isi inkuiri
Post on 27-Nov-2015
58 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A.
Landasan Teori
1. Pengertian Belajar-Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara peserta didik dan guru dalam
rangka pencapaian tujuan belajar. Belajar merupakan proses pertumbuhan yang
dihasilkan oleh perkembangan kondisi stimulus dan respon.
Menurut Sudjana, Nana (2004: 28) :
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai akibat hasil proses belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya kreasinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya.
Dari pernyataan tersebut, belajar berarti usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk mengadakan perubahan situasi dalam proses perkembangan kemampuan berpikir
dan bernalar dalam dirinya. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka belajar harus
dilaksanakan dengan baik.
Menurut Nana Sudjana (2004; 29), “Mengajar adalah suatu proses yakni proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan dan mendorong peserta didik melakukan proses
belajar”. Dengan demikian mengajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
dalam menciptakan suatu kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai suatu tujuan
pembelajaran. Disini guru berperan penting sebagai
koordinator dalam kegiatan belajar mengajar. Mengajar merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh guru untuk mengatur lingkungan belajar yang kondusif agar terjadi
interaksi belajar mengajar yang baik antara peserta didik dengan guru dalam rangka
mencapai tujuan belajar secara optimal. Hal ini akan terwujud bila guru dapat memilih
model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi, situasi dan kondisi peserta
didik.
Beberapa pendapat tentang prinsip-prinsip mengajar antara lain : menurut
Slameto (2003: 35), “bahwa prinsip mengajar meliputi 10 prinsip yaitu : perhatian,
aktivitas, apersepsi, peragaan, repetisi, korelasi, konsentrasi, sosialisasi,
individualisme dan evaluasi”. Dimana uraiannya sebagai berikut: 1) Perhatian, di
dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik kepada
pelajaran yang akan diberikan oleh guru; 2) Aktivitas, dalam proses belajar-mengajar
guru perlu menimbulkan aktivitas peserta didik dalam berpikir maupun berbuat; 3)
Apersepsi, guru dalam mengajar harus dapat menghubungkan antara materi pelajaran
dengan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik, sehingga peserta didik dapat
memperoleh hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pelajaran
yang akan diterima;
4) Peragaan, guru diharapkan saat akan mengajar dapat menunjukkan benda yang
sebenarnya, atau bila kesulitan dapat menggunakan model, gambar atau tiruan; 5)
Repetisi, bila guru menjelaskan materi perlu diulang-ulang sehingga pengertian itu
semakin jelas; 6) Konsentrasi, hubungan antara mata pelajaran dapat diperluas
sehingga anak dapat memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam bila
pikiran peserta didik terfokus pada materi yang sedang dibahas; 7) Korelasi,
hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan supaya dapat memperdalam
pengetahuan itu sendiri; 8) Sosialisasi, dalam perkembangan anak perlu bergaul
dengan temannya, dan bekerja dalam kelompok dapat meningkatkan cara berpikir
mereka sehingga dapat memecahkan masalah dan menyimpulkan pengetahuannya
sendiri secara berkelompok; 9) Individualisme, peserta didik merupakan makhluk
yang masing-masing mempunyai perbedaan, sehingga guru harus bisa menyesuaikan
dengan kemampuannya; 10) Evaluasi, dapat menggambarkan kemajuan peserta didik
dan prestasinya serta dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru itu sendiri.
Dengan demikian peran guru dalam kegiatan pembelajaran sangat menentukan
berhasil tidaknya proses pembelajaran. Untuk itu guru harus mempunyai kompetensi
seperti yang tertuang dalam kesepuluh prinsip mengajar tersebut.
2. Teori-teori Belajar
Ada beberapa teori belajar, menurut Gagne, Jerome Bruner dan Jean Piaget,
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Teori Belajar menurut Gagne
Menurut Gagne, belajar adalah suatu proses yang memungkinkan organisme
mengubah tingkah lakunya dengan cepat dan sedikit banyak bersifat permanen. Jadi
belajar adalah proses, dan belajar dikatakan berhasil bila terdapat perubahan tingkah
laku (Herawati, 2000:1.14). Tingkah laku hasil belajar dapat berupa kemampuan
ketrampilan proses sains, sikap ilmiah atau kematangan dalam berfikir.
