guru ideal menurut imam al ghazali dan syekh az...
Post on 03-Feb-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
i
GURU IDEAL MENURUT IMAM AL GHAZALI
DAN SYEKH AZ-ZARNUJI SERTA KRITIK TERHADAP
KONDISI GURU SAAT MENGAJAR
Oleh
BENNY PUTRA MAHENDRA
NIM. 12010180005
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan
untuk gelar Magister Pendidikan Agama Islam
PROGRAM STUDI PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
-
ii
-
iii
-
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan
hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak
mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan
sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah
diajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga
atau perguruan tinggi lain. Tesis ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh
Perpustakaan IAIN Salatiga.”
Salatiga, 8 Juni 2020
Yang membuat pernyataan
Benny Putra Mahendra
-
v
MOTTO
“Bondho, Bahu, Pikir, lek perlu sak nyawane pisan”
-
vi
ABSTRAK
Mahendra, Benny Putra. 2020. Guru Ideal Menurut Imam Al Ghazali dan Syekh Az-
Zarnuji serta Kritik Terhadap Kondisi Guru saat Mengajar. Tesis. Salatiga:
Program Pascasarjana IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Phil.
Widiyanto, M.A.
Kata Kunci : Guru, Guru Ideal, Mengajar,
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui (1) Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-
Ghazali dan Imam Az-Zarnuji dengan mengkaji kitab Ihya‟ Ulumuddin dan Ta‟liimul
Muta‟alim. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran
keduanya dalam pendidikan (3) Mengindentifikasi Kritik dan memberikan solusi
terkait dengan kondisi guru saat mengajar.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan pengamatan literasi
teks. Sumber data yang diperoleh yaitu sumber data primer dan sekunder. Teknik
pengumpulan data melalui teknik dokumentasi dan penelitian pustaka. Teknis analisis
datanya menggunakan teknik analisis deskriptif. Deskriptif analitis cara mereduksi
data, display data dan mengambil kesimpulan.
Permasalahan yang dibahas meliputi Kritik, Solusi guru saat mengajar, dan
Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-Ghazali dan Imam Az-Zarnuji, Hasil
penelitian menunjukkan (1) kompetensi guru yang rendah dalam mengajar sehingga
perlu memperkuat karakteristik guru dengan beberapa pelatihan dan penguatan
motivasi mengajar sesuai p[endapat Al-Ghazali dan Az-Zarnuji. (2) Pemikiran Al-
Ghazali dan Az-Zarnuji banyak dipengaruhi Tasawuf serta Ilmu yang harus selalu
bersanding dengan Amal. (3) Kritik yang muncul adalah guru yang kurang
memahami peran sebagai pendidik, Semangat mengajar dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal, dan Guru adalah Profesi bukan hanya pekerjaan. Solusi yang
muncul adalah dengan memaksimalkan peran supervisor dalam permasalah tersebut.
-
vii
ABSTRACT
Mahendra, Benny Putra. 2020. Ideal Teachers According to Imam Al Ghazali and
Syekh Az-Zarnuji and Critics of the Teacher's Condition in Teaching. Thesis.
Salatiga: Salatiga IAIN Postgraduate Program. Supervisor: Prof. Dr. Phil
Widiyanto, M.A.
Keywords: Teacher, Ideal Teacher, Teaching,
This thesis aims to find out (1) The Ideal Teachers in the view of Imam Al-
Ghazali and Syekh Az-Zarnuji by studying the books of Ihya 'Ulumuddin and
Ta'liimul Muta'alim. (2) Identifying factors them both of their thoughts in education
(3) Identifying Critics and providing solutions related to the teacher's condition when
teaching.
This type of research is qualitative by observing text literacy. Sources of data
obtained are primary and secondary data sources. Data collection techniques through
documentation and library research techniques. The data analysis technique uses
descriptive analysis techniques. Descriptive analytical methods for reducing data,
displaying data and drawing conclusions.
The results of the study show (1) low teacher competence in teaching so it is
necessary to strengthen the characteristics of teachers with some training and
strengthen teaching motivation according to the opinion of Al-Ghazali and Az-
Zarnuji. (2) The thoughts of Al-Ghazali and Az-Zarnuji are influenced by Sufism and
Knowledge which must always be side by side with Charity. (3) Criticism that arises
is the teacher who does not understand the role as an educator, the spirit of teaching is
influenced by internal and external factors, and the teacher is a profession not just a
job. The solution that emerged was to maximize the supervisor's role in the problem.
-
viii
PRAKATA
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam menyelesaikan tesis dengan judul “Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali
dan Syekh Az-Zarnuji serta Kritik Terhadap Kondisi Guru saat Mengajar”.
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw., keluarga, sahabat dan
para pengikutnya yang setia.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan
gelar Magister Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu Penulis dalam penulisan tesis ini, antara lain:
1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.
2. Direktur Program Pascasarjana IAIN Salatiga, Prof. Dr. Phil. Widiyanto,
M.A.
3. Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
4. Seluruh tim penguji yang meluangkan waktunya untuk menilai kelayakan dan
menguji tesis dalam rangka menyelesaikan program pascasarjana Pendidikan
Agama Islam.
-
ix
5. Para dosen pascasarjana IAIN Salatiga dan segenap Civitas Akademik IAIN
Salatiga.
6. Seluruh informan yang berkontribusi.
7. Kedua orang tua, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Endang Panikem
yang senantiasa memberikan dukungan secara moril maupun materil.
8. Kakakku Reni Herawati dan Adikku Danny Putra Prasetyo, yang selalu
memberikan semangat.
9. Rekan-rekan Pascasarjana IAIN Salatiga kelas A yang sangat inspiratif dan
ambisius.
Tesis ini disadari oleh Penulis masih jauh dari harapan dan masih banyak
kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Salatiga, 8 Juni 2020
Penulis
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 2
C. Batasan Masalah ............................................................................... 3
D. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
E. Signifikasi dan Tujuan Penelitian..................................................... 3
F. Kajian Pustaka .................................................................................. 4
G. Metode Penelitian ........................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 13
BAB II PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI
TENTANG GURU IDEAL DALAM PEDIDIKAN
A. Kriteria Guru Ideal ........................................................................ 14
B. Kriteria Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali ............................. 15
C. Kriteria Guru Ideal menurut Syekh Az-Zarnuji ........................... 18
-
xi
D. Persamaan pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang
Guru .............................................................................................. 23
E. Perbedaan pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang
Guru ............................................................................................... 24
BAB III SOSIO PENDIDIKAN YANG MEMPERNGARUHI PEMIKIRAN
IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM
PENDIDIKAN
A. Sosio Pendidikan Imam Al-Ghazali ............................................. 28
B. Riwayat Pendidikan Imam Al-Ghazali ......................................... 30
C. Sosio Pendidikan Syekh Az-Zarnuji ............................................ 33
D. Riwayat Pendidikan Syekh Az-Zarnuji ........................................ 35
BAB IV KRITIK DAN SOLUSI TENTANG KONDISI GURU SAAT
MENGAJAR
A. Kritik Guru saat mengajar ............................................................. 38
B. Solusi Guru saat mengajar ............................................................. 46
C. Analisis Guru Ideal saat mengajar................................................. 48
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................ 51
B. Saran .............................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54
LAMPIRAN ......................................................................................................... 58
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 61
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pengantar Bimbingan Tesis 58
2. Lembar Bimbingan Tesis 59
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah pilar dalam pembangunan bangsa. Namun, tidak jarang
banyak permasalahan yang timbul dalam pendidikan diantaranya dengan
hilangnya filosofi pendidikan dari program kulikuler, yang dilanjutkan dengan
kurikulum yang selalu berubah-ubah, kompetensi guru dan profesionalisme.
Hal ini dibahas dalam jurnal kependudukan tahun 2010. Banyak solusi yang
telah diterapkan pemerintah diantaranya mengadopsi sistem pendidikan dari
luar. Namun kenyataan kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Kembali mengingat tahun 2000, hanya 39 persen penduduk usia 15
tahun yang bersekolah pada jenjang SMP atau SMA. Sementara, pada tahun
2019, angka tersebut meningkat menjadi 85 persen. Untuk menanggapi hal
tersebut, Nadiem Anwar Makarim menyampaikan dalam hasil studi
Programme for International Student Assessment (PISA) 2019 bahwa sadar
masyarakat terhadap pendidikan sangatlah tinggi maka Pekerjaan Rumah kita
adalah pemeratakan jumlah guru, mutu guru dan resources. Dalam PISA juga
ditemukan bahwa guru-guru di Indonesia tergolong memiliki antusiasme yang
-
2
tinggi keempat setelah Albani, Kosovo, dan Korea. Namun, kebanyakan guru
masih belum memahami kebutuhan setiap individu muridnya.1
Untuk itu, transformasi Pendidik dan Pendidikan merupakan suatu
keniscayaan karena dengan ini pendidikan manusia Indonesia seutuhnya akan
dapat terlaksana. Dengan terlaksananya pendidikan dan tidak menjadikan
guru satu satunya sumber pedidikan, guru akan mampu mencetak anak-anak
bangsa yang potensial dan siap berperan aktif dalam masyarakat dunia.
B. Identifikasi Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah
sebagai berikut;
a. Kualitas guru yang masih rendah
b. Setiap tindakan anak menjadi tanggungjawab bagi pendidiknya.
c. Proses pembelajaran yang selalu tertuntut dengan pencapaian
kurikulum, sehingga banyak siswa yang belum memahami
pembelajaran secara utuh dikarenakan pencapaian tersebut.
1 https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-
meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas
-
3
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan maka batasan masalah
difokuskan untuk mengetahui Karakter Guru Ideal dalam pandangan Imam
Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji (dalam Kitab Ihya‟ Ulumuddin dan
Ta‟limul Muta‟aliim) serta kritik Guru dalam mengajar dan penyelesaiannya.
