isi mal
Post on 02-Feb-2016
251 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki struktur
bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan banyak fungsi. Fungsi utama
dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan, sedangkan fungsi lain dari
gigi adalah fungsi fonasi estatika, dan identifikasi (forensik).
Adapun struktur gigi terdiri dari:
1. Insisivus
Gigi Insisivus terletak dibagian anterior rahang, berfungsi sebagai alat
potong, estetik, dan fonetik. Bentuk mahkota dari gigi insisivus berbentuk
segitiga.
2. Caninus
Akar gigi caninus adalah akar yang terpanjang dibandingkan dengan akar
gigi yang lainnya. Fungsi dari gigi caninus adalah merobek makanan.
mahkotanya berbentuk segitiga.
3. Premolar
Gigi Premolar 1 dan Premolar 2 Rahang Atas memiliki 2 tonjolan. Tonjolan
tersebut terletak di bagian bukal dan palatinal.
Gigi Premolar 1 Rahang Bawah memiliki 1 tonjolan, sedangkan Premolar 2
Rahang bawah memiliki 3 tonjolan.
4. Molar
Gigi Molar merupakan gigi yang paling besar diantara gigi yang lainnya.
gigi. Gigi molar memiliki banyak tonjolan, dan terletak di dekat TMJ
(Temporo Mandibula Junction).
Fungsi dari gigi molar adalah untuk mengahancurkan makanan.
Gambar 1 Susunan gigi
Source: books.google.co.id
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
1
Gigi manusia memiliki tiga bagian, yaitu mahkota, leher, dan akar (Ten Cate,
1998)
a) Mahkota gigi atau corona (crown)
Mahkota merupakan bagian yang tampak di atas gusi dan secara struktur terdiri
atas bagian-bagian berikut:
Emai. Email merupakan jaringan keras yang mengalamu kalsifikasi yang
menutupi detin dari mahkota gigi. Email memiliki fungsi menahan daya kunyah/
abrasi. Struktur email terdiri atas zat anorganik kurang lebih 99% sebagai
prismata dan zat organik 1% sebagai substantia pelekat.
Dentin. Merupakan jaringan ikat yang mengalami kalsikal dan jaringan yang
terbesar dari gigi. Struktur dentin terdiri atas zat anorganik kurang lebih 70%
dan zat organic kurang lebih 30% pada canaliculi dentin.
Pulp. Pulp mempunyai fungsi utama adalah sebagai formatif (memberi bentuk),
nutrisi, sensoris, dan defensive. Pada rongga pulpa terdapat jaringan saraf dan
pembuluh darah.
b) Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.
c) Akar gigi atau radiks (roots).
Akar gigi atau radiks (roots) merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan semen gigi.
Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat
pada gusi. Akar terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:
Lapisan semen merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.
Gusi merupakan tempat tumbuh gigi.
Gambar 2 Irisan gigi
Source: books.google.com
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
2
Gigi juga dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu sebagai berikut:
a) Klasifikasi gigi berdasarkan masa pertumbuhan.
Gigi susu yaitu gigi yang tumbuh mulai usia 6 bulan.
Sebagian anak dilahirkan tanpa gigi yang dapat terlihat (gigi berada dalam
gusi). Duapuluh gigi susu tumbuh (erupsi) secara bertahapdimulai saat bayi
berusia 6 bulan sampai 1 tahun.
Gigi tetap/ permanen yaitu pengganti gigi susu yang berangsur-angsur
tanggal.
Semua gigi susu akan lepas dan akan di gantikan oleh 32 gigi tetap/
permanen. Proses ini terjadi secara bertahap pada anak berusia 6 tahun
sampai 14 tahun. Gigi terakhir (molar 3)akan bererupsi pada masa usia 17
sampai 21 tahun.
b) Klasifikasi gigi berdasarka bentuk.
Gigi seri (incivvus) berfungsi menggigit atau memotong makanan.
Gigi taring (caninus) berfungsi merobek atau mencabik makanan.
Geraham depan (premolar) dan geraham depan (molar) berfungsi
mengunyah atau melumatkan makanan.
Sedangkan 4 Pokok Fungsi gigi, yaitu:
Mastikasi
Fonetik
Estetik
Pelindung jaringan penyangga
2.2 Definisi
Maloklusi terjadi ketika gigi rahang atas dan rahang bawah tidak dapat
berhubungan atau bertemu dengan tepat, fungsi fisiologis mengunyah menjadi kurang
efektif dan efek kosmetik kurang menyenangkan. Gigi tidak rata, padat atau bertumpuk
atau bahkan tidak dapat benar-benar kontak dengan gigi pada rahang yang lainnya
kemungkinan menjadi predisposisi penyakit pada tahun-tahun berikutnya. (Wong,
2002)
Oklusi sendiri merupakan kondisi saat oklusal gigi berkontak antara rahang
atas dan rahang bawah tanpa diperantarai makanan atau benda lain, sehingga maloklusi
dapat diartikan bahwa adanya sesuatu kelainan yang mengahalangi berkontaknya gigi
rahang posisi serta ukuran gigi (Thomson, 2007).Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
3
Maloklusi adalah kontak abnormal antara gigi-gigi rahang atas dan rahang
bawah. Maloklusi seringkali diakibatkan oleh perbedaan ukuran rahang dan gigi yaitu
rahang terlalu kecil atau gigi terlalu besar.
