hipertensi
Post on 08-Feb-2016
13 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial (Primer), Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi Hipertensi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis . Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada organ – organ seperti jantung, ginjal dan pembuluh darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer di ekstremitas menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar
KASUS FARMAKOTERAPI
KASUS 1
Nama pasien : Bapak Lgw
Umur pasien : 47 tahun, BB 70 kg
Keluhan : Sakit kepala, dua minggu yang lalu periksa ke dokter dengan tekanan
darah 150/90 mmHg disarankan perubahan kualitas hidup namun
tidak membaik.
Kondisi sosial : Tidak merokok.
Tekanan darah : 155/95 mmHg Nadi : 70 x/menit
Jantung/paru : Dalam batas normal
Laboratorium
Kolesterol : 150 Normal 110-200 mg/dL
Trigliserida : 100 Normal 30-160 mg/dL
GDN : 100 Normal 70-110 mg/dL
Kreatinin : 1,12 Normal 0,5-1,5 md/dL
Diagnosa : Hipertensi golongan I tanpa faktor resiko lain.
Manajemen pengobatan!
o Famakologis :
Digunakan antihipertensi diuretik golongan tiazid.
Diuretik sering diberikan sebagai terapi hipertensi golongan pertama. Terapi diuretik
dengan dosis rendah aman dan efektif untuk menghindari stroke, gagal jantung kongestif, dan
mortalitas. Tetapi, diuretik harus dihindari untuk pengobatan hipertensi pada pasien dengan
hiperglikemi.
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Maka dari itu, akan terjadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Selain itu, beberapa diuretik juga dapat menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
-Tiazid-
Tiazid bekerja dengan cara menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus
distal ginjal, sehingga terjadi peningkatan eksresi Na+ dan Cl-.
Obat dari golongan tiazid yang biasanya digunakan untuk hipertensi ringan atau sedang
ini adalah hidroklorotiazid (HCT). Hidrokortisoltiazid digunakan sebagai obat tunggal untuk
pengobatan hipertensi ringan atau sedang dosisnya 12,5 mg/hari dan dosis maksimalnya < 25
mg/hari melalui oral.
Efek hipotensi dari golongan tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai
maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu, perlu dilakukan peningkatan dosis tiazid dengan
interval waktu yang tidak kurang dari 4 minggu.
Efek samping dari antihipertensi golongan tiazid ini dapat menimbulkan hipokalemia dan
hiperurikemi pada 70% pasien dan hiperglikemi pada 10% pasien. Selain itu golongan tiazid
dapat menimbulkan hiponatremia, hipomagnesemia, hiperkalsemia, dan dapat menghambat
eksresi asam urat dari ginjal.
o Non farmakologis :
Tidak dianjurkan melakukan terpai non farmakologis karena hipertensi yang diderita oleh
pasien merupakan jenis hipertensi tanpa faktor resiko lain.
KASUS 2
Nama : Nyonya KS
Umur : 32 tahun BB 65 kg
Keluhan : Kaki bengkak sejak tiga tahun yang lalu. Tekanan darah 150/100 mmHg pada
kehamilan I pada minggu ke-25.
Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi negatif.
Laboratorium
GD puasa : 100 Normal 70-110 mg/dL
Proteinurea : +
Diagnosa : Hipertensi pada kehamilan (pre eclampsia ringan).
Manajemen pengobatan!
Sebelum membahas pengobatannya, akan sedikit disinggung mengenai penyebab kaki
bengkak pada pasien tersebut. Kaki membengkak dapat terjadi karena pengaruh TD yang tinggi
dan dapat juga dipengaruhi karena pasien menderita proteinurea.
o Farmakologis :
Digunakan antihipertensi α-bloker golongan metildopa atau vasodilator golongan
hidralazin.
α-bloker
α-bloker selektif bekerja dengan cara menghambat reseptor α1. Hambatan reseptor
tersebut menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi
perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang
selanjutnya menurunkan curah jantung. Sedagkan, α-bloker non selektif kurang efektif
sebagai antihipertensi karena hambatan reseptor α-2 di ujung saraf adrenergik akan
meningkatkan penglepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.
-Metildopa-
Metildopa merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam
sintesis katekolamin dengan hasil akhir α-metilnorepinefrin. Dan efek hipertensinya diduga
lebih disebabkan karena stimulasi reseptor α-2 di sentral sehingga mengurangi sinyal
simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi
sinyal simpatis ke perifer.
Dosis efektif metildopa minimal adalah 2 x 125 mg/hari dan dosis maksimal sebesar 3
g/hari.Efek maksimal dari metildopa akan tercapai saat 6-8 jam setelah pemberian oral atau
intravena.
Pemakaian metildopa jangka panjang dapat menyebabkan retensi air sehingga efek
antihipertensinya semakin berkurang. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian diuretik.
Efek samping dari metildopa yang paling sering terjadi adalah sedasi, hipotensi postural,
pusing, mulut kering, dan sakit kepala. Efek samping lain adalah depresi, gangguan tidur,
impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, dan hidung tersumbat.