Pembelajaran yang melalui tahapan proses pembelajaran atau langkah demi
langkah, diharapkan peserta didik dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya
sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hakikat belajar menurut Gagne adalah
penekanan pada pencapaian tujuan yang telah dicanangkan dan proses yang dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Gagne beranggapan bahwa terdapat jenjang belajar
(learning hierarchi). Peserta didik akan berhasil belajar yang kompleks bila ia telah
menguasai hasil belajar yang lebih rendah dan sederhana. Penerapan teori belajar
Gagne dalam pembelajaran biologi adalah : keberhasilan mempelajari sesuatu
kemampuan tergantung pada ada tidaknya kemampuan yang lebih sederhana yang
telah dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu belajar harus dimulai dari yang paling
sederhana kemudian berangsur-angsur ke topik yang lebih kompleks.
b. Teori Belajar menurut Bruner
Bruner menyatakan bahwa: “Proses belajar yang paling baik adalah melalui
penemuan, proses pembelajaran peserta didik tersebut akan melibatkan tiga hal
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: 1) memperoleh
informasi baru; 2) transformasi informasi; 3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan” (Bruner, 1973) yang dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 101). Sesuai
teori ini proses pembelajaran akan berjalan dengan baik jika guru memberikan
kebebasan dalam mengembangkan kemampuannya diantaranya kognitif, psikomotor
dan afektifnya. Metode pembelajaran yang sesuai dengan teori tersebut adalah
metode inkuiri yang mengandung langkah-langkah metode ilmiah.
Dalam pembelajaran biologi Bruner mengemukakan bahwa “perkembangan
intelektual anak mengikuti 3 tahap representasi yaitu : 1) Enactive representation,
yaitu segala pengertian pada anak tergantung pada respon anak tersebut; 2) Iconic
representation, yaitu pola pikir anak bergantung pada organisasi visual (benda-benda
konkrit) dan organisasi sensorisnya; dan 3) Simbolic representation, yaitu anak telah
memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga dapat mengutarakan
pengalamannya dengan bahasa. Menurut Bruner tugas orang dewasa (guru) untuk
membantu mengajarkan kesiapan anak untuk mengasah kemampuannya.
Pendapat tersebut sangat sesuai dengan metode pembelajaran inkuiri dimana
peserta didik mengenali permasalahan yang sederhana kemudian belajar merespon
permasalahan tersebut (identifikasi), memanfaatkan indra sensorinya untuk
menganalisis dan menghubungkan dengan pengalaman yang pernah diperoleh
sebelumnya, kemudian mengutarakan pengalaman tersebut dalam bentuk bahasa
(pelaporan).
c. Teori Belajar menurut Piaget
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap
yaitu: 1) sensory motor (0-2 tahun) selama ini anak mengenal alam dengan indranya
(sensori) dan dengan tindakannya (motor); 2) pre operational (2-7 tahun), pada tahap
ini anak belum mampu melakukan operasi dasar matematika; 3) concrete
operational (7-11 tahun), tahap ini anak mulai berpikir secara rasional, akan tetapi
belum dapat berurusan dengan materi-materi abstrak; 4) formal operational (11 tahun
ke atas), anak pada periode ini tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau
peristiwa yang konkret dan sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir secara
abstrak. (Herawati, 2000:1.14). Dengan teori ini, kemampuan kognitif peserta
didik SMA kelas X dalam proses belajarnya sesuai dengan tahap usianya yaitu 15
tahun lebih, seharusnya pola berfikirnya bersifat abstrak yang membutuhkan
penalaran, sehingga materi pelajaran biologi yang sarat dengan konsep dapat
disampaikan dengan konsep penalaran.
Selanjutnya Bambang Sumintono dalam artikelnya yang berjudul “TEORI
BELAJAR DARI PERSPEKTIF KONSTRUKTIVIS”, dan dimuat dalam
http://deceng.wordpress.com/, menuliskan bahwa : Piaget juga menjelaskan
bagaimana tiap individu mengembangkan schema, yaitu suatu sistem organisasi aksi
atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan “berpikir
mengenainya”. Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi.
Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan
schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola
berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan
adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang
masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan
menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan
(akomodasi).
Penjelasan di atas menunjukkan penekanan Piaget terhadap pemahaman yang
dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi
pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan.
Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif
dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa
tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya,
Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi
pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol
dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru
dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh
guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik
dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban,
membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam
belajar dan memahami sesuatu.
4. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ( guided inquiry)
Metode pembelajaran inkuiri pada dasarnya sangat berkaitan dengan
discovery, karena inkuiri artinya penyelidikan sedangkan discovery adalah penemuan.
