iol referat
Post on 30-Nov-2015
421 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
IOL (Lensa Intraokuler), adalah sinonim dari Intraocular lens dan
pseudophakos 1,2. Merupakan Lensa buatan yang ditanamkan ke
dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara
terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak 1, 3, 4.
Operasi implantasi IOL yang pertama kali dilakukan oleh Sir Harold Ridley.
Operasi ini dikerjakan dalam 2 langkah, dimana operasi katarak (ECCE) terlebih
dahulu dilakukan pada tanggal 29 November 1949, dan selanjutnya dilakukan
implantasi IOL pada tanggal 8 Februari 1950. Operasi ini dikerjakan pada 2 orang
pasien dengan hasil yang baik 2, 5, 6.
Sebelum ditemukannya IOL, rehabilitasi pasien pasca operasi katarak
dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (Lensa
kontak) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti : bayangan
yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru,
lapangan pandang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler
bila mata lainnya fakik 7, 8. Penelitian yang dilakukan oleh dr.Daljit Singh (1983)
mengatakan bahwa dari 200 pasien yang dioperasi katarak dan setelah operasi
menggunakan kacamata, ditemukan 85 % pasien tersebut tidak dapat bekerja efektif
seperti sebelumnya karena mengalami gangguan penglihatan perifer sehingga hal ini
dapat menurunkan produktifitas kerja 1. Lensa kontak dapat mengurangi gejala-gejala
yang ditimbulkan akibat pemakaian kacamata positif, namun bagi pasien yang bekerja
di lingkungan yang berdebu hal ini menyulitkan, selain itu dekompensasi endotel
kornea maupun ulkus kornea dapat terjadi akibat pemakaian lensa kontak tersebut 1.
Operasi katarak disertai penanaman IOL merupakan operasi mata yang paling
banyak dilakukan 9, 10. Lebih dari 90 % semua operasi katarak di Amerika Serikat
diikuti dengan implantasi lensa intraokuler 8. Penelitian yang dilakukan di Medan,
dimana 75 orang pasien katarak (45-85 tahun) dengan visus prabedah 1/300-3/60
sebanyak 80% dan 20% untuk visus 4/60-6/60, menghasilkan visus pasca bedah 6/12-
6/6 sebanyak 80% kasus 11. Membaiknya teknik bedah dan implant lensa ini
memainkan peranan yang besar 8.
1
Perkembangan bedah katarak akan terus menerus mengalami perubahan untuk
mencapai tujuan yang ideal. Tujuan yang dimaksud adalah untuk terpenuhinya 5
(lima) kriteria, yaitu : prosedur operasi yang aman, mempunyai efektifitas dan
prediktabilitas yang tinggi, hasilnya stabil untuk jangka panjang, serta memberikan
kepuasan bagi penderita. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai
persentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai, dan hal ini
dipengaruhi oleh ketepatan biometry serta pemilihan formula yang tepat untuk
menentukan power IOL, dan seiring perkembangan teknologi dan variasi masing-
masing individu maka formula ini terus berubah dari waktu ke waktu. Kalkulasi
(pengukuran) power IOL yang benar dan akurat akan menghasilkan status dan target
refraksi pasien pasca operasi yang baik 5, 9.
Karena pentingnya kalkulasi power IOL ini, dimana memberikan manfaat dan
koreksi yang baik, menghindari terjadinya over koreksi serta menurunnya kualitas
hidup pasien pasca operasi. Hal inilah yang melandasi penulis untuk menyusun referat
ini.
Penulisan ini ditujukan untuk memahami tentang sejarah implantasi dan
perkembangan power IOL, biometry yang berhubungan dengan rumus atau formula
yang digunakan untuk kalkulasi power IOL, cara kalkulasi power IOL dan aplikasi
klinis dari berbagai jenis formula. Selain itu penyusunan referat ini dapat juga untuk
meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang ilmu kedokteran.
