan belanja transfer (pangsa 20,1%),
sementara untuk realisasi belanja modal juta masih kecil.
Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
juga menurun. Sampai dengan triwulan II 2017 telah terealisasi sebesar Rp6,65
triliun atau 37,6% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,7 triliun. Penurunan
komponen belanja terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali bantuan sosial.
Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi
peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, terutama
stimulus pertumbuhan yang berbentuk pembangunan infrastruktur untuk
memperlancar distribusi.
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
2.1 Struktur Anggaran
Pagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah
daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi,
(2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp31,23 triliun atau 53,9% dari total pagu anggaran belanja
2017 sebesar Rp57,97 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel
menempati urutan kedua sebesar Rp17,59 triliun (30,3%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah
Provinsi sebesar Rp9,15 triliun (15,8%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan II 2017 telah
berhasil direalisasikan sebesar Rp18,98 triliun atau 32,69% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran triwulan II 2017
tersebut turun dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 35,22% atau Rp21,15 triliun.
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2017
Keterangan: *) Perkiraan Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Triwulan II 2017
Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan II 2017, nilai realisasi
belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp9,37 triliun atau 49,4% dari total realisasi belanja
pemerintah daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp6,65 triliun (35,0%),
dan disusul oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp2,96 triliun atau 15,6% (Grafik 2.2). Sementara untuk
triwulan II 2016, APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, APBN di Sulsel, dan APBD Pemerintah Provinsi masing-masing
porsinya 53,5%; 34,8%; dan 11,7%.
2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Berdasarkan sumbernya, struktur pendapatan Provinsi Sulsel didominasi dari pendapatan transfer. Hingga triwulan II
2017, pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat mencapai Rp2,82 triliun atau 63,31% dari total nilai
realisasi pendapatan sebesar Rp4,46 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut direalisasikan dalam
bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing dengan porsi mencapai 46,8% dan
45,9%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, serta transfer pemerintah
pusat-lainnya. Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal II 2017 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian
pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,93 triliun. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan II 2017 mencapai Rp1,63 triliun (36,61%), dengan sumber pendapatan
utama berasal dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp1,36 triliun dengan porsi 83,2% dari PAD.
Sementara sumber pendapatn lain berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, lain-lain PAD yang
sah dan Pendapatan Retribusi.
Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan meski porsi PAD sedikit
menurun. Sampai dengan triwulan II 2017, realisasi pendapatan telah mencapai Rp4,46 triliun atau 50,12% dari yang
ditargetkan sebesar Rp8,9 triliun pada tahun 2017. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 54,7%, PAD
APBN30,3%
APBD PROVINSI
15,8%
APBD KAB/ KOTA53,9%
ANGGARAN2017
APBN, 35.0%
APBD PROVINSI,
15.6%
APBD KAB/
KOTA*, 49.4%
REALISASITW II-2017
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 39
mencapai 43,9%, dan sumber lain-lain pendapatan yang sah baru mencapai 30,8% dari yang ditargetkan untuk tahun
2017.
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan II 2017 mencapai 50,1% dari target yang
dianggarkan tahun 2017. Persentase realisasi pendapatan ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian akhir tahun lalu
46,6%. Secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan II 2017 sebesar Rp4,46 triliun, lebih besar dari capaian
pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,43 triliun. Peningkatan pendapatan bersumber dari realisasi PAD dan
pendapatan transfer. Komponen PAD yang meningkat antara lain pendapatan retribusi daerah, Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yg Dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, masing-masing sebesar Rp40,90 miliar, Rp126,66 miliar, dan
Rp106,88 miliar. Peningkatan PAD terutama berasal dari penambahan jumlah armada Samsat Keliling khususnya untuk
pelayanan samsat (gerai samsat, samsat drive thru, samsat keliling, samsat delivery, samsat care, e-samsat dengan Bank
Sulselbar), dan untuk mendorong penerimaan pajak, Badan Pendapatan Daerah menerapkan sistem total football dimana
seluruh pegawai diwajibkan mencari tunggakan wajib pajak. Selain itu, secara keseluruhan, peningkatan presentase
pendapatan terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan transfer khususnya pada Dana Alokasi Khusus (DAK)
dengan nominal sebesar Rp1,29 triliun, di tengah kondisi ekonomi Sulsel yang relatif melambat di triwulan II 2017.
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan da n Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Sementara itu, sampai dengan triwulan II 2017 realisasi pendapatan dari transfer mencapai Rp2,82 triliun (54,68%),
yang berarti lebih besar dari realisasi pendapatan transfer tahun lalu sebesar Rp1,93 triliun (50,40%). Komponen
pendapatan transfer yang mengalami peningkatan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, serta Dana
Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DBH sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp199,56 miliar (67,16%), lebih tinggi dari
realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp149,26 miliar (52,97%). DAK mencapai Rp1,29 triliun (49,93%),
lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp130,14 miliar (30,23%). Komponen
Rp1,132 Rp1,234 Rp1,432
Rp1,497Rp1,634
Rp783
Rp850 Rp847
Rp1,927Rp2,825
Rp438
Rp0 Rp5 Rp2 Rp4
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016 Tw II-2017
Rp miliar
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,511.64 1,496.90 42.63% 3,724.17 1,633.56 43.86%
- Pendapatan Pajak Daerah 3,145.44 1,364.27 43.37% 3,314.21 1,359.12 41.01%
- Pendapatan Retribusi Daerah 86.74 37.74 43.51% 90.14 40.90 45.37%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 92.58 1.46 1.58% 122.03 126.66 103.79%
- Lain-lain PAD yang Sah 186.89 93.43 49.99% 197.80 106.88 54.03%
PENDAPATAN TRANSFER 3,822.55 1,926.66 50.40% 5,166.21 2,824.83 54.68%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281.79 149.26 52.97% 297.12 199.56 67.16%
- DAU 1,394.15 813.25 58.33% 2,266.26 1,321.99 58.33%
- DAK 430.54 130.14 30.23% 2,595.32 1,295.79 49.93%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1,716.07 834.01 48.60% 7.50 7.50 100.00%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11.82 2.36 20.01% 11.55 3.55 30.77%
JUMLAH PENDAPATAN 7,346.01 3,425.93 46.64% 8,901.93 4,461.94 50.12%
REALISASI TRIWULAN II 2017ANGGARAN 2016
REALISASI s/d TRIWULAN II 2016U R A I A N
ANGGARAN
2017
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk ke komponen DAK. Transfer pemerintah pusat lainnya
telah mencapai target Rp7,5 miliar (100,0%). Komponen transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk
ke komponen DAK. Untuk penerimaan lain-lain pendapatan yang sah berhasil merealisasikan Rp3,55 miliar (30,77%),
secara persentase dan nominal lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,36
miliar (20,01%). Sementara itu, pencapaian realisasi DAU sama dengan tahun sebelumnya yaiut 58,33% meski secara
nominal realisasi trwiulan II 2017 sebesar Rp1,32 triliun lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp813 juta. Ke
depan, kesinambungan dan ketepatan penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi
APBN khususnya dari sisi pendapatan. Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target
pendapatan baik melalui pungutan pajak atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty.
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi oleh belanja operasional. Sampai dengan triwulan II 2017, nilai realisasi
belanja operasional mencapai Rp2,30 triliun (pangsa 77,8%) lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp1,83 triliun (pangsa 73,9%). Sementara itu, belanja transfer dan belanja modal mengalami penurunan
presentasi realisasi masing-masing menjadi 38,2% (Rp593,81 miliar) dan 5,9% (Rp63,11 miliar) dari periode yang sama
tahun sebelumnya masing-masing 40,8% (Rp563,73 miliar) dan 9,3% (Rp81,69 miliar).
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Presentase realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel menurun. Realisasi belanja hingga triwulan II 2017 tercatat sebesar
32,3% atau Rp2,96 triliun dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun. Pencapaian persentase realisasi belanja tersebut
lebih rendah dari posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 34,3% dari yang ditargetkan sebesar Rp7,22 triliun. Dengan
presentase realisasi belanja yang lebih rendah tersebut, maka pada triwulan II 2017 terdapat surplus pada APBD Provinsi
Sulsel sebesar Rp1,50 triliun.
Presentase realisasi belanja operasional lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja
operasional hingga triwulan II 2017 terealisasi Rp2,30 triliun (35,4%), dimana presentase realisasi tersebut lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun (37,1%). Presentase realisasi belanja
operasional yang lebih rendah terjadi pada komponen belanja pegawai, belanja hibah dan belanja bantuan keuangan
masing-masing Rp1,17 triliun (37,3%), Rp728,49 miliar (38,4%) dan Rp14,69 miliar (9,7%), dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya masing-masing Rp555,08 miliar (44,92%), Rp861,05 miliar (47,49%) dan Rp91,17 miliar (22,78%).
Sementara untuk realisasi belanja barang dan belanja bunga mengalami kenaikan.
Realisasi belanja modal menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan II 2017
realisasi belanja modal telah mencapai Rp63,11 miliar atau 5,96% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun, menurun
dibandingkan pencapaian pada triwulan II tahun 2017 sebesar Rp81,69 miliar (9,31%). Belanja modal yang sudah
terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin, gedung dan bangunan, belanja jalan/irigasi/jaringan, belanja aset tetap
Rp1,305Rp1,382 Rp1,399
Rp1,832 Rp2,302
Rp53Rp127
Rp152
Rp82Rp63
Rp316 Rp450 Rp518 Rp564 Rp594
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016 Tw II-2017
Rp miliar
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 41
lainnya dan aset lainnya masing-masing terealisasi sebesar Rp17,30 miliar (7,12%), Rp27,51 miliar (5,39%), Rp16,29 miliar
(5,89%), Rp400 juta (8,56%), dan Rp1,97 miliar (41,14%). Seluruh komponen mengalami penurunan realisasi dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kecuali belanja aset lainnya yang mengalami peningkatan.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota juga tercatat lebih rendah. Realisasi transfer sampai dengan triwulan II
2017 tercatat Rp593,81 miliar (38,2%), lebih rendah dari triwulan I tahun sebelumnya Rp563,73 miliar (40,75%). Transfer
tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota,
sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.
2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan II 2017 realisasi belanja
pegawai mencapai 46,94% atau Rp3,12 triliun dari realisasi total belanja sebesar Rp6,65 triliun, dimana pada tahun ini
lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 47,91% atau Rp3,53
triliun dari realisasi total belanja sebesar Rp7,37 triliun. Selanjutnya disusul realisasi belanja barang tercatat sebesar
34,51% atau Rp2,29 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar yang mencapai 32,7% atau
Rp2,41 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal menjadi Rp1,22 triliun (pangsa 18,4%), lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2016 sebesar Rp1,42 triliun (pangsa 19,3%), dan realisasi belanja untuk bantuan sosial menjadi Rp12,69 miliar
(pangsa 0,19%) sedikit naik dibandingkan realisasi triwulan II tahun 2016 sebesar Rp8,95 miliar (pangsa 0,12%).
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4,939.13 1,831.55 37.08% 6,509.46 2,301.51 35.36%
- Belanja Pegawai 1,235.59 555.08 44.92% 3,144.13 1,172.51 37.29%
- Belanja Barang 1,450.79 312.30 21.53% 1,294.94 379.02 29.27%
- Belanja Bunga 39.50 11.95 30.26% 19.50 6.51 33.37%
- Belanja Hibah 1,813.03 861.05 47.49% 1,898.11 728.49 38.38%
- Belanja Bantuan Keuangan 400.22 91.17 22.78% 152.17 14.69 9.65%
BELANJA MODAL 877.61 81.69 9.31% 1,059.51 63.11 5.96%
- Belanja Tanah 25.25 0.03 0.12% 24.57 - 0.00%
- Belanja Peralatan & Mesin 149.95 25.07 16.72% 243.10 17.30 7.12%
- Belanja Gedung dan Bangunan 143.85 14.76 10.26% 510.17 27.51 5.39%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 540.17 37.06 6.86% 276.38 16.29 5.89%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1.52 0.21 13.91% 0.49 0.04 8.56%
- Aset Lainnya 3.36 0.29 8.56% 4.79 1.97 41.14%
BELANJA TIDAK TERDUGA 24.75 - 0.00% 25.00 - 0.00%
JUMLAH BELANJA 5,841.48 1,913.25 32.75% 7,593.97 2,364.62 31.14%
TRANSFER 1,383.43 563.73 40.75% 1,555.49 593.81 38.18%-
TOTAL BELANJA 7,224.91 2,476.97 34.28% 9,149.46 2,958.43 32.33%
SURPLUS / (DEFISIT) 121.10 948.95 783.60% (247.53) 1,503.51 -607.40%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 64.90 129.96 200.24% 383.53 165.80 43.23%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 186.00 118.00 63.44% 136.00 68.00 50.00%
JUMLAH PEMBIAYAAN (121.10) 11.96 -9.87% 247.53 97.80 39.51%
REALISASI TRIWULAN II 2017ANGGARAN 2016
REALISASI s/d TRIWULAN II 2016U R A I A N
ANGGARAN
2017
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan II 2017 secara persentase dan nominal lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan II 2016. Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 37,6%, lebih
rendah dari pencapaian triwulan II 2016 (38,22%). Secara nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan II 2017
tercatat Rp6,65 triliun, turun dibandingkan realisasi triwulan II tahun 2016 sebesar Rp7,37 triliun. Penurunan nominal
belanja terjadi pada seluruh komponen kecuali belanja bantuan sosial.
Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan
II 2017, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp3,12 triliun atau 46,41% dari pagu anggaran. Secara
persentase, realisasi belanja pegawai ini lebih rendah dibanding pencapaian triwulan II tahun 2016. Realisasi persentase
belanja modal juga mengalami penurunan pagu anggaran dimana pada triwulan laporan mencapai 27,12% dibandingkan
triwulan II tahun 2016 (28,45%), sejalan dengan penurunan realisasi pengadaan semen yang menurun sebagai salah satu
indikator pembangunan. Sedangkan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan baik secara presentasi maupun
nominal yang disalurkan sebesar Rp12,69 miliar (23,32%). Dari hasil monitoring dapat dipastikan bahwa pelaksanaan
transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan4.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan II 2017 Per Jenis Belanja Rp miliar
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
4 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).
Rp2,215.96 Rp2,291.29Rp2,708.40 Rp3,528.49 Rp3.12
Rp1,257.43Rp1,648.84
Rp1,416.19 Rp2,405.06 Rp2.29
Rp939.29 Rp746.03 Rp839.56
Rp1,422.95 Rp1.22Rp0.19 Rp0.00 Rp0.00
Rp0.00 Rp0.00Rp498.04 Rp549.36 Rp528.46
Rp8.95Rp0.01
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw II - 2013 Tw II - 2014 Tw II - 2015 Tw II - 2016 Tw II - 2017
Rp miliar
Belanja Bantuan Sosial utang Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
Nominal % Realisasi NOMINAL % REALISASI
Belanja Pegawai 7,058.38 3,528.49 49.99% 6,720.52 3,119.21 46.41%
Belanja Barang 7,159.42 2,405.06 33.59% 6,409.62 2,293.39 35.78%
Belanja Modal 5,002.40 1,422.95 28.45% 4,499.08 1,220.22 27.12%
Belanja Bantuan Sosial 49.02 8.95 18.25% 54.43 12.69 23.32%
JUMLAH BELANJA 19,269.21 7,365.44 38.22% 17,683.64 6,645.51 37.58%
REALISASI TRIWULAN II 2017ANGGARAN
2017PU R A I A N
ANGGARAN
2016
Realisasi s/d Triwulan II 2016
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 43
2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren
menurun5 sejak 3 tahun terakhir. Rasio pada triwulan II 2017 tercatat 1,58% relatif stabil dibanding triwulan II 2016 yang
terhitung 1,59%. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula
2,04% di 2016 menjadi 2,73% pada 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali
sumber pendapatan asli daerah belum dapat mengimbangi peningkatan pendapatan transfer, sehingga kecenderungan
ketergantungan kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin meningkat. Hal demikian perlu dicermati
lebih lanjut, mengingat belum dapatnya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan menggali pendapatan asli daerah
tersebut, dapat disebabkan oleh kewenangannya yang semakin terbatas atau terdapat ketidakefisienan dan
ketidakefektifan dalam pelaksanaannya.
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB meningkat di tahun 20176.
Peningkatan rasio belanja operasional dan modal terhadap PDRB ADHB masing-masing menjadi 7,46% dan 1,24%. Hal ini
mengindikasikan bahwa peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian kembali menguat di
periode laporan. Kondisi tersebut menjadi sebuah dorongan mengingat realisasi belanja yang meningkat ditengah situasi
perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan. Meski demikian, realisasi belanja terhadap PDRB yang membaik
tersebut dapat terus dijaga terutama dengan meningkatkan realisasi belanja khususnya belanja barang dan belanja
modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier
effect yang besar bagi perekonomian.
5 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif. 6 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
1.77
1.70
1.70
1.59 1.58
1.22 1.17 1.01
2.04
2.73
0.40
0.90
1.40
1.90
2.40
2.90
Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016 Tw II-2017
%
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer
7.45
7.32
6.57 6.32
7.46
1.55
1.20 1.18
0.98
1.24
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
5.6
5.8
6.0
6.2
6.4
6.6
6.8
7.0
7.2
7.4
7.6
Tw II-2013 Tw II-2014 Tw II-2015 Tw II-2016 Tw II-2017
%%
Belanja Operasional Belanja Modal - sisi kanan
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Boks 2.A. Koordinasi Lintas Sektoral antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Badan Pusat Statistik
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan meningkatkan intensitas koordinasi lintas sektoral. Kerjasama berupa kegiatan capacity building dilaksanakan di Zona Makassar, Zona Bone, dan Zona Palopo7, dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2016. Sementara pada tahun 2017, dilengkapi dengan menyelenggarakan capacity building di 2 (dua) zona lainnya.
Penyelenggaraan capacity building pada 2017 ditambah dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan. BPS menjadi salah satu mitra strategis Bank Indonesia sebagai penyedia data statistik ekonomi dan sosial yang berkualitas. Oleh karena itu, topik yang diangkat dalam capacity building adalah Pemanfaatan Indikator Makro Sosial Ekonomi, Fiskal dan Moneter dalam Perencanaan Daerah. Daerah yang menjadi tujuan capacity building tahun 2017 adalah Zona Bulukumba dan Zona Parepare8 (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba) masing-masing tanggal 23 Mei 2017 dan 2 Agustus 2017.
Fokus peserta capacity building adalah aparatur Pemda dan staf ahli ekonomi, serta staf ahli DPR terkait ekonomi, moneter, sosial, dan fiskal. Dengan kegiatan tersebut agar nantinya peserta mampu merumuskan/menyusun kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih (overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah; dengan memiliki bekal pemahaman terhadap ekonomi moneter yang baik, diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya pengendalian inflasi di daerah; setelah mengikuti kegiatan ini diharapkan mampu mengelola anggaran secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah sehingga pertumbuhan ekonomi Sulsel akan semakin meningkat, perkembangan harga yang relatif stabil pada level yang rendah (4%±1%), sehingga kesejahteraan masyarakat Sulsel akan semakin meningkat.
Gambar 1.A.1. Pembukaan Capacity Building Zona Bulukumba Gambar 1.A.2. Narasumber dan Peserta Capacity Building Zona Bulukumba
BPS lebih fokus menyampaikan indikator sosial dan stimulus fiskal yang dibutuhkan. BPS mengungkapkan mengenai penggunaan data-data sosial dan penggunaannya untuk menghitung asumsi belanja daerah yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Stimulus fiskal dari pemerintah pusat dan daerah diperlukan dalam rangka mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan (tingginya gini ratio), serta meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sementara itu, DPJB memaparkan materi agar mendorong penyerapan anggaran pemerintah secara lebih optimal. Melalui pola perencanaan penganggaran, pegawai/pejabat pemerintah daerah diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Bank Indonesia mendorong agar pertumbuhan tetap berkesinambungan disertai inflasi yang stabil. Pertumbuhan daerah yang berkesinambungan antar kabupaten/kota akan mengurangi tingkat ketimpangan secara Sulsel. Selain itu, yang harus dijadikan acuan adalah pencapaian target pertumbuhan yang dicanangkan oleh nasional maupun provinsi. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengajukan agar ada sumber pertumbuhan baru di Sulsel. Bank Indonesia telah
7 Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), dan Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara, Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo). 8 Zona Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare).
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 45
melakukan penelitian Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU), yang terakhir dilakukan pada tahun 2012. Di tahun 2017, Bank Indonesia melakukan pembaharuan penelitian KPJU sebagai salah satu bentuk upaya pemberian informasi kepada stakeholders mengenai keunggulan dan potensial daerah. Hasil KPJU unggulan dan potensial dapat menjadi referensi bagi Pemda dalam mengembangkan Produk Unggulan Daerah (PUD) sebagaimana diminta oleh Kemendagri.