Dengan melalui penyelidikan peserta didik akhirnya dapat memperoleh suatu
penemuan. Menurut Beyer (1971,24) dalam Nuryani (2005,8) disebutkan bahwa :
“Inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan proses, produk atau pengetahuan
(content, knowledge) dengan konteks dan nilai (content, values, affective)”. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa inkuiri adalah model pembelajaran yang
identik dengan hakikat pembelajaran sains itu sendiri. Selanjutnya Revans (1983)
dalam Stappenbelt (Australian journal of engineering education, 2010) diuraikan
sebagai berikut: “ largely acknowledged as the founder of action learning (McGill &
Beaty, 2002), described the process of learning in the terms of the reflective inquiry
process, where learning is the sum total of attaining programmed knowledge and
questioning of current insight. Marquardt (1999) added a third element, reflection, to
this model of learning to emphasise its importance.” Jadi pembelajaran inkuiri
merupakan salah satu metode pembelajaran pembelajaran aktif yang sangat penting.
Untuk melaksanakan metode pembelajaran inkuiri pada level manapun, guru perlu
melakukan beberapa langkah yaitu pembimbingan, pengarahan dan fasilitasi.
Pembimbingan disini diperlukan untuk membantu peserta didik agar proses inkuiri
dapat terfokus pada materi yang akan dibahas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri, peran guru
adalah sebagai: 1) fasilitator; 2) memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam
menemukan masalah dan merancang pemecahannya, serta menyimpulkan dan
menganalisis data.
Menurut Bruner dalam (Ratna Wilis Dahar, 1989 :108), ” pembelajaran
discovery mempunyai relevansi untuk pembelajaran inkuiri”. Hal ini disebabkan
adanya strategi yang serupa, karena keduanya menekankan pentingnya proses
kognitif peserta didik dalam mengungkapkan arti sesuatu yang dijumpai di
lingkungannya. Proses pembelajaran ini sama-sama berpusat pada peserta didik dan
juga mengembangkan rasa tanggung jawab, komunikasi sosial, kepuasan dalam
belajar serta pengembangan kemampuan secara maksimal.
Metode pembelajaran inkuiri merupakan metode pembelajaran yang lebih
menekankan peran aktif peserta didik, baik dari segi fisik maupun mental dalam
kegiatan pembelajaran. Istilah inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang berarti
menyelidiki atau menanyakan tentang sesuatu. Tujuan penyelidikan disini adalah
upaya untuk menyelesaikan masalah. Jadi metode inkuiri adalah suatu metode yang
menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong peserta didik untuk
dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Proses mental yang dilakukan antara lain mengamati, mengidentifikasi,
menggolongkan, mengukur, menduga dan mengambil kesimpulan. Metode ini
berusaha mengarahkan peserta didik kepada beberapa tujuan belajar antara lain
meningkatkan motivasi belajar (usaha untuk mendorong peserta didik menjadi lebih
aktif dan kreatif dalam belajar), pragmatis (usaha mendorong peserta didik untuk
mengembangkan sendiri cara/metodenya untuk mendapatkan ilmu), dan curiosity
(usaha untuk menyalurkan rasa keingintahuan sesuatu yang baru dari peserta didik).
Dengan demikian metode ini memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik
untuk berlatih mandiri.
Adapun ciri dari pembelajaran inkuiri antara lain : 1) Guru dalam menyajikan
pembelajaran tidak dalam bentuk konsep jadi, disini peserta didiklah yang diberi
kesempatan untuk menelaah, menyelidiki dan menemukan sendiri jawabannya
melalui teknik pemecahan masalah; 2) Peserta didik menemukan masalah sendiri atau
mempunyai keinginan sendiri untuk memecahkan masalah;
3) Masalah dirumuskan seoperasional mungkin, sehingga terlihat kemungkinannya
untuk dipecahkan; 4) Peserta didik berlatih merumuskan hipotesis, untuk
mengarahkan dalam mencari data; 5) Peserta didik menyusun langkah-langkah dalam
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan, eksperimen, membaca, dan
memanfaatkan sumber lain; 6) Peserta didik melakukan penelitian secara individual
atau kelompok untuk mengumpulkan data; 7) Peserta didik mengolah data serta
menyusun kesimpulan.
Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan belajar mengajar dimana dalam
pemilihan masalah/ topik yang akan dipelajari ditentukan oleh guru, tetapi dalam
proses penemuan konsep dilaksanakan oleh peserta didik dengan cara guru
memberikan pertanyaan yang mengarah pada terbentuknya konsep. Langkah-langkah
kegiatan inkuiri terbimbing menurut Joyce dan Weil (2000:179) antara lain : a). Guru
menyajikan suatu polemik dan menjelaskan prosedur inquiri kepada peserta didik; b).
Pengumpulan data dan verifikasi mengenai suatu peristiwa yang mereka lihat dan
alami; c). Pengumpulan data eksperimen, para peserta didik diperkenalkan dengan
elemen baru ke dalam situasi yang berbeda; d). Memformulasikan penjelasan; e).