Penghentiaan mendadak konsumsi metildopa dapat menimbulkan fenomena rebound
berupa peningkatan TD mendadak. Cara mengatasinya adalah dengan diberikan metildopa
kembali atau obat lain.
Catatan:
Apabila dikaitkan dengan hasil laboratorium yang menyatakan bahwa pasien mengalami
proteinurea ringan (proteinurea +1), tetapi penggunaan metildopa tidak akan berpengaruh
terhadap aliran darah ginjal dan fungsi ginjal. Metildopa juga dinyatakan aman untuk
pengobatan hipertensi pada kehamilan karena tidak mengganggu keselamatan janin.
Vasodilator
Vasodilatasi bekerja dengan cara merelaksasi otot polos vaskular, yang menurunkan
resistensi dan menyebabkan penurunan tekanan darah.
-Hidralazin-
Hidralazin menyebabkan vasodilatasi langsung, yang bekerja terutama pada arteri dan
arteriol. Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek kompensasi yang kuat berupa
peningkata kekuatan dan frekuensi denyut jantung, peningkatan renin, dan norepinefrin
plasma. Hidralazin juga menurunkan tekanan berbaring dan berdiri. Karena lebih selektif
bekerja pada arteriol, maka hidralazin jarang menimbulkan hipotensi ortostatik.
Hidralazin tidak digunakan sebagai antihipertensi tunggal karena takifilaksis akibat
retensi cairan dan reflek simpatis akan mengurangi khasiatnya.
Dosis hidralazin yang diberikan pada pasien dengan eklampsia adalah sebesar 20-40 mg
dan dosis maksimalnya sebesar 200 mg/hari melalui intramuskular atau intravena. Efek
samping hidralazin menimbulkan sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardia, palpitasi,
angina pektoris.
o Non farmakologis :
Dapat dilakukan dengan menjaga pola hidup, pola makan, dan manajemen stress, seperti
kontrol kehamilan teratur, diet cukup (protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam), makan
dengan gizi seimbang, cukup olahraga, dan cukup tidur. Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut tidak hanya hipertensi yang dapat berkurang melainkan proteinurea ringan yang
dialami pasien juga dapat disembuhkan.
KASUS 3
Nama : Bapak JK
Umur : 35 tahun BB 50 kg
Keluhan : Sering sakit kepala dengan tekanan darah 150/95 mmHg.
Riwayat penyakit terdahulu : Bapak JK juga seorang penderita asma. Obat yang diminum
neonapacin.
Diagnosa : Hipertensi golongan I dengan riwayat asma pada penderita.
Manajemen pengobatan!
Sebelum membahas pengobatannya, akan sedikit disinggung mengenai penyebab sakit
kepala pada pasien tersebut. Penyebabnya adalah konsumsi neonapacin karena obat asma
tersebut tidak disarankan untuk pasien dengan hipertensi.
Menurunkan tekanan darah ke kondisi normal <140/90 mmHg tetapi tidak mengganggu
gejala asma yang diderita.
o Farmakologis :
Untuk kasus ini, pasien dapat diberikan antihipertensi β-bloker selektif dengan
dosis yang sangat rendah.
Cara kerja dari antihipertensi β-bloker adalah dengan memblok β-adrenoreseptor
sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Obat dari jenis β-bloker selektif yang dapat digunakan adalah atenolol, betaxolol,
bisoprolol, dan metoprolol. Penggunaan antihipertensi β-bloker selektif adalah melalui oral
dalam bentuk tablet atau kapsul.
β-Bloker Selektif
Dosis
Awal
(mg/
hari)
Dosis Awal
Maksimal
(mg/hari)
Frekuensi
PemberianSediaan
Atenolol 25 100 1 xTab. 50 mg, 100
mg
Bisoprolol 2,5 10 1 x Tab. 5 mg
Metoprolol - Biasa 50 200 1-2 x Tab. 50 mg, 100
mg
- Lepas
lambat100 200 1 x Tab. 100 mg
Catatan:
Pada kenyataannnya, pasien hipertensi golongan satu dengan riwayat penyakit asma tidak
diperbolehkan mengkonsumsi antihipertensi α/β-bloker karena β-bloker dapat menyebabkan
peningkatan obstruksi bronkus dan reaktivitas jalan nafas dan resistensi efek agonis β-reseptor
melalui inhalasi maupun oral.
Penggunaan cardioselective β-bloker harus dilakukan uji coba antara 4 sampai 6 minggu.
Selama waktu ini, pasien harus melacak serangan asma, kesulitan bernafas biasa, atau perubahan
lain dalam pernapasan/ pola/ usaha dan melaporkan masalah dengan dokter.
Jika pasien mengalami masalah serius (sangat meningkatkan jumlah serangan, kesulitan
bernapas sering), beta blocker harus dihentikan. Dan walaupun uji coba berjalan dengan baik,
harus dipastikan kesiagaan inhaler bantuan serta obat lain atau perawatan lain yang telah
ditentukan dokter. Selama pengobatan, asma (atau penyakit saluran napas lainnya) akan
memerlukan pemantauan, sehingga pasien harus mencari perawatan medis segera untuk setiap
masalah pernapasan serius.
o Non farmakologis :
Menciptakan keadaan rileks untuk mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
top related