isi pola max min diare pkm antang 2012 (fachri latif)
Post on 30-Nov-2015
270 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu indikator kesehatan Indonesia suatu bangsa ialah derajat
kesehatan anak, yang biasa diukur melalui angka kematian anak, berbagai
masalah kesehatan anak dari berbagai aspek, masalah diare tentu menjadi
fokus utama, disamping penyakit-penyakit lain seperti pneumonia, campak,
malaria dan malnutrisi. Oleh sebab itu gejala penyakit dan cara
penanganannya perlu dikenali. Penanganan juga bukan hanya membantu
penyembuhan, namun juga dapat mencegah timbulnya komplikasi lebih jauh
(Depkes RI,2004).
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat
yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah
satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Penyakit diare
merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pendapatan rendah
dan menengah negara. Di negara-negara, seperti penyakit membunuh 4,9
diperkirakan dari 1000 5 tahun lebih muda dari anak-anak. Menurut catatan
Unicef, setiap 30 detik ada satu balita meninggal karena diare. (M.Bern, 2011)
Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan
angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap
episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak
untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada
anak (WHO dalam Nguendo Yongsi, 2009).
Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekitar 460 balita setiap harinya. Penyakit diare di negara maju walaupun
sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden
diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
1
Untuk skala nasional tahun 2008 penderita diare pada tahun tersebut
adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka
ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah penderita
diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia
adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%. (Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2008)
Penyakit diare pada tahun 2006 tercatat sebanyak 173.359 kasus
dengan cakupan tertinggi di Kab. Enrekang (17,94 %), kota Palopo (15,45),
kota Makassar (14,28 %), dan Kab. Soppeng (10,91 %). Jumlah kasus
tertinggi berada pad kelompok umur > 5 thn (92.241 org) dgn kematian
terbanyak pd kelompok umur 1-4 thn sebanyak 17 org. (Profil Kesehatan Sul-
Sel 2008).
Diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada Balita dan nomor
3 pada bayi serta nomor 5 pada semua umur. Setiap anak di Indonesia
mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun. Dari hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare menempati urutan ke
ketiga penyebab kematian bayi. Penyebab utama kematian karena diare adalah
dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya.
Berdasarkan data angka kesakitan penderita diare di Puskesmas
Antang tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa kejadian diare tahun 2007
sebesar 1.618 orang (5.50%), tahun 2008 sebesar 1.671 orang (5,45 %), dan
pada tahun 2009 sebesar 1.185 orang (4,42 %).
Berdasarkan hal tersebut dengan prevalensi kejadian diare yang cukup
tinggi maka kegiatan surveilans penyakit diare sangat penting dilakukan
sebagai langkah awal untuk melakukan pengidentifikasian adanya kasus
Kejadian Luar Biasa (KLB) tanpa disadari oleh petugas kesehatan di
Puskesmas Antang. Dengan identifikasi dini tentang hal tersebut maka
diharapkan tindakan preventif maupun promotif harus dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan dapat menekan angka
kejadian kasus Diare di masa yang akan datang.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan apa yang tlah dijelakan di latarbelakang, maka yang
menjadi rumusan masalah adalah: bagaimana identifikasi Kejadian Luar Biasa
(KLB) Diare di wilayah kerja Puskesmas Antang Tahun 2008-2012.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi kejadian luar biasa penyakit diare di wilayah kerja
Puskesmas Antang Tahun 2008-2012 melalui metode pola minimal-
maksimal.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk melihat distribusi epidemiologi penyakit diare menurut orang,
tempat, dan waktu di wilayah kerja Puskesmas Antang kota
Makassar.
b. Mengetahui kejadian luar biasa penyakit diare di wilayah kerja
Puskesmas Antang tahun 2008-2012 melalui metode pola minimal-
maksimal.
D. MANFAAT
Pelaksanaan Praktek Surveilans tersebut diharapkan dapat memberikan
manfaat :
1. Manfaat praktis : yaitu dapat memberikan informasi bagi pihak instansi
Dinas Kesehatan Kota Makassar, sebagai pedoman dalam memberikan
proiritas perencanaan program dan menentukan arah kebijakan dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan diare.
2. Bermanfaat bagi petugas Surveilans dan Puskesmas Antang pada
khususnya dalam melakukan tindakan invetigasi KLB sehingga dapat
dijadikan acuan dalam melakukan perencanaan kedepannya.
3. Manfaat bagi peneliti : aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat
menambah wawasan ilmiah bagi penulis untuk memahami proses
penentuan KLB dengan pendekatan epidemiologi yakni pola maksimal
dan minimal pada penyakit diare.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang KLB
Kejadaian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan/ kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu( Keputusan Dirjen PPM&PLP
No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB). Sumber data surveialns epidemiologi penyakit
berpotensi KLB bisa didapatkan pada laporan KLB/wabah dan hasil
penyelidikan KLB, ada, epidemiologi KLB dan upaya penanggulanggannya,
surveilans terpadu penyakit berbasis KLB serta sistem peringatan dini KLB di
rumah sakit.
Batasan KLB meliputi arti yang luas :
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut
kronis ataupun penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk
menentukan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB.
Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan
agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi
menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang
berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan
penyakit tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat
dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun, desa, kecamatan,
kabupaten atau meluas satu propinsi dan negara. Luasnya daerah
sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi.
KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu
atau beberapa bulan maupun tahun.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
4
Suatu keadaan dinyatakan luar biasa jika ada unsur sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
Suatu kejadian masalah kesehatan dikatakan KLB jika
penanggulangannya membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. Sedangkan
dikatakan letusan (outbreak) jika kejadian tersebut terbatas dan dapat
ditanggulangi sendiri oleh pemerintah daerah. Pihak yang menyatakan suatu
kejadian merupakan KLB adalah pemerinatah daerah dalam hal ini Kepala
Dinas Kabupaten/Kota.