Maloklusi adalah setiap keadaan yang menyimpang dari oklusi normal,
maloklusi juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang
berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsi
Maloklusi dapat timbul karena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian
besar rahang dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang
mengikuti garis keturunan Ibu, dimana rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi
mengikuti garis keturunan bapak yang giginya lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak
cukup letaknya di dalam lengkung gigi.
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang
dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat
disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini
tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi.
Berikut ini merupakan klasifikasi dari maloklusi menurut beberapa pendapat
Klasifikasi oklusi menurut Edward Angle (1899) :
1) Class I
Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap
lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila
menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp
M1 maksila menutupi fossa oklusal dari M1 permanen mandibula ketika
rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.
2) Class II
Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal
M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga
mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari
M1 permanen mandibula. Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi
dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;
i. Class II – divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila
labio version.
ii. Class II – divisi II
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
4
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila
mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam
linguoversion sedangkan I2 maksila tipped secara labial atau mesial.
iii. Class II – subdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.
3) Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkungan maksila
dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang
interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen
mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula. Class III
terbagi 2, yaitu :
i. Pseudo class III – maloklusi
Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini
mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan/ kontak
prematur gigi atau beberapa alasan lainnya ketika rahang berada pada
oklusi sentrik.
ii. Kelas III – subdivisi
Maloklusi sesuai dengan unilaterally. Pada kondisi normal, relasi antar
molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di anteriornya
(depan-red).
Gambar 3 Klasifikasi molar berdasar Angle
Source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi
a. Klasifikasi menurut Dewey
Klasifikasi Dewey yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III,
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
5
Modifikasi angle’s kelas I:
1) Tipe 1 : Angle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.
2) Tipe 2 : Angle Class I dengan gigi I maksila labio version
3) Tipe 3 : Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I
mandibula. ( anterior cross bite ).
4) Tipe 4 : M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam
jajaran normal ( cross bite posterior ).
5) Tipe 5 : M ke arah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi
tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2).
Modifikasi angle’s kelas III:
1) Tipe 1 : Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang
normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.
2) Tipe 2 : I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang
terletak kea rah lingual ).
3) Tipe 3 : Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada
I maksila yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan
lurus.
b. Klasifikasi Lischers, modifikasi dengan Klasifikasi angel:
1) Neutroklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1
2) Distoklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2
3) Mesioklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3
Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi
menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan
penyimpangan dari posisi normal.
1) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal
2) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal
3) Lingouversi: Lebih ke lingual dari posisi normal
4) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal
5) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
6) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
7) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped.
8) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang
9) Transversi : Perubahan pada urutan posisi.Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
6
c. Klasifikasi Bennette
Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:
1) Kelas I
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.
2) Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu
lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.
3) Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu
lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.
d. Klasifikasi Simons
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap
wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:
Frankfort Horizontal Plane (vertikal)
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata-telinga ditentukan dengan
menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil
mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di atas tragus telinga).
Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang vertikal.
1) Attraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal
menunjukkan suatu attraksi (mendekati).
2) Abstraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal
menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).
Bidang Orbital (antero-posterior)
Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan
jaraknya, adalah:
1) Rotraksi
Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
2) Retraksi
Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Bidang Mid-Sagital (transversal)
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
7
Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang
dari bidang midsagital.
1) Kontraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital
2) Distraksi (menjauhi)
Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.
e. Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.
1) Kelas 1 Skeletal
Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan
rahang harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala.
Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi
dental:
i. divisi I : Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.
ii. divisi II : Protrusi insisor maksila
iii. divisi III : Lingouversi insisor maksila
iv. divisi IV : Protrusi bimaksilari
2) Kelas II Skeletal
Ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular
subnormal dalam hubungannya terhadap maksila. Dibagi menjadi dua divisi:
i. divisi I
Lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio
caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi
anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic.
ii. divisi II
Merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang
tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
8
Gambar 4 Anomaly skeletal
source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi
f. Klasifikasi Caninus
Untuk menentukan oklusi, tidak hanya dilihat dari relasi molar pertama saja
namun dapat dilihat dari caninus juga. Berikut klasifikasi caninus :
1) Kelas 1 : Caninus rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara caninus
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
2) Kelas 2 : Caninus rahang atas oklusi di anterior sampai ruang bukal di antara
caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
3) Kelas 3 : Caninus rahang atas oklusi di posterior sampai ruang bukal diantara caninus
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
Gambar 5 Klasifikasi Caninus
source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
9
2.3 Etiologi
Kondisi maloklusi lebih banyak diakibatkan oleh faktor genetik yang
mengakibatkan ketidakseimbangan antara ukuran rahang dengan ukuran gigi secara
keselurahan.Namun dalam hal ini faktor lokal juga mempengaruhi etiologi dari
maloklusi.