Menganalisis proses inkuiri.
5. Metode Pembelajaran Inkuiri Bebas Termodifikasi ( modified free inquiry)
Metode Inkuiri bebas termodifikasi merupakan suatu kegiatan inkuiri bebas
yang dalam penentuan masalahnya ditetapkan oleh guru. Pada metode ini guru
memberikan masalah melalui pengamatan, eksplorasi atau prosedur penelitian, untuk
memperoleh jawaban peserta didik didorong untuk memecahkan masalah tersebut
dalam kerja kelompok atau individual.
Strategi penggunaan inkuiri bebas termodifikasi mempunyai kekurangan yaitu :
a. Peserta didik yang motivasinya kurang dalam hal pengumpulan data dan
keterangan, maka hasilnya akan kurang memuaskan; b. Peserta didik masih kurang
mempunyai inisiatif untuk mendapatkan data, karena kurang pengalaman dalam
kegiatan eksperimen. Strategi pembelajaran ini memerlukan waktu, biaya dan tenaga
yang relatif banyak.
Kelebihan penggunaan metode inkuiri bebas termodifikasi antara lain ; a.
Membantu perkembangan berfikir peserta didik, terutama dalam hal memproses dan
menentukan bermacam-macam keterangan; b. Peserta didik memperoleh penemuan
tentang konsep dasar dan ide-ide yang orisinil; c. Peserta didik terdorong untuk
berpikir secara bebas dan terbuka sehingga akan memberikan kepuasan pada dirinya
sendiri; d. Peserta didik terdorong untuk berpikir dan bekerja atas prakarsa sendiri.
Pada penelitian ini akan diterapkan proses pembelajaran menggunakan
metode inkuiri terbimbing dan inkuiri bebas termodifikasi dengan harapan dapat
meningkatkan ketrampilan proses sains peserta didik dan peningkatan motivasi
belajarnya. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing,
peserta didik diarahkan pada tugas pengamatan objek yang berarti membimbing
mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini berbentuk urutan kegiatan
yang dituangkan dalam LKPD (Lembar Kegiatan Peserta Didik). Selanjutnya peserta
didik melakukan kegiatan observasi, membuat klasifikasi, membuat
pengukuran/pengelompokkan, mengorganisasi data, membuat kesimpulan dan
memprediksi hasil kegiatan selanjutnya. Penerapan metode inkuiri terbimbing
mengarahkan pada proses berpikir dan memecahkan masalah. Pemecahan masalah
dilakukan dengan melakukan serangkaian kegiatan ilmiah hingga ditemukan konsep-
konsep baru. Sedangkan proses pembelajaran dengan metode inkuiri bebas
termodifikasi, peserta didik diberikan suatu permasalahan terlebih dahulu baru
kemudian selanjutnya mereka diberi kesempatan yang luas untuk memecahkan
masalah tersebut dengan inisiatif sendiri dan dari bekal pengetahuan yang pernah
mereka peroleh sebelumnya.
Penggunaan metode inkuiri dalam kegiatan belajar-mengajar mempunyai
tujuan: 1) Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dari berbagai fakta, informasi
atau data yang diperoleh melalui pengamatan dan proses penemuan; 2) Melatih
peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan hasil
penemuan; 3) Melatih peserta didik menggunakan logika berpikir induktif dalam
menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui proses
penemuan.
Dari berbagai definisi dan ciri metode inkuiri diatas dapat penulis simpulkan
bahwa metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menitikberatkan pada
upaya pemecahan masalah, sehingga peserta didik mendapat kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mengeksplorasi berbagai informasi agar dapat menemukan konsep
dengan didampingi oleh guru. Peran guru dalam metode inkuiri adalah : 1)
menciptakan suasana yang memberi peluang kepada peserta didik untuk berpikir
bebas dalam bereksplorasi untuk menemukan masalah dan memecahkan masalah
tersebut; 2) sebagai fasilitator dalam penelitian; 3) rekan diskusi dalam pencarian
alternative jawaban terhadap masalah; 4) membimbing penelitian, mendorong
keberanian berpikir untuk mencari alternative pemecahan masalah.
Adapun sintaks dari metode pembelajaran inkuiri dapat dilihat pada tabel
2.1. berikut :
Tabel 2.1. Sintaks Metode Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas
Termodifikasi
No Fase Kegiatan Guru
Inkuiri Terbimbing Inkuiri Bebas
Termodifikasi1 Perumusan masalah Membimbing peserta
didik mengidentifikasi
masalah.