Selain itu, sumber data lain dalam jaring-jaring surveilans
epidemiologi adalah:
1. Data surveilans terpadu penayakit
2. Data surveilans kasus penyakit berpotensi KLB
3. Data cakupan program
4. Data lingkungan pemukiman dan perilaku, pertanian, meteorologi dan
geofisika.
5. Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan KLB
6. Data-data lain yang terkait
Tujuan penyelidikan KLB/wabah
1. Tujuan umum penyelidikan KLB : penanggulangan dan pencegahan,
surveilans (lokal, nasional, internasional), penelitian, pelatihan, menjawab
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
5
keingintahuan masyarakat, pertimbangan program, kepentingan politik dan
hukum serta kesadaran masyarakat.
2. Tujuan khusus penyelidikan KLB
a. Memastikan diagnosis
b. Memastikan bahwa terjadi KLB/wabah
c. Mengidentifikasi penyebab KLB
d. Mengidentifikasi sumber penyebab
e. Rekomendasi : cepat dan tepat
f. Mengetahui jumalah korban dan populasi rentan, waktu dan periode
KLB, serta tempat terjadinya KLB (variabel orang, waktu, dan tempat)
Faktor pendukung terjadinya KLB/wabah
1. Lemahnya sistem pencegahan dan penanggulangan KLB ataupun wabah
akibat masalah ekonomim, pertukaran kebijakan atau perang saudara.
2. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tidak efektif.
3. Perpindahan penyakit dari binatang ke manusia.
4. Meningkatnya resistensi antimikroba di masyarakat.
5. Pengungsian penduduk.
Investigasi/penyelidikan KLB/wabah:
1. Persiapan, dikelompokkan dalam tiga kategori:
a. Investigasi : pengetahuan ilmiah, perlengkapan, dan alat.
b. Administrasi: prosedur administrasi termasuk izin dan pengaturan
perjalanan.
c. Konsultasi: peran masing-masing petugas yang turun ke lapanngan.
2. Memastikan adanya wabah
a. Untuk menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui
jumlah yag diharapkan membandingkan jumlah saat ini dengan jumlah
beberapa minggu atau bulan atau periode waktu yang sama pada tahun
sebelumnya.
b. Sumber informasi:
Catatan surveilans
Catatan keluar, statistik, kematian dan register
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
6
Data wilayah di dekatnya atau data wialayah nasional
Survey
3. Memastikan diagnosis
a. Pemastian diagnosis berkaitan erat dengan pemastian adanya wabah.
b. Jika penyebab penyakit sudah diberitahukan oleh tenaga kesehatan
setempat pemeriksaan kembali untuk meyakinkan diagnosis.
c. Pemeriksaan laboratorium.
d. Bial gejala sama dan 15% - 20% mendapatkan konfirmasi
laboratorium tidak perlu pemeriksaan lab.
4. Membuat defenisi kasus
a. Meliputi kriteria klinis yang dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.
b. Kriteria klinis adalah tanda yang sederhana dan objektif.
c. Jenis dibagi menjadi tiga, yakni; pasti (confirmed), mungkin
(probable), dan meragukan (possible). Untuk penyakit yang sudah
jelas diagnosisnya, data yang harus diperoleh yaitu: masa inkubasi dan
cara penularan.
d. Bila penyakit yang belum diketahui diagnosisnya, maka:
Ada dugaan tentang peristiwa penyebab wabah harus diterima akal
sehat.
Diperlukan kemampuan, kecerdasan serta kecermatan akal
(common sense) dari penyelidik.
Beberapa patokan dapat dipakai yaitu pencemaran air atau
makanan gangguan pencernaan, penyakit-penyakit saluran
pernafasan, kulit, mata dan selaput lender dan luka atau lesi pada
kuklit binatang dan serangga.
5. Menemukan dan menghitung kasus
a. Kasus yang dilaporkan harus mewakili kasus yang sesungguhnya ada.
b. Penyelidikan harus menggunakan sebanyak mungkin sumber yang ada
untuk menemukan tambahan kasus.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
7
c. Sumber data: praktek dokter, rumah sakit dan laboratorium.
d. Pada tempat terbatas survei dilakukan pada seluruh populasi.
6. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, dan orang)
a. Gambaran perjalanan wabah berdasarkan waktu curve epidemic.
b. Gambaran kejadian wabah berdasarkan tempat kejadian.
c. Gambaran kejadian wabah berdasarkan ciri orang terserang.
d. Gambaran distribusi penderita berdasarkan waktu timbulnya gejala
penyakit.
Kurva epidemik:
Suatu kurva epidemi dapat memberikan gambaran yang tepat
tentag suatu wabah sehingga kesimpulan dalam batas tertentu dapat
ditarik.
a. Bentuk histogram
b. Dapat digunakan memperkirakan cara penularan penyakit
c. Dapat memperkirakan masa inkubasi suatu penyakit
d. Informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama pada masing-
masing kasus
e. Untuk masa inkubasi yang pendek jam timbulnya gejala
f. Pilihan skala untuk aksis-X
g. Masa prawabah
h. Kurva epidemik dengan satu puncak (point soyrce epidemic)
7. Membuat hipotesis
8. Menilai hipotesis (penelitian kohort dan kasus kontrol)
9. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan
10. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan
11. Menyampaikan hasil penyelidikan.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
8
B. Tinjauan Umun Penyakit Diare
1. Pengertian Diarea. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir.
b. Syarat disebut diare kalau ada perubahan bentuk feses dan
frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Kalau hanya salah satu,
misalnya hanya tinjanya yang cair, belum bisa disebut diare.