1. Faktor herediter (Foster, 1997)
Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa
disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukan relasi
yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada
populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan
peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh
herediter adalah dengan mempelajari anak kembar monozigot yang hidup pada
lingkungan yang sama. Suatu penelitian menyimpulkan bahwa 40 persen variasi
dental dan fasial dipengaruhi faktor heriditer sedangkan penelitian yang lain
menyimpulkan bahwa karakter skeletal kraniofacial sangat dipengaruhi oleh faktor
heriditer sedangkan pengaruh heriditer terhadap gigi rendah. Pengaruh heriditer
dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu
a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa
gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir
ini jarang dijumpai
b. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang
menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofacial, ukuran
dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan ukuran dan jumlah
gigi sangat dioengaruhi faktor genetik sedangkan dimensi lengkung geligi
dipengaruhi oleh faktor lokal. Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling
tinggi adalah mandibula yang prognatik, muka yang panjang serta adanya
deformitas muka. Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan
terjadinya oklusi normal ialah :
Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus
Faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis
kranial dan lingkungan
Jumlah, ukuran dan morfologi gigi
Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir,lidah,dan pipi). Kelainan pada
komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
10
Etiologi maloklusi kelas 1 Angle :
Pola skelet maloklusi kelas 1 biasanya kelas 1 tetapi dapat juga kelas II atau
kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas 1 umumnya
menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi bimaksiler (insisivi
atas dan bawah proklinasi) yang mungkin merupakan ciri khas ras tertentu.
Kebanyakan maloklusi kelas 1 disebabkan faktor lokal yang dapat berupa
diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi. Faktor lokal yang dapat menyebabkan
kelainan pada maloklusi kelas II dan kelas III.
Etiologi maloklusi kelas II :
1. Kelas II divisi 1 Angle
Pada maloklusi kelas II divisi I sering didapatkan letak mandibula yang lebih
posterior daripada maloklusi kelas 1 atau maksila yang lebih anterior sedangkan
madibula normal. Kadang-kadang didapatkan ramus mandibula yang lebih sempit
dan panjang total mandibula juga berkurang. Terdapat korelasi yang tinggi antara
pasien dengan keluarga langsungnya sehingga beberapa peneliti menyimpulkan
bahwa pewarisan maloklusi kelas II divisi I dari faktor poligenik. Selain faktor
genetik maloklusi kelas II divisi I juga disebabkan faktor lingkungan. Jaringan
lunak, misalnya bibir yang tidak kompeten dapat mempengaruhi posisi insisivus
atas karena hilagnya keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga
insisivus atas protrusi. Kebiasaan menghisap jari dapat menghasilkan maloklusi
kelas II divisi I meskipun relasi rahang atas dan bawah kelas I sehingga ada yag
menyebut maloklusi ini sebagai maloklusi kelas II divis I tipe dental. Pada
maloklusi kelas II divisi I insisivus atas dalam keadaan proklinasi sehingga jarak
gigit menjadi besar. Adanya diskrepansi skeletal dalam jurusan sagital juga dapat
menyebabkan jarak gigit yang besar. Dengan adanya jarak gigit yang besar
biasanya tidak terdapat stop bagi insisivus bawah sehingga terjadi supra erupsi
insisivus bawah dengan akibat terjadi gigitan dalam dan kurva spee menjadi
positif. Posisi bibir iku berperan pada maloklusi kelas II divisi I. Pada bibir yang
tidak kompeten pasien berusaha mendapatkan anterior oral seal dengan cara
muskulus sirkum oral berkontraksi dengan mengajukan mandibula sehingga bibir
atas dan bawah dapat berkontak pada saat isitrahat, lidah berkontak dengan bibir
bawah atau kombinasi keadaan-keadaan ini. Bila mandibula diajukan kelainan Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
11
relasi skeletal nampak tidak terlalu parah tetapi bila bibir bawah terletak dipalatal
inisisivus atas dapat berakibat retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi
insisivus atas sehingga jarak gigit menjadi lebih besar.
2. Kelas II divisi 2 Angle
Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-fakto yang mempengaruhi skelet
dan jaringan lunak. Penelitian pada anak kembar monozigot menunjukan bahwa
maloklusi kelas II divisi 2 dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang
dominan tetapi yang bersifat poligenik. Pola skelet pada maloklusi kelas II divisi
2 biasanya kelas II ringan atau kelas 1 dan meskipun sangat jarang bisa juga pola
skelet kelas III ringan. Tinggi muka yang berkurang disertai relasi skelet kelas II
sering menyebabkan tidak adanya stop antara insisivus bawah dengan insisivus
atas sehingga insisivus bawah bererupsi melebihi normal sehingga terjadi gigitan
dalam. Pengaruh bibir bawah sagat besar terutama bila didapatkan high lower lip
line (bibir bawah menutupi lebih dari sepertiga panjang mahkota insisivus) yang
menyebabkan posisi insisivus atas retroklinasi (lapatki dkk, Mitchell, 2007) bila
panjang mahkota insisivus laterla pendek maka gigi ini dapat terletak normal
sedangkan insisivus sentral retroklinasi dan bila panjang inisisivus lateral normal
gigi ini bisa juga terletak retroklinasi. Bisa juga didapatkan retroklinasi insisivus
atas maupun bawah bila bibir sangat aktif. Kadang – kadang didapatkan letak gigi
berdesakan dan insisivus lateral yang rotasi mesiolabial disebabkan tekanan bibir
pada insisivus sentral.