Gambar 1.A.3. Narasumber Kegiatan
Dari kiri ke kanan: BPS (Didi), Kepala DJPB Kanwil Sulsel (Marni Misnur), Kepala Perwakilan BI Sulsel (Bambang Kusmiarso), dan Kepala Divisi
Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI (Musni Hardi K.A)
Gambar 1.A.4. Peserta Kegiatan Capacity Building Zona Parepare
Forum Sosial/Ekonomi-Fiskal-Moneter tersebut sangat penting mengingat koordinasi ketiga hal ini menjadi faktor utama perekonomian. Dari sisi fiskal, penyerapan anggaran penting untuk dioptimalkan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap tinggi dan stabil. Sementara itu, dari sisi ekonomi, ukuran keberhasilan utama seperti pertumbuhan output, pengangguran yang rendah, inflasi yang terkendali, pengeluaran (investasi pemerintah) dan Neraca Perdagangan yang stabil dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal yang tidak berjalan dengan baik, dapat berdampak pada crowding out di investasi swasta. Oleh karena itu, guna mengantisipasi hal tersebut, perlu koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah daerah dengan stakeholders terkait yang lebih baik agar semakin optimalnya realisasi APBN dan APBD di daerah.
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 47
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan II 2017 tercatat 4,49% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan I 2017 (3,42%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan
harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; transpor, komunikasi dan
jasa keuangan; dan bahan makanan. Peningkatan ini dikarenakan sebagai
implikasi kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada
daya 900 VA pada bulan Maret dan Mei 2017, yang menaikkan tarif untuk
sebagian kelompok rumah tangga daya 900 VA.
Pada triwulan III 2017, tekanan inflasidiperkirakan menurun, khususnya pada
kelompok volatile food. Aktivitas masyarakat yang kembali normal pasca
berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan menjadi
faktor penyebab terjaganya inflasi kelompok volatile food dan core. Namun
demikian, masih tingginya tarif angkutan udara pada awal triwulan III 2017
menjadi salah satu faktor yang patut diwaspadai. Berbagai upaya
Pengendalian inflasi akan terus dilakukan agar dapat menjaga inflasi dalam
kisaran sasaran 4 ±1 %.
Adapun upaya pengendalian inflasi dalam rangka antisipasi tekanan inflasi ke
depan antara lain implementasi rapat koordinasi TPID Sulsel-Maluku, TPID
tingkat KTI dan Nasional, dimana pada rakor TPID Sulsel-Maluku mendorong
kerjasama antar Provinsi melalui misi dagang dalam rangka Pengendalian
inflasi.
BAB 3INFLASI DAERAH
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
3.1. Inflasi Umum
Laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2017 tercatat 4,49%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2017 yang tercatat 3,42% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan inflasi Nasional yang juga meningkat menjadi 4,37% (yoy) dari triwulan sebelumnya 3,61% (yoy). Secara umum,
peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga pada hampir seluruh kelompok seperti bahan makanan;
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; sandang; pendikan, rekreasi dan olahraga; dan transpor, komunikasi dan jasa
keuangan. Peningkatan inflasi terbesar terjadi pada bahan makanan khususnya sayuran dan hortikultura, serta
penyesuaian subsidi listrik 900 VA untuk rumah tangga pada bulan Mei 2017 sebesar 30%.
Pada triwulan III 2017 tekanan inflasi
diperkirakan menurun. Dari kelompok
administered price, dampak pada
penyesuaian subsidi listrik 900 VA untuk
rumah tangga sudah berangsur berkurang.
Selain itu, pada kelompok volatile food,
permintaan masyarakat diperkirakan kembali
pada pola normalnya setelah Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa9
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2017 terjadi pada Kelompok Bahan Makanan; Perumahan, Air, Listrik, Gas
dan Bahan Bakar; Sandang; Pendidikan, Rekreasi, Olahraga; serta Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Inflasi pada
kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 5,85% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya 3,52% (yoy). Selain itu, kelompok lain yang mengalami peningkatan pada periode laporan yaitu
kelompok Bahan Makanan; Sandang; Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga; Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan
menjadi masing-masing 5,19% (yoy); 2,05% (yoy); 0,82% (yoy); dan 5,47%, dari sebelumnya 3,94%(yoy); 1,89% (yoy); dan
0,81% (yoy); dan 3,61%(yoy). Sedangkan kelompok makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan
tekanan inflasi masing-masing dari 4,28% (yoy) dan 2,74% (yoy) menjadi 3,72% (yoy) dan 2,36% (yoy).
9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
3.88
4.38
0.93
(2)
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Nasional (yoy)
Sulawesi Selatan (yoy)
Sulawesi Selatan (qtq)
%%
Ket: *) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 49
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)
Keterangan: *) Data hingga Juli 2017 Sumber: Badan Pusat Statistik
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan II 2017, inflasi kelompok bahan makanan
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 3,94 (yoy)
pada akhir triwulan I 2017 menjadi 5,19% (yoy) di akhir
triwulan II 2017. Peningkatan tekanan inflasi terjadi di
subkelompok ikan segar; ikan diawetkan; telur, susu dan
hasil-hasilnya; sayur-sayuran; dan buah-buahandari
masing-masing 8,17% (yoy); 4,26% (yoy); -0,14% (yoy);
-1,61% (yoy); dan 5,09% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi
11,77% (yoy); 12,73% (yoy); 1,66% (yoy); 8,90% (yoy); dan
6,72% (yoy) di triwulan II 2017. Sementara subkelompok
daging dan hasil-hasilnya masih tercatat deflasi. Penurunan
tekanan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok padi-
padian, umbi-umbian dan hasilnya; kacang-kacangan;
bumbu-bumbuan; serta lemak dan minyak.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Faktor utama penyebab peningkatan tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan adalah
meningkatnya permintaan kebutuhan pokok jelang hari raya. Tarikan permintaan khususnya pada bahan baku masakan
khas Sulsel jelang perayaan hari raya Idul Fitri serta mulai masuknya musim tanam di daerah sentra pangan sehingga
mendorong inflasi kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas yang mengalami inflasi pada triwulan laporan yaitu
cabe merah, wortel, kentang, kepiting, dan tomat buah masing-masing 30,21% (yoy); 52,0% (yoy); 34,94% (yoy); 38,09%
(yoy); dan 18,07% (yoy).
Subkelompok sayur-sayuran menjadi penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan II 2017. Komoditas yang
tercatat memiliki inflasi tinggi pada subkelompok ini adalah wortel, kentang, tomat sayur, tauge, dan sawi putih masing-
masing sebesar 52,0% (yoy); 34,94% (yoy); 12,67% (yoy); 23,36% (yoy); dan 11,19% (yoy). Subkelompok lain yang
mengalami kenaikan tertinggi adalah subkelompok ikan diawetkan pada komoditas ikan teri sebesar 18,30% (yoy).
5.194.32
0.431.99
(10)
(5)
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Curah hujan pada tingkat menengah di akhir periode laporan mendukung panen tanaman hortikultura sehingga
mampu menahan kenaikan laju inflasi kelompok ini. Baik Sulsel bagian Selatan maupun Utara memiliki intensitas curah
hujan yang menengah-menengah (150 – 200 mm). Sementara Sulsel bagian tengah yang merupakan sentra hortikultura
memiliki intensitas curah hujan menengah-rendah (100-150 mm) sehingga salah satu faktor penurunan inflasi pada
subkelompok bumbu-bumbuan. Komoditas subkelompok bumbu-bumbuan yang mengalami penurunan adalah cabe
rawit, bawang merah, kemiri, lada, dan jeruk nipis masing-masing menjadi 40,46% (yoy); -18,63% (yoy); 6,63% (yoy);
0,38% (yoy); dan 9,78% (yoy) dari triwulan setelahnya.
Perkembangan hingga awal triwulan III 2017 menunjukkan adanya penurunan tekanan inflasi pada kelompok bahan
makanan, sehingga inflasi hingga akhir triwulan III 2017 diperkirakan masih di dalam rentang sasaran inflasi. Penurunan
tekanan inflasi di akhir triwulan III 2017 disebabkan oleh kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN). Namun demikian, terdapat beberapa hal yang patut diwaspadai pada triwulan III 2017
dikarenakan terdapat Idul Adha dan beberapa hari libur yang dapat memengaruhi permintaan terhadap bahan makanan.
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada triwulan II 2017 tercatat menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat
laju inflasi 3,72% (yoy) pada triwulan II 2017, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 4,28%
(yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan inflasi terjadi di
subkelompok minuman yang tidak beralkohol dari 4,15%
(yoy) di triwulan I 2017 menjadi -1,45% (yoy) di triwulan II
2017.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Gula pasir merupakan salah satu komoditas yang mengalami penurunan terdalam pada subkelompok minuman tidak
beralkohol di triwulan II 2017. Menurunnya tekanan inflasi gula pasir dari 10,16% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi -
10,88% (yoy) di triwulan II 2017 disebabkan oleh adanya kebijakan Kementerian Perdagangan terkait dengan Harga
Eceran Tertinggi (HET) gula pasir konsumen sebesar Rp12.500/kg.
Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 24 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami penurunan tekanan inflasi. Komoditas gula pasir, sate, sirop, biskuit, dan bubur tercatat sebagai
lima komoditas utama yang mengalami penurunan inflasi di triwulan II 2017. Di sisi lain, komoditas utama pendorong
tekanan inflasi triwulan II 2017 yaitu rendang, pizza, coklat batang, kue kering berminyak, dan rokok putih. Sementara
untuk 8 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan.
Hingga awal triwulan III 2017, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang meningkat, meski diperkirakan
tetap terkendali hingga akhir triwulan III 2017. Meningkatnya inflasi kelompok makanan jadi disumbang oleh kenaikan
harga subkelompok tembakau dan minuman beralkohol khususnya pada komoditas rokok putih, rokok kretek filter dan
rokok kretek. Sesuai dengan informasi anekdotal, kebijakan pemerintah pada Januari 2017 terkait dengan kenaikan tarif
cukai rokok rata-rata 10,54% mulai terasa efektivitasnya pada triwulan II dan triwulan III 2017.
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada akhir triwulan II 2017, laju inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar mengalami kenaikan.
Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 5,85% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 3,52%
(yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; serta penyelenggaraan
rumah tangga, sementara subkelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga mengalami penurunan.
Pada triwulan II 2017, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air; serta penyelenggaraan rumah tangga tercatat
mengalami peningkatan inflasi masing-masing menjadi 20,69% (yoy) dan 2,81% (yoy), dari 8,95% (yoy) dan 2,18% (yoy)
pada triwulan I 2017.
3.723.93
0.950.56
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 51
Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 26 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2017. Lima komoditas utama yang mendorong
penurunan tekanan inflasi adalah lemari pakaian, gelas minum, batu, pasir dan kipas angin. Inflasi kelima komoditas
tersebut turun signifikan masing-masing dari 6,01% (yoy), 3,98% (yoy), 6,76% (yoy), 5,95% (yoy) dan 4,79% (yoy) pada
triwulan I 2017 menjadi -1,68% (yoy), 1,23% (yoy), 4,30% (yoy), 4,02% (yoy), dan 3,03% (yoy) pada triwulan II 2017.
Namun demikian, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas
lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah tarif listrik, magic com, pembasmi
nyamuk spray, bola lampu dan pengharum cucian, yang meningkat masing-masing menjadi 36,88% (yoy), 3,72%
(yoy),3,86% (yoy), 14,10% (yoy) dan 7,48% (yoy) pada triwulan II 2017, dari triwulan I 2017 masing-masing 15,14% (yoy),
0,75% (yoy), 0,93% (yoy), 11,37% (yoy) dan 4,83% (yoy). Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami
perubahan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
Peningkatan tarif listrik menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Peningkatan tarif listrik terjadi karena penyesuaian tarif pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan
Januari, Maret, Mei dan Juli. Pada tahap 1 (bulan Januari), tarif listrik mengalami penyesuaian mencapai 30% yaitu dari
Rp605/kWh menjadi Rp791/kWh. Sementara itu, pada tahap 2 (bulan Maret), tarif listrik mengalami kenaikan 30%
menjadi Rp1.034/kWh, kemudian pada tahap 3 (bulan Mei), tarif listrik kembali mengalami kenaikan 30% menjadi
Rp1.352/kWh. Pada tahap akhir (bulan Juli), tarif daya 900 VA sama dengan tarif 1.300 VA menjadi Rp1.467/kWh. Inflasi
Tarif Tenaga Listrik (TTL) tercatat meningkat dari 15,14% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 36,88% (yoy) di triwulan II 2017.
Kenaikan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar ditahan oleh komoditas lemari pakaian,
batu dan pasir yang mengalami penurunan. Berdasarkan SPH yang dilakukan BI Sulsel, penurunan harga tidak terjadi di
Kabupaten Watampone bahkan sebaliknya meningkat Rp12.500-Rp31.250 seiring dengan adanya banjir yang
mengganggu distribusi di daerah tersebut.
Hingga awal triwulan III 2017 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar cenderung menurun, dan
penurunannya diperkirakan berpotensi berlanjut hingga akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pengalihan subsidi listrik
pelanggan daya 900 VA sebagian besar telah dilakukan di triwulan laporan. Selain itu, harga bahan bakar rumah tangga
ukuran 3 kg cenderung stabil dimana pada kisaran Rp17.000 – Rp20.000 di Kota Makassar, Kota Parepare, Kota Palopo,
Kabupaten Watampone dan Kabupaten Bulukumba. Harga eceran tersebut sesuai dengan komitmen pemerintah melalui
Menteri Koordinator Perekonomian yang tidak akan menaikkan harga LPG ukuran 3 kg untuk menjaga daya beli
masyarakat menengah-bawah.
3.2.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan II 2017, inflasi
kelompok ini tercatat 2,05% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan I 2017 sebesar 1,89% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki; sandang wanita; dan sandang anak-anak secara
berurutan tercatat 2,71% (yoy); 2,52% (yoy); dan 1,72% (yoy) di triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
yang tercatat 2,60% (yoy); 1,57% (yoy); dan 0,98% (yoy).
5.85
5.76
2.54
0.090
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
310311
0.57
0.66
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoyIndeks
IHPR gIndeks - Skala Kanan
P: Angka perkiraan
BAB 3INFLASI DAERAH
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 24 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami peningkatan
tekanan inflasi di triwulan II 2017. Lima komoditas utama yang mendorong inflasi adalah BH Katun, sandal karet, daster,
baju kaos berkerah, dan pampers. Inflasi kelima komoditas ini naik dari masing-masing 3,59% (yoy), -0,43% (yoy), 1,19%
(yoy), 0,87% (yoy), dan 3,05% (yoy) di triwulan I 2017, menjadi masing-masing 15,85% (yoy), 8,35% (yoy), 7,54% (yoy),
5,07% (yoy), dan 6,27% (yoy) di triwulan II 2017. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok sandang terjadi pada 36
komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi terdalam adalah kaos dalam, sarung batik,
kemeja pendek, sandal kulit dan sarung katun dari masing-masing 4,68% (yoy), 3,24% (yoy), 2,47% (yoy), 1,06% (yoy,) dan
2,59% (yoy) di triwulan I 2017, menjadi 0,57% (yoy), 0,0% (yoy), -0,66% (yoy), -1,88% (yoy) dan 0,30% (yoy). Sementara
untuk 9 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan.
Pada awal triwulan III 2017, inflasi kelompok sandang mengalami penurunan dan diperkirakan berlanjut hingga akhir
triwulan. Subkelompok yang turun hingga awal triwulan III 2017 terutama pada subkelompok barang pribadi dan sandang
lainnya. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi karena telah kembali normalnya aktivitas masyarakat pasca Idul Fitri.
Selain itu, penurunan terjadi pada komoditas emas perhiasan yang diperkirakan akibat melemahnya harga emas dunia,
serta kurangnya permintaan di saat pasokan emas berlebih. Harga emas dunia menunjukkan penurunan -7,5% (yoy) dari
USD1.257,73/troy oz di triwulan II 2017 menjadi USD1.236,85/troy oz di awal triwulan III 2017.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan juga
mengalami penurunan. Pada triwulan II 2017,
kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,36%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencatat inflasi 2,74%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari
seluruh subkelompok kecuali subkelompok
obat-obatan. Subkelompok jasa kesehatan;
jasa perawatan jasmani; dan jasa perawatan
jasmani dan kosmetika tercatat mengalami
penurunan inflasi dari 3,55% (yoy), 3,68%
(yoy), dan 2,78% (yoy) di triwulan I 2017,
menjadi masing-masing 3,33% (yoy), 3,51%
(yoy) dan 1,83% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
Jasa kesehatan check up menjadi penyumbang utama penurunan inflasi di kelompok ini. Inflasi jasa check up menurun
cukup signifikan dari 8,35% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 0,82% (yoy) di triwulan II 2017.
Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 20 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan
tekanan inflasi di triwulan II 2017. Lima komoditas utama yang menahan tekanan inflasi di kelompok ini adalah check up,
facial, parfum, bedak dan pelembab. Kelima komoditas ini mengalami penurunan tekanan inflasi dari masing-masing
2.05
1.37
1.380.02
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
-0.2
-7.5
-30
-20
-10
0
10
20
30
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1,000.0
1,200.0
1,400.0
1,600.0
1,800.0
2,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy$/troy ozEmas
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2017
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 53
8,35% (yoy), 3,04% (yoy), 4,77% (yoy), 4,87% (yoy), dan 5,52% (yoy) di triwulan I 2017, menjadi masing-masing 0,82%
(yoy), 0,0% (yoy), 1,93% (yoy), 2,56% (yoy), dan 4,36% (yoy) di triwulan II 2017. Di sisi lain, dari 12 komoditas yang
mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas diantaranya mengalami peningkatan inflasi terbesar yaitu kacamata plus dan
minus, vitamin, obat dengan resep, ongkos bidan dan pasta gigi. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan
inflasi dari -0,92% (yoy), -0,53% (yoy), 0,33% (yoy), 0,50% (yoy) dan 0,78% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 0,28% (yoy),
0,59% (yoy), 1,19% (yoy), 1,14% (yoy), dan 1,34% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara untuk 8 komoditas lainnya tidak
mengalami perubahan.
Di awal triwulan III 2017, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi pada
seluruh kelompok kesehatan. Peningkatan inflasi terbesar berasal dari jasa perawatan jasmani khususnya tarif gunting
rambut anak. Risiko yang diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok Obat-obatan, serta Jasa
Perawatan Jasmani dan Kosmetika dimana obat/perlengkapan untuk perawatan jasmani dan kosmetika berasal dari
impor yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah.
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
cenderung stabil di triwulan II 2017. Tekanan inflasi
pada triwulan II 2017 tercatat 0,82% (yoy), stabil dari
triwulan I 2017 sebesar 0,81% (yoy). Stabilnya inflasi
kelompok ini karena hampir seluruh subkelompok
relatif stabil, kecuali subkelompok
perlengkapan/peralatan pendidikan dan olahraga.
Ketiga subkelompok yang relatif stabil tersebut yaitu
pendidikan, kursus-kursus/pelatihan, dan rekreasi,
masing-masing 0,58% (yoy), 3,29% (yoy), dan 0,66%
(yoy) pada triwulan II 2017. Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
Meski relatif stabil, biaya jaringan saluran TV dan buku tulis bergaris menjadi komoditas yang mengalami kenaikan
inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi biaya jaringan saluran TV dan buku tulis bergaris naik
masing-masing dari 1,72% (yoy) dan 0,74% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,95% (yoy) dan 1,91% (yoy) pada triwulan
II 2017. Sementara itu, fitness center menjadi komoditas yang mengalami penurunan cukup dalam dari 3,37% (yoy)
menjadi 0,0% (yoy).
Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2017. Lima komoditas utama yang mengalami penurunan
tekanan inflasi di kelompok ini fitness center, sepeda anak, pulpen, tas sekolah dan kertas HVS. Kelima komoditas ini
mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,37% (yoy), -0,32% (yoy), 0,70% (yoy),0,65% (yoy), dan -0,09% (yoy) di
triwulan I 2017 menjadi 0,00% (yoy), -1,02% (yoy), 0,12% (yoy), 0,07% (yoy), dan -0,42% (yoy) pada triwulan II 2017. Di sisi
lain, peningkatan tekanan inflasi terjadi di 10 komoditas, dimana lima komoditas yang mengalami peningkatan tertinggi
terjadi di komoditas biaya jaringan saluran TV, buku tulis bergaris, majalah berkala, flash disk, dan buku pelajaran SD.
Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 1,72%; 0,74% (yoy), 0,0% (yoy), 0,18% (yoy) dan
0,02% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,95% (yoy), 1,91% (yoy), 1,07% (yoy), 1,23% (yoy) dan 0,28% (yoy) di triwulan II
2017. Sementara itu, 22 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan I 2017.
Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung menurun di awal triwulan III 2017, namun diprediksikan
meningkat di akhir triwulan. Perkiraan meningkatnya inflasi kelompok ini karena telah dimulainya tahun ajaran baru baik
pada tingkat SD/SMP/SMA/PT sehingga mendorong tekanan inflasi subkelompok pendidikan, kursus-kursus, dan
perlengkapan/peralatan sekolah.
0.82
0.45
0.16-0.48
(1.0)
(0.5)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2017, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami peningkatan.
Di triwulan II 2017, kelompok ini tercatat inflasi 5,47% (yoy) atau meningkat dari triwulan sebelumnya 3,61% (yoy). Inflasi
yang tinggi di kelompok ini didorong oleh subkelompok transpor, serta sarana dan penunjang transpor masing-masing
dari sebesar 0,27% (yoy) dan 17,49% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 2,95% (yoy) dan 17,86% (yoy) pada triwulan II
2017. Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman mengalami penurunan dari 9,52% (yoy) menjadi 9,42%
(yoy) di triwulan II 2017. Subkelompok jasa keuangan relatif tidak mengalami inflasi.
Komoditas BBM jenis solar dan bensin menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi BBM
jenis solar dan bensin meningkat dari -8,85% (yoy) dan -5,46% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 0,03% (yoy) dan 2,40%
(yoy) di triwulan II 2017. Diperkirakan didorong oleh tarif bensin jenis pertalite yang mengalami peningkatan sebesar
Rp150 di akhir triwulan II 2017 menjadi Rp7.700/liter. Sementara itu, peningkatan yang terjadi pada BBM jenis solar lebih
dikarenakan permintaan yang meningkat seiring mulai berjalannya beberapa proyek pemerintah10.
Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 38 komoditas pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan II 2017. Lima komoditas utama yang mengalami
peningkatan inflasi di kelompok ini adalah harga solar, bensin, sepeda, cuci kendaraan dan angkutan udara masing-
masing dari -8,85% (yoy), -5,46% (yoy), 0,0% (yoy), 6,33% (yoy), dan 7,74% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 0,03%
(yoy), 2,40% (yoy), 6,35% (yoy), 10,70% (yoy), dan 11,50% (yoy). Di sisi lain, terdapat 4 komoditas yang mengalami
penurunan tekanan inflasi, yaitu tarif sewa becak, pemeliharaan, helm dan telepon seluler. Keempat komoditas tersebut
mengalami penurunan inflasi masing-masing dari 5,26% (yoy), 2,01% (yoy), 1,72% (yoy), dan -0,03% (yoy) di triwulan I
2017 menjadi 2,27% (yoy), 0,35% (yoy), 0,92% (yoy), dan -0,43% (yoy)di triwulan II 2017. Sementara itu, 22 komoditas
lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan inflasi di awal triwulan III 2017, dan
berpotensi meningkat hingga akhir triwulan. Peningkatan inflasi ini didorong oleh komoditas angkutan udara dan biaya
pengiriman barang. Tingginya aktivitas libur sekolah hingga awal triwulan III 2017 serta Idul Adha dan libur (tanggal
merah) diperkirakan dapat mendorong aktivitas transpor di triwulan III 2017. Selain itu, penyesuaian harga BBM
khususnya jenis pertalite menjadi salah satu risiko yang terus diwaspadai karena mengikuti harga minyak dunia.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK11
Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan II 2017 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi di seluruh
kabupaten/kota IHK di Sulsel. Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bone, dan Kota Makassar mengalami inflasi tertinggi
10Sesuai dengan informasi pada perusahaan terkait pada tanggal 15 Agustus 2017 11Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
5.47 6.17
0.43 1.80
(6)
(4)
(2)
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017%
yoy qtq
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 55
pada triwulan II 2017 masing-masing menjadi 5,18% (yoy), 5,52% (yoy) dan 4,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan
I 2017 masing-masing 4,06% (yoy), 3,84% (yoy) dan 3,45% (yoy). Meskipun inflasi di Kota Parepare meningkat, namun
berada di peringkat terendah yaitu mencapai 3,38% (yoy) di triwulan laporan. Tekanan inflasi di Kabupaten Bone
diperkirakan karena terdapat beberapa daerah yang banjir sehingga mengganggu pasokan pangan. Sementara itu,
tekanan inflasi di Kota Makassar diperkirakan karena karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi,
namun produksi relatif rendah (excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut
harus dipasok dari daerah lain yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos
untuk pendistribusian barang menjadi relatif mahal.
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy)
*) Keterangan: Data hingga Juli 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy)
*) Keterangan: Data hingga Juli 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan II 2017, Bulukumba menjadi daerah dengan inflasi tertinggi di Sulawesi Selatan. Peningkatan inflasi yang
terjadi di Bulukumba pada triwulan laporan mencapai 5,88% (yoy) meningkat cukup signifikan dari sebelumnya 5,18%
(yoy). Komoditas yang memberikan andil inflasi di Kabupaten Bulukumba yaitu tarif listrik, ikan bandeng, kue kering
berminyak, tomat sayur, dan bayam dengan andil inflasi masing-masing 0,89% (yoy), 0,45% (yoy), 0,13% (yoy), 0,10%
(yoy) dan 0,10% (yoy) di triwulan laporan.
Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi yang cukup tinggi di Sulsel yaitu 4,53% (yoy). Komoditas yang
menyumbang andil inflasi di Kota Makassar pada triwulan laporan yaitu tarif listrik, ikan bandeng, daging ayam ras,
wortel, dan cabe merah dengan inflasi masing-masing 0,51% (yoy), 0,31% (yoy), 0,13% (yoy), 0,09% (yoy), dan 0,06%
(yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan mengalami exess
demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya yang relatif tinggi.
Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama antar daerah
merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena upaya
pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan tetapi juga
terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya aksesibilitas
masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian inflasi di
Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 3.36 3.18 3.45 4.53 4.45
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.07 2.74 3.26 3.88 3.23
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 1.56 2.11 2.56 3.38 2.97
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.02 1.50 3.84 5.52 5.61
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 0.84 1.48 4.06 5.18 5.88
Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42 4.49 4.38
201620152014Kota
2012 2013 2017
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
Makassar 3.88 3.68 6.10 5.25 4.27 4.20 2.79 6.65 5.73 6.73 6.99 4.05 4.98 3.62 2.62 2.48 2.69 3.54 3.48
Palopo 0.25 0.24 0.40 0.34 0.40 0.47 0.26 0.57 0.44 0.44 0.46 0.22 0.29 0.26 0.20 0.17 0.21 0.25 0.21
Parepare 0.24 0.23 0.39 0.33 0.39 0.39 0.21 0.66 0.46 0.49 0.46 0.11 0.27 0.21 0.11 0.15 0.18 0.24 0.21
Watampone 0.23 0.22 0.36 0.31 0.45 0.47 0.26 0.47 0.33 0.25 0.25 0.06 0.11 0.15 0.12 0.09 0.22 0.32 0.32
Bulukumba 0.38 0.39 0.20 0.26 0.17 0.17 0.23 0.06 0.06 0.06 0.02 0.04 0.11 0.14 0.16
Sulawasi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.07 8.39 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42 4.49 4.38
2017201620152014Kota
2013
BAB 3INFLASI DAERAH
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, peningkatan tekanan harga terutama disebabkan
oleh komoditas tarif listrik dan ikan bandeng. Di seluruh kabupaten/kota, komoditas tarif listrik dan ikan bandeng
termasuk ke dalam komoditas utama inflasi12, yang dalam hal ini juga menjadi pendorong inflasi di Sulsel. Peningkatan
tarif listrik terjadi karena penyesuaian subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Maret dan Mei oleh pemerintah.
Sementara itu, peningkatan harga ikan bandeng disebabkan oleh meningkatnya permintaan saat Idul Fitri sehingga turut
mendorong peningkatan harga ikan budidaya tersebut.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
3.4. Disagregasi Inflasi13
Peningkatan inflasi Sulsel di akhir triwulan II 2017
terutama bersumber dari peningkatan tekanan inflasi di
kelompok administered price. Kelompok administered
price mengalami peningkatan tekananinflasi dari 4,65%
(yoy) di triwulan I 2017 menjadi 10,77% (yoy) di triwulan II
2017. Sementara itu, kelompok inflasi volatile food juga
mengalami peningkatan dari 3,72% (yoy) menjadi 4,86%
(yoy) di triwulan laporan. Untuk inflasi kelompok core
mengalami penurunan, dimana kelompok komoditas ini
mencatatkan inflasi 2,71% (yoy) di triwulan II 2017 atau
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 2,98% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
12Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data 13Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sulawesi Selatan Makassar
Palopo Parepare
Watampone Bulukumba
%, yoy
*) Data hingga Juli 2017
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik Tarip Listrik
2 Bandeng/Bolu Beras Cakalang/Sisik Bandeng/Bolu Tomat Sayur Bandeng/Bolu
3 Daging Ayam Ras Bayam Layang/Benggol Kue Kering Berminyak Baronang Daging Ayam Ras
4 Wortel Kacang Panjang Asam Tomat Sayur Ayam Hidup Wortel
5 Cabai Merah Bandeng/Bolu Bandeng/Bolu Bayam Pisang Cabai Merah
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel1 Cabai Rawit Cabai Rawit Cabai Rawit Beras Cabai Rawit Cabai Rawit
2 Beras Bawang Merah Beras Cabai Rawit Gula Pasir Beras
3 Layang/Benggol Kol Putih/Kubis Bawang Merah Gula Pasir Beras Gula Pasir
4 Gula Pasir Semen Udang Basah Bawang Merah Minyak Goreng Layang/Benggol
5 Bawang Merah Gula Pasir Batu Bata/Batu Tela Kol Putih/Kubis Selar/Tude Bawang Merah
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy
Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
10,77
4,49
4,86
2,71
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 57
Tekanan Inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan II 2017 tercatat mengalami penurunan. Secara umum,
penurunan inflasi kelompok ini berasal dari subkelompok makanan jadi dan kesehatan. Komoditas gula pasir yang turun
menjadi penyebab inflasi kelompok inti menurun. Penurunan harga komoditas gula pasir dikarenakan terdapat kebijakan
pemerintah terkait dengan pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh Kementerian Perdagangan sebesar
Rp12.500/kg.
Kelompok volatile food tercatat mengalami peningkatan. Permintaan masyarakat yang meningkat jelang hari raya serta
masuknya musim tanam di akhir periode laporan menjadi faktor utama meningkatnya harga kelompok volatile food.
Komoditas yang mengalami inflasi yaitu cabe merah, wortel, kentang, kepiting, dan tomat buah. Di sisi lain, komoditas
beras sebagai komoditas pangan strategis mengalami deflasi yang lebih dalam yaitu -2,58% (yoy) di triwulan laporan, dari
periode sebelumnya mencapai -0,79% (yoy). Sementara itu, komoditas volatile food seperti cabe rawit, bawang merah,
kemiri, lada, dan jeruk nipis mengalami penurunan tekanan inflasi. Penurunan harga cabe rawit dikarenakan intensitas
curah hujan pada tingkat menengah di Sulsel bagian atas (Kabupaten Maros, Gowa, Sinjai dan Takalar), dan menurun di
Sulsel bagian tengah (Kabupaten Enrekang) pada kisaran 100-150 mm.
Meningkatnya kelompok administered price didorong oleh kenaikan tarif listrik. Kebijakan pemerintah dalam
penyesuaian tarif listrik daya 900 VA pada bulan Maret dan Mei mendorong inflasi kelompok ini pada periode laporan.
Selain itu, pertumbuhan tarif listrik tegangan rendah (TR), tegangan tinggi (TT) dan L (tegangan khusus) mengalami
peningkatan di triwulan II 2017, bila dibandingkan dengan triwulan II 2016.
Keterangan: TR (Tegangan Rendah); TM (Tegangan Menengah); TT (Tegangan Tinggi); L (Tegangan Khusus) Sumber: PLN
Sumber: World Bank
Grafik 3.13 Perkembangan Tarif Listrik PLN Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global
Pada awal triwulan III 2017, tekanan inflasi diperkirakan dalam tren menurun. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami penurunan dari 186,8 di
triwulan II 2017 menjadi 184,5 di triwulan III 2017. Berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) diperkirakan juga
turut mengurangi tekanan inflasi kelompok core dan volatile food, sehingga inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan
berada pada rentang sasaran inflasi tahun 2017 sebesar 4%±1%.
Faktor pendorong inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan berasal dari administered price. Inflasi kelompok administered
price mengalami peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya tarif angkutan udara. Meski demikian,
pemerintah telah mengatur batas kenaikan tarif yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
No. 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah
Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Melalui mekanisme tersebut,
kenaikan tarif angkutan udara diperkirakan masih dalam batas kewajaran. Hingga awal triwulan III 2017, inflasi
administered price meningkat dari 10,77% (yoy) menjadi 11,45% (yoy).
3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi
TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian
inflasi di Sulsel. Selama triwulan II 2017 dan awal triwulan III 2017, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk
700
900
1,100
1,300
1,500
1,700
1,900
I II III IV I II III IV I II III*
2015 2016 2017
TR TM TT L/TR, TM, TT
Rp/kWh
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%, yoy$/bblMinyak Mentah
gHarga - Skala Kanan
*) Data hingga Juli 2017
BAB 3INFLASI DAERAH
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
pemantauan harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi
Selatan (Tabel 3.6).
Tabel 3.6.Kegiatan TPID Hingga Awal Agustus 2017
NO TPID KEGIATAN / TEMPAT TANGGAL KETERANGAN
1 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar Pabaengbaeng 11 Januari 2017 Sidak Harga Cabai di Pasar Pabaeng-Baeng
2 Provinsi Sulawesi Selatan Disperindag Provinsi Sulsel 11 Januari 2017 Rapat terkait kenaikan harga Cabai
3 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel
16 Januari 2017 Rapat Teknis TPID
4 Provinsi Sulsel dan Zona Makassar
Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel
15 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
5 Provinsi Sulsel dan Zona Bone
Hotel Novena 22 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
6 Provinsi Sulsel dan Zona Bulukumba
Hotel Agri 23 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
7 Provinsi Sulsel dan Zona Palopo
Hotel Platinum 8 Maret 2017 Rapat Teknis TPID
8 Provinsi Sulsel dan Zona Parepare
Hotel Grand Kartika 9 Maret 2017 Rapat Teknis TPID
9 Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel
Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel
20 Maret 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel dalam rangka penguatan koordinasi dan penyusunan program kerja TPID
10 Provinsi Sulsel dan Kota Makassar
Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel
24 Maret 2017 Rapat Teknis TPID dalam rangka inisiasi kerjasama antar daerah
11 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian Provinsi Sulsel
30 Maret 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel
12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel
26 April 2017 Rapat Koordinasi TPID dalam rangka identifikasi dan antisipasi kenaikan harga / /permintaan barang kebutuhan pokok, menjelang puasa dan idul fitri.
13 Provinsi Sulawesi Selatan dan Eks. Karisidenan Banyumas
Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel
15 Mei 2017 Rapat Koordinasi antara TPID Sulsel dengan TPID Eks. Karisidenan Banyumas
14 Bone dan Eks. Karisidenan Banyumas
Kantor Bupati Bone 16 Mei 2017 Rapat Koordinasi antara TPID Bone dengan TPID Eks. Karisidenan Banyumas
15 Kawasan Timur Indonesia Hotel The Rinra 6 – 7 Juni 2017 Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-KTI
16 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Aryaduta 19 Juli 2017 Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
17 Provinsi Sulawesi Selatan Jakarta 27Juli 2017 Rapat Koordinasi Nasional TPID se-Indonesia
18 Provinsi/Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan
Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Gubernur Sulsel
4 Agustus 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel
19 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Bank Indonesia 10 Agustus 2017 Rapat Koordinasi Pengendian Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Pencapaian inflasi triwulan I 2017 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah
(TPID). Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam
berbagai kegiatan. Pada bulan Januari, kegiatan sebagian besar difokuskan pada upaya pemantauan harga komoditas
cabe akibat kenaikan harga yang tinggi. Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di Pasar Pabaeng-baeng dan rapat
teknis terkait dengan kenaikan harga cabe telah dilakukan bersama dengan BI, TPID, dan KPPU, sehingga dapat
mengetahui penyebab kenaikan harga komoditas cabe dan langkah strategis yang akan diambil dalam upaya
pengendaliannya.
Pada bulan Februari-Maret, intensitas koordinasi dengan berbagai daerah semakin giat dilakukan sebagai upaya dalam
menghadapi kenaikan harga di tahun 2017. Rapat teknis, sebagai salah satu cara dalam melakukan koordinasi, telah
dilakukan di berbagai zona seperti Zona Makassar, Zona Bone, Zona Bulukuma, Zona Palopo dan Zona Parepare. Selain
BAB 3INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 59
itu, rapat teknis TPID juga dilakukan di tingkat provinsi dengan mengumpulkan seluruh anggota TPID dalam rangka
penyusunan program kerja TPID 2017.
Memasuki triwulan II 2017, upaya Pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN). Pada bulan April 2017, TPID Provinsi Sulawesi Selatan tengah mengidentifikasi dan mempersiapkan
langkah-langkah untuk mengantisipasi kenaikan atau permintaan bahan kebutuhan pokok menjelang bulan puasa dan
Idul Fitri. Sementara itu, rapat koordinasi dengan TPID luar Provinsi Sulawesi Selatan dengan TPID eks. Karisidenan
Banyumas dalam rangka berdiskusi mengenai keberhasilan masing-masing TPID dalam menurunkan tekanan harga. Pada
akhir Mei 2017, High Level Meeting (HLM) TPID terkait dengan inflasi jelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri langsung
dipimpin oleh Gubernur Sulsel, dan dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulsel, Kapolda Sulsel, Pangdam Hasanuddin, dan
anggota TPID Provinsi Sulsel. Dalam rangka persiapan menghadapi Rapat Koordinasi Nasional TPID se-Indonesia di bulan
Juli 2017, TPID se-KTI menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-KTI pada tanggal 6 – 7 Juni 2017. Rakorwil
TPID se-KTI tersebut membahas mengenai inflasi volatile food yang menjadi penyumbang terbesar di KTI. Ketergantungan
pasokan sejumlah bahan pokok, kondisi geografis yang luas dan beragam, infrastruktur yang belum sepenuhnya memadai
menjadi salah satu faktor sulitnya mendistribusikan bahan pangan di berbagai daerah.
Pada awal triwulan III 2017, kegiatan TPID lebih kepada koordinasi dengan TPID luar Sulsel. Pada tanggal 19 Juli 2017,
Rapat Koordinasi TPID Provinsi Sulsel dan TPID Maluku dalam rangka Inisiasi Kerja Sama Antar Daerah Dalam
Pengendalian Inflasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Rencana kerja sama Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi
Maluku di bidang perdagangan untuk menekan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi meliputi beberapa sektor yaitu
sektor partanian, perkebunan, perikanan, dan perindustrian, perlu ditindaklanjuti dengan identifikasi komoditi
surplus/defisit masing-masing daerah serta penentuan saluran distribusi dan pola mekasime kerjasama. Provinsi Sulsel
telah melaksanakan misi dagang pada 31 Agustus 2017 di Ambon, Maluku dan TPID yang diharapkan dapat mendorong
terjalinnya kerjasama yang lebih baik. Provinsi Sulawesi Selatan mengharapkan ke depan dapat membuka kantor
representatif di Provinsi Maluku agar dapat memudahkan sistem kerja sama bilateral di beberapa sektor. Pada tanggal 4
Agustus, terdapat rapat teknis TPID Provinsi Sulsel. Pembahasan rapat dalam mengatasi harga LPG 3 kg di atas HET telah
disepakati beberapa solusi seperti (1) membentuk forum bersama untuk dapat turun langsung memonitor harga Elpiji; (2)
membatasi jumlah pangkalan dan agen penjual; (3) merumuskan inovasi dengan merujuk pada produk TPID Bali dalam
melakukan monitor harga LPG. Pada tanggal 10 Agustus 2017, terdapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Kelompok
Bahan Makanan. Beberapa poin pada rapat tersebut adalah (1) Salah satu alternatif pengendalian inflasi yang perlu
dilakukan adalah dengan menjadikan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai buffer stock pangan di dearah; (2)Gudang perlu
dikelola secara professional agar pemanfaatan dapat lebih optimal untuk menjaga ketersediaan pasokan sehingga
volatilitas harga bahan pangan dapat lebih terkendali; (3)Dalam pengembangan aplikasi SIGAP, dukungan dari setiap
instansi terkait untuk menyampaikan data secara rutin sangat diperlukan; (4)Diperlukan sosialisasi ke petani dan peternak
mengenai inflasi sehingga dengan mengetahui dampak inflasi diharapkan petani dan peternak dapat turut berpartisipasi
dalam upaya pengendalian inflasi.