2
BAB II
POWER LENSA INTRAOKULAR
2.1. Sejarah Perkembangan IOL
Pada saat pertama kalinya dilakukan implantasi IOL oleh Harold Ridley
(gambar 1) pada tahun 1946, hasilnya ternyata cukup mengejutkan karena power IOL
yang ditanam ternyata ukurannya sangat berlebihan dan menyebabkan over koreksi,
dimana pasca operasi diperoleh hasil spheris –12.00 dengan cylindris +6.00 axis 30
derajat. Mengingat pada saat itu belum ada teknologi ultrasound untuk mengukur
panjang bola mata (axial length) maka dengan keterbatasan teknologi ini
menyebabkan dokter mata menggunakan power IOL yang standar dengan ukuran
18.00 dioptri untuk semua pasien. Pada saat ini ditemukan kelainan refraksi pasca
operasi yang cukup besar, yaitu pada pasien-pasien dengan miopia ataupun
hipermetropia tinggi 1, 5.
Metode selanjutnya yang berkembang adalah dengan ikut memperhitungkan
status refraksi pasien sebelum operasi, yaitu menambah atau mengurangi 1.25 dioptri
dari ukuran lensa standar (18.00 dioptri); yaitu mengurangi 1.25 dioptri untuk setiap 1
dioptri dari ukuran kacamata minus yang dipakai pasien selama ini, dan sebaliknya
menambahkan 1.25 dioptri untuk pasien hipermetropia. Metode lain yang pernah
dicoba adalah dengan melakukan streak retinoscopy pada saat operasi, yaitu setelah
katarak dikeluarkan dan media refraksi telah jernih. Menentukan power IOL yang
hendak digunakan cukup dengan menambahkan nilai konstanta 9 dari hasil streak
retinoscopy , yaitu misalnya diperoleh hasil streak retinoscopy intra operasi adalah 10
dioptri, maka dengan tambahkan 9 akan diketahui bahwa power IOL yang hendak
ditanamkan adalah 19.00 dioptri 1, 5.
Berbagai metode yang disebutkan di atas tentu saja memberikan hasil yang
tidak akurat, sampai akhirnya berkembang berbagai formula IOL seiring dengan
perkembangan teknologi terutama di bidang ophthalmology 5.
Penggunaan mesin USG A-Scan menjadi populer setelah Kenneth Hoffer
memperkenalkannya di Amerika Serikat pada tahun 1974. Mesin USG A-Scan yang
pertama kali diproduksi khusus untuk mata adalah Sonomed Digital Biometri Ruler
DBR-300 pada tahun 1975 5, 12.
3
Gambar 1: Sir Harold Ridley (dikutip dari kepustakaan 5)
2.2. Biometry
Sebanyak 54% kesalahan target refraksi pasca implantasi IOL bersumber dari
biometry 9. Ada 3 faktor utama dalam ruang lingkup biometry yang sangat
menentukan akurasi dari power IOL yang akan ditanamkan, yaitu panjang bola mata
(axial length, AXL), kurvatura kornea yang sekaligus menentukan power refraksi
kornea (K readings) dan posisi IOL di dalam mata 5.
2.2.1. Panjang Bola Mata (axial length)
Adalah jarak antara permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan
dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22 – 24,5 mm 9. Prinsip
pengukuran panjang bola mata (AXL) dengan alat ultrasound adalah berdasarkan
waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat dikeluarkan dari probe
transmitter, berjalan menuju target serta kembali lagi ke probe receiver, kedua probe
ini disatukan pada probe ultrasound sehingga disebut sebagai transciever. Kecepatan
gelombang suara pada berbagai media di dalam mata sudah diketahui sebelumnya
(Tabel 1) 1, 13.
4
Tabel 1: Kecepatan rambat Gelombang Suara pada berbagai Media
(dikutip dari kepustakaan 5)
MEDIA VELOCITY
Kornea dan Lensa 1461 m/det
Akuos dan Vitreous 1532 m/det
Lensa normal 1640 m/det
Silicone oil 987 m/det
IOL PMMA 2660 m/det
IOL Silicone 980 m/det
IOL Acrylic 2026 m/det
IOL Glass 6040 m/det
Teknik yang selama ini dikenal dalam hal penggunaan biometry A-Scan ada 2
jenis, yaitu : 5, 14
1. Applanasi
Teknik ini bila dikerjakan secara hati-hati mempunyai akurasi yang cukup
baik (gambar 2).
2. Imersi
Sedikit lebih akurat dibandingkan dengan teknik applanasi, karena probe
ultrasound sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari
penekanan (indentasi) yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran AXL.
Akan tetapi teknik imersi ini kurang praktis dibandingkan teknik applanasi
karena membutuhkan waktu yang lama dalam mempersiapkan pasien.