Etiologi maloklus Kelas III Angle :
Contoh paling jelas dan terkenal adanya pengaruh faktor genetik adalah prognati
mandibula yang didapatkan pada dinasti Hasburg dikerajaan Austria yang diturunkan
dari generasi ke generasi dengan cara autosomal dominan. Maloklusi kelas III dapat
terjadi karena faktor skelet, yaitu maksila yang kurang tumbuh sedangkan mandibula
normal atau maksila normal dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi
kedua keadaan tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh panjang basis kranial serta
sudut yang terbentuk antara basis kranial posterior dan anterior. Kadang-kadang
fossa glenoidal yang terletak anterior menyebabkan mandibula terletak lebih
anterior. Jaringan lunak tidak begitu memainkan peranan dalam terjadinya maloklusi
kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari bibir dan lidah yang mengompensasi
relasi skelet kelas III sehingga terjadi retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
12
insisivus atas. Faktor genetik lebih mempengaruhi skelet ( misalnya, pada sindrom
muka panjang yang menyebabkan adanya gigitan terbuka ) sedangkan faktor
lingkungan lebih mempengaruhi letak gigi dalam lengkung geligi. Lengkung geligi
atas yang sempit menyebabkan terjadinya gigi berdesakan dan lengkung geligi
bawah yang lebar menyebabkan letak gigi yang normal atau bahkan kadang-kadang
terdapat diastema.
2. Faktor lokal (Foster, 1997)
a. Gigi sulung tanggal prematur
Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen.
Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung
semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus sentral dan lateral sulung
yang taggal prematur tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan
menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar kaninus
sulung tidak tidak tanggal prematur. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila
terjadi tanggal prematur kaninus sulung karena resobsi insisivus lateral atau
karena karies disarankan dilakukan balancing ekstraction, yaitu pencabutan
kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan
kemudian dipasang space mentainer. Molar pertama sulung yang tanggal
prematur juga dapat menyebabkan pergeseran garis median. Perlu tidaknya
dilakukan balancing ekstraction harus dilakukan terlebih dahulu. Molar kedua
sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal
prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kearah diastema
sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh
sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal prematur juga dapat
menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi
supra erupsi gigi antagonis. Bila kolar kedua sulung tanggal prematur banyaknya
pergeseran molar pertama permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjil gigi
(bila tonjol gigi tinggi pergeseran makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut
(pergeseran paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum molar
permanen erupsi).
b. Persistensi gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi
sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat
bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
13
menunjukan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah
erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi
sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada dirongga mulut, perlu diketahui anamnesis
pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah
dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk diregio tersebut.
c. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila
terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi
gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi gigi permanen telah
terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk
(biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat
mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik
dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada
saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi
trauma disekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma
pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri
muka.
d. Pengaruh jaringan lunak
Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap
letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada tekanan
otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang
berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang menempel terus pada gigi hampir
selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak gigi. Tekanan dari lidah,
misalnya karena letak lidah pada posisi istrahat tidak benar atau karena adanya
makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi
sehingga insisivus bergerak ke labial. Dengan demikian patut dipertanyakan
apakah tekanan lidah dapat mempengaruhi letak insisivus karena meskipun
tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan gigi tetapi berlagsung dalam
waktu yang singkat. Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-
langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang selain tekanannya yang
besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi
tekanan yang lebih besar dengan akibat insisivus tertekan ke palatal.
e. Kebiasaan burukFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
14
Suatu kebasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi
dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap
jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan
maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama
kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak
mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaa tersebut telah berhenti
sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi
permanenn erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus
atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta
retroklinasi inisisvus bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana
yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisivus atas
disertai jarak gigit yang bertambah da retroklinasi insisivus bawah. Kebiasaan
mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih berupa
adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari.
Dorongan lidah pada saat menelan tidak lebih beda daripada yang tidak
mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan
terbuka anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada saat menelan.
Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi tetapi biasanya
dampaknya hanya pada satu gigi.
f. Faktor iatrogenik
Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan profesional.
Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik.
Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi
karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar
sehingga yag terjadi gerakan gigi kedistal dan palatal. Contoh lain adalah
pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan
resobsi akar gigi yang digerakkan, resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar
selain kematian pulpa gigi. Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan
adanya perawatan ortodontik, misalnya gerakkan bibir kearah labial/bukal yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.
2.4 Patofisiologi
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
15
Etiologi maloklusi secara umum banyak sekali ada yang mengkategorikan
menjadi faktor luar dan lokal, seperti pertumbuhan dan organ kepala sekitar mulut yang
tidak harmonis, adanya penyakit sistemik, faktor genetik, kebiasaan buruk yang sering
dilakukan sehingga menyebabkan maloklusi, muskulus sekitar mulut yang abnormal
atau tidak seimbang dalam memberikan tekanan, malfungsi dari lidah, gigi, dan tulang
rahang, metabolisme tidak normal, kelainan hormonal dan lain-lain.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara
serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman
saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala
dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan.
Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan
pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit
pada TMJ.
Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri
maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan b.
Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan
huruf s, z, t, dan n.
Gangguan pada proses oklusi umumnya dapat diakibatkan faktor herediter yang
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan dari komponen-komponen penyusun
oklusi seperti dental, skletal dan neuromuskular terganggu Namun, gangguan oklusi
atau maloklusi juga bisa ditimbulkan oleh kebiasaan buruk atau faktor lain, seperti
kebiasaan menghisap jari tangan sejak kecil, kebiasaan menjulurkan lidah, atau kondisi
pasca kecelakaan yang melibatkan bagian muka, kehilangan gigi terlalu dini, dan
banyak faktor lainnya.
2.5 WOC (Web Of Caution)
(terlampir)
2.6 Manifestasi Klinik
Yang biasa terlihat pada malposisi gigi antara lain:
a. Distal inclination : mahkota gigi bergeser ke distal
b. Mesial inclination : mahkota dari gigi bergeser ke mesial
c. Lingual inclination : pergeseran abnormal dari gigi ke arah lingual atau palatal
d. Buccal inclination : pergeseran gigi ke arah bukal atau labial (proclination)
e. Mesial displacement : pergerakan gigi ke arah mesial, mendekati midline.
f. Distal displacement : pergerakan gigi ke arah distal, menjauhi midlineFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
16
g. Lingual displacement : kondisi dimana seluruh gigi bergerak ke arah lingual
h. Buccal displacement : kondisi dimana gigi bergerak ke arah labial/buccal
i. Infraversion/infra-occlusion : mengacu pada gigi yang erupsi tidak
sempurna jika dibandingkan dengan gigi lain di dalam lengkung rahang
j. Supraversion/supra-occlusion : mengacu pada kondisi dimana gigi
mengalami over erupsi jikadibandingkan dengan gigi-giugi lainnya
k. Rotations : pergerakan gigi mengelilingi sumbunya
l. Disto- lingual atau mesial- buccal rotation : menggambarkan gigi yang
berpindah mengelilingisumbu gigi, sehingga jika dilihat dari aspek distal gigi
akan terlihat lebih ke lingual
m. Mesio- lingual atau mesial- buccal rotation : menggambarkan gigi yang
berpindah mengelilingisumbu gigi, sehingga jika dilihat dari aspek mesial gigi
akan terlihat lebih ke lingual
n. Transposition : menggambarkan kondisi dimana 2 gigi mengalami pertukaran
tempa
2.7 Penatalaksanaan
1. Ekstraksi.
Pencabutan (ekstraksi) dilakukan pada gigi sulung, yaitu gigi kaninus rahang atas.
Hal ini disebabkan karena gigi kaninus permanen rahang atas erupsi paling terakhir.
Sehingga apabila setelah gigi permanen telah erupsi semua sedangkan gigi kaninus
permanen tidak mendapat tempat untuk erupsi, dapat dilakukan kembali pencabutan
pada gigi permanen. Pencabutan gigi permanen tersebut perlu dilakukan apabila
diskrepansi total menunjukkan kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Gigi permanen
yang sering dicabut adalah gigi premolar pertama. Hal ini bertujuan untuk
mengoreksi gigi berdesakan baik di anterior maupun posterior. Bila premolar
pertama dicabut pada saat kaninus sedang bererupsi biasanya kaninus secara spontan
menempati bekas pencabutan premolar pertama. Sebagian besar ruangan bekas
pencabutan premolar pertama dipakai untuk koreksi berdesakan di anterior.
2. Ekspansi.
Apabila gigi kaninus permanen rahang atas akan erupsi dan tidak mendapat tempat,
maka dilakukan pencabutan pada gigi premolar pertama permanen rahang atas.
Tempat yang tadinya adalah tempat dari premolar pertama permanen akan digunakan
sebgai tempat dari kaninus permanen rahang atas. Dari ekspansi ke arah transversal Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
17
tersebut di regio anterior didapatkan tempat agar gigi-gigi anterior yang sedikit
berdesakan dapat dikoreksi. Ekspansi ke arah sagital dapat memperpanjang lengkung
geligi. Untuk melakukan ekspansi sagital regio anterior perlu diperhatikan posisi gigi
yang lebih ke anterior tidak mengganggu profil pasien.
3. Koreksi
Selain itu juga perlu dilakukan koreksi garis median. Garis median yang bergeser
apa lagi di rahang atas dan pergeserannya jauh sangat mempengaruhi estetik. Bila
garis median bergeser ke sisi kanan maka untuk mengoreksi kelainan itu gigi-gigi
insisif harus digerakkan ke kiri sampai sisi mesial insisif kanan terletak di garis
median. Untuk itu diperlukan ruangan di sisi kontra lateral pergeseran garis median.