D. Rumusan Masalah
2. Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah;
a. Bagaimana pandangan konsep Guru ideal menurut Imam Ghazali dan
Syekh Az-Zarnuji?
b. Apa sajakah yang faktor sosio pendidikan yang mempengaruhi
pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji tentang
pendidikan?
c. Apa sajakah kritik dan solusi yang muncul terhadap kondisi guru saat
mengajar?
E. Signifikasi Penelitian dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan
a. Menemukan kriteria Guru Ideal dalam Pendidikan.
b. Manganalisis, Mengkomparasikan dan menawarkan solusi tentang
Kriteria Guru Ideal menurut pandangan Imam Ghazali dan Syekh Az-
Zarnuji yang sesuai dengan tuntutan zaman.
-
4
2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi positif dan menambah khasanah pustaka berkaitan
pendidikan karakter Guru yang ideal dalam pendidikan.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini sebagai referensi bagi
pengembangan pendidikan agama Islam dan menambah wawasan bagi
praktisi pendidikan yang berkaitan tentang Guru yang ideal dalam
pendidikan.
F. Kajian Pustaka
1. Guru Ideal dalam Pendidikan
a. Guru
Dalam undang-undang republik indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa, Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.2
2 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005
Tentang Dosen dan Guru
-
5
Guru mempunyai tuntutan dalam pendidikan dengan hal-hal
yang menyertainya dengan adanya perkembangan zaman dan
teknologi yang tak terkendali, pengetahuan pada zaman ini tidak hanya
didapat dari guru saja namun peserta didik dapat mengaksesnya dari
alat-alat canggih yang dimiliki. Hal inilah yang menyebabkan guru
tidak lagi menjadi sumber pembelajaran utama.
b. Guru Ideal
Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan
dan pengajaran. Dari diri gurulah hadir para peserta didik yang hebat
yang berperan bagi kemajuan bangsa dan agama. Pendidik dan Guru
selain mempunyai keinginan yang kuat untuk mengabdikan diri untuk
mendidik ada juga kompetensi yang harus dikuasai.
Guru yang diperlukan oleh murid memiliki keahlian dalam
bidangnya, ia juga memilliki sifat kasih sayang dan juga muru‟ah
(etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan martabat
seorang guru, ia juga mempunyai metode yang baik dalam mengajar
dan baik juga dalam pemahamannya.3
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat dan kawan-kawan, menjadi
guru tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan
seperti di bawah ini:
3 Muhammad Hasyim As-sya‟ri, Adabul Alim wal Muta‟aliim, Jombang: Maktabatu Turast
Al-Islamy, 1994, 29.
-
6
1) Takwa kepada Allah Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan
Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah,
jika Ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan
bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW. menjadi teladan
bagi umatnya. Sejauh mana seorang guru mampu memberi teladan
yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia
diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi
penerus bangsa yang baik dan mulia.
2) Berilmu, ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu
bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan
kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
3) Sehat jasmani Kesehatan jasmani, kerap kali dijadikan salah satu
syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru akan
mampu menunaikan tugasnya dengan baik bila didukung dengan
kesehatan yang baik. Kesehatan ini menjadi penting, karena akan
mempengaruhi semangat mengajar dan tercapainya tujuan
pendidikan.
4) Berkelakuan baik, budi pekerti guru sangat penting dalam
pendidikan watak murid. Guru harus menjadi suri teladan karena
anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan
-
7
adalah membentuk akhlak baik kepada anak dan hal ini bisa
terwujud jika guru berakhlak baik pula.4
c. Mengajar
Dalam perspektif pendidikan, mengajar adalah suatu kegiatan
mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid. Dalam
beberapa pendapat, mengajar (ta‟lîm) disetarakan dengan mendidik
(ta‟dîb). Namun demikian, mengajar dinilai lebih dahulu ada dari pada
mendidik. Ini dapat dilihat dari sejarah Rasulullah yang mengajarkan
membaca al-Qur‟an kepada para sahabat-Nya. Bahkan al-Qur‟an
menyebutkan bagaimana Allah mengajarkan nama-nama kepada
Adam “Dan Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda) seluruhnya.” dan “Allah telah mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui.”5
Dalam hal mengajar, al-Ghazâlî mempunyai pandangan
sebagai berikut:
1) Memelihara anak dari perbuatan tercela
2) Membimbingnya agar menjadi anak yang sholeh
3) Menjauhkan anak dari pergaulan yang jelek
4) Mengajarkan cara yang benar dalam mencari rizki
5) Mengajar anak agar tidak sombong
4 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, 41-42.
5 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam pandangan Imam Ghazali,
Jurnal Tadris Vol. 1 No.2 2006, 149.
-
8
6) Mengajarkan al Qur‟an
7) Memberikan kesempatan untuk bermain dan berolah raga
untuk mengembangkan penalaran.6
Pandangan mengajar al-Ghazâlî sebagaimana tersebut diatas,
menekankan pada aspek pembinaan moral yang mengacu pada baik
buruknya manusia sebagai manusia, yang berkaitan dengan nilai nilai
susila serta berhubungaxn dengan larangan dan tindakan yang
membicarakan benar atau salah.
d. Kitab Ihya Ulumuddin
Tugas guru tidak hanya mencerdaskan pikiran, melainkan
membimbing, mengarahkan, meningkatkan, dan menyucikan hati
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi peranan guru bukan
hanya mengajar, menstransfer ilmu, melainkan yang lebih penting
adalah “mendidik”.
Al Ghazali salah satu dari tokoh pendidikan Muslim. Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Ahmad, Imam Besar Abu Hamid Al-Ghazali Hujjatul Islam.
Dilahirkan di Thusia, suatu kota di Khurasan dalam tahun 450 H/1058
M. Ayahnya bekerja membuat pakaian dari bulu (Wol) dan
menjualnya dipasar Thusia. Sebelum meninggal, ayah Al-Ghazali
6 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam pandangan Imam Ghazali,
Jurnal Tadris Vol. 1 No.2 2006, 150.
-
9
meninggalkan wasiat pada seorang ahli tasawuf temannya, supaya
mengasuh dan mendidik Al-Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah
ayahnya meninggal maka hiduplah Al-Ghazali dibawah asuhan ahli
tasawuf.7
Pengertian pendidikan menurut Al-Ghazali adalah
menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang
baik.8 Kitab Ihya‟Ulumuddin adalah salah satu karya Imam Al-
Ghazali sebagai ensiklopedia ilmiah dalam bidang tasawuf. Al-Ghazali
merancang kitab ini menjadi empat bagian atau Rubu‟. Keempat
bagian tersebut sebagai berikut:
1) Seperempat bagian pertama tentang Ibadah
2) Seperempat bagian kedua tentang kebiasaan-kebiasaan
3) Seperempat bagian ketiga tentang Al-Muhlikat (penyakit-
penyakit hati yang membinasakan)
4) Seperempat terakhir tentang Al-Munjjiyat (akhlak-akhlak
mulia yang menyelamatkan).9
Kitab Ihya‟Ulumuddin secara umum membahas tentang
akidah, akhlak, muamalah dan interaksi antarmanusia, akhlak terpuji
7 Al-Ghazali, Ihya‟ulumuddin, Terj. Prof. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan Jilid 1, cet. 1,
1965, 24 8 Adi Fadli, Konsep Pendidikan Imam Al-Ghazali Dan Relevansinya Dalam Sistem
Pendidikan Di Indonesia, Jurnal Uin Mataram, Volume X, Nomor 2, Juli – Desember 2017, 81. 9 Shalih Ahmad Al-Syami, Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra,
Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 172-174.
-
10
untuk menghiasi jiwa muslim dan akhlak tercela yang harus dijauhi,
serta cara mengimplementasikan akhlak tersebut dalam kehidupan
oleh sebab itu kitab ini mencangkup ilmu yang dibutuhkan muslim
dalam hidupnya.
Tujuan dalam penulisan kitab ini adalah menyelaraskan ilmu
dengan amal. Sebab, tujuan ilmu adalah pengamalan dan
membersihkan pengamalan dari noda demi tercapainya ikhlas yang
merupakan tujuan yang diinginkan.
Metode penulisannya juga menarik dengan menghadirkan ayat-
ayat Al-Quran dan Hadist yang sesuai dengan topik disertai dengan
Astar (keterangan) para sahabat dan generasi setelah mereka lalu
membeberkan secara runut dan sistematis pemikiran-pemikiran yang
hendak dibahasnya.
e. Ta‟limul Muta‟allim
Kitab Ta‟limul Muta‟alim merupakan kajian wajib di
pesantren-pesantren salaf. Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim adalah
beliau Imam Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari
pengarang kitab Al-Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-
Hanafi, pemilik karya tulis yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi.
-
11
beliau wafat pada tahun 593 H. Beliau adalah Fuqaha yang hidup di
kawasan Wara‟a Nahr, Asia tengah.10
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa Ta‟limul
Muta‟allim menjelaskan tentang tatacara mencari guru yang baik yang
memiliki sifat alim, wara‟ dan lebih tua. Sebagaimana Abu Hanifah
memilih kiai Hammad bin Abi Sulaiman, karena beliau memiliki
kriteria atau sifat-sifat tersebut. Maka Abu Hanifah mengaji ilmu
kepadanya. Abu Hanifah berkata: Beliau adalah seorang guru yang
berakhlak mulia, penyantun, dan penyabar. aku bertahan menaji
kepadanya hinga aku sepperti sekarang.11
Itulah beberapa hal pokok yang diterangkan dalam memilih
Guru menurut kitab Ta‟limul Muta‟allim. Tentunya tidak cukup
mewakili banyak hal yang dikupas mendalam di sana. Pada
praktiknya, metode Ta‟limul Muta‟allim tampak hanya dipraktikkan
oleh santri terhadap pelajaran agama dan yang terkait.
10
Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu, Terj. Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019, xxii.
11 Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim, Terj. Abdul Kadir Al-Jufri, Mutiara Ilmu, Surabaya: 2009,
20.