Penelitian menyebutkan bahwa berat feses (tinja) lebih dari 200
gram per hari boleh dibilang mengalami diare.
2. Klasifikasi Diare
Diare terbagi menjadi akut dan kronik, kalau kurang dari 2 minggu
dibilang diare akut, sedangkan lebih dari 2 minggu atau 3 minggu disebut
kronik atau persisten.
a) Diare Akut
Secara operasional, diare akut adalah buang air besar lembek/cair
bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering biasanya
(biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari ) dan berlangsung kurang dari 14
hari.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangam ataupun klinis adalah
diare yang disebabkan infeksi dan keracunan, yaitu :
1) Virus
2) Protozoa: giardia lamblia, entamoeba histolitica
3) Bakteri : yang memproduksi enterotoksin (S. Aureus, C.
Perfingen, e.coli, V.Cholera) dan yang menimbulkan inflamasi
usus ( shigella, salmonela sp, yersinia ).
4) Iskemiaintestinal
5) Inflamatory bowel desease
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
9
6) Kolitis radiasi
b) Diare Kronik ( Persisten )
Diare persisten adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari atau
lebih.Sesuai dengan batasan bahwa diare persisten adalah diare akut yang
menetap dengan sendirinya etiologi diare sama dengan diare akut. Faktor
risiko berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten adalah:
1) Usia bayi kurang dari empat bulan
2) Tidak mendapat ASI
3) Kurang Energi Protein ( KEP )
4) Diare akut dengan etiologi bakteri invasive
5) Tatalaksana diare akut yang tidak tepat
6) Pemakaian antibiotik yang tidak rasional
7) Pemuasaan penderita
3. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Adapun faktor-faktor yang memperngaruhi atau berhubungan dengan
penyakit diare adalah
1) Perilaku/kebiasaan hidup bersih dan sehat Masyarakat pada umumnya
2) Perilaku Hygiene perorangan (personal hygiene).
3) Keadaan lingkungan hidup sekitar, dalam hal ini sanitasi lingkungan
yang kurang baik seprti peneydiaan air minum, ketersediaan jamban,
dan pengelolahan sampah.
4) Keadaan sosial ekonomi keluarga dalam hal ini pengetahuan dan mata
pencaharian masyarakat.
5) Penyakit infeksi lainnya yang masih tinggi.
4. Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
1) Muntah
2) Badan lesu atau lemah
3) Panas
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
10
4) Tidak nafsu makan dan
5) Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan
oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah,
tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejal-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit
kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja
mengandung darah atau demam tinggi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (misalnya
natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama
jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi
ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit
keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang
dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan
shock.
5. Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi
sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi kelainan elektrolit .
Komplikasi yang sering terjadi ialah :
1) Hipoglikemia
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada shigellosis dibanding
penyebab disentri lain hipoglikemia sangat berperan dalam
menimbulkan kematian hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses
glukoneogenesis secara klasik menifestasi klinis hipoglikemia adalah
kaki tangan berkeringat dingin, tachikardi dan letargik. Hipoglikemia
berat dapat menimbulkan perubahan kesadaran dan kejang. Tetapi
gejala ini akan tersamar kalau diketemukan komplikasi lain jadi pada
tiap disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar glukosa
darahnya Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kadar gula darah.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
11
2) Hiponatremia
Komplikasi ini juga banyak terjadi pada Shigellosis dibanding
penyebab lain.Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorpsi
natrium di usus,kematian pasien dengan hipogelikemia sering
dibanding hiponatremia.Manifesrasi klinis hiponatrea adalah hipotonia
dan apati, Kalau berat dapat menimbulkan kejang. Tetapi gejala ini
juga akan bersamar kalau diketemukan komplikasi lain, jadi pada tiapo
disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar natrium
darahnya,Seyogyanya sekaligus diperiksa juga kadar kalium darah.
3) Sepsis
Komplikasi ini paling sering menyebabkan kematian dibandingkan
komplikasi lainnya data dari ICCDR menunjukkan 28,8 % dari 239
kasus kematian akibat Shigellosis meninggal karena sepsis. Pengertian
sepsis saat ini telah berubah.dulu sepsid didefinisikan sebagai
bakteriemia yang disertai gejala klinis, sekarang bakteriemia tidak lagi
merupakan persyaratan diagnosis sepsis . Asalkan Ditemukan
manifestasi umum infeksi yang disertai gangguan fungsi organ
multipel sudah dianggap ada sepsis, gangguan fungsi organ multipel
sudah dianggap ada sepsis, gangguan fungsi organ multipel dapat
ditimbulkan mediator kimiawi, endotoksin, eksotoksin atau
septikemianya sendiri manifestasi umum/ganguan fungsi organ
multipel ini dapat berupa hiperpireksi, cutis marmoratae (akibat
distensi kapiler), menggigil, gaduh gelisah, proteinuria dan lain
sebagainya. Yang paling menonjol terjadinya gangguan sirkulasi yang
menimbulkan syok septik. Gangguan fungsi organ multipel ini akan
berlanjut menjadi gagal organ multipel, syok menjadi ireversibel,
Gagal organ multiple hampir selalu diikuti kematian, Syok septik
sangat sulit diobati, jadi untuk mencegah kematia kita harus
mengambil tindakan intensif pada tahap awal dimanabaru muncul
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
12
tanda umum infeksi yang berat dan gangguan fungsi organ belum
menonjol. Bakteriemia pada disentri dengan sepsis jarang yang
disebabkan langsung oleh shigella/kuman penyebab disentri lain, lebih
banyak disebabkan invasi bakteri enterik. Jadi dalam memilih
antibiotik disamping memberikan antibiotik yang dapat membunuh
penyebab disentrinya, kita juga harus memberikan antibiotik yang
dapat mengatasi bakteri enterik yang berinvasi ini Diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan klinis gejala umum infeksi serta
gangguan fungsi organ multipel dibantu dengan temuan pemeriksaan
penunjang leukopenia atau leukositosis, disertai hitung jenis yang
bergeser ke kiri adanya granulasi toksi trombositepenia anemia dan
CFP positif juga terjadi ganguan faktor pembekuan: penurunan kadar
protrombin fibrinogen, faktor VIII, serta manifestasi disseminated
intravascular coagulation ( DIC ) dan bakteriemia.