Menyodorkan masalah
pada peserta didik
untuk diidentifikasi
dalam bentuk
pengamatan, eksplorasi
atau prosedur 2 Penyusunan
hipotesis
Memberi kesempatan
peserta didik untuk
berpendapat dalam
membentuk hipotesis.
Memberi kesempatan
peserta didik untuk
menyusun hipotesis
secara mandiri.3 Rancangan/
Perakitan
Percobaan
Memberi kesempatan
peserta didik untuk
menentukan langkah-
langkah yang sesuai
dengan hipotesis.
Membimbing mereka
mengurutkan tahap-tahap
Memberi kesempatan
peserta didik untuk
menentukan langkah-
langkah yang sesuai
dengan hipotesis dan
merancang alat
percobaan.4 Melaksanakan
Percobaan
Membimbing peserta
didik untuk mendapatkan
informasi dari hasil
percobaan, pengamatan,
pengukuran dan
Mendampingi peserta
didik dalam melaksana-
kan percobaan /
eksperimen.
5 Mengumpulkan dan
menganalisis data
Memberi kesempatan Memberi kesempatan
pada peserta didikmenyampaikan hasil
pengolahan data yang
terkumpul
untuk menyampaikan
hasil pengolahan secara
berkelompok dari data
yang terkumpul.6 Membuat
Kesimpulan
Membimbing peserta
didik untuk membuat
kesimpulan
Memberi kesempatan
pada peserta didik
untuk menyusun
kesimpulanDiadaptasi dari pendapat Eggen & Kauchak (1996) dalam Trianto (2007 : 141)
dan http://resolusirijal.blogspot.com/2011/04/pembelajaran-discovery-
inquiry.html
Sedangkan perbandingan antara metode inkuiri terbimbing dan inkuiri bebas
termodifikasi dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2. Perbandingan Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan
Metode Pembelajaran Inkuiri Bebas Termodifikasi
NO FASE-FASE INKUIRI TERBIMBING INKUIRI BEBASTERMODIFIKASI
1. Fase 1 :Menghadapkan pada masalah
Guru mendiskripsikanmasalah yang akan dipecahkan oleh peserta
Guru menyajikan masalahyang menjadikan teka-teki bagi peserta didik
2. Fase 2 :Mengumpulkan data terhadap masalah
Guru membantu peserta didikdalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
Usaha peserta didik untuk menemukan cara pemecahan masalah yang disajikan guru (guru bertindak sebagai nara
3. Fase 3 :Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Mendorong peserta didikuntuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan eksperimen agar mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Peserta didik mengumpulkan informasi yang didapat melalui kegiatan pelaksanaan percobaan dan mencatat informasi tersebut
4. Fase 4 :Mengorganisir data dan merumuskan penjelasan
Guru mengajak peserta didikuntuk mengorganisir dan merumuskan penjelasan terhadap masalah
Peserta didik merumuskanpenjelasan untuk mengorganisir data dan merumuskan penjelasan terhadap masalah
5 Fase 5 :Menganalisis
Guru menuntut peserta didik untuk dapat
Peserta didik menganalisishasil temuan mereka serta
danmengevaluasi proses pemecahan masalah
hasil temuan mereka sertadiberi kesempatan mengajukan pertanyaan yang lebih efektif dan produktif.
diberi kesempatanmengajukan pertanyaan yang lebih efektif dan produktif.
Ada beberapa keunggulan dari metode inkuiri dalam kegiatan belajar-mengajar
antara lain: 1) peserta didik belajar bagaimana belajar (learn how to learn); 2)
belajar menghargai dirinya sendiri; 3) memotivasi diri dan lebih mudah
mentransfer; 4) memperkecil atau menghindari hafalan; 5) peserta didik lebih
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. Sedangkan kekurangan metode
inkuiri antara lain: 1) lebih tergantung pada petunjuk/ bimbingan Guru; 2) butuh
penguasaan konsep lebih yang terkait dengan materi.
Menurut Roestiyah (2002 : 20-21) dalam artikel yang dimuat dalam
http://resolusirijal.blogspot.com/2011/04/pembelajaran-discovery-inquiry.html
Model pembelajaran discovery-inquiry memiliki kelebihan dan kekurangan:
Kelebihan model pembelajaran inquiry yaitu: a. Mampu mengembangkan penguasaan
ketrampilan untuk berkembang dan maju dengan menggunakan potensi yang ada pada
diri peserta didik itu sendiri; b. Mampu memberikan motivasi belajar, memperkuat,
dan menambah kepercayaan pada diri peserta didik dengan proses menemukan
sendiri.