-
12
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penelitian ini
merupakan penelitian Dokumentasi/Teks, maka cara yang dilakukan
adalah penelitian Pustaka (Library research). Suatu rangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca
dan mencatat serta mengolah bahan penelitian dari buku, ditambah
juga dengan metode Hermenetika dan juga Historiografi dalam Kitab
Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al-Muta‟alim tentang Ilmu dan pelaku
pendidikan. Secara lengkap, penelitian ini diharapkan dapat
mengilhami Guru PAI agar mampu menjadi Guru Ideal dalam proses
pendidikan di sekolah dan memberikan dampak yang lebih baik
terhadap kualitas belajar pendidikan agama Islam.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi Literasi Teks, peneliti berusaha menyeleksi data-data
buku yang memiliki relevansi dengan Guru Ideal dan Pembahasan
yang terkait dengan Guru dalam kitab Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al
Muta‟alim.
Sumber data primer, yaitu data yang sangat mendukung dan
pokok dalam penelitian. Dalam Hal ini, peneliti menggunakan kitab
-
13
Ihya Ulumuddin dan Ta‟lim Al Muta‟alim baik dari buku aslinya dan
juga terjemahan dari buku terkait.
Sumber data sekunder, yaitu data yang berorientasi pada data
yang mendukung secara langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan subjek penelitian.
H. Sistematika Penulisan
1. BAB I : Pendahuluan, yang mengantarkan pada inti pembahasan
selanjutnya meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian teori, penelitian terdahulu, metode penelitian,
dan sistematika penelitian.
2. BAB II : Memuat pandangan Imam Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji
tentang Guru yang ideal dalam pendidikan
3. BAB III : Sosio Pedidikan yang mempengaruhi pemikiran Imam
Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji dalam pendidikan
4. BAB IV : Kritik dan solusi tentang kondisi guru saat mengajar.
5. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan tentang
kesimpulan dari uraian yang telah dijelaskan dan saran-saran
-
14
BAB II
PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI
TENTANG GURU IDEAL DALAM PENDIDIKAN
A. Kriteria Guru Ideal
Kompetensi Guru dijelaskan dalam UU No.14/2005 yang dapat
dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pendidikan. Kompetensi yang guru miliki juga harus
meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan juga profesional
sebagai tuntutan.
Banyak para pakar pendidikan Islam yang menjelaskan beberapa sifat
tentang guru ideal diantaranya adalah Ibnu Sina yang memiliki kecerdasan,
memeluk agama islam, mengetahui cara bina akhlak, pawai dalam mendidik,
berpenampilan tenang dan menarik, tidak gemar mengolok-olok dan bermain
dihadapan murid, tidak bermuka masam, bersikap sopan santun, serta
memiliki hati bersih, suci dan murni.12
Al-Mawardi pun juga menjelaskan tentang beberapa kriteria guru yang
ideal ialah menguasai bidang ilmu yang diajarkan, mempunyai kemampuan
12
Arifin Yanuar, Pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam, Antini Dwi Wardi, Yogyakarta, 2018, 137.
-
15
mengajar ilmu yang dimiliki kepada muridnya, berpegang kepada kode etil
profesional atau etika guru secara umum.13
Ki Hajar Dewantara.yang beranggapan guru harus memiliki
keteladaan yang baik, pengajaran yang disajikan bersifat teoritis yang
difahami oleh masyarakat umum, mengasah budi pekerti siswa sehingga
mewujudkan kepribadian. Kompetensi yang dimilikipun berdasarkan kepada
kompetensi intelektual, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi
sosial dan kompetensi spiritual.14
B. Kriteria Guru Ideal menurut Imam Al-Ghazali
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-thusy
atau yang dikenal dengan Imam Al-Ghazali menulis banyak buku dari setiap
bidang keilmuan yang disebabkan oleh ketajaman pandangan, karakter yang
menakjubkan, luasnya pengetauan, hafalan yang tajam kualitas ilmu yang
teruji dan menguasai berbagai pemikiran yang mendalam. Imam Juwaini
sampai melukiskan sebuah ungkapan untuk Imam Al-Ghazali laksana lautan
yang tak bertepi.15
Bahkan Guru beliau pun Imam Haramain (478 H) juga
mengatakan hal tersebut. Murid beliau Muhammad bin Yahya berpendapat
13
Arifin Yanuar, Pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam, Antini Dwi Wardi, Yogyakarta, 2018, 92.
14 Kunandar, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, 55. 15
Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 4.
-
16
bahwa keunggulan Al-Ghazali hanya dikenali oleh mereka yang mencari atau
hampir mencapai kesempurnaan pemahaman seperti Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali juga dikenal sebagai pakar dalam berbagai bidang
ilmu yang diantaranya adalah pakar Usul, pakar Fikih, pakar ilmu Kalam,
Imam dan pejuang ahlussunnah serta pakar dalam ilmu sosial dan rahasia
yang terpendam dalam sanubari.16
Dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin yang menjadi master peace Imam Al-
Ghazali memaparkan tentang beberapa kriteria Guru ideal yang harus demiliki
oleh seorang pendidik diantaranya adalah:
1. Guru memperlihatkan kebaikan, simpati dan empati kepada muridnya.
Dari pengertian diatas maka wajib bagi guru dalam mengajarkan ilmu
mempunyai niat untuk melindungi muridnya dari siksa api neraka. Guru
yang dimaksud disini adalah Guru yang mengajarkan ilmu tentang akhirat
atau ilmu tentang dunia dengan tujuan keabadian akhirat.
2. Guru menjadi teladan dan tidak menuntut imbalan. Seorang guru tidak
diperkenankan untuk menuntut imbalan atau upah bagi aktivitas
mengajarnya, selain mengharapkan kedekatan diri kepada Allah Swt
semata. Sedangkan Harta dan kekayaan adalah pelayan bagi tubuh kita,
yang menjadi kendaraan atau tunggangan bagi jiwa yang seseungguhnya
adalah Ilmu. Dalam proses belajar mengajar tuan menjadi hamba dan
16
Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 17.
-
17
hamba menjadi tuan. Kendati seorang pengajar (Guru) berjasa atas Ilmu
yang didapat oleh para muridnya, namun murid juga memiliki jasa atas
diri sang guru. Karena murid-lah Guru bisa dekat dengan Allah Swt.
3. Guru menjadukan Ilmu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan Bukan untuk kekuasaan dan kekayaan duniawi
4. Guru menegur siswa dengan penuh kehati-hatian atau melalui cara yang
halus seperti sindiran. Dengan simpati, bukan keras dan kasar yang akan
menimbulkan hilangnya rasa takut dan mendorong ketidak patuhan murid-
muridnya
5. Tidak boleh merendahkan ilmu lain yang tidak dalam penguasaannya
melainkan menyiapkan murid-murid untuk menpelajari ilmu-ilmu lainya
6. Mengajarkan murid sampai batas pemahaman mereka dan tidak
menyampaikan pelajaran diluar batas kemapuan pemahaman muridnya.
Nabi Isa AS pernah mengatakan “janganlah kalian mengalungkan mutiara
keleher babi” yang artinya akan tidak sangat bermanfaat barang berharga
yang disematkan kepada diri yang sama sekali tidak mengetahui manfaat
serta kegunaannya.
7. Mengajarkan murid dengan kemampuan terbatas dengan sesuatu yang
jelas, lugas dan sesuai dengan pemahaman yang terbatas
-
18
8. Guru terlebih dahulu melakukan tentang apa yang akan ia ajarkan dan
tidak boleh berbohong dengan apa yang disampaikannya.17
Sebagaimana
James H Stonge menjelaskan tentang guru yang efektif meraka ialah yang
bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmunya, dan mampu untuk
mengaplikasikan dan mengintegrasikan pengetahuan atau keterampilan-
keterampilan pada populasi tertentu dan situasi tertentu.18
C. Kriteria Guru Idael menurut Syekh Az-Zarnuji
Imam Az-Zarnuji Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim. Beliau bernama
lengkap Imam Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari
pengarang kitab Al-Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-Hanafi,
pemilik karya tulis yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi. Dalam kitab
Ta‟limul Muta‟aliim Imam Az-Zarnuji memaparkan tentang beberapa adab
yang harus demiliki oleh seorang pendidik berdasarkan beberapa pendapat
“Dalam memilih guru hendaknya mengambil yang lebih alim, wara‟ dan lebih
tua usianya.” Sebagaimana imam Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir
dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada
syeikh Hammad bin Abu Sulaiman. Dalam hal ini beliau berkata: “Beliau
(Syeikh Hammad) saya kenal sebagai orang tua yang luhur, lapang dada
17
Imam Abi Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Al-Qohiroh: Darr-Syu‟b, juz. 1, 1992, 55-57.
18 James H. Stronge, Qualities of effective teachers, trans. oleh Ellys Tjo, 2nd ed (Alexandria,
Va: Association for Supervision and Curriculum Development, 2013), 8.
-
19
serta penyabar.” Lanjut Abu Hanifah,” Saya mengabdi pada Syeikh Hammad
bin Abu Sulaiman, dan sayapun makin berkembang”.19
Dari pemaparan kitab ini dapat disimpulkan kriteria Guru yang ideal
memiliki sifat:
1. Alim
Alim berarti intelek dalam berbagai disiplin ilmu. Seorang guru
akan mampu mengajar ketika ia memiliki ilmu yang dapat disampaikan
beserta persiapan bahan ajarnya. Selain ilmu ia harus memiliki wawasan
yang luas serta inisiatif. Juga perlu dipahami selain hal hal tersebut guru
juga harus menghindarkan diri dari sifat tercela dan tamak. Dari keduanya
inilah yang akan menimbulkan kesan yang hina terhadap ilmu dan sifat
keilmuan yang dimiliki oleh guru.
Inisiatif guru dapat diartikan berfikir cepat dan keras untuk
mencari sekian banyak alternatif dalam menata dan menjalankan program-
program pendidikan dengan tetap berpegang teguh pada nilai dan sistem
serta disiplin.20
Jika pendidikan tidak disampaikan oleh pihak yang ahli dalam hal
itu, maka pendidikan tidak sampai kepada tujuan yang diinginkan. Hal ini
sudah dijelaskan dalam hadist berikut: “apabila pekerjaan diberikan
19
Nailul Huda, Muhammad Zamroji & Hamim, Kajian dan Analisis Ta‟liim mutaaliim 2, Jombang: Santri Press, 2017, 261.