4) Kejang dan Ensefalopati
Kejang yang muncul pada disentri tentu saja dapat berupa kejang
deman sederhana (KDS), tetapi kejang dapat merupakan bagian dari
ensefalopati, dengan kumpulan gejala hiperpireksi penurunan
kesadaran dan kejang yang dapat membedakannya dengan KDS ,
ensefalopati muncul akibat toksin Shiga/Sit diagnosis ditegakkan
berdasarkan temuan klinis.
5) Sindrom Uremik Hemolitik
Sindrom ini ditandai dengan trias anemi hemolitik akibat
mikroangiopati, gagal ginjal akut dan trombositopeni. Anemia
hemolitik akut ditandai dengan ditemukannya fragmentosit pada
sediaan hapus, Gagal ginjalakut ditandai oleh oliguria perubahan
kesadaran dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Trombositopea
dapat meninbulkan gejala perdarahan spotan. Manifestasi perdarahan
juga dan disebabkan oleh mikroangiopati,yang dapat berlanjut
menjadi Dissemination Intravasculair Coagulation (DIC) kematian
dapat disebabkan oleh terjadinya gagal ginjal akut dan gagal jantung.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis yang memastikan
adanya trombositopenia, anemia hemolitik akut, serta kreatinin.
6) Pneumonia
Komplikasi pneumoni bisa juga terjadi pada disentri terutama yang
disebabkan oleh Shigella. Dari laporan ICDDR,B pada penderita yang
meninggsl karena disentri, 32 % ditemukan pneumoni setelah
dilakukan otopsi diagnosisditegakkan sesuai standar yang berlaku.
7) Kurang Energi Protein ( KEP )
Disentri terutama karena shigella bisa menyebabkan gangguan gizi
atau kurang energi protein ( KEP ) pada anak yang belum baik baik
gizinya, hal ini bisa terjadi karena asupan makanan yang kurang
pemakaian kalori yang meningkat karena proses radang dan hilang
nutrien, khususnya protein selama diare. Dipihak lain kurang energi
protein ( KEP ) sendiri mempermudah terjadinya disentri . Desentri
yang terjadi selama atau sesudah menderita campak sangat cepat
menimbulkan KEP. Diagnosis ditegakkan sesuai standar. Pengukuran
berat badan serta kadar albumen darah secara berkala dapat
menggambarkan derajat progresi timbulnya kurang Energi Protein
(KEP).
6. Upaya Penanggulangan Penderita Diare
Pada prinsipnya penanganan penderila diare akut adaiah pemberian cairan
dan makanan serta pengobatan medicamentosa yang hanya diberikan untuk
kasus - kasus tertentu yang jelas penyebabnya.
WHO telah menetapkan 4 (empat) unsur utama penanggulangan diare akut
adalah :
a) Pemberian cairan sebagai upaya rehidrasi oral untuk mencegah maupun
mengobati dehidrasi.
b) Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa terutama ASI selama
diare dan dalam masa penyembuhan.
c) Tidak menggunakan anti diare sementara, anti biotik, maupun anti
mikroba hanya untuk kasus tersangka kolera disenteri dan amubiasis.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
14
d) Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarga
tentang upaya rehidrasi oral ( URO ) dirumah.
a. Mencegah Terjadinya Dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga
yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.
Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :
1) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
2) Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
3) Jangkauan pelayanan Kesehatan
4) Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang diajukan ,
berikan air matang.
b. Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera
dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan
yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat,
penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat
sebelum dilanjutkan terapioral.
Anak yang diare membutuhkan lebih banyak cairan untuk mengganti
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah. Pemberian cairan yang tepat
dengan jumlah memadai merupakan modal utama mencegah dehidrasi.
Dehidrasi harus dicegah, pemberian cairan pada anak diare adalah inti dari
terapi diare itu sendiri. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan
frekuensi sesering mungkin. Tidak ada yang lebih utama dalam terapi
diare selain pemberian cairan.
Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan
mengatasi dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi dengan elektrolit, sehingga
dapat mengganti elektrolit yang ikut hilang bersama cairan. Cairan yang
biasa disebut sebagai cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada
saat anak mulai diare. Berikan cairan dengan sendok, sesendok tiap 1-2
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
15
menit. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan minum langsung dari
gelas/cangkir dengan tegukan yang sering. Jika terjadi muntah, ibu dapat
menghentikan pemberian cairan selama kurang lebih 10 menit, selanjutnya
cairan diberikan perlahan-lahan (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit).
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare .seperti bakteri atau parasit, obstipansia
untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu
menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
c. Memberi makanan
1) Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk
oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan.
2) Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI.
3) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari
biasanya.
4) Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
sedikit sedikit tetapi sering.
5) Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain,
maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap
mengutamakan rehidrasi.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
16
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
A. VISI DAN MISI PUSKESMAS ANTANG
1. Visi
Menjadi salah satu Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan
yang terjangkau dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan dalam
lingkungan sehat.
2. Misi
a) Meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan pelayanan yang
cepat, tepat dan tejangkau yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur
secara bertahap, berkesinambungan dan terarah.
b) Menyiapkan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan, serta dedikasi yang tinggi.
c) Memasyarakatkan sikap hidup sehat dengan menggunakan paradigm
sehat sebagai landasan program kegiatan.