BAB 3INFLASI DAERAH
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 61
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan
UMKM
Bab 4 Stabilitas Keuangan Daerah,
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga untuk mendukung upaya pemulihan
ekonomi Sulsel yang berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan dengan stabilnya
tingkat rasio gagal bayar bunga dan pokok utang (non performing loan)
pada level yang rendah di tengah pertumbuhan kredit yang melambat.
Masih terus konsolidasinya korporasi untuk menyehatkan struktur
keuangannya menjadi salah satu faktor yang mendorong perlambatan
pertumbuhan kredit. Sementara itu, penyaluran kredit UMKM terus
meningkat signifikan sebagai bentuk kehadiran Bank Indonesia pada
ekonomi kelas menengah ke bawah.
Pembangunan ekonomi yang inklusif tersebut juga dengan tetap
memperhatikan stabilitas sistem keuangan khususnya dari risiko keuangan
korporasi menghadapi harga komoditas yang kembali menurun di triwulan
II dibandingkan raihan triwulan I. Risiko harga komoditas tersebut dapat
terjaga tercermin dari risiko NPL yang stabil baik dari sisi korporasi
maupun rumah tangga.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
4.1. Stabilitas Keuangan Daerah
4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga14
4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi Rumah Tangga (RT) sejalan dengan ekspetasi konsumen yang
membaik. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi dari
pola historisnya. Lebih tingginya konsumsi RT tersebut disebabkan oleh jatuhnya Ramadhan dan Idul Fitri pada satu bulan
yang sama di triwulan II. Hal ini mengakibatkan pola belanja RT terfokus pada triwulan yang sama sehingga konsumsi RT
tumbuh lebih tinggi dari rata-rata terdahulu (Grafik 4.1). Pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi tersebut tercermin
dari optimisme RT selama triwulan II. Responden dari survei konsumen Bank Indonesia mengindikasikan bahwa ekonomi
baik saat ini maupun yang akan datang (ekspektasi) cenderung membaik sehingga RT berani melakukan belanja
khususnya untuk barang durable goods (Grafik 4.2).
Isu pelemahan daya beli RT tidak terjadi di Sulsel. Dalam beberapa bulan terakhir menjelang lebaran, pelemahan isu
daya beli RT menjadi isu nasional tak terkecuali di Sulsel. Pertumbuhan konsumsi RT nasional naik tipis dari 4,94% (yoy)
menjadi 4,95% (yoy). Hal serupa dengan magnitude signifikan juga terjadi di Sulsel dimana konsusmi RT tumbuh 6,47%
(yoy) pada triwulan II atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 yang mencatatkan pertumbuhan 5,54% (yoy).
Selain realisasi pertumbuhan konsumsi RT yang lebih tinggi, faktor persepsi RT terhadap kondisi ekonomi yang akan
datang juga menunjukkan bahwa daya beli tetap kuat. Berdasarkan survei konsumen RT Bank Indonesia, responden
menyatakan bahwa ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan ekspektasi kegiatan usaha masih
menunjukkan level yang optimis kendati sempat menurun pada bulan Juni. Demikian pula dengan keyakinan kondisi
ekonomi saat ini dimana responden tetap akan melakukan pembelanjaan durable goods selama triwulan II atau dengan
kata lain tidak terjadi penundaan (Grafik 4.3)
Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu
14 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 63
Inflasi selama periode Ramadhan yang terjaga membuat persepsi RT terhadap kenaikan harga menurun. Dalam bahasa
yang lebih sederhana, fenomena ini berarti RT meyakini bahwa harga di pasaran akan cenderung stabil berkat upaya
pengendalian harga yang dilakukan pemerintah daerah, pusat, dan Bank Indonesia melalui TPID ataupun kehadiran satgas
pangan. Dalam riset Bank Indonesia dan beberapa literatur internasional, kenaikan harga cenderung disebabkan oleh
persepsi atau keyakinan RT dalam menyikapi situasi di pasar. Terkendalinya ekspektasi harga konsumen yang diimbangi
dengan pasokan yang terjaga membuat kenaikan harga atau inflasi cenderung stabil selama triwulan II(Grafik 4.4)
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan
Yang Akan Datang
Dalam kondisi konsumsi RT yang masih cukup tinggi, porsi tabungan RT juga meningkat. Hal ini semakin menegaskan
pelemahan daya beli tidak terjadi di Sulsel khususnya pada triwulan II. Berdasarkan data survei konsumen Bank Indonesia,
porsi tabungan RT justru meningkat yang mengindikasikan pendapatan yang lebih baik. Lebih besarnya porsi tabungan
sangat mungkin disebabkan oleh faktor Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh sebagian karyawan non pemerintahan.
Sumber pendapatan yang lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya membuat RT memiliki kelebihan pendapatan yang
akhirnya disetorkan pada sistem perbankan (Grafik 4.5)
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.5. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan
4.1.1.2 Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga
Sejalan dengan survei konsumen Bank Indonesia, DPK RT mengalami peningkatan. DPK atau Dana Pihak Ketiga dari
perseorangan (kategori RT) mengalami pertumbuhan 4,36% (yoy) atau cenderung stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya. Stabilnya pertumbuhan DPK di tengah tekanan kebutuhan RT yang tinggi menjelang hari raya menjadi sinyal
positif ekonomi yang lebih resilien. Pada triwulan selanjutnya, DPK berpotensi mengalami penurunan sejalan dengan
penggunaan dana pada kebutuhan pendidikan. Namun demikian, secara umum DPK diperkirakan masih akan mengalami
pertumbuhan positif walau dalam magnitude yang lebih rendah (Grafik 4.7).
Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan didominasi oleh sektor rumah tangga. Besarnya peran RT dalam pembentukan
DPK membuat perbankan masih akan mengoptimalkan perluasan jaringan kantor khususnya di beberapa kabupaten/ kota
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
atau setidaknya melakukan persuasi kepada RT untuk meningkatkan saldo DPK nya. Prilaku perbankan Sulsel ditengarai
menempatkan Sulsel sebagai tujuan penyaluran dana ketimbang penghimpunan dana. Hal ini sejalan dengan investasi
Sulsel yang tinggi sehingga membutuhkan dana yang lebih besar. Selain itu, beberapa korporasi utama yang ada di Sulsel
juga cenderung berkantor pusat di luar Sulsel sehingga aliran dana korporasi dalam bentuk simpanan cenderung
diarahkan pada kantor pusatnya (Grafik 4.6)
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.6. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.7. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Faktor kebutuhan likuiditas yang tinggi dengan dorongan konsumsi menjadi dasar penempatan dana pada tenor
pendek. Sebagaimana teori yang diungkapkan oleh John Maynard Keynes di tahun 1936 melalui bukunya The General
Theory of Employment, Money, and Interest Rates bahwa prilaku RT dalam memegang uang (termasuk menyimpan uang)
terbagi menjadi 3 faktor, yaitu kebutuhan konsumsi, keperluan berjaga-jaga, dan motivasi spekulasi. Dalam hal
penempatan pada tenor pendek di perbankan, RT ditengarai menggunakannya sebagai keperluan berjaga-jaga untuk
memenuhi kebutuhan mendadak di masa yang akan datang. Hal ini dapat dipahami bahwa RT memerlukan likuditas yang
tinggi sehingga pilihannya jatuh pada produk perbankan dengan tenor pendek (Grafik 4.8).
Pada triwulan II 2017 pertumbuhan DPK RT ditopang oleh pertumbuhan deposito. Pertumbuhan deposito RT pada
triwulan II 2017 adalah 3,2% (yoy) atau mengalami peningkatkan dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
1,2% (yoy). Lebih tingginya pertumbuhan pada DPK jenis deposito ditengarai akibat adanya kelebihan pendapatan pasca
THR. Pertumbuhan yang sama juga dialami oleh jenis DPK tabungan tetapi dalam magnitude yang berbeda. Di sisi lain,
suku bunga deposito masih melanjutkan tren menurun sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mendorong
perekonomian melalui penurunan suku bunga kebijakan (Grafik 4.9)
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Di sisi lain, penyaluran kredit yang diberikan kepada RT terfokus pada kredit konsumsi. Tidak terjadi pergeseran prilaku
seperti triwulan ataupun tahun sebelumnya. Kredit yang diberikan kepada RT oleh perbankan ditujukan untuk konsumsi
dengan porsi lebih dari 50%. Besarnya penggunaan kredit konsusmi tersebut terutama terjadi di kabupaten dengan
kegiatan konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan multiguna dan KPR.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 65
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.10. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel
Peran Bank Indonesia yang didukung oleh seluruh stakeholder daerah membuat penetrasi literasi keuangan meningkat
yang ditandai dengan peningkatan jumlah rekening individu. Jumlah rekening individu atau RT mengalami
peningkatakan khususnya pada jenis DPK tabungan. Jumlah rekening Sulsel per Juni 2017 berada pada angka 41,7 juta
rekening. Jumlah tersebut naik 1,3% (yoy) dengan sumbangan terbesar pada rekening tabungan sebesar 0,84% (yoy).
Peningkatakan jumlah rekening menjadi salah satu faktor fundamental dalam pendalaman pasar keuangan dimana
kepemilikan rekening perbankan membuka akses kepada kredit sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di
masa yang akan datang.
4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi
4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi
Kontraksi ekspor yang disebabkan oleh komoditas unggulan non tambang secara umum masih dalam level aman bagi
keuangan korporasi. Penurunan ekspor yang terjadi pada komoditas ikan, udang, dan kakao berdasarkan informasi dari
pelaku usaha merupakan fenomena cuaca dan iklim yang kurang bersahabat. Dengan demikian, pelaku usaha
mengharapkan cuaca yang lebih baik untuk memacu produksinya guna meningkatkan pendapatan. Kontraksi ekspor yang
dalam belum berdampak signifikan pada posisi keuangan korporasi karena faktor siklikal (sikuls cuaca) memang umum
terjadi.
Pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan yang melambat juga tidak menyebabkan permasalahan
keuangan korporasi. Hal tersebut karena perlambatan pertumbuhan LU industri pengolahan yang melambat tersebut
diimbagi dengan penggunaan inventori. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan inventori terkontraksi -129% (yoy) atau jauh
lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya, Kegiatan produksi yang lebih minim akibat hari kerja efektif yang lebih
sedikit menjadi penyebab lebih lambatnya pertumbuhan LU industri pengolahan di tengah kenaikan permintaan RT.
Untuk memitigasi resiko dari sisi pendapatan ekspor, upaya diversifikasi tujuan ekspor oleh korporasi perlu terus
dilakukan. Ekspor Sulsel selama ini bergantung pada mitra dagang konvensional seperti Jepang, Amerika Serikat, hingga
Tiongkok. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi global yang masih berjuang dalam pemulihan membuat pelaku usaha
perlu mendiversifikasi tujan ekspornya pada negara-negara yang selama ini belum terjamah oleh Sulsel. Dalam melakukan
penetrasi ke pasar baru, pertimbangan neraca dan daya saing produk unggulan menjadi diperlukan. Bilamana neraca
perdagangan mengalami surplus, maka negara tersebut memiliki kemampuan untuk membeli barang atau komoditas
yang bisa ditawarkan Sulsel. Namun selain masalah neraca perdagangan, faktor daya saing juga menentukan apakah
barang yang diekspor bisa compete (bersaing) di pasar negara tersebut. Untuk Sulsel, negara yang dapat dijadikan negara
tujuan ekspor baru terdapat pada kuadran I, yaitu daya saing tinggi dan neraca perdagangan surplus seperti pada negara
Belanda, Mesir, India, hingga Afrika Selatan (Grafik 4.11)
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Grafik 4.11. Kuadran Potensi Ekspor pada Beberapa Negara Tujuan
4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi
Kinerja keuangan korporasi menunjukan bahwa fase konsolidasi masih terus berlanjut dan membuat kondisi keuangan
korporasi semakin prima. Sepanjang tahun 2016, korporasi terindentifikasi melakukan kosolidasi untuk melakukan
penyehatan neraca. Konsolidasi neraca dalam perspektif ekonomi didefinisikan sebagai upaya untuk menyehatkan rasio
keuangan sehingga ke depan memiliki prospek yang lebih baik. Dalam tahap ini, korporasi di Sulsel terlihat masih
melakukan efisiensi untuk kembali membuat laporan keuangan membaik. Dari sisi korporasi tambang, relaksasi ekspor
mineral mentah justru menunjukan laba yang terkontraksi disebabkan harga nikel yang kembali terkontraksi karena
banjirnya pasokan di pasar internasional. Di sisi lain, laba korporasi non tambang juga mengalami hal serupa dengan
magnitude berbeda (Grafik 4.12). Fenomena ini sejalan dengan stabilnya inflasi inti di tengah tekanan kenaikan harga
bahan baku. Korporasi ditengarai masih enggan melakukan pass through kenaikan harga jual di tengah isu daya beli dan
persaingan usaha yang lebih ketat.
Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah
Grafik 4.12. Rasio Laba terhadap Penjualan (Profit Margin)
Walau rasio laba menurun, pertumbuhan penjualan masih menujukan angka positif. Pertumbuhan penjualan masih
dalam level positif dan diindikasikan karena volume unit penjualan yang lebih baik. Pasalnya dalam kondisi margin yang
menurun karena keengganan menaikkan harga, korporasi tetap membukukan kenaikan penjualan. Hanya korporasi non
tambang yang penjualannya sedikit terkontraksi sebagai dampak base effect.
Sumber: Bloomberg, Laporan Keuangan Korporasi, diolah
Grafik 4.13. Pertumbuhan Omset Penjualan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 67
Kondisi likuiditas korporasi masih dalam level aman. Hal ini ditunjukkan oleh indikator liquidity ratio, yaitu rasio yang
membandingkan utang jangka pendek terhadap aset lancarnya dengan tujuan bilamana korporasi memiliki keperluan
likuiditas jangka pendek, maka hal itu dapat dipenuhi dengan mencairkan aset lancarnya. Salah satu indikator yang umum
digunakan adalah quick ratio, yaitu dengan hanya menghitung aset lancar yang benar-benar likuid dibandingkan terhadap
kewajiban lancarnya (kewajiban jangka pendek atau yang jatuh tempo kurang dari satu tahun). Quick ratio masih
menunjukkan rasio yang lebih dari satu dan mengindikasikan aset lancar korporasi masih mampu menutupi kewajiban
lancarnya. Selain itu, rasio DER (Debt to Equity Ratio) juga menunjukkan angka yang lebih sehat sejalan dengan fase
konsolidasi keuangan yang terus berlanjut.
Ke depan, perbaikan diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan nasional. Rasio
keuangan korporasi, khususnya juga manajemen utang luar negeri menunjukkan hal yang positif. Penggunaan utang luar
negeri cenderung melambat dan korporasi ditengarai mulai mengalihkan pembiayaannya pada sisi domestik baik kredit
ataupun menerbitkan saham baru (right issued). Pondasi ekonomi untuk tumbuh berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan stabilitas sistem keuangan terlihat jelas dari stance pemangku kebijakan baik pemerintah maupun Bank
Indonesia.
4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.
Korporasi di Sulsel memanfaatkan kredit dari perbankan pada lajur modal kerja. Porsi kredit modal kerja korporasi
memiliki pangsa yang dominan terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan pada korporasi. Kredit modal kerja
nemiliki pangsa hingga 73%. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak korporasi yang untuk transaksi hariannya
menggunakan modal dari perbankan. Sedangkan sisanya adalah kredit investasi dengan pangsa 27% merupakan alternatif
pembiayaan manakala korporasi hendak melakukan ekspansi.
Dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan kredit masih terkontraksi. Hal ini sejalan dengan perkembangan kredit
nasional yang hingga year to date baru menunjukkan pertumbuhan 2,1% (yoy). Stance korporasi untuk terus
menyehatkan balance sheet nya membuat korporasi cenderung untuk berhati-hati dalam mengajukan kredit.
Pertumbuhan kredit yang menurun ini sendiri mengindikasikan bahwa korporasi saat melunasi utangnya tidak
mengajukan utang baru karena dirasa dapat memanfaatkan dana internal yang lebih murah.
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.14. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Penggunaan
Risiko kredit dari sisi korporasi dalam batas aman sebagaimana tercermin dari NPL yang masih berada di bawah 5%.
Risiko gagal bayar atau non performing loan (NPL) menunjukkan bahwa kerentanan korporasi masih dalam batas yang
aman. NPL Korporasi secara rata-rata berada pada level 2,8% dengan NPL terendah pada kategori kredit investasi. Namun
demikian rendahnya NPL kredit investasi pada angka 1,5% merupakan angka hasil restrukturisasi perbankan menyikapi
insentif POJK yang membolehkan perbankan melakukan restrukturisasi keuangan untuk menyehatkan kondisi
keuangannya. Namun demikian, dengan menggunakan pendekatan loan at risk yaitu risiko gagal bayar yang
memperhitungkan kolektibilitas 2, angka risiko pun masih berada di bawah 5%.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Grafik 4.15. Non Performing Loan Korporasi Menurut Penggunaan
4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)15
Dalam fase konsolidasi korporasi dan perbankan, indikator perbankan Sulsel masih menujukkan pertumbuhan yang
baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset perbankan Sulsel yang tumbuh 6,4% (yoy). Total aset perbankan Sulsel
hingga Juni 2017 berada pada level Rp 130,6 triliun. Selain pertumbuhan aset, DPK juga menunjukkan pertumbuhan
sebesar 3,6%(yoy) dan diimbangi dengan pertumbuhan kredit sebesar 6,4%(yoy). Konsekuensi dari lebih cepatnya
pertumbuhan kredit dibandingkan DPK adalah rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang melebihi 100%. Adapun LDR Sulsel
kini berada pada level 126,9% yang berarti Sulsel mengalami defisit tabungan dan menggunakan dana dari luar Sulsel
untuk memenuhi kebutuhan kredit (investasi maupun konsumsi). Hal ini sangat wajar dalam pertumbuhan ekonomi yang
sangat tinggi di atas rata-rata nasional.
Grafik 4.16. Indikator Perkembangan Sulsel
Dari sisi penghimpunan DPK, Makassar masih menjadi kota dengan penyumbang terbesar. Hal ini dapat dipahami
mengingat bahwa Makassar adalah kota besar dengan PDRB yang juga mendominasi. Pangsa kota Makassar dalam
pembentukan DPK mencapai 65% disusul oleh Pare-Pare, Palopo, Bone, dan Wajo dengan pangsa masing-masing 3,7%;
3,5%; 2,9%; dan 2,4%. Dilihat dari sisi pertumbuhannya, melambatnya pertumbuhan DPK disebabkan oleh DPK kota
Makassar yang mengalami perlambatan. Dengan pangsa yang besar tersebut, kabupaten/ kota lainnya yang tumbuh lebih
tinggi dari rata-rata sebelumnya belum mampu mengompensasi perlambatan DPK dari Makassar (Grafik 4.18)
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank, diolah) Grafik 4.17. Pangsa DPK per Kab/Kota Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK per Kab/ Kota
15Data perbankan lokasi bank
0.4%
0.6%
0.7%
0.9%
0.9%
1.1%
1.1%
1.2%
1.3%
1.3%
1.3%
1.5%
1.5%
1.7%
1.7%
1.7%
1.8%
1.9%
2.4%
2.9%
3.5%
3.7%65.0%
Luwu
Selayar
Jeneponto
Luwu Timur
Sinjai
Enrekkang
Maros
Luwu Utara
Tana Toraja
Wajo
Palopo
Makassar
-11.9%-2.8%
12.0%-10.1%
2.9%1.2%
9.7%-2.9%-3.3%
4.9%-1.2%
6.2%11.6%
5.5%9.5%
-2.8%6.5%
3.3%0.0%
8.0%1.3%
3.9%4.3%
Luwu
Selayar
Jeneponto
Luwu Timur
Sinjai
Enrekkang
Maros
Luwu Utara
Tana Toraja
Wajo
Palopo
Makassar
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 69
Risiko kredit yang dihadapi perbankan Sulsel masih dalam batas aman sebagaimana ditunjukkan oleh NPL yang masih
berada di bawah ambang batas 5%. NPL Kredit Sulsel pada triwulan II 2017 adalah sebesar 2,4% atau berada jauh di
bawah ambang batas risiko kredit yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan. NPL tersebut mayoritas berada pada
sektor konstruksi dan perdagangan serta pertambangan. Di lihat dari kabupaten/ kota, NPL di masing-masing kabupaten/
kota di Sulsel juga menunjukkan bahwa risiko berada di bawah ambang batas normal. Risiko NPL tertinggi hanya berada di
kisaran 2% dengan lokasi Pinrang, Wajo, Bone, Pangkep, Makassar, Gowa, Bantaeng, dan Bulukumba sedangkan sisanya
berada di bawah 2%.