20 Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal untuk pemimpin, Cet.1, Trimurti Press, Ponorogo: 2011,
54.
-
20
kepada seseorang yang kurang ahli dan tidak amanah serta tidak
bersungguh-sungguh maka tunggulah kehancuran”.21
2. Wara‟
Wara‟ adalah menjaga diri dari sifat kenyangnya perut, terlalu
banyak tidur dan banyak membicarakan hal yang tak bermanfaat dan
menjaga diri dari makan jajanan dan makanan pasar, jika itu mungkin
dilakukan, karena jajanan dan makanan pasar itu kebanyakan tidak terjaga
dari najis dan kotoran.22
Hal ini diperuntukan kepada guru dan murid.
3. Tua Umurnya
Tidak ada penjelasan secaara spesifik yang dijelasakan oleh Az-
Zarnuji terkait dengan tua umurnya, namun jika kita kaji lebih lanjut
maksud dari ini adalah mereka yang tua usianya dan kapasitas keilmuan
yang dikuasai.
4. Berwibawa
Guru yang berwibawa akan disegani oleh Muridnya, namun perlu
diketahui bahwa wibawa itu tidak dapat dicari melainkan harus diciptakan
dengan keteladanan. Memberi keteladanan sekali akan lebih fasih
daripada berpidato seribu kali. Keteladanan akan masuk kedalam relung
21
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah, Shahih Bukhari, 4 ed. (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010), 187.
22 Nailul Huda, Muhammad Zamroji & Hamim, Kajian dan Analisis Ta‟liim mutaaliim 2,
Jombang: Santri Press, 2017, 53.
-
21
hati sedangkan pidato terkadang hanya masuk melalui telinga kanan dan
keluar dari telinga kiri. 23
5. Murah Hati
Pemberian yang terbaik dari seorang guru kepada muridnya adalah
ilmu. Dengan demikian maka kemurahan hati harus ditonjolkan guru demi
kebahagiaan murid dimasa mendatang. Sebagaimana Allah berfirman
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan sebelum menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai… “24
Bahkan dari kebaikan yang
diberikan dari ilmu tersebut akan menumbuhkan kebaikan yang lainnya.
Tidak akan melarat orang yang suka berinfak dan tidak akan kaya orang
yang kikir.25
Terlebih lagi jika yang ia infakkan adalah Ilmu. Ia tidak akan
pernah berkurang, malah akan selalu bertambah seiring berjalannya
waktu.
6. Penyabar dan penuh kasih sayang
Imam Zarnuji menyatakan bahwa seorang ahli ilmu hendaknya
memiliki kasih sayang, bersedia memberi nasehat tanpa disertai iri hati.
Sebab iri hati tidak memberikan manfaat dan bahkan membawa bahaya.
Oleh karena itu, Imam Zarnuji memberikan contoh dua orang gurunya
yang bernama Imam Burhanuddin dan Shadrul Ajal Imam Burhanul
Aimmah yang selalu memberikan kasih sayang terhadap para pelajar yang
23
Ahmad Suharto, Ayat-Ayat perjuangan, Jakarta: YPPWP Guru Muslich,2016, 127. 24
Ali-Imran:92 25
Ahmad Suharto, Ayat-Ayat perjuangan, Jakarta: YPPWP Guru Muslich, 2016, 157.
-
22
menuntut ilmu padanya. Karena berkah kasih sayang inilah menyebabkan
putra-putri kedua ulama tersebut menjadi orang alim (ahli ilmu yang
berpengetahuan luas).26
Sabar dan kasih sayang ini muncul ketika hubungan yang terjalin
dari murid dan guru bukan hanya sekedar Hubungan duniawi pragmatis.
Yang selalu beraroma Bisnis, popularitas, politis dan juga jabatan. Hal
yang demikian bersifat rapuh dan akan mudah runtuh akibat tarik menarik
kepentingan perorangan.27
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam surah
Al-Hujurat:10 muslim dengan muslim lain adalah bersaudara. Dan
gambaran yang rasulullah tampakkan laksana satu badan, jika salah satu
anggota sakit maka seluruh badan akan merasakannya. Bangunan yang
didasari atas hubungan kekerabatan ukhrawi akan menciptakan rasa kasih
sayang yang sangat serta kesediaan berkorban, mendahulukan kepentingan
pribadi guna kemaslahatan bersama.
Adab seorang guru menurut Syekh Az-Zarnuji memiliki kesamaan
dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah yang
memaparkan syarat seorang Alim (Guru) adalah Sabar, Santun, Duduk
26
Arif Muzayin Shofwan, Metode belajar menurut Imam Zarnuji: Tela‟ah Kitab Ta‟lim Al-Muta‟aiim, Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual Vol. 2, No. 4 November 2017, 417.
27 Ahmad Suharto, Mengali Mutiara Perjuangan Gontor, Mantingan: Le Nabas Publishing
House, 2014, 118-119.
-
23
dengan wibawa disertai dengan kepala tunduk, dan tidak Takabur. dan
bersikap Tawadhu‟.28
D. PERSAMAAN PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH
AZ-ZARNUJI TENTANG GURU
Imam Al-Ghazali dan Syekh Zarnuji adalah salah satu dari sekian
pakar pendidikan. Persamaan Pendapat Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-
Zarnuji terdapat pada pemikiran keduanya yang mengarahkan kepada
pendekatan sufistik. Sehingga kita dapat melihat persamaan pandangan
keduanya dari berbagai hal, diantaranya adalah:
1. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan
Memperlihatkan sifat simpati dan empati kepada muridnya. Murid akan
lebih antusias dengan guru yang lebih memperhatikan dirinya dengan
penuh kasih sayang dan penuh kesabaran dalam mengajar dan mendidik.
Sapaan dari Guru juga menjadi salah satu wujud simpati dan empati dari
guru yang kadang diabaikan, maka hendaknya guru juga tidak bersifat
acuh terhdapa sapaan.
2. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan menjadikan
Guru sebagai teladan untuk murid dan juga tidak mengharapkan imbalan
dengan meninggalkan hal-hal yang bersifat kesenangan duniawi. Sering
kali hal ini menjadi problem terbesar yaitu imbalan yang tidak bisa
dipungkiri bahkan menjadi tuntutan.
28
Abi Hamid Al-Ghaazali, Bidayatul Hidayah, cet. 1, Beirut: Dar Shader, 1998, 145.
-
24
3. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat bahwa Ilmu yang
guru sampaikan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sebagaimana pernah Rasul sampaikan bahwa ada 3 hal yang bersifat
jariyah diantaranya adalah Ilmu yang bermanfaat.
4. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan mengajarkan
murid sampai kepada batas pemahaman mereka. Dikarenakan ilmu
apabila tidak sampai tuntas dalam pemahamannya hanya akan
menimbulkan perdebatan yang tidak ada habisnya. Sifat tuntas dalam
belajar ini sangat dibutuhkan agar tidak terjadi perdebatan tiada habisnya.
5. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji sependapat dengan sikap guru
melakukan apapun yang akan diajarkan sebelum menyampaikannya
kepada murid. Perintah yang disampaikan dari seorang guru akan
dilakukan oleh murid jika guru melakukan dan menberi teladan kepada
murid.
E. PERBEDAAN PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI DAN SYEKH AZ-
ZARNUJI TENTANG GURU
Perbedaan Pendapat Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji dapat
dilihat dari berbagai hal, diantaranya adalah:
1. Al-Ghazali berpendapat bahwa teguran terhadap murid itu harus dengan
pernuh keterhati-hatian berbeda dengan Az-Zarnuji yang tidak terlalu
menekankan kewaspadaan dalam terguran. Perhatian ini ditunjukkan agar
-
25
guru selaku pendidik tidak terlalu keras dalam menegur murid dan tidak
terlalu lembut serta memperhatikan mental murid yang akan ia tegur.
2. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa Guru dilarang untuk merendahkan
ilmu yang tidak dalam penguasaannya, namun guru diminta untuk
menyiapkan anak untuk menerima semua ilmu. Disebabkan semua ilmu
itu bermanfaat bagi mereka yang mampu mengamalkannya.
3. Az-Zarnuji berpendapat dalam memilih guru selain Alim, harus mencari
yang usianya lebih tua dibandingkan dengan muridnya agar nasehat dan
ilmu yang disampaikan sesuai dengan pengalaman yang pernah dirasakan
oleh guru tersebut. Akan muncul rasa angkuh dari diri siswa jika guru
lebih muda usia dibandingkan murid dalam beberapa sisi, sehingga
ta‟dzim antara guru dan murid akan berkurang.
Dari pemaparan tentang pengertian Guru yang ideal diatas, dapat kita
simpulkan bahwa guru bukan hanya mereka yang mengajar saja tapi juga
mendidik. Tutur kata yang mereka sampaikan mengambarkan keindahan ilmu
yang dimiliki, tingkah laku dan perbuatan yang mereka lakukan menjadi
kebiasaan yang pantas untuk ditiru. Imam Al-Ghazali menyampaikan bahwa
ilmu yang paling utama adalah ilmu Tauhid, Ilmu Ma‟rifah dan Syekh Az-
Zarnuji menyampaikan tentang keutamaan Ilmu Fikih.
Kepribadian seorang guru pun menjadi salah satu faktor kesuksesan
dalam mengajar. Tuntutan inilah yang kadang dirasa berat dibandingkan
-
26
dengan profesi yang lainnya. Dan kepribadian guru pula yang menentukan ia
akan menjadi perusak dan penghancur moral anak yang masih dalam tahap
pembelajaran karena pada hakikatnya siswa akan meniru sikap dan tingkah
laku para pendidiknya. Maka perlu guru memperbaharui niat agar tidak silau
dengan kedudukan dan ketamakan dunia yang sifatnya hanya sementara.