B. KEADAAN GEOGRAFIS
1. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Antang
a. Kondisi Geografis
Puskemas Antang terletak di kelurahan Antang kecamatan
Manggala kota Makassar dengan luas wilayah kerja 371 Ha. Wilayah
kerjanya kelurahan Antang dengan jumlah RW sebanyak 11 dan 61 .
Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Antang adalah
sebagai berikut:
Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Manggala;
Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Bangkala;
Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Borong;
Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Tello dan kecamatan
Biringkanaya.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
17
Adapun gambar wilayah kerja Puskesmas Antang dapat dilihat
pada peta wilayah kerja Puskesmas Antang pada gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Antang
b. Kondisi Demografi
Jumlah penduduk diwilayah kerja Puskesmas Antang pada tahun 2008
sebanyak 22.197 jiwa terdiri dari 11.399 jiwa laki-laki dan 10.798 jiwa
perempuan dengan 5170 KK.
Tabel 3.1. Data Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kecamatan Manggala Tahun 2011
NO RWJUMLAH
PENDUDUKKEPALA
KELUARGA1 RW I 4043 10902 RW II 2681 3343 RW III 1927 2714 RW IV 2127 8395 RW V 1548 4756 RW VI 1663 4467 RW VII 1409 2348 RW VIII 981 1819 RW IX 3762 23610 RW X 1072 372
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
18
11 RW XI 984 687Total 22197 5170
Sumber: Data sekunder, Profil Puskesmas Antang 2012
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk menurut Kelompok UmurDi Wilayah Kerja Puskesmas Antang Tahun 2011
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 0-11 388 1,12 1 -4 1336 3,33 5-10 3.046 18,94 11-15 3.107 19,35 16-20 2.751 17,06 21-25 1.182 7,37 26-30 679 4,28 31-35 715 4,49 36-40 707 4,410 41 -45 734 4,611 46-50 777 4,812 51 -55 775 4,812 >56 945 5,9
Jumlah 22.197 100Sumber : Profil Puskesmas Antang Tahun 2012
Adanya perberdaan jumlah penduduk dengan jumlah yang sebenamya
disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk. Adapun laju pertumbuhan
penduduk diwilayah kerja Puskesmas Antang tahun 2011 adalah 2,25 %.
C. KEPADATAN PENDUDUK
Kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahtraan
rakyat khususnya anak dan masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena
masalah faktor gizi yang berhubungan dengan lingkungan, perumahan,
sanitasi yang kotor serta berbagai wabah penyakit menular. Disamping itu
kepadatan penduduk merupakan lambing perkembangan suatu daerah. Untuk
wilayah kerja penduduk adalah 22.197 jiwa/317Ha = 70 jiwa/Ha. Sedangkan
jumlah KK sebanyak 3.357KK.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
19
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil pengumpulan data dari Puskesmas Antang Kota Makassar diperoleh
data tentang distribusi Penderita penyakit Diare sebagai berikut:
1. Distribusi Penyakit Diare Menurut Orang (Umur)
Distribusi Penderita Penyakit Diare menurut kelompok umur Puskesmas
Antang pada tahun 2008-2012 dapat dilihat dan dicermati dalam tabel berikut:
Tabel 4.1 Ditribusi Penderita Penyakit Diare Menurut Kelompok Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar
Tahun 2008-2012
Tahun
Golongan Umur0-7
Hr
8-28 Hr
1-11 Bln
1-4 Thn
5-9 Thn
10-14 Thn
15-19 Thn
20-44 Thn
45-54 Thn
55-59 Thn
60-69 Thn
> 70 Thn
2008 0 0 243 610 263 89 61 300 43 15 29 18
2009 4 58 198 308 167 68 64 170 93 23 24 8
2010 0 2 268 514 166 61 41 221 51 19 22 14
2011 0 3 220 647 163 55 45 258 52 15 33 14
2012 0 4 198 661 174 69 44 307 62 17 29 12
Grafik 4.1. Penyakit Diare Menurut Kelompok Umur Di Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2008-2012
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
20
0-7 Hr
8-28 Hr
1-11 Bln
1-4 Thn
5-9 Thn
10-14
Thn
15-19
Thn
20-44
Thn
45-54
Thn
55-59
Thn
60-69
Thn
> 70 Thn
0
100
200
300
400
500
600
700
20082009201020112012
Tahun
Berdasarkan tabel dan grafik 4.1. kelompok umur yang paling banyak
menderita diare adalah umur 1-4 tahun dimana jumlah penderita 610 orang
untuk tahun 2008, 308 orang tahun 2009, 514 orang tahun 2010, untuk tahun
2011 sebanyak 647 orang dan 661 orang untuk tahun 2012. Dapat dilihat juga
bahwa kasus penderita diare tinggi pada kelompok umur 20-44 tahun. Dimana
kasus tertinggi terdapat pada tahun 2008 kasusnya mencapai 300 orang
penderita (17,95%) dan pada tahun 2012 dengan jumlah penderita mencapai
307 orang (19,46%) serta untuk kasus terendah terjadi pada tahun 2009
dengan 170 penderita (14,43%). Sedangkan untuk penderita diare terendah di
setiap tahunnya terdapat pada golongan umur > 70 tahun. Dimana masing-
masing penderita setiap tahunnya 18 orang pada tahun 2008, 8 orang pada
tahun 2009, 14 orang pada tahun 2010 dan 2011, serta 12 orang pada tahun
2012.