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran inquiry yaitu: a. Peserta didik
harus ada kesiapan, kemampuan, dan keberanian untuk mengetahui keadaan
sekitarnya dengan lebih baik; b. Bila kelas terlalu besar, maka bentuk ini akan
kurang berhasil.
6. Ketrampilan Proses Sains
Kurikulum 1984 Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah, pada lampiran dan
dalam bab pokok – pokok pelaksanaan kurikulum tersurat bahwa proses belajar
mengajar dilaksanakan dengan pendekatan ketrampilan proses. Begitu juga
kurikulum 1994 Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah Atas menekankan
penggunaan pendekatan ketrampilan proses dalam pengajaran IPA. Dengan
demikian, jelas bahwa aspek proses dituntut dalam pembelajaran IPA. Sudah
sewajarnya apabila ketrampilan proses menjadi bagian yang tak terpisahkan
(milik) Guru IPA pada jenjang pendidikan manapun.
Aspek produk dan proses yang terdapat dalam kurikulum 2006 tampak terinci
dan lebih jelas. Hal itu dimaksudkan agar para guru sebagai pelaksana di lapangan
dapat lebih memahami dan menerjemahkannya ke dalam rencana atau persiapan
mengajar mereka. Garis besar dan ringkasan perbandingan aspek produk dan proses
kurikulum 1984 hingga kurikulum KTSP dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Perbandingan kurikulum 1984, 1994 dan KTSP untuk IPA
GBPP
ASPEK
Kurikulum 1984 Kurikulum 1994 Kurikulum
2006/KTSPKonsep dan
Proses
Terdapat dalam
satu tujuan
kurikuler
Terdapat dalam satu
tujuan kurikuler dan
setiap TPU
Terdapat dalam
Standar Kompetensi
Konsep Lebel konsep
berupa pokok-
pokok bahasan
Terjabar berupa
”working definition”
Terjabar dalam
Kompetensi Dasar
Proses Ketrampilan
proses (KP)
sebagai
penjabaran
metode ilmiah
KP tercermin dalam
bulatan (alternative
pembelajaran
sebagai contoh)
KP dijabarkan dalam
indicator
Pendekatan Konsep,
ketrampilan
Konsep, PKP,
lingkungan (STM),
Konsep, PKP,
proses (PKP),
lingkungan,
terpadu /PKG
Penemuan Penemuan
(Keterangan : hasil analisis dan rangkuman Nuryani Rustaman, 2000)
Namun kenyataanya yang terjadi di lapangan, masih banyak guru yang
belum melaksanakannya. Ketrampilan proses baru dikenal secara harfiah, belum
dikuasai oleh para calon guru, guru maupun dosen LPTK. Hal itu diduga karena
adanya pendapat bahwa dengan menguasai konsep –konsep IPA, segalanya menjadi
beres. Ketrampilan proses tidak dirasa perlu untuk dikembangkan dalam pembelajaran
IPA dilapangan. Soal – soal EBTANAS / UAN hampir tidak pernah memunculkan
soal – soal yang mengukur ketrampilan proses.
Pendekatan ketrampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan
pengembangan ketrampilan-ketrampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber
dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri peserta
didik. Pendekatan ketrampilan proses sains lebih menekankan pada pembentukan
ketrampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.
Menurut Dimyati dan Mujiono ( 2002;138) dalam Singgih Trihastuti (2008:
makalah), yang diambil dari pendapat Funk (1985), bahwa : 1. Pendekatan
ketrampilan proses dapat mengembangkan hakekat ilmu pengetahuan peserta didik.
Peserta didik terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih
memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; 2. Pembelajaran melalui ketrampilan
proses akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja dengan ilmu
pengetahuan, tidak hanya menceritakan dan atau mendengarkan sejarah ilmu
pengetahuan; 3. Ketrampilan proses dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar
proses dan sekaligus produk dari ilmu pengetahuan. Dari uaraian diatas nampak bahwa
dengan penerapan ketrampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental
intelektual peserta didik. Disamping itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan
kemampuan peserta didik untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan
prinsip ilmu atau pengetahuan. Hal senada juga diungkapkan oleh Uzer Usman
(1995:42) dalam Singgih Trihastuti (2008: makalah), bahwa pendekatan ketrampilan
proses (sains) merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarah pada
pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial sebagai penggerak kemampuan
yang lebih tinggi dalam diri peserta didik.
Ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan
ketrampilan proses (sains) dalam kehidupan sehari-hari. Alasan pertama,
perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin
guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada peserta didik. Kedua, para ahli
psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep
yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret, wajar sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya
penemuan konsep melalui perlakuan fisik, pengamatan benda-benda yang benar-benar
nyata. Ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar, penemuan
bersifat relatif. Keempat, dalam proses belajar mengajar seharusnya pengembangan
konsep tidak lepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri peserta didik. Konsep
di satu pihak serta sikap dilain pihak harus saling terkait.
Ketrampilan proses melibatkan beberapa ketrampilan seperti kognitif atau
intelektual, manual dan proses sosial. Ketrampilan kognitif atau intelektual terlihat
karena dengan melakukan ketrampilan proses siswa menggunakan pikirannya.
Ketrampilan manual jelas terlihat dalam ketrampilan proses karena mereka melibatkan
penggunaan alat dan bahan pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan
ketrampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam
melaksanakan kegiatan belajar misalnya mendiskusikan hasil pengamatan.
Menurut Nuryani Y. Rustaman ( : 95), SAPA (Science A Process Approach),
pendekatan ketrampilan sains (KPS) merupakan pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada IPA. Namun dalam tujuan dan pelaksanaannya terdapat perbedaan
proses dalam membentuk konsep. Selain itu SAPA menuntut pengembangan
pendekatan proses secara utuh yaitu metode ilmiah dalam setiap pelaksanaannya ,
sedangkan jenis-jenis ketrampilan proses dalam pendekatan KPS dapat dikembangkan
secara terpisah – pisah bergantung metode yang digunakan. Umumnya dalam
mendemonstrasikan dapat dikembangkan ketrampilan proses tertentu (observasi,
interpretasi, komunikasi, dan aplikasi konsep). Dengan demikian dalam penilaian
KPS tidak selalu semua aspek menjadi subjek penilaian sehingga dapat dikembangkan
pendekatan KPS yang sesuai dengan materi atau topik pembelajaran.
Ketrampilan proses terdiri atas sejumlah ketrampilan yang satu sama lain
sebenarnya tak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing –
masing ketrampilan proses tersebut. 1) Melakukan pengamatan (observasi);
Menggunakan indera penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba pada
waktu mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain yang termasuk
serangga merupakan kegiatan yang sangat dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan
fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk ketrampilan
proses mengamati. 2) Menafsirkan pengamatan (interpretasi); Mencatat setiap hasil
pengamatan tentang fermentasi secara terpisah antara hasil utama dan hasil sampingan
termasuk menafsirkan atau interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan
tentang bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa melakukan
interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau keteraturan dari satu seri
pengamatan tentang jenis-jenis makanan berbagai burung, misalnya semua bergizi
tinggi, dan menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung. 3)
Mengelompokkan (Klasifikasi); Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa
mengenali ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup
beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, membandingkan ciri-ciri, mencari
kesamaan. 4) Meramalkan (prediksi); Ketrampilan meramalkan atau prediksi
mencakup ketrampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi
berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada. Memperkirakan bahwa
besok matahari akan terbit dari timur merupakan contoh prediksi. 5) Berkomunikasi;
Membaca grafik, tabel dan diagram dari hasil percobaan tentang faktor –faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan termasuk berkomunikasi dalam
pembelajaran IPA. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram
juga termasuk berkomunikasi. Selain itu termasuk kedalam berkomunikasi juga adalah
menjelaskan hasil percobaan misalnya mempertelakan atau memberikan tahap-tahap
perkembangan daun termasuk menyusun dan menyampaikan laporan secara
sistematis dan jelas.
6) Berhipotesis; Hipotesis menyatakan hubungan anatara dua variable atau
mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan
cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya
terkandung cara untuk mengujinya. 7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan;
Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk kedalam ketrampilan proses
merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembaran kegiatan siswa tidak dituliskan
alat dan bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti
siswa diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan untuk
penyelidikan tersebut. Menentukan variable atau peubah yang terlibat dalam suatu
percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju pertumbuhan tanaman termasuk
kegiatan merancang penyelidikan. Selanjutnya menentukan variable control dan
variable bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan
cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan penyelidikan. 8) Menerapkan
konsep atau prinsip; Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru (misal
banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki (erosi dan pengangkutan air),
berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa
menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. 9) Mengajukan
pertanyaan; Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa,
mengapa, bagaimana atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan dapat
menunjukkan bahwa siswa ingin mengetahui, berfikir, menggunakan pemikiran
untuk menguji atau memeriksanya. Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak
sekedar bertanya tetapi melibatkan pemikiran.