Apakah pergeseran garis median perlu dikoreksi tergantung pada piranti yang
dipakai. Piranti lepasan yang digunakan untuk menggerakkan gigi ke arah proksimal
menghasilkan gerakan gigi tipping sehingga gigi terletak miring. Letak insisif yang
miring (mesioklinasi atau distoklinasi) tidak baik secara estetik dan juga tidak stabil.
Piranti cekat mampu mengoreksi pergeseran garis median.
4. Evaluasi.
5. Masa retensi
Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang dirawat
ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi
untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum
dilakukan perawatan. Macam piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut
perlu dijelaskan kepada pasien sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk
piranti retensi lepasan dibutuhkan kepatuhan pasien untuk memakai piranti
retensinya.
Dalam merencanakan perawatan ortodontik berdasar problema yang ada pada
pasien beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah: (Rahardjo, Pambudi. 2009.)
a. Keinginan pasien
b. Wajah pasien
c. Susunan dan simetri gigi dalam rahang
d. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital
e. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan transversal
f. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan horizontal
Prinsip dasar perencanaan perawatan ortodontik meliputi kesehatan mulut,
perencanaan perawatan rahang bawah, perencanaan perawatan rahang atas, relasi gigi Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
18
posterior, penjangkaran dan masa retensi. Berikut merupakan penjelasan dari masing-
masingnya:
1. Kesehatan mulut. Sebelum memulai perawatan ortodontik harus diupayakan
kesehatan mulut yang baik. Gigi-gigi yang karies perlu dirawat demikian juga
adanya kalkulus dan penyakit periodontal harus dirawat. Bila didapatkan
penyakit sistemik, misalnya diabetes mellitus kadar gula darah harus terkontrol
2. Perencanaan perawatan rahang bawah. Perencanaan perawatan di rahang
bawah terutama di region insisivi dilakukan lebih dahulu kemudian rencana
perawatan rahang atas disesuaikan. Insisivi bawah diletakkan dalam posisi yang
stabil, yaitu terletak pada daerah keseimbangan di antara lidah, bibir dan pipi.
Perubahan letak insisivi yang berlebihan cenderung terjadi relaps
3. Perencanaan perawatan rahang atas. Penyesuaian perawatan rahang atas
terhadap rahang bawah dilakukan terutama untuk mendapatkan relasi kaninus
klas I, hal ini mempengaruhi pertimbangan seberapa banyak tempat yang
dibutuhkan dan banyaknya kaninus diretraksi
4. Relasi gigi posterior. Hendaknya diupayakan mendapatkan relasi molar
pertama permanen kelas I tetapi bila tidak memungkinkan relasi molar bisa juga
kelas II atau kelas III
5. Penjangkaran. Mavam penjangkaran yang digunakan perlu dipikirkan untuk
mencegah terjadinya kehilangan penjangkaran (gigi penjangkar bergeser ke
mesial) yang berlebihan, apakah penjangkaran cukup dari gigi-gigi yang ada
ataukah perlu mendapat penjangkaran dari tempat yang lain misalnya dari
penjangkaran ekstra oral
6. Masa retensi. Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus
yang dirawat ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik
membutuhkan masa retensi untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk
kembali ke posisi sebelum dilakukan perawatan. Macam piranti retensi dan lama
pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan kepada pasien sebelum dilakukan
perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan dibutuhkan kepatuhan
pasien untuk memakai piranti retensinya
2.8 Komplikasi
1. Masalah pada temporomandibular (TMJ)
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
19
Sendi temporomandibular (TMJ) adalah sendi engsel yang menghubungkan rahang
bawah (mandibula) dengan tulang temporal dari tengkorak di depan telinga pada
setiap sisi kepala. Sendi yang fleksibel, yang memungkinkan rahang untuk bergerak
dengan lancar atas dan ke bawah dan sisi ke sisi dan memungkinkan Anda untuk
berbicara, mengunyah, dan menguap. Otot melekat pada dan sekitar sendi rahang
kontrol posisi dan pergerakan rahang.
2. Bruxism
Bruxism adalah kegiatan yang umum yang dapat terjadi baik siang hari dan pada
malam hari. Mengepalkan atau grinding saat terjaga sangat umum selama periode
konsentrasi, marah, atau stres, dan sering terjadi tanpa orang menyadarinya.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa anomalisasi struktur gigi akan menjadi salah
satu pendorong untuk melakukan aktivitas ini, tetapi penjelasan mengenai hal
tersebut masih diteliti lebih lanjut.
2.9 Prognosis
Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor heriditer
adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik,
namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor heriditer
pada maloklusi tersebut.
BAB III
ASUHAK KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Anamnesa
Berdasarkan Dongeos et all (2000), selain pengkajian umum seperti data pasien,
anamnesa serta pemerikasaan fisik, pengkajian khusus pada pasien dengan
maloklusi meliputi:
1) Identitas Klien
Kaji identitas klien, nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosa medis tentang penyakit yang diderita serta alamat klien. Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
20
2) Keluhan utama
Penderita maloklusi umumnya mengalami nyeri pada TMJ. Terkadang menjalar ke
kepala dan leher.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Ada tidaknya kondisi penyakit penyerta pada pasien. Kebiasaan hidup sehari-hari
mencakup aktivitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahan dan tidur.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Memberikan pertanyaan kepada pasien seperti: Apakah pernah mengalami karies
gigi atau trauma pada gigi?