2. Distribusi Penyakit Diare Menurut Waktu (Bulan)
Distribusi Penderita Penyakit Diare menurut bulan selama tahun 2008-
2012 di Puskesmas Antang dapat dilihat dan dicermati dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Ditribusi JumlahPenderita Penyakit Diare Menurut Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar
Tahun 2008-2012
BulanTahun
2008 2009 2010 2011 2012Januari 163 61 107 79 457
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
21
Februari 93 56 75 83 388Maret 117 69 11 61 487April 131 139 129 83 108Mei 144 147 156 131 110Juni 0 136 121 136 102Juli 189 55 85 119 135
Agustus 122 57 101 102 127September 114 57 142 176 151Oktober 162 49 142 178 142
November 205 159 115 205 176Desember 141 182 99 161 112
Jumlah 1581 1167 1283 1514 2495
Sumber : Data Sekunder
Dari tabel.4.2 dilihat bahwa pada tahun 2008 penderita kasus diare
mengalami fluktiasi pada bulan Juli (0 menjadi 189 kasus) dan mencapai
puncaknya pada bulan November dengan (205 kasus) kemudian munurun
stabil sampai bulan Februari 2009. Untuk tahun 2009 sendiri tingginya angka
kejadian diare terjadi pada akhir tahun 2009 (182 kasus) kemudian insiden
menurun kembali hingga pada bulan maret 2010 dan merupakan kasus
terendah diare pada tahun yang sama (11 kasus). Pada tahun 2011 kembali
mencapai puncaknya pada bulan November 2011 (205 kasus) dan terus
meningkat sampai bulan Maret 2012 dengan angka kejadian tertinggi yakni
487 insiden.
Sementara untuk distribusi penderita penyakit diare selanjutnya juga
digambarkan secara rinci pada grafik 1 sebagai berikut:
Grafik 4.2. Grafik Penyakit Diare Menurut Bulan Di Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2008-2012
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
22
JAN
FEBM
ARAPR
MEI
JUN
JUL
AGSTSEPT
OKTNOV
DES0
100
200
300
400
500
600
20082009201020112012Ju
mal
ah K
asus
Tahun
Berdasarkan grafik 4.2 dapat dilihat bahwa kasus penderita penyakit diare
tertinggi di puskesmas Antang selama (2008-2012) terdapat pada tahun 2012
dimana terjadi peningkatan kasus diare perbulannya yakni pada Bulan Januari -
Maret 2012 dengan jumlah penderita diare mencapai 457 vs 487 orang (19,45%)
dan terendah pada Tahun 2009 dengan total kejadian 1283 kasus.
3. Distribusi Penyakit Menurut Tempat
Distribusi penyakit diare menurut tempat di lokasi studi, tidak tersedia karcna
format pengumpulan data scsuai ketentuan dari Dinas Kesehatan Kota
Makassar tidak mencantumkan data tempat tinggal penderita.
4. Perbandingan Pola Maksimal Dan Minimal (Tahun 2008-2011) Dengan
Tahun 2012
Salah satu cara untuk melihat terjadinya kejadian luar biasa penyakit (KLB)
adalah dengan pola maksimal dan minimal. Data kejadian 5 (lima) tahun
terakhir dikumpul dan dipilah menjadi dua kejadian penderita yaitu jumlah
penderita paling tinggi dan paling kurang menurut bulan kejadian. Data
tersebut selanjutnya dibandingkan dengan kejadian tahun terakhir
Untuk perbandingan pola maksimal dan minimal penyakit diare di
Puskesmas Pattingalloang tahun 2008 - 2012 selengkapnya dalam tabel
berikut:
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
23
Tabel 4.3.Distribusi Penderita Diare Berdasarkan Pola Maksimal-Minimal (2008-2011) dan Menurut Tahun 2012 di Puskesmas Antang
Kota Makassar
TahunBulan Kejadian
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
JulAgs
tSpt
OktNov
Des
Minimal 61 56 11 83 131 0 55 57 57 49 115 99Maksimal 163 93 117 139 156 136
189 122
176 178 205 182
2012457 388 487 108 110 102
135 127
151 142 176 112
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada bulan Januari, Februari, Maret
dan Agustus tahun 2012 diprediksi telah terjadi kejadian luar biasa (KLB)
penyakit Diare di wilayah kerja Puskesmas Antang Kota Makassar. Dimana
jumlah kasus penderita diare tertitinggi terdapat pada bulan Maret dengan jumlah
penderita sebesar 487 orang. Diikuti Jumlah penderita sebanyak 457 orang (kasus)
atau 18,31% pada bulan Januari, 388 kasus (15,55%) bulan Februari, 127 orang
(5,09%) pada bulan Agustus dari seluruh kejadian kasus diare selama tahun 2012.
Untuk mengetahui dan membuktikan bahwa telah terjadinya Kejadian Luar
Biasa (KLB) penyakit Diare di wilayah kerja Puskesmas Antang selama periode
2008-2012 dapat dilihat dari grafik pola minimum dan pola maksimum penyakit
diare sebagai berikut:
Grafik 4.3. Pola Maksimal dan Minimal (2008-2011) dengan Tahun 2012 pada kejadian Diare di Puskesmas Antang
Kota Makassar Tahun 2008-2012
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
24
JAN
FEB M
AR
APRILM
EI
JUNI
JULI
AGUST
SEPTMOKTB
NOV DES
0
100
200
300
400
500
600
MinimalMaksimal2012
Jum
lah
kasu
s
Pada bulan Januari dan Maret selama tahun 2008 - 2011 jumlah penderita
tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan 2010 dengan jumlah kasus untuk bulan
Januari 2008 sebesar 163 orang sedangkan untuk 2010 hanya mencapai angka 107
orang (kasus), dan untuk bulan Maret 2010 jumlah kasus diare mencapai 111
penderita sedangkan kasus untuk tahun 2008 mencapai 117 orang. Melalui pola
maksimal dan minimal dapat diketahui bahwa teryata pada tahun selam durasi
2008-2012 telah terjadi 4 (empat) kali kejadian luar biasa penyakit diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Antang yakni pada bulan Januari Februari, Maret, dan
Agustus.