Posisi pasien juga mempengaruhi, dimana ketepatan pengukuran akan lebih baik
jika dilakukan pada pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan dengan
posisi berbaring 5, 13, 14, 15.
5
Gambar 2: Biometry dengan Pengukuran secara Teknik Applanasi dan real time
oscilloscope (dikutip dari kepustakaan 5).
Ketepatan pengukuran ini berbeda-beda untuk masing-masing biometry A-
Scan, diantaranya 0,1 s/d 0,2 mm atau sekitar 0,25 s/d 0,50 dioptri (D). Selain itu kita
perlu mengetahui karakteristik hasil pemeriksaan biometry A-Scan yang baik (Tabel
2, gambar 3 & 4) 5.
Tabel 2 : Karakteristik A-Scan yang Baik
(dikutip dari kepustakaan 5)
Terdapat 5 buah echo:
Echo kornea yang tinggi
Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa
Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus
Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera
Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita
Tinggi echo yang baik:
Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90%
Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50 s/d 75%
Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%
6
Gambar 3: Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik
(dikutip dari kepustakaan 5)
Gambar 4: Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang buruk
(dikutip dari kepustakaan 5)
7
Bila gambaran echo lemak orbita di belakang echo retina, hal ini menunjukkan
bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula melainkan pada daerah nervus
optikus, sehingga ukuran panjang bola mata (axial length) yang diperoleh tidak benar 5, 15.
2.2.2 Kurvatura Kornea (K readings)
Adalah jari-jari kelengkungan kornea anterior, dinyatakan dalam mm. Ukuran
power kornea (radius kurvatura kornea) didapat dari nilai kelengkungan kornea,
dimana semakin tajam kelengkungannya akan memberikan kekuatan diopter yang
lebih besar, diukur dengan alat keratometer. Radius kurvatura kornea yang diperoleh
kemudian dikonversikan menjadi power dalam satuan diopter dengan
mempertimbangkan indeks refraksi kornea (Normal 43 Dioptri). Sumber kesalahan
dari pengukuran radius kurvatura kornea ini biasanya bersumber dari alat yang tidak
ditera (baik alat keratometer manual maupun yang otomatik). Selain itu perlu juga
diperhatikan, bahwa pada pasien yang menggunakan lensa kontak, sebaiknya
pengukuran kornea dilakukan setelah 2 minggu tidak memakai lensa kontak 5, 9, 15.
2.2.3 Posisi IOL di dalam Mata
Implantasi IOL pada umumnya ditempatkan di dalam kapsul lensa (in the
bag), sehingga jika IOL kita tempatkan bukan di dalam kapsul lensa (misalnya di
sulkus), maka power IOL yang digunakan harus disesuaikan. Biasanya hal seperti ini
cukup dikurangi sekitar 0,5 diopter dari power IOL yang seharusnya, dan ini berlaku
pada mata dengan panjang bola mata normal. Namun posisi IOL di dalam mata sulit
untuk diprediksi karena dipengaruhi oleh faktor lain seperti panjang bola mata,
kedalaman bilik mata pre-operasi, ketebalan lensa, diameter kornea 5.
2.3. Formula IOL
Adalah formula yang digunakan untuk menghitung kekuatan IOL yang akan
ditanamkan dengan terlebih dahulu melengkapi data biometri lainnya. Formula IOL
yang paling sering digunakan adalah SRK-T (66,2%) dan yang paling jarang adalah
SRK-II (7%). Setiap formula selalu dapat digolongkan dalam salah satu dari 2
kelompok, yaitu : 5, 9, 12
8
1. Theoretical formula
Formula ini diperoleh dari prinsip-prinsip teori optik dan geometrik
berdasarkan penelitian mata tiruan (schematic eye). Tokoh yang banyak
berjasa dalam formula ini yaitu :
Fedorov and Kolinko (1967)
Gernet, Ostholt & Werner (1970: dikenal juga sebagai formula
GOW70)
Colenbrander (1973)
Thijssen & Van der Heidje (1975)
Binkhorst (1975: ikut memperhitungkan ketebalan IOL)
Hoffer (1979)
Haigis (1991).
2. Empirical formula
Adalah formula yang diperoleh dari hasil analisa data-data retrospektif. Tokoh
yang mempelopori formula ini yaitu :
Sanders, Retzlaff dan Kraff dengan mengeluarkan formula SRK yang
sangat terkenal pada tahun 1980-an dan kemudian direvisi menjadi
SRK II pada tahun 1988.