Grafik 4.19 Risiko Kredit berdasarkan NPL di Kabupaten/ Kota
Pelemahan harga komoditas nikel tidak memberikan tekanan kepada NPL sejalan dengan kinerja korporasi yang
mampu mengatasi tekanan kesehatan keuangannya. Hal ini terlihat dari NPL yang berada di bawah 2% pada kabupaten
penghasil tambang, yaitu Luwu Timur. Sifat korporasi yang mampu melakukan forecast harga komoditas membuat
manajemen korporasi mampu mengatasi tekanan tanpa harus menunda pembayaran gaji karyawan yang pada akhirnya
menganggu pembayaran cicilan ke bank.
Risiko kredit pada metode Loan at Risk Ratio masih perlu diwaspadai. Loan at risk Sulsel cukup tinggi di bulan Juni 2017
sehhingga perkembangannya perlu dimonitor lebih lanjut. Posisi Loan at Risk tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan bulan Maret 2017 yang ditengarai karena pembayaran bunga dan cicilan terlambat (jatuh pada
kolektibilitas 2) disebabkan RT yang menunggu pencairan THR.
4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Penetrasi kredit UMKM terus dilakukan untuk mendukung perekonomian dan pemerataan akses keuangan. Kredit
UMKM di triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp34,3 triliun, tumbuh 6,7% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap
total kredit adalah 31,7%. Dari nilai tersebut 39% merupakan kredit usaha kecil dan 32% lainnya adalah kredit usaha
menengah sedangkan sisanya merupakan usaha mikro.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.6. Pangsa Kredit UMKM
Kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dengan pertumbuhan
kredit tertinggi di lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Berdasarkan lapangan usaha, kredit UMKM di
Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (59,1%), diikuti lapangan usaha pertanian,
perburuan, dan kehutanan (7,8%), dan lapangan usaha industri pengolahan (5,9%). Pertumbuhan kredit UMKM tertinggi
tercatat pada lapangan usaha industri jasa kesehatan dan kegiatan sosial (32,24%, yoy), diikuti lapangan usaha perikanan
(32,1%, yoy), dan pertanian, perburuan, dan kehutanan (26,4%, yoy). Secara spasial, penyaluran kredit UMKM
didominasi oleh daerah perkotaan khususnya Makassar. Penyaluran kredit UMKM di Sulsel sangat didominasi oleh Kota
Makassar dengan porsi 51,3%, diikuti Kota Parepare (7,5%), dan Kota Palopo (4,1%). Daerah yang memiliki pertumbuhan
kredit UMKM tertinggi adalah Kab. Luwu Timur (148,3%; yoy), diikuti Kab. Bone (42,7%; yoy), dan Kota Palopo (41,1%;
yoy).
Tabel 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
May-17 Jun-17 May-17 Jun-17
1 PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 26,72% 26,35% 2,59 2,67 7,78%
2 PERIKANAN 32,15% 32,11% 0,41 0,42 1,22%
3 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0,63% -7,47% 0,22 0,22 0,63%
4 INDUSTRI PENGOLAHAN 9,87% 9,88% 2,03 2,04 5,95%
5 LISTRIK, GAS DAN AIR -2,38% -9,12% 0,08 0,08 0,24%
6 KONSTRUKSI 6,09% -0,88% 1,51 1,50 4,38%
7 PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 8,58% 8,19% 20,17 20,28 59,12%
8 PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 7,43% 6,71% 1,63 1,68 4,90%
9 TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI -17,81% -17,28% 1,29 1,29 3,75%
10 PERANTARA KEUANGAN -38,55% -27,05% 0,57 0,63 1,83%
11 REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 4,57% -1,86% 1,14 1,14 3,32%
12 ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 17,51% 18,92% 0,01 0,01 0,03%
13 JASA PENDIDIKAN 6,20% 3,33% 0,14 0,15 0,44%
14 JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 48,41% 32,24% 0,26 0,26 0,77%
15 JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 13,56% 11,64% 1,76 1,78 5,20%
16 JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA -3,86% -5,18% 0,12 0,12 0,36%
17 BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA -64,92% -54,25% 0,00 0,00 0,00%
18 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA -66,63% -43,60% 0,02 0,03 0,08%
19 PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA 0,00% 0,00% 0,00 0,00 0,00%
20 LAIN-LAIN 0,00% 0,00% 0,00 0,00 0,00%
7,25% 6,69% 33,96 34,31 100,00%TOTAL KREDIT UMKM
Nominal Kredit (Rp T)YOY Growth (%) Share
Juni-17 (%)SEKTOR EKONOMI
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 71
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 72
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
Bab 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti pola tahunannya.
Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi sejalan dengan
perlambatan ekonomi triwulan II 2017. Selain itu, faktor musiman adanya
lebaran dan Idul Fitri memengaruhi aliran uang kartal yang mengalami
penurunan net inflow, sehingga jumlah uang yang diedarkan lebih banyak
untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank
Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota,
dan kas titipan.
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 73
5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Proporsi transaksi non tunai di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-Sulawesi pada triwulan II 2017. Pangsa
nilai RTGS dari (from) Sulawesi Selatan mencapai 66,4% (Rp15,64 triliun). Sementara proporsi nilai kliring (kliring kredit
dan kliring penyerahan) Sulawesi Selatan triwulan II 2017 mencapai 59,3% (Rp11,41 triliun).
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1. Proporsi Nilai RTGS se-Sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.2. Proporsi Nilai Kliring se-Sulawesi
5.1.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai
Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah
warkat yang dikliringkan pada triwulan II 2017 tercatat sebanyak 279 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp11,36
triliun menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 318 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp14,47
triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan I 2017 juga mengalami pertumbuhan yang terkontraksi yaitu mencapai -41,2%
(yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -20,6%(yoy). Menurunnya perputaran transaksi
pembayaran di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai Rp0,21 triliun per hari
atau tumbuh terkontraksi -30,1% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat
(Cek/Bilyet Giro atau BG) pada periode yang sama menunjukkan kenaikan dari 2,82% menjadi 2,98% pada periode
laporan, seiring turunnya nominal perputaran kliring.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Perbandingan Transaksi Tunai Antar Daerah
Proporsi transaksi tunai (inflow-outflow) di Sulawesi Selatan merupakan yang terbesar se-Sulawesi pada triwulan II
2017. Pangsa nilai inflow Sulawesi Selatan mencapai 62,9% (Rp 3,52 triliun). Sementara proporsi nilai outflow Sulawesi
Selatan triwulan II 2017 mencapai 39,3% (Rp 5,15 triliun). Proporsi inflow Sulsel yang lebih besar dibandingkan outflow,
menunjukkan bahwa aliran uang dari beberapa daerah di luar Sulawesi Selatan ke Sulawesi Selatan lebih banyak. Hal ini
Sulawesi Utara19,7%
Sulawesi Tengah
9,1%
Sulawesi Selatan66,4%
Sulawesi Tenggara
2,7%
Gorontalo2,1% Sulawesi
Utara16,6%
Sulawesi Tengah11,5%
Sulawesi Selatan59,3%
Sulawesi Tenggara
8,6%
Gorontalo4,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31 15.60 15.75 14.47 11.36
- Lembar (ribuan) 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361 328 336 318 279
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31 0.26 0.25 0.27 0.21
- Lembar (ribuan) 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73 5.47 5.42 5.99 5.26
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78 3.20 9.30 2.82 2.98
- Lembar (%) 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29 2.43 2.42 2.44 2.69
URAIAN2014 2015 2016 2017
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
sejalan dengan perekonomian Sulsel yang mencapai separuh dari ekonomi Sulawesi. Selain itu, Sulsel juga sebagai kutub
pertumbuhan di Sulawesi.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3. Proporsi Inflow se-Sulawesi Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.4. Proporsi Outflow se-Sulawesi
5.2.2 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan II 2017 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp3,34 triliun, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,61 triliun. Namun dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat membaik sebesar 0,01% (yoy) (Grafik 5.1). Di sisi lain, aliran
uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami kenaikan dari Rp1,29 triliun pada triwulan I 2017 menjadi Rp3,18
triliun pada triwulan II 2017, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp0,16 triliun (Grafik 5.5 dan Grafik 5.6).
Net inflow diperkirakan terjadi karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur
Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan
perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Sampai dengan triwulan II 2017, terdapat 4
(empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari,
Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari dan
Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di
Sulsel tersebut merupakan wujud implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk
pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada
masyarakat di Sulsel.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Inflow Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Outflow
Sulawesi Utara17,2%
Sulawesi Tengah
5,6%
Sulawesi Selatan62,9%
Sulawesi Tenggara
12,1%
Sulawesi Barat2,3% Sulawesi
Utara22,4%
Sulawesi Tengah16,3%
Sulawesi Selatan39,2%
Sulawesi Tenggara
15,9%
Sulawesi Barat6,3%
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Inflow gInflow - Skala Kanan
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Outflow gOutflow - Skala Kanan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 75
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.3 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Untuk menjaga ketersediaan
uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia telah membuka pelayanan penukaran
uang di luar kantor, yang dilakukan secara rutin setiap hari Selasa dan Rabu dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00
WITA di pasar-pasar secara bergiliran dan pada hari Kamis di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.
Penukaran tersebut juga termasuk uang Rupiah Tahun Emisi 2016 yang mulai sah berlaku pada tanggal 29 Desember
2016. Selain itu, kegiatan kas keliling di luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yang meliputi 17
(tujuh belas) Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Luwu Timur, Enrekang, Pinrang, Tana Toraja, Toraja
Utara, Bone, Pangkep, Barru, Pinrang, Bantaeng, Sinjai, Selayar, Takalar, Jeneponto, Soppeng, Sidrap, dan Luwu Utara.
Layanan penukaran uang juga dilakukan pada kas titipan di 4 (empat) daerah yaitu di Pare-Pare, Palopo, Bulukumba dan
Bone.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Depo Kas di Wilayah Indonesia Timur. Selama
periode triwulan II 2017, telah dilakukan sebanyak 10 (sepuluh) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Papua
masing-masing sebanyak 1 sampai dengan 3 kali.
Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada
triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp0,78 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
Rp1,06 triliun (Grafik 5.8).
5.2.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel. Pada triwulan II 2017 tercatat sebanyak 543 lembar,
menurun dari triwulan I 2017 yaitu 801 lembar. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan II 2017
adalah pecahan Rp50.000 (48,8%), Rp100.000 (50,3%), diikuti dan pecahan lainnya sebesar 0,9% (Grafik 5.6). Pecahan
uang palsu tersebut terutama ditemukan berdasarkan permintaan klarifikasi bank yaitu sebanyak 516 lembar (95,0%),
setoran bank-bank sebanyak 14 lembar (2,6%), penukaran masyarakat di Bank Indonesia sebanyak 13 lembar (2,4%)
(Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk melaporkan
kepada Bank Indonesia apabila menemukan uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal ini juga
menandakan bahwa pemahaman perbankan dan masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga semakian
meningkat. Untuk itu, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Selatan (KPwBI Sulsel) untuk mengantisipasi peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat
mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, akan terus dilakukan khususnya kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di
berbagai daerah di Sulsel. Hal tersebut diharapkan dengan semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang
Rupiah maka peredaran uang palsu diharapkan semakin menurun.
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
Rp TriliunNet InflowNet Outflow
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.10. Temuan Uang Palsu Per Nominal Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5. 11. Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya
5.3. Perkembangan Transaksi Jual-Beli Valuta Asing
Pada triwulan II 2017, proporsi jual valuta asing (valas) sedikit lebih tinggi dibanding beli. Dari data/informasi 5 (lima)16 pedagang valuta asing yang diawasi Bank Indonesia, penjualan valas di Sulsel mencapai Rp667,47 miliar (50,1%) dibandingkan pembelian valas Rp665,68 miliar (49,9%). Baik penjualan maupun pembelian valas, berturut-turut didominasi oleh US dollar, Singapura Dollar, Yuan, Riyal, Euro, dan Yen.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.12. Temuan Uang Palsu Per Nominal Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.13. Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya
16 La Tunrung, Maraza Valas, Diana Valas, Primanusa, dan Atlantic
(100)
0
100
200
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
%, yoyRp Triliun
Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
-100
-50
0
50
100
150
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017
%, yoylembar
Temuan Uang Palsu g.Temuan Uang Palsu - sisi kanan
Rp100,000 48.8%Rp50,000
50.3%
Pecahan Lainnya
0.9%
Klasifikasi Bank
95.0%
Setoran Bank (Hasil
MSUK)2.6%
Penukaran2.4%
USD36.7%
EUR4.7%
SGD21.1%
JPY2.8%
Riyal4.8%
Yuan13.5%
Lainnya16.3%
USD36.5%
EUR4.8%
SGD21.0%
JPY2.7%
Riyal5.3%
Yuan13.6%
Lainnya16.0%
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 77
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 78
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2017 tercatat
4,77%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2017 masih cukup baik meskipun menurun
secara tahunan dibandingkan triwulan IV 2016.
Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2017 mengalami penurunan
dibandingkan Maret 2016 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk
miskin di Sulsel (9,38%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan Provinsi
lain di Sulawesi.
Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik,
dimana rasio gini pada September 2016 menjadi 0,40 dibanding tahun
sebelumnya (0,43%). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan juga terlihat membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada
pada peringkat 14 secara nasional.
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 79
6.1 Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel menurun.
Per Februari 201717 TPT mencapai 4,77%, lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
5,11%. Secara absolut jumlah pengangguran terbuka
Sulsel turun dari 192.969 orang per Februari 2016 menjadi
190.441 orang per Februari 2017. Penurunan
pengangguran diindikasikan sebagai dampak positif dari
kebijakan pemerintah diantaranya dalam penyaluran dana
ke desa dan mulai terimplementasinya sebagian dari
paket kebijakan ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan
kerja semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja
pada Februari 2017 meningkat cukup signifikan sebanyak
216.892 orang atau naik 5,75% dibandingkan periode
yang sama tahun 2016. Meningkatnya angkatan kerja
pada Februari 2017 menjadi 3.991.818 orang diperkirakan
karena perkembangan lapangan usaha di awal tahun 2017
yang masih meningkat.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Februari 2017, sektor pertanian
menyerap 1,54 juta orang atau 40,63% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh positif 7,05% dibandingkan periode yang
sama tahun 2016. Peningkatan ini disebabkan adanya panen pada awal 2017 sehingga kebutuhan pekerja musim panen
meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat
masing-masing 24,27%; 0,67%; 7,83%, dan 2,23%. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6)
pertumbuhannya meningkat 8,93% (yoy) menjadi 122,00 pada triwulan I 2017 dari sebelumnya 109,63.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 61,64% pada Februari 2016 menjadi
64,28% pada Februari 2017. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Penyerapan tenaga kerja
tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut,
jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Februari 2017 menjadi sebanyak 3,99 juta orang dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,77 juta orang.
17 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)
KEGIATAN UTAMA Februari Februari
2016 2017
Angkatan Kerja 3.774.926 3.991.818
a. Bekerja 3.581.957 3.801.407
b. Pengangguran 192.969 190.441
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 61,64% 64,28%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5,11% 4,77%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1.442.875 40,28% -0,45% 1.544.614 40,63% 7,05%
Industri 213.950 5,97% 0,54% 265.869 6,99% 24,27%
Perdagangan 774.310 21,62% 4,78% 779.521 20,51% 0,67%
Jasa 623.135 17,40% 0,98% 671.932 17,68% 7,83%
Lainnya 527.687 14,73% 1,63% 539.471 14,19% 2,23%
Total 3.581.957 100,00% 1,26% 3.801.407 100,00% 6,13%
Februari 2017Februari 2016KEGIATAN UTAMA
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Sumber: BPS, diolah BI Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2 Penduduk Miskin18
Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami kenaikan dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret
201719 jumlah penduduk miskin mencapai 813 ribu orang atau 9,38% dari total penduduk Sulsel. Angka kemiskinan
tersebut naik dibandingkan posisi Maret 2016 sebesar 0,75%. Kenaikan penduduk miskin disebabkan oleh bertambahnya
penduduk miskin di kota sebesar 2,97% sedangkan kemiskinan di desa cenderung tidak bertambah. (Grafik 6.3). Kenaikan
angkan kemiskinan di kota sejalan dengan inflasi di kota Makassar yang lebih tinggi dibandingkan zona lainnya. Dugaan
sementara, pengaruh kenaikan tarif dasar listrik pada pengguna listrik 900 VA memberikan tekanan pengeluaran pada
kelompok miskin di perkotaan.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Menurut Provinsi September 2016
Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.
Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. September 2016 yang semakin menurun (4,50%;yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (7,75%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik,
sehingga laju kemiskinan menurun. Meski sudah menurun, inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel masih
tergolong tinggi. Tekanan harga terjadi karena berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras yang disebabkan
oleh mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino di tahun 2015 dan La Nina di tahun 2016.
18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)
19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)
64.6%
62.8%
63.6%
60.5%
62.0% 62.0%62.2%
60.9%
61.6%
62.9%
64.3%
60%
61%
61%
62%
62%
63%
63%
64%
64%
65%
65%
Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Penghasilan saat ini
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 81
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki
korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini
mencapai 0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perkembangan harga beras memiliki hubungan yang
kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi
beras merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan20. Oleh karena itu, jika inflasi beras
semakin meningkat akan menurunkan daya beli
masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat
pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan
menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya
pengendalian inflasi beras perlu ditingkatkan sebagai
salah satu upaya menekan tingkat kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin perkotaan. Persentase
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI
Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,38%) setelah Sulawesi Utara
(8,10%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,65%
terdapat di Provinsi Gorontalo
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS
tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, selanjutnya diikuti Kabupaten Jeneponto (15,31%),
dan Kabupaten Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di Kota
Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidrap (5,82%), dan Kota Parepare
(5,88%).
20 Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.
Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17
Kota 262,163 274,140 281,676 286,669 296,644 9.11% 11.25% 7.44% 4.57% 5.31% 8.61% 8.36% 5.70% 3.07% 3.42%
Desa 240,175 254,524 263,674 267,428 274,434 13.68% 16.16% 9.78% 5.07% 4.08%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34 59.73 140.62 200.35 5.22 10.82 8.20 59.82 139.05 198.87 5.14 10.77 8.10
Sulteng 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45 75.90 337.25 413.15 10.07 15.48 14.09 77.98 339.88 417.86 10.16 15.54 14.14
Sulsel 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40 150.60 646.21 796.81 4.47 12.30 9.24 153.56 659.51 813.07 4.48 12.59 9.38
Sultra 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88 53.18 274.11 327.29 6.87 15.31 12.77 62.75 268.96 331.71 7.56 15.29 12.81
Gorontalo 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73 24.02 179.67 203.69 5.78 24.30 17.63 23.87 181.50 205.37 5.64 24.52 17.65
Sulbar 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74 8.43 121.83 146.90 8.43 12.00 11.19 23.50 126.26 149.76 8.53 12.03 11.30
Mar-16
Jumlah PersentaseProvinsi
Mar-17
Jumlah Persentase
Sep-16
Jumlah Persentase
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah BI
6.3 Rasio Gini21
Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel Maret 2017 sebesar 0,41, menurun dibandingkan Maret 2016
yang mencapai 0,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian
dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih tinggi meski pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio
Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Sementara itu dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini
ratio Sulsel tahun 2017 berada pada peringkat kedua tertinggi di Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di
Provinsi Gorontalo (0,43) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi Barat (0,35).
Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian
pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9
September 2015 yaitu “Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan”. Lebih
lanjut, World Bank (2014) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan
penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah
pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan
ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah
(APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 2013 menjadi masing-
masing 99,50; 95,00; dan 64,25 pada tahun 201822.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS
21Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22 Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 Mar 2016 Mar 2017
Gorontalo 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42 0.43
Sulawesi Selatan 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43 0.41
Sulawesi Tenggara 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40 0.39
Sulawesi Utara 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39 0.40
Sulawesi Tengah 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36 0.36
Sulawesi Barat 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36 0.35
Indonesia 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40 0.39
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 83
6.4 Nilai Tukar Petani23
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2017 masih cukup baik (>100), dengan pertumbuhan tahunan membaik. NTP
Sulsel pada triwulan II 2017 membaik menjadi sebesar 100,54, dibandingkan triwulan sebelumnya 100,74. Perbaikan NTP
tersebut dikarenakan oleh kenaikan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani. Rata-rata indeks
yang diterima petani naik dari 127,74 pada triwulan I 2017 menjadi 128,74 pada triwulan II 2017 (Grafik 6.8). Sementara
disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari 126,8 pada triwulan I 2017 menjadi 128,05 pada
triwulan II 2017 (Grafik 6.7).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa
petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 – 2011 korelasi kedua variabel
tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 – 2016 mencapai -0,42. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang
tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga
terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus 2016
(penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari
2016 – September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara
itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap
antara inflasi dan NTP semakin melebar. Namun, pada saat triwulan II 2017, inflasi terpantau meningkat diikuti kenaikan
pertumbuhan NTP.
Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh
lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk
menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk
menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara mengurangi asymmetric
information harga komoditi pertanian, serta membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-
barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
23NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
-5%
-3%
-1%
1%
3%
5%
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
yoyNilai Tukar Petani
g.indeks - sisi kananIndeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
yoyIndeks yang Dibayar Petani
g.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
yoyIndeks yang Diterima Petani
g.indeks - sisi kananIndeks
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
korelasi 2012-2016 = -0,42korelasi 2009-2011 = -0,38
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
6.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada 2016. Peningkatan IPM terjadi pada
indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (Grafik 6.8). Dengan kondisi
tersebut, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional, pada tahun 2015 maupun 2016. Potensi untuk
meningkatkan IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (69,8) masih berada di bawah angka nasional (70,2). Semua
komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional.
Tabel 6.8. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia
Angka Harapan Hidup saat Lahir (tahun)
Harapan Lama Sekolah (tahun)
Rata-rata Lama Sekolah (tahun)
Pengeluaran per Kapita (Rp 000)
IPM
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Aceh 69,5 69,5 13,7 13,9 8,8 8,9 8.533 8.768 69,5 70,0
Sumatera Utara 68,3 68,3 12,8 13,0 9,0 9,1 9.563 9.744 69,5 70,0
Sumatera Barat 68,7 68,7 13,6 13,8 8,4 8,6 9.804 10.126 70,0 70,7
Riau 70,9 71,0 12,7 12,9 8,5 8,6 10.364 10.465 70,8 71,2
Jambi 70,6 70,7 12,6 12,7 8,0 8,1 9.446 9.795 68,9 69,6
Sumatera Selatan 69,1 69,2 12,0 12,2 7,8 7,8 9.474 9.935 67,5 68,2
Bengkulu 68,5 68,6 13,2 13,4 8,3 8,4 9.123 9.492 68,6 69,3
Lampung 69,9 69,9 12,3 12,4 7,6 7,6 8.729 9.156 67,0 67,7
Kep. Bangka Belitung 69,9 69,9 11,6 11,7 7,5 7,6 11.781 11.960 69,1 69,6
Kepulauan Riau 69,4 69,5 12,6 12,7 9,7 9,7 13.177 13.359 73,8 74,0
DKI Jakarta 72,4 72,5 12,6 12,7 10,7 10,9 17.075 17.468 79,0 79,6
Jawa Barat 72,4 72,4 12,2 12,3 7,9 8,0 9.778 10.035 69,5 70,1
Jawa Tengah 74,0 74,0 12,4 12,5 7,0 7,2 9.930 10.153 69,5 70,0
DI Yogyakarta 74,7 74,7 15,0 15,2 9,0 9,1 12.684 13.229 77,6 78,4
Jawa Timur 70,7 70,7 12,7 13,0 7,1 7,2 10.383 10.715 69,0 69,7
Banten 69,4 69,5 12,4 12,7 8,3 8,4 11.261 11.469 70,3 71,0
Bali 71,4 71,4 13,0 13,0 8,3 8,4 13.078 13.279 73,3 73,7
Nusa Tenggara Barat 65,4 65,5 13,0 13,2 6,7 6,8 9.241 9.575 65,2 65,8
Nusa Tenggara Timur 66,0 66,0 12,8 13,0 6,9 7,0 7.003 7.122 62,7 63,1
Kalimantan Barat 69,9 69,9 12,3 12,4 6,9 7,0 8.279 8.348 65,6 65,9
Kalimantan Tengah 69,5 69,6 12,2 12,3 8,0 8,1 9.809 10.155 68,5 69,1
Kalimantan Selatan 67,8 67,9 12,2 12,3 7,8 7,9 10.891 11.307 68,4 69,1
Kalimantan Timur 73,7 73,7 13,2 13,4 9,2 9,2 11.229 11.355 74,2 74,6
Kalimantan Utara 72,2 72,4 12,5 12,6 8,4 8,5 8.354 8.434 68,8 69,2
Sulawesi Utara 71,0 71,0 12,4 12,6 8,9 9,0 9.729 10.148 70,4 71,1
Sulawesi Tengah 67,3 67,3 12,7 12,9 8,0 8,1 8.768 9.034 66,8 67,5
Sulawesi Selatan 69,8 69,8 13,0 13,2 7,6 7,8 9.992 10.281 69,2 69,8
Sulawesi Tenggara 70,4 70,5 13,1 13,2 8,2 8,3 8.697 8.871 68,8 69,3
Gorontalo 67,1 67,1 12,7 12,9 7,1 7,1 9.035 9.175 65,9 66,3
Sulawesi Barat 64,2 64,3 12,2 12,3 6,9 7,1 8.260 8.450 63,0 63,6
Maluku 65,3 65,4 13,6 13,7 9,2 9,3 8.026 8.215 67,1 67,6
Maluku Utara 67,4 67,5 13,1 13,5 8,4 8,5 7.423 7.545 65,9 66,6
Papua Barat 65,2 65,3 12,1 12,3 7,0 7,1 7.064 7.175 61,7 62,2
Papua 65,1 65,1 10,0 10,2 6,0 6,2 6.469 6.637 57,3 58,1
Indonesia 70,8 70,9 12,6 12,7 7,8 8,0 10.150 10.420 69,6 70,2
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 85
Boks 6.A Tantangan Pengembangan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel dalam kisaran di atas 60% sesuai dengan rasio secara nasional. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, TPAK Sulsel selalu lebih dari 60%. Posisi terakhir, TPAK dalam tren meningkat. TPAK naik dari 61,64% pada Februari 2016 menjadi 64,28% pada Februari 2017. Peningkatan TPAK terjadi di hampir seluruh sektor. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Februari 2017 menjadi sebanyak 3,99 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,77 juta orang.
Sumber: BPS, diolah BI
Grafik 6.A.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Sumber: BPS, diolah BI
Grafik 6.A.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Penduduk Angkatan Kerja di Sulsel terutama didominasi oleh umur produktif. Berdasarkan data sakernas Februari 2017, pangsa angkatan kerja terbesar berkisar antara usia 15 hingga 19 tahun sebesar 13,1% sebanyak 5.686.702 orang. Sehingga angkatan kerja di Sulsel termasuk dalam kategori yang normal, dalam artian bukan usia aging (60+ tahun). Grafik piramida penduduk di bawah menunjukkan bahwa struktur angkatan kerja Sulawesi Selatan masuk dalam tipe ekspansif, di mana usia muda mendominasi angakatan kerja di Sulawesi Selatan. Dari sisi gender, penduduk usia kerja di Sulawesi Selatan didominasi oleh Perempuan dengan porsi sebesar 52,04%. Lebih dari 20% angkatan kerja di Sulsel tidak sekolah. Sementara pengangguran yang tidak sekolah persentasenya 19,4% atau 36.893 orang.
6.A. 6.A.
Penduduk Bekerja di Sulsel juga didominasi oleh umur produktif. Berdasarkan data sakernas Februari 2017, pangsa angkatan kerja terbesar berkisar antara usia 30 hingga 34 tahun sebesar 12,6% sebanyak 478.870 orang. Sementara kategori umur produktif (15-64 tahun) sebesar 94,5% sebanyak 3.592.236 orang. Sehingga angkatan kerja di Sulsel termasuk dalam kategori yang normal, dalam artian bukan usia aging (60+ tahun). Grafik piramida penduduk di atas menunjukkan bahwa struktur angkatan kerja Sulawesi Selatan masuk dalam tipe ekspansif, di mana usia muda mendominasi angkatan kerja di Sulawesi Selatan. Dari sisi gender, didominasi oleh Laki-laki dengan porsi sebesar 60,90%. Penduduk yang bekerja mencapai 23,1% atau 877.612 orang.
Penyerapan tenaga kerja terbesar berpendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Tenaga kerja bekerja dengan pendidikan SD mencapai 21,1%, SMP mencapai 15,3%, SMA mencapai 16,8% sementara SMK mencapai 7,7%. Persentase pendidikan untuk diploma justru paling rendah hanya 2,8%, sementara pendidikan tinggi/universitas mencapai 13,3%. Ditengarai penyerapan tenaga terdidik diploma/vokasi yang masih rendah, terkait ketersediaan tenaga
64.6%
62.8%
63.6%
60.5% 62.0% 62.0%
62.2%
60.9%
61.6%
62.9%
64.3%
69.6%
67.8%
69.2%
66.8%
69.2%
66.6%
69.5%
65.8%
68.1%
66.3%
69.0%
60%
62%
64%
66%
68%
70%
72%
Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17
Sulawesi Selatan Nasional6.5%
5.9%5.8%
5.1%
5.8%
5.1%
5.8%
6.0%
5.1%
4.8% 4.8%
6.4%6.1%
5.9%
6.2%
5.7%
5.9%
5.8%
6.2%
5.5%5.6%
5.3%
4.0%
4.5%
5.0%
5.5%
6.0%
6.5%
7.0%
Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17
Sulawesi Selatan Nasional
-450 -350 -250 -150 -50 50 150 250 350 450
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
≥65
Laki-Laki
Perempuan
-300 -200 -100 0 100 200 300
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
≥65Laki-Laki
Perempuan
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
kerja terdidik universitas yang relatif berlimpah. Pasar tenaga kerja lebih memilih untuk meng-up grade penerimaan tenaga kerja terdidik dari diploma menjadi perguruan tinggi. Profil pendidikan pekerja di Sulawesi Selatan didominasi oleh pekerja dengan ijazah SD sebanyak 1.678.525 orang atau setara dengan 44,16% dari total pekerja. Adapun secara tahunan persentase pertumbuhan pekerja terbanyak ada pada lulusan Diploma yang tumbuh 31,92%. Namun demikian tenaga kerja dari lulusan Diploma masih memiliki porsi terendah sebesar 2,83% dari total pekerja. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar justru berasal dari pendidikan kejuruan (SMK) dan vokasi/diploma. Persentase TPT untuk SMK mencapai 6,35%, atau setara 19.708 orang dari angkatan kerja berpendidikan SMK 310.551 orang. Sementara TPT untuk yang berpendidikan diploma 119.286 orang. Jurusan yang banyak menganggur untuk SMK terutama Keuangan, Teknik Otomotif, Teknik Komputer & Informatika, dan Teknik Ketenagalistrikan. Sementara untuk pendidikan vokasi, pengangguran berasal dari jurusan Bidan Pendidik/Kebidanan, Ilmu Manajemen, Ilmu Kesejahteraan Sosial/Pekerja Sosial, Ilmu Pendidikan Manajemen, Administrasi Perkantoran, Ekonomi Pembangunan, dan Ilmu Ekonomi.
Tingkat Pengangguran (TPT) tertinggi berada di Kota. TPT terbesar terjadi di daerah kota Palopo, Makassar, dan Parepare. Selain karena konstribusi lapangan usaha yang lebih padat modal (capital intensive), ditengarai juga karena kota tersebut menerima arus urbanisasi tenaga kerja dari daerah lain.
Orang Persentase Orang Persentase Orang Persentase
Tidak Sekolah 914.505 22,9% 877.612 23,1% 36.893 19,4% 4,03%
SD setara 839.713 21,0% 800.913 21,1% 38.800 20,4% 4,62%
SMP setara 600.992 15,1% 581.278 15,3% 19.714 10,4% 3,28%
SMA setara 675.427 16,9% 637.245 16,8% 38.182 20,1% 5,65%
SMK 310.551 7,8% 290.843 7,7% 19.708 10,4% 6,35%
Diploma I/II/III 119.286 3,0% 107.582 2,8% 11.704 6,1% 9,81%
Universitas 531.344 13,3% 505.934 13,3% 25.410 13,3% 4,78%
3.991.818 100,0% 3.801.407 100,0% 190.411 100,0% 4,77%
Angkatan Kerja Bekerja PengangguranPendidikan
Tingkat
Pengangguran
Terbuka
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 87
Boks 6.B Kondisi Ketimpangan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan
Ada beberapa faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003) dan peningkatan investasi pada suatu daerah tanpa diikuti oleh peningkatan investasi di daerah lainnya (Barro, 2000), peningkatan IPM pada suatu daerah yang tidak diiringi dengan peningkatan IPM di daerah lainnya (Brata, 2002) akan memicu terjadinya peningkatan ketimpangan pendapatan. Alisjahbana (2012) menyatakan bahwa problema ketimpangan pendapatan masyarakat merupakan suatu permasalahan jangka panjang, sehingga untuk memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat diperlukan langkah kebijakan yang komprehensif dan jangka panjang pula.
Koefisien Gini di Indonesia cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Hingga 2015, koefisien gini Indonesia (0,402) lebih baik dibandingkan Singapura (0,409), Filipina (0,430) dan China (0,462). Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ketimpangan tidak hanya di Negara berkembang namun juga di Negara maju. Namun demikian, koefisien Gini Indonesia meningkat dari 0,382 menjadi 0,402 di tahun 2015, sehinggga kesenjangan distribusi pendapatan relatif meningkat.
Grafik 6.B.1 Perbandingan Rasio Gini antar Negara
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Indonesia dan Sulsel mengikuti Fenomena Kuznet24. Fenomena kuznet (pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan ketimpangan melebar) terjadi di hampir seluruh negara di dunia (OECD, 2014). Di Indonesia angka ketimpangan tertinggi dicapai oleh DKI yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Untuk Sulsel, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011 rasio gini Sulsel berada pada posisi 0,41 dan mengalami stagnasi hingga 2017. Pertumbuhan ekonomi masih dalam tren meningkat, sementara tingkat kesenjangan pendapatan relatif tinggi, yang tercermin dari Gini Rasio relatif tinggi (Maret 2017 = 0,407).
Sumber: OECD
Grafik 6.B.2 Fenomena Kuznet Internasional
Sumber: Bank Indonesia (2011)
Grafik 6.B.3 Fenomena Kuznet Indonesia
Secara lebih detail, pangsa lapangan usaha dan kualitas sumber daya manusia di Sulsel ikut memengaruhi tingkat ketimpangan. Lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi terbesar di Sulsel adalah lapangan usaha pertanian. Kontribusi tersebut terlihat dari pangsa terhadap PDRB triwulan II 2017 yang masih mencapai 23,6% dengan penyerapan tenaga kerja 40,63%. Tingkat pendidikan tenaga kerja Lapangan Usaha Pertanian di Sulsel adalah SD ke bawah (65,01%). Sementara Lapangan Usaha Perdagangan dan Industri pengolahan di Sulsel lebih baik yaitu sebagian besar SMP-SMA/SMK masingmasing sebesar 52,84% dan 53,79%. Sementara Lapangan usaha yang sudah baik kualitas
24 Pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan ketimpangan melebar berdasarkan Fenomena Kuznet.
Sulsel
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
pendidikannya adalah Jasa Pendidikan di Sulsel yang cenderung tingkat pendidikan sudah Diploma/Sarjana sebesar 85,74%. Di sisi lokasi dan kesejahteraan, tenaga kerja di lapangan usaha pertanian Sulsel tinggal di desa, dengan porsi penduduk miskin desa yang masih tinggi. Upaya mengurangi ketimpangan dapat difokuskan kepada beberapa hal di atas.
Sumber: BPS, diolah BI
Grafik 6.B.4 Pangsa Tenaga Kerja Sektoral
Sumber: BPS, diolah BI
Grafik 6.B.5 Penyebaran Penduduk Miskin
Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi ketimpangan yang dilakukan berbagai pihak. World Bank bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengeluarkan flagship report on inequality pada tahun 2014, mnenyediakan policy support berdasarkan bukti-bukti kesuksesan negara dalam mengatasi ketimpangan, membantu pemerintah melalui penambahan dan perbaikan lapangan kerja, membentuk safety net untuk melindungi penduduk miskin dari shock ekonomi seperti program BPJS dan pemerataan hasil pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Pemerintah dalam Program Keuangan Inklusif, pembiayaan UMKM dan komoditas Unggulan, serta klaster Program Pengendalian Inflasi.
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 89
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 90
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Sulsel pada triwulan IV dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan
akan tumbuh pada kisaran 7,5 – 7,9% (yoy) dengen kecenderungan mengarah
ke batas atas. Terus berlanjutnya reformasi struktural menjadi pondasi terus
membaiknya ekonomi Sulsel secara keseluruhan.
Sumber pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2017 diperkirakan akan
berasal dari stabilnya konsumsi Rumah Tangga (RT) dan Lembaga Non Profit
Rumah Tangga (LNPRT) disebabkan faktor musiman akhir tahun serta kenaikan
belanja organisasi politik menjelang pilkada. Dari sisi investasi, pertumbuhan
diperkirakan akan stabil dengan kontribusi terbesar masih berada pada
investasi pemerintah yang disertai dengan kenaikan belanja pemerintah sesuai
pola musimannya. Dari sisi kegiatan ekspor impor, membaiknya cuaca yang
menopang pertumbuhan Lapangan Usaha (LU) pertanian diperkirakan akan
memperbaiki ekspor non tambang.
Dari sisi produksi, LU pertanian diperkirakan akan tumbuh signifikan seperti
tahun sebelumnya disebabkan oleh panen dan situasi cuaca yang kondusif. Hal
serupa diperkirakan akan juga terjadi pada LU Pertambangan dengan produksi
nikel yang lebih tinggi walau harga mengalami penurunan. Dari sisi LU Industri
pengolahan, perbaikan ekspor dan stabilnya konsumsi RT akan menjadi katalis
bagi pelaku usaha dalam memacu produksi.
Dari sisi inflasi, tekanan inflasi pada triwulan ke IV diperkirakan akan
cenderung stabil. Namun demikian, penguatan koordinasi melalui optimalisasi
peran TPID akan terus ditingkatkan untuk memastikan inflasi berada pada
rentang target Bank Indonesia
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 91
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada dalam rentang proyeksi Bank Indonesia di awal tahun,
yaitu sebesar 7,5 – 7,9% (yoy) dengan kecenderungan pada kisaran batas atas. Walaupun realisasi pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II hanya sebesar 6,63% (yoy) tetapi rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut disebabkan
oleh melambatnya LU Pertanian yang juga berimbas pada kontraksi komoditas pertanian ke luar negeri. Hal ini terjadi
akibat faktor cuaca yang tidak kondusif sehingga terjadi banjir pada beberapa lumbung produksi tanaman bahan pangan
(tabama) dan membuat nelayan kesulitan dalam melaut. Pada triwulan IV, sebagaimana pola tahun 2016, pertumbuhan
signifikan diperkirakan terjadi pada produksi tabama berkat dukungan cuaca dan iklim yang lebih baik. Hal ini sekaligus
akan meningkatkan ekspor ikan dan udang serta kakao di tengah perbaikan ekonomi negara mitra dagang utama Sulsel.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan masih berada pada rentang proyeksi Bank Indonesia, yaitu
sebesar 7,5 – 7,9%(yoy) dengan kecenderungan pada batas bawah. Bank Indonesia memperkirakan bahwa ekonomi
Sulsel akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh pada angka 7,41% (yoy). Hal ini sejalan dengan
momentum perbaikan ekonomi global dan nasional yang terus menunjukkan perbaikan. Sinergi kebijakan pemerintah
pusat dan daerah disertai dengan kebijakan moneter yang akomodatif membuat momentum perbaikan ekonomi akan
terus terjaga baik dari sisi fiskal, moneter, dan stabilitas sistem keuangan.
Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan terus menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan.
Pertumbuhan tersebut akan bersumber dari stimulus fiskal pemerintah dalam realisasi belanja infrastruktur dan upaya
pemangkasan perizinan sehingga menggiatkan geliat dunia usaha. Dalam jangka pendek, investasi swasta akan terdorong
oleh realisasi belanja modal pemerintah yang berkelanjutan. Selain itu, pertumbuhan konsumsi RT yang terus meningkat
sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah akan menjadi faktor pendorong investasi swasta. Upaya pemerintah dan
Bank Indonesia yang akan mengoptimasi kapasitas Sulsel dalam industri agribisnis diharapkan mampu meningkatkan daya
saing sehingga ekspor ke luar negeri dapat terus ditingkatkan.