Sebagaimana Sulaiman yang pernah ditawarkan kepadanya 3 hal yaitu ilmu,
harta, dan kekayaan. Ketika ilmu menjadi pilihannya, Allah memberikan
ketiganya. Inilah yang menjadikan orientasi dalam mengajar adalah ridho
Allah bukan hanya keridhoan manusia.
Guru dengan kepandaian yang ia milikipun harus dibarengi dengan
sifat wara‟ serta dewasa dalam berfikir dan bertindak. Kecintaan terhadap
ilmu dan semua yang bergelut dalam bidang keilmuan menjadi kepribadian
yang harus dimiliki, dikarenakan ilmu yang akan selalu menjaganya dan ilmu
yang selalu menebarkan keadilan serta ilmu yang tak akan berkurang bahkan
selalu bertambah jika diajarkan.
Dari sekian pendapat dari Ghazali dan Az-Zarnuji ada yang mampu
kita ikuti dari aspek keteladanan ada juga yang tidak sesuai dengan relevansi
perkembangan zaman. Sebagaimana Imbalan yang tidak dihiraukan Ghazali
dan Az-Zarnuji kala beliau berdua mengajar. Bagi keduanya mengajar adalah
sarana mendekatkan diri kepada Allah sedangkan mengajar dimasa sekarang
tetap ada yang menganut konsep yang dibawa keduanya, namun banyak juga
-
27
yang condong dengan imbalan/upah mengajar sebagai tujuan walaupun bukan
yang utama. Dan juga tentang usia pengajar yang harus lebih tua dari
muridnya, ini juga menjadi hal yang sudah tidak relevan apalagi jika
berhubungan dengan Ilmu teknologi. Banyak diantara generasi lanjut usia
walau tidak menyeluruh, sulit mengikuti pembelajaran yang berhubungan
dengan teknologi modern seperti aplikasi raport, tugas berbasis internet, dan
lain sebagainya.
-
28
BAB III
SOSIO PENDIDIKAN YANG MEMPENGARUHI PEMIKIRAN
IMAM GHAZALI DAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM PENDIDIKAN
A. SOSIO PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI
Nama beliau adalah bernama Imam Abu Hamid Al-Ghazali
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Ath-thusy. Ia diberi gelar
Zainuddin (Hiasan Agama) yang lahir di Thus, Khurasan pada 450 H (1058
M).29
Nama beliau diambil dari nama Ghazala yang dinisbatkan dari
wilayah yang terkenal di Thusi. Ada pula yang mengatakan dengan
Ghazzala mengunakan huruf zain yang ditekan dua kali yang itu
disandarkan kepada beliau yang senantiasa menyucikan diri dan
melembutkan sanubari.30
Ayah beliau Abdul Hamid adalah sosok yang gemar menuntut ilmu
kebanyak ulama‟ pada masa itu, sering mengikuti pengajian mereka dan
gemar membantu kebutuhan sesama. Tak jarang sang ayah menitihkan air
mata tatkala mendengarkan uraian (Tausiyah) yang disampaikan oleh para
ulama yang ia datangi untuk menimba ilmu. Allah menganugrahi dua orang
putra, yang pertama diberi nama Abu Hamid atau nama Imam Al-Ghazali
29
Shalih Ahmad Al-Syami, Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 1.
30 Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim
Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, vii.
-
29
dan saudara beliau yang diberi nama Ahmad, dengan kuniyah Abu al-Futuh
Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi al-Ghazali,
dengan laqab Majduddin.31
Ia sangat mengharapkan anaknya menjadi
ulama yang selalu memberi nasihat kepada umat.32
Kota Thus yang menjadi tempat kelahiran beliau dimasa itu adalah
tempat pergerakan tasawuf dan pusat pergerakan anti kebangsaan Arab.
Pada masa itu pula, filsafat Yunani telah digunakan sebagai pendukung
agama dan kebudayaan asing dengan ide-ide yang mendominasi literature
dan pengajaran. Kontroversi keagamaan setelah interpretasi Sufi
berkembang kearah kebatinan yang lepas dari syariah.33
Kekuatan
abbasiyah yang semula ditangan kekuasaan Arab dan Persia mulai digelar
oleh kekuasaan Bani Saljuk berkebangsaan Turki yang dari segi syari‟at
Islam dinilai kurang taat beragama, yakni mereka secara lahiriyah
menyatakan beragama islam, tetapi pada praktiknya jauh dari tuntunan
islam yang sebenarnya. Dengan demikian pada masa kehidupan Al-Ghazali
daerah kurasan termasuk Thus ketika itu selain merupakan salah satu pusat
ilmu pengetahuan didunia Islam, juga merupakan pusat pergerakan
tasawuf. 34
31
Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, viii.
32 Muhammad Ibrahim al-Fayyumi, al-Ghazali wa „Alaqah al-Yaqin bi al-„Aql, Kairo: Dar
al-Fikr al-„Araby, 1982, 28. 33
Abudin Nata, Metodologi studi islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003, 57-59. 34
Abudin Nata, Metodologi studi islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003, 60-62.
-
30
B. RIWAYAT PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI
Ayah beliau adalah latar belakang pendidikan Al-Ghazali. Dengan
keshalehan dan kejernihan hati, ia belajar membaca Al-Quran dasar-dasar
ilmu keagamaan, serta akhlak yang baik. Sang ayah yang bersikap wara‟
selalu membawa Ghazali kecil berjumpa dengan orang-orang shaleh dan
mendapatkan ilmu dan doa dari mereka. Hal inilah yang membekas dalam
ingatan dan berpengaruh dalam pembentukan kepribadian beliau dimasa
yang akan datang.
Ayahnya meninggal ketika al-Ghazali dan saudaranya Ahmad
masih kecil. Sebelum meninggal al-Ghazali dan Ahmad dititipkan pada
salah seorang teman ayahnya, seorang Sufi yang hidup sangat sederhana,
Ahmad Ar-Razkani.35
Dari Ar-Razkani Ghazali belajar Fikih, Sayangnya
pengasuhan oleh sufi ini tidak mampu untuk dilanjutkan dikarenakan harta
ayah Imam Al-Ghazali yang menjadi penopang hidup telah habis
sementara sang guru adalah orang yang fakir dan tak mampu membiayai
kehidupannya.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Jurjan, dan belajar
dengan seorang guru bernama Abi Nashr al-Ismailii. Setelah beliau selesai,
35
Abu al-Wafa‟ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, tr. Ahmad Rofi‟ Ustmani, Bandung: Pustaka, 1997, 148.
-
31
beliau kembali ke Thus dan mengabdikan ilmu beliau disana beberapa
waktu. Kemudian dengan seizin Allah, Al-Ghazali kembali berangkat
menuju Naisabur guna mendalami ilmu fikih dan bahasa Arab dengan
seorang guru besar yang pernah menjadi imam Haramian yaitu Abal Ma‟ali
al-Juwaini.36
Beberapa tahun kemudian Al-Ghazali masuk ke Universitas An-
Nizamiyah yang dipimpin oleh ulama‟ besar bernama Haramain Al-
Juwaini berada di Nisabur dan mempelajari usulul-fiqh, ilmu mantiq dan
ilmu kalam dari Imam Haramain. Abal Ma‟ali al-Juwaini merasa bahwa,
Imam Al-Ghazali adalah satu satunya murid yang bisa beliau jadikan
sebagai pengisi kekosongan ulama‟ manakala dirinya dipanggil oleh Allah
untuk kembali kehadirat-NYA. Selanjutnya al-Gazali meninggalkan
Naisabur setelah imam al-Juwaini wafat pada tahun 1085 M. Dari
Naisabur, ia menuju Baghdad dan menjadi guru besar di Madrasah
Nidzamiyah yang didirikan perdana menteri Nidzam al-Mulk. 37
Imam Al-Ghazali dalam penelitian kritisnya tidak hanya menukil
dari guru beliau saja, namun beliau juga menguji dan beliau teliti lebih
dalam. Demikanlah, Al-Ghazali sang ilmuan yang produktif, kritis dan
36
Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan Cet. III, 2016, x.
37 Wahyuddin, Konsep Pendidikan Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, Ekspose, Vol. 17, No. 1
Januari-Juni 2018, 551.
-
32
kreatif.38
Tak dapat dipungkiri juga dari pemikiran Imam Al-Ghazali yang
luas, mampu menghasilkan ratusan karya-karya yang luar biasa
berpengaruh hingga sampai sekarang ini.
Setelah lima tahun menjabat (1090-1095) Al-Ghazali mengalami
kegoncangan hidup sehingga menggundurkan diri dari profesinya sebagai
perdana menteri. Pada tahun 1095 beliau meninggalkan profesinya sebagai
perdana mentri dan juga keluarganya dengan bekal yang cukup. Selama
sepuluh beliau menjalani kehidupannya sebagai seorang sufi dan dua tahun
pada masa berkhalwat berdiam diri di masjid Damaskus.
Saat itulah, bulan Dzulqa‟dah tahun 488 H, Imam Al-Ghazali
meletakkan jabatannya sebagai kepala/rektor Madrasah Nizhamiyyah dan
meminta kakaknya untuk menggantinya dalam jabatan tersebut. Imam Al-
Ghazali pun memutuskan meninggalkan kota Baghdad menuju Mekkah.