Ketrampilan intelektual dan ketrampilan fisik diperlukan ketika peserta didik
berupaya untuk menerapkan gagasan mereka pada situasi baru. Ternyata hal ini perlu
didukung oleh guru, atau guru berperan dalam mengembangkan ketrampilan proses
peserta didik. Dalam mengembangkan ketrampilan proses peran guru dapat dibahas
secara umum, maupun secara khusus. Secara umum peran guru terutama berkaitan
dengan pengalaman mereka membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan
proses sains. Menurut Harlen (1992) dalam artikel Singgih Tri H. sedikitnya terdapat
lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan
ketrampilan proses. Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan
keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena. Pengalaman
langsung tersebut memungkinkan peserta didik untuk menggunakan alat – alat
inderanya dalam mengumpulkan informasi atau bukti – bukti untuk kemudian ditindak
lanjuti dengan pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan
yang ada. Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok – kelompok
kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas dirancang agar mereka berbagi gagasan,
menyimak teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasannya, sehingga
mereka belajar berfikir reflektif tentang hal-hal yang sudah dilakukannya,
menghubungkan gagasan dengan bukti dan pertimbangan orang lain untuk
memperkaya pendekatan yang mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak untuk
menyiapkan dasar berfikir untuk bertindak.
Ketiga, mendengarkan pembicaraan peserta didik dan mempelajari produk
mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka.
Keempat, mendorong peserta didik mengulas (review) secara kritis tentang bagaimana
kegiatan mereka telah dilakukan. Selama dan setelah menyelesaikan percobaan,
mereka seyogianya mendiskusikan bagian – bagian atau keseluruhan penyelidikan.
Mereka juga hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternative
untuk meningkatkan kegiatan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk
mengenali ketrampilan-ketrampilan yang perlu ditingkatkan. Kelima, memberikan
teknik atau strategi untuk meningkatkan ketrampilan khususnya ketepatan dalam
observasi dan pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci
dikembangkan dalam berkomunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena
mengetahui bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan
menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti memerlukan pengetahuan
bagaimana cara bertanya yang baik.
Sedangkan peran guru secara khusus dilakukan bila seorang guru akan
mengembangkan ketrampilan proses tertentu, hendaknya dia memperhatikan syarat-
syarat tertentu dan menyiapkan kondisi yang diperlukan untuk itu. Sebagai contoh,
membantu menggunakan ketrampilan observasi. Kesempatan untuk menggunakan
alat- alat indera untuk memperoleh fakta dari obyek atau fenomena dijajagi.
Sangatlah baik apabila menggunakan obyek untuk memulai topik baru beberapa saat
sebelumya untuk meningkatkan minat peserta didik. Selanjutnya dapat ditampilkan
contoh-contoh lainya agar peserta didik, dapat menangkap esensi dari sejumlah objek
yang ditampilkan. Memang untuk mengembangkan ketrampilan observasi diperlukan
waktu lebih banyak dari pada ketrampilan proses lainya.
Namun tidak semua observasi perlu dilakukan didalam kelas. Persiapan yang
direncanakan dengan baik untuk melakukan ekspedisi (observasi diluar kelas, diluar
jam pelajaran) juga memungkinkan kegiatan yang kaya dengan observasi.
Memberikan lembar pengamatan yang sudah dirancang dengan mempertimbangkan
aspek – aspek penting yang harus diamati sangat membantu guru dan peserta didik
untuk mengungkap hasil pengamatan mereka.
Ketrampilan klasifikasi merupakan ketrampilan “beyond observation”. Seperti
dalam mempersiapkan ketrampilan observasi, guru juga perlu menyiapkan beragam
objek yang perlu diobservasi sebagai persiapan, mengembangkan ketrampilan
klasifikasi. Berdasarkan hasil observasi, ditentukan ciri tertentu yang diamati yang
akan digunakan sebagai dasar klasifikasi. Setelah itu barulah dilakukan pemilahan
anggota (objek) yang memiliki ciri tersebut dan tidak. Untuk itu perlu disiapkan
format lembar kerja yang berisi aspek-aspek tersebut (ciri yang teramati, ya, tidak)
dalam bentuk matriks.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan ketrampilan proses
adalah suatu pendekatan atau cara yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan-
kegiatan penyusunan atau penemuan konsep secara mandiri. Pendekatan ketrampilan
proses ini bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap peserta didik memiliki potensi
yang berbeda dan dalam situasi yang tepat mereka dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Pendekatan ketrampilan proses sains juga merupakan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan hakikat mata pelajaran biologi, yang mengutamakan
keaktifan peserta didik untuk menemukan/ membangun konsep-konsep biologi dengan
menghubungkan pengalaman yang diperoleh dan dimiliki dalam kehidupan sehari-
hari.
top related