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2017 akan bertumpu pada stabilitas konsumsi RT dan peningkatkan
pengeluaran LNPRT jelang pilkada. Peran konsumsi RT yang masih dominan menjadi kunci peningkatakan pertumbuhan
ekonomi Sulsel. Pada triwulan IV konsumsi RT diperkirakan akan stabil seperti pada triwulan II dan III disebabkan oleh
libur natal dan tahun baru yang berpotensi meningkatkan pengeluaran RT pada jasa akomodasi dan restoran. Di sisi lain,
memasuki pilkada 2018, geliat belanja LNPRT akan lebih intens sehingga mampu menjaga konsumsi RT dan LNPRT pada
kisaran angka pertumbuhan triwulan II dan III.
Sumber pertumbuhan ekonomi lainnya dari sisi permintaan akan bertumpu pada peningkatan aktivitas ekonomi
sejalan dengan pemulihan aktivitas nasioal dan global. Dari sisi PMTB, Investasi diperkirakan akan tumbuh meningkat
dibandingkan realisasi triwulan III. Hal ini dipengaruhi oleh realisasi belanja infrastruktur pemerintah yang diperkirakan
lebih besar sesuai dengan pola historis serapan anggarannya. Selain itu, memasuki penghujung tahun aktivitas reparasi
mesin dan alat berat diperkirakan akan meningkat untuk mengantisipasi kenaikan permintaan di akhir tahun. Pengeluaran
pemerintah juga akan meningkat sebagai dampak dari carry over belanja pada triwulan II. Kontraksi pertumbuhan
4
5
6
7
8
9
10
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
20
16
Q1
20
16
Q2
20
16
Q3
20
16
Q4
20
17
Q1
20
17
Q2
20
17
Q3
20
17
Q4
20
18
Q1
20
18
Q2
20
18
Q3
20
18
Q4
%, yoy
2017:7,5% - 7,9%
2018:7,6% - 8,0%
2015:7,17%
2016:7,41%
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
belanja pemerintah pada triwulan II diperkirakan akan berdampak pada triwulan III khususnya pada pencairan gaji ke 13.
Dengan bergesernya realisasi gaji ke 13, peluang realisasi belanja barang pada triwulan IV menjadi cukup besar sehingga
akan meningkatkan konsumsi pemerintah pada akhir 2017. Dari sisi transaksi luar negeri, prakiraan perbaikan ekonomi
negara mitra dagang Sulsel diperkirakan akan mengerek ekspor komoditas unggulan. Terlebih faktor cuaca dan iklim yang
lebih baik dapat meningkatkan produksi serta mengompensasi penurunan kinerja ekspor komoditas unggulan pada
triwulan II.
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan pada 2017 diperkirakan membaik. Tren perbaikan harga
internasional komoditas olahan tambang telah mulai membaik pada triwulan III 2016, yang diperkirakan akan berimbas
positif pada peningkatan ekspor. Harga nikel pada 2017 diperkirakan tumbuh 2,00%, dimana pada Desember 2017 harga
nikel diperkirakan akan berada pada kisaran 11.000 USD/metrik ton.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.2. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.3. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha
Selaras dengan sisi permintaan, dari sisi produksi atau lapangan usaha perbaikan ekonomi pada penghujung tahun
2017 diprakirakan terjadi pada hampir semua lini. Pertumbuhan paling signifikan yang menopang pertumbuhan
ekonomi Sulsel di triwulan IV diprediksi akan berasal dari LU pertanian. Hal ini terindikasi sebagaimana terjadi lonjakan
pertumbuhan di akhir tahun 2016 karena pergeseran pola panen. Upaya pengendalian inflasi harga pangan bergejolak
oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia akan turut mengguyur pasar dengan produksi sehingga nilai tambah dari LU
pertanian menjadi lebih tinggi.
Grafik Peta Gelombang Indonesa
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
I II III IV
I II III IV
I II III IV IP
20
17
-p
2014 2015 2016 2017 2018-p
yoy$/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV
I II III IV
I II III IV IP
20
17
-p
2014 2015 2016 2017 2018-p
yoy$/mt
Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 93
Potensi tekanan harga nikel diperkirakan tidak akan mempengaruhi target produksi. Hal ini disebabkan target korporasi
pertambangan nikel di Sulsel yang masih konsisten pada produksi 80 ribu MT nikel. Dengan capaian produksi 37 ribu MT
nikel selama semester 1, produksi akan bertumpu pada realisasi triwulan III dan IV. Melihat pola produksinya, realisasi
produksi pada triwulan IV akan sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh faktor cuaca seperti
hujan dan hari kerja efektif.
LU Industri pengolahan akan tumbuh lebih tinggi untuk menutupi defisit penggunaan inventori dan memenuhi
stabilnya permintaan. Pada triwulan II, pertumbuhan inventori terkontraksi cukup dalam untuk memenuhi permintaan
RT Sulsel dan luar Sulsel. Dengan kecenderungan aktivitas operasi pada awal triwulan III yang belum optimal sebagaimana
tergambar dari inflasi beberapa komoditas yang tinggi karena belum beroperasi penuh sedia kala, produksi barang olahan
diprakirakan akan lebih tinggi pada triwulan IV. Terlebih, pasokan akhir tahun yang harus dijaga akan membuat aktivitas
operasi ditingkatkan. Sejalan dengan peningkatkan aktivitas industri, LU penyediaan listrik dan gas juga akan terekskalasi.
LU Konstruksi masih akan bertumpu pada realiasi belanja infrastruktur pemerintah dan mulai masuknya investasi
swasta. Peningkatan investasi akan tercermin pada dua hal, yaitu konsumsi semen yang meningkat sebagai cerminan
aktivitas pembangunan dan impor mesin dan peralatan khususnya mesin pesawat untuk mengantisipasi lonjakan
penumpang angkutan udara di akhir tahun. Selain itu, potensi FDI juga masih cukup tinggi diperkirakan akan juga
menopang pertumbuhan konstruksi.
Pada akhir tahun, aktivitas perdagangan dan jasa makan minum akan meningkat diikuti dengan tren penjualan pulsa
yang juga naik. Aktivitas liburan akihir tahun akan memunculkan wisatawan domestik dan mancanegara yang pada
akhirnya meningkatkan tingkat okupansi hotel berbintang di Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut, aktivitas perdagangan
dan jasa makan minum juga akan menggeliat dan akan dibarengi dengan penjualan pulsa yang tinggi. Tingginya penjualan
pulsa diakibatkan oleh penggunaan paket data yang bertambah seiring dengan penggunaan aplikasi dan internet yang
lebih intens.
7.2 Prospek Inflasi
Inflasi di triwulan IV 2017 dan keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih dalam rentang 4+1% sesuai sasaran Bank
Indonesia walau terdapat beberapa tekanan inflasi. Perjalanan inflasi Sulsel tahun 2017 cukup penuh dinamika
khususnya di awal dan pertengahan tahun 2017. Inflasi di awal tahun disumbang oleh kenaikan tarif STNK dan disusul
oleh kenaikan tarif dasar listrik secara bertahap pada kelompok pengguna listrik 900 VA. Pada awal Juli dimana umumnya
terjadi disinflasi (inflasi yang menurun dibandingkan periode sebelumnya), namun fenomena tersebut tidak terjadi. Inflasi
cenderung stabil di bulan Juni dan Juli sehingga upaya pengendalian inflasi Sulsel akan lebih digiatkan pada semester
kedua khususnya di bulan Desember.
Inflasi volatile food diperkirakan terjaga melalui optimalisasi TPID. Awal semester kedua menujukkan inflasi yang tidak
menurun disebaban produksi pangan yang belum normal. Pada triwulan III potensi cuaca menganggu produktivitas petani
mengintai sehingga upaya TPID pada triwulan III dan IV akan lebih ditingkatkan. Peningkatan peran TPID akan diarahkan
pada strategi peningkatan produksi dan menjaga pasokan melalui sistem resi gudang dan lelang komoditas yang kembali
digiatkan oleh dinas perdagangan Sulsel.
Sedangkan inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah diperkirakan akan lebih melandai. Tekanan inflasi dari sisi
harga diatur pemerintah pada akhir tahun diperkirakan tidak akan besar. Pasalnya kenaikan sepanjang tahun 2017 cukup
memberikan tekanan kepada inflasi sehingga potensi pemerintah menaikkan harga gas elpiji sangat mungkin tidak
direalisasikan pada tahun 2017. Sebagai catatan, inflasi sepanjang 2017 pada kategori administered price bersumber dari
kenaikan tarif STNK dan tarif dasar listrik.
Inflasi inti terkendali dengan tetap memperhatikan margin pelaku usaha. Tekanan inflasi inti sangat minim sepanjang
tahun 2017. Hal ini disebabkan iklim persaingan bisnis yang dialami oleh pelaku usaha sehingga dalam persaingan yang
cukup ketat, pelaku usaha cukup selektif dalam melakukan pricing. Melalui kebijakan moneter akomodatif, inflasi inti
diprakirakan baru akan memberikan tekanan pada tahun 2018 sejalan dengan kondisi ekonomi yang lebih baik.
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
Sumber: BPS,diolah Keterangan : p) Proyeksi BI
7.3 Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:
a. Strategi diversifikasi ekspor yang mengarah pada negara non mitra dagang utama. Hal ini diperlukan untuk
memitigasi risiko perbaikan ekonomi global yang tidak seperti perkiraan semula. Strategi tersebut dapat diarahkan
pada ekspor ke negera yang selama ini bukan pangsa utama Sulsel seperti Timur Tengah dan Amerika Latin. Peluang
ekspor ke Timur Tengah dapat dioptimalkan melalui strategi mitra dagang “halal food.” Indonesia yang merupakan
mayoritas muslim memiliki pengetahuan mumpuni mengenai manajemen produk halal yang dapat dijadikan
kekuatan dari branding produk ekspor Indonesia.
b. Konsistensi reformasi struktural melalui penguatan industri agribisnis. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
Sulsel menjadi lebih bernilai tambah serta terus menekan angka kemiskinan maka pemerintah perlu mengubah
struktur ekonomi dari agrikultur (berbasis pertanian) menjadi industri. Untuk tetap mempertahankan potensi
ekonomi yang berbasis agraris, pemerintah dapat fokus mengembangkan industri berbasis agrikultur atau disebut
agribisnis. Peningkatan nilai tambah hedaknya diarahkan pada komoditas unggulan Sulsel seperti kakao, beras, kopi,
hingga ikan dan udang.
c. Memperluas program peremajaan tanaman dan pemenuhan bibit berkualitas, penguatan kelembagaan komoditas
spesifik, dan monitoring pemenuhan standar kualitas komoditas.
d. Mempersiapkan sekolah vokasi dan teknis kejuruan yang sesuai dengan sektor yang menjadi potensi daerah.
e. Penguatan kelembagaan petani dan peternak sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Problematika kelembagaan
petani merupakan masalah pokok yang harus dimitigasi melalui pembentukan badan usaha seperti koperasi. Dengan
kelembagaan petani, maka isu permodalan dan daya saing akan teratasi.
f. Memantau secara berkala risiko terhadap pelaku korporasi dan rumah tangga, yang didukung dengan hasil survei
(SK, SKDU) dan liaison.
g. Meningkatkan pembinaan UMKM dan penyediaan database/informasi UMKM di daerah yang telah bankable, agar
dapat ditindaklanjuti oleh perbankan.
Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal:
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 95
a. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian
komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel,
antara lain yaitu:
i. Mengintensifkan kegiatan pengendalian harga volatile food pada bulan-bulan dimana terjadi kenaikan tarif
tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga 900 VA yang tidak lagi disubsidi.
ii. Mengembangkan komoditas/produk unggulan di sector pertanian dari masing-masing Kabupaten/Kota, dalam
rangka mengendalikan tekanan inflasi kelompok volatile food.
Beberapa komoditas utama yang berkontribusi besar terhadap inflasi Sulsel yang perlu menjadi perhatian TPID
adalah beras, daging sapi, ikan layang, ikan teri, bawang merah, cabai merah, ikan cakalang, ikan bandeng, dan
daging ayam ras.
b. TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu
kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel. Roadmap di tiap zona ini sangat penting agar program
pengendalian inflasi di tiap zona lebih terpadu dengan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Provinsi.
c. Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga
Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota. Ke depan, data di SIGAP diharapkan dapat memberikan informasi tentang data
surplus-defisit komoditas antar daerah.
d. Penggunaan bibit unggul yang tahan cuaca buruk, pengaturan pola tanam serta manajemen persediaan (termasuk
penggunaan cold storage).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 96
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 46.45 51.10 12.74 14.55 16.00 10.78 54.07 12.86 15.17 16.87 13.54 58.44 14.60 15.83
B Pertambangan dan Penggalian 13.24 14.71 3.53 3.76 4.23 4.28 15.80 3.61 3.93 4.30 4.13 15.96 3.89 4.26
C Industri Pengolahan 30.55 33.29 8.19 8.73 8.82 9.81 35.56 9.27 9.52 9.77 9.90 38.45 9.68 9.85
D Pengadaan Listrik, Gas 0.20 0.23 0.05 0.05 0.06 0.07 0.23 0.06 0.06 0.07 0.07 0.26 0.07 0.07
E Pengadaan Air 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08 0.08 0.08 0.32 0.08 0.09
F Konstruksi 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.89 8.16 8.33 31.99 8.14 8.59
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.94 9.57 10.31 9.54 38.36 9.59 10.55
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.45 8.56 2.13 2.24 2.39 2.38 9.14 2.42 2.44 2.61 2.39 9.86 2.45 2.59
H Transportasi dan Pergudangan 2.95 3.19 0.81 0.83 0.85 0.88 3.37 0.89 0.90 0.92 0.94 3.66 0.94 1.00
J Informasi dan Komunikasi 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17 4.36 4.41 16.99 4.44 4.56
K Jasa Keuangan 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44 2.46 2.59 9.84 2.44 2.57
L Real Estate 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44 2.45 2.49 9.78 2.51 2.55
M,N Jasa Perusahaan 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28 0.29 0.29 1.14 0.30 0.31
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.29 10.53 2.64 2.75 2.94 3.01 11.34 2.78 2.92 2.72 2.80 11.22 2.81 2.92
P Jasa Pendidikan 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49 3.67 3.71 14.30 3.66 3.82
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28 1.33 1.40 5.25 1.35 1.40
R,S,T,U Jasa lainnya 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.87 0.89 0.92 3.52 0.91 0.96
217.59 233.99 58.84 62.44 66.73 62.75 250.76 63.12 67.44 71.25 67.52 269.34 67.87 71.91
2016* 2017**Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2013 20142015
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 57.37 68.47 18.22 20.87 23.52 16.12 78.74 19.42 22.70 25.48 20.72 88.31 22.65 24.45
B Pertambangan dan Penggalian 17.88 21.18 5.10 5.31 5.65 5.46 21.52 4.61 5.08 5.83 5.70 21.23 5.36 5.61
C Industri Pengolahan 35.49 41.65 10.74 11.55 11.77 13.19 47.25 12.59 13.01 13.40 13.77 52.77 13.65 13.90
D Pengadaan Listrik, Gas 0.18 0.20 0.04 0.05 0.05 0.06 0.19 0.05 0.05 0.06 0.06 0.22 0.06 0.07
E Pengadaan Air 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10 0.10 0.10 0.39 0.10 0.11
F Konstruksi 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.68 12.18 12.45 47.50 12.29 13.14
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.66 12.61 13.74 12.83 50.84 13.00 14.42
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10.43 11.83 3.23 3.44 3.78 3.79 14.25 3.86 3.92 4.43 3.97 16.17 3.96 4.26
H Transportasi dan Pergudangan 3.56 4.11 1.08 1.12 1.15 1.20 4.55 1.21 1.23 1.26 1.29 4.99 1.30 1.38
J Informasi dan Komunikasi 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27 4.54 4.62 17.57 4.70 4.83
K Jasa Keuangan 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54 3.61 3.85 14.39 3.67 3.94
L Real Estate 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76 3.78 3.86 15.09 3.92 4.01
M,N Jasa Perusahaan 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40 0.42 0.43 1.65 0.43 0.45
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 12.24 13.63 3.70 3.91 4.26 4.40 16.27 4.08 4.31 4.06 4.21 16.67 4.25 4.43
P Jasa Pendidikan 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64 4.95 5.00 19.13 4.94 5.22
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77 1.86 1.97 7.33 1.90 1.99
R,S,T,U Jasa lainnya 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.21 1.26 1.30 4.96 1.29 1.38
258.84 298.03 78.42 84.01 91.55 86.35 340.33 87.83 94.27 100.96 96.14 379.21 97.50 103.60
2017**2016*
PRDB
2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 20142015
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 97
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 120.56 127.67 32.81 33.26 33.97 34.38 134.42 34.54 35.13 35.92 36.19 141.79 36.45 37.41
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.75 0.77 0.78 3.05 0.79 0.81
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.06 23.51 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.75 6.22 6.09 9.01 25.07 3.89 6.19
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 82.98 89.71 22.28 23.27 24.96 26.45 96.96 24.36 25.56 26.61 27.23 103.77 26.15 27.67
5 Perubahan Inventori 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 1.01 0.85 0.78 0.68 3.33 0.69 0.31
6 Ekspor 52.36 60.31 14.13 13.88 14.74 10.69 53.44 8.44 9.91 9.99 7.62 35.95 10.72 10.38
7 Impor 67.96 69.16 15.33 16.30 15.56 19.89 67.08 9.72 10.98 8.92 14.00 43.62 10.82 10.87
217.59 233.99 58.84 62.44 66.73 62.75 250.76 63.12 67.44 71.25 67.52 269.34 67.87 71.91
2017**2016**No Komponen
PDRB
2015*2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I II
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 146.64 165.19 44.41 45.50 47.24 48.44 185.59 49.37 50.27 51.91 52.82 204.37 53.97 55.92
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.11 1.14 1.18 1.20 4.63 1.23 1.27
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 28.72 31.70 4.89 7.91 9.18 14.24 36.22 5.50 9.28 9.16 13.44 37.37 5.82 9.42
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 94.88 113.16 28.20 29.98 32.66 35.14 125.99 32.74 34.66 36.40 37.50 141.29 36.24 38.67
5 Perubahan Inventori 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.56 1.29 1.15 0.85 4.85 0.93 0.47
6 Ekspor 59.93 78.01 19.53 19.26 20.41 14.04 73.24 12.45 14.27 14.41 10.84 51.98 15.86 14.80
7 Impor 78.84 90.73 20.52 21.67 20.87 27.55 90.61 14.89 16.64 13.25 20.50 65.28 16.55 16.95
258.84 299.63 78.42 84.01 91.55 86.35 340.33 88.10 94.27 100.96 96.14 379.21 97.50 103.60
2017**2013 2014
2016**No Komponen
PDRB
2015
Penduduk (Jiwa) 8,034,776 8,115,638 8,190,222 8,342,047 8,432,163 8,520,304 8,610,856
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.34 39.94 44.06
2016P20152014Kategori 2010 2011 2012 2013
LAMPIRAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor
dan
Komunikasi
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11
Triwulan III 124.78 142.15 124.12 122.12 121.39 117.10 108.96 118.73
Triwulan IV 125.71 144.66 124.73 122.94 120.97 117.78 109.05 119.24
Triwulan I 127.84 146.78 126.47 125.35 121.77 119.05 109.17 122.99
Triwulan II 129.20 147.41 127.67 128.53 123.45 119.49 109.27 123.52
2016
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2012
2013
2017
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.50 126.44 126.44 128.69 129.79
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.02 123.78 123.78 125.56 127.41
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 120.52 122.09 122.09 122.84 124.60
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 120.08 120.27 120.27 122.81 126.06
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 129.02 130.24 130.24 132.34 134.85 Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data April 2017
20162017
20142015
201520162013
20122014*
Kota Inflasi 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 3.36 3.18 3.18 3.45 4.53
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.07 2.74 2.74 3.26 3.88
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 1.56 2.11 2.11 2.56 3.38
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.02 1.50 1.50 3.84 5.52
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 0.84 1.48 1.48 4.06 5.18 Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data April 2017
20162017
20142015
20152016
20122013 2014
2013Kota Inflasi
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 99
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%
Triwulan III 11,802 41,800 28,423 82,025 39,653 20,204 42,917 102,774 125.30%
Triwulan IV 10,388 44,994 27,014 82,396 39,952 20,221 43,718 103,890 126.09%
Triwulan I 12,434 41,400 28,057 81,891 40,620 19,830 44,347 104,798 127.97%
Triwulan II 12,532 43,973 28,726 85,232 42,311 19,946 45,898 108,154 126.89%
2017
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2012