Setelah melaksanakan ibadah haji, ia menuju menara Baitul Maqdis di
Damaskus untuk ber‟itikaf dan berkhalwat. Selama dua tahun di
Damaskus, ia berdiam di masjid tertua itu, dan disanalah ia menemukan
amal tasawuf sebagai jawaban dari kekosongan dalam dirinya, yang tak
lain terletak dalam hatinya. Maka ia pun melakukan amal-amal tasawuf
untuk menumbuhkan dzauq keagamaan yang hakiki. Itulah puncak
pencapaian Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu, yaitu tercapainya
38
Shalih Ahmad Al-Syami, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terj. Mukrima Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009, 21
-
33
ma‟rifah, yang tidak diraih dengan alat ilmu biasa seperti indera dan
akal;tapi dengan hati yang terbuka untuk menyingkap (Kasyf) rahasia-
rahasia ketuhanan tertinggi.39
Kemudian beliau kembali mengajar di Madrasah Nizamiyah, Al-
Gazali wafat pada usia 55 tahun tepat pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun
505 H/19 Desember 1111 M. di Thus, ia dimakamkan di sebelah Timur
benteng di makam Thaberran, berdekatan dengan makam penyair besar,
Firdausi. 40
Hasil dari rihlah ilmiyah beliau ini adalah kitab Ihya‟ Ulumuddin
yang merepresentasikan panduan antara fiqih dan tasawuf, sehingga dapat
diartikan beliau dapat menyelesaikan pertentangan antara ilmu syariat dan
ilmu hakikat yang terjadi dikalangan penduduk Thus kala itu. Dan juga
antara ilmu lahir dan batin, serta menjelaskannya dengan dalil yang jelas
didalam Al-Quran, Sunnah, Qaulu Shahabah dan juga Qaulu Tabi‟in.
C. SOSIO PENDIDIKAN SYEKH AZ-ZARNUJI
Az-Zarnuji adalah seorang sastrawan dari Bukhara.41
Syekh Az-
Zarnuji Penulis Kitab Ta‟limul Muta‟allim. Beliau bernama lengkap Imam
Al-faqih Al-A‟lim Burhanuddin Az-Zarnuji murid dari pengarang kitab Al-
Hidayah, Ali bin Abu Bakar Al-Maghinani Al-Hanafi, pemilik karya tulis
39
Al-Imam Al-Ghazali, Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan. Terj. Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, Jakarta Selatan: Cet. III, 2016, xi.
40 Wahyuddin, Konsep Pendidikan Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, Ekspose, Vol. 17, No. 1
Januari-Juni 2018, 551. 41
Lois Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lugah wa A‟alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975, 337.
-
34
yang terkenal dalam fikih Imam Hanafi. Beliau adalah Fuqaha yang hidup
di kawasan Wara‟a Nahr, Asia tengah. Beliau hidup pada separuh akhir
abad 6 hijriyah dan awal abad 7 hijriyah. 42
Dr. Muhammad Abdul Qadir
Ahmad menjelaskan mengenai tempat kelahirannya. Jika dilihat dari
nisbahnya, yaitu Az-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia
berasal dari Zaradj. Dalam hubungan ini Abd al-Qadir Ahmad mengatakan:
“bahwa Az-Zarnuji berasal dari suatu daerah yang kini dikenal dengan
nama Afganistan.”43
Sejauh ini belum ada buku yang menjelaskan tentang biografi
Syekh Az-zarnuji secara utuh. Di kalangan ulama belum ada kepastian
mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai kewafatannya Mochtar
Affandi mengatakan bahwa ada dua pendapat mengenai hal ini. Pertama,
pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin Al-Zarnuji wafat pada
tahun 593 H/1197 M. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa
Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuji wafat pada tahun 840 H/1243 M. 44
Jika kita perhatikan lebih mendalam, Az-Zarnuji hidup pada masa
keemasan Islam pada umumnya dan pendidikan pada khususnya. Pada
masa itu kebudayaan Islam berkembang pesat dengan ditandai oleh
42
Az-Zarnuji, Ta‟limul Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu, Terj. Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019, xxii.
43 Muhammad Abd al-Qadir Ahmad, Ta`lim al-Muta`allim Tariq at- Ta`alum, Beirut;
Mathba`ah al-Sa`adah, 1986, 10. 44
Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 47.
-
35
tumbuhnya berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar sampai
dengan tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut
adalah madrasah nizamiyah yang didirikan Nizam al-Mulk (457 H/1106
M), madrasah an-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud
Zanki pada tahun 563 H/1167 M. Dengan cabangnya yang amat banyak di
kota Damaskus; madrasah al-Mutansiriyah yang didirikan oleh khalifah
Abassiyah, al-Muntasyir Billah di Baghdad pada tahun 631H/1234 M.45
Inilah yang menjadi bukti pada zaman Az-Zarnuji pendidikan mengalami
perkembangan yang pesat.
D. RIWAYAT PENDIDIKAN SYEKH AZ-ZARNUJI
Al-Zarnuji di Bukhara dan Samarkand, yaitu kota yang menjadi
pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di
kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang
diasuh antara lain Burhanuddin al-Marghinani, Syamsuddin Abd. Al-
Wadjdi, Muhammad bin Muhammad al-Abd as-Sattar al-Amidi dan lain-
lainnya.46
Dan menurut beberapa keterangan pemikiran Az-Zarnuji sangat
dipengaruhi oleh fikih yang berkembang saat itu, disebabkan beberapa
guru beliau yang menganut fikih bermadzhab Hanafiyah.
45
Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 106.
46 Imam Ghazali Said, Ta‟limul Muta‟allim Thariqut Ta‟allim, Surabaya: Diyantama, 1997,
17-19.
-
36
Berdasarkan informasi tentang jenjang pendidikan seorang Az-
Zarnuji, diperoleh kesimpulan bahwa Az-Zarnuji selain ahli pendidikan,
dia juga ahli dalam bidang tasawuf, sastra, fikih, dan ilmu kalam.
Sekalipun belum diketahui pasti bahwa untuk bidang tasawwuf ia memiliki
seorang guru. Namun, dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan
yang luas dalam bidang fikih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang
halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses yang tinggi untuk
masuk ke dalam dunia tasawuf.47
Pemahaman tentang menuntut ilmu bagi Syekh Az-Zarnuji akan
membawa pelakunya kepada kebahagiaan asalkan niat yang diucapkan
baik. Kebahagiaan yang akan diraih adalah kebahagaian duniawi yang
sesuai dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan
kebahagaian ukhrowi berkaitan dengan rasa syukur manusia kepada Allah
yang telah menganugrahkan akal untuk berfikir.
Kemudian al-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap
penuntut ilmu yang tekun tetapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan
buahnya. Yaitu mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi
salah jalan dan meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk
dilakukan. Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam
47
Abuddin nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet II, 2001, 104.
-
37
tujuannya baik besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan
memberikan jalan bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.
Dapat kita fahami riwayat pendidikan Syekh Az-Zarnuji dapat
diketahui bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand.
Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan dan pengajaran. Masjid-
masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan
ta‟lim yang diasuh oleh beberapa ulama seperti Burhanuddin al-Marginani,
Syamsuddin Abd al Wadjid Muhammad bin Muhammad bin ‟Abd As-
Sattar al-Amidi. Konsep pendidikan beliau mengarah kepada tujuan akhirat
yaitu keridhaan Allah kepada ilmu yang dimiliki dan juga tujuan dunia
yang dimaksudkan dengan amar ma‟ruf nahi mungkar.
-
38
BAB VI
KRITIK DAN SOLUSI TENTANG KONDISI GURU
SAAT MENGAJAR
A. KRITIK GURU SAAT MENGAJAR
Mengajar dan mendidik adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan,
meski keduanya memiliki tujuan yang sama namun pengertian keduanya
berbeda. Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji mengartikan keduanya
harus didasari dengan kesucian hati dan kesucian niat. Tanpa kesucian hati
dan niat pendidikan hanya berupa sarana mentransfer ilmu tanpa adanya
amal setelah pembelajaran. Kasih sayang, kesabaran guru dan kemampuan
untuk memahami kelebihan dan kekurangan peserta didik juga dianggap
sebagai bekal utama guru karena tugasnya bukan hanya mencerdaskan
satu dua anak saja, namun semua anak dengan masa dan latar keluarga
yang berbeda-beda.
Dalam perspektif pendidikan, mengajar adalah suatu kegiatan
mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid dan ini menjadi inti
kegiatan di sekolah. Ini sesuai dengan pendapat salah seorang tokoh
psikologi kognitif Reber dan Wilke, sebagai berikut: “Learning is a
relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a
-
39
result of enforced practice”.48
(Belajar sebagai suatu perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat). Dalam beberapa pendapat, mengajar (ta‟lim) disetarakan
dengan mendidik (ta‟dib). Namun demikian, mengajar dinilai lebih dahulu
ada dari pada mendidik. Ini dapat dilihat dari sejarah Rasulullah yang
mengajarkan membaca al-Qur‟an kepada para sahabat-Nya.49
Bagi kaum
kontruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan
pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari
kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri. Pendidikan lebih diarahkan kepada
kepribadian, akhlak dan juga mental siswa.50
Sedangkan Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”, dengan
memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti
“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini awalnya
berasal dari bahasa Yuanani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau
48
Arthur Reber, Peguin Dictionary of Psychology, Ringwood Victoria: Peguin Book Australia Ltd, 1988, 32.
49 Mohammad Muchlis Solichin, Belajar dan Mengajar dalam Pandangan al-Ghazâlî, Tadrîs.
Volume 1. Nomor 2. 2006, 149. 50
Paul Suparno, Filsafat Konstruktisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997, 65.
-
40
bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan
“Tarbiyah” yang berarti pendidikan.51 Guru di kelas selalu mengajar
namun belum tentu mendidik. Padahal pendidikan nasional yang
dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk mengembangkan
potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. 52
Maka dari itu perlu adanya pemahaman dan penerapan yang harus
dilakukan oleh guru sebelum Proses pembelajaran berlangsung
diantaranya adalah tentang kriteria yang harus dimiliki oleh guru,
kompetensi yang dimiliki dan cara menyampaikan pembelajaran dengan
persiapannya. Proses mengajarpun sering kali dipengaruhi oleh motivasi
guru yang rendah dalam mencerdaskan anak didik, dibarengi dengan
komitmen mendidik yang kurang, serta kompetensi Guru dianggap sudah
memadahi.
Berbanding terbalik dengan realita yang ada, pendidikan di
Indonesia sendiri masih dibawah kata standar bila dipandang dari
perspektif nasional. Kualitas guru dan juga kuantitasnya dianggap kurang.
51
Muhammad Ichsan, Psikologi Pendidikan Dan Ilmu Mengajar, Jurnal Edukasi Vol 2,
Nomor 1, Januari 2016, 63. 52
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
-
41
Khususnya jika kita lihat dari metode pembelajaran yang guru lakukan
dikelas.