5) Riwayat penyakit keluarga
Salah satu penyebab maloklusi adalah faktor genetik. Pasien diberi pertanyaan
tentang penyakit keluarga selama tiga generasi ke atas, apakah ada anggota keluarga
lain yang pernah memiliki penyakit yang sama seperti yang diderita pasien.
6) Pengkajian Psikososial
Respon emosi pasien pada maloklusi pada umumnya labil.
Pemeriksaan fisik
Review of System (RoS):
1) B1 (breathing)
a) frekuensi pernafasan meningkat
b) takipnea
c) dipsneu
2) B2 (blood)
a) takikardi
3) B3 (brain)
a) emosi labil, depresi
b) bicaranya tidak jelas
c) ganguan status mental dan perilaku
4) B4 (bladder)
-
5) B5 (bowel)
a) nafsu makan menurun
b) berat badan menurun
c) mual dan muntahFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem
Pencernaan Maloklusi
21
6) B6 (bone)
a) kelelahan berat
b) nyeri
3.2 Analisis Data
DATA ETIOLOGIMASALAH
KEPERAWATAN
DS: klien mengatakan
mengunyah pada satu
sisi dan nyeri saat
mengunyah
DO: gangguan pola
pengunyahan/
matrikulasi
Pola pengunyahan/
matrikulasi terganggu
Pengunyahan pada satu
sisi
Nyeri pada TMJ
MK: Nyeri Akut
Nyeri akut
DS: klien mengatakan
tidak nafsu makan,
mual
DO: berat badan
menurun, klien
tampak lemas dan
pucat
Anoreksia
Asupan makanan
Berat badan
MK: Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
DS: klien mengatakan
tidur tidak nyenyak,
lelah dan mengantuk
DO: klien tampak
letih, gigi berjejal, dan
bruxism
Gigi berjejal
Bruxism
MK: Gangguan pola
tidur
Gangguan pola tidur
DS: klien mengatakan
giginya terasa
Bruxism
Trigger clenching and
Kerusakan membran
mukosa oral
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
22
bergeser-bergeser
DO: bruxism, abrasi
gigi
grinding
Abrasi gigi
MK: Kerusakan
membran mukosa oral
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
mencerna makanan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan pathogen
4. Hambatan komunikais verbal berhubungan dengan defek anatomis
5. Kerusakan membrane mukosa mulut berhubungan dengan abrasi gigi
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
3.4 Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
Intervensi Rasional
1)Berikan informasi tentang nyeri.
2)Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi
dan kulitas nyeri
3)Minta pasien untuk menilai
nyeri pada skala 0 sampai 10
(0=tidak ada nyeri, 10= nyeri
yang sangat)
4)Bantu pasien untuk lebih
berfokus pada aktivitas daripada
nyeri.
5)Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
1) Klien mengerti tentang penyebab nyeri
2) Tindakan intervensi dapat dilakukan
secara tepat dan maksimal pada
sumber nyeri
3) Megetahui skala nyeri yang dialami
klien
4) Mengalihkan perhatian klien untuk
mengurangi rasa nyeri yang rasakan
pasien
5) Lingkungan yang kondusif dapat
memberikan dampak positif kepada
pasien
6) Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri
yang dialami pasien
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
23
ketidaknyamanan
6)Berikan analgesik sesuai
indikasi
b. Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mencerna
makanan
IntervensI Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan
derajat kesuliatan mengunyah
/ menelan
2) Konsultasikan dengan ahli
terapi okupasi
3) Yakinkan pasien dan berikan
lingkungan yang tenang
selama makan
4) Siapkan kateter pengisap
disamping tempat tidur dan
alat pengisap selama makan ,
bila diperlukan
5) Tempatkan pasien dengan
posisi semi-fowler atau
fowler tinggi untuk
memudahkan menelan
6) Ketika memberi makan
pasien , gunakan spuit jika
perlu, untuk memudahkan
menelan
7) Anjurkan pasien untuk
menggunakan gigi palsu atau
perawatan gigi.
1) Mengidentifikasi kemampuan
pasien dalam mengunyah
2) Menentukan jenis terapi dengan
pasien
3) Lingkungan yang nyaman dapat
meningkatkan nafsu makan pasien
4) Mengantisipasi jika pasien tidak
mampu makan secara oral
5) Posisi semi fowler atau fowler
dapat mempermudah klien untuk
menelan
6) Posisi semi fowler atau fowler
dapat mempermudah klien untuk
menelan
7) Gigi palsu memudahkan klien
dalam mengunyah makanan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan patogen
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
24
Intervensi Rasional
1) Pantau tanda/ gejala infeksi
(misalnya, suhu tubuh, denyut
jantung, penampilan luka,suhu
kulit dan keletihan)
2) Kaji faktor yang meningkatkan
serangan infeksi
3) Amati penampilan praktik
higiene pribadi untuk
perlindungan terhadap infeksi
4) Instruksikan untuk menjaga
higiene pribadi untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi
5) Ajarkan kepada pasien dan
keluarganya tanda/gejala
infeksi
6) Bersihkan lingkungan dengan
benar setelah dipergunakan
pasien.