B. PEMBAHASAN
1. Pembahasan Distribusi Epidemiologi Penyakit Diare Berdasarkan
Orang (Umur)
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi terjadi pada golongan umur 6-11 bulan (usia < 5
tahun) yaitu masa pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini terjadi
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
25
karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur dibawah
24 bulan.
Berdasarkan tabel dan grafik 4.1. kejadian penderita diare paling
tinggi dan meningkat pada usia balita dengan rata-rata usia < 5 tahun (0-7
hari, 8-28 hari, 1-11 bulan, hingga 1-4 tahun). Dimana pada tahun 2008
jumlah penderita diare mencapai 853 balita, 568 bbayi pada tahun 2009,
784 bayi pada tahun 2010, dan 870 bayi usia < 5 tahun yang mnederita
diare pada tahun 2010.
Menurut hasil kajian dan pencermatan penulis, tingginya jumlah
penderita pada kelompok umur < 5 tahun dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu faktor dari ibu mencakup pengetahuan, perilaku
dan hygiene ibu dan faktor dari anak mencakup status gizi dan pemberian
asi eksklusif dan balita sangat rentan terkena diare karena pada kelompok
umur ini merupakan kelompok umur pra-sekolah dimana aktifitas di luar
rumah mulai meningkat, perilaku yang kurang hygienis, kemudian sistem
kekebalan tubuh yang belum sempuma. Adapun Bayi dan balita sangat
rentan pula terkena diare karena pada kelompok umur ini merupakan
kelompok umur pra-sekolah dimana aktifitas di luar rumah mulai
meningkat, perilaku yang kurang hygienis, kemudian sistem kekebalan
tubuh yang belum sempurna.
Pada masa dua tahun pertama kehidupan balita mudah terinfeksi
bakteri misalnya pada proses pengenalan makanan yang terpapar bakteri
tinja, kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
merangkak. Selain itu karena masih tingginya perilaku hidup yang tidak
sehat, rendahnya sanitasi lingkungan, kurangnya pengetahuan tentang
pencegahan diare oleh ibu-ibu serta semakin terperosoknya perekonomian
rakyat, sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan dan usaha pencegahan
terhadap penyakit semakin berkurang.( Notoatmodjo S)
Selain itu, kebiasaan hidup anak juga juga perlu diperhatikan.
Apakah anak tersebut selalu menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
sebelum makan ataupun menggunting kuku. Karena jika hal sepele
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
26
tersebut diabaikan maka kuman akan mudah masuk ke dalam tubuh
terutama pada usia balita karena daya tahan tubuh mereka masih rendah.
Dari hasil tabel 4.1 menunjukkan bahwa kasus penderita diare tinggi
pada kelompok umur 20-44 tahun. Dimana kasus tertinggi terdapat pada
tahun 2008 kasusnya mencapai 300 orang penderita (17,95%) dan pada
tahun 2012 dengan jumlah penderita mencapai 307 orang (19,46%) serta
untuk kasus terendah terjadi pada tahun 2009 dengan 170 penderita
(14,43%). Umur 20-44 tahun menurut kajian penulis merupakan usia
dewasa dan produktif. Dimana pola makan orang dewasa lebih tinggi
daibanding dengan anak-anak seiring dengan kebutuhan metabolism tubuh
orang dewasa dengan aktvitas yang lebih meningkat pula. Dari aktivitas.
Diare pada orang dewasa biasanya disebabkan karena infeksi virus karena
kerentanan imun tubuh yang menurun akibat aktivitas yang meningkat
sehingga lebih gampang tertular virus, bakteri maupun parasit, dapat juga
terjadi karena keracunan dan faktor alergi. Biasanya pencemaran terjadi
secara oral karena makanan yang tidak hygienis atau kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan.
2. Distribusi Epidemiologi Penyakit Diare Berdasarkan Waktu (Bulan)
Angka kejadian diare berfluktuasi sepanjang periode 2008-2012.
Berdasarkan tabel.4.2 dilihat bahwa pada tahun 2008 penderita diare
mengalami fluktiasi pada bulan Juli (0 menjadi 189 kasus) dan mencapai
puncaknya pada bulan November dengan (205 kasus) kemudian munurun
stabil sampai bulan Februari 2009. Untuk tahun 2009 sendiri tingginya
angka kejadian diare terjadi pada akhir tahun 2009 (182 kasus) kemudian
insiden menurun kembali hingga pada bulan maret 2010 dan merupakan
kasus terendah diare pada tahun yang sama (11 kasus). Pada tahun 2011
kembali mencapai puncaknya pada bulan November 2011 (205 kasus) dan
terus meningkat sampai bulan Maret 2012 dengan angka kejadian tertinggi
yakni 487 insiden.
Angka penderita diare di Puskesmas Antang meningkat pada bulan
Juni 2009 dan Januari-Maret 2012 diperkirakan ada hubungannya dengan
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
27
peralihan musim. Diperkirakan musim Hujan di wilayah Antang terjadi
antara bulan Januari-Juni dan musim kemarau terjadi antara bulan Juli-
Desember. Dimana musim penghujan yang mengakibatkan kondisi
lingkungan berubah menjadi lebih buruk yang memicu timbulnya bibit-
bibit penyakit penyebab diare. Oleh karena itu, penduduk lebih mudah
terserang penyakit diare akibat terkontaminasi bibit penyakit diare
tersebut.
Diare di Indonesia dapat ditemukan sepanjang tahun, namun dapat
mengalami kenaikan frekuensi oleh pengaruh musim. Pada musim
kemarau, sumber air bersih sangat terbatas dan sanitasi lingkungan sangat
buruk hal ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya diare.