Adapun beberapa kritik yang muncul pada saat guru mengajar
dikarenakan tidak ada penyesuaian dengan tujuan utama dalam
pembelajaran, diantaranya adalah:
1. Seni mengajar yang kurang memadahi
Sebagaimana disampaikan oleh Syekh Az-Zarnuji bahwa guru
harus alim dan pendapat Imam Al-Ghazali, guru sudah melakukan apa
yang akan ia ajarkan. Mengajar bukan hanya tentang menyampaikan
materi saja, namun didalamnya terdapat seni dalam menyampaikan,
seni dalam penyusunan kata dan gerakan yang ditampilkan. Alim
menjadi fokus utama karena tanpa pengetahuan guru tak akan mampu
untuk mengajar.
Seni dalam mengajarkan berbagai pelajaran itu berbeda. Tidak
dibenarkan seorang guru yang mengajarkan matematika mengunakan
metode ceramah dan juga tidak dibenarkan pembelajaran qira‟at
dengan praktek terlebih dahulu tanpa menjelaskan makhraj huruf
sebelumnya, kecuali hanya sekedar mengetahui kebutuhan siswa.
Ataupun pelajaran adab pada anak tidak cukup hanya dengan
menyampaikan materi saja, namun juga harus dibarengi dengan
-
42
praktek. Dengan metode yang tepat guru akan mampu menciptakan
suasana kondusif dan menarik didalam kelas.
Beberapa hal diatas yang kadang luput dalam diri guru
sehingga tidak sedikit pemahaman yang dapat diterima siswa kurang
maksimal dan tidak sampai kepada kesempurnaan pengetahuan. Ini
menjadi salah satu tuntutan guru sebelum mengajar yaitu menentukan
metode yang tepat dan sesuai karakter materi yang akan disampaikan
sesuai dengan kebutuhan siswa untuk lingkungannya.
Selain menentukan metode guru juga diminta untuk menguasai
materi pembelajaran, penguasaaan materi akan menentukan
kelancaran dalam penyampaian. Semakin baik penyampaian materi
semakin baik juga pembelajaran yang guru ciptakan. Penyampaian
penting namun bahasa tubuh yang diperlihatkan juga akan mendukung
proses mengajar, karena mengajar bukan hanya berbicara didepan
murid saja. Guru yang memiliki suara lemah, spontanitas yang kurang
dan hanya duduk dikursi saja tentu tidak menarik perhatian siswa.
Ditambah lagi dengan sikap masa bodoh pada diri guru tidak
dibenarkan, sebab guru harus mampu membuat siswa mengerti dan
memahami dengan sempurna materi yang diajarkannya itu dan
keberhasilan seorang guru dapat dilihat dari siswa dalam memahami
materi ajar.
-
43
Dari penjelasan berikut kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa mengajar perlu seni, penulis menganggap perlu pengetahuan
dasar dalam drama bagi seorang guru. Paling tidak agar guru dapat
memahami perannya sebagai pengajar dan dapat menghayati
perannya. Vocal yang disampaikanpun persis dengan seorang
penyanyi, sehingga vocal yang baik dan stamina yang mumpuni akan
lebih menarik perhatian, karena pembelajaran dikelas akan lebih
sering diisi dengan metode berceramah.
2. Imbalan sebagai fokus profesi keguruan
Imbalan dalam pandangan Imam Al-Ghazali dan Az-Zarnuji
bukan menjadi fokus utama, dikarenakan yang menjadi tujuan adalah
keridhaan Allah. Bahkan imbalan juga menjadi sarana untuk
menghinakan seorang Alim. Dan Ghazali sendiri mengangap imbalan
sebagai hal yang tidak boleh diminta.
Sebagai penerapannya dalam Islam konsep ujrah akan
diberikan dikarenakan adanya penukaran kemanfaatan dengan jalan
meberi imbalan dalam jumlah tertentu. Apabila mengajar menjadi
tujuan keridhaan Allah, maka dunia digenggam akhiratpun demikian.
Diri Guru akan senantiasa merasa bahwa Allah ada, mengawasi dan
juga memperhatikan segala yang ia perbuat. Hingga menjadikan setiap
langkah dalam tahap pendidikan bernilaikan ibadah.
-
44
Namun kejadian dilapangan itu sendiri acap kali berbeda.
Ujrah atau imbalan mengajar menjadi tujuan utama sebelum terjadinya
proses pendidikan. Tak jarang hal ini yang mempengaruhi kinerja guru
dalam mengajar. Beban yang diemban tidak sesuai dengan balasan
yang diterima, terkhusus bagi guru sekolah dasar dan taman kanak-
kanak. Maka diperlukan kebijakan yang lebih pantas untuk diri guru
dan tenaga pendidik.
3. Guru menjadikan proses pembelajaran sebagai pekerjaan bukan
profesi
Ketika kita membahas tentang Guru, kompetensi menjadi
modal utamanya. Dengan kompetisi dan juga Administrasi lengkap
yang mumpuni, guru akan mengajar dengan leluasa dan menjelaskan
pelajaran bukan hanya pada sampul yang menghiasinya melainkan
sampai keakar pelajaran tersebut dan mendidik dengan kebaikan
Empati dan Simpati serta dapat mengetahui kemampuan masing
masing peserta didik dan jika mereka melakukan kesalahan guru
mampu menegur dengan cara yang tidak menyakiti hati peserta didik
sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab
Ihya‟ Ulumuddin. Dari sinilah guru mampu menciptakan generasi
yang unggul dengan pemahaman yang fundamental.
-
45
Kemauan, Kasih sayang serta kesabaran untuk mengajarpun
juga menjadi syarat penting ketika seorang terpanggil untuk menjadi
guru yang disampaikan oleh Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta‟limul
Muta‟aliim. Dengan ini guru akan mengajar dengan sepenuh hati tanpa
dibebani waktu dan kondisi peserta didik. Nominal dari apa yang
didapatkan tidak mejadi permasalahan karena mengajar adalah gaya
hidupnya. Hal ini sejalan dengan teori yang dipaparkan oleh Zepeda
terkait dengan kompetensi dan kemampuan. Dari dua hal tersebut akan
menimbulkan output yang berbeda pula, terutama dalam diri siswa.
Sebagaimana hal berikut ini:
a. Ketika guru mengajar dengan kompetensi yang ia miliki dan
keinginan untuk mendidik maka ia akan menghasilkan siswa
yang berkualitas dengan kompetensi dan motivasi belajar.
b. Ketika guru mengajar dengan kompetensi saja tanpa adanya
kemauan, maka hasil yang ditimbulkan adalah siswa yang
paham peajaran namun kurang dalam motivasi belajar
sehingga timbul rasa bosan saat belajar.
c. Ketika guru mengajar dengan kemauan tanpa kompetensi,
maka yang dihasilkan adalah siswa yang tidak faham pelajaran
dan motivasi yang ala kadarnya.
-
46
d. Ketika guru mengajar tanpa kemauan dan kompetensi, maka
murid yang dihasilkan sesudah pembelajaran setara dengan
kondisi murid tersebut sebelum belajar.
Dari pembahasan diatas kompetensi harus selalu dibarengi dengan
kemauan. Karena kesuksesan guru selalu diukur dari lulusan yang mampu
bersaing dalam segala bidang, mudah mendapatkan pekerjaan, lulusan
yang siap pakai diberbagai dunia industri dan usaha. Visi yang demikian
tidak bisa kita anggap salah, maka dari itu perlu dalam dunia pendidikan
diperlukan pendidik yang memiliki kemampuan dan kemauan yang saling
berdampingan agar tujuan dari belajarpun dapat diraih sesuai dengan
keinginan.
B. SOLUSI GURU SAAT MENGAJAR
Dari beberapa permasalahan diatas penulis memberikan solusi
yang relevan sesuai dengan kebutuhan guru saat mengajar diantaranya
adalah:
1. Kepala sekolah/Supervisor memaksimalkan peran, untuk melakukan
supervisi kepadanya disaat mengajar dan mempersiapkan bahan ajar,
agar guru dapat mengetahui kualitas dirinya dan hal-hal yang perlu
ditingkatkan dalam pembelajaran. Dari tindakan ini yang akan
mengembangkan profesionalisme guru dan tugas supervisor adalah
untuk selalu memotivasi agar guru dapat berkembang lebih baik.
-
47
Walaupun siring ada beberapa guru yang beranggapan bahwa
mengajar itu profesi yang tertutup (alienated profesion) dari orang lain
atau supervisor tidak harus masuk kelas untuk melakukan observasi.
Padahal jika kita simpulkan kegunaan dari supervisi adalah
peningkatan dan pengembangan dari model pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
2. Mengadakan konsultasi terbimbing kepada supervisor/kepala sekolah
atau guru yang berprestasi, agar mampu mengubah kebiasaan yang
selama ini kurang pantas dilakukan oleh seorang pendidik. Serta
menciptakan lingkungan bekerja dan keluarga yang kondusif dengan
belandaskan ketaqwaan kepada Allah. Terkhususnya dalam persiapan
materi ajar
3. Merubah mindset bahwa nominal bukanlah tujuan utama serta
anggapan bahwa administrsi yang lengkap menjadi prasangka
kemampuan guru dalam mengajar. Hal ini juga tidak sepantasnya
menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar, dikarenakan kondisi Guru kadang berubah-ubah sesuai
dengan kondisi psikologis yang mengenainya baik yang ada di
lingkungan sekolah ataupun yang ada di luar sekolah. dan pemberian
kesejahteraan yang layak pada pelaku pendidikan.
-
48
Jika kita fahami dari sekian penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa guru yang sudah memiliki kriteria guru ideal menurut Imam Al-
Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji maka Supervisor/Kepala sekolah dan
mungkin juga guru berprestasi yang akan melakukan supervisi kepadanya
harus juga memiliki kepribadian sesuai dengan guru itu sendiri, sehingga
tidak ada feedback yang buruk antara keduanya dan dapat berjalan sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.
C. ANALISIS GURU IDEAL SAAT MENGAJAR
Hampir semua di Dunia ini perannya sudah teralihkan dengan mesin. Dan
Guru menjadi sosok yang eksis dan tak lekang oleh perkembangan zaman.
Khususnya dalam hal mengajar guru benar-benar menjadi sosok yang tak
tergantikan.
Julukan Guru disematkan kepada mereka yang memiliki
persyaratan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Ada
beberapa guru yang dianggap kurang memiliki karakter dan kompetensi
dalam mengajar dan mendidik. Mendidik menjadi bagian dari proses
pembelajaran yang perlu diperhatikan, karena mendidik adalah Ruh yang
tak mungkin hilang dalam diri seorang guru. Maka perlu adanya supervisi
dalam kegiatan belajar yang terbimbing oleh kepala sekolah dan beberapa
guru untuk guru baru khususnya agar tercipta proses pembelajaran yang
ideal.
-
49
Kedekatan dengan Khaliq juga harus ada dalam diri pendidik,
Namun ada juga beberapa guru yang kurang memperhatikan hal ini dan
mampu kita lihat dengan bagamana guru itu mencampurkan kepentingan
pribadi dan kepentingan duniawi. Menjadikan Ujroh/imbalan sebagai
tolak ukur pekerjaan. Sedangkan definisi guru yang ideal menurut Imam
Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji adalah mereka yang tidak menjadikan
hal itu sebagai tujuan utama tapi ridha Allah-lah yang menjadi tujuan.
Maka perlu adanya kebijaksaan dalam penentuan upah kerja.
Jiwa penyayang dan penyabar dalam mendidik menjadi modal
utama, karena peserta didik tidak memiliki kesamaan. Peserta didik
beragam dan semuanya istimewa. Dengannya guru mampu mengajarkan
kebaikan ilmu sampai batas kemampuan peserta didik untuk
menerimanya. Dan tanpa keduanya ia akan menyampaikan ilmu tanpa
memperhatikan keutamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Disisi lain
ada beberapa guru yang mungkin tidak mampu bersabar dalam
menghadapi keberagaman peserta didik sehingga banyak keluhan yang
disampaikan tanpa adanya penyelesaian dalam permasalahan tersebut.
Kedewasaan berfikir dan bertindak guru juga menjadi contoh
yang acap kali akan ditiru oleh siswa. Dan tidak jarang siswa menirukan
dengan dalih guru di sekolah yang mengajarkan. Terkadang ada beberapa
guru yang menegur siswa dengan cacian yang notabenenya tak pantas
-
50
untuk diucapkan. Maka dari itu, kedewasaan guru dalam bersikap dan
dengan tutur kata yang santun menjadi senjata yang ampuh dalam
menegur, tanpa adanya gertakan dan kekerasan namun cukup dengan
sindiran yang penuh dengan kehati-hatian.
Dari uraian diatas kita dapat mengidentifikasi guru ideal saat
mengajar dengan memperhatikan dan memahami dengan seksama
pandangan Imam Al-Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji terkait dengan kriteria
guru yang sebenarnya yaitu mereka yang memperlihatkan simpati dan
empati, teladan, ikhlas, menegur dengan penuh kehati-hatian, tidak boleh
merendahkan ilmu yang belum dikuasai, mengembangkan
profesionalisme guru sampai puncak yang dapat diraih, mengembangkan
kemampuan guru sesuai dengan kemampuannya, guru juga melakukan
terlebih dahulu apa yang mereka ajarkan, Alim, Wara‟, dan tua umurnya.
-
51
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian kami tentang Guru Ideal dalam pandangan Imam Al-
Ghazali dan Syekh Az-Zarnuji serta Kritik terhadap kondisi guru saat
mengajar dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kriteria guru ideal menurut Al-Ghazali adalah: Mampu memperlihatkan
kebaikan, Simpati dan Empati kepada murid. Mampu menjadi teladan,
menjadikan ilmu sebagai sarana beribadah, menegur peserta didik dengan
penuh kehati-hatian, tidak diperkenankan guru merendahkan ilmu yang
bukan dalam penguasaaannya, mengajarkan peserta didik sampai batas
pemahaman, mengajarkan peserta didik dengan jelas dan bahasa yang
mudah difahami dan Guru melakukan segala apa yang akan diajarkan
sebelum disampaikan kepada peserta didik. Kriteria guru ideal menurut
Syekh Az-Zarnuji adalah: Alim, Wara‟, Tua Umurnya, Berwibawa, Murah
hati, penyabar dan penuh kasih sayang.
2. Kondisi sosio yang mempengaruhi pendidikan Imam Al-Ghazali adalah
Ilmu Tasawuf dan Kalam yang pernah beliau pelajari. Dari keduanyalah
beliau menempuh jalan zuhud dan meninggalkan ingar-bingar Dunia.
Dari amal-amal tasawuf itu tumbuh dzauq keagamaan yang hakiki. Itulah
puncak pencapaian Imam Al-Ghazali dalam menuntut ilmu, yaitu
-
52
tercapainya ma‟rifah, yang tidak diraih dengan alat ilmu biasa seperti
indera dan akal; tapi dengan hati yang terbuka untuk menyingkap (Kasyf)
rahasia-rahasia ketuhanan tertinggi. Sedangkan Syekh Az-zarnuji muncul
dari kegelisahan beliau terhadap penuntut ilmu yang tekun tetapi tidak
bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu mengamalkan dan
menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan meninggalkan
persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan. Manusia yang salah
jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik besar atau kecil.
3. Kritik dalam mengajar diantaranya adalah banyaknya guru yang mengajar
tanpa memahami bahwa mengajar adalah seni berucap, seni menyusun
kata dan juga seni dalam gerakan. Ditambah lagi dengan kondisi guru
ketika mengajar dipengaruhi faktor diluar pembelajaran seperti keluarga
dan keuangan. Dan yang terakhir mampu dilihat bahwa guru adalah
pekerjaan bukan profesi sehingga tujuan utamanya adalah gaji. Sedangkan
imam Al-Ghazli dan Syekh Az-Zarnuji menganggap mengajar adalah
ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Solusi yang muncul
adalah kepala sekolah atau supervisor memaksimalkan perannya agar guru
mengetahui kualitas dirinya dan hal hal yang perlu ditingkatkan, serta
melakukan konsultasi terbimbing agar tercipta lingkungan kerja yang
kondusif berlandaskan kataqwaan kepada Allah dan Merubah mindset
-
53
bahwa nominal bukanlah tujuan utama serta anggapan bahwa administrsi
yang lengkap menjadi prasangka kemampuan guru dalam mengajar.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, peneliti menyarankan:
1. Bagi guru agar dapat menerapkan beberepa kriteria guru ideal yang
disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin dan
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta‟limul Muta‟aliim. Agar guru tidak salah
dengan tujuan utama mengajar yaitu mengharapkan ridha Allah.
2. Lembaga pendidikan hendaknya memperhatikan kepribadian guru agar
dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran
-
54
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, 4 ed., Beirut Lebanon: Dar
al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.
Abu al-Wafa‟ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, tr. Ahmad Rofi‟
Ustmani, Bandung: Pustaka, 1997.
Ahmad, Muhammad Abd al-Qadir, Ta`lim al-Muta`allim Tariq at- Ta`alum, Beirut;
Mathba`ah al-Sa`adah, 1986.
Al-Fayyumi, Muhammad Ibrahim, Al-Ghazali wa „Alaqah al-Yaqin bi al-„Aql, Kairo:
Dar al-Fikr al-„Araby, 1982.
Al-Ghaazali, Abi Hamid, Bidayatul Hidayah, cet. 1, Beirut: Dar Shader, 1998.
Al-Ghazali, “Ihya‟ Ulumiddin 1: Ilmu dan keyakinan”, Terjemahan Ibnu Ibrahim
Ba‟adillah, Jakarta Selatan, Cet. III, 2016.
Al-Ghazali, “Ihya‟ulumuddin”, Terjemahan. Prof. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan
Jilid 1, cet. 1, 1965.
Al-Ghazali, Imam Abi Hamid, Ihya Ulumuddin, Al-Qohiroh: Darr-Syu‟b, juz. 1,
1992.
Al-Syami, Shalih Ahmad, “Hujjatul Islam “Imam Al-Ghazali” Terjemahan Mukrima
Azzahra, Jakarta Selatan: Zaman, cet. 1, 2009.
-
55
As-sya‟ri, Muhammad Hasyim, Adabul Alim wal Muta‟aliim, Jombang: Maktabatu
Turast Al-Islamy, 1994.
Az-Zarnuji, “Ta‟lim Mutaalim Pentingnya adab sebelum ilmu”, Terjemahan
Abdurrahman Azzam, Surabaya: PT. Aqwam Media Profetika, cet.VII, 2019.
Az-Zarnuji, Ta‟lim Mutaalim, Terjemahan Abdul Kadir Al-Jufri, Surabaya: Mutiara
Ilmu, 2009.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Fadli, Adi, “Konsep Pendidikan Imam Al-Ghazali Dan Relevansinya Dalam Sistem
Pendidikan Di Indonesia”, Jurnal Uin Mataram, Volume X, Nomor 2, Juli –
Desember 2017.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-
makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas
Huda, Nailul, Muhammad Zamroji & Hamim, “Kajian dan Analisis Ta‟liim
mutaaliim 2”, Jombang: Santri Press, 2017.
Ichsan, Muhammad, “Psikologi Pendidikan Dan Ilmu Mengajar”, Jurnal Edukasi Vol
2, Nomor 1, Januari 2016.
Kunandar, 2009, Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru), Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitashttps://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2019-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas
-
56
Lois Ma‟luf, al-Munjid fi al-Lugah wa A‟alam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975.
Nata, Abuddin, “Metodologi studi islam”, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.
Nata, Abuddin, “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet II, 2001.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun
2005 Tentang Dosen dan Guru
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Reber, Arthur, Peguin Di
top related