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%
Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%
Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%
Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%
Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%
Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%
Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%
Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%
Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%
Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%
Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%
Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%
Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%
Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%
Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%
Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%
Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%
Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%
Triwulan III 11,788 41,544 28,309 81,640 40,590 22,771 45,040 108,401 132.78%
Triwulan IV 10,376 44,678 26,917 81,971 40,842 23,079 45,802 109,723 133.86%
Triwulan I 12,420 41,157 27,959 81,536 41,856 23,597 46,327 111,780 137.09%
Triwulan II 12,519 43,702 28,632 84,852 43,281 23,931 47,945 115,158 135.72%
2017
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2012
LAMPIRAN
100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617
Triwulan III 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941 102,774
Triwulan IV 3,280 336 7,582 248 6,698 32,555 2,627 4,278 2,518 43,767 103,890
Triwulan I 3,279 340 7,494 255 6,305 32,970 2,420 4,715 2,640 44,378 104,798
Triwulan II 3,514 333 7,555 222 6,602 33,787 2,508 4,889 2,819 45,926 108,154
2017
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Total
2012
2013
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755
Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265
Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412
Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956
Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019
Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083
Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613
Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509
Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836
Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154
Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250
Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952
Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768
Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399
Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019
Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263
Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280
Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627
Triwulan III 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064 108,401
Triwulan IV 2,852 390 8,039 2,239 6,522 33,784 2,314 5,165 2,567 45,851 109,723
Triwulan I 2,858 397 7,844 2,835 6,629 34,449 2,152 5,570 2,690 46,358 111,780
Triwulan II 3,110 381 8,145 2,823 6,812 35,080 2,224 5,725 2,882 47,976 115,158
2017
Total
2012
2013
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Proyek)
Periode
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 101
Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Bank)
Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Proyek)
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28
Triwulan III 11.58 9.65 12.51 12.73 13.29 14.19 8.55 11.73 21.90 12.07 11.55 13.18
Triwulan IV 11.33 9.36 12.44 12.66 13.20 14.05 8.50 11.71 10.30 11.89 11.36 13.08
Triwulan I 11.09 9.08 12.34 12.14 12.76 13.79 8.64 11.61 9.91 11.56 10.99 12.93
Triwulan II 11.10 9.45 12.23 12.02 12.49 13.51 8.52 11.59 12.38 11.50 11.04 12.73
2017
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2012
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57
Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36
Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15
Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00
Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03
Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86
Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83
Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88
Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99
Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17
Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28
Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45
Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46
Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61
Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82
Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89
Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60
Triwulan III 11.54 9.15 12.83 12.56 13.04 14.39 5.74 11.73 26.35 11.95 11.03 13.47
Triwulan IV 11.31 8.96 12.77 12.63 12.80 14.30 7.27 11.71 24.08 11.88 10.81 13.38
Triwulan I 11.08 8.75 12.68 12.09 12.33 14.07 8.75 11.61 22.50 11.54 10.44 13.25
Triwulan II 11.08 8.81 12.50 11.90 12.01 13.79 6.03 11.59 20.23 11.40 10.36 13.00
2017
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2012
LAMPIRAN
102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%
19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%
18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%
I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%
II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%
III 6.50 2.52 3.99 35.03% -48.91% -3670.36%
IV 4.29 2.08 2.21 -76.89% -85.21% -50.87%
26.87 13.34 13.53 44.71% -5.20% 200.84%
I 4.61 1.29 3.32 -25.97% -13.47% -29.90%
II 3.33 3.18 0.16 -0.33% -32.90% -111.18%
2016
2016
2107
2015
2015
2014
2014
PeriodeJumlah yoy
2013
2013
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%
0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%
II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%
IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%
0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%
I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%
II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%
III 0.00 3.54 (3.54) -99.84% -1.42% -0.46%
IV 0.00 5.24 (5.24) -99.86% -68.84% -68.76%
0.01 19.67 (19.67) -88.73% 16.90% 17.18%
I 0.00 3.46 (3.46) -94.40% -22.18% -22.15%
II 0.01 0.00 0.01 260.00% -99.94% -100.11%
2016
2016
2017
2013
2013
2014
2014
2015
2015
PeriodeJumlah yoy
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 103
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
Q1 Q2 Q3 Q4 2015Pangsa
PasarQ1 Q2 Q3 Q4 2016
Pangsa
PasarQ1
Pangsa
Pasar
1 Nikel 211,88 197,78 203,48 176,61 789,75 54,78% 108,72 138,12 158,62 178,68 584,14 50,02% 143,94 55,12%
2 Ikan dan Udang 24,12 30,44 26,33 31,67 112,56 7,81% 27,73 35,96 32,72 34,60 131,01 11,22% 28,76 11,01%
3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 30,57 63,95 59,28 45,38 199,17 13,82% 24,67 33,24 54,50 43,39 155,80 13,34% 24,83 9,51%
4 Buah-Buahan 9,96 9,95 10,58 12,41 42,89 2,98% 16,84 12,74 12,12 15,90 57,60 4,93% 16,32 6,25%
5 Biji-bijian berminyak dan Obat 28,59 32,99 26,60 18,92 107,10 7,43% 18,39 21,34 22,40 18,09 80,22 6,87% 13,80 5,28%
6 Kayu, Barang dari Kayu 7,25 11,86 10,65 14,22 43,98 3,05% 8,82 6,30 5,09 5,95 26,16 2,24% 11,01 4,22%
7 Garam, belerang, kapur 4,78 2,82 4,24 3,19 15,03 1,04% 3,97 3,67 4,83 5,06 17,52 1,50% 5,08 1,94%
8 Daging dan Ikan Olahan 4,58 5,38 5,74 6,76 22,46 1,56% 3,32 4,46 9,64 8,36 25,78 2,21% 4,85 1,86%
9 Sisa Industri Makanan 6,13 4,89 2,84 3,38 17,24 1,20% 3,38 4,71 6,33 4,85 19,27 1,65% 4,72 1,81%
10 Kopi,teh, rempah-rempah 4,96 2,68 8,07 6,59 22,30 1,55% 1,83 2,16 7,95 7,66 19,60 1,68% 2,24 0,86%
11 Lainnya 11,35 20,15 23,44 14,15 69,10 4,79% 11,72 13,61 11,19 14,12 50,64 4,34% 5,58 2,14%
344,16 382,89 381,25 333,28 1.441,58 100,00% 229,37 276,31 325,41 336,67 1.167,76 100,00% 261,13 100,00%
2016Komoditas Ekspor Utama
(dalam juta USD)
2015 2017
Nilai Ekspor Sulsel
Q3 Q4 2015Pangsa
PasarQ1 Q2 Q3 Q4 2016
Pangsa
PasarQ1 Q2
Pangsa
Pasar
Growth
(yoy)
1 Nikel 203,48 176,61 789,75 54,78% 108,72 138,12 158,62 178,68 722,26 50,02% 143,94 147,94 55,34% 7,11%
2 Ikan dan Udang 26,33 31,67 112,56 7,81% 27,73 35,96 32,72 34,60 166,98 11,56% 28,76 32,00 11,97% -11,01%
3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 59,28 45,38 199,17 13,82% 24,67 33,24 54,50 43,39 189,04 13,09% 24,83 22,25 8,33% -33,05%
4 Biji-bijian berminyak dan Obat 26,60 18,92 107,10 7,43% 18,39 21,34 22,40 18,09 101,55 7,03% 13,80 13,06 4,89% -38,79%
5 Buah-Buahan 10,58 12,41 42,89 2,98% 16,84 12,74 12,12 15,90 70,34 4,87% 16,32 12,43 4,65% -2,47%
6 Kayu, Barang dari Kayu 10,65 14,22 43,98 3,05% 8,82 6,30 5,09 5,95 32,46 2,25% 11,01 11,66 4,36% 85,20%
7 Garam, belerang, kapur 4,24 3,19 15,03 1,04% 3,97 3,67 4,83 5,06 21,19 1,47% 5,08 8,84 3,31% 141,09%
8 Daging dan Ikan Olahan 5,74 6,76 22,46 1,56% 3,32 4,46 9,64 8,36 30,25 2,09% 4,85 5,74 2,15% 28,67%
9 Sisa Industri Makanan 2,84 3,38 17,24 1,20% 3,38 4,71 6,33 4,85 23,99 1,66% 4,72 3,66 1,37% -22,37%
10 Kopi,teh, rempah-rempah 8,07 6,59 22,30 1,55% 1,83 2,16 7,95 7,66 21,76 1,51% 2,24 2,13 0,80% -1,42%
11 Lainnya 23,44 14,15 69,10 4,79% 11,72 13,61 11,19 14,12 64,24 4,45% 5,58 7,59 2,84% -44,19%
381,25 333,28 1.441,58 100,00% 229,37 276,31 325,41 336,67 1.444,07 100,00% 261,13 267,31 100,00% -3,26%
2016Komoditas Ekspor Utama
(dalam juta USD)
2015
Nilai Ekspor Sulsel
2017
Q1 Q2 Q3 Q4 TotalPangsa
PasarQ1 Q2 Q3 Q4 Total
Pangsa
PasarQ1 Q2
Pangsa
Pasar
Growth
(yoy)
1 Jepang 225.14 213.09 219.28 189.87 847.39 58.78% 117.90 147.25 172.45 192.53 875.86 53.58% 154.28 160.31 59.97% 8.87%
2 Amerika Serikat 16.13 40.49 23.94 31.26 111.82 7.76% 25.54 28.20 30.15 36.40 169.42 10.36% 31.36 29.58 11.06% 4.90%
3 Malaysia 22.40 32.80 41.49 29.83 126.52 8.78% 16.03 22.61 32.79 28.03 140.86 8.62% 16.40 18.99 7.10% -16.03%
4 Tiongkok 28.20 35.89 35.51 26.20 125.79 8.73% 18.75 26.40 31.86 26.91 147.80 9.04% 16.42 16.67 6.24% -36.85%
5 Vietnam 3.01 3.46 2.59 8.40 17.45 1.21% 6.39 8.17 7.32 7.86 43.67 2.67% 7.62 5.57 2.08% -31.83%
6 Australia 1.25 2.41 1.99 2.48 8.12 0.56% 2.33 1.74 1.54 4.19 12.77 0.78% 3.10 3.69 1.38% 111.66%
7 Taiwan 0.76 1.53 2.93 2.30 7.52 0.52% 1.77 1.92 3.05 1.72 11.87 0.73% 1.57 2.71 1.01% 41.01%
8 Jerman 4.41 4.53 3.95 2.76 15.66 1.09% 3.90 2.02 2.01 2.88 13.82 0.85% 2.85 2.49 0.93% 23.25%
9 Belanda 7.36 7.04 4.99 3.63 23.03 1.60% 5.15 8.08 7.38 3.48 37.58 2.30% 3.88 2.46 0.92% -69.62%
10 Filipina 2.21 11.21 12.88 3.50 29.81 2.07% 1.98 2.04 2.37 2.27 12.68 0.78% 2.10 2.15 0.80% 5.27%
11 Lainnya 33.29 30.44 31.70 33.05 128.48 8.91% 29.62 27.88 34.49 30.39 168.21 10.29% 21.55 22.72 8.50% -18.52%
344.16 382.89 381.25 333.28 1,441.58 100.00% 229.37 276.31 325.41 336.67 1,634.52 100.00% 261.13 267.31 100.00% -3.26%
20162015NEGARA TUJUAN
EKSPOR
(dalam juta USD)
Nilai Ekspor Sulsel
2017
LAMPIRAN
104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Sumber: Bea Cukai *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Q1 Q2 Q3 Q4 2015Pangsa
PasarQ1 Q2 Q3 Q4 2016
Pangsa
PasarQ1 Q2
Pangsa
Pasar
Growth
(yoy)
1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 23.11 47.43 32.43 37.79 140.76 18.37% 35.07 51.66 41.10 75.79 255.27 26.47% 60.89 42.91 20.42% -16.93%
2 Gula dan Kembang Gula 0.21 0.22 0.25 0.25 0.93 0.12% 0.19 0.26 0.54 0.70 1.94 0.20% 0.83 30.70 14.61% 11752.99%
3 Kapal Terbang dan Bagiannya - - 124.23 - 124.23 16.21% - 60.10 - 10.76 130.96 13.58% 4.67 29.16 13.88% -51.48%
4 Gandum 43.75 66.86 44.44 30.84 185.88 24.26% 35.84 37.99 31.65 38.25 181.72 18.84% 38.27 26.97 12.83% -29.01%
5 Sisa Industri Makanan 21.89 12.47 18.59 21.68 74.63 9.74% 13.57 15.38 23.50 15.69 83.52 8.66% 13.00 21.65 10.30% 40.75%
6 Mesin dan Peralatan Listrik 5.08 13.31 13.29 9.48 41.15 5.37% 1.62 1.14 5.84 53.19 62.93 6.52% 37.86 16.43 7.82% 1341.39%
7 Pupuk 11.18 2.89 6.42 6.22 26.72 3.49% 3.21 3.80 1.84 4.51 17.15 1.78% 4.32 9.92 4.72% 161.25%
8 Produk Keramik 3.35 2.81 1.67 2.70 10.54 1.38% 4.06 3.08 2.17 3.61 16.00 1.66% 4.15 3.91 1.86% 27.06%
9 Biji Coklat dan Coklat Olahan 0.09 3.40 6.67 1.02 11.19 1.46% 1.80 2.02 6.25 4.18 16.27 1.69% 3.36 3.90 1.85% 93.27%
10 Besi dan Baja 7.76 3.11 1.80 3.22 15.90 2.07% 3.17 1.52 4.62 2.99 13.81 1.43% 0.97 3.09 1.47% 103.35%
11 Lainnya 47.47 28.24 22.12 36.44 134.28 17.53% 24.15 33.62 32.63 60.96 184.97 19.18% 32.63 21.53 10.25% -35.95%
163.90 180.74 271.92 149.65 766.21 100.00% 122.68 210.55 150.13 270.62 964.54 100.00% 200.95 210.17 100.00% -0.18%Nilai Impor Sulsel
Komoditas Impor Utama
(dalam juta USD)
2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 TotalPangsa
PasarQ1 Q2 Q3 Q4 Total
Pangsa
PasarQ1 Q2
Pangsa
Pasar
Growth
(yoy)
1 Tiongkok 29.42 34.99 59.72 60.50 184.63 24.10% 42.69 69.11 63.99 125.77 370.68 38.43% 126.89 74.32 35.36% 7.54%
2 Singapura 27.39 11.06 4.06 9.33 51.84 6.77% 0.64 4.59 0.76 0.87 11.46 1.19% 1.06 31.07 14.78% 576.40%
3 Rusia 0.95 - 132.60 13.33 146.88 19.17% 0.44 60.45 0.38 0.34 122.06 12.65% 7.43 29.78 14.17% -50.74%
4 Argentina 19.97 10.54 9.30 5.36 45.18 5.90% 18.43 14.89 21.84 13.15 83.20 8.63% 10.87 17.93 8.53% 20.41%
5 Australia 59.17 47.95 16.90 9.66 133.68 17.45% 25.41 7.26 7.41 6.18 53.52 5.55% 12.48 16.27 7.74% 124.05%
6 Kanada 5.29 18.49 22.97 10.64 57.39 7.49% 6.50 19.93 8.03 17.28 71.65 7.43% 9.15 12.43 5.91% -37.64%
7 Amerika Serikat 1.77 9.85 3.19 4.98 19.78 2.58% 2.37 6.65 2.79 3.52 21.96 2.28% 10.08 5.87 2.79% -11.62%
8 India 0.10 0.57 0.07 0.34 1.08 0.14% 1.24 0.67 0.46 0.59 3.63 0.38% 0.66 3.59 1.71% 437.84%
9 Jepang 2.31 1.51 1.71 11.92 17.45 2.28% 2.78 0.20 11.97 0.86 16.02 1.66% 0.81 2.95 1.41% 1346.95%
10 Thailand 2.48 4.54 4.57 2.44 14.03 1.83% 4.66 2.33 3.76 5.25 18.33 1.90% 3.51 2.82 1.34% 21.14%
11 Lainnya 15.04 41.25 16.82 21.15 94.26 12.30% 17.53 24.47 28.74 96.82 192.02 19.91% 18.00 13.14 6.25% -46.31%
163.90 180.74 271.92 149.65 766.21 100.00% 122.68 210.55 150.13 270.62 964.54 100.00% 200.95 210.17 100.00% -0.18%
2015NEGARA ASAL
IMPOR
(dalam juta USD)
2016
Nilai Impor Sulsel
2017
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk
(%)
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah
Penduduk (%)
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 105
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015** 2016**
1 Kep Selayar 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81 2,924.26
2 Bulukumba 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43 7,241.16
3 Bantaeng 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15 4,373.65
4 Jeneponto 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88 5,513.69
5 Takalar 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57 5,404.58
6 Gowa 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04 11,172.27
7 Sinjai 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55 5,802.60
8 Maros 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05 11,970.40
9 Pangkep 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01 14,513.11
10 Barru 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86 3,919.04
11 Bone 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41 17,504.82
12 Soppeng 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82 5,554.05
13 Wajo 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41 11,620.82
14 Sidrap 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25 7,191.28
15 Pinrang 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97 10,404.18
16 Enrekang 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38 3,899.61
17 Luwu 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79 8,031.64
18 Tana Toraja 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60 3,670.27
19 Luwu Utara 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48 6,580.62
20 Luwu Timur 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56 14,868.56
21 Toraja Utara 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90 4,089.33
22 Makassar 88,363.46 100,398.53 114,171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21 95,836.98
23 Pare-pare 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61 4,106.87
24 Palopo 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82 4,429.43
NO KABUPATEN/KOTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
2013 2014 2015 2016
1 Kep. Selayar 8.18 9.01 8.81 7.35
2 Bulukumba 7.77 8.54 6.51 6.90
3 Bantaeng 9.00 8.33 6.63 7.39
4 Jeneponto 6.64 7.93 6.53 8.43
5 Takalar 8.80 9.76 8.40 9.61
6 Gowa 9.42 7.17 6.79 7.63
7 Sinjai 7.79 6.98 7.54 7.16
8 Maros 6.28 4.73 8.58 9.52
9 Pangkep 9.33 10.41 7.96 8.24
10 Barru 7.87 7.35 6.31 6.09
11 Bone 6.30 9.53 8.29 9.06
12 Soppeng 7.23 6.89 5.10 8.24
13 Wajo 6.92 9.67 7.05 4.98
14 Sidrap 6.93 7.87 7.98 9.00
15 Pinrang 7.27 8.11 8.24 7.51
16 Enrekang 5.84 5.99 6.89 7.64
17 Luwu 7.74 8.81 7.26 7.99
18 Tana Toraja 7.19 6.80 6.84 7.42
19 Luwu Utara 7.39 8.82 6.66 7.49
20 Luwu Timur 6.30 8.10 6.43 1.62
21 Toraja Utara 9.74 7.64 7.65 8.21
22 Makassar 8.55 7.39 7.46 7.99
23 Pare-pare 7.95 6.33 6.28 6.87
24 Palopo 8.02 7.05 6.45 6.98
NOPERTUMBUHAN PERTAHUN
KABUPATEN/KOTA
LAMPIRAN
106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.4. Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92
2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51
3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21
4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30
5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19
6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36
7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74
8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22
9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44
10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58
11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61
12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70
13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15
14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76
15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38
16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12
17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24
18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93
19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22
20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14
21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48
22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23
23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70
24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
No Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016
1 Kep. Selayar 127,220 128,744 130,199 131,605
2 Bulukumba 404,896 407,775 410,485 413,229
3 Bantaeng 181,006 182,283 183,386 184,517
4 Jeneponto 351,111 353,287 355,599 357,807
5 Takalar 280,590 283,762 286,906 289,978
6 Gowa 696,096 709,386 722,702 735,493
7 Sinjai 234,886 236,497 238,099 239,689
8 Maros 331,796 335,596 339,300 342,890
9 Pangkep 317,110 320,293 323,597 326,700
10 Barru 169,302 170,316 171,217 171,906
11 Bone 734,119 738,515 742,912 746,973
12 Soppeng 225,512 225,709 226,116 226,305
13 Wajo 390,603 391,980 393,218 394,495
14 Sidrap 283,307 286,610 289,787 292,985
15 Pinrang 361,293 364,087 366,789 369,595
16 Enrekang 196,394 198,194 199,998 201,614
17 Luwu 343,793 347,096 350,218 353,277
18 Tana Toraja 226,212 227,588 228,984 230,195
19 Luwu Utara 297,313 299,989 302,687 305,372
20 Luwu Timur 263,012 269,405 275,595 281,822
21 Toraja Utara 222,393 224,003 225,516 226,988
22 Makassar 1,408,072 1,429,242 1,449,401 1,469,601
23 Pare-pare 135,192 136,903 138,699 140,423
24 Palopo 160,819 164,903 168,894 172,916
Sulawesi Selatan 8,342,047 8,432,163 8,520,304 8,606,375
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 107
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
108 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 109
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
110 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Agustus 2017
Mendorong Pengembangan Agroindustri Melalui Hilirisasi Pertanian yang Berdaya Saing Tinggi 111
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok
top related