1) Mengetahui gejala awl dari infeksi
pada pasien
2) Mengurangi faktor resiko dari
infeksi
3) Mengidentifikasi resiko terjadi
infeksi selama terkait higiene yang
dilakukan pasien
4) Mencegah terjadi infeksinya
5) Pasien dan Keluarga dapat
mengidentifikasi bila terjadi tanda-
tanda awal infeksi secara mandiri
6) Mencipkatan lingkungan yang
bersih dan mencegah terjadinya
infeksi
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis
Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan
tentang pasien menyangkut
kemampuan untuk berbicara
dan melakukan komunikasi
dengan staf dan keluarga
2) Bantu dalam menerima dan
belajar metode alternatif untuk
berkomunikasi
3) Intruksikan kepada pasien dan
1) Mengetahui kemampuan pasien
dalam berkomunikasi secara verbal
dan berinteraksi dengan orang lain
2) Memberikan alternatif kepada
pasien untuk berkomunikasi
3) Menggunakan alat bantu untuk
memudahkan pasien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
4) Terapi yang tepat dapat membantu
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
25
keluarga tentang penggunaan
alat bantu bicara
4) Konsultasikan dengan dokter
tentang kebutuhan terapi
bicara
5) Anjurkan kebutuhan untuk
follow up dengan ahli patologi
bicara setelah pulang
6) Libatkan pasien dan keluarga
dalam mengembangkan
rencana komunikasi
mempercepat penyembuhan klien
5) Terapi tambahan dapat
meningkatkan ke efektivan Terapi
6) Keluarga dapat membantu pasien
untuk mengembangkan jenis terapi
bicara
e. Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan abrasi gigi
Intervensi Rasional
1. Identifikasi zat yang
mengiritasi, seperti tembakau,
alkohol, makanan, obat-
obatan, suhu makanan yang
ekstrem
2. Kaji pemahaman dan
kemampuan pasien untuk
melakukan perawatan mulut
3. Pantau pasien setiap
pergantian tugas jaga dari
adanya kekeringan pada
mukosa mulut
4. Pantau efek terapeutik dari
anestesi topikal, pasta
perlidungan mulut, sesuai
dengan kebutuhan
5. Berikan anestesi topikal, pasta
perlindunagan mulut, dan
1. Mencegah iritasi yang terjadi
dengan mengetahui faktor resiko
2. Mengidentifikasi ke adekuatan
klien dalam melakukan oral
higiene
3. Mukoso mulut yang kering
meningkatkan resiko iritasi/ lesi
pada membran mukosa mulut
4. Mengetahui ke efektifan dalam
pemberian anastesi dan fakto
resiko yang terjadi
5. Mencegah terjadinya lesi atau
iritasi pada membran mukosa
mulut
6. Rokok dan alkohol meningkatkan
resiko terjadinya lesi atau
ganggauan pada membran
mukosa mulut
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
26
topikal
6. Cegah untuk merokokdan
mengkonsumsi alkohol
f. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan penampilan fisik
Intervensi Rasional
1) Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya.
2) Monitor frekuensi mengkritik
dirinya.
3) Jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, dan prognosis
penyakit.
4) Dorong klien
mengungkapkan perasaannya
5) Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil.
1) Mengetahui gambaran klien
tentang kondisi tubuhnya
2) Mengetahui tingkat derajat klien
dalam menerima kondisi dirinya.
3) Informasi pengobatan mengurangi
rasa takut klien
4) Pengurangi rasa kecemasan yang
dialami klien
5) Meningkatkan percaya klien
dalam berinteraksi dengan orang
lain
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Maloklusi terjadi ketika gigi rahang atas dan rahang bawah tidak dapat
berhubungan atau bertemu dengan tepat, fungsi fisiologis mengunyah menjadi kurang
efektif dan efek kosmetik kurang menyenangkan. Gigi tidak rata, padat atau bertumpuk
atau bahkan tidak dapat benar-benar kontak dengan gigi pada rahang yang lainnya
kemungkinan menjadi predisposisi penyakit pada tahun-tahun berikutnya.
Dengan dampak yang ditimbulkan tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang lebih
baik bagi masyarakat maupun tenaga kesehatan sehingga kelainan tersebut
mendapatkan prognosis yang baik dan komplikasi-komplikasinya tida terjadi.
1.2 Saran
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
27
Berdasarkan materi yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka perawat
harus mengetahui teori dan konsep serta asuhan keperawatan sebagai upaya untuk
memberikan asuhan kepeperawatan yang tepat pada klien dengan gganguan sistem
pencernaan pada organ rongga mulut dan gigi, khusunya pada kasus maloklusi.
Sehingga perawat dapat mengimplementasikannya dalam proses penanganan
terhadap pasien. Maka asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan
dengan baik dan maksimal. Karena jika perawat tidak paham mengenai medikasi
akan menghambat penanganan terhadap pasien dan penanganan menjadi kurang
maksimal bahkan dapat merugikan pihak pasien.
Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi
28
top related