Sementara, pada musim penghujan banyak sumber air yang tercemar oleh
genangan air kotor dan keadaan udara menjadi sangat lembab sehingga
dapat memicu pertumbuhan bakteri.
3. Kejadian Luar Biasa Penyakit Diare
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis dengan pendekatan pola
maksimal dan minimal sesuai tabel dan grafik 4.4 menunjukkan bahwa
telah terjadi 4 kali KLB diare di Puskesmas Antang kota Makassar pada
bulan Januari, Februari, Maret dan Agustus 2012. Ini menunjukkan bahwa
perlu kewaspadaan dan tindakan tanggap darurat menghadapi kasus
tersebut sehingga kecenderungannya tidak mengalami peningkatan.
Pencermatan lebih jauh menunjukkan bahwa hampir setiap tahun selama
2008-2012 jumlah penderita diare pada bulan-bulan tersebut selalu
meningkat dan termasuk dalam kelompok 4 (tiga) besar jumlah kejadian
diare berdasarkan bulan dalam tahun berjalan. Namun yang paling
menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya (2008-2011)
adalah pada bulan Januari dan Maret.
Kenaikan jumlah penderita diare pada bulan Januari dan Maret 2012
adalah yang tertinggi selama bulan teresebut dalam kurun waktu 2008-
2012. Jumlah penderita menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan
dan melebihi jumlah dari yang biasanya. Sekalipun demikian pihak
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
28
Puskesmas Antanag tidak mengetahui kalau hal tersebut termasuk kategori
KLB. Hal ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman petugas
survailans dan menganggap bahwa pada bulan tersebut kasus sering tinggi.
Karakteristik geografi wilayah kerja Puskesmas Antang yang terdiri dari
dataran rendah dan faktor sosial ekonomi masyarakat, serta pengetahuan
/kesadaran masyarakat tentang polah hidup bersih dan sehat masih kurang
diduga menjadi faktor penyebab tingginya kasus diare setiap bulan.
Sedianya penulis dapat melihat lebih jauh distribusi penyakit diare
berdasarkan tempat termasuk wilayah pulau dan darat, namun karena
sistim pencatatan di Puskesmas Antang yang belum memadai sehingga
penulis sulit menemukan data yang diharapkan. Data yang ada adalah
yang sesuai dengan format pelaporan yang baku dari Dinas Kesehatan
Kota Makassar.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian data distribusi diare tahun 2008-2012 yang
diperoleh pada studi di Puskesmas Antang, dapat disimpulkan bahwa:
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
29
1) Melalui pola maksimal dan minimal dapat diketahui bahwa teryata
pada tahun 2012 terjadi 4 (empat) kali kejadian luar biasa penyakit
diare di Wilayah Kerja Puskesmas Antang yakni pada bulan Januari
Februari, Maret, dan Agustus.
2) Kejadian penderita diare paling tinggi dan meningkat pada usia balita
dengan rata-rata usia < 5 tahun (0-7 hari, 8-28 hari, 1-11 bulan, hingga
1-4 tahun) dan usia 20-44 tahun karena pada kelompok umur < 5
merupakan kelompok umur pra-sekolah dimana aktifitas di luar rumah
mulai meningkat, perilaku yang kurang hygienis, dan merupakan masa
pemberian makanan pendamping ASI kemudian sistem kekebalan
tubuh yang belum sempurna pada usia itu. Sedang untuk Usia 20-44
tahun dikaitkan dengan kejadian diare dikarenakan peningkatan pola
makan dan aktivitas bertambah. Biasanya jugapencemaran terjadi
secara oral karena makanan yang tidak hygienis atau kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan juga disebabkan keracunan dan faktor
alergi.
3) Kejadian diare di Puskesmas Antang meningkat pada bulan Juni 2009
diperkirakan ada hubungannya dengan peralihan musim. Diperkirakan
musim Hujan di wilayah Antang terjadi antara bulan Januari-Juni dan
musim kemarau terjadi antara bulan Juli-Desember. Dimana musim
penghujan yang mengakibatkan kondisi lingkungan berubah menjadi
lebih buruk yang memicu timbulnya bibit-bibit penyakit penyebab
diare. Oleh karena itu, penduduk lebih mudah terserang penyakit diare
akibat terkontaminasi bibit penyakit diare tersebut.
B. SARAN
1. Mengingat diare lebih banyak menyerang bayi dan balita, maka perlu
diadakan pencegahan berupa penyuluhan-penyuluhan bagi ibu dan anak
mengenai perilaku hidup sehat, Hygiene individu, Kesehatan Ibu dan
Anak, Gizi, dan lain-lain.
2. Pemerintah agar lebih memperhatikan program kesehatan lingkungan
melalui pembangunan jamban percontohan disertai sosialisasi tentang
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
30
persyaratan sanitasi jamban kepada masyarakat sehingga masyarakat
diharapkan dapat mengupayakan kondisi jamban yang memenuhi
syarat.
3. Distribusi epidemiologi berdasarkan tempat ini perlu dilakukan untuk
melihat daerah-daerah yang tingkat kejadiannya tinggi, agar fokus dapat
dilakukan di daerah itu. Hal ini karena penyakit mempunyai
kecenderungan ditemukan pada tempat-tempat tertentu.
4. Keterbatasan sumber daya manusia dalam hal pengolahan dan analisis
data secara komputerisasi sebaiknya dilakukan pelatihan khusus dalam
hal ini.
5. Format pelaporan penyakit agar dilengkapi lebih detail, sehingga bisa
menghasilkan analisis yang lebih tajam untuk perbaikan pelayanan
kesehatan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Pola Minimal dan Maksimal Penyakit Diare di Puskesmas Antang Tahun 2008-2012
31
top related