Maloney (1979)
Gills & Lloyd (1980).
Tetapi sekarang, formula IOL yang mutakhir merupakan gabungan dari teori dan
pengamatan empiris sehingga disebut juga sebagai hybrid formula. Berdasarkan
perkembangannya formula IOL dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi 5.
2.3.1. Formula IOL Generasi ke-1
Merupakan semua formula IOL yang muncul pada era sebelum tahun 1980-an,
baik formula yang teoritik maupun empiris. Beberapa tokohnya antara lain yaitu :
Fedorov and Kolinko (1967), Colenbrander (1973), Thijssen & Van der Heidje
(1975), Binkhorst (1975), Hoffer (1979), Gills & Lloyd (1980) dan Sanders, Retzlaff
dan Kraff (1980) 5, 16.
Penggunaan konstanta ini tidaklah terlalu mengganggu karena jenis IOL yang
tersedia biasanya menggunakan iris sebagai pegangan (iris clip lens). Namun setelah
9
berkembangnya anterior chamber maupun posterior chamber IOL, maka formula ini
menjadi kurang tepat 5.
Formula IOL generasi ke-1 yang perlu diutarakan adalah SRK I, yaitu : 1, 5, 17
Keterangan : P = Power IOLA = A constantL = Axial lengthK = Rata-rata keratometer
Variabel A constant biasanya dilampirkan pada masing-masing IOL, misalnya
posterior chamber IOL mempunyai A constant 116,2 sampai 118,7; anterior chamber
114,2 sampai 115,8; sedangkan iris-fixated IOL 114,2 sampai 115,6. Dari sini kita
dapat melihat bahwa semakin besar A-constant maka IOL ditempatkan lebih ke arah
posterior (lebih dekat ke retina) 1, 5, 12.
2.3.2. Formula IOL Generasi ke-2
Tahun 1981, Binkhort mempelopori perkembangan IOL generasi ke-2 dengan
mulai menggunakan 1 variabel, yaitu variabel panjang bola mata untuk memprediksi
posisi efektif lensa pasca operasi. Beberapa tokoh lainnya yaitu : Hoffer (1983),
Shammas (1984), Sanders (1988: mengeluarkan SRK II), Holladay, Thompson-
Maumence dan Donzis 5.
Panjang bola mata untuk masing-masing individu berbeda-beda, sehingga
pada formula SRK II ini dapat kita tambahkan konstanta A1 yang berbeda-beda dan
ini tergantung dari panjang bola mata : 1, 5, 12, 18
keterangan :
P = Power IOL
A1 = A constant bergantung dari panjang bola mata
L = axial length dalam mm
K = Rata-rata keratometer dalam diopter
10
P = A1 – 2,5L - 0,9K
P = A – 2,5L - 0,9K
Untuk A1: jika L < 20 mm : A1 = A+3
20 ≤ L < 21 : A1 = A+2
21 ≤ L < 22 : A1 = A+1
22 ≤ L < 24,5: A1 = A
L > 24,5 : A1 = A-0,5
2.3.3. Formula IOL Generasi ke-3
Holladay yang mempelopori perkembangan formula IOL generasi ke-3 pada
tahun 1988, dengan menggunakan 2 buah variabel untuk prediksi ELPo (effective lens
position) yaitu variabel panjang bola mata dan keratometry. Formula generasi ke-3 ini
kebanyakan merupakan hybrid formula. Holladay memperhitungkan kedalaman bilik
mata depan berdasarkan rata-rata power kornea, faktor ketebalan retina dan
memperkenalkan konsep surgeon factor 5.
Retzlaff dan kawan-kawan (1990) mengeluarkan formula SRK/T dengan
menambahkan faktor koreksi terhadap ketebalan retina. Kenneth Hoffer
memperkenalkan formula Hoffer Q (1993) dengan menggunakan modifikasi faktor
ACD (anterior chamber depth). Biasanya angka ACD pada formula Hoffer Q jarang
disediakan oleh produsen IOL, sehingga harus dikonversikan dari A constant
berdasarkan rumus atau dapat pula diambil dari tabel konversi. Rumus tersebut yaitu : 5, 14
2.3.4. Formula IOL Generasi ke-4
Formula IOL sebelumnya mengasumsikan bahwa kedalaman bilik mata depan
akan semakin bertambah dengan semakin panjangnya bola mata. Namun asumsi ini
cukup tepat pada mata normal maupun miopia yang tinggi, tetapi pada hipermetrop
tidak tepat. Hal inilah yang menjadi sumber kesalahan perhitungan prediksi power
IOL yang digunakan pada mata dengan hipermetropia 5.
11
ACD = (A Constant x 0,5663) – 65,6 + 3,595
0,9704
Pelopor formula generasi ke-4 ini adalah Olsen (1995) dan Jack T.Holladay
(1997). Olsen menggunakan 4 variabel pre-operatif untuk prediksi effective lens
position (ELPo), yaitu : 5
Axial length
Keratometry
Preoperative anterior chamber depth
Lens thickness
Sedangkan Holladay menggunakan 7 buah variabel pre-operatif, dimana pada
generasi ke-3 Holladay hanya menggunakan 2 variabel, ketujuh variabel tersebut
yaitu : 5
Axial length (panjang bola mata)
Keratometer
Diameter horizontal kornea (white-to-white)
Kedalaman bilik mata depan (ACD)
Ketebalan lensa
Status refraksi pre-operatif
Usia pasien
Berdasarkan keterangan diatas, maka formula IOL generasi ke-4 (Holladay II) baik
digunakan pada ukuran AXL yang rata-rata (mendekati nilai normal: 23,45 mm).
Formula ini juga tepat digunakan untuk penderita katarak dengan bola mata yang
kecil, seperti katarak pada anak dan juga baik untuk perhitungan power IOL pada
pemasangan piggyback IOL (Implantasi dua buah IOL pada satu mata dan biasanya
dilakukan pada penderita hipermetropia yang tinggi) 5, 19.
2.4. Aplikasi Klinis
Beberapa formula yang saat ini masih sering digunakan dan dimasukkan
sebagai software pada mesin A-Scan, yaitu : SRK/T, Binkhorst-II, Hoffer-Q,
Holladay-I dan Holladay-II. Sebagai panduan praktis, kita dapat memilih formula IOL
yang tepat berdasarkan panjang bola mata (AXL = axial length) : 5, 14
12
AXL > 26,0 mm : SRK/T
AXL antara 24,5 s/d 26,0 mm : Holladay-1
AXL < 22,0 mm : Hoffer-Q
AXL antara 22,0 s/d 24,5 mm (Normal) : Holladay-2 atau rata-rata dari 3
buah formula diatas (SRK/T, Holladay-1,
dan Hoffer-Q).
Pada mata yang ekstrim pendek (hipermetropia tinggi), sehingga
membutuhkan 2 buah IOL (piggyback lenses) untuk mencapai emetropia, maka
sebaiknya menggunakan formula Holladay-2. Pada mata dengan panjang bola mata
normal, paling baik menggunakan IOL power dari rata-rata perhitungan formula IOL
generasi ke-3. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat contoh gambar dari kertas cetak
biometri (Gambar 5 & 6) 5.
Gambar 5: Hasil perhitungan IOL Power
(dikutip dari kepustakaan 5)
13
Surgeon-ID 00000 : Algorithm used : HAIGIS :---------------------: :---------------------: :-----------------------: :-----------------------: : Patient : : IOL/D REF/D : : IOL/D REF/D : :---------------------: :-----------------------: :-----------------------: : : : 22.5 -0.95 : : 24.0 -1.06 : : AC [mm] 3.30 : : 22.0 -0.58 : : 23.5 -0.71 : : : : 21.5 -0.22 : : 23.0 -0.37 : : AL [mm] 23.50 : : > 21.0 < 0.13 : : > 22.5 < -0.03 : : : : 20.5 0.48 : : 22.0 0.31 : : RC [mm] 7.75 : : 20.0 0.83 : : 21.5 0.64 : : : : 19.5 1.17 : : 21.0 0.97 : :---------------------: :-----------------------: :-----------------------: : Patient-ID 99999 : :IOL #1 A-Const: 118.00: :IOL #1 A-Const: 119.00: :---------------------: :-----------------------: :-----------------------: :Emmetropia-IOL: 21.19: :Emmetropia-IOL: 22.46: 10.10.06/12:27:37 :-----------------------: :-----------------------:
Gambar 6: Hasil perhitungan IOL Power menggunakan Formula Haigis
(dikutip dari kepustakaan 20)
Kesalahan pengukuran-pengukuran power IOL bersumber dari beberapa
faktor, yaitu : 5, 6
1. Kesalahan instrumen seperti biometry, keratometry (automatic).
2. Kurang tepatnya tindakan operasi
3. Memilih formula IOL yang tidak tepat
4. Kesalahan dari pabrik ketika memberikan label IOL (mislabeling)
Menurut Holladay, kedua bola mata harus diperiksa ulang pada keadaan : 1, 5, 17, 21
Pemeriksaan biometry (A-Scan) yang menunjukkan axial length kurang dari
22,00 mm atau lebih dari 25,00 mm.
Rata-rata power kornea (keratometry) kurang dari 40,00 dioptri atau lebih
dari 47,00 dioptri.
Terdapat perbedaan diantara kedua mata : Perbedaan rata-rata keratometry
lebih dari 1,00 dioptri; perbedaan axial length lebih dari 0,3 mm; dan hasil
kalkulasi power IOL untuk target emmetropia dengan perbedaan lebih dari
1,00 dioptri.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Alpar JJ, Fechner PU. The Determination of Intraocular Lens Power in Fechner’s
Intraocular Lenses, 1st edition. New York: Thieme Inc; 1986. 70-99.
2. Intraocular Lens; http://en.wikipedia.org/wiki/intrao cularlens [diakses 10 Oktober
2006].
3. Cahyadi H. Perancangan Perangkat Ukur Jari-Jari Kelengkungan Lensa Intraokuler
PMMA; http://www.tf.lib.itb.ac.id [diakses 22 September 2006].
4. Thompson V, Lee J, Bailey G. Cataracts and Cataract Surgery 2006;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 10 Oktober 2006].
5. Soekardi I, Hutauruk JA, Gondowiardjo TD. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi:
Langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari komplikasi. Edisi 1. Jakarta:
GRANIT; 2004. 2-209.
6. Slonim CB. Intraocular Lenses (IOL’S): New Advances;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 10 Oktober 2006].
7. Teng KH. Mengapa memasang IOL ?. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa Intraokuler
dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII. Bandung, 1989. 4-15.
8. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam Vaughan DG, Asbury T, Eva PR: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya medika; 1996. 182-3.
9. Amir S, Rahayu T. Predictability of Phacoemulcification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A-Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11 th Congress in
Jakarta, 2006. 99-106.
10. Implantable Contact Lenses (Phakic IOL); http://www.EyeMDLink.com [diakses 10
Oktober 2006].
11. Suhardjo. Bedah Intra Okuler pada Penderita Diabetes Melitus. Dalam Sihotang AD:
Aplikasi lensa intraokular pada penderita katarak diabetik - Buku naskah PIP XVII.
Bandung, 1989. 58-61.
12. Retzlaff JA, Sanders DR, Kraff M. Lens Implant Power Calculation: A manual for
ophthalmologists & biometrists, 3rd edition. United states of America: Slack in;
1990. 1-12.
13. Aeberg TM. B-Scan Ocular Ultrasound; http://www.emedicine.com [diakses 22
September 2006].
14. Eye Surgeon Information about Intraocular Lens; http://www.doctor-hill.com
[diakses 22 September 2006].
15. Shammasa J. Intraocular Lens Power Calculations;
http://www.slackbooks.com/excerpts [diakses 22 September 2006].
15
16. Hong LC. The Calculation of IOL Power. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa
Intraokuler dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII. Bandung,
1989. 27-32.
17. Selecting Intraocular Lens (IOL) Power; http://webeye opth.viowa.edu [diakses 22
September 2006].
18. IOL Calculation using the SRK II Formula; http://www.augenklinik.uni/uslab
[diakses 10 Oktober 2006].
19. Phakic Intraocular Lenses; http://www.medicine net.com/phakic_intraocular lenses
[diakses 10 Oktober 2006].
20. Haigis W. Result of IOL Calculation. Universitas of Wuerzburg, 2006.
21. Dell SJ. Selecting the Right Intraocular Lens; http://www.EyeMDLink.com [diakses
10 Oktober 2006].
16
17
Lampiran 1
Hasil Pemeriksaan Keratometry
18
Hasil Pemeriksaan Biometry OD dengan menggunakan Formula SRK-II
Lampiran